PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN AKUNTANSI BERBASIS NILAI KEJUJURAN : Studi Pada SMK Negeri 3 Pontianak Kalimantan Barat.

(1)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

LEMBAR PENGESAHAN... ii

PERNYATAAN... iii

ABSTRAK... iv

ABSTRACT... v

KATA PENGANTAR... vi

UCAPAN TERIMA KASIH... vii

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR LAMPIRAN... xiii

BAB I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Penelitian... 1

B.Rumusan Masalah ... 13

C.Tujuan Penelitian ... 16

D.Manfaat Penelitian ... 17

E. Asumsi Penelitian... 18

F. Struktur Organisasi Disertasi... 19

BAB II. KAJIAN PUSTAKA A. Hakekat Model Pembelajaran... 20

B. Hakekat Nilai, Pendidikan Nilai, dan Pendidikan Karakter... 26

C. Hakekat Nilai Kejujuran dan Perilaku Jujur... 68

D. Diskusi Kelompok dan Landasan Teoretiknya... 74

E. Hakekat Model Pembelajaran Akuntansi Berbasis Nilai Kejujuran 83

F. Hubungan Pembelajaran Akuntansi Berbasis Nilai Kejujuran dengan Pendidikan Umum... 88

G. Penelitian yang Relevan... 91

BAB III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian... .. 96

B. Variabel dan Definisi Operasional... 99

C. Instrumen Penelitian... 103

D. Metode Penelitian dan Pengembangan... 113

E. Lokasi dan Subyek Penelitian... 123

F. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data... 123

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian... 228

1. Kondisi Obyektif Model Pembelajaran Akuntansi yang Diselenggarakan di SMKN 3 Pontianak... 128


(2)

Potensial Bagi Upaya Membina Siswa yang Memiliki Kompetensi Akutansi Beretika ... 154 3. Implementasi Model Pembelajaran Akuntansi Berbasis Nilai

Kejujuran Bagi Upaya Membina Siswa Agar Memiliki Kompetensi Akutansi Beretika... 165 4. Uji Efektivitas Model Pembelajaran Akuntansi Berbasis Nilai

Kejujuran... 187 B. Pembahasan...

1. Analisis Kondisi Obyektif Model Pembelajaran Akuntansi

yang Diselenggarakan di SMKN 3 Pontianak ... 225 2. Analisis Model Pembelajaran Akuntansi Berbasis Nilai

Kejujuran yang Potensial Bagi Upaya Membina Siswa

yang Memiliki Kompetensi Akutansi Beretika... 230 3. Analisis Implementasi Model Pembelajaran Akuntansi Berbasis

Nilai Kejujuran Bagi Upaya Membina Siswa Agar Memiliki

Kompetensi Akutansi Beretika... 237 4. Analisis Efektivitas Model Pembelajaran Akuntansi

Berbasis Nilai Kejujuran... 240 BAB V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan Umum... 249 B. Kesimpulan Khusus... 251

C. Rekomendasi... 255

DAFTAR PUSTAKA... 257 LAMPIRAN... 265


(3)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar BelakangMasalah

Pada hakikatnya manusia memiliki tiga potensi kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ketiga potensi dapat dikembangkan melalui pendidikan. Djahiri

(1996:4) memandang bahwa “Pendidikan dan Pengajaran merupakan upaya

pembermaknaan seluruh potensi tersebut”. Pola pengembangan ketiga potensi

memberikan pengaruh pada keberhasilan pendidikan. Pendidikan akan berhasil dengan baik apabila ketiga potensi yang ada pada diri manusia dibina secara utuh dan interadiatif satu dengan yang lainnya. Seperti yang dikemukakan dalam dalil Leonie dan Simpson, bahwa pembinaan diri manusia harus dilakukan secara holistik (utuh/menyeluruh).

Keseimbangan pengembangan potensi intelektual dan potensi etis/afektif sangat diperlukan dalam membentuk manusia yang berkarakter baik (berakhlak

mulia). Sebagaimana Lickona (2004:121) memberi penegasan bahwa “Becoming

a person of character means becoming the best person we can be. It follows that growing in character means developing both our ethical potential and intellectual potential”. Menjadi manusia yang berkarakter baik/berakhlak mulia/kaffah berarti menjadi manusia terbaik. Dengan demikian membentuk manusia berkarakter memerlukan upaya mengembangkan secara utuh seluruh potensinya baik intelektual, afektif, dan psikomotorik.


(4)

Dalam pandangan Lickona (2004) pengembangan potensi intelektual (kognitif) dapat dilakukan secara bersama-sama pada waktu yang sama dengan pengembangan moral (karakter atau domain afektif). Lickona (1991) mengembangkan karakter berlandaskan pada teori kebajikan (Virtues Theory). Kebajikan (virtue) merupakan keunggulan manusia. Untuk membentuk manusia yang mempunyai kebajikan (manusia yang berkarakter baik, kaffah, berakhlak mulia) perlu mengembangkan secara seimbang keunggulan intelektual dan keunggulan moral (akhlak).

Pengembangan domain kognitif, afektif dan psikomotorik secara holistik dan seimbang merupakan upaya untuk mewujudkan ketercapaian tujuan pendidikan nasional. Fungsi dan tujuan pendidikan nasional seperti yang termaktub pada Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Nomor 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3 berbunyi seperti berikut:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Rumusan tujuan pendidikan nasional tersebut sangat jelas dan tegas mengarahkan sasarannya pada pengembangan potensi peserta didik supaya menjadi manusia yang cerdas otaknya, berilmu, cerdas hatinya, berakhlak mulia, terampil, kreatif dan mandiri. Untuk itu, sangat memerlukan keseimbangan perkembangan pendidikan, yang meliputi aspek kecerdasan intelektual, emosional


(5)

dan spiritual; atau dengan kata lain harus membuat peserta didik menjadi manusia yang memiliki integritas emosi, intelek dan perbuatan.

Dari sudut Taxonomy Bloom, bobot dari fungsi dan tujuan pendidikan nasional lebih mengutamakan aspek afektif yang ditunjang oleh aspek kognitif dan psikomotorik. Sementara dari sudut pendidikan umum bobotnya ada pada pembentukan watak atau pembentukan karakter. Akan tetapi, dalam kenyataannya masih jauh dari harapan (Sumantri, 2009:19). Pendidikan hanya dimaknai sebagai usaha mentransfer ilmu, sehingga implementasi dalam pembelajaran di sekolah lebih mengutamakan aspek kognitif yang dapat terlihat dari isi dan bobot kurikulum mata pelajaran.

Lebih lanjut Sumantri (2009: 5) menegaskan bahwa, selayaknya:

Pendidikan hendaknya membantu peserta didik untuk bertumbuh dan berkembang menjadi pribadi-pribadi yang lebih bermanusiawi (semakin

„penuh‟ sebagai manusia), berguna dan berpengaruh di dalam

masyarakatnya, yang bertanggung jawab dan bersifat proaktif dan kooperatif. Masyarakat membutuhkan pribadi-pribadi yang handal dalam bidang akademik, keterampilan atau keahlian dan sekaligus memiliki watak atau keutamaan yang luhur. Ini berarti dalam proses belajar mengajar perkembangan perilaku anak dan pemahamannya mengenai nilai-nilai moral seperti keadilan, kejujuran, rasa tanggung jawab serta kepedulian terhadap orang lain merupakan elemen yang tidak dapat dipisahkan dari unsur pendidikan.

Pendidikan mempunyai peranan dalam menumbuhkembangkan pribadi-pribadi yang manusiawi melalui penanaman nilai-nilai moral dalam pembelajaran. Implikasinya dalam proses pembelajaran, perlu dibina secara seimbang kecerdasan intelektual, afektual dan psikomotorik yang serasi dengan nilai-moral dan norma luhur yang dianut bangsa kita.


(6)

Namun pada kenyataannya, orientasi pendidikan dan pembelajaran Indonesia lebih condong pada dimensi pengetahuan (cognitive oriented).Hal ini dapat tercermin dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh Mursidin (2011:64) bahwa 65% - 80% isi kurikulum (bahan ajar) menekankan pada pencapaian kognitif (IQ), sedangkan ranah afektif (15% - 25%) dan psikomotorik (10% - 25%) menempati porsi yang sangat kecil. Temuan penelitian disertasi Mursidin (2011:64) yang dituangkan dalam bukunya Moral Sumber Pendidikan, membuktikan bahwa pembelajaran PAI khususnya kurikulum (bahan ajar) salat belum memuat moral atau akhlak salat. Materi bahan ajar salat sangat kuat didominasi fikih ketimbang akhlak.

Hasil penelusuran terhadap RPP serta pengamatan pada proses pembelajaran akuntansi di SMK Negeri 3 Pontianak yang dilakukan pada tahap pendahuluan, dapat memberi gambaran nyata tentang dominasi domain kognitif maupun psikomotorik ketimbang afektif. Berlandaskan penelusuran terhadap RPP yang dibuat guru selama ini, belum memperoleh bukti nyata pengembangan domain afektif mulai dari pengembangan indikator, tujuan, materi, metode, langkah pembelajaran sampai pada evaluasi pembelajaran. Sejalan dengan perencanaannya, implementasi proses pembelajaran juga belum menggambarkan adanya pengembangan domain afektif.

Asumsi yang masih dipegang oleh kebanyakan praktisi pendidikan bahwa jika aspek kognitif telah dikembangkan secara benar maka aspek afektif akan ikut berkembang secara positif (Lubis,2008:vi), dapat dipandang sebagai salah satu faktor penyebab ketimpangan ini. Asumsi ini tentu tidak dapat dibenarkan, karena


(7)

pengembangan dimensi afektif memerlukan rancangan dan pemahaman serta implementasi yang sungguh-sungguh.

Seperti diungkap Djahiri (1996:55) yang mengutip dalilnya McLuhan yang “mengkhawatirkan tumpulnya emosi dan timpangnya dunia afektif, apabila pendidikan terlalu menitikberatkan kepada intelektualisme (kognitif) saja”. Tumpulnya isi dan potensi afektif yang dibarengi peningkatan intelektual, ilmiah, rasional akan melahirkan erosi nilai-moral-norma luhur (Djahiri, 1996: 55). Yang pada giliran berikutnya berujung pada berbagai persoalan pelanggaran nilai moral di masyarakat, sebagai akibat bergesernya landasan dan tuntutan nilai moral (moral base and claims) pada sumber materiil-ekonomik. Sehingga terbentuklah masyarakat yang value-free.

Implementasi pengembangan tiga potensi kognitif, afektif, dan psikomotorik yang mengalami ketimpangan memberi dampak pada kemerosotan nilai moral di kalangan pelajar. Mursidin (2011:15) mengungkapkan data yang cukup mengejutkan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh 5 (lima) SMK-TI di Bogor yang menemukan beberapa temuan berikut ini:

1. Perilaku merusak diri; 30,3% siswa terlibat minuman keras, 15,4% pecandu narkoba, 34,6% berjudi, 68 % menonton film porno, dan 3,2% pernah berhubungan seks.

2. Menurunnya etos belajar; 87% siswa sering tidak mengerjakan PR, 75% sering membolos, 33% keluyuran pada waktu jam sekolah, 57% gemar duduk-duduk di pinggir jalan.


(8)

3. Rendahnya rasa hormat pada orang tua/guru; 81% siswa sering membohongi orang tua, 30,6% pernah memalsukan tanda tangan orang tua/wali/guru, 13% sering mencuri, 11% sering memalak.

4. Adanya rasa saling curiga diantara siswa masih sangat besar mencapai 78% siswa. Bahkan sebagian dari perilaku mencontek didasarkan pada kecurigaan,

“jangan-jangan yang lain mencontek, jadi kalau saya tidak mencontek, nanti

dirugikan”.

Kemerosotan moral/karakter tidak hanya terjadi di kalangan pelajar, namun marak terjadi di berbagai lapisan masyarakat sebagaimana diberitakan pada media cetak, media elektronik, maupun dibicarakan dalam forum diskusi publik, dan diunggah dalam internet.

Salah satu indikator kemerosotan moral bangsa Indonesia yaitu dengan semakin maraknya perilaku tidak jujur yang dapat tercermin dalam perilaku korup dalam berbagai jabatan, bidang dan segi kehidupan. Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tahun 2011 yang dikeluarkan oleh Transparency International (TI) menunjukkan, dari 182 negara yang disurvei, Indonesia menduduki peringkat 100 dengan nilai indeks 3,0. IPK 3,0 berada pada rentang 2,5 < 5,0 (banyak korupsi).

IPK Indonesia dibanding dengan beberapa negara tetangga menunjukkan angka yang paling rendah, Singapura 9,2; Brunai 5,2; Malaysia 4,3; Thailand 3,4 (www.wikipedia.org). Rendahnya skor IPK ini menggambarkan Indonesia merupakan negara terkorup dibanding dengan beberapa negara tetangga. Skor IPK yang sangat rendah mencerminkan kondisi yang rawan korupsi di negara kita dan


(9)

membuktikan belum berhasilnya pemberantasan korupsi di Indonesia. Fakta yang menunjukkan Indonesia sebagai negara terkorup diantara beberapa negara tetangga menggambarkan bahwa, telah terjadi kemerosotan nilai moral dan karakter bangsa.

Selain tindak pidana korupsi, perilaku lain yang muncul dalam pendidikan yaitu perilaku plagiarisme. Plagiarisme dalam dunia pendidikan merupakan pelanggaran nilai-moral-norma yang cukup memprihatinkan dan merupakan suatu tindak kejahatan, seperti yang dikatakan Pasti (2010) bahwa, “Plagiat yang di ranah akademik dikenal dengan corrupt academic culture adalah tindak

kejahatan”. Sementara, Wibowo (2010) mengutip pernyataan Muhammad Nuh

“Maraknya praktik plagiarisme dan budaya ketidakjujuran dalam pendidikan,

menandakan mulai lunturnya nilai-nilai sosial dan moralitas”. Sementara itu, Tambunan (Yuli,2010) mengatakan “banyaknya kecurangan, termasuk penjiplakan, di perguruan tinggi merupakan puncak tragedi pendidikan. Hilangnya kejujuran dalam pendidikan sama dengan hilangnya roh pendidikan itu sendiri”.

Perilaku lain yang muncul dari ketidakjujuran lulusan hasil pendidikan yaitu berhubungan dengan financial fraud. Berbagai kasus menyangkut financial

fraudpernah terjadi di Indonesia, seperti: Bank Bali (1999), Bank Niaga (1999),

BLBI (2008) dan Bank Century (2009) yang merugikan negara milyaran rupiah. Kecurangan laporan keuangan juga pernah dilakukan PT. Quantum Future, yang kini sudah ditutup yang menyajikan laporan keuangan fiktif. Perbedaan angka dan data fiktif diketahui karena adanya perbedaan laporan keuangan internal dan yang dipublikasikan (Suara Merdeka, 2 Juni 2009).


(10)

Kasus korupsi, penjiplakan karya orang lain dan financial fraud hanyalah segelintir tindakan yang melanggar nilai-nilai kejujuran. Banyaknya persoalan yang menyangkut perilaku ketidakjujuran dapat menggambarkan keadaan di mana ketidakjujuran sudah menjadi penyakit kronis bangsa. Sultan, (www.equator.news.com) memaparkan pendapat Changbahwa, “ketidakjujuran ini sudah holistik, mengakar, merambah keluarga, masyarakat, dunia pendidikan, dan pemerintahan. Ini cermin dekadensi moral”.

Penjelasan di atas menggambarkan adanya kesenjangan antara teoretik dan empirik, atau antara harapan dengan kenyataan. Berlandaskan pada teori, untuk membentuk lulusan yang cerdas dan berakhlak mulia membutuhkan pengembangan seluruh potensi secara holistik, selaras dan seimbang. Namun, secara empirik pengembangan potensi manusia di dalam proses pendidikan dan pembelajaran mengalami ketimpangan. Pengembangan potensi kognitif mendominasi dibanding potensi lainnya.

Kesenjangan yang terjadi di dalam dunia pendidikan khususnya secara mikro pada pembelajaran, menimbulkan permasalahan yang memerlukan pemecahan. Permasalahan yang timbul di dalam dunia pembelajaran utamanya adalah bagaimana membelajarkan domain afektif yang selaras dengan kognitif dan psikomotorik. Khususnya di dalam pembelajaran akuntansi, bagaimana membelajarkan nilai-nilai yang relevan untuk membentuk lulusan yang berkarakter mulia.

Pembelajaran akuntansi yang berlangsung saat ini sangat kering dengan nilai-nilai pembentuk karakter mulia. Pada hakikatnya, pembelajaran akuntansi


(11)

merupakan wadah bagi pengembangan nilai/karakter kejujuran. Akuntansi merupakan salah satu bidang yang sarat dengan nilai-nilai kejujuran, karena akuntansi adalah sistem informasi yang mempunyai tugas memberikan pelaporan keuangan yang bersifat cermat, transparan, dan dapat dipercaya oleh pengguna informasi keuangan. Sehingga, upaya mengembangkan domain afektif dalam bentuk nilai/karakter kejujuran melalui pembelajaran akuntansi merupakan langkah yang mendesak untuk dilakukan. Terlebih lagi, kemerosotan moral terkait dengan penyimpangan terhadap nilai-nilai kejujuran sudah sangat memprihatinkan di berbagai kalangan masyarakat.

Mengembangkan nilai-nilai kejujuran merupakan tantangan yang berat bagi berbagai pihak, seperti: keluarga, sekolah maupun masyarakat. Hal tersebut dikarenakan, pengembangan nilai-nilai kejujuran merupakan tanggung jawab bersama keluarga, sekolah dan masyarakat. Tanpa peran aktif keluarga maupun masyarakat, pengembangan nilai-nilai kejujuran di sekolah sulit mencapai keberhasilan. Oleh karena itu, diperlukan keterkaitan yang erat diantara pihak-pihak tersebut dalam mengembangkan karakter kejujuran.

Jujur merupakan akhlak mulia dan terpuji, namun untuk menjadi orang jujur sangat sulit. Secara umum jujur merupakan kesesuaian antara perkataan dengan apa yang ada didalam hati serta dibuktikan melalui perbuatan. Untuk mengungkapkan makna yang lebih mendalam dikutip Hadits Rasulullah S.A.W (www.scribd.com)sebagai berikut:

Hendaklah kalian selalu berusaha menjadi orang yang benar dan jujur, karena kejujuran akan melahirkan kebaikan-kebaikan (keuntungan-keuntungan). Dan kebaikan akan menunjukkan jalan ke-surga. Jika seseorang terus berusaha menjadi orang yang jujur, maka pasti dicatat oleh


(12)

Allah sebagai orang yang selalu jujur. Jauhilah dusta dan menipu, karena dusta itu akan melahirkan kejahatan dan kejahatan akan menunjukkan jalan ke-neraka. Jika seseorang terus-menerus berdusta, maka akan dicatat oleh Allah sebagai orang selalu berdusta (HR. Bukhari).

Kejujuran merupakan nilai-nilai yang memberi pedoman bagi setiap orang dalam bertingkah laku. Maka, pemahaman dan pengamalan terhadap nilai-nilai ini akan mempengaruhi sejauh mana orang berperilaku jujur. Kesalahan pemahaman dan penanaman nilai-nilai kejujuran khususnya dalam konteks pendidikan dan pembelajaran dapat mendorong individu berperilaku menyimpang dari nilai-nilai.Kesalahan dalam pemahaman terhadap penanaman nilai-nilai kejujuran, dapat terjadi dikarenakan sikap permisif atau sikap toleran yang berlebihan. Kenyataan tersebut tercermin dalam perbuatan-perbuatan seperti: anak-anak mencuri mangga tetangga, mencontek ketika ulangan, mencontek tugas temannya dan sebagainya, yang dibiarkan karena adanya toleransi, dapat memberikan pemahaman keliru kepada anak-anak tentang nilai-nilai kejujuran.

Melihat keadaan tersebut, Koesoema A. (2010) mengemukakan pandangannya secara kritis dan tegas, bahwa:

Kejujuran semestinya tidak dipahami sekadar anak jujur membeli barang di toko. Padahal, di depan mata, nilai-nilai kejujuran dalam konteks pendidikan telah diinjak-injak, seperti mencontek, menjiplak karya orang lain, melakukan sabotase, vandalisme halaman buku yang disimpan di perpustakaan dan simulasi, yaitu mengaku telah mengumpulkan dan mengerjakan tugas, padahal sebenarnya tidak. Hal-hal inilah yang mesti diseriusi oleh para pendidik jika ingin menanamkan nilai kejujuran dalam konteks pendidikan.

Untuk mengembangkan karakter yang dilandasi nilai-nilai kejujuran (aspek afektif) dapat dilaksanakan melalui pembelajaran di kelas. Seperti diungkap oleh Koesoema A. (2010) bahwa:


(13)

Pengembangan karakter kejujuran dalam konteks pembelajaran merupakan proses relasional komunitas kelas. Relasi guru-pembelajar bukan monolog, melainkan dialogdengan banyak arah, sebab komunitas kelas terdiri dari guru dan siswa yang sama-sama berinteraksi dengan materi.

Pembelajaran akuntansi di sekolah yang terjadi saat ini berbasis knowledge dalam arti menitikberatkan pada keilmuan. Hal ini disebabkan, karena akuntansi berlandaskan pada paradigma positifisme yang value free. Sehingga dimensi nilai-moral khususnya nilai-nilai kejujuran sangat minim dibelajarkan dalam pembelajaran.

Dilihat dari programatiknya, pembelajaran akuntansi menekankan pada materi perhitungan akuntansi yang bersifat tekstual. Sementara proseduralnya lebih menekankan pada pendekatan monolog, dengan menggunakan metode ceramah disertai latihan soal-soal yang diambilkan dari buku paket akuntansi. Lemahnya pengembangan nilai-moral kejujuran dalam pembelajaran akuntansi berpengaruh pada lemahnya implementasi nilai-moral kejujuran dalam praktik-praktik akuntansi di masyarakat. Sehingga, untuk memberi penguatan terhadap pengembangan karakter yang baik, maka pembelajaran akuntansi perlu diberi muatan nilai-nilai kebaikanutamanya kejujuran baik melalui programatik maupun proseduralnya. Seperti diungkap Budimansyah (2010: 29) yang menyimpulkan

bahwa, “terdapat enam karakter utama dari seorang individu yakni jujur, bertanggung jawab, cerdas, bersih, sehat, peduli, dan kreatif”.

Akuntansimerupakan wahana/alat untuk menghasilkan laporan keuangan yang ditujukan untuk memberikan informasi keuangan kepada berbagai pihak yang berkaitan dengan perusahaan, seperti: investor, kreditur, banker, pemerintah dan lain-lain guna mengambil keputusan. Area tersebut saat ini, menjadi lahan


(14)

yang subur sebagai pelanggaran nilai-moral, misalnya pembuatan laporan keuangan fiktif dan window dressing/mark up terhadap laporan keuangan. .

Agar prinsip kejujuran dalam akuntansi dapat mempribadi menjadi nilai-nilai kejujuran yang dijunjung tinggi oleh pelaku akuntansi, khususnya para siswa yang belajar akuntansi, maka perlu ada upaya mengembangkan nilai-nilai kejujuran dalam pembelajaran akuntansi. Melalui upaya pengembangan nilai-nilai kejujuran di sekolah, diharapkan dapat membentuk karakter siswa berperilaku jujur. Mengacu pada teori “Virtues” Lickona (1991)pengembangan nilai kejujuran pada diri siswa dimulai dari proses pemahaman tentang nilai-nilai kejujuran (moral knowing), kemudian mampu merasakan nilai-nilai kejujuran (moral

feeling), dan kemudian akan melahirkan tindakan/perbuatan jujur (moral action).

Pembelajaran akuntansi dengan mengembangkan nilai-nilai kejujuran, diharapkan mampu memperkaya pemahaman siswa tentang nilai-nilai kejujuran yang dapat menuntun siswa berperilaku jujur. Siswa SMK terutama Jurusan Akuntansi sangat memerlukan pembelajaran akuntansi berbasis nilai ini. Hal tersebut dikarenakan, lulusan SMK diharapkan mampu mengaplikasikan pengetahuan, keterampilannya, serta mampu bertindak sesuai dengan norma moral yang berlaku di dalam masyarakat/lapangan kerja. Khususnya bagi siswa SMK Jurusan Akuntansi, dituntut mampu bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi utamanya bertindak jujur. Dengan dibelajarkannya nilai-nilai kejujuran di dalam pembelajaran akuntansi, dapat membentuk insan manusia yang berani mengungkapkan data dan fakta informasi keuangan yang sesungguhnya.


(15)

Model pembelajaran akuntansi yang dikembangkan berbentuk model pembelajaran akuntansi yang lebih berbasis nilai, dalam arti tidak hanya mengembangkan aspek akuntansi saja namun sekaligus mengembangkan moral

knowing kejujuran, moral feeling kejujuran, dan moral action kejujuran siswa.

Model pembelajaran akuntansi berbasis nilai kejujuran mengembangkan aspek akuntansi melalui diskusi kelompok, karena kompetensi akuntansi sangat memerlukan kemampuan berpikir kritis dalam memecahkan akuntansi. Penggunaan model diskusi kelompok memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa berpikir kritis dalam membangun pengetahuannya sendiri.

Untuk mengembangkan moral knowing kejujuran, moral feeling kejujuran, dan moral action kejujuran siswa menggunakan media kasus dilema moral yang berkaitan dengan nilai-nilai kejujuran melalui strategi diskusi dilema moral. Diskusi kasus dilema moral mengundang siswa terlibat dalam memikirkan maupun merasakan isu-isu moral dengan harapan mampu memberi pemahaman tentang makna kejujuran, menumbuhkan keyakinan tentang kejujuran, dan mendorong siswa mau melakukan kejujuran. Melalui penelitian ini diharapkan mampu menghasilkan model pembelajaran akuntansi yang sarat dengan pengembangan nilai moral kejujuran.

B. Rumusan Masalah

Penelitian ini difokuskan untuk mengembangkan model pembelajaranakuntansi berbasis nilai-nilai kejujuran, yaitu suatu model pembelajaran untuk mendorong kemampuan pemecahan masalah akuntansi dan


(16)

meningkatkan pemahaman tentang berperilaku jujur yang diterapkan pada pembelajaran akuntansi.Dunkin dan Biddle dalam Ahmad (2008:15) menggambarkan pembelajaranmelibatkan empat variabel yaitu “presage variables, context variables, process variables, dan product variables”. Presage

variables adalah kualitas guru atau dosen yang diukur dari latar belakang,

pengalaman, dan kemampuan mengelola pembelajaran. Contextvariables adalah variabel siswa yang meliputi latar belakang siswa, kemampuannya, konteks sekolah dan kelas termasuk di dalamnya ketersediaan bahan ajar. Process

variables merupakan kegiatan pembelajaran, yaitu interaksi antara perilaku guru

dengan perilaku siswa untuk menghasilkan perubahan perilaku siswa. Dalam proses mengubah perilaku siswa, diperlukan bahan ajar, strategi pembelajaran, maupun mengevaluasi kinerja siswa. Product variables mencakup hasil belajar dan perkembangan siswa dalam jangka waktu pendek dan panjang.

Fokus penelitian yaitu variabel proses (process variables), karena dalam penelitian akan mengembangkan model hipotetik pembelajaran akuntansiberbasis nilai kejujuran beserta perangkat pembelajaran yang meliputi RPP maupun LKS, melalui uji coba di dalam implementasi proses pembelajaran untuk mencapai kemampuan dalam memecahkan masalahakuntansi (kognitif dan pskimotorik) dan meningkatkan pemahaman siswa tentang berperilaku jujur (afektif). Variabel proses juga dipengaruhi oleh kondisi guru (presage variabel), siswa, kurikulum, sarana dan fasilitas (context variables) yang akan menghasilkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah akuntansi dan meningkatkan pengayaan pemahaman siswa tentang berperilaku jujur (product variables). Pengembangan


(17)

model pembelajaran akuntansi berbasis nilai ini melibatkan keempat variabel tersebut walaupun tidak diambil secara menyeluruh.

Bertumpu pada uraian di atas, selanjutnya perlu dipaparkan profil variabel yang diangkat dalam penelitian meliputi: 1)Kondisi obyektif model pembelajaran akuntansi berbasis nilai kejujuran berbentuk pola pembelajaran akuntansi berbasis nilai kejujuran yang ada saat ini; 2)Model pembelajaran akuntansi berbasis nilai kejujuran berbentuk polapembelajaran yang mengembangkan secara holistik potensi akademik berupa penguasaan kompetensi akuntansi (materi akuntansi), serta mengembangkan moral knowing kejujuran, moral feeling kejujuran, moral

action kejujuran siswa yang berlandaskan pada teorigood character dari Lickona

(1991); 3) implementasi model pembelajaran akuntansi berbasis nilai kejujuran berbentuk pelaksanaan dari pola pembelajaran akuntansi yang mengembangkan secara holistik potensi berupa penguasaan kompetensi akuntansi (materi akuntansi), serta mengembangkan moral knowing kejujuran, moral feeling kejujuran, moral action kejujuran siswa; 4) Efektivitas pengembangan model pembelajaran akuntansi berbasis nilai kejujuran berbentuk keberhasilan model dalam meningkatkan kompetensi akuntansi (kognitif dan psikomotorik) maupun

moral knowing kejujuran, moral feeling kejujuran, serta moral action kejujuran

siswa (afektif).

Berdasarkan pada penjelasan di atas, maka masalah pokok penelitian ini

adalah ”BagaimanakahPengembangan Model Pembelajaran Akuntansi Berbasis

Nilai Kejujuran?. Permasalahan utama kemudian dijabarkan menjadi beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut :


(18)

1. Bagaimanakahkondisi objektif model pembelajaran akuntansiyang berlaku di SMK Negeri 3 Pontianak sebelum pengembangan model?

2. Bagaimanakahmodel pembelajaranakuntansi berbasis nilai kejujuran yang dikembangkan agar dapat memperkuat pengembangan aspek pengetahuan dan kecakapan akuntansi?

3. Bagaimanakah implementasi model pembelajaranakuntansi berbasis nilaikejujuran?

4. Bagaimana efektivitas model pembelajaran akuntansi berbasis nilai kejujuran yang diimplementasikan?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini secara umum, yaitu untuk mengembangkan model pembelajaran akuntansi berbasis nilai kejujuran dalam bentuk produk perangkat pembelajaran. Sementara, tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Menganalisis kondisi objektif pembelajaran akuntansiyang berlaku di SMK Negeri 3 Pontianak sebelum pengembangan model.

2. Mengembangkan model pembelajaran akuntansi berbasis nilai kejujuran yang potensial bagi upaya membina siswa yang memiliki kompetensi akuntansi beretika.

3. Mengimplementasikan model pembelajaran akuntansi berbasis nilai kejujuran bagi upaya membina siswa agar memiliki kompetensi akuntansi beretika.


(19)

4. Menguji efektivitas model pembelajaran akuntansi berbasis nilai kejujuran yang diimplementasikan.

D. ManfaatPenelitian 1. Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangankonsep pembelajaran berbasis nilai, utamanya bagi mata pelajaran rumpun ekonomi.Dengan demikian, hasil penelitian ini akan memperkaya khasanah teoretik penanaman nilai dalam lembaga pendidikan formal.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna:

a. Bagi Guruakuntansi serta guru mata pelajaran lain,dapat dipergunakan sebagai rujukan dalam merancang serta mengimplementasikan model pembelajaran yang mengintegrasikan nilai-nilai kebajikan pada umumnya dan khususnya nilai kejujuran.

b. Bagi Siswa, dapat dipergunakan sebagai rujukan dalam memperkayapemahaman tentang nilai kejujuran, merasakan dan meyakininilai kejujuran, kemudian mewujudkan pemahaman serta keyakinannya terhadap nilai kejujuran dalam bentuk perilaku jujur baik sebagai masyarakat pada umumnya dan khususnya sebagai pelaku akuntansi.

c. Bagi Peneliti, dapat dipergunakan sebagai rujukan bagi penulis dalam mengembangkan dan meningkatkan kemampuan membuat karya ilmiah pada


(20)

waktu-waktu yang akan datang, sehingga mampu berperan serta dalam melakukan inovasi di dunia pendidikan.

E. Asumsi Penelitian

Asumsi yang mendasari penelitian dan pengembangan model pembelajaran akuntansi berbasis nilai kejujuran ini adalah:

1. Etika merupakan prinsip dan standar perilaku moral yang diakui oleh masyarakat (Bovee, et.al). Prinsip dan standar moral akuntansi merupakanprinsip-prinsip Akuntansi yang lazim seperti objektivitas, kecermatan dan kejujuran. Prinsip ini perlu dikembangkan di dalam pembelajaran akuntansi, agar terbentuk siswa/lulusan akuntansi yang berperilaku etis/bermoral/bernilai.

2. Akuntansi merupakan bidang yang sangat rentan terhadap penyimpangan sumber acuan normatif (etika), nilai dan moral.

3. Setiap peserta didik dalam segala usia secara aktif terlibat dalam proses perolehan informasi dan membangun pengetahuan mereka sendiri. Pengetahuan tidak statis tetapi secara terus-menerus tumbuh dan berubah pada saat siswa menghadapi pengalaman baru yang memaksa mereka membangun dan memodifikasi pengetahuan awal mereka (Piaget).

4. Kemampuan untuk memecahkan masalah, pada dasarnya, merupakan tujuan utama proses pendidikan (Dahar, 1989:138).

5. Kemampuan berpikir untuk memecahkan masalah dapat dibentuk dan dikembangkan melalui bidang studi yang diajarkan di lembaga pendidikan.


(21)

6. Setiap manusia memiliki kecenderungan berbuat jujur dan merasa berdosa bila berbuat tidak jujur(Mursidin,2011:29).

F. Struktur Organisasi Disertasi

Penulisan disertasi tentang “Pengembangan Model Pembelajaran Akuntansi Berbasis Nilai Kejujuran” ini meliputi lima bagian, yang terdiri dari Bab I sampai dengan Bab V. Secara rinci bagian-bagian tersebut yaitu:

1. Bab 1 Pendahuluan, meliputi: A. Latar Belakang Masalah; B. Rumusan Masalah; C. Tujuan Penelitian; D. Manfaat Penelitian; E. Asumsi Penelitian; dan F. Struktur Organisasi Disertasi.

2. Bab 2 Kajian Pustaka, meliputi: A.Hakikat Model Pembelajaran; B. Hakikat Nilai, Pendidikan Nilai dan Pendidikan Karakter;C.Hakikat Nilai Kejujuran dan Perilaku Jujur; D.Diskusi Kelompok; E.Hakikat Model Pembelajaran Akuntansi Berbasis Nilai Kejujuran;F.Hubungan Pembelajaran Akuntansi Berbasis Nilai Kejujuran Dengan Pendidikan Umum; dan G. Penelitian yang Relevan.

3. Bab 3 Metode Penelitian, meliputi: A. Desain Penelitian; B. Variabel dan Definisi Operasional; C. Instrumen Penelitian; D. Metode Penelitian dan Pengembangan; E. Lokasi dan Subjek Penelitian; F. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data.

4. Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan, meliputi: A. Hasil Penelitian; dan B. Pembahasan.


(22)

5. Bab 5 Kesimpulan dan Rekomendasi, meliputi: A. Kesimpulan Umum; B. Kesimpulan Khusus; dan C. Rekomendasi.


(23)

BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab 3 diuraikan tentang metode penelitian yang melandasi Pengembangan Model Pembelajaran Akuntansi Berbasis Nilai Kejujuran. Sistematika dari bagian ini disajikan secara urut sebagai berikut: 1) desain penelitian; 2) variabel dan definisi operasional; 3) instrumen penelitian; 4) metode penelitian dan pengembangan; 5) lokasi dan subyek penelitian; 6) teknik pengumpulan dan analisis data.

A. Desain Penelitian

Kegiatanpenelitian ini menggunakan metode penelitian dan pengembangan (R&D) Borg and Gall (2003) yang diadaptasi oleh Sukmadinata dkk. (2011) yang mengikuti prosedur penelitian melalui beberapa tahapan. Metode penelitian dan pengembangan diawali dengan kegiatan mengkaji literatur berupa buku teks maupun jurnal penelitian yang diperlukan untuk mengembangkan model pembelajaran akuntansi berbasis nilai kejujuran. Kegiatan dilanjutkan dengan memotret kondisi obyektif yang ada di lapangan mengenai model pembelajaran akuntansi yang berbasis kejujuran.

Berdasarkan hasil memotret kondisi nyata di lapangan tentang proses model pembelajaran akuntansi berbasis nilai kejujuran, dapatlah dibuat model awal. Model awal didesain berdasarkan hasil observasi proses pembelajaran yang dilakukan pada tahap pendahuluan. Dilandasi oleh hasil kajian literatur, maka model awal dikembangkan menjadi model hipotetik. Untuk menguji kelayakan


(24)

model, maka model hipotetik secara teoretik divalidasi oleh ahli Pendidikan Akuntansi dan Pendidikan Umum dan secara praktis diuji lapangan dalam uji coba model.

Melalui uji coba terbatas dan uji coba luas, model hipotetik diimplementasikan dalam proses pembelajaran di kelas. Selama implementasi model dilakukan pengamatan terhadap proses pembelajaran untuk mendapatkan masukan demi menyempurnakan model pembelajaran beserta perangkat pembelajaran. Kegiatan implementasi model hipotetik menghasilkan model hipotetik yang telah direvisi.

Setiap tahapan uji coba baik terbatas maupun luas diadakan revisi model serta perangkat pembelajaran dan pelaksanaan pembelajaran sehingga dapat memperbaiki pelaksanaan model pada tahap uji coba berikutnya. Untuk menguji ketercapaian model hipotetik mencapai tujuannya dalam meningkatkan hasil belajar akuntansi siswa dan moral knowing, moral feeling, moral action kejujuran, maka langkah selanjutnya melakukan uji model melalui eksperimen model yang dikembangkan pada kelompok eksperimen dan membuat perbandingan pada kelompok kontrol yang menggunakan model konvensional.

Penelitian dan pengembangan yang meliputi tiga tahapan yaitu tahap pendahuluan, tahap uji coba pengembangan, dan tahap uji model dilakukan di SMK Negeri 3 Pontianak dengan subyek penelitian Guru Akuntansi kelas XI, serta siswa kelas XIjurusan Bisnis Program Studi Akuntansi. Hal ini didasari alasan bahwa siswa kelas XI ini memperoleh materi sesuai yang akan diuji dalam penelitian.


(25)

Tahap pertama dari penelitian dan pengembangan disebut tahap pendahuluan yang mencakup dua langkah yaitu studi pustaka dan survei lapangan. Tahapan kedua dari penelitian dan pengembangan disebut tahap pengembangan diarahkan untuk mengembangkan model awal menjadi model hipotetik yang meliputi empat langkah yaitu penyusunan model awal, penyusunan model hipotetik, validasi model hipotetik, dan implementasi model hipotetik melalui uji coba terbatas dan uji coba luas dalam proses pembelajaran di kelas. Hasil dari tahap pengembangan model adalah model hipotetik terevisi yaitu model pembelajaran yang siap dieksperimenkan dalam tahapan ketiga.

Tahap ketiga dinamakan tahap uji model yang menguji kesahihan atau efektivitas model yang dihasilkan pada tahap pengembangan model. Untuk mencapai tujuan ini, model yang dihasilkan diuji dalam kelas eksperimen dan ditandingkan dengan kelas kontrol. Syarat yang harus dipenuhi kelas eksperimen harus setara dengan pasangannya yaitu kelas kontrol. Hasil diskusi dengan Guru menetapkan bahwa kelas XI Ak 2 setara dengan XI Ak 3 berdasarkan pencapaian hasil belajarnya. Kelas eksperimen yaitu kelas XI Ak 2 melibatkan 34 orang siswa. Dan untuk kelas kontrolnya yaitu kelas XI Ak 3 yang melibatkan 32 orang siswa.

Dari uji model akan dihasilkan model akhir, yaitu model pembelajaran akuntansi yang meningkatkan kemampuan kognitif dan psikomotorik akuntansi, serta meningkatkan moral knowing, moral feeling, moral action kejujuran siswa, beserta perangkat pembelajaran RPP dan LKS.


(26)

B. Variabel dan Definisi Operasional

Penelitian ini mengangkat empat variabel yaitu,kondisi obyektif Model Pembelajaran Akuntansi yang berlaku di SMK Negeri 3 sebelum pengembangan model, Model PembelajaranAkuntansi Berbasis Nilai Kejujuran,implementasi Model PembelajaranAkuntansi Berbasis Nilai Kejujuran,dan efektivitas Model Pengembangan AkuntansiBerbasis Nilai Kejujuran. Untuk menghindari kesalahpahaman terhadap penggunaan istilah, definisi, ataupun terminologi pada penelitian, maka perlu dijelaskan definisi operasional variabel berikut ini :

1. Kondisi Obyektif Model Pembelajaran Akuntansiyang Berlaku di SMK Negeri 3 Sebelum Pengembangan Model

Model pembelajaran merupakan pola pembelajaran yang dapat dipilih guru untuk melaksanakan proses belajar mengajar guna mencapai tujuan yang telah ditentukan (Rusman, 2010:133). Akuntansi merupakan salah satu mata pelajaran yang dibelajarkan di Sekolah Menengah Kejuruan bidang Bisnis dan Manajemen. Model pembelajaran akuntansi berbasis nilai kejujuran yang dimaksud dalam penelitian ini polapembelajaran yang mengembangkan secara holistik potensi akademik berupa penguasaan kompetensi akuntansi (aspek kognitif dan psikomotorik akuntansi), serta mengembangkan aspek afektif (moral

knowing kejujuran, moral feeling kejujuran, moral action kejujuran siswa).

Yang dimaksud kondisi obyektif model pembelajaran akuntansi yang berlaku di SMK Negeri 3 sebelum adanya pengembangan model adalah kondisi nyata yang ada di tempat penelitian berkaitan dengan pola pembelajaran yang berlangsung sebelum adanya pengembangan model akuntansi berbasis nilai kejujuran.Aspek utama yang perlu diteliti pada variabel ini adalah RPP yang


(27)

berlaku sebelum pengembangan model maupun proses pembelajaran yang berlangsung sebelum pengembangan model apakah telah mengembangkan secara holistik potensi akademik berupa penguasaan kompetensi akuntansi (aspek kognitif dan psikomotorik akuntansi), serta mengembangkan aspek afektif (moral

knowing kejujuran, moral feeling kejujuran, moral action kejujuran siswa).

2. Model Pembelajaran Akuntansi Berbasis Nilai Kejujuran Yang Potensial Bagi Upaya Membina Siswa Yang Memiliki Kompetensi Akuntansi Beretika

Model pembelajaran merupakan pola yang dapat digunakan oleh guru untuk melaksanakan pembelajaran yang dapat menggambarkan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman mengajar untuk mencapai tujuan belajar secara efektif dan efisien.

Pembelajaran akuntansi dalam penelitian ini diarahkan pada pembelajaran yang menggunakan strategi diskusi kelompokdengan studi kasus dilema moral nilai kejujuran. Melalui studi kasus dalam konteks pembelajaran diskusi kelompok diharapkan baik kemampuan akuntansi maupun nilai-nilai kejujuran siswa berkembang. Makna berbasis nilai kejujuran adalah bahwa pembelajaran dilandasi dengan nilai kejujuran yakni ingin mengembangkan pemahaman tentang nilai kejujuran, kemauan berbuat jujur, dan mewujudkan perilaku jujur, jadi bukan hanya sekedar mengajarkan pengetahuan.

Pembelajaran akuntansi berbasis nilai kejujuran berarti mulai dari perencanaan, sampai pada implementasi dan evaluasinya dilandasi dengan nilai kejujuran. Hal ini sejalan dengan pandangan Budimansyah (2010:54) berbasis


(28)

nilai yakni ingin membina sikap dan perilaku kearah yang lebih baik bukan hanya

sekedar memperoleh pengetahuan”.

Nilai kejujuran merupakan karakter moral utama yang mengandung nilai-nilai kebajikan bagi keutamaan hidup manusia baik sebagai makhluk individu maupun sosial. Pada hakekatnya, manusia sebagai makhluk Tuhan dikarunia

potensi jiwa dan raga yang merupakan ”self-hidden potential excellence” (mutiara

talenta yang tersembunyi di dalam diri). Tugas pendidikan yang sejati, khususnya pembelajaran adalah membantu siswa menemukan dan mengembangkannya seoptimal mungkin. Model pembelajaran akuntansi berbasis nilai kejujuran dimaksudkan sebagai pola tersruktur dari prosedur serta sintaks pembelajaran yang tidak hanya mengembangkan potensi akademik berupa penguasaan kompetensi akuntansi (materi akuntansi), namun juga membentuk karakter/perilaku jujur siswa berlandaskan pada konsep good character dari Lickona. Sehingga mampu membina siswa yang memiliki kompetensi akuntansi beretika.

3. Implementasi Model PembelajaranAkuntansi BerbasisNilaiKejujuranbagi Upaya Membina Siswa Agar Memiliki Kompetensi Akuntansi Beretika

Implementasi model dimaksudkan sebagai pelaksanaan model hipotetik yang telah dikembangkan ke dalam proses pembelajaran di kelas. Pelaksanaan model pembelajaran akuntansi berbasis nilai kejujuran melalui uji coba terbatas kesatu, kedua dan uji coba luas kesatu dan kedua. Dalam implementasi model mengamati aspek aktivitas guru maupun siswa melaksanakan proses pembelajaran untuk mencapai kompetensi akuntansi maupun kompetensi afektif (moral


(29)

Implementasi model pembelajaran menggunakan prinsip seperti penelitian tindakan kelas, setiap tahap uji coba model mulai dari uji coba terbatas kesatu, kedua sampai pada uji coba luas kesatu dan kedua, masing-masing diadakan revisi pelaksanaan proses pembelajaran.

4. Efektivitas Model Pengembangan Pembelajaran Akuntansi Berbasis Nilai Kejujuran

Makna efektivitas adalah ketercapaian tujuan yang telah ditetapkan dari suatu kegiatan atau program tertentu. Tujuan dari model pembelajaran akuntansi yang berbasis nilai kejujuran selain meningkatkan pemahaman dan kompetensi akademik siswa dalam bidang akuntansi, juga memperkaya/meningkatkan pemahaman siswa tentang berperilaku jujur. Efektivitas pengembangan model pembelajaran akuntansi berbasis nilai kejujuran dimaknai sebagai keberhasilan model pembelajaran akuntansi dalam meningkatkan kemampuan akademik siswa di bidang akuntansi dan meningkatkan moral knowing, moral feeling, moral

action kejujuran siswa.

Efektivitas dari pengembangan model pembelajaran diukur dengan menggunakan indikator sebagai berikut:

a. Peningkatan kemampuan siswa dari aspek akademik dalam bentuk hasil belajar. Peningkatan kemampuan akademik akuntansi (materi akuntansi) atau hasil belajar akuntansi diukurdengan menggunakan tes dalam bentuk pretes dan postes.

b. Peningkatan moral knowing, moral feeling, dan moral actionkejujuran siswa diukur dengan angket evaluasi diri siswa yang disebarkan kepada siswa pada


(30)

tahap pendahuluan (sebelum pengembangan dan implementasi model) dan pada tahap uji model (setelah eksperimen model).

C. Instrumen Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang diangkat dalam penelitian, maka data yang dikumpulkan berupa data kualitatif dan kuantitatif. Untuk mengumpulkan data kualitatif diperlukan instrumen penelitian wawancara, observasi, serta dokumentasi. Sedangkan, data kuantitatif digali dengan menggunakan instrumen berupa angket evaluasi diri.

1. Kisi-kisi Instrumen Penelitian

Sebelum turun ke lapangan peneliti menyiapkan kisi-kisi instrumen penelitian yang digunakan sebagai pedoman dalam mengumpulkan data penelitian. Kisi-kisi tersebut disajikan pada tabel 3.1.

Dalam kisi-kisi tergambar instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data yaitu observasi, wawancara, tes, maupun angket evaluasi diri siswa.

Tabel 3.1. Kisi-kisi Instrumen Penelitian

Pertanyaan penelitian

Aspek yang diteliti Indikator

Instrumen pengumpulan data Sumber data 1. Bagaimanakahkondisi obyektif model pembelajaran akuntansiyang berlaku di SMK Negeri 3 Pontianak sebelum pengembangan model?

Input: a. Gambaran

umum sekolah

b. RPP

1) Visi dan misi sekolah

2) Tujuan sekolah 3) Profil sekolah

1) Tujuan pembelajaran: Kognitif, Afektif (nilai kejujuran); Psikomotorik Observasi Wawancara Dokumentasi Kepsek Wakasek Guru


(31)

c. Aktivitas siswa

d. Aktivitas guru

Proses

Pembelajaran: a. Kegiatan

Pendahuluan

b. Kegiatan inti

c. Kegiatan penutup Output:

Pembelajaran

2) Materi pembelajaran 3) Metode Pembelajaran 4) Sintaks pembelajaran: a) Kegiatan Pendahuluan

b) Kegiatan inti, meliputi: (1) Tahap Eksplorasi (2) Tahap Elaborasi (3) Tahap Konfirmasi c) Kegiatan Penutup 5) Media Pembelajaran 6) Evaluasi Pembelajaran: a) Hasil b) Proses Partisipasi siswa dalam pembelajaran Peran guru dalam pembelajaran

1) Kesiapan belajar 2) Informasi materi

dan tujuan 3)Apersepsi/motivasi 1) Eksplorasi 2) Elaborasi 3) Konfirmasi 1) Kesimpulan 2) Tindak lanjut


(32)

akuntansi yang meningkatkan aspek kognitif. afektif,

psikomotorik

2) materi berbasis nilai kejujuran 3) metode kelompok

diskusi dilema moral 2. BagaimanakahModel PembelajaranAkuntansi Berbasis Nilai Kejujuran yang potensial bagi upaya membina siswa yang memiliki kompetensi akuntansi beretika?

Input:

a. RPP berbasis nilai kejujuran 1) Tujuan pembelajaran: Kognitif, Afektif (nilai kejujuran; Psikomotorik 2) Materi

pembelajaran: a) Akuntansi b) Dilema moral tentang nilai kejujuran 3) Metode Pembelajaran diskusi kelompok 4) Sintaks pembelajaran: a) Kegiatan Pendahuluan b) Kegiatan inti,

meliputi: (1) Tahap Eksplorasi (2) Tahap Elaborasi (3) Tahap Presentasi (4) Tahap Penajaman Nilai (5) Tahap Konfirmasi c) Kegiatan Penutup 5) Media

Pembelajaran: a) Flow chart b) Dokumen Transaksi c) Catatan akuntansi Observasi Wawancara Guru& Siswa


(33)

b. Aktivitas siswa

c. Aktivitas guru

Proses

Pembelajaran: a. Kegiatan

pendahuluan

b. Kegiatan inti

c. Kegiatan penutup Output: Pembelajaran akuntansi yang meningkatkan aspek kognitif. afektif, psikomotorik Outcome: Kemampuan akuntansi beretika 6) Evaluasi Pembelajaran: a) Hasil b) Proses Partisipasi siswa dalam pembelajaran Peran guru dalam pembelajaran

1) Kesiapan belajar 2) Informasi materi

dan tujuan 3)Apersepsi/motivasi Kegiatan inti, meliputi: (1) Tahap Eksplorasi (2) Tahap Elaborasi (3) Tahap Presentasi (4) Tahap Penajaman Nilai (5) Tahap Konfirmasi 1) Kesimpulan 2) Tindak lanjut

1) materi akuntansi 2) materi berbasis

nilai kejujuran 2) metode kelompok

diskusi dilema moral 1) Kemampuan kognitif dan psikomotorik akuntansi meningkat 2) Moral knowing,

moral feeling, moral action


(34)

kejujuran meningkat 3. Bagaimanakah

implementasi Model PembelajaranAkuntansi Berbasis Nilai Kejujuran bagi upaya membina siswa agar memiliki kompetensi akuntansi beretika?

a. Kegiatan pendahuluan

b. Kegiatan inti

c. Kegiatan penutup

1) Kesiapan belajar 2) Informasi materi

dan tujuan

3)Apersepsi/motivasi a) Tahap Eksplorasi b) Tahap Elaborasi c) Tahap Presentasi d) Tahap Penajaman

Nilai e) Tahap

Konfirmasi 1) Kesimpulan 2) Tindak lanjut

Observasi Wawancara Angket evaluasi diri Guru& Siswa 4. Bagaimanakah efektivitas Model Pembelajaran Akuntansi yang diimplementasikan? Kemampuan kognitif, afektif, psikomotorik

1) Peningkatan hasil belajar akuntansi 2) Peningkatan moral knowing, moral feeling, moral action kejujuran Tes Angket Evaluasi Diri Siswa

2. Jenis-jenis Instrumen Penelitian

Berdasarkan kisi-kisi yang diuraikan dapat diketahui beberapa instrumen penelitian yang digunakan. Instrumen penelitian yang dimaksud dapat diuraikan pada penjelasan sebagai berikut:

Observasi dilakukan mulai tahap studi pendahuluan, tahap pengembangan model, sampai pada tahap pengujian model. Pada tahap pendahuluan, observasi difokuskan untuk memperoleh data tentangkondisi obyektif model pembelajaran akuntansi berbasis nilai kejujuran yang ada saat ini. Aspek-aspek yang diobservasi


(35)

diantaranya aktivitas siswa dalam berpartisipasi dalam pembelajaran; aktivitas guru dalam pembelajaran; proses pembelajaran yang mencakup kegiatan pendahuluan, kegiatan inti yang mencakup tahap eksplorasi, elaborasi, presentasi, penajaman nilai, konfirmasi, kegiatan penutup .

Pada tahap pengembangan model dan pengujian model, observasi dilakukan untuk mengamati keterlaksanaan model dalam mengembangkan kemampuan akademik dan moral knowing, moral feeling, moral action kejujuran siswa. Aspek yang diamati dalam observasi adalah aktivitas siswa dalam berpartisipasi melakukan eksplorasi, elaborasi, presentasi serta aktivitas guru dalam melaksanakan perannya sebagai fasilitator maupun motivator pembelajaran.

Wawancara dilakukan kepada Kepala Sekolah, Wakasek, dan guru pada tahap pendahuluan, guna mengumpulkan data tentang penyusunan RPP berbasis nilai kejujuran, proses pembelajaran yang membelajarkan nilai-nilai kejujuran, penggunaan metode pembelajaran untuk membelajarkan kemampuan akuntansi dan nilai kejujuran. Kegiatan wawancara dilakukan agar data yang diperoleh melalui observasi dan angket menjadi lebih lengkap, sehingga dapat digunakan untuk merancang model pembelajaran akuntansi berbasis nilai kejujuran.

Tes merupakan instrumen pengumpulan data yang bersifat kuantitatif. Pada penelitian ini, tes yang dibuat ditujukan untuk menguji aspek utama yaitu aspek kompetensi akademik akuntansi. Tes diujikan pada tahap uji coba model yaitu pada uji luas dan pada tahap uji model, baik pre-test maupun post-test. Ada satu kelas yang dikenai uji coba terbatas, dan satu kelas uji luas dan 2 kelas uji model.


(36)

Angket Evaluasi Diri Siswa merupakan suatu teknik penilaian dimana siswa diminta untuk menilai dirinya berkaitan dengan proses dan tingkat pencapaian kompetensi yang dipelajarinya. Dalam penelitian ini, evaluasi diri siswa digunakan untuk mengukur tingkat pemahaman tentang kejujuran (moral

knowing), perasaan tentang kejujuran (moral feeling), dan perilaku jujur (moral action). Instrumen evaluasi diri digunakan awal penelitian sebelum dilakukan uji

coba (Tahap Pendahuluan) dan tahap uji model yang ditujukan untuk mengetahui tingkat pencapaian ketiga komponen good character maupun untuk memperoleh gambaran peningkatannya.

Penggunaan instrumen evaluasi diri diharapkan dapat menumbuhkan rasa percaya diri siswa tentang kejujurannya karena diberi kepercayaan menilai dirinya sendiri. Dan siswa didorong untuk menyadari kekuatan dan kelemahannya , karena ketika melakukan penilaian harus introspeksi terhadap kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Diharapkan juga dapat menjadi media siswa dalam membiasakan dan berlatih berperilaku jujur.

Instrumen angket dirancang dalam bentuk pernyataan dan dikembangkan sendiri oleh peneliti dengan meminta judgement pada pembimbing. Pembuatan angket bertujuan untuk mengukur moral knowing, moral feeling, dan moral action kejujuran siswa. Untuk memperoleh keyakinan terhadap kesungguhan jawaban yang diberikan oleh responden terhadap angket, maka penelitian ini menggunakan bentuk angket dengan pernyataan positif dan negatif. Pernyataan angket baik

positif maupun negatif direspon oleh siswa (responden) mulai dari rentang “selalu, sering, kadang, jarang, dan tidak pernah”. Skor angket evalusasi diri angket positif 5 untuk selalu, 4 untuk sering, 3 untuk kadang, 2 untuk jarang, dan 1 untuk tidak


(37)

pernah. Untuk pernyataan negatif skor 5 untuk tidak pernah, 4 untuk jarang, 3 untuk kadang, 2 untuk sering, dan 1 untuk selalu.

Dalam mengembangkan angket peneliti mengadopsi teori kebajikan Lickona (1991) tentang “good character”, karena “kejujuran” merupakan salah

satu jenis kebajikan (virtues) atau karakter moral. Sebagaimana Lickona (1991:38) menyatakan bahwa, “Moral values such as honesty, responsibility, and fairness...”. Sehingga, dalam mengembangkan angket yang mengukur variabel

kejujuran dipandang tepat menggunakan indikator-indikator kebajikan yang dikembangkan oleh Lickona (1991).

Mengacu pada teori Lickona (1991:53) dimensi moral knowing mencakup 6 (enam) indikator yaitu, moral awareness, knowing moral values,

perspective-taking, moral reasoning, decision- making, self-knowledge. Sedangkan dimensi moral feeling meliputi 6 (enam) indikator, yaitu conscience, self-esteem, empathy, loving the good, self-control, humility. Dimensi moral action mencakup 3 (tiga)

indikator yaitu competence, will, habit.

Berdasarkan indikator yang dikembangkan oleh Lickona (1991) maka angket ini dibuat sebanyak 30 (tiga puluh) item pernyataan. Sebanyak 6 (enam) item untuk moral knowing kejujuran, 6 (enam) item moral feeling kejujuran, dan 3 (tiga) item moral action kejujuran. Untuk memperoleh keyakinan terhadap kesungguhan jawaban yang diberikan oleh responden terhadap angket, maka penelitian ini menggunakan bentuk angket dengan pernyataan positif dan negatif. Dan penyebaran angket positif dan negatif menggunakan waktu yang berbeda, agar supaya hasilnya konsisten. Masing-masing bentuk angket baik positif


(38)

maupun negatif mempunyai jumlah item pernyataan yang sama jumlahnya yaitu 30 item penyataan.

3. Validitas dan Reliabilitas Instrumen Angket Penelitian

Untuk menghasilkan kesimpulan yang baik diperlukan data yang memenuhi syarat valid dan reliabel. Data yang valid dan reliabel dapat diperoleh dengan instrumen yang memenuhi syarat valid dan reliabel juga. Dalam penelitian ini, instrumen angket baik angket positif maupun angket negatif sebelum diterjunkan ke lapangan terlebih dahulu diuji validitas dan reliabilitasnya.

Menurut pendapat Mustafa EQ (2009:164) validitas dapat dimaknai sebagai ukuran ketepatan suatu instrumen dalam mengukur variabel atau dalam menghasilkan data sesuai dengan yang sesungguhnya ingin diukur. Validitas yang diukur dalam penelitian adalah validitas kriteria. Pengukurannya dilakukan dengan cara membandingkan atau mengkorelasikan antara nilai atau skor hasil angket dengan kriteria skor total dari butir-butir angket yang diuji validitasnya. Dengan demikian, pengujian validitas dilakukan dengan cara menghitung koefisien korelasi sederhana (Pearson Correlation) antara masing-masing butir dengan skor total dari butir-butir tersebut sebagai kriterianya. Untuk menentukan keputusan suatu butir atau indikator dinyatakan valid atau tidak, nilai korelasi antara item dengan total item dibandingkan dengan r tabel product moment. Jika nilai koefisiennya positif dan lebih besar dari pada r tabel product moment, maka item tersebut dinyatakan valid.

Reliabilitas menunjukkan seberapa tinggi suatu instumen dapat dipercaya atau diandalkan, dengan kata lain reliabilitas menyangkut ketepatan atau konsistensi alat ukur (Mustafa E.Q, 2009:224). Secara lebih sederhana, reliabilitas


(39)

dapat dimaknai sebagai keajegan suatu instrumen penelitian dalam mengukur variabel penelitian. Jika suatu variabel diukur berkali-kali dengan menggunakan alat ukur yang sama memperoleh hasil yang sama, maka instrumen tersebut mempunyai reliabilitas yang tinggi. Penelitian ini menentukan realibilitas instrumen angket dengan menggunakan koefisien AlphaCronbach. Menurut Sekaran (Mustafa E.Q, 2009:226) bila koefisen reliabilitas menunjukkan angka ≥ 0,6 maka dapat disimpulkan bahwa instrumen penelitian dinyatakan reliabel.

Untuk menguji reliabilitas digunakan teknik AlphaCronbach dengan perangkat SPSS 20. Sedangkan validitas yang diuji adalah validitas kriteria dengan korelasi Pearson (Pearson Correlation) menggunakan perangkat SPSS versi 20. Instrumen angket evaluasi diri siswa tentang moral knowing kejujuran,

moral feeling kejujuran, dan moral action kejujuran siswa sebelum digunakan

untuk menjaring data terlebih dahulu diuji validitas dan reliabilitasnya. Untuk menguji validitas dan realiabilitas instrumen angket diuji coba pada siswa kelas XI Akuntansi SMK Panca Bhakti Pontianak.

Berdasarkan hasil analisis statistik dengan menggunakan SPSS terhadap 30 item angket, reliabilitas untuk angket positif menunjukkan hasil yang tinggi yaitu sebesar 0,854 (lihat lampiran 33). Reliabilitas untuk angket negatif sebesar 0,776 tergolong sedang (lihat lampiran 34). Berdasarkan hasil uji statistik, untuk angket positif sebanyak 30 item soal yang terbukti valid sebanyak 25 item dan yang 5 item tidak valid. Item yang tidak valid adalah nomor 1, 9, 21, 26, dan 28. Dan angket negatif yang valid sebanyak 23 item, sebanyak 7 item tidak valid. Item angket negatif yang tidak valid adalah item nomor 4, 6, 9, 10, 11, 13, 16. Sebelum disebarkan kepada responden siswa kelas XI SMK Negeri 3 Pontianak,


(40)

terhadap beberapa item angket yang tidak valid terlebih dahulu dilakukan perbaikan redaksi angket.

D. Metode Penelitian dan Pengembangan

Penelitian ini berbentuk Research and Development (R & D) dalam bidang pendidikan (Borg and Gall, 2003:569-575), yang diterapkan pada pembelajaran akuntansi. Hal ini dilandasi alasan bahwa penelitian bertujuan mengembangkan dan menghasilkan produk yang model pembelajaran akuntansi berbasis nilai kejujuran beserta perangkat pembelajaran dalam bentuk Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Menurut Borg & Gall (2003:624) metode penelitian dan

pengembangan atau Research and development adalah “a process used develop and validate educational products”. Metode penelitian dan pengembangan dalam bidang pendidikan, pada prinsipnya merupakan proses untuk mengembangkan suatu produk pendidikan dan selanjutnya memvalidasi produk pendidikan tersebut.

Metode penelitian R & D ini digunakan, karena dipandang sesuai untuk mencapai tujuan penelitian yaitu menghasilkan produk Model Pembelajaran Akuntansi Berbasis Nilai Kejujuran, serta untuk menguji efektivitas model yang dikembangkan. Sebagaimana Sugiyono (2009:297)menegaskan bahwa “metode Penelitian dan Pengembangan merupakan metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tersebut”.

Borg and Gall (2003) menjelaskan bahwa produk pendidikan tidak hanya berupa obyek-obyek material, seperti buku teks, film untuk pengajaran, tetapi juga prosedur dan proses, seperti metode mengajar, pengorganisasian pengajaran.


(41)

Produk itu dapat berwujud tujuan belajar, metode, kurikulum, evaluasi, baik perangkat keras, lunak maupun cara atau prosedurnya. Penelitian R & D yang diterapkan dalam penelitian ini adalah metode R & D dari Borg and Gall yang telah dimodifikasi oleh Sukmadinata dkk. (2011:184). Metode R & D yang digunakan merupakan penyederhanaan dari Borg & Gall, dari 10 tahapan disederhanakan oleh Sukmadinata dkk. menjadi 3 tahapan yaitu 1) Studi Pendahuluan; 2) Pengembangan Model; 3) Uji Model.

Oleh karena itu dengan mengacu pada R & D modifikasi, dalam melaksanakan penelitian ada tiga tahapan kegiatan sebagaimana dapat dilihat pada gambar 3.1.


(42)

Studi Pendahuluan Pengembangan dan Impementasi Model Pengujian MPABNK

Pretes

Model Akhir MPABNK Postes Eksperimen Tahap Pendahuluan

Survey Lapangan

Data Awal · Gambaran

Umum · Kurikulum · Silabus · RPP

Pembelajaran Akuntansi Yang Ada Saat Ini Program Pengembangan Nilai Kejujuran Revisi Revisi Model Hipotetik Model Awal Validasi Ahli

Model Hasil Validasi

Implementasi Model dalam Uji Terbatas

Implementasi dalam Uji Luas · Pretes · Postes

Model Hipotetik Terevisi Studi Pustaka Nilai Kejujuran (Teori Virtue Lickona) Akuntansi

Analisis Teori dan Hasil Penellitian Pembelajaran Akuntansi, Pembelajaran Diskusi Kelompok Pembelajaran Diskusi Kelompok (Teori Belajar Sosial Vygotsky)

Tahap Pengujian Model Tahap Pengembangan Model

Revisi


(43)

Bagan tahapan penelitian dan pengembangan model pembelajaran dapat dijelaskan berikut ini :

1. Tahap Pendahuluan

Studi pendahuluan meliputi dua langkah meliputikegiatan melakukan kajian teoritis dan kegiatan survai lapangan. Kegiatan dalam kajian teoretis adalah mengumpulkan dan mengkaji informasi-informasi teoretis dan sumber bacaan yang diperlukan yang mencakup buku teks, jurnal hasil-hasil penelitian, dan kajian lainnya yang mendukung pengembangan model pembelajaran.

Dalam mengkontruksi model pembelajaran akuntansi yang tepat untuk mengembangkan potensi kognitif dan psikomotorik sekaligus potensi afektif secara holistik, perlu melakukan kajian teoretis. Kajian teoretis diarahkan pada buku teks untuk menemukan grand teori yang melandasi pengembangan model pembelajaran. Buku teks yang dikaji antara lain, buku Educating for Character karangan Lickona (1991) untuk menemukan grand teori pengembangan nilai/karakter kejujuran. Disamping itu, juga mengkaji buku teks tentang teori-teori belajar seperti teori-teori kognitif Vygotsky guna melandasi model pembelajaran akuntansi dengan menggunakan diskusi kelompok. Untuk mengembangkan materi akuntansi perlu mengkaji buku-buku akuntansi. Selain buku teks, juga melakukan analisis terhadap hasil penelitian yang mendukung pengembangan model.

Tahap survai lapangan melakukan kegiatan penemuan model di lapangan secara empirik sehingga dapat dideskripsikan mengenai kegiatan pengembangan kemampuan kognitif, afektif (nilai kejujuran) maupun psikomotorik siswa. Penemuan model dilaksanakan melalui kegiatan yang mencakup: 1) Memperoleh


(44)

data awal dari SMK Negeri 3 Pontianak yang dijadikan obyek penelitian, seperti dokumen gambaran umum sekolah, kurikulum, silabus, RPP dan proses pembelajaran, nilai siswa. (2). Melakukan observasi terhadap kegiatan pembelajaran akuntansi.(3) Konfirmasi, wawancara, dan diskusi tentang pola pembelajaran akuntansi berbasis nilai kejujurandengan guru pengampu mata pelajaran akuntansi.

2. Tahap Pengembangan model

Tahap ini dapat dibagi menjadi empat langkah yaitu a) penyusunan model awal; b) penyusunan model hipotetik; c) validasi model; dan d) implementasi model. Langkah pengembangan model dijabarkan sebagai beikut:

a. Penyusunan ModelAwal

Model awal yang dimaksuskan dalam penelitian ini merupakan model pembelajaran akuntansi yang menggambarkan kondisi nyata yang terjadi di lapangan tentang pengembangan kemampuan kognitif akuntansi, afektif (moral

knowing kejujuran, moral feeling kejujuran, dan moral action kejujuran) dan

psikomotorik akuntansi secara holisitik. b. Penyusunan Model Hipotetik

Berdasarkan hasil kajian teoretis dan hasil observasi pembelajaran yang dilakukan pada tahap pendahuluan, serta kurikulum yang berlaku, langkah selanjutnya mengembangkan model hipotetik. Pengembangan model hipotetik diwujudkan dalam bentuk pola pembelajaran yang membelajarkan aspek kognitif, afektif nilai kejujuran, dan psikomotorik untuk menghasilkan output siswa yang mempunyai kemampuan kognitif dan psikomotorik akuntansi serta afektif moral


(45)

model hipotetik model pembelajaran akuntansi berbasis nilai kejujuran, selanjutnya menyusun material pembelajaran dalam bentuk perangkat pembelajaran RPP, LKS, dan Lembar Penilaian.

Penyusunan material pembelajaran dilakukan oleh peneliti berkolaborasi dengan guru pengampu mata pelajaran akuntansi.Material pembelajaran mencakup rencana pelaksanaan pembelajaran, materi maupun media pembelajaran, lembar kegiatan siswa, lembar penilaian. Dalam menyusun material pembelajaran yang berwujud RPP peneliti melakukan pengembangan dengan mengintegrasikan nilai kejujuran dimulai dari indikator, tujuan, materi, metode, langkah-langkah pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran.Pengembangan indikator serta tujuan pembelajaran diarahkan pada aspek afektif dalam bentuk

moral knowing kejujuran, moral feeling kejujuran, serta moral action kejujuran

siswa. Pengembangan materi diarahkan pada materi afektif kasus dilema moral, dan metode yang tepat adalah diskusi kelompok. Pengembangan langkah-langkah pembelajaran diarahkan pada pengembangan kegiatan inti pembelajaran meliputi tahap eksplorasi, elaborasi, presentasi, penajaman nilai, dan konfirmasi.

Penyusunan rancangan model hipotetik dilakukan sendiri oleh peneliti agar supaya sesuai dengan tujuan penelitian. Secara informal peneliti bertanya kepada teman-teman sejawat yang mempunyai pengalaman dalam mengembangkan model pembelajaran dengan tujuan mendapat masukan-masukan untuk menyempurnakan model hipotetik.

c. Validasi Model

Uji validasi terhadap model hipotetik pembelajaran akuntansi berbasis nilai kejujuran yang telah dikembangkan bertujuan untuk menentukan kelayakan


(46)

model. Pengujian validasi model melalui tahapan kegiatan penilaian ahli dan uji lapangan. Penilaian ahli dilakukan secara perseorangan dengan melibatkan dua orang ahli pendidikan akuntansi dan dua orang ahli pendidikan umum. Kriteria ahli yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang keahliannya minimal jenjang S2.

Dalam penelitian ini baik ahli pendidikan akuntansi maupun ahli pendidikan umum semuanya mempunyai jenjang pendidikan S3. Masing-masing ahli pendidikan akuntansi maupun ahli pendidikan umum melakukan penilaian terhadap MPABNK (Model Pembelajaran Akuntansi Berbasis Nilai Kejujuran) pada aspek landasan teoretik MPABNK, tahapan MPABNK, serta implementasi MPABNK. Setelah para ahli menyatakan bahwa model ini valid, maka uji validasi dilanjutkan dengan pengujian lapangan dalam pembelajaran. Uji lapangan bertujuan menguji kepraktisan model melalui uji coba MPABNK dalam tahap implementasi. Pengujian terhadap kepraktisan model mencakup penilaian terhadap butir-butir tahapan MPABNK yakni tahap eksplorasi, elaborasi, presentasi, penajaman nilai, dan konfirmasi.

d. Implementasi Model

Implementasi model menerapkan model pembelajaran akuntansi berbasis nilai kejujuran di dalam kelas. Pada tahap ini menerapkan model akuntansi berbasis nilai kejujuran ke dalam uji coba terbatas dan uji coba luas. Di dalam uji coba terbatas maupun uji coba luas guru dan siswa menerapkan model pembelajaran akuntansi berbasis nilai kejujuran yang dilengkapi perangkat pembelajaran yang merupakan hasil pengembangan meliputi RPP, LKS, dan Lembar Penilaian.


(47)

Uji coba model ini dilakukan berulang-ulang, yang dilakukan oleh guru pengampu mata pelajaran akuntansi. Pada tahap implementasi model sebelum melakukan uji coba terbatas maupun uji coba luas, terlebih dahulu membuat perangkat pembelajaran berupa RPP, LKS, dan Lembar Penilaian. Hasil dari kegiatan uji coba ini adalah model hipotetik pembelajaran akuntansi berbasis nilai kejujuran yang siap diuji model.

Dalam menerapkan model ke dalam proses pembelajaran, siswa pada masing-masing kelompok melakukan aktivitas menggunakan media pembelajaran yang disediakan oleh guru untuk mengeksplorasi, mengelaborasi, mendiskusikan, dan mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya. Kegiatan selanjutnya, guru melakukan aktivitas penajaman nilai dan konfirmasi.

Pada kegiatan pendahuluan guru mengkondisikan siswa untuk siap melaksanakan pembelajaran kelompok, melakukan apersepsi yang mengaitkan materi dengan nilai kejujuran, memberi pengarahan tentang strategi pembelajaran yang akan dilaksanakan. Melalui kegiatan inti pembelajaran siswa menggali (mengeksplorasi) media dan sumber pembelajaran flow chart sistem penjualan kredit maupun dokumen bukti transaksi untuk mengembangkan informasi baru, meningkatkan pemahamannya terhadap informaasi itu. Dalam melakukan eksplorasi dan elaborasi siswa dimotivasi supaya aktif berpartisipasi melakukan kegiatan berpikir kritis, bertanya, menjawab, mengajukan pendapat, menjadi pendengar yang baik.

Melalui proses elaborasi siswa di dalam kelompoknya masing-masing membaca, memikirkan, membicarakan, menjawab pertanyaan, memecahkan kasus dilema moral yang berkaitan dengan nilai kejujuran. Di dalam kelompoknya


(48)

masing-masing, siswa didorong untuk memberikan partisipasinya mulai kegiatan eksplorasi maupun elaborasi, dan aktif mempresentasikan hasil kerja diskusi kelompoknya ke depan kelas. Guru melanjutkan kegiatan penajaman nilai yang memberikan pendalaman nilai kejujuran kepada siswa. Sebagai fasilitator guru berperan memfasiltasi berlangsung proses pembelajaran dan memotivasi serta membantu memecahkan kesulitan siswa dalam memecahkan masalah.

Berdasarkan hasil penerapan model peneliti bersama-sama dengan guru dan pengamat melakukan analisis untuk menemukan kelemahan-kelemahan model dan melakukan revisi-revisi yang dipelukan.

3. Uji Model

Langkah terakhir R & D adalah uji model. Uji model adalah menguji model hipotetik yang sudah diujicobakan secara terbatas dan lebih luas untuk menentukan efektivitas model yang telah dikembangkan. Dalam uji model ini digunakan metode quasi eksperimen terhadap satu kelas eksperimen menggunakan model yang dikembangkan dan satu kelas kontrol menggunakan model konvensional (ceramah).

Tahapan yang dilakukan dalam uji model meliputi: a. Mengorganisir kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

b. Mensosialisasikan model yang akan diterapkan dalam eksperimen kepada kelompok eksperimen.

c. Menerapkan model ke dalam eksperimen

Di dalam menerapkan model hipotetik pada kelompok eksperimen, terlebih dahulu melakukan pretes untuk mengukur kemampuan awal siswa. Tes awal ini juga diujikan pada kelompok kontrol, sehingga dengan membandingkan


(49)

hasil pretes dari dua kelompok tersebut dapat memperoleh data tentang kemampuan awal mereka. Data pretes kedua kelompok diuji beda secara statistik, bila hasilnya tidak berbeda signifikan maka berarti kedua kelompok mempunyai kemampuan awal yang sama. Langkah dilanjutkan dengan melakukan eksperimen model pada kelompok eksperimen dan melaksanakan pembelajaran menggunakan model konvensional pada kelompok kontrol. Pada akhir kegiatan melakukan postes untuk mengukur hasil pembelajaran. Skor pretes dibandingkan dengan skor postes pada masing-masing kelompok untuk menentukan efektivitas pembelajaran. Gain yang diperoleh dari pembandingan skor pretes dengan skor postes kelompok eksperimen dibandingkan dengan gain kelompok kontrol, untuk menentukan model yang lebih efektif.

Tahap penelitian yang telah diuraikan diatas dilaksanakan sesuai dengan jadwal sebagai berikut (tabel 3.2).

Tabel 3.2. Pelaksanaan Pengumpulan Data

Tahap Penelitian Kegiatan Tanggal Pelaksanaan

Studi Pendahuluan

Tahap Pengembangan Model

Tahap Uji Model

Studi Lapangan:

1. Penyebaran Angket Positif

2. Penyebaran Angket Negatif

3. Observasi Pembelajaran 4. Wawancara Guru 5. Wawancara Kepala

Sekolah dan Wakasek

6. Wawancara Siswa Uji Coba Terbatas ke 1 Uji Coba Terbatas ke 2 Uji Coba Luas ke 1 Uji Coba Luas ke 2 Eksperimen

23 Agustus 2011 24 Agustus 2011 25 sd 26 Agustus 2011 26 Agustus 2011 27 Agustus 2011 28 Agusatus 2011 31 Agustus 2011 25 September 2011 29 September 2011 3 Oktober 2011


(50)

E. Lokasi Dan Subyek Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada SMK Negeri 3 di kota Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat. Penelitian ini merupakan studi penelitian dan pengembangan tentang Model Pembelajaran Akuntansi Berbasis Nilai Kejujuran yang menekankan pendekatan diskusi kelompok. Sehingga yang menjadi subyek penelitian adalah siswa kelas XI jurusan Bisnis Program Studi Akuntansi. Karena siswa kelas XI ini memperoleh materi akuntansi sesuai dengan materi yang akan diuji dalam penelitian ini. Pada penelitian utama dengan menggunakan kuasi-eksperimen, siswa kelas XI Ak 2 (satu kelas) ditetapkan sebagai kelas eksperimen dan kelas XI Ak 3 menjadi kelas kontrol.

F. Teknik Pengumpulan Dan Analisis Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara,observasi, dan tes, dan evaluasi diri siswa. Wawancara digunakan pada saat prasurvei, uji coba, dan uji model. Pada tahap prasurvei, wawancara kepada guru dilakukan untuk memperoleh informasi tentang bentuk dan proses pengembangan nilai kejujuran dan pembuatan RPP serta proses pembelajaran keseluruhan. Disamping itu wawancara juga dilakukan terhadap Guru untuk mengumpulkan data tentang : tujuan pembelajaran, materi yang akan disajikan pada saat pengembangan model dan uji model, kesediaan untuk menyusun dan melakukan uji coba model.

Pada tahap pengembangan model, wawancara ditujukan kepada guru untuk mendapatkan data tentang perasaannya pada saat dan setelah uji coba model serta hal-hal yang perlu dilakukan untuk memperbaiki model. Pada tahap uji


(1)

---.2010). Pendidikan Karakter Integral. [Online]. Tersedia: http:pendidikankarakter.org. 2 Februari 2011.

Kohlberg, L. dan Candee, D. (1992). Relasi Antara Pertimbangan Moral dengan Tindakan Moral. Dalam Kurtines, W.M. dan Gerwitz, J.L. Moralitas, Perilaku Moral, Dan Perkembangan Moral. Terjemahan : M.I. Sulaeman. Jakarta : Universitas Indonesia Press.

Krech, D.; Crutchfield R.S.; and Ballachey E.L. (1962). Individual In Society, A Textbook of Social Psychology. Tokyo: McGraw-Hill Kogakusha, LTD. Kualitas Pendidikan Tinggi Indonesia Tertinggal Jauh. [Online]. Tersedia:

http://edukasi.kompas.com/ Diakses: 27 Desember 2009.

Lickona, T. (1991). Educating For Character How Our Schools Can Teach Respect And Responsibility. New York : Simon & Schuster, Inc.

---. (2004). Character Matters. How To Help Our Children Develop Good Judgement, Integrity, and Other Essential Virtues. A Touchstone Book. New York. Lombardo, T. (Tanpa Tahun).Ethical Character Development and Personal and

Academic Excellence. [Online]. Available at: www. centerforfutureconsciousness.com.

Lubis, M. (2008). Evaluasi Pendidikan Nilai. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset. Majid, A dan Andayani, D. (2011). Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Bandung:

Remaja Rosdakarya

Megawangi, R. (2007). Semua Berakar Pada Karakter “Isu-isu Permasalahan Bangsa”. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

---.(2010). Kejujuran Semakin Memudar. [Online].

Tersedia://www.edukasi.kompas.com/read/2010/02/19/10090358/Kejujuran Semakin Memudar. 2 Desember 2012.

Morcom, V.E. (2005). Mediating Classroom Culture Based On Democratic Values: An Exploration of A Teacher’s Facilitative Role. Thesis Murdoch University, Western Australia. [Online]. Available at: www.google.com.

Mulyadi. (2001). Sistem Akuntansi. Jakarta: Salemba.

Mulyana, E. (2008). Model Tukar Belajar (Learning Exchange dalam Persepekif Pendidikan Luar Sekolah). Bandung: Alfabeta.


(2)

Mulyasana, D. (2011). Pendidikan Karakter: Apa, Mengapa, dan Bagaimana?.dalam Pendidikan Karakter: Nilai Inti Bagi Upaya Pembinaan Kepribadian Bangsa. Bandung: Widaya Aksara Press.

Mursell, J.L. (1954). Successful Teaching: Its Psychological Principles. New York: McGraw-Hill.

Mursidin. (2011). Moral Sumber Pendidikan. Bogor: Ghalia Indonesia.

Muslich,M.(2011). Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional. Jakarta: PT. Bumi Aksara

Mustafa E.Q., dan Zainal. (2009). Mengurai Variabel Hingga Instrumentasi. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Narvaes, D.,and Daniel, K. Moral Character: Two Strategies for Teacher Education. [Online]. Available at: www.nd.edu/.../NarvaezLapsleyTeacherEduca.diakses. 4 April 2012

.

Nurdin, M. (2008). Kiat Menjadi Guru Profesional. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media Pasti, Y.P. (2010). Mengutuk Plagiarisme. [Online]. Tersedia:

http://www.equator.news.com/ragam-warna/pemikiran. 2 Desember 2012 Patrick, K.F. (2008). Cooperative Learning for Multidimensional and Multicultural

Citizenship. Social Educators Australia National Conference January 2008. University of Newcastle Australia.

Phenix, H.P. (1964). Realms of Meaning Philosophy of The Curriculum for General Education. New York: McGraw Hill Book Company

Prayitno dan Khaidir. (2011). Pendidikan Karakter Cerdas: Pemikiran Alternatif Melalui Metode Klasikal dan Non-Klasikal dalam Pembinaan Karakter Bangsa. dalam Pendidikan Karakter: Nilai Inti Bagi Upaya Pembinaan Kepribadian Bangsa. Bandung: Widaya Aksara Press.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. (2008). KamusBahasa Indonesia. Jakarta.

Rachmah, H. (2009). Kontribusi Kompetensi Guru, Proses dan Hasil Belajar Terhadap Keterampilan Berpikir Kritis dan keterampilan Sosial (Studi Pada Peserta Didik Kelas XII IPS Madrasah Aliyah Negeri Model Di Jawa Barat Dalam Pembelajaran Akuntansi). Disertasi Doktor pada PPS UPI Bandung : tidak diterbitkan.


(3)

Rest, J.R. (1992). Komponen-komponen Utama Moralitas.Dalam Kurtines, W.M. dan Gerwitz, J.L. Moralitas, Perilaku Moral, Dan Perkembangan Moral. Terjemahan : M.I. Sulaeman. Jakarta : Universitas Indonesia Press.

Rusman. (2010). Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Rajagrafindo Persada.

Sajjad, Dr. S. (Tanpa Tahun). Effective Teaching Methods At Higher Education Level. Pakistan: Department of Special Education, University of Karachi. Salahuddin, P.Z. (2011). Character Education in Muslim School: A Case Study of a

Comprehensive Muslim School’s Curricula. Dissertation. [Online]. Available at: http://digitalcommons.fiu.edu/etd/453.

Sanjaya, W. (2008). Perencanaan Dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta : Kencana.

Sauri, S. (2006). Membangun Komunikasi dalam Keluarga (Kajian Nilai Religi, Sosial, dan Edukatif). Bandung : PT Genesindo.

---, (2011). Strategi Implementasi Pendidikan Karakter Bangsa Di Perguruan Tinggi. Bandung: Widya Aksara Press.

Setiautami, A. (2009). Laporan Keuangan Rentan Manipulasi. [Online]. Tersedia: http://www.pikiran rakyat.com/node/101562. 2 Desember 2012.

Setyosari, P. (2010). Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan. Jakarta : Kencana.

Sharf, R.S. (1992). Applying Career Development Theory to Counseling. California : Brooks/Cole Publishing Company.

Sjarkawi. (2008). Pembentukan Kepribadian Anak. Jakarta : Bumi Aksara.

Slavin, R.E. (2008). Cooperative Learning: Teori, Riset, dan Praktik. Diterjemahkan Nurulita. Bandung: Nusa Media.

Smith, J.V.D.L., and Spindle, R.M. (2007). The Impact of group Formation A Cooperative Learning Enviroment. [Online]. Available at: http:www.sciencedirect.com. (5 November 2007)

Smith, L.M., K.T. Smith, and E.V. Mulig. (2005). Application and Assesment of an Ethics Presentation for Accounting and Business Classes. Journal of Business Ethic, 61 : 153-164.


(4)

Suara Merdeka. (02 Juni 2009).Tersangkut Kasus Penggelapan Rp 1,7 M. [Online]. Tersedia:http://suaramerdeka.com. Diakses 30 Januari 2011.

Suci, N.M. (2008). Penerapan Model Problem Based Untuk Meningkatkan Partisipasi Belajar dan Hasil Belajar Toeri Akuntansi Mahasiswa Jurusan Ekonomi UNDIKSHA. Jurnal Penelitian Dan Pengembangan Pendidikan 2 (1), 74 – 86. Tersedia Online di http://www.freewebs.com/santyasa/Lemlit.

Suseno, F.M. (2005). Pijar-pijar Filsafat. Yogyakarta: Kanisius.

Sudjana, N. (1997). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : PT Rosdakarya.

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Sukadi. (2011). “Pendidikan Karakter Bangsa Berideologi Pancasila”, dalam Pendidikan Karakter: Nilai Inti Bagi Upaya Pembinaan Kepribadian Bangsa. Bandung: Widaya Aksara Press.

Sukmadinata, N.S. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sultan, A.(2010). Budaya Plagiat Vs Kejujuran. [Online]. Tersedia:http://www.facebook.com/topic.php?uid=177238193786&topic=161 10. [30 January 2011].

Sumaatmadja, N. (2002). Pendidikan Pemanusiaan Manusia Manusiawi. Bandung: Alfabeta.

Sumantri, E. (2009). Pendidikan Umum. Bandung : Sekolah Pascasarjana UPI.

---. (2011). Pendidikan Budaya dan Karakter Suatu Keniscayaan bagi Kesatuan dan Persatuan Bangsa. dalam Pendidikan Karakter: Nilai Inti Bagi Upaya Pembinaan Kepribadian Bangsa. Bandung: Widaya Aksara Press.

Suparno, P. et al. (2002). Reformasi Pendidikan Sebuah Rekomendasi. Yogyakarta : Kanisius.

Talent Management SE Asia.(2005).Principles of effective instruction--general standards for teachers and instructional designers. [Online]. Available at : http://goliath.ecnect.com [30 September 2010]

Thalib, S.B. (2010). Psikologi Pendidikan Berbasis Analisis Empiris Aplikatif. Jakarta: Kencana.


(5)

Triyanto. (2007). Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: PrestasiPustaka Publisher.

Turiel, E. dan Smetana, J.G. (1992). Pengetahuan Sosial dan Tindakan Sosial: koordinasi Berbagai Ranah. Dalam Kurtines, W.M. dan Gerwitz, J.L. Moralitas, Perilaku Moral, Dan Perkembangan Moral. Terjemahan : M.I. Sulaeman. Jakarta : Universitas Indonesia Press.

Universitas Pendidikan Indonesia. (2011). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung : UPI.

Vadi., and Krista. (2006). The Importance of Value Honest : Determining Factors and Some Hints to Ethics.[Online]. Available at: http://www.mtk.ut.ee.[1 Februari 2010].

Vezzuto, L.A. (2004). How Young People Develop Character: A Conceptual Framework with Descriptions of Promising Practices. [Online]. Available at: http://www.google.co.id/search?q=vezzuto%2CL.A%2Character conceptual framework.[30 Maret 2012].

Wahyu (2011). Masalah Dan Usaha Membangun Karakter Bangsa. Dalam Pendidikan Karakter Nilai Inti Bagi Upaya Pembinaan Kepribadian Bangsa. Bandung : Widya Aksara Press.

Wibowo. (2010). Urgensi Pendidikan Karakter. [Online]. Available at: http://www.mtk.ut.ee.[1 Februari 2010].

Winataputra, U.S. dan Saripudin, S. (2011). Pembangunan Karakter dan Nilai-Nilai Demokrasi (Konsep, Kebijakan, dan Kerangka Programatik).dalam Pendidikan Karakter: Nilai Inti Bagi Upaya Pembinaan Kepribadian Bangsa. Bandung: Widaya Aksara Press.

Winecoff, Herbert, and Larry. (1988). Values Education: Concept and Models. Disadur : Abdul Manan. California, A World Bank Sponsored Program. www.scribd./doc/5443236/Kejujuran. Diunduh pada tanggal 20 Desember 2012. Yuli.(2010). Penjiplakan, Dampak dari Politisasi Pendidikan.[Online]. Tersedia

:http://www.koralonline.com/ . [ 1 Februari 2011].

Zain, Z.M., Subramaniam, G. and Rashid, A.A. (2005). Teaching Economics Using Cooperative Learning Technique Among University Students in Malaysia A-Case Study of UITM Shah Alam. Malaysia: Universiti Teknologi MARA. Zhang, A. (2012). Design and Implementation of An IT Course. [Online]. Available


(6)

Zubaedi. (2011). Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan. Jakarta: Kencana.

Zuchdi, D., dan Prasetya, Z.K. (2010). Pengembangan Model Pendidikan Karakter Terintegrasi Dalam Pembelajaran Bidang Studi Di Sekolah Dasar. Cakrawala