PENERAPAN PEMBELAJARAN TEMATIK POLUSI CAHAYA UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN PENANAMAN KARAKTER SISWA SMP.
PENERAPAN PEMBELAJARAN TEMATIK POLUSI CAHAYA
UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN
PENANAMAN KARAKTER SISWA SMP
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika
Oleh : Hayyah Fauziah
0902033
JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2013
(2)
Halaman Pengesahan Skripsi HAYYAH FAUZIAH
0902033
PENERAPAN PEMBELAJARAN TEMATIK POLUSI CAHAYA
UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN PENANAMAN KARAKTER SISWA SMP
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH
Mengetahui,
Ketua Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UPI Pembimbing I
Winny Liliawati, S.Pd., M.Si NIP. 197812182001122001
Pembimbing II
Judhistira Aria Utama, M.Si NIP. 197703312008121001
Dr. Ida Kaniawati, M.Si NIP. 196807031992032001
(3)
PENERAPAN PEMBELAJARAN TEMATIK POLUSI CAHAYA UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN
PENANAMAN KARAKTER SISWA SMP
Oleh Hayyah Fauziah
0902033
Sebuah skirpsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Fisika pada Fakultas Pendidikan
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
© Hayyah Fauziah 2013 Universitas Pendidikan Indonesia
Oktober 2013
Hak Cipta dilindungi undang - undang.
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis
(4)
PENERAPAN PEMBELAJARAN TEMATIK POLUSI CAHAYA UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN
PENANAMAN KARAKTER SISWA SMP Abtrak
Pembelajaran IPA terpadu di SMP merupakan tuntutan kurikulum 2013 dan NSTA (National Science Teachers Association). Namun, di lapangan pembelajaran terpadu masih belum diimplementasikan secara optimal. Penelitian ini merancang dan mengimplementasikan pembelajaran IPA terpadu model webbed dengan tema polusi cahaya sebagai salah satu alternatif pembelajaran tematik integratif. Penelitian ini mengungkap hasil belajar siswa berdasarkan new taxonomy of science education yang terdiri dari lima domain yaitu domain knowing & understanding, science process skill, creativity, attitudinal dan connecting & applying. Metode penelitian ini yaitu mixed methods dengan desain penelitian concurrent embedded. Subjek penelitian yaitu salah satu kelas VIII SMP Negeri di Bandung berjumlah 27 siswa. Instrumen yang digunakan terdiri dari 28 soal tes, lembar observasi, serta tes dilema moral. Penerapan pembelajaran tematik ini menggunakan model pembelajaran Susan Loucks-Horsley (SLH). Berdasarkan hasil yang diperoleh, pembelajaran tematik mampu meningkatkan hasil belajar serta menanamkan karakter positif siswa pada tema polusi cahaya. Perolehan hasil belajar tersebut yaitu; rata-rata gain ternormalisasi domain knowledge sebesar 0,22 kategori rendah; prosentase domain science process skill sebesar 78,26% kategori baik; prosentase rata-rata domain creativity sebesar 72,91% kategori baik, rata-rata prosentase domain connecting sebesar 71,29% dan nilai prosentase rata-rata domain attitudinal lebih dari 75% pada aspek moral knowing, dan moral feeling.
Kata Kunci : model tematik, new taxonomy of science education.
Abstract
Integrated learning is one of the 2013 development curricula persuit. Meanwhile, NSTA has recommended that science teachers in the elementary and intermediate schools should have interdicipliner preferences in science. Based on the preface research at one of the junior high school in Bandung, integrated learning still not applicated. Therefore this studyapplying integrated learning with webbed model in light pollution theme. It aimed to describe the students achievement based on new taxonomy of science education. Susan Loucks-Horsley (SLH) learning
model was used for this implementation which consist of four phases there are invited, explore and discover, purpose explanation and solutions, and the last phase is taking action. This study using mixed methods with concurrent embedded design. The subject is second grade in junior high school in Bandung, Class 8A consist of 27 students. The Instrument that used are 28 questions with multiple choise related light pollution theme for measuring knowing and connecting domain, observation papers for measuring science process skill and creativity domain, and test of moral dilemma for measuring attitudinal domain. The data results based on new taxonomy of science education are; the average normalized gain of knowing and understanding domain reached 0,22 include low category, the average percentage of science process skill domain reached 78,26% with good category, the average percentage of creativity domain reached 72,91% with good category, the average percentage of attitudinal domain is over 75% in moral knowing and moral feeling, and the average percentage of connecting domain reached 71,29%. Based on this results showed that integrated learning with webbed model is able to increasing students achievement and invest positive characters on light pollution theme learning.
(5)
DAFTAR ISI ABSTRAK………. .. KATA PENGANTAR ………...... UCAPAN TERIMAKASIH………... DAFTAR ISI ………...…………...... DAFTAR TABEL………... DAFTAR
GAMBAR………......
DAFTAR
LAMPIRAN………......
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Penelitian... 1.2. Rumusan Masalah...……… 1.2.1. Batasan Masalah………...……….…….……. 1.2.2 Variabel Penelitian………...….. 1.2.3 Definisi Operasional………...……... i ii iii iv vii vii i ix 1 7 7 8 8 12 12 12 13 15 15 17 19 19
(6)
1.3. Tujuan
Penelitian………...
1.4. Manfaat
Penelitian………...………...
1.5 Struktur
Organisasi………….………...………
BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Pembelajaran
Terpadu………
2.2 Pembelajaran Tematik Polusi
Cahaya………... 2.2.1 Konsep Pembelajaran………... 2.2.2 Karakteristik Pembelajaran………...……… 2.2.3 Tujuan Pembelajaran………..……….. 2.2.4 Landasan Pembelajaran………..…………..
2.2.5 Prinsip-prinsip Merancang
Tema………...……...
2.2.6 Merancang Pembelajaran
Terpadu………...
2.2.7 Kelebihan dan Kekurangan
Pembelajaran………... 2.3 Pembelajaran Model Susan Loucks-Horsley
(SLH)………... 21 22 23 23 25 31 36 38 38 39 42 43 46 47 49 54 58 58 62 64 66 69 71
(7)
2.4 Hasil
Belajar………...………
2.5 Penanaman
Karakter…………...………...
2.6 Kerangka
Berpikir………..
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Subjek
Penelitian………...………....……….
3.2 Metode dan Desain
Penelitian………...………....
3.3.Prosedur
Penelitian………...……….…..
3.4 Instrumen
Penelitian………...……….…
3.5 Teknik Analisis Uji
Instrumen………...……... 3.6 Analisis Uji
Instrumen………....………..….
3.7 Teknik Pengumpulan Data………...………...
3.8 Teknik Pengolahan
Data………....………
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pelaksanaan
Penelitian………....………...
4.2 Hasil
75 76 78 82
(8)
Belajar………..……….
4.2.1 Domain Knowledge and
Understanding………...….
4.2.2 Domain Science Process
Skill………...………….
4.2.3 Domain Imagining and
Creatifity………...…………...….
4.2.4 Domain
Attitudinal………...……….
4.2.5 Domain Connecting and
Application...………...……….
4.2.6 Analisis Keterkaitan Antar
Domain……….
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1
Kesimpulan………..……...
5.2
Rekomendasi………..………
DAFTAR
PUSTAKA………...…..
LAMPIRAN -
(9)
DAFTAR TABEL
2.1 Pemetaan Aspek dalam Setiap Mata Pelajaran………. 3.1 Nilai Korelasi dan Interpretasi Validitas……….. 3.2 Nilai Korelasi dan Interpretasi Reliabilitas………... 3.3 Indeks Kesukaran dan Klasifikasinya………... 3.4 Nilai Daya Pembeda dan Tingkat Kesukaran………... 3.5 Kriteria Rata-rata Nilai Gain Ternormalisasi………... 4.1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian di SMP Negeri 1 Lembang……….
16 44 45 45 46 50 55
(10)
4.2 Rekapitulasi Hasil Analisis Data Keterlaksanaan Pembelajaran SLH……. 4.3 Rekapitulasi Hasil Pretest dan Posttest……… 4.4 Rata-rata Skor Pretest dan Posttest Berdasarkan Kelompok Tinggi,
Rendah dan Sedang………..
4.5 Rentang Skor Penilaian Science Process Skill……… 4.6 Perbandingan Nilai Kelompok untuk Domain Science Process Skill…….. 4.7 Rentang Skor Penilaian Creativity……….. 4.8 Perbandingan Nilai Setiap Kelompok untuk Domain Imagining
and Creativity………... 4.9 Nilai Persentase Aspek Moral dari Hasil TDM………
4.10 Data Hasil Pengolahan Koneksitas Siswa Secara Keseluruhan pada
pretest dan posttest………....
4.11 Analisis Nilai Akhir pada setiap Domain………. 4.12 Perbandingan Aspek Moral pada Kelompok Tinggi, Sedang dan Rendah..
56 58 61 62 63 65 65 66 70 71 74
DAFTAR GAMBAR
2.1 Ilustrasi Model Webbed Tema Polusi Cahaya……….. 16
2.2. Keterkaitan Tema dengan Kompetensi Dasar………... 17
2.3 Alur Penyusunan Perencanaan Pembelajaran Terpadu………. 22
2.4 Jenis - Jenis Karakter Menurut Lickona dalam Puskur Balitbang……… 35
(11)
3.1 Metode Penelitian Mixed Methods Concurrent Embedded, Metode
Kuantitaif sebagai Metode Primer dan Kualitatif Sekunder………..……… .. 39
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran A. Perangkat Pembelajaran………... 82
Lampiran B. Instrumen Penelitian……… 131
Lampiran C. Analisisi Uji Instrumen……….………... 188
Lampiran D. Pengolahan Data………...………... 208
(12)
(13)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Ilmu pengetahuan memiliki peranan penting dalam kehidupan individu dan pembangunan bangsa secara ilmiah dan teknologi. Maju mundurnya suatu bangsa sangat ditentukan oleh tingkat pendidikannya. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan adalah pembaharuan kurikulum, intinya pengembangan dan penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang dikembangkan oleh tingkat satuan pendidikan (sekolah). Model pembelajaran terpadu merupakan salah satu model implementasi kurikulum yang dianjurkan untuk diaplikasikan pada semua jenjang pendidikan (Puskur balitbang; 2006). Sebagaimana yang disebutkan dalam permendiknas nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi, struktur kurikulum disusun berdasarkan standar kompetensi lulusan dan standar kompetensi mata pelajaran dengan salah satu ketentuan yaitu
substansi mata pelajaran IPA dan IPS merupakan „IPA Terpadu‟ dan „IPS Terpadu‟.
Di samping itu, dalam mengimplementasikan KTSP perlu memperhatikan prinsip-prinsip pelaksanaan sebagaimana yang tertera dalam peraturan menteri pendidikan nasional republik Indonesia nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah, yaitu “
… kurikulum dilaksanakan dengan mendayagunakan kondisi alam, sosial dan budaya serta kekayaan daerah untuk keberhasilan pendidikan dengan muatan seluruh bahan kajian secara optimal”. Berdasarkan hal tersebut, topik atau materi untuk pembelajaran sebaiknya berasal dari peristiwa-peristiwa atau fenomena alam yang terjadi di lingkungan sehari-hari.
Pengembangan pengetahuan mengenai alam sekitar tentunya tidak hanya dikaji oleh satu disiplin ilmu saja tetapi melalui berbagai macam disiplin ilmu sehingga didapatkan pemahaman mengenai berbagai peristiwa
(14)
2
alam secara utuh. Pengalaman belajar yang lebih menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptual akan menjadikan proses belajar lebih efektif. Perolehan keutuhan belajar, serta kebulatan pandangan tentang kehidupan dan fenomena alam dapat direfleksikan melalui pembelajaran terpadu.
Terdapat berbagai macam model pembelajaran terpadu seperti yang dikemukakan oleh Fogarty (1991), yaitu : Fragmented, Connected, Nested,
Sequenced, Shared, Webbed, Threadhead, Integrated, Immersed, dan Networked. Menurut Fogarty (Sugiyanto dalam Garnies, 2009), model pembelajaran terpadu yang sesuai untuk dikembangkan dalam pembelajaran IPA ditingkat pendidikan di Indonesia, yaitu connected (keterhubungan),
integrated (keterpaduan), dan webbed (jaring laba-laba). Model connected
merupakan model terpadu yang berlandaskan pada suatu Kompetensi Dasar (KD) yang konsep-konsep pada KD tersebut dipertautkan dengan konsep pada KD lain dalam satu disiplin ilmu. Model integrated merupakan model terpadu yang menyajikan beberapa KD melalui topik yang konsepnya berkaitan dan saling tumpang tindih. Sedangkan webbed merupakan model terpadu yang berasal dari tema sebagai pemadu beberapa topik dari beberapa disiplin ilmu yang memiliki keterkaitan antara kompetensi dasar. Dalam penelitian ini, model pembelajaran terpadu yang digunakan adalah model
webbed atau disebut dengan model tematik. Pertimbangan digunakannya model ini karena penentuan tema yang dipilih yaitu „Polusi Cahaya‟,
merupakan suatu masalah yang erat dengan lingkungan sehari-hari dan memuat konsep - konsep yang saling berkaitan dari berbagai macam disiplin ilmu, yakni Fisika, Biologi, Kimia, PLH, IPS dan PKn.
Sesuai dengan Permendiknas nomor 22 tahun 2006 yaitu pengembangan pendidikan berdasar kondisi alam dan lingkungan, maka tema polusi cahaya dipilih sebagai pemadu atau penghubung antar lintas mata pelajaran. Mengingat kurangnya kesadaran manusia terhadap dampak industrialisasi dan penggunaan tata cahaya kota yang berlebihan yang biasa ditemui di lingkungan sehari - hari. Dampak yang ditimbulkan tersebut tidak hanya berpengaruh buruk terhadap kesehatan manusia, tetapi juga pada
(15)
3
kesetimbangan ekosistem hewan dan tumbuhan serta berpengaruh terhadap kebutuhan perekonomian bangsa. Semua permasalahan yang timbul hanya dapat dikaji melalui berbagai macam disiplin ilmu. Oleh karena itu, mata pelajaran yang dapat diintegrasikan melalui tema ini yaitu fisika dengan pembahasan mengenai cahaya dan optik, biologi berkaitan dengan pembahasan ekosistem, kependudukan dan permasalahan lingkungan, kimia berkaitan dengan bahan kimia dalam kehidupan, IPS berkaitan dengan permasalahan lingkungan hidup dan penanggulannya, PLH tentang melakukan kegiatan yang berhubungan dengan lingkungan hidup serta PKn berkaitan dengan norma-norma dan peraturan yang berlaku dalam kehidupan masyarakat.
Melalui pembelajaran tematik ini beberapa konsep yang relevan untuk dijadikan tema tidak perlu dibahas berulang kali dalam bidang kajian yang berbeda, sehingga penggunaan waktu untuk pembahasannya lebih efisien dan pencapaian tujuan pembelajaran juga diharapkan akan lebih efektif. Pembelajaran tematik dapat memberikan pengalaman yang bermakna kepada siswa, karena siswa diharapkan mampu memahami konsep - konsep dan keterampilan - keterampilan yang mereka pelajari dan menghubungkannya dengan konsep dan keterampilan lain yang sudah mereka pahami sehingga siswa mendapatkan pemahaman yang utuh terhadap suatu permasalahan yang dekat dengan lingkungan sehari-hari. Konsep dan keterampilan tersebut dapat berasal dari satu bidang studi (intrabidang studi), dapat pula dari berbagai bidang studi (antarbidang studi). Pengalaman ini sangat diperlukan dalam kehidupan, mengingat masalah yang kita hadapi hanya mungkin dapat diatasi secara tuntas dengan memanfaatkan berbagai bidang ilmu secara terpadu (Zuchdi, 2012; 41).
NSTA (National Science Teachers Association) merekomendasikan agar guru-guru IPA sekolah dasar dan menengah memiliki kecenderungan interdisipliner pada IPA. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Guru menyebutkan bahwa kompetensi guru mata pelajaran IPA SMP/MTs
(16)
4
salah satunya adalah memahami hubungan antar berbagai cabang IPA, dan hubungan IPA dengan matematika dan teknologi. Sebagai usaha untuk memenuhi tuntutan tersebut, guru-guru IPA SMP/MTs hendaknya disiapkan untuk memiliki kompetensi dalam biologi, kimia, fisika, bumi dan antariksa serta bidang IPA lainnya, seperti kesehatan, lingkungan, dan astronomi.
Fakta di lapangan berdasarkan studi pendahuluan di salah satu SMP Negeri di Kabupaten Bandung menunjukkan bahwa pembelajaran terpadu masih belum bisa diterapkan sebagaimana mestinya. Hal ini dikarenakan masih terdapat beberapa faktor yang menjadi kendala untuk menerapkan pembelajaran terpadu di sekolah, seperti belum mendukungnya sarana atau buku sumber yang disajikan secara terpadu dari pemerintah, guru menggunakan silabus dari pemerintah sebagai standar perencanaan pembelajaran sesuai dengan mata pelajarannya masing-masing, evaluasi pembelajaran seperti soal ujian nasional dari pemerintah tidak menyajikan soal secara terpadu, dan kurangnya kemampuan guru dalam menguasai mata pelajaran lain diluar bidang yang guru miliki karena tidak dibekali dengan keterampilan untuk menyajikan suatu pembelajaran secara terpadu.
Oleh karena itu, meskipun pemerintah sudah mensosialisasikan pembelajaran terpadu untuk sekolah dasar dan menengah, namun implementasi dari pembelajaran terpadu tersebut masih belum bisa diterapkan oleh pihak sekolah. Masih kurangnya kompetensi yang dimiliki guru dan belum tersedianya sarana untuk pembelajaran terpadu dinilai menjadi faktor utama yang menjadi kendala dalam melaksanakan pembelajaran terpadu. Sehingga sampai saat ini pembelajaran yang dinilai efektif oleh guru yaitu pembelajaran dengan tanpa memadukan atau mengintegrasikan beberapa mata pelajaran dalam satu tema atau topik pembelajaran.
Selama ini, sebagian besar pembelajaran menuntut hasil belajar yang mencakup ranah kognitif, afektif dan psikomotorik sesuai dengan taksonomi Bloom. Dalam pelaksanaanya, pembelajaran berbasis ranah Bloom pun tidak seimbang dengan lebih menitikberatkan pada ranah kognitif siswa. Untuk itu, peneliti dalam penelitian ini menggunakan new taxonomy of science
(17)
5
education yang telah dikembangkan oleh Allan J. McCormack dan Robert
E.Yager (1989) berdasarkan pada lima ranah atau lima domain, yaitu
knowledge domain, science process skill domain, creativity domain, attitudinal domain, serta application and connection domain. Lima ranah ini
merupakan perluasan, pengembangan dan pendalaman tiga ranah Bloom yang mampu meningkatkan aktivitas pembelajaran sains di kelas dan mengembangkan sikap positif terhadap mata pelajaran itu (Loucks-Horsley dalam Zuchdi, 2012).
Dalam pelaksanaan pembelajaran untuk lima ranah pada new taxonomy
of science education ini, digunakan perangkat pembelajaran model Susan
Louks-Horsley (SLH) melalui empat tahap pembelajaran. Keempat tahapan tersebut adalah tahap invited yaitu berupa penyajian demonstrasi atau fenomena. Tahap kedua explore and discover yaitu analisis, pengamatan untuk menjawab pertanyaan mereka sendiri terkait dengan demonstrasi yang dimunculkan. Tahap ketiga purpose and explanation, murid menyiapkan penjelasan dan penyelesaian, serta melaksankan apa yang mereka pelajari. Tahap terakhir taking action yaitu memberi kesempatan kepada murid untuk mencari kegunaan temuan mereka dan menerapkannya.
Dalam hal ini, attitudinal domain menjadi ranah yang cukup ditekankan sebagai hasil pembelajaran disamping ranah atau domain yang lain. Pertimbangan untuk hal ini dikarenakan banyak pihak menuntut peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan pendidikan karakter pada lembaga pendidikan formal. Tuntutan tersebut didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang, yakni meningkatnya kenakalan remaja dalam masyarakat, seperti perkelahian massal dan berbagai kasus moral lainnya. Bahkan di kota-kota besar tertentu, gejala tersebut telah sampai pada taraf yang sangat meresahkan. Oleh karena itu, lembaga pendidikan formal sebagai wadah resmi pembinaan generasi muda diharapkan dapat meningkatkan peranannya dalam pembentukan kepribadian peserta didik melalui peningkatan intensitas dan kualitas pendidikan karakter.
(18)
6
Sejalan dengan tuntutan UU nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 3 menyebutkan bahwa “ Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam pendidikan karakter tersimpan pembelajaran akhlak mulia yang mencakup etika (baik-buruk, hak-kewajiban), budi pekerti (tingkah laku), dan moral (baik-buruk menurut umum) sebagai perwujudan dari keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa”.
Salah satu gerakan dalam pendidikan karakter dapat diberi nama secara
eksplisit “pendidikan moral”. Pendidikan moral mencakup pengetahuan,
sikap, kepercayaan, keterampilan, dan perilaku yang baik, jujur, dan
penyayang atau dapat dikatakan dengan istilah “bermoral”. Tujuan utama
pendidikan moral adalah menghasilkan individu yang memahami nilai-nilai moral dan memiliki komitmen untuk bertindak konsisten dengan nilai-nilai tersebut. Mendidik karakter (menurut Lickona dalam Zuchdi, 2012), adalah mendidik tiga aspek kepribadian manusia: moral knowing, moral feeling or
attitudes, and moral behavior.
Untuk mengetahui kedudukan seseorang dalam perkembangan penalaran moral tersebut, Kohlberg mengemukakan tes dilema moral. Dari keputusan moral seseorang dalam menghadapi dilema tersebut, disertai alasan yang mendasari keputusan tersebut, dapat ditentukan pada tahap yang mana seseorang berada. Oleh karena itu, evaluasi yang dapat menggambarkan tingkat dan tahap penalaran moral tersebut harus dilengkapi dengan evaluasi terhadap tingkat perkembangan afektif yang terkait dengan permasalahan nilai/moral (Zuchdi, 2012; 38-39).
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, penulis melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Pembelajaran Tematik Polusi Cahaya untuk Meningkatkan Hasil Belajar dan Penanaman Karakter Siswa SMP”.
Sehingga timbul kebermaknaan dalam pembelajaran dan membuat peserta didik menjadi lebih memahami konsep secara utuh dan dapat menerapkan dalam ruang lingkup sehari-hari.
(19)
7
1.2. Rumusan Masalah
Untuk mengurangi permasalahan yang telah dikemukakan sebelumnya, pembelajaran tematik dihadirkan sebagai salah satu alternatif dalam upaya pengembangan kurikulum 2013 untuk dapat meningkatkan hasil belajar dan penanaman karakter siswa. Hasil belajar yang diukur dalam penelitian ini mencakup lima domain dalam new taxonomy of science education, sedangkan penanaman karakter dilakukan melalui tes dilema moral yang berkaitan dengan tema polusi cahaya. Dalam pelaksanaannya, pembelajaran terpadu menggunakan pembelajaran model Susan Loucks-Horsley (SLH) dengan empat tahapan pembelajaran pada setiap pertemuannya. Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah :
- Bagaimana peningkatan hasil belajar siswa setelah diterapkan pembelajaran tematik pada tema polusi cahaya ?
- Bagaimana profil karakter yang dimiliki siswa setelah diterapkan pembelajaran tematik pada tema polusi cahaya ?
- Bagaimana pola keterkaitan antardomain dalam new taxonomy of
science education ?
1.2.1 Batasan Masalah
Pembelajaran terpadu pada penelitian ini menggunakan pembelajaran model webbed (jaring) atau tematik yang berlandaskan pada satu tema yaitu polusi cahaya. Beberapa mata pelajaran yang diintegrasikan antara lain, fisika dengan pembahasan mengenai cahaya dan optik, biologi berkaitan dengan pembahasan ekosistem, IPS tentang kependudukan dan permasalahan lingkungan, kimia berkaitan dengan bahan kimia dalam kehidupan, PLH tentang kegiatan yang berhubungan dengan lingkungan hidup dan PKn tentang norma dan peraturan yang berlaku di masyarakat. Peningkatan hasil belajar siswa diukur berdasarkan lima domain dalam new taxonomy of
(20)
8
model Susan Loucks-Horsley (SLH) dengan empat tahapan pembelajaran. Beberapa domain yang diukur untuk hasil belajar diantaranya knowledge
domain (pengetahuan dan pemahaman), science process skill domain
(keterampilan proses sains), creativity domain (kreativitas), dan connecting
and application domain (mengintegrasikan dan aplikasi). Pengukuran untuk
domain-domain tersebut dilakukan melalui tes, lembar observasi dan tes dilema moral. Aspek moral yang diukur melalui tes dilema moral ini mengacu pada penalaran moral yang dikemukakan oleh Lickona yaitu, moral
knowing, moral feeling or attitudes, dan moral behavior. Namun, dalam
penelitian ini dibatasi hanya sampai moral knowing dan moral feeling saja. Untuk mengetahui bagaimana hubungan antardomain, digunakan analisis pola keterkaitan antardomain melalui nilai persentase siswa pada masing-masing domain.
1.2.2 Variabel Penelitian
Berdasarkan pada rumusan masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, yang menjadi variabel bebas dalam penelitian ini yaitu pembelajaran tematik dengan tema polusi cahaya. Sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini yaitu hasil belajar dan karakter siswa SMP.
1.2.3 Definisi Operasional
Untuk menghindari terjadinya perbedaan persepsi mengenai penelitian ini, maka definisi operasional variabel penelitian yang dimaksud dijelaskan sebagai berikut :
a) Pembelajaran terpadu model webbed atau disebut dengan pembelajaran tematik adalah suatu pembelajaran yang mengintegrasikan dua atau lebih bidang mata pelajaran dalam suatu pembelajaran dengan berlandaskan pada suatu tema. Tema yang dipilih sebagai pemadu atau penghubung antar lintas mata pelajaran yaitu polusi cahaya. Mata pelajaran yang diintegrasikan melalui tema ini yaitu fisika dengan pembahasan mengenai cahaya dan optik, biologi berkaitan dengan pembahasan ekosistem, IPS berkaitan dengan kependudukan dan permasalahan lingkungan, kimia berkaitan dengan bahan kimia dalam
(21)
9
kehidupan, PLH tentang melakukan kegiatan yang berhubungan dengan lingkungan hidup dan PKn tentang norma dan peraturan dalam masyarakat. Dalam pelaksanaan pembelajaran ini, digunakan pembelajaran model Susan Loucks-Horsley (SLH) berdasarkan lima ranah pada new taxonomy of science education. Pelaksanaan pembelajaran model SLH ini terbagi menjadi empat tahap. Tahap
invited, yaitu berupa penyajian demonstrasi atau fenomena. Tahap
kedua explore and discover yaitu observasi untuk menjawab pertanyaan mereka sendiri terkait dengan fenomena atau demonstrasi yang dimunculkan. Tahap ketiga purpose explanation, murid menyiapkan penjelasan dan penyelesaian. Tahap terakhir taking action yaitu memberi kesempatan kepada murid untuk mencari kegunaan temuan mereka dan menerapkannya. Untuk melihat keterlaksanaan penerapan pembelajaran model SLH, maka digunakan lembar keterlaksanaan sebagai lembar observasi agar diperoleh gambaran tentang kegiatan-kegiatan yang muncul selama pembelajaran. Penilaian menggunakan skor 1 jika aktivitas muncul/dilaksanakan dan skor 0 jika aktivitas tidak muncul.
b) Hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh individu setelah proses belajar berlangsung, yang dapat memberikan perubahan tingkah laku baik pengetahuan, pemahaman, sikap dan keterampilan siswa sehingga lebih baik dari sebelumya. Hasil belajar yang diukur melalui tema polusi cahaya mencakup lima domain berdasarkan pada new
taxonomy of science education yang dikembangkan Allan J.
McCormack dan Robert E. Yager (1989), yaitu :
- Domain I, knowledge (pengetahuan dan pemahaman)
Domain ini menuntut pengetahuan dan pemahaman berkaitan masalah - masalah sains dan sosial yang dimunculkan dalam topik - topik baru yang menekankan pengaruh teknologi dan sains dalam lingkungan yang dapat meningkatkan etika moral atau isu - isu sosial. Instrumen untuk mengukur domain ini dilakukan melalui tes
(22)
10
berisi 28 butir soal pada saat pretest dan posttest yang berkaitan dengan tema polusi cahaya. Peningkatan hasil belajar pada domain ini diukur berdasarkan nilai gain ternormalisasi.
- Domain II, science process skill (eksplorasi dan penemuan)
Domain ini berkaitan dengan mempelajari proses sains, meliputi obeservasi, komunikasi, klasifikasi, pengukuran, menyimpulkan, inferensi, memprediksi, penyusunan hipotesis, dan eksperimen. Instrumen untuk mengukur domain ini dilakukan melalui lembar observasi kegiatan siswa pada saat pelaksanaan pembelajaran terpadu berlangsung di kelas. Penilaian yang dilakukan berdasarkan pada rubrik yang telah ditetapkan dengan rentang skor 1-4.
- Domain III, imagining and creativity (imajinasi dan kreatifitas) Domain ini berkaitan dengan kemampuan berimajinasi, menggabungkan objek baru dan ide-ide baru dengan cara baru, memecahkan masalah, serta merancang suatu perangkat dan mesin. Instrumen yang digunakan untuk mengukur domain ini yaitu melalui laporan hasil kreatifitas siswa terhadap pembuatan produk yang terkait dengan tema polusi cahaya. Pembuatan produk yang dimaksud berupa pembuatan tudung lampu sebagai hasil kreatifitas setiap kelompok. Penilaian dilakukan berdasarkan pada rubrik yang telah ditentukan dengan rentang skor penilaian 1-4.
- Domain IV, attitudinal (sikap)
Hal-hal yang mencakup dalam domain ini antara lain: Pengembangan sikap positif terhadap sains secara umum, terhadap diri sendiri, penggalian emosi kemanusiaan, penampaan perasaan pribadi melalui cara yang konstruktif dan pengambilan keputusan tentang masalah-masalah sosial dan lingkungan. Instrumen untuk tes ini menggunakan tes dilema moral (TDM) meliputi dua aspek penalaran moral yang dikemukakan oleh Lickona yaitu moral
(23)
11
feeling dan moral knowing. Untuk mengetahui aspek moral apa saja
yang dimiliki siswa digunakan rubrik penilaian karakter agar dapat diamati kecenderungan karakter jawaban siswa.
- Domain V, connecting and application (mengintegrasi dan
aplikasi)
Domain ini mencakup beberapa hal yaitu, kemampuan berpikir kritis, memecahkan masalah, pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kesehatan pribadi, nutrisi, dan gaya hidup didasarkan pada pengetahuan konsep ilmiah serta kemampuan untuk membuat hubungan interdisipliner suatu ilmu dengan ilmu yang lainnya. Aspek yang diukur pada domain ini yaitu kemampuan hubungan siswa dalam mengintegrasikan suatu mata pelajaran dengan mata pelajaran yang lain. Untuk mengetahui kemampuan siswa tersebut, penilaian dilakukan melalui analisis nilai pada setiap wacana yang terdapat pada tes dengan menggunakan nilai persentase yang diperoleh siswa pada setiap wacana tersebut.
Untuk dapat mengetahui bagaimana keterkaitan antardomain, dilakukan analisis pola keterkaitan antardomain dengan melihat perolehan nilai persentase siswa pada domain I, domain II, domain III dan domain V, serta karakter apa saja yang muncul pada domain IV.
c) Penanaman karakter merupakan salah satu upaya dalam rangka mengembangkan sikap dan nilai pada diri siswa. Tujuan dari upaya penanaman karakter siswa ini adalah mengembangkan kompetensi siswa dalam pemecahan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari dengan berdasarkan lima ranah pada taksonomi untuk pendidikan sains (Loucks-Horsley dalam Zuchdi, 2012). Melalui polusi cahaya, siswa ditanamkan karakter positif pada saat menghadapi permasalahan polusi cahaya yang dilakukan pada tahap taking action di
(24)
12
setiap pertemuan pembelajaran. Permasalahan yang dimunculkan melalui tes dilema moral yang dikemukakan oleh Kohlberg dapat menghasilkan bagaimana profil karakter yang dihasilkan setiap siswa ketika dihadapkan pada suatu permasalahan moral dengan menganalisis kecenderungan jawaban siswa terhadap permasalahan moral tersebut.
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, tujuan utama dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran penerapan pembelajaran tematik dengan tema polusi cahaya terhadap peningkatan hasil belajar dan menganalisis profil karakter siswa SMP.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1. Segi praktik
Penelitian yang dilakukan diharapkan memiliki kegunaan dalam hal positif yaitu sebagai alternatif untuk membantu pemahaman guru terhadap implementasi pembelajaran terpadu yang diterapkan dalam pembelajaran di kelas dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa. 1.4.2. Segi kebijakan
Pembelajaran tematik pada penelitian ini dapat dijadikan sebagai alternatif pembelajaran yang mendukung kebijakan baru dalam pendidikan yaitu kebijakan pengembangan kurikulum 2013.
1.5 Struktur Organisasi
Susunan penulisan skripsi ini yaitu bab I pendahuluan, terdiri dari latar belakang, rumusan masalah (batasan masalah, variabel penelitian dan definisi operasional), manfaat penelitian dan struktur organisasi. Bab II kajian teori, terdiri dari pembelajaran terpadu, pembelajaran tematik polusi cahaya (konsep, karakteristik, tujuan, landasan, prinsip-prinsip merancang tema, alur
(25)
13
perencanaan pembelajaran, kelebihan dan kekurangan model tematik ), pembelajaran model Susan Loucks-Horsley, hasil belajar, dan penanaman karakter. Bab III metode penelitian terdiri dari subjek penelitian, metode dan desain penelitian, prosedur penelitian, instrumen penelitian, teknik analisis instrumen, analisis uji instrumen, teknik pengumpulan dan teknik pengolahan data. Bab IV hasil penelitian dan pembahasan terdiri dari, pelaksanaan penelitian, dan hasil belajar. Bab V terdiri dari kesimpulan dan rekomendasi. Setelah itu, daftar pustaka dan daftar lampiran.
(26)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Subjek PenelitianPada penelitian ini, subjek yang diteliti adalah siswa kelas VIII-A SMPN 1
Lembang sejumlah 27 siswa. Pemilihan subjek didasarkan pada pertimbangan yang diperoleh dari rekomendasi guru yang bersangkutan. Beberapa pertimbangan
tersebut seperti, nilai rata-rata ulangan harian kelas lebih tinggi dibandingkan
dengan kelas yang lain, siswa-siswi kelas tersebut aktif dalam belajar, banyak
siswa yang memiliki keterampilan baik, hal ini dilihat dari banyaknya siswa yang mengikuti kegiatan ekstrakulikuler. Melalui pertimbangan tersebut, diharapkan subjek dapat memberikan hasil yang baik sesuai dengan apa yang diinginkan oleh peneliti.
3.2 Metode dan Desain Penelitian
Metode pendekatan penelitian yang digunakan yaitu metode kombinasi atau
mixed methods. Metode kombinasi adalah pendekatan penelitian yang
menggabungkan atau menghubungkan dua jenis metode dalam penelitian, yaitu metode kuantitatif dan metode kualitatif (Creswell dalam Sugiyono, 2013). Sejalan dengan yang diungkapkan oleh Tashakkori dan Creswell (Donna. M. Martens dalam Sugiyono, 2013), ‘penelitian kombinasi merupakan penelitian dimana peneliti mengumpulkan dan menganalisis data, mengintegrasikan temuan dan menarik kesimpulan secara inferensial dengan menggunakan dua pendekatan atau metode penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif dalam satu studi’. Pertimbangan menggunakan metode ini berdasarkan pada asumsi bahwa penelitian
dapat menggunakan metode kombinasi karena masing-masing metode memiliki
(27)
39
melengkapi data penelitian yang dikumpulkan oleh peneliti (Hanson, WE. et.al.2010; Sugiyono, 2013).
Desain penelitian kombinasi yang digunakan pada penelitian ini yaitu
concurrent embedded (campuran tidak berimbang). Desain penelitian ini
menggabungkan antara metode penelitian kualitatif dengan metode kuantitatif
secara tidak seimbang dan digunakan secara bersama-sama, dalam waktu yang
sama tetapi independen untuk menjawab rumusan masalah sejenis. Dalam desain ini terdapat dua metode, yaitu metode kuantitatif sebagai metode primer dan metode kualitatif sebagai metode sekunder atau sebaliknya (Sugiyono, 2013;42). Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode kuantitatif sebagai metode primer dan metode kualitatif sebagai metode sekunder.
3.3 Prosedur Penelitian
Penelitian menggunakan metode penelitian yang mengacu pada Mixed
methods dengan desain penelitian kombinasi yaitu concurrent embedded
(campuran tidak berimbang). Langkah-langkah penelitian metode kuantitatif
sebagai metode primer dan metode kualitatif sebagai metode sekunder ditunjukkan oleh Gambar 3.1 sebagai berikut (Sugiyono, 2013; 538)
Gambar 3.1 Metode Penelitian Mixed MethodsConcurrent Embedded,
Metode Kuantitatif sebagai Metode Primer dan Kualitatif Sekunder Masalah dan
rumusan
masalah Landasan teori
Pengumpulan dan analisis data KUANTITATIF Pengumpulan dan
analisis data kualitatif Analisis data KUAN
dan kual Penyajian data
hasil penelitian Kesimpulan
(28)
40
Tahap-tahap tersebut dijelasakan sebagai berikut :
1) Tahap masalah dan rumusan masalah meliputi :
- Mempelajari pengembangan kurikulum 2013 tentang IPA terpadu
khususnya pada tingkat SMP/MTs.
- Menganalisis isu-isu sosial yang berkembang di masyarakat berkaitan
dengan kurangnya kompetensi pendidikan karakter di dalam kurikulum.
- Menentukan rumusan masalah dan pertanyaan penelitian
2) Tahap Landasan Teori meliputi :
a. Menentukan teori yang digunakan untuk memperjelas masalah
- Menganalisis berbagai macam pembelajaran terpadu menurut Fogarty.
- Menganalisis Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mengenai
pokok bahasan yang dijadikan materi pembelajaran dalam penelitian dengan maksud untuk mengetahui kompetensi dasar yang hendak dicapai untuk jenjang SMP.
- Menentukan tema tentang permasalahan yang berkembang di
masyarakat untuk dijadikan sebagai tema pemadu.
- Menganalisis hasil belajar menurut new taxonomy of science education
yang dikembangkan McCormack dan Yager.
- Menganalisis model pembelajaran menurut yang dikembangkan Susan
Loucks-Horsley.
- Mengidentifikasi masalah pembelajaran berkaitan dengan penanaman
karakter.
- Mempelajari pendidikan karakter menurut Lickona.
b. Menyusun instrumen penelitian
- Menyusun kisi-kisi tes soal terpadu dengan tema polusi cahaya yang
memadukan beberapa disiplin ilmu seperti fisika, biologi, kimia, IPS, PKn dan lainnya.
- Menyusun rubrik penilaian untuk domain science process skill dan
(29)
41
- Menyusun tes dilema moral berdasarkan permasalahan yang sering
ditemui dalam kehidupan bermasyarakat.
- Menyusun rubrik penilaian tes dilema moral yang berkaitan dengan
polusi cahaya.
c. Memvalidasi instrumen dan menguji coba isntrumen
- Memvalidasi instrumen tes (validasi isi) oleh pakar.
- Mengujicobakan tes yang telah mengalami revisi ahli.
- Memvalidasi instrumen tes dilema moral oleh pakar psikologi.
- Mengujicobakan tes dilema moral yang telah mengalami revisi ahli.
- Menganalisis dan mengidentifikasi kemampuan pemahaman dan moral
siswa SMP berdasarkan hasil uji coba
- Merancang pendekatan, metode pembelajaran, media dan sumber
belajar yang menarik, memudahkan dan membantu dalam pembelajaran.
- Menyusun perangkat pembelajaran seperti rencana pelaksanaan
pembelajaran, skenario pembelajaran dan lembar kerja siswa.
3) Tahap pengumpulan datameliputi :
a. Tahap pengumpulan data kuantitatif :
- Memberikan tes sejumlah 28 butir soal kepada masing-masing siswa
dalam kelas eksperimen untuk pretest dan posttest.
- Memberikan tes dilema moral sejumlah satu butir soal untuk setiap
pertemuan (ada tiga pertemuan) kepada masing-masing siswa dalam
kelas eksperimen.
b. Tahap pengumpulan data kualitatif
- Melakukan observasi pada kegiatan diskusi siswa dilakukan oleh tiga
orang observer (pengamat) untuk mengukur domain science process
skill.
- Melakukan observasi baik secara langsung maupun tidak langsung oleh
peneliti untuk mengukur domain creativity melalui laporan pembuatan
(30)
42
c. Mengimplementasikan rancangan pembelajaran yang telah ditentukan
untuk tiga kali pertemuan pembelajaran.
4) Tahap analisis data meliputi :
a. Data Kuantitatif
- Menganalisis data tes yang diperoleh dari hasil pretest dan posttest
- Menganalisis data hasil tes dilema moral untuk tiga soal yang berkaitan
dengan permasalahan polusi cahaya.
b. Data Kualitatif
- Menganalisis data hasil penilaian domain science process skill
berdasarkan pada rubrik penilaian.
- Menganalisis data hasil penilaian domain imagining and creativity
berdasarkan pada rubrik penilaian.
5) Menyajikan data hasil penelitian
- Menganalisis setiap data yang diperoleh baik secara kuantitatif maupun
kualitatif untuk mengetahui hasil belajar siswa berdasarkan new
taxonomy of science education.
- Menganalisis data kuantitatif dan data kualitatif untuk mengetahui data
mana yang dapat digabungkan dan dibandingkan untuk memperkuat hasil temuan yang diteliti.
6) Menyusun kesimpulan dan saran
- Kesimpulan berupa jawaban singkat mengenai rumusan masalah
berdasarkan data kuantitatif dan kualitatif.
- Saran berupa pemaparan kekurangan-kekurangan yang terjadi selama
penelitian dilakukan.
3.4 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat pada waktu penelitian yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah
(31)
43
diolah (Arikunto, 2010). Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tes penguasaan konsep, tes pengukuran karakter dan perangkat pembelajaran. Secara rinci dijelaskan sebagai berikut :
a. Tes Penguasaan Konsep (Kemampuan Terpadu)
Tes ini berisi soal terpadu sebanyak 28 butir soal pilihan ganda dengan lima pilihan di setiap soal, dan terdapat sebuah wacana berkaitan dengan tema polusi cahaya untuk setiap tujuh butir soal. Tes ini digunakan untuk mengukur domain I
(knowledge and understanding) dan domain V (connecting and applying).
b. Tes Pengukuran Karakter
Tes yang digunakan untuk mengukur domain IV (attitudinal domain) yaitu
tes dilema moral (TDM). Tes dilema moral adalah tes studi kasus yang dapat
mengukur moral feeling, dan moral knowing seperti yang dikemukakan oleh
Lickona. Melalui tes ini, dapat dianalisis bagaimana kecenderungan karakter siswa yang muncul diklasifikasikan sesuai dengan jenis karakter yang dikemukakan oleh Lickona.
c. Perangkat pembelajaran
Perangkat pembelajaran terpadu yang digunakan pada penelitian ini antara lain Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), skenario pembelajaran, dan
Lembar Kerja Siswa (LKS) masing-masing untuk tiga kali pertemuan. Lembar
kerja siswa untuk setiap pertemuan disesuaikan dengan jumlah kelompok dalam kelas eksperimen yaitu sejumlah enam kelompok.
3.5 Teknik Analisis Instrumen
Sebelum instrumen tes terpadu digunakan, instrumen ini harus terlebih dahulu dianalisis untuk menguji kelayakannya dalam hal validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan taraf kesukaran.
3.5.1 Validitas Instrumen
Validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan suatu instrumen.Sebuah instrumen dikatakan valid jika instrumen tersebut
(32)
44
mengukur yang hendak diukur (Arikunto, 2010: 212). Nilai validitas dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:
=
√ � ∑ � ∑2− ∑ − ∑2 � ∑∑2− ∑ 2…. (3.a)
Keterangan:: koefisien korelasi antara variabel X dan Y
X : skor tiap butir soal
Y : skor total tiap butir soal
N : jumlah siswa
Tabel 3.1 Nilai korelasi dan interpretasi validitas (Arikunto, 2012: 89)
Nilai rxy Interpretasi
0,80 – 1,00 Sangat tinggi
0,60 – 0,80 Tinggi
0,40 – 0,60 Cukup
0,20 – 0,40 Rendah
0,00 – 0,20 Sangat rendah
3.5.2 Reliabilitas Instrumen
Realibilitas didefinisikan sebagai kestabilan hasil yang diperoleh orang yang sama jika dites dengan instrumen yang sama pada waktu yang berbeda. Teknik yang digunakan untuk mengukur tingkat relibilitas suatu instrumen adalah dengan
menggunakan menggunakan metoda belah dua (split half method). Dalam
menggunakan metode ini penguji hanya menggunakan sebuah tes dan dicobakan satu kali. Realibilitas tes dapat dihitung dengan persamaan berikut :
(33)
45
=
⁄ ⁄+ ⁄ ⁄
…. (3.b)
Keterangan:
: realibilitas instrumen
⁄ ⁄ : korelasi antara skor-skor setiap belahan tes
Tabel 3.2 Nilai korelasi dan interpretasi reliabilitas (Arikunto, 2012: 89 )
Nilai Interpretasi
0,800 – 1,00 Sangat tinggi
0,600 – 0,800 Tinggi
0,400 – 0,600 Cukup
0,200 – 0,400 Rendah
0,00 – 0,200 Sangat rendah
3.5.3 Tingkat Kesukaran Butir Soal
Analisis tingkat kesukaran dimaksudkan untuk mengetahui apakah soal yang diujikan tergolong soal yang mudah, sedang atau sukar. Untuk menghitung tingkat kesukaran tiap butir soal digunakan persamaan :
� =
�� …(3.c)
Keterangan:
� : indeks kesukaran
: banyaknya siswa yang menjawab soal dengan
� : jumlah peserta tes
Tabel 3.3 Indeks Kesukaran dan Klasifikasinya (Arikunto, 2012: 225)
P-P Klasifikasi
0,00 – 0,29 Soal sukar
0,30 – 0,69 Soal sedang
(34)
46
3.5.4 Daya Pembeda Soal
Daya pembeda butir soal adalah kemampuan butir soal untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. (Arikunto, 2012). Daya Pembeda butir soal dapat ditentukan dengan rumusan sebagai berikut :
� = � −� = � − � …(3.d) Keterangan :
D = Daya pembeda butir soal
BA = Banyak peserta kelompok atas yang menjawab soal itudengan benar
BB = Banyak peserta kelompok bawah yang menjawab soal itudengan benar
JA = Banyaknya peserta kelompok atas
JB = Banyaknya peserta kelompok bawah
PA = Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar
PB = Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar
Kategori daya pembeda butir soal yang telah diujicobakan dapat ditentukan berdasarkan interpretasi daya pembeda butir soal pada Tabel 3.5 dibawah ini :
Tabel 3.4 Nilai daya pembeda dan tingkat kesukaran (Arikunto,2012: 232)
3.6 Analisis Uji Instrumen
Uji instrumen tes yang berjumlah 28 butir soal diberikan pada kelas IX di SMP Negeri 1 Lembang dan dilaksanakan pada hari Rabu, tanggal 8 Mei 2013. Jumlah siswa yang mengikuti tes untuk uji instrument berjumlah 32 siswa. Dari
Nilai Daya Pembeda Tingkat Kesukaran
Negatif Soal dibuang
0,00-0,20 Jelek
0,21-0,40 Cukup
0,41-0,70 Baik
(35)
47
hasil pengolahan yang dilakukan (terlampir dalam Lampiran C; 188), rata-rata
nilai validitas soal yang diperoleh hanya 0,24 dengan kategori validitas yang rendah. Dari 28 soal, enam soal yang memiliki nilai validitas lebih dari 0,40 dengan kategori cukup, enam soal yang termasuk dalam kategori sangat rendah, dan tiga soal yang termasuk dalam kategori tidak valid, yaitu soal nomor 17, nomor 19 dan nomor 9. Untuk soal yang termasuk dalam kategori tidak valid dan sangat rendah, dilakukan perbaikan dengan dan memperbaiki kalimat dalam pertanyaan atau pilihan ganda.
Untuk rata-rata nilai tingkat kesukaran soal diperoleh nilai sebesar 0,68
dengan kategori sedang. Dari 28 soal tes yang diberikan, terdapat tiga soal yang termasuk ke dalam kategori sukar, yaitu soal nomor 20, nomor 23 dan nomor 24.
Untuk rata-rata nilai daya pembeda soal diperoleh nilai sebesar 0,16 dengan
kategori Jelek. Berdasarkan nilai daya pembeda yang diperoleh, terdapat tiga soal yang termasuk dalam kategori soal dibuang yaitu soal nomor 8, nomor 16 dan nomor 19. Nilai reliabilitas soal tes terpadu yang diperoleh yaitu sebesar 0,75 dengan kategori tinggi. Melalui uji instrumen ini, beberapa soal yang memiliki nilai daya pembeda dan nilai validitas yang rendah direvisi kembali dengan tujuan agar instrumen yang digunakan pada saat penelitian dilakukan menjadi lebih baik dari uji coba ini. Namun secara keseluruhan tidak ada soal yang dibuang tetapi diperbaiki kembali, hal ini dilakukan atas dasar pertimbangan agar tidak menghilangkan salah satu indikator yang ingin dicapai.
3.7 Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, data yang dikumpulkan dapat digolongkan menjadi dua
jenis yaitu data dari tes dan data dari non-tes.
3.7.1 Tes
Tes ini berisi 28 butir soal pilihan ganda dengan 4 buah wacana yang
berkaitan dengan polusi cahaya Pada masing-masing satu buah wacana terdapat
(36)
48
Lampiran B1: 132) ini dilakukan untuk mengukur domain I yaitu knowledge and
understanding domain serta domain V yaitu connecting and applying domain.
3.7.2 Tes Dilema Moral
Melalui tes ini siswa diberikan teks berupa suatu permasalahan mengenai permasalahan polusi cahaya berikut pertanyaannya. Tes ini diberikan sebanyak satu butir soal untuk setiap pertemuan dan diberikan pada akhir pembelajaran. Tes dilema moral (terlampir dalam Lampiran B4: 156) yang dikembangkan oleh
Kohlberg ini digunakan untuk mengukur domain IV, yaitu attitudinal domain.
3.7.3 Lembar Observasi Domain II dan III
Untuk mengukur domain II yaitu science process skill domain dan domain
III yaitu imagining and creativity domain, digunakan lembar observasi dengan
penilaian yang berdasarkan pada rubrik yang telah ditentukan. Lembar observasi
science process skill (terlampir dalam lampiran B2: 147) digunakan saat terjadinya
diskusi yang dilakukan siswa saat pembelajaran berlangsung. Data yang diperoleh diambil dari hasil pengamatan tiga orang observer yang menilai aktivitas siswa
selama diskusi terjadi. Sedangkan untuk domain imagining and creativity
(terlampir dalam Lampiran B3: 153), penilaian yang dilakukan berupa penilaian produk yang langsung dinilai oleh peneliti berdasarkan pada produk yang dihasilkan siswa. Rubrik pada lembar observasi dalam kedua domain ini terdiri
dari beberapa aspek penilaian dengan rentang skor 1 - 4.
3.7.4 Lembar Observasi Keterlaksanaan
Untuk mengukur keterlaksanaan pembelajaran terpadu model Susan Loucks
-Horsley, digunakan lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran (terlampir dalam Lampiran B5: 157) untuk setiap pertemuan. Penilaian dilakukan oleh tiga
orang observer dengan menggunakan sign system, (√) bila aktivitas muncul dan (-)
(37)
49
3.8 Teknik Pengolahan Data
Setelah penelitian di kelas eksperimen telah dilaksanakan, tahap yang
dilakukan selanjutnya yaitu pengolahan data, sebagai berikut: 3.8.1 Tes (domain I)
Teknik pengolahan data untuk tes menggunakan analisis kuantitatif dengan menghitung gain yang dinormalisasikan yaitu perbandingan dari skor gain aktual dengan skor gain maksimum. Skor gain aktual yaitu skor gain yang diperoleh peserta didik dari selisih skor tes awal dan skor tes akhir sedangkan skor gain maksimum adalah skor gain tertinggi yang mungkin diperoleh peserta didik.
Langkah-langkah perhitungannya adalah sebagai berikut:
a. Menghitung gain skor pretest dan skor posttest (terlampir dalam
Lampiran D1; 209). Gain adalah selisih antara skor pretest dan skor
posttest. Gain dapat ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai
berikut.
1
2 T
T
g ….(3.e)
Dengan T1 adalah skor tes awal (pretest)
T2 adalah skor tes akhir (posttest).
b. Menghitung gain ternormalisasi untuk setiap peserta didik. Gain
ternormalisasi merupakan perbandingan antara skor gain yang diperoleh peserta didik dan dirumuskan sebagai berikut.
1 1 2 T S T T g i
….(3.f)
Dengan T1 adalah skor tes awal (pretest),
T2 adalah skor tes akhir (posttest), Si adalah skor ideal.
c. Menentukan nilai rata-rata gain ternormalisasi untuk seluruh peserta
(38)
50
d. Menentukan kriteria efektivitas model pembelajaran berdasarkan kriteria
rata-rata gain ternormalisasi yang tercantum pada tabel berikut.
Tabel 3.5 Kriteria Rata
-Rata Nilai Gain
Ternormalisasi
(R.R.Hake,1998)
3.8.2 Tes (domain V)
Pengolahan data tes untuk domain V ini dilakukan dengan menghitung jumlah jawaban siswa yang menjawab benar pada setiap wacana dalam tes terpadu. Setelah klasifikasi tersebut, dilakukan penjumlahan total pada setiap
wacana untuk kemudian dihitung nilai rata-rata persentase yang diperoleh siswa
(terlampir dalam lampiran D5; 217). Dengan begitu dapat disimpulkan bagaimana kemampuan siswa dalam mengintegrasikan suatu mata pelajaran dengan mata pelajaran lain yang terdapat pada tes terpadu. Perhitungan untuk pengolahan data tersebut menggunakan persamaan berikut .
Nilai (%) = ℎ ℎ � � …. (3.g)
3.8.3 Tes dilema moral (domain IV)
Pengolahan data tes dilema moral dilakukan dengan menggunakan nilai 1 jika jawaban siswa termasuk pada kriteria penilian pada setiap aspek moral yang telah ditentukan, dan nilai 0 jika jawaban siswa tidak termasuk pada kriteria
Gain Klasifikasi
� ≥ ,7 Tinggi
,7 > � ≥ , Sedang
(39)
51
penilaian pada masing-masing aspek. Setelah semua jawaban siswa dinilai,
langkah selanjutnya yaitu dengan menghitung total nilai yang diperoleh pada setiap aspek kemudian dibuat persentasenya.
% �� =
∆� ��
�
….(3.h)dengan % skor adalah persentase skor setiap aspek moral
` ∆� adalah jumlah nilai siswa pada masing-masing aspek
N adalah jumlah siswa
Berdasarkan persentase nilai yang diperoleh pada setiap aspek moral, dapat
diketahui berapa persen siswa yang memiliki nilai moral pada masing-masing
moral knowing, dan moral feeling (terlampir dalam lampiran D4; 213). Berikut ini
jenis karakter menurut Lickona beserta kriteria masing-masing aspeknya.
a. Aspek Konsep Moral (Moral Knowing)
Kesadaran Moral (Moral Awareness) :
Kesadaran adanya dampak polusi cahaya, kesadaran hidup serasi, selaras dan seimbang dengan lingkungan baik biotik maupun abiotik
Pengetahuan Nilai Moral (Knowing Moral Value) :
Pemahaman nilai-nilai moral yang diterapkan dalam menghadapi masalah
polusi cahaya
Pandangan ke Depan (Perspective Taking) :
Memandang situasi dari sudut pandang orang lain maupun diri sendiri dalam merasakan permasalahan yang terjadi
Penalaran Moral (Moral Reasoning) :
Pemahaman nilai moralitas terhadap adanya polusi cahaya di lingkungan sekitar
Pengambilan Keputusan (Decision Making) :
Menentukan cara mengatasi permasalahan akibat polusi cahaya
(40)
52
Introspeksi diri mengenai perbuatan yang mungkin dapat mengakibatkan polusi cahaya
b. Aspek Sikap Moral (Moral Feeling)
Kata Hati (Conscience) :
Kata hati mengenai hal yang dipandang baik dan benar
Rasa Percaya Diri (Self Esteem) :
Rasa percaya diri terhadap kebebasan berpendapat mengenai permasalahan yang terjadi
Empati (Empathy) :
Rasa empati terhadap orang atau makhluk yang merasa terganggu/tertekan oleh kehadiran polusi cahaya
Cinta Kebaikan (Loving The Good) :
Senang berbuat baik terhadap pemeliharaan lingkungan untuk mencegah dampak polusi cahaya
Pengendalian Diri (Self Control) :
Pengendalian diri terhadap penggunaan fasilitas dengan tanggung jawab
Kerendahan Hati (Humility) :
Menjunjung tinggi sikap menghargai dan menghormati pendapat orang lain 3.8.4 Lembar observasi (domain II)
Penilaian domain II menggunakan skor dengan rentang skor 1 - 4 dengan
berdasarkan pada rubrik yang telah ditentukan. Skor tersebut kemudian dihitung
rata-rata nilai kelompok untuk setiap pertemuan. Dari rata-rata tersebut diperoleh
nilai rata-rata yang terkecil dan terbesar, kemudian dibuat rentang skor untuk
masing-masing kategori kurang, cukup dan rendah (terlampir dalam lampiran D2;
210).
3.8.5 Lembar observasi (domain III)
Penilaian domain III menggunakan skor dengan rentang skor 1 - 4 dengan
(41)
53
rata-rata nilai kelompok untuk setiap aspek penilaian yaitu aspek desain, aspek
proses dan aspek produk. Dari rata-rata tersebut diperoleh nilai rata-rata yang
terkecil dan terbesar, kemudian dibuat rentang skor untuk masing-masing kategori
kurang, cukup dan rendah (terlampir dalam lampiran D3; 212).
3.8.6 Lembar keterlaksanaan pembelajaran Susan Loucks-Horsley (SLH)
Penilaian keterlaksanaan pembelajaran menggunakan nilai 1 jika aktivitas pembelajaran muncul atau terlaksana dan nilai 0 jika aktivitas pembelajaran tidak muncul atau tidak terlaksana. Setelah itu, nilai dijumlahkan pada setiap tahapan pembelajaran kemudian dibuat persentasenya (terlampir dalam lampiran D6; 218). 3.8.7 Analisis keterkaitan antar domain
Untuk mengetahui bagaimana keterkaitan atau hubungan antara domain satu
dengan domain yang lainnya dalam new taxonomy of science education, dilakukan
analisis dengan melihat hasil belajar siswa dalam lima domain (terlampir dalam Lampiran D7; 222). Jika nilai yang diperoleh siswa menunjukkan nilai yang baik pada setiap domain, maka dapat dikatakan hasil belajar siswa secara menyeluruh meningkat dengan baik. Namun, jika terdapat siswa yang memiliki nilai rendah dalam salah satu domain, maka terjadi ketidakseimbangan peningkatan hasil belajar yang dialami siswa.
(42)
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian dan pengolahan data yang telah dilakukan, penerapan pembelajaran tematik dengan tema polusi cahaya secara keseluruhan dapat meningkatkan hasil belajar dan dapat menanamkan karakter siswa di SMP Negeri 1 Lembang, beberapa hal yang dapat disimpulkan dari penelitian ini dijelaskan sebagai berikut :
1) Pembelajaran tematik, secara keseluruhan dapat meningkatkan hasil belajar yang berdasarkan pada new taxonomy of science education. Hasil belajar yang diukur mencakup lima domain, yaitu :
- domain I knowing and undersanding, diperoleh nilai gain dinormalisasi sebesar 0,221 dengan kategori rendah
- domain II science process skill, khususnya pada kemampuan sains dasar siswa diperoleh nilai rata-rata sebesar 16,67 dengan kategori baik
- domain III imagining and creativity, diperoleh nilai rata-rata kreatifitas siswa sebesar 8,75 dengan kategori baik
- domain IV attitudinal domain diperoleh nilai persentase lebih dari 75% pada dua aspek moral knowing dan moral feeling.
- domain V connecting and application, diperoleh nilai rata-rata persentase sebesar 63, 35% pada pretest dan 71,29% pada posttest. Dengan begitu, terjadi peningkatan kemampuan siswa untuk mengintegrasikan suatu mata pelajaran dengan mata pelajaran yang lain dalam satu tema yaitu sebesar 7,94%..
(43)
76
2) Profil karakter siswa setelah diterapkannya pembelajaran model webbed menunjukkan banyaknya aspek moral yang muncul saat siswa dihadapkan pada dilema moral berkaitan tentang polusi cahaya.
3) Hasil analisis pola keterkaitan antar domain menunjukkan bahwa siswa yang memiliki pemahaman konsep yang tinggi belum tentu memiliki kemampuan proses sains, dan kreatifitas yang tinggi serta banyaknya aspek moral yang dimiliki siswa tersebut.
5.2 Rekomendasi
Setelah dilakukan penelitian dan pengolahan data, ada beberapa hal yang dapat dijadikan saran untuk penelitian selanjutnya, yaitu :
1) Dalam menerapkan pembelajaran Susan Loucks-Horsley (SLH), media pembelajaran harus dipersiapkan dengan baik terutama media untuk siswa melakukan diskusi kelompok. Jika ingin mengamati pengaruh cahaya buatan terhadap pengamatan bintang (dalam power point) sebaiknya diperhatikan banyaknya jumlah cahaya buatan yang digunakan.
2) Pada saat melakukan diskusi kelompok sebaiknya siswa diperingatkan lebih tegas mengenai waktu diskusi yang diberikan agar tidak merubah alokasi waktu pada tahapan pembelajaran yang lain.
3) Bahan diskusi sebaiknya tidak menggunakan artikel agar siswa lebih termotivasi selama melakukan diskusi kelompok.
4) Alokasikan waktu yang cukup agar siswa dapat mempresentasikan hasil produk yang dibuat dengan kelompoknya masing-masing.
5) Perhatikan kondisi dan motivasi siswa saat akan melaksanakan posttest. Jika tidak memungkinkan untuk melakukan posttest sebaiknya diganti pada hari yang lain agar konsentrasi siswa untuk mengisi posttest tidak terganggu.
(44)
77
6) Permasalahan yang dipilih untuk tes dilema moral sebaiknya permasalahan yang secara langsung dapat dirasakan, dialami, atau dijumpai oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari agar dapat mencerminkan bagaimana moral
knowing, moral feeling dan moral action yang siswa miliki.
7) Rancang suatu kegiatan berdasarkan permasalahan pada tes dilema moral agar siswa dapat mengaplikasikan moral knowing dan moral feeling ke dalam moral action yang dapat terukur.
8) Analisis dan pengolahan data tes dilema moral sebaiknya berada di bawah arahan seorang ahli dalam bidang psikologi agar hasil analisis yang diperoleh memiliki landasan yang sangat kuat.
(45)
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian. Bandung. PT. Rineka Cipta. Arikunto, S. (2012). Dasar-Dasar Evaluasi. Jakarta. Bumi Aksara. Dahar, R.W. (1989). Teori - Teori Belajar. Jakarta. Erlangga.
Fogarty, R. (1991). “The Mindful School: How to Integrated The Curricula”.
Palatine, III. Skylight Publishing.
Hake, R. (1998). “Interactive-Engagement versus Traditional Methods: A six-Thousand-Student Survey of Mechanics Test Data for Introductory Physics
Courses”. Am J Phys, 66 (1), 64-67.
Hendriani, Y. (2012). Pengaruh Pembelajaran IPA Terpadu Terhadap
Pengembangan Literasi Sains Siswa SMPN 3 Cimahi dan SMPN 1 Lembang. Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga
Kependidikan Ilmu Pengetahuan Alam Bandung.
Hernawan, A. (2012). Pengembangan Model Pembelajaran Tematik Di Kelas
Awal Sekolah Dasar. Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan
FIP-UPI.
Kurniawan, D. (2011). Pembelajaran Terpadu ; Teori, Praktik dan Penilaian. Bandung. Pustaka Cendekia Utama.
Marzuki. (2012). "Pengintegrasian Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran di
Sekolah". FIS-UNY. Yogyakarta.
(46)
79
Muslich, M. (2011). Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis
Multidimensional. Jakarta. Bumi Aksara.
Panduan Pendidikan Karakter di SMP. (2011). Pendidikan Karakter di Sekolah
Menengah Pertama. Jakarta. Depdiknas.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Guru.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007
tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Permanasari, G. (2009). „Pembelajaran Tematik dengan Metode Kepala Bernomor
Terstruktur untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Biologi Siswa Kelas
VIIA Semester Genap SMP Negeri 8 Surakarta‟. Skripsi untuk memperoleh
gelar Sarjana Pendidikan Biologi. Surakarta.
Prasetyo, Z.K. (2007). “Taksonomi untuk Pendidikan Sains dan Implementasinya
dalam Model Pembelajaran SLH”. Jurnal Seminar Nasional MIPA.
(47)
80
Pusat Kurikulum, Balitbang. (2006). Panduan Pengembangan Pembelajaran IPA
Terpadu. Jakarta: Depdiknas.
Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang. (2011). Pembangunan Karakter
Bangsa,. Jakarta: Kemendiknas.
Sahlan, A. dan Angga T. P. (2012). Desain Pembelajaran Berbasis Pendidikan
Karakter. Yogjakarta. Ar-Ruzz Media.
Sanjaya, W. (2009). Kurikulum dan Pembelajaran. Kencana Prenada Media Group. Bandung.
Sudjana. (2005). Penilaian Hasil Belajar Proses Belajar Mengajar. Bandung. PT.Remaja Rosda Karya
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi (Mixed Methods). Bandung. Alfabeta.
Sutrisno. (2011). Pendahuluan Pendalaman Materi Fisika SMP. Jurusan Pendidikan Fisika UPI.
Sparks & Loucks-Horsley. (1989). “Five Models of Staff Development for
Teachers”. Journal of Staff Development. 10, (4).
Turpin, Tammy & Cage, B.N. (2004). "The Effects of an Integrated, Activity-Based Science Curriculum on Student Achievement, Science Process Skill, and Science Attitudes". Electronic Journal of Literacy Through Science. (3). 1-14.
Utama, J.A. dan Aviyanti, L. (2009). "Polusi Cahaya: Dampak dan Solusi yang Ditawarkan". Jurnal Konferensi Himpunan Astronomi Indonesia. Bandung.
(48)
81
Wilujeng, I. (2012). "Redesain Kurikulum S1 Pendidikan IPA Menuju Standards For Secondary Science Teacher Preparation". Jurnal Seminar Nasional ISPI. Yogyakarta
Yasin, Mujakir. (2009). Implikasi Pembelajaran Sains Terpadu (Integrated Science Instruction) di SMP. Jurnal Pemikiran Alternatif Kependidikan. 14, (1), 172-188.
Zuchdi, D. (2011). Pendidikan Karakter. Yogyakarta. UNY Press.
Zuchdi, D., Zuhdan K.P., & Muhsinatun S.M., (2012). Model Pendidikan
(1)
2) Profil karakter siswa setelah diterapkannya pembelajaran model webbed menunjukkan banyaknya aspek moral yang muncul saat siswa dihadapkan pada dilema moral berkaitan tentang polusi cahaya.
3) Hasil analisis pola keterkaitan antar domain menunjukkan bahwa siswa yang memiliki pemahaman konsep yang tinggi belum tentu memiliki kemampuan proses sains, dan kreatifitas yang tinggi serta banyaknya aspek moral yang dimiliki siswa tersebut.
5.2 Rekomendasi
Setelah dilakukan penelitian dan pengolahan data, ada beberapa hal yang dapat dijadikan saran untuk penelitian selanjutnya, yaitu :
1) Dalam menerapkan pembelajaran Susan Loucks-Horsley (SLH), media pembelajaran harus dipersiapkan dengan baik terutama media untuk siswa melakukan diskusi kelompok. Jika ingin mengamati pengaruh cahaya buatan terhadap pengamatan bintang (dalam power point) sebaiknya diperhatikan banyaknya jumlah cahaya buatan yang digunakan.
2) Pada saat melakukan diskusi kelompok sebaiknya siswa diperingatkan lebih tegas mengenai waktu diskusi yang diberikan agar tidak merubah alokasi waktu pada tahapan pembelajaran yang lain.
3) Bahan diskusi sebaiknya tidak menggunakan artikel agar siswa lebih termotivasi selama melakukan diskusi kelompok.
4) Alokasikan waktu yang cukup agar siswa dapat mempresentasikan hasil produk yang dibuat dengan kelompoknya masing-masing.
5) Perhatikan kondisi dan motivasi siswa saat akan melaksanakan posttest. Jika tidak memungkinkan untuk melakukan posttest sebaiknya diganti pada hari yang lain agar konsentrasi siswa untuk mengisi posttest tidak
(2)
77
6) Permasalahan yang dipilih untuk tes dilema moral sebaiknya permasalahan yang secara langsung dapat dirasakan, dialami, atau dijumpai oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari agar dapat mencerminkan bagaimana moral
knowing, moral feeling dan moral action yang siswa miliki.
7) Rancang suatu kegiatan berdasarkan permasalahan pada tes dilema moral agar siswa dapat mengaplikasikan moral knowing dan moral feeling ke dalam moral action yang dapat terukur.
8) Analisis dan pengolahan data tes dilema moral sebaiknya berada di bawah arahan seorang ahli dalam bidang psikologi agar hasil analisis yang diperoleh memiliki landasan yang sangat kuat.
(3)
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian. Bandung. PT. Rineka Cipta. Arikunto, S. (2012). Dasar-Dasar Evaluasi. Jakarta. Bumi Aksara. Dahar, R.W. (1989). Teori - Teori Belajar. Jakarta. Erlangga.
Fogarty, R. (1991). “The Mindful School: How to Integrated The Curricula”.
Palatine, III. Skylight Publishing.
Hake, R. (1998). “Interactive-Engagement versus Traditional Methods: A six-Thousand-Student Survey of Mechanics Test Data for Introductory Physics Courses”. Am J Phys, 66 (1), 64-67.
Hendriani, Y. (2012). Pengaruh Pembelajaran IPA Terpadu Terhadap
Pengembangan Literasi Sains Siswa SMPN 3 Cimahi dan SMPN 1 Lembang. Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga
Kependidikan Ilmu Pengetahuan Alam Bandung.
Hernawan, A. (2012). Pengembangan Model Pembelajaran Tematik Di Kelas
Awal Sekolah Dasar. Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan
FIP-UPI.
Kurniawan, D. (2011). Pembelajaran Terpadu ; Teori, Praktik dan Penilaian. Bandung. Pustaka Cendekia Utama.
Marzuki. (2012). "Pengintegrasian Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran di
(4)
79
Muslich, M. (2011). Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis
Multidimensional. Jakarta. Bumi Aksara.
Panduan Pendidikan Karakter di SMP. (2011). Pendidikan Karakter di Sekolah
Menengah Pertama. Jakarta. Depdiknas.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Guru.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007
tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Permanasari, G. (2009). „Pembelajaran Tematik dengan Metode Kepala Bernomor
Terstruktur untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Biologi Siswa Kelas
VIIA Semester Genap SMP Negeri 8 Surakarta‟. Skripsi untuk memperoleh
gelar Sarjana Pendidikan Biologi. Surakarta.
Prasetyo, Z.K. (2007). “Taksonomi untuk Pendidikan Sains dan Implementasinya
dalam Model Pembelajaran SLH”. Jurnal Seminar Nasional MIPA.
(5)
Pusat Kurikulum, Balitbang. (2006). Panduan Pengembangan Pembelajaran IPA
Terpadu. Jakarta: Depdiknas.
Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang. (2011). Pembangunan Karakter
Bangsa,. Jakarta: Kemendiknas.
Sahlan, A. dan Angga T. P. (2012). Desain Pembelajaran Berbasis Pendidikan
Karakter. Yogjakarta. Ar-Ruzz Media.
Sanjaya, W. (2009). Kurikulum dan Pembelajaran. Kencana Prenada Media Group. Bandung.
Sudjana. (2005). Penilaian Hasil Belajar Proses Belajar Mengajar. Bandung. PT.Remaja Rosda Karya
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi (Mixed Methods). Bandung. Alfabeta.
Sutrisno. (2011). Pendahuluan Pendalaman Materi Fisika SMP. Jurusan Pendidikan Fisika UPI.
Sparks & Loucks-Horsley. (1989). “Five Models of Staff Development for Teachers”. Journal of Staff Development. 10, (4).
Turpin, Tammy & Cage, B.N. (2004). "The Effects of an Integrated, Activity-Based Science Curriculum on Student Achievement, Science Process Skill, and Science Attitudes". Electronic Journal of Literacy Through Science. (3). 1-14.
(6)
81
Wilujeng, I. (2012). "Redesain Kurikulum S1 Pendidikan IPA Menuju Standards For Secondary Science Teacher Preparation". Jurnal Seminar Nasional ISPI. Yogyakarta
Yasin, Mujakir. (2009). Implikasi Pembelajaran Sains Terpadu (Integrated Science Instruction) di SMP. Jurnal Pemikiran Alternatif Kependidikan. 14, (1), 172-188.
Zuchdi, D. (2011). Pendidikan Karakter. Yogyakarta. UNY Press.
Zuchdi, D., Zuhdan K.P., & Muhsinatun S.M., (2012). Model Pendidikan