EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING PADA MATERI LARUTAN PENYANGGA DAN HIDROLISIS DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN OBSERVASI DAN INTERPRETASI

(1)

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING PADA MATERI LARUTAN PENYANGGA DAN HIDROLISIS

DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN OBSERVASI DAN INTERPRETASI

(Skripsi)

Oleh

USEP SUHENDAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(2)

ABSTRAK

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING PADA MATERI LARUTAN PENYANGGA DAN HIDROLISIS

DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN OBSERVASI DAN INTERPRETASI

Oleh Usep Suhendar

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh model pembelajaran yang efektif dalam meningkatkan keterampilan observasi dan interpretasi pada materi larutan penyangga dan hidrolisis. Keterampilan observasi dan interpretasi merupakan bagian dari keterampilan proses sains (KPS). Untuk mencapai tujuan itu dalam pembelajaran diterapkan model pembelajaran problem solving yang merupakan model pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme.

Metode penelitian ini adalah kuasi eksperimen dengan desain penelitian Non Equivalence Control Group Desain. Sampel yang diambil dengan teknik purposive sampling dan difokuskan pada kelas XI IPA 1 dan kelas XI IPA3.

Berdasarkan hasil perhitungan pengujian hipotesis maka diperoleh hasil penelitian bahwa; (1) pembelajaran dengan model problem solving efektif dalam meningkatkan keterampilan observasi dibandingkan dengan pembelajaran konvensional yang dibuktikan dengan thitung > ttabel yaitu 1,722 > 1,684 , dan (2)


(3)

dibuktikan thitung > ttabel yaitu 1,77 > 1,684

Kata kunci : keterampilan observasi, keterampilan interpretasi, model pembelajaran problem solving


(4)

I.PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan sarana yang penting dalam menciptakan dan membentuk generasi yang bermutu. Dalam pengertian lain pendidikan dapat diartikan sebagai proses aktualisasi siswa melalui berbagai pengalaman belajar yang mereka dapat-kan. Di dalamnya terdapat proses pembelajaran yang merupakan kegiatan pokok seluruh rangkaian kegiatan di sekolah. Menurut Sagala (2008), pendidikan ialah segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan individu sebagai penga-laman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup, dan umumnya pengajaran dilakukan di sekolah sebagai lembaga formal. Dalam proses pendidikan, siswa tidak hanya mendapatkan ilmu pengetahuan semata namun yang terpenting adalah memberikan pengalaman belajar kepada siswa agar dapat menjadikan mereka sebagai manusia yang terampil dalam meng-aplikasikan ilmunya di kehidupan nyata sehingga dapat memberikan solusi atas permasalahan yang terjadi di masyarakat.

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang berkaitan dengan cara men-cari tahu tentang gejala alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya pengu-asaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan


(5)

IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta proyek pengembangan lebih lanjut dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari (BSNP, 2006).

Ilmu kimia merupakan ilmu yang diperoleh dan dikembangkan berdasarkan eks-perimen dalam mencari jawaban atas pertanyaan apa, mengapa dan bagaimana gejala-gejala alam; khususnya yang berkaitan dengan komposisi, struktur dan sifat transformasi, dinamika dan energitika zat. Oleh sebab itu, karakteristik ilmu kimia merupakan pengetahuan yang berupa fakta, teori, prinsip, hukum berdasar-kan temuan saintis. Karakteristik ini sama dengan karakteristik IPA yaitu suatu ilmu yang diperoleh dan dikembangkan berdasarkan suatu proses penemuan atau eksperimen. Dengan kata lain, pembelajaran kimia di SMA dan MA khususnya pada materi larutan penyangga dan hidrolisis memiliki karakteristik menuntut siswa untuk memiliki keterampilan proses sains, salah satunya yaitu keterampilan observasi dan interpretasi.

Pada kenyataannya, pembelajaran kimia saat ini kurang memfasilitasi pengem-bangan keterampilan proses sains siswa. Berdasarkan hasil studi PISA-OECD (Programme for International Student Assessment- Organization for Economic Coorperation and Development) tahun 2006, peringkat capaian sains untuk Indonesia berada pada tingkat 50 dari 57 negara yang mengikuti. Pencapian siswa Indonesia masih banyak yang berada pada level kemampuan dasar, level 1 dan level 2 sebanyak 61,60% belum sampai pada kemampuan yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena rendahnya kemampuan anak Indonesia dalam kemampuan mengidentifikasi masalah ilmiah, menggunakan fakta ilmiah (seperti


(6)

menginter-pretasi), memahami sistem kehidupan dan memahami penggunaan peralatan sains (Firman, 2007).

Keterampilan Proses Sains (KPS) adalah salah satu keterampilan proses yang lebih menekankan pembentukan keterampilan untuk memperoleh pengetahuan dan mengkomunikasikan hasilnya. KPS dimaksudkan untuk melatih sikap-sikap ilmiah dan keterampilan siswa untuk menemukan dan mengembangkan fakta, konsep, dan prinsip ilmu atau pengetahuan yang selanjutnya dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari.

Pada penerapannya dalam proses pembelajaran, untuk melatihkan KPS maka diperlukan suatu model pembelajaran yang berfilosofi konstruktivisme yang salah satunya adalah model problem solving. Model problem solving memiliki ciri-ciri yaitu pembelajaran dimulai dengan pemberian masalah. Pada tahap ini, siswa akan dihadapkan pada masalah yang akan diselesaikannya. Selanjutnya siswa mencari data atau informasi yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah. Pada tahap ini siswa akan melakukan observasi, eksperimen, tugas, dan lain-lain sehingga akan meningkatkan KPS yang salah satunya adalah keterampilan obser-vasi. Kemudian siswa membuat jawaban sementara (hipotesis) dari permasalah-an. Hipotesis yang diperoleh berdasarkan interpretasi dari data-data hasil obser-vasi. Pada tahap ini siswa untuk memperoleh hipotesis melakukan interpretasi terhadap data-data hasil observasi. Tahap berikutnya setelah membuat jawaban sementara, siswa harus membuktikan kebenaran dari jawaban sementara. Tahap terakhir yaitu menarik kesimpulan. Dengan menggunakan model pembelajaran


(7)

problem solving ini diharapkan KPS siswa dapat menunjukkan peningkatan yang signifikan.

Bertolak dari uraian diatas, maka dilakukan penelitian tentang “Efektivitas model pembelajaran problem solving pada materi larutan penyangga dan hidrolisis dalam meningkatkan keterampilan observasi dan interpretasi”.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana efektivitas model pembelajaran problem solving dalam meningkatkan keterampilan observasi dan interpretasi?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan efektivitas model pembelajaran problem solving dalam meningkatkan keterampilan observasi dan interpretasi.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat. Adapun manfaat yang diharap-kan dari penelitian ini ada tiga yaitu manfaat untuk siswa, guru, dan sekolah sebagai berikut :

1. Siswa

Dengan diterapkanya model pembelajaran problem solving dalam proses kegiatan belajar mengajar dapat meningkatkan keterampilan observasi dan interpretasi.


(8)

2. Guru

Menambah wawasan pengetahuan guru untuk menerapkan model pembelajar-an problem solving dalam kegiatpembelajar-an belajar dpembelajar-an mengajar di kelas.

3. Sekolah

Untuk meningkatkan mutu pembelajaran kimia di sekolah.

E. Ruang Lingkup

Untuk menghindari penafsiran yang berbeda-beda terhadap istilah yang diguna- kan, maka dijelaskan beberapa istilah sebagai berikut :

1. Efektif secara statistik merupakan hasil belajar siswa menunjukkan perbedaan yang signifikan antara pemahaman awal dengan pemahaman setelah pembela-jaran pada kelas kontrol dan eksperimen (ditunjukkan dengan N-Gain yang signifikan).

2. Model pembelajaran problem solving yang digunakan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran problem solving menurut Depdiknas (2008) dengan langkah–langkah sebagai berikut (a) ada masalah yang diberikan, (b) mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah, (c) menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut, (d) menguji kebenaran jawaban sementara tersebut, dan (e) menarik kesimpulan. 3. Keterampilan observasi merupakan salah satu keterampilan dasar dari KPS.

Keterampilan yang diteliti keterampilan observasi dengan indikator mampu menggunakan indera pengliahatan untuk mengamati serta mengidentifikasi kejadian secara teliti dari hasil pengamatan.


(9)

4. Keterampilan interpretasi merupakan salah satu keterampilan terpadu dari KPS. Keterampilan yang diteliti keterampilan interpretasi dengan indikator menemukan pola atau keteraturan yang dituliskan (misalkan dalam pola garis bilangan) dari suatu fenomena alam.

5. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA SMA Negeri 14 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2011/2012.


(10)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pembelajaran Konstruktivisme

Pengetahuan merupakan bentukan dari orang yang mengenal sesuatu. Penge-tahuan tidak dapat ditransfer dari guru kepada orang lain karena setiap orang memiliki skema sendiri tentang apa yang diketahuinya. Oleh sebab itu, dalam proses pembentukan pengetahuan perlu pengembangan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri. Teori yang mendukung untuk itu adalah teori belajar konstruktivisme.

Konstruktivisme merupakan pengetahuan yang dibangun sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak dengan tiba-tiba. Dengan demikian siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang bermanfaat, dan berfikir dengan ide-ide, yaitu siswa mengkonstruksi pengetahuan dibenak mereka sendiri. Menurut Piaget dalam Saputra (2012), bahwa anak harus dipandang seperti seorang ilmuwan yang sedang mencari jawaban dengan mela-kukan eksperimen terhadap dunia melihat apa yang terjadi. Hasil dari eksperimen miniatur itu menyebabkan anak

menyusun pengetahuannya sendiri. Saat mene-mukan benda atau peristiwa baru, anak berupaya untuk memahaminya berdasar-kan skema yang telah dimilikinya.


(11)

Peaget menyebut hal itu proses asimilasi yaitu upaya anak untuk mengasimilasi-kan peristiwa baru ke dalam skema yang telah ada sebelumnya.

Esensi dari teori konstruktivisme adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi konmpleks ke situasi lain, dan apabila di-kehendaki informasi itu menjadi milik mereka sendiri. Dengan dasar ini pem-belajaran harus dikemas menjadi proses mengkonstruksi bukan menerima penge-tahuan (Sagala, 2008).

Jadi, dalam proses belajar seorang siswa harus berusaha mendapatkan tahuan sendiri. Menurut teori kontruktivisme untuk membangun suatu penge-tahuan baru, siswa akan menyesuaikan informasi baru atau pengalaman yang dimilikinya melalui interaksi dengan siswa lain atau dengan gurunya.

Prinsip-prinsip konstruktivisme menurut Suparno (1997), antara lain : (1) penge-tahuan dibangun oleh siswa secara aktif, (2) tekanan dalam proses belajar terletak pada siswa, (3) mengajar adalah membantu siswa belajar, (4) tekanan dalam proses belajar lebih pada proses bukan pada hasil akhir, (5) kurikulum menekan-kan partisipasi siswa, dan (6) guru adalah fasilitator. Tugas sebagai guru adalah menfasilitasi proses tersebut dengan: (1) menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa; (2) memberi kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri; (3) menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar (Sagala, 2008).


(12)

Beberapa model pembelajaran berdasarkan teori belajar konstruktivisme diantara-nya model pembelajaran problem based learning, problem solving, inquiry ter-bimbing, dan lain sebagainya.

B. Model Pembelajaran Problem Solving

Masalah pada hakikatnya merupakan bagian dalam kehidupan manusia dan suatu pertanyaan yang mengandung jawaban. Masalah yang sederhana dapat dijawab melalui proses pengamatan, sedang masalah yang sulit memerlukan langkah-lang-kah pemecahan yang rumit. Adapun langlangkah-lang-kah-langlangkah-lang-kah pemecahan masalah dalam proses pembelajaran dikemukakan oleh John Dewey (1920) dalam Saputra (2012), yakni :

1. siswa menghadapai masalah, artinya dia menyadari adanya suatu masalah tertentu.

2. siswa merumuskan masalah, artinya menjabarkan maslah dengan jelas dan spesifik.

3. siswa merumuskan hipotesis, artinya merumuskan kemungkinan-kemungkinan jawaban atas masalah tersebut yang masih perlu diuji kebenarannya.

4. siswa mengumpulkan dan mengolah data atau informasi.

5. siswa menguji hipotesis berdasarkan data atau informasi yang telah dikumpulkan dan diolah.

6. menarik kesimpulan berdasarkan pengujian hipotesis dan jika ujinya salah maka kembali ke langkah 3 dan 4, dan seterusnya.

7. siswa menerapkan hasil pemecahan masalah pada situasi baru.

Adapun langkah-langkah model pembelajaran problem solving dalam Saputra (2012) menurut Depdiknas yaitu meliputi :

1. ada masalah yang jelas untuk dipecahkan. Masalah ini harus tumbuh dari siswa sesuai dengan taraf kemampuannya.

2. mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah tersebut. Misalnya, dengan jalan membaca buku-buku,


(13)

3. menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut. Dugaan jawaban ini tentu saja didasarkan kepada data yang telah diperoleh pada langkah kedua diatas.

4. menguji kebenaran jawaban sementara tersebut. Dalam langah ini siswa harus berusaha memecahkan masalah sehingga betul-betul yakin bahwa jawaban tersebut betul-betul cocok. Apakah sesuai dengan jawaban sementara atau sama sekali tidak sesuai. Untuk menguji kebenaran jawaban ini tentu saja diperlukan kegiatan lainnya seperti deminstrasi, tugas, diskusi, dan lain-lain.

5. menarik kesimpulan. Artinya siswa harus sampai kepada kesimpulan terakhir tentang jawaban dari masalah tadi.

C. Keterampilan Proses Sains

Keterampilan Proses Sains (KPS) adalah kemampuan siswa untuk menerap-kan metode ilmiah dalam memahami, mengembangmenerap-kan dan menemumenerap-kan ilmu pengetahuan. “Keterampilan proses sains sangat penting bagi setiap siswa sebagai bekal untuk menggunakan metode ilmiah dalam mengembangkan sains serta diharapakan memperoleh pengetahuan baru/mengembangkan

pengetahuan yang telah dimiliki” (Dahar, 1985).

KPS merupakan aspek-aspek kegiatan intelektual yang biasa dilakukan oleh saintis dalam menyelesaikan masalah dan menentukan produk-produk sains. KPS merupakan pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada proses IPA. KPS juga merupakan penjabaran dari metode ilmiah, serta keterampilan proses men-cakup keterampilan berpikir/keterampilan intelektual yang dapat dipelajari dan dikembangkan oleh siswa melalui proses belajar mengajar dikelas, yang dapat digunakan untuk memperoleh pengetahuan tentang produk IPA. KPS perlu di-kembangkan untuk menanamkan sikap ilmiah pada siswa. Menurut Semiawan (1992) bahwa “terdapat empat alasan mengapa pendekatan KPS diterapkan dalam proses belajar mengajar sehari-hari,” yaitu (1) Perkembangan ilmu


(14)

pengetahuan dan teknologi berlangsung semakin cepat sehingga tidak mungkin lagi guru mengajarkan semua konsep dan fakta pada siswa, (2) Adanya kecenderungan bahwa siswa lebih memahami konsep-konsep yang rumit dan abstrak jika disertai dengan contoh yang konkret, (3) Penemuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak bersifat mutlak 100% tapi bersifat relatif, (4) Dalam proses belajar mengajar, pengembangan konsep tidak terlepas dari pengembangan sikap dan nilai dalam diri anak didik.

Selain itu juga pengembangan suatu gagasan tidak dapat berlangsung dari luar anak seperti ceramah guru atau dari paksaan dan tekanan orang tua. Ber-dasarkan pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat, guru tidak mungkin lagi untuk mengajarkan semua konsep-konsep pembelajaran kepada siswa. Hal ini di-karenakan guru hanya berperan sebagai fasilitator untuk memudahkan siswa belajar dan siswa sendirilah yang berperan aktif untuk mengembangkan pengetahuan/gagasan. Akan tetapi terdapat beberapa hal yang mempengaruhi KPS yang dituntut untuk dimiliki siswa. Hal-hal yang berpengaruh terhadap KPS, diantaranya yaitu perbedaan kemampuan siswa secara genetik, kualitas guru serta perbedaan strategi guru dalam mengajar.

a. Klasifikasi Keterampilan Porses Sains (KPS)

Menurut Funk (Soetardjo, 1998) mengklasifikasikan KPS menjadi 2, yaitu: 1. KPS Dasar, yang terdiri dari pengamatan, klasifikasi, komunikasi, pengukur


(15)

2. KPS Terpadu, yang terdiri dari pengidentifikasian variabel, penyusunan tabel data, penyusunan grafik, pendeskripsian hubungan antar variabel, pemerolehan dan pemrosesan data, pendeskripsian penyelidikan, perumusan hipotesis, pen- definisian variabel secara operasional, perencanaan penyelidikan, pengeksperi- men.

Adapun mengenai KPS dan indikatornya menurut pendapat Tim Action Research Buletin Pelangi Pendidikan (1999) KPS dibagi menjadi dua antara lain:

a. KPS dasar (Basic Science Proses Skill), meliputi observasi, klasifikasi, pengukuran, berkomunikasi dan menarik kesimpulan.

Tabel 1. Indikator KPS Dasar

Keterampilan dasar Indikator

Observasi Mampu menggunakan semua indera (penglihatan, pembau, pendengaran, pengecap, dan peraba) untuk mengamati, mengidentifikasi, dan menamai sifat benda dan kejadian secara teliti dari hasil pengamatan.

Klasifikasi Mampu menentukan perbedaan, mengkontraskan ciri-ciri, mencari kesamaan, membandingkan dan menentu-kan dasar penggolongan terhadap suatu obyek.

Pengukuran Mampu memilih dan menggunakan peralatan untuk menentukan secara kuantitatif dan kualitatif ukuran suatu benda secara benar yang sesuai untuk panjang, luas, volume, waktu, berat dan lain-lain. Dan mampu mendemontrasikan perubahan suatu satuan pengukur-an ke satupengukur-an pengukurpengukur-an lain.

Berkomunikasi Memberikan/menggambarkan data empiris hasil percobaan atau pengamatan dengan tabel, menyusun dan menyampaikan laporan secara sistematis, men-jelaskan hasil percobaan, membaca tabel, mendiskusi-kan hasil kegiatan suatu masalah atau suatu peristiwa. Inferensi Mampu membuat suatu kesimpulan tentang suatu

benda atau fenomena setelah mengumpulkan, menginterpretasi data dan inormasi.


(16)

b. KPS terpadu (Intergated Science Proses Skill), meliputi merumuskan hipotesis, menamai variabel, mengontrol variabel, membuat definisi operasional, melakukan eksperimen, interpretasi, merancang penyelidikan, dan aplikasi konsep.

Indikator keterampilan proses sains terpadu ditunjukkan pada Tabel 2 sebagai berikut:

Tabel 2. Indikator KPS Terpadu

Keterampilan Terpadu Indikator

Merumuskan hipotesis

Mampu menyatakan hubungan antara dua variabel, me-ngajukan perkiraan penyebab suatu hal terjadi dengan mengungkapkan bagaimana cara melakukan pemecahan masalah.

Menamai variabel Mampu mendefinisikan semua variabel jika digunakan dalam percobaan.

Mengontrol variabel Mampu mengidentifikasi variabel yang mempengaruhi hasil percobaan, menjaga kekonstanannya selagi me-manipulasi variabel bebas.

Membuat definisi operasional

Mampu menyatakan bagaimana mengukur semua faktor atau variabel dalam suatu eksperimen. Melakukan

Eksperimen

Mampu melakukan kegiatan, mengajukan pertanyaan yang sesuai, menyatakan hipotesis, mengidentifikasi dan mengontrol variabel, mendefinisikan secara operasional variabel-variabel, mendesain sebuah eksperimen yang jujur, menginterpretasi hasil eksperimen. Interpretasi Mampu menghubung-hubungkan hasil

pengamatan terhadap obyek untuk menarik jawaban sementara (hipotesis), menarik kesimpulan, menemukan pola atau keteraturan yang dituliskan (misalkan dalam tabel) suatu fenomena alam.

Merancang penyelidikan

Mampu menentuka alat dan bahan yang

diperlukan dalam suatu penyelidikan, menentukan variabel kontrol, variabel bebas, menentukan apa yang akan diamati, diukur dan ditulis, dan

menentukan cara dan langkah kerja yang mengarah pada pencapaian kebenaran ilmiah.


(17)

Keterampilan Terpadu Indikator

Aplikasi konsep Mampu menjelaskan peristiwa baru dengan mengguna-kan konsep yang telah dimiliki dan mampu menerapkan konsep yang telah dipelajari dalam situasi baru.

b. Keterampilan Observasi

Kemampuan mengamati merupakan keterampilan paling dasar dalam proses memperoleh ilmu pengetahuan serta merupakan hal terpenting untuk mengem-bangkan KPS lain. Keterampilan ini berkaitan dengan penggunaan secara optimal dan proporsional seluruh alat indera untuk menggambarkan karakteristik objek dan hubungan antar waktu atau mengukur karakteristik fisik benda-benda yang diamati.

c. Keterampilan Interpretasi

Hasil-hasil pengamatan adalah berupa data-data yang perlu untuk ditafsirkan lebih lanjut. Data-data tersebut dicatat secara terpisah kemudian ditemukan pola-pola tertentu untuk selanjutnya dihubungkan. Penemuan pola ini merupakan dasar untuk menarik suatu hipotesis, kesimpulan atau generalisasi-generalisasi. Kemampuan untuk menemuakan pola ini merupakan kegiatan ilmiah yang perlu dikembangkan pada siswa. Adapun indikator yang digunakan dalam penelitian ini adalah mampu menghubung-hubungkan hasil pengamatan terhadap obyek untuk menarik hipotesis, kesimpulan, menemukan pola atau keteraturan yang dituliskan (misalkan dalam tabel) suatu fenomena alam.

Interpretasi dapat merupakan bagian dari suatu penafsiran, penggambaran


(18)

Informasi itu dapat berupa lisan, tulisan, gambar, atau berbagai bentuk bahasa lainnya. Makna yang kompleks dapat timbul sewaktu penafsir baik secara sadar ataupun tidak melakukan rujukan silang terhadap suatu objek dengan menempatkannya pada kerangka pengalaman dan pengetahuan yang lebih luas. Tujuan interpretasi biasanya adalah untuk meningkatkan pengertian dari suatu hal atau objek yang diamati. Interpretasi juga merupakan keterampil-an yketerampil-ang berhubungketerampil-an dengketerampil-an menafsirkketerampil-an data hasil pengamatketerampil-an. Indikator keterampilan interpretasi yang dirangkum dari Harlen (Rustaman,, 2001) terdiri dari:

1. Mengambil berbagai potongan informasi secara bersama-sama atau menghubungkan hasil-hasil pengamatan untuk membuat beberapa pernyataan dari makna gabungannya.

2. Menemukan pola atau kecenderungan dalam hasil data. Hasil observasi dan investigasi.

3. Mengidentifikasi hubungan antar variabel yang satu dengan variabel yang lainnya.

4. Memastikan bahwa pola atau hubungan itu meliputi seluruh data. 5. Menyimpulkan

D. Kerangka Pemikiran

Pembelajaran kimia merupakan proses pembelajaran yang menuntut siswa untuk memiliki keterampilan proses sains, salah satunya keterampilan observasi dan interpretasi. Dengan menerapkan model pembelajaran problem solving yang merupakan salah satu model pembelajaran berfilosofi konstruktivisme dan disertai keterampilan proses sains, pembelajaran kimia dapat membantu siswa dalam memahami konsep-konsep kimia.

Pada tahap pertama model pembelajaran problem solving, siswa akan dihadapkan pada masalah yang jelas untuk diselesaikan. Pada tahap kedua, yakni mencari


(19)

data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah tersebut, siswa akan mencari sebanyak mungkin data-data atau keterangan untuk memecah-kan masalah tersebut. Data-data atau keterangan tersebut diperoleh siswa melalui observasi atau pengamatan. Dengan demikian pada tahap ini siswa dilatih untuk melakukan keterampilan observasi. Pada tahap ketiga, menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut, siswa dilatih untuk mengemukakan. Hipotesis ini tentu saja didasarkan kepada data atau keterangan yang diperoleh pada langkah sebelumnya yang merupakan hasil dari interpretasi data atau keterangan. Pada tahap keempat, menguji kebenaran hipotesis atau jawaban sementara tersebut. Dalam langkah ini siswa akan berusaha memecahkan masalah sehingga betul-betul yakin bahwa jawaban sementara itu betul-betul-betul-betul cocok. Pada tahap terakhir menarik kesimpulan, yakni siswa akan memberikan kesimpulan terakhir tentang jawaban dari masalah tersebut. Dengan demikian berdasarkan tahapan diatas, diharapkan model pem-belajaran problem solving dapat meningkatkan

keterampilan observasi dan interpretasi. E. Anggapan Dasar

Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah:

Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi keterampilan observasi dan interpretasi materi pokok larutan penyangga dan hidrolisis siswa kelas XI IPA semester genap SMA Negeri 14 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2011/2012 pada kedua kelas diusahakan sekecil mungkin sehingga dapat diabaikan.


(20)

F. Hipotesis Umum

Sebagai pemandu dalam melakukan analalisis maka perlu disusun hipotesis umum dengan persamaan sebagai berikut:

Model Pembelajaran problem solving pada materi larutan penyangga efektif dalam meningkatkan keterampilan observasi dan interpretasi.


(21)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa: 1. Pembelajaran dengan model problem solving efektif dalam meningkatkan

keterampilan observasi.

2. Pembelajaran dengan model problem solving efektif dalam mening-katkan keterampilan interpretasi.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, disarankan bahwa pembela-jaran problem solving hendaknya diterapkan dalam pembelapembela-jaran kimia, terutama pada materi larutan penyangga dan hidrolisis, karena terbukti efektif meningkat-kan keterampilan observasi dan interpretasi.


(22)

DAFTAR PUSTAKA

Creswell, J. W. 1994. Research Design Qualitative and Quantitative Approaches. Sage Publications. London.

Dahar, R.W. 1988. Teori-teori belajar. Erlangga. Jakarta

Firman, H. 2007. Laporan Analisis Sains Berdasarkan Pisa Nasional Tahun 2006. Pusat Penilaian Pendidikan Balitbang Depdiknas. Jakarta

Meltzer, E.D. 2005. Relation Between Students’ Problem-Solving Performance and Representational Format. American Journal of Physics. 73. No.5. p.463.

Rustaman, N & Rustaman A. 2001. Keterampilan Bertanya dan Pembelajaran IPA. Depdikbud. Bandung

Saputra, A. 2012. Model Pembelajaran Problem Solving pada Materi

Kesetimbangan untuk meningkatkan Kemampuan berfikir kritis siswa. (Skripsi). Tidak diterbitkan.

Sagala, S. 2008. Konsep dan Makna Pembelajaran. ALFABETA. Bandung. Semiawan, C. 1992. Pendekatan Keterampilan Proses. Gramedia. Jakarta Soetardjo dan Soejitno. 1998. Proses Belajar Mengajar dengan Metode

Pendekatan Keterampilan Proses. SIC Surabaya. Surabaya. Sudjana, N. 2005. Metode Statistik. PT. Tarsito. Bandung

Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktuvisme dalam Pendidikan. Kanisius. Jakarta. Tim Action Research Buletin Pelangi pendidikan. 1999. Proses Belajar Mengajar.

Universitas Lampung.

Tim Penyusun. 2006. Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Depdikbud. Jakarta


(23)

III. METODE PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam peneltian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPA SMA Negeri 14 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2011/2012 yang berjumlah 104 siswa. Siswa tersebut merupakan satu kesatuan populasi, karena adanya kesamaan-kesamaan sebagai berikut:

a. Siswa-siswa tersebut merupakan siswa kelas XI IPA SMA Negeri 14 Bandar-lampung Tahun Pelajaran 2011/2012.

b. Siswa-siswa tersebut berada dalam semester yang sama yaitu semester genap. c. Dalam pelaksanaan pengajarannya, siswa-siswa tersebut diajar dengan

kuri-kulum yang sama (KTSP), dan jumlah jam belajar yang sama (enam jam pela-jaran dalam setiap minggu).

Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling. Purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang didasarkan pada suatu pertim-bangan tertentu yang dibuat peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat- sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Setelah diperoleh dua kelas sampel maka ditentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol. Berdasarkan teknik

tersebut diperoleh satu kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran problem solving, dan kelas berikutnya adalah kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran konvensional. Berdasarkan pertimbangan dari peneliti dan guru


(24)

mitra maka diambil 2 (dua) kelas sampel yaitu kelas XI IPA 1 dan XI IPA 3, kemudian ditentukan kelas XI IPA 3 sebagai kelas ekperimen dan kelas XI IPA 1 sebagai kelas kontrol.

B. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang bersifat kuan-titatif yaitu data hasil tes sebelum pembelajaran diterapkan (pretest) dan hasil tes setelah pembelajaran diterapkan (postest). Sumber data diperoleh dari seluruh siswa yang menjadi subyek penelitian yakni siswa pada kelas kontrol dan eksperimen.

C. Metode dan Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen dengan desain peneli-tian menggunakan Non Equivalence Control Group Desain (Creswell, 1994). Di dalamnya terdapat langkah-langkah yang menunjukkan suatu urutan kegiatan penelitian yaitu meliputi sebelum dan sesudah perlakuan diberikan.

Tabel 3. Desain Penelitian

Kelas Penelitian Pretest Perlakuan Postest

Kelas Kontrol O1 - O2

Kelas Eksperimen O1 X O2

O1 adalah pretest yang diberikan sebelum perlakuan diberikan, O2 adalah postest


(25)

meng-gunakan model pembelajaran problem solving. Soal pretest dan postest berbeda namun indikator yang diukur sama.

D. Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini variabel bebas adalah pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran, serta sebagai variabel terikat adalah keterampilan observasi dan interpretasi.

E. Instrumen Penelitian

Adapun bentuk instrumen penelitian yang digunakan adalah soal pretest ber-jumlah 3 soal essay dan soal postest yang berisi 3 soal essay.

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan bertahap, yakni :

a. tahap persiapan, pada tahap ini dilakukan penyusunan perangkat pembelajaran konvensional, penyusunan perangkat pembelajaran problem solving, serta penyusunan soal pretest dan postest.

b. tahap penelitian yaitu semua dilaksanakan di tempat penelitian, dilakukan pengujian instrumen penelitian dan pengambialan data dengan disesuaikan pada penyampaian materi larutan penyangga dan hidrolisis.

c. tahap penyelesaian, pada tahap ini pengolahan data dan penyusunan skripsi. Prosedur pelaksanaan penelitian tersebut dapat digambarkan dalam bentuk bagan di bawah ini :


(26)

Gambar 1. Prosedur Pelakasanaan Penelitian

G. Analisis Data

Tujuan analisis data yang dikumpulkan adalah untuk memberikan makna atau arti yang digunakan untuk menarik suatu kesimpulan yang berkaitan dengan masalah, tujuan, dan hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya.

1. Perhitungan nilai siswa

Skor pretest dan postest dirumuskan sebagai berikut: 1. Penyusunan perangkat pembelajaran

konvensional

2. Penyusunan perangkat pembelajaran problem solving

3. Penyusnan soal pretest & postest

Validasi Instrumen

Kelas Kontrol Kelas Eksperimen

Konvensional Problem Solving

Pretest

Postest

Tabulasi dan Analisis Data


(27)

Skor siswa = jumlah point jawaban yang diperoleh …………..(1) Nilai pretes dan postes pada penilaian keterampilan observasi dan interpretasi dirumuskan sebagai berikut:

100 x maksimal poin Jumlah diperoleh yang jawaban poin Jumlah siswa

Nilai  ... (2)

Data yang diperoleh kemudian dianalisis, dengan menghitung gain yang selanjutnya digunakan uji homogenitas dan uji hipotesis.

2. Perhitungan N-Gain

Untuk mengetahui efektivitas keterampilan observasi dan interpretasi pada materi pokok larutan penyangga dan hidrolisis, maka dilakukan analisis skor gain

ternormalisasi. Perhitungan ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan nilai pretes dan postes dari kedua kelas.

Rumus N-gain (g) menurut Melzter (2005) adalah sebagai berikut:

NilaiMaksimum-NilaiPretes

Pretes Nilai -Postes Nilai (g) gain

-N  ... (3)

3. Pengujian Hipotesis a. Uji Normalitas

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan Sudjana (2005), untuk ukuran sampel

yang relatif besar dimana jumlah sampel ≥ 30, maka distribusi selisih nilai dari data akan mendekati distribusi normal. Pernyataan ini berlaku untuk sebarang bentuk atau model populasi asalkan simpangan bakunya terhingga besarnya.


(28)

Dengan demikian bagaimanapun model populasi yang disampel dan variansnya terhingga, maka rata-rata sampel mendekati distribusi normal.

b. Uji Homogenitas

Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah data yang dibandingkan memiliki nilai rata-rata dan varians identik. Hipotesis untuk uji Homogenitas :

Ho : 2

2 2 1 

  = data penelitian mempunyai variansi yang homogen H1 : 22

2 1 

  = data penelitian mempunyai variansi yang tidak homogen.

Untuk uji homogenitas dua peubah terikat digunakan rumus yang terdapat dalam Sudjana (2005) :

kecil Varian ter

terbesar Varians

F ... (4)

Keterangan : F = Kesamaan dua varians

Kriteria : Pada taraf 0,05, tolak H0hanya jika F hitung ≥ F ½α (υ1, υ2). Untuk

menguji apakah kedua varians tersebut sama atau tidak, maka Fhitung

dikonsultasi-kan dengan Ftabel. Menggunakan

α

= 5 % dengan dk pembilang = banyaknya data

terbesar dikurangi satu dan dk penyebut = banyaknya data yang terkecil dikurangi satu. Jika Fhitung < Ftabel maka H0 diterima. Yang berarti kedua kelompok tersebut

mempunyai varians yang sama atau dikatakan homogen. c. Uji Perbedaan Dua Rata-Rata

Pengujian hipotesis selanjutnya menggunakan uji perbedaan dua rata-rata. Uji ini digunakan untuk menentukan seberapa peningkatan terhadap sampel dengan


(29)

melihat N-gain ternormalisasi keterampilan observasi dan interpretasi materi larutan penyangga dan hidrolisis yang lebih tinggi antara pembelajaran problem solving dengan pembelajaran konvensional siswa SMA Negeri 14 Bandar Lampung.

Adapun langkah-langkah dalam uji ini sebagai berikut:

a) Pengujian ini dilakukan dengan uji-t’ (t student) dalam taraf nyata 0,05.

Merumuskan hipotesis 1 (Keterampilan Observasi)

Ho : µ1x≤ µ2x : Rata-rata keterampilan observasi siswa pada materi pokok larutan

penyangga dan hidrolisis yang diterapkan pembelajaran melalui model pembelajaran problem solving lebih rendah atau sama dengan rata-rata keterampilan observasi siswa dengan pembelajaran konvensional.

H1 : µ1x> µ2x : Rata-rata keterampilan observasi siswa pada materi pokok larutan

penyangga dan hidrolisis yang diterapkan pembelajaran melalui model pembelajaran problem solving lebih tinggi daripada rata-rata keterampilan observasi dengan pembelajaran konvensional.

Merumuskan hipotesis 2 (Keterampilan Interpretasi)

Ho : µ1y≤ µ2y :Rata-rata keterampilan interpretasi siswa pada materi larutan

penyangga dan hidrolisis dengan model pembelajaran problem solving lebih rendah atau sama dengan rata-rata keterampilan interpretasi siswa dengan pembelajaran konvensional.


(30)

H1 : µ1y> µ2y : Rata-rata keterampilan interpretasi siswa pada materi larutan

penyangga dan hidrolisis dengan model pembelajaran problem solving lebih tinggi daripada rata-rata keterampilan interpretasi siswa dengan pembelajaran konvensional.

Keterangan :

µ1 = rata-rata keterampilan observasi dan interpretasi kelas eksperimen

µ2 = rata-rata keterampilan observasi dan interpretasi kelas kontrol

x = keterampilan observasi y = keterampilan interpretasi

b) Menyatakan besar masing-masing sampel yaitu n1 = 40dan n2 = 40

Keterangan :

n1 = jumlah siswa kelas eksperimen

n2 = jumlah siswa kelas kontrol

c) Data yang diperoleh bersifat homogen ( 22 2 1 

  ), statistik yang digunakan ialah statistik t dalam rumus (3) yang mengacu pada Sudjana (2005) berikut:

2 1 2 2 1 n 1 n 1 S x -x t   ... (5) dan

 

2 -n n s 1 n s 1 n S 2 1 2 2 2 2 1 1 2    

 ... (6)

Keterangan: t = Koefisien t

1


(31)

2

x = Mean N-gain keterampilan Observasi/interpretasi kelas kontrol 2

1

s = Varians kelas eksperimen 2

2

s = Varians kelas kontrol 2

s = Varians kedua kelas 1

n = Jumlah sampel kelas eksperimen 2

n = Jumlah sampel kelas kontrol

dengan kriteria pengujian terima Ho jika t  t1 -  dan tolak Ho jika mempunyai

harga-harga lain.

d) Mencari harga t tabel pada tabel distribusi t dengan level signifikan 0,05 dan

2 -n n

dk 12 untuk 2 2 2 1 

  , sedangkan level signifikan 0,05 dan dk masing-masing

n1-1

dan

n2-1

untuk 2

2 2 1 

  .


(1)

Gambar 1. Prosedur Pelakasanaan Penelitian

G. Analisis Data

Tujuan analisis data yang dikumpulkan adalah untuk memberikan makna atau arti yang digunakan untuk menarik suatu kesimpulan yang berkaitan dengan masalah, tujuan, dan hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya.

1. Perhitungan nilai siswa

Skor pretest dan postest dirumuskan sebagai berikut: 1. Penyusunan perangkat pembelajaran

konvensional

2. Penyusunan perangkat pembelajaran problem solving

3. Penyusnan soal pretest & postest

Validasi Instrumen

Kelas Kontrol Kelas Eksperimen

Konvensional Problem Solving

Pretest

Postest

Tabulasi dan Analisis Data


(2)

Skor siswa = jumlah point jawaban yang diperoleh …………..(1) Nilai pretes dan postes pada penilaian keterampilan observasi dan interpretasi dirumuskan sebagai berikut:

100 x maksimal

poin Jumlah

diperoleh yang

jawaban poin

Jumlah siswa

Nilai  ... (2)

Data yang diperoleh kemudian dianalisis, dengan menghitung gain yang selanjutnya digunakan uji homogenitas dan uji hipotesis.

2. Perhitungan N-Gain

Untuk mengetahui efektivitas keterampilan observasi dan interpretasi pada materi pokok larutan penyangga dan hidrolisis, maka dilakukan analisis skor gain

ternormalisasi. Perhitungan ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan nilai pretes dan postes dari kedua kelas.

Rumus N-gain (g) menurut Melzter (2005) adalah sebagai berikut:

NilaiMaksimum-NilaiPretes

Pretes Nilai -Postes Nilai

(g) gain

-N  ... (3)

3. Pengujian Hipotesis a. Uji Normalitas

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan Sudjana (2005), untuk ukuran sampel

yang relatif besar dimana jumlah sampel ≥ 30, maka distribusi selisih nilai dari data akan mendekati distribusi normal. Pernyataan ini berlaku untuk sebarang bentuk atau model populasi asalkan simpangan bakunya terhingga besarnya.


(3)

terhingga, maka rata-rata sampel mendekati distribusi normal. b. Uji Homogenitas

Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah data yang dibandingkan memiliki nilai rata-rata dan varians identik. Hipotesis untuk uji Homogenitas :

Ho : 2

2 2 1 

  = data penelitian mempunyai variansi yang homogen H1 : 22

2 1 

  = data penelitian mempunyai variansi yang tidak homogen.

Untuk uji homogenitas dua peubah terikat digunakan rumus yang terdapat dalam Sudjana (2005) :

kecil Varian ter

terbesar Varians

F ... (4)

Keterangan : F = Kesamaan dua varians

Kriteria : Pada taraf 0,05, tolak H0hanya jika F hitung ≥ F ½α (υ1, υ2). Untuk

menguji apakah kedua varians tersebut sama atau tidak, maka Fhitung dikonsultasi-kan dengan Ftabel. Menggunakan

α

= 5 % dengan dk pembilang = banyaknya data terbesar dikurangi satu dan dk penyebut = banyaknya data yang terkecil dikurangi satu. Jika Fhitung< Ftabelmaka H0 diterima. Yang berarti kedua kelompok tersebut

mempunyai varians yang sama atau dikatakan homogen. c. Uji Perbedaan Dua Rata-Rata

Pengujian hipotesis selanjutnya menggunakan uji perbedaan dua rata-rata. Uji ini digunakan untuk menentukan seberapa peningkatan terhadap sampel dengan


(4)

melihat N-gain ternormalisasi keterampilan observasi dan interpretasi materi larutan penyangga dan hidrolisis yang lebih tinggi antara pembelajaran problem

solving dengan pembelajaran konvensional siswa SMA Negeri 14 Bandar

Lampung.

Adapun langkah-langkah dalam uji ini sebagai berikut:

a) Pengujian ini dilakukan dengan uji-t’ (t student) dalam taraf nyata 0,05.

Merumuskan hipotesis 1 (Keterampilan Observasi)

Ho : µ1x≤ µ2x : Rata-rata keterampilan observasi siswa pada materi pokok larutan

penyangga dan hidrolisis yang diterapkan pembelajaran melalui model pembelajaran problem solving lebih rendah atau sama dengan rata-rata keterampilan observasi siswa dengan pembelajaran konvensional.

H1 : µ1x> µ2x : Rata-rata keterampilan observasi siswa pada materi pokok larutan

penyangga dan hidrolisis yang diterapkan pembelajaran melalui model pembelajaran problem solving lebih tinggi daripada rata-rata keterampilan observasi dengan pembelajaran konvensional.

Merumuskan hipotesis 2 (Keterampilan Interpretasi)

Ho : µ1y≤ µ2y :Rata-rata keterampilan interpretasi siswa pada materi larutan

penyangga dan hidrolisis dengan model pembelajaran problem solving lebih rendah atau sama dengan rata-rata keterampilan interpretasi siswa dengan pembelajaran konvensional.


(5)

penyangga dan hidrolisis dengan model pembelajaran problem solving lebih tinggi daripada rata-rata keterampilan interpretasi siswa dengan pembelajaran konvensional.

Keterangan :

µ1 = rata-rata keterampilan observasi dan interpretasi kelas eksperimen

µ2 = rata-rata keterampilan observasi dan interpretasi kelas kontrol

x = keterampilan observasi y = keterampilan interpretasi

b) Menyatakan besar masing-masing sampel yaitu n1 = 40dan n2 = 40

Keterangan :

n1 = jumlah siswa kelas eksperimen

n2 = jumlah siswa kelas kontrol

c) Data yang diperoleh bersifat homogen ( 22 2 1 

  ), statistik yang digunakan ialah statistik t dalam rumus (3) yang mengacu pada Sudjana (2005) berikut:

2 1 2 2 1 n 1 n 1 S x -x t   ... (5) dan

 

2 -n n s 1 n s 1 n S 2 1 2 2 2 2 1 1 2    

 ... (6)

Keterangan: t = Koefisien t

1


(6)

2

x = Mean N-gain keterampilan Observasi/interpretasi kelas kontrol 2

1

s = Varians kelas eksperimen 2

2

s = Varians kelas kontrol 2

s = Varians kedua kelas 1

n = Jumlah sampel kelas eksperimen 2

n = Jumlah sampel kelas kontrol

dengan kriteria pengujian terima Ho jika t  t1 -  dan tolak Ho jika mempunyai

harga-harga lain.

d) Mencari harga t tabel pada tabel distribusi t dengan level signifikan 0,05 dan

2 -n n

dk 12 untuk 2 2 2 1 

  , sedangkan level signifikan 0,05 dan dk masing-masing

n1-1

dan

n2-1

untuk 2

2 2 1 

  .


Dokumen yang terkait

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI DAN MEMPREDIKSI PADA MATERI KOLOID

0 8 43

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING PADA MATERI HIDROLISIS GARAM DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGKLASIFIKASI DAN PENGUASAAN KONSEP

0 8 46

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING PADA MATERI POKOK HIDROLISIS GARAM DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN INFERENSI DAN PENGUASAAN KONSEP

0 4 56

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING PADA MATERI LARUTAN PENYANGGA DAN HIDROLISIS DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGKOMUNIKASIKAN DAN MENGELOMPOKKAN

0 9 33

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MEMBERIKAN PENJELASAN SEDERHANA DAN MENYIMPULKAN PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON ELEKTROLIT

0 10 48

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI DAN MEMPREDIKSI

0 6 45

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING PADA MATERI POKOK LARUTAN NON ELEKTROLIT DAN ELEKTROLIT DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGELOMPOKKAN DAN MENYIMPULKAN

0 6 42

EFEKTIVITAS MODEL PROBLEM SOLVING PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON ELEKTROLIT DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGELOMPOKKAN DAN MENGKOMUNIKASIKAN

1 17 48

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN DASAR DAN MEMBERIKAN PENJELASAN LANJUT PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON ELEKTROLIT

0 3 43

PROFIL KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SMA PADA PEMBELAJARAN MATERI LARUTAN PENYANGGA MENGGUNAKAN MODEL PROBLEM SOLVING.

2 7 31