Persepsi dokter apoteker, asisten apoteker, dan pasien mengenai kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan tulisan dalam resep [Legibility] di empat rumah sakit umum di Kota Yogyakarta periode Maret-April 2007 - USD Repository

  

PERSEPSI DOKTER, APOTEKER, ASISTEN APOTEKER, DAN PASIEN

MENGENAI KELENGKAPAN RESEP DAN KEMUDAHAN

PEMBACAAN TULISAN DALAM RESEP (LEGIBILITY) DI EMPAT

RUMAH SAKIT UMUM DI KOTA YOGYAKARTA

  

PERIODE MARET-APRIL 2007

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

  

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Katarina Ratih Triuntari

  

NIM : 038114068

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

  

2007

  PERSEMBAHAN me u, di sepanjang perjalanan hidup kita. menjanjikan matahari tanpa hujan, dan kedamaian tanpa kesengsaraan kesen nan dan pe akan. u

  ( My Lord, Jesus Chr Santa Katarina malaikat p

  

Mama dan papa yang

titiek dan mimi yang selalu aku sayangi, dan almamaterku..................

  Allah mungkin tidak pernah njanjikan langit yang selalu bir bunga yang bertaburan indah, Allah mungkin tidak pernah sukacita tanpa kesedihan, karena sesungguhnya gsaraan membawa kita pada keteku ketekunan menimbulkan tahan uji tahan uji menimbulkan pengharapan ngharapan tidak mengecew

  Allah telah menjanjikan kekuatan untuk menempuh hari ini. KasihNya telah dicurahkan ke dalam hati kita ntuk belajar bagaimana bersyukur dan memaknai hidup...

  Roma 5:1-5) Sujud syukur ku persembahkan karya ini kepada : ist yang membuat segalanya indah pada waktunya, elindung pemberi semangat tiada henti, selalu ingin aku bahagiakan,

KATA PENGANTAR

  Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia cinta dan limpahan mukjizat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Persepsi Dokter, Apoteker, Asisten Apoteker dan

  

Pasien Mengenai Kelengkapan Resep dan Kemudahan Pembacaan Tulisan

dalam Resep (Legibility) di Empat Rumah Sakit Umum di Kota Yogyakarta

Periode Maret-April 2007” sebagai salah satu syarat u ntuk memperoleh gelar

Sarjana Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

  1. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Ap t. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  2. Ibu Aris Widayati, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing utama dan dosen penguji, yang dengan sabar membimbing, memberikan petunjuk, saran dan masukan yang berharga sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

  3. Bapak Drs.Sulasmono, Apt. selaku dosen penguji yang telah bersedia meluangkan waktu untuk menguji dan memberikan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

  4. Bapak Ipang Djunarko, S.Si., Apt. atas kesediaannya sebagai dosen penguji yang telah bersedia meluangkan waktu untuk menguji dan memberikan saran.

  Dra. MK.Pontjosiwi.W selaku Kepala Dinas Perizinan Pemerintah Kota Yogyakarta, yang telah berkenan memberikan izin penelitian kepada penulis.

  6. Bapak dr. H. Muhammad Iqbal, Sp.PD. M.Kes selaku Direktur RS P.K.U Muhammadiyah, Bapak dr. Mulyo Hartana, Sp.PD selaku Direktur RSUD Kota Yogyakarta, Bapak dr. Sugianto, Sp.S, M.Kes, Ph.D selaku Direktur RS Bethesda, dan Bapak dr. Supriyanto selaku Direktur RS DKT “Dr. Soetarto” yang telah berkenan memberikan izin penelitian kepada penulis.

  7. Ibu Dra. Hj. Inayati, M.Si., Apt. selaku Kepala Instalasi Farmasi RS P.K.U Muhammadiyah, Ibu Dra. Endang Sulistyani, Apt., M.Kes. selaku Kepala Instalasi Farmasi RSUD Kota Yogyakarta, Ibu Dra. P. E. Wardani, MAB., Apt. selaku Kepala Instalasi Farmasi RS Bethesda dan Ibu Dra. Lusia Srikandi Nuraeni, Apt. selaku Kepala Instalasi Farmasi RS DKT “Dr. Soetarto” yang telah memberikan saran dan bantuan bagi penulis dalam pelaksanaan penelitian ini.

  8. Dokter, apoteker, asisten apoteker dan pasien atas bantuan dan kerjasamanya sebagai responden dalam penelitian ini.

  9. Mama, Papa, Mbak Venti dan Mbak Emi “Keluarga Kecilku”, atas segenap doa, dukungan, dan kasih sayangnya yang tak pernah berujung.

  10. Irwan “Sir ih Merah” atas kebersamaannya sebagai partner sejak titik nol skripsi impian kita terdahulu hingga skripsi kita yang telah berakhir nyata sekarang.

  

INTISARI

Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

  26/MENKES/Per/I/1981, resep harus ditulis dengan jelas dan lengkap. Sebagai media komunikasi non verbal yang sah antara dokter dan apoteker, resep berpotensi menimbulkan miscommunication. Berdasarkan hal tersebut, dilakukan penelitian mengenai persepsi dokter, apoteker, asisten apoteker, dan pasien mengenai kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan tulisan dalam resep .

  Penelitian ini bersifat observasional deskriptif dengan rancangan cross

  

sectional . Instrumen penelitian berupa kuisioner skala likert. Data yang diperoleh

diolah dengan statistik deskriptif .

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa 30% dokter, 70% apoteker, dan 89% asisten apoteker menyatakan semua aspek kelengkapan resep penting untuk dimuat dalam resep, sementara 33% pasien setuju apabila aspek alamat pasien tidak dimuat. Mengenai kemudahan pembacaan resep, 25% apoteker, dan 40% asisten apoteker menyatakan bahwa tidak ada resep yang tidak jelas dan tidak terbaca dalam pelayanan resep satu bulan terakhir, sementara 62% pasien mengungkapkan bahwa resep yang mereka peroleh tidak jelas dan tidak terbaca. Faktor yang mempengaruhi ketidakjelasan tulisan menurut 51% dokter yaitu, tulisan memang sudah terbentuk tidak jelas sejak awal, atau bakat sejak lahir tergantung kekhasan tulisan dokter. Secara umum, dapat disimpulkan bahwa responden berkecenderungan setuju apabila resep ditulis dengan jelas, mudah dibaca, dan memenuhi semua aspek kelengkapan resep.

  Kata kunci: persepsi, dokter, apoteker, asisten apoteker, pasien, kelengkapan resep, legibility

  

ABSTRACT

  In accordance with the regulation from Minister of Public Health No.26/MENKES/Per/I/1981, a prescription ought to be writen clearly and completely. As legal non verbal communication media for physician and pharmacist, a prescription was potentially causing miscommunication. It could be a main cause of medication error. The key way to prevent that miscommunication was trying to understand and share perception from others. In the matter of this fact, a study concerning perceptions of physician, pharmacist, pharmacist assistant, and patient about the completeness and the legibility of prescription was conducted.

  The research was an observational descriptive with a cross- sectional design. The main instrument of this study was questionnaire likert scales. The achieved data then analyzed by using descriptive statistics .

  The result of this study indicated 30% physicians, 70% pharmacists, and 89% pharmacist assistants agreed that all completeness aspects of prescription was necessary to write on the prescription, while 33% patient agreed that address of the patient did not have to write on the prescription. While about the legibility of prescription, 25% pharmacists and 40% pharmacist assistants showed that there were not illegible and unclear prescriptions in a month service later. But, 62% patient revealed that prescriptions they got were unclear and. illegible. Factors related to unclarity of writing, 51% physicians had opinion that the handwriting was formed since childhood, depend on characteristics of physician’s handwriting. As generally, can be concluded that responden inclined to agreed if the prescription write in clear, legible, and fulfill all the completeness of prescription.

  Kata kunci: perception, physician, pharmacist, pharmacist assistant, patient, completeness of prescription, legibility

  

DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL............................................................................ i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING.................................. ii HALAMAN PENGESAHAN.............................................................. iii HALAMAN PERSEMBAHAN........................................................... iv KATA PENGANTAR.......................................................................... v HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA......................... viii

  INTISARI............................................................................................. ix

  ABSTRACT ........................................................................................... x

  DAFTAR ISI........................................................................................ xi DAFTAR TABEL................................................................................ xv DAFTAR GAMBAR........................................................................... xvii DAFTAR LAMPIRAN........................................................................ xix BAB I. PENGANTAR........................................................................

  1 A. Latar Belakang...............................................................................

  1 1. Permasalahan ............................................................................

  3 2. Keaslian penelitian.....................................................................

  3 3. Manfaat penelitian.....................................................................

  4 B. Tujuan Penelitian...........................................................................

  6 BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA …………………………….. 7 A. Teori tentang Persepsi....................................................................

  7 B. Resep..............................................................................................

  9

  1. Definisi.......................................................................................

  22

  28 E. Tata Cara Penelitian.......................................................................

  28 D. Instrumen Penelitian......................................................................

  26 C. Subyek Penelitian..........................................................................

  26 B. Definisi Operasional......................................................................

  26 A. Jenis dan Rancangan Penelitian.....................................................

  25 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN.......................................

  23 F. Keterangan Empiris........................................................................

  4. Kewajiban pasien (UU No.29/2004 tentang praktik kedokteran)................................................................................ 23 E. Pelayanan Resep Obat di Rumah Sakit..........................................

  3. Hak pasien (UU No.29/2004 tentang praktik kedokteran).........

  9 2. Arti penting resep.....................................................................

  2. Kewajiban konsumen (UU No.8/1999 tentang perlindungan konsumen).................................................................................. 22

  1. Hak konsumen (UU No.8/1999 tentang perlindungan konsumen).................................................................................. 21

  21

  C. Medication Error........................................................................... 17 D. Hak dan Kewajiban Konsumen......................................................

  6. Kemudahan pembacaan tulisan dalam resep (legibility)............ 16

  14

  4. Dispensing.................................................................................. 12 5. Aspek kelengkapan resep.........................................................

  10

  9 3. Penulisan resep.........................................................................

  32

  1. Analisis situasi (orientasi)......................................................... 32 2. Pembuatan kuesioner.................................................................

  33 3. Penentuan subyek penelitian......................................................

  35 4. Penyebaran dan pengumpulan kuesioner...................................

  37 5. Pengolahan data..........................................................................

  40 F. Kesulitan Penelitian........................................................................

  41 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN................ 42 A. Karakteristik Responden................................................................

  42 1. Data demografi responden dokter .............................................

  42 2. Data demografi responden apoteker...........................................

  47 3. Data demografi responden asisten apoteker...............................

  52 4. Data demografi responden pasien..............................................

  56 B. Persepsi Dokter Mengenai Kelengkapan Resep dan Kemudahan Pembacaan Resep (Legibility) yang Ditulisnya..............................

  58 1. Persepsi dokter mengenai kelengkapan resep...........................

  58

  2. Persepsi dokter mengenai kemudahan pembacaan tulisan dalam resep (Legibility)............................................................. 68 C. Persepsi apoteker Mengenai Kelengkapan Resep dan Kemudahan Pembacaan Resep (Legibility) yang Dilayaninya......

  75 1. Persepsi apoteker mengenai kelengkapan resep.......................

  75

  2. Persepsi apoteker mengenai kemudahan pembacaan tulisan dalam resep (legibility)............................................................... 82 D. Persepsi Asisten Apoteker Mengenai Kelengkapan Resep dan

  Kemudahan Pembacaan Resep (Legibility) yang Dilayaninya......

  87 1. Persepsi asisten apoteker mengenai kelengkapan resep............

  87

  2. Persepsi asisten apoteker mengenai kemudahan pembacaan tulisan dalam resep (legibility)................................................... 93 E. Persepsi Pasien Mengenai Kelengkapan Resep dan Kemudahan Pembacaan Resep (Legibility) yang Diterimanya..........................

  97 1. Persepsi pasien mengenai kelengkapan resep...........................

  98

  2. Persepsi pasien mengenai kemudahan pembacaan tulisan dalam resep (legibility)............................................................... 99 F. Rangkuman Pembahasan............................................................... 104

  BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN............................................ 108 A. Kesimpulan.................................................................................... 108 B. Saran............................................................................................... 111 DAFTAR PUSTAKA........................................................................ 112 LAMPIRAN........................................................................................ 117 BIOGRAFI PENULIS....................................................................... 142

  DAFTAR TABEL

  Tabel I. Persentase frekuensi ketidaklengkapan resep pasien pediatri di rumah sakit I, rumah sakit II dan 10 apotek di Yogyakarta tahun 2005...............................................................................

  16 Tabel II. Daftar pernyataan persepsi dokter, apoteker, dan asisten apoteker mengenai aspek kelengkapan resep..........................

  30 Tabel III. Daftar pernyataan persepsi pasien mengenai aspek kelengkapan resep....................................................................

  30 Tabel IV. Daftar pernyataan persepsi dokter, apoteker, dan asisten apoteker mengenai kemudahan pembacaan tulisan dalam 31 resep.......................... ..............................................................

  Tabel V. Daftar pernyataan persepsi pasien mengenai kemudahan pembacaan tulisan dalam resep................................................

  31 Tabel VI. Jumlah subyek penelitian untuk dokter, apoteker dan asisten apoteker.................................................................................... 36 Tabel VII. Persepsi dokter mengenai kelengkapan resep.........................

  59 Tabel VIII. Persepsi dokter mengenai kemudahan pembacaan tulisan dalam resep (legibility)............................................................. 69 Tabel IX. Persepsi apoteker mengenai kelengkapan resep.......................

  76 Tabel X. Persepsi apoteker mengenai kemudahan pembacaan tulisan dalam resep (legibility)............................................................. 83

  Tabel XI. Persepsi asisten apoteker mengenai kelengkapan resep......................................................................................... 88 Tabel XII. Persepsi asisten apoteker mengenai kemudahan pembacaan tulisan dalam resep (legibility)................................................. 94 Tabel XIII. Persepsi pasien mengenai kelengkapan resep..........................

  98 Tabel XIV. Persepsi pasien mengenai kemudahan pembacaan tulisan dalam resep (legibility)............................................................. 100 Tabel XV. Tindakan pasien apabila resep yang diperoleh tidak dapat dilayani di apotek karena tidak lengkap atau tidak 103 terbaca......................................................................................

  DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Teori aksi menurut Weber......................................................

  47 Gambar 12. Jenis kelamin responden apoteker...........................................

  53 Gambar 19. Pendidikan terakhir responden asisten apoteker......................

  52 Gambar 18. Jenis kelamin responden asisten apoteker................................

  51 Gambar 17. Usia responden asisten apoteker..............................................

  50 Gambar 16. Rata-rata lembar resep perhari yang dilayani apoteker............

  50 Gambar 15. Lama menjadi apoteker di rumah sakit....................................

  49 Gambar 14. Tahun lulus apoteker................................................................

  48 Gambar 13. Pendidikan terakhir responden apoteker.................................

  47 Gambar 11. Usia responden apoteker..........................................................

  7 Gambar 2. Hubungan dokter-apoteker-pasien serta tugas masing-masing untuk tujuan keberhasilan pengobatan.........................

  46 Gambar 10. Rata-rata kunjungan pasien......................................................

  45 Gambar 9. Jumlah tempat praktek.............................................................

  45 Gambar 8. Lama praktek responden dokter ..............................................

  44 Gambar 7. Tahun lulus fakultas kedokteran..............................................

  43 Gambar 6. Spesialisasi...............................................................................

  42 Gambar 5. Jenis kelamin responden dokter..............................................

  10 Gambar 4. Usia responden dokter.............................................................

  10 Gambar 3. Tahap Proses Pengobatan.........................................................

  53

  Gambar 20. Tahun lulus asisten apoteker....................................................

  54 Gambar 21. Lama menjadi asisten apoteker di rumah sakit........................

  55 Gambar 22. Rata-rata lembar resep perhari yang dilayani asisten apoteker

  55 Gambar 23. Usia responden pasien..............................................................

  56 Gambar 24. Jenis kelamin responden pasien...............................................

  57 Gambar 25. Pendidikan terakhir responden pasien......................................

  58 Gambar 26. Persepsi dokter mengenai kelengkapan resep.........................

  59 Gambar 27. Persepsi dokter mengenai kemudahan pembacaan tulisan dalam resep (legibility)............................................................. 69 Gambar 28. Persepsi apoteker mengenai kelengkapan resep.......................

  76 Gambar 29. Persepsi apoteker mengenai kemudahan pembacaan tulisan dalam resep (legibility)............................................................. 83 Gambar 30. Persepsi asisten apoteker mengenai kelengkapan resep...........

  88 Gambar 31. Persepsi asisten apoteker mengenai kemudahan pembacaan tulisan dalam resep (legibility)................................................. 94 Gambar 32. Persepsi pasien mengenai kelengkapan resep..........................

  98 Gambar 33. Persepsi pasien mengenai kemudahan pembacaan tulisan dalam resep (legibility)............................................................. 100 Gambar 34. Rangkuman Kecenderungan Setuju Responden Mengenai

  Kelengkapan Resep.................................................................. 105 Gambar 35. Rangkuman Kecenderungan Setuju Responden Mengenai

  Kemudahan Pembacaan Tulisan dalam Resep......................... 106

  

DAFTAR LAMPIRAN

  Lampiran

  1. Surat ijin penelitian dari Badan Perencanaan Daerah (BAPEDA) Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta............... 117

  Lampiran 2. Surat ijin penelitian dari Dinas Perizinan Kota Yogyakarta.. 118 Lampiran 3. Surat ijin penelitian dari Rumah Sakit P.K.U.

  Muhammadiyah...................................................................... 119 Lampiran 4. Surat ijin penelitian dari Rumah Sakit Umum Daerah Kota

  Yogyakarta............................................................................. 120 Lampiran 5. Surat ijin penelitian dari Rumah Sakit Bethesda.................... 121 Lampiran 6. Surat ijin penelitian dari Rumah Sakit Dr. Soetarto............... 122 Lampiran 7. Kuesioner penelitian kepada responden dokter...................... 123 Lampiran 8. Frekuensi jawaban kuesioner oleh responden dokter............ 127 Lampiran 9. Kuesioner penelitian kepada responden apoteker................. 128 Lampiran

  10. Frekuensi jawaban kuesioner oleh responden apoteker.................................................................................. 132 Lampiran 11. Kuesioner penelitian kepada responden asisten apoteker...... 133 Lampiran

  12. Frekuensi jawaban kuesioner oleh responden asisten apoteker................................................................................. 137 Lampiran 13. Kuesioner penelitian kepada responden pasien...................... 138 Lampiran 14. Frekuensi jawaban kuesioner oleh responden pasien............ 141

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Keselamatan pasien (patient safety) merupakan salah satu dimensi mutu

  yang menjadi pusat perhatian para praktisi pelayanan kesehatan dalam skala nasional maupun global saat ini. Pada bulan Oktober 2004, diberlakukan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tentang Praktik Kedokteran, dimana dalam Bab II Pasal 2 dinyatakan bahwa: “Praktik kedokteran dilaksanakan berasaskan Pancasila dan didasarkan pada nilai ilmiah, manfaat, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan, serta perlindungan dan keselamatan pasien” (Anonim, 2004 b). Konferensi The International Society for Quality in Health

  

Care (ISQua) yang diselenggarakan di Vancouver, Canada pada bulan Oktober

2005 juga mengangkat patient safety sebagai issue utama (Rika, 2006).

  Ketepatan (appropriateness) dalam pelayanan kesehatan, kecepatan (timeliness), dan bebas dari bahaya dan kesalahan (free from harm and error) merupakan tiga unsur utama dari patient safety yang dapat diwujudkan dengan adanya regulasi pelayanan kesehatan, sistem informasi yang memadai, sumber daya manusia kesehatan yang profesional, dan pengelolaan sumber daya kesehatan yang lain (Rika, 2006).

  Sebagian besar institusi kesehatan menjadikan patient safety sebagai fokus utama dan sebagai hasilnya, banyak dilahirkan program baru untuk mengawasi (monitoring) keamanan dan mencegah medical mistakes. Medical

  

mistakes atau lebih popular dengan istilah ’medication error’ merupakan suatu

  kesalahan dalam proses pengobatan yang seharusnya dapat dicegah dan masih dalam kontrol atau tanggung jawab tenaga kesehatan (Cohen, 1991).

  Menurut Woolever (2002) penyebab utama medication error adalah

  

miscommunication . Miscommunication dapat berakibat kerugian atau bahkan

  mengancam keselamatan pasien. Sebagai media komunikasi non-verbal yang sah antara dokter dan apoteker, resep berpotensial menimbulkan miscommunication (Rantucci, 1999). Satu kunci untuk mencegah terjadinya misunderstanding or

  

miscommunication adalah untuk mencoba mengerti dan share persepsi dari

individu lain (Applebaum et al., 1985).

  Secara global, tidak terdapat suatu standar tertentu terkait dengan penulisan resep, namun masing-masing negara memiliki otonomi dalam membuat suatu aturan penulisan resep yang berlaku di negara itu. Secara umum resep harus jelas, dapat dibaca, dan mencantumkan secara tepat apa yang harus diberikan, sehubungan dengan terapi obat bagi pasien. Kejelasan dan keterbacaan tulisan dokter dalam resep (legibility) menjadi bagian penting dari komunikasi tenaga kesehatan (Berwick,1996).

  Pramudiarja (2006) melaporkan bahwa terdapat masalah tulisan dokter dalam resep yang tidak jelas dan tidak terbaca oleh apoteker atau asisten apoteker di apotek yang diungkap melalui kuesioner penelitian. Hasil penelitian Widayati dan Hartayu (2006) mengemukakan bahwa dari 2 rumah sakit dan 10 apotek yang diteliti, tidak satupun yang memenuhi semua aspek kelengkapan resep, padahal aspek kelengkapan sebuah resep juga menjadi bagian yang sangat penting dalam usaha pencegahan medication error. Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas maka peneliti tertarik dan memandang perlu untuk mengetahui persepsi dokter, apoteker, asisten apoteker, dan pasien mengenai kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan tulisan dalam resep (legibility) di empat rumah sakit umum di Kota Yogyakarta.

1. Permasalahan

  Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian adalah : a. seperti apa persepsi dokter mengenai kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan resep (legibility) yang ditulisnya? b. seperti apa persepsi apoteker mengenai kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan resep (legibility) yang dilayaninya? c. seperti apa persepsi asisten apoteker mengenai kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan resep (legibility) yang dilayaninya? d. seperti apa persepsi pasien mengenai kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan resep (legibility) yang diterimanya?

   Keaslian Penelitian 2.

  Rahmawati dan Oetari (2002) melakukan penelitian dengan judul “Kajian Penulisan Resep: Tinjauan Aspek Legalitas dan Kelengkapan Resep di Apotek- apotek Kotamadya Yogyakarta” dengan bahan penelitian adalah resep, data pendukung didapatkan melalui kuesioner dan metode wawancara. Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada metodologi penelitian, lokasi penelitian, waktu penelitian, dan fokus penelitian tersebut yang mengkaji lebih mendalam setiap bagian dari resep. Simbolon (2005) melakukan penelitian dengan judul, “Persepsi Pembaca Resep Mengenai Resep yang Berpotensi Menyebabkan Medication

  

Error di Apotek di Kota Yogyakarta Periode Januari-Februari 2005”. Perbedaan

  dengan penelitian ini yaitu subyek penelitian, lokasi penelitian, waktu penelitian dan variabel penelitian yang hendak diukur, yang sifatnya lebih umum berkaitan dengan potensi terjadinya medication error.

  Penelitian yang bertema sama juga dilakukan oleh Widayati dan Hartayu (2006) dengan judul, “Kajian Kelengkapan Resep dan Kombinasi Obat Untuk Pediatri Yang Berpotensi Menimbulkan Medication Error di 10 Apotek Kota Yogyakarta dan 2 Rumah Sakit di Yogyakarta” dan oleh Pramudiarja (2006) dengan judul “Potensi Medication Error dalam Resep Pediatri di 10 Apotek di Kota Yogyakarta Periode Januari-Maret 2006 dan Persepsi Pembaca Resep yang Menanganinya (Tinjauan Aspek Kelengkapan dan Kemudahan pembacaan tulisan dalam resep)”. Perbedaan kedua penelitian tersebut dengan penelitian ini terletak pada obyek penelitian, subyek penelitian, lokasi penelitian, waktu penelitian dan fokus penelitian yang telah spesifik membahas aspek kemudahan pembacaan tulisan dalam resep dan atau kelengkapan resep khususnya pada resep pediatri.

3. Manfaat Penelitian

  a. Manfaat teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemaparan mengenai persepsi dokter, apoteker, asisten apoteker, dan pasien mengenai kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan tulisan dalam resep (legibility). b Manfaat praktis Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah : 1. sebagai bahan acuan bagi pengembangan model-model resep yang ideal di Indonesia. Penelitian mengenai pengembangan model resep yang ideal akan dilakukan dengan mengacu pada hasil penelitian ini, sehingga penelitian ini berkedudukan sebagai penelitian pendahuluan (Baseline Survey). 2. sebagai bahan evaluasi dan pemberi informasi bagi dokter, apoteker dan asisten apoteker untuk mewujudkan patient safety dengan meningkatkan komunikasi verbal maupun nonverbal yang efektif antar tenaga kesehatan serta berperan aktif dalam usaha pencegahan

  medication error lewat terpenuhinya aspek kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan tulisan dalam resep (legibility).

  3. meningkatkan pengetahuan pasien mengenai pentingnya aspek kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan tulisan dalam resep (legibility) dalam usaha pencegahan terjadinya medication error, sehingga pasien dapat bersikap proaktif untuk ikut ambil bagian di dalam usaha pencegahan terjadinya medication error demi terwujudnya patient safety.

  4. sebagai bahan evaluasi bagi pengelola rumah sakit, untuk membentuk suatu kebijakan dan prosedur pelayanan rumah sakit, yang mampu meminimalkan bahkan mengeliminir terjadinya medication error akibat ketidaklengkapan dan ketidakterbacaan resep.

B. Tujuan Penelitian

  Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, dapat dirumuskan tujuan penelitian:

  1. Tujuan umum

  Mengetahui persepsi dokter, apoteker, asisten apoteker, dan pasien mengenai kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan tulisan (legibility) dalam resep di empat rumah sakit umum di Kota Yogyakarta .

  2. Tujuan khusus

  a. Mengetahui persepsi dokter mengenai kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan resep (legibility) yang ditulisnya.

  b. Mengetahui persepsi apoteker mengenai kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan resep (legibility) yang dilayaninya.

  c. Mengetahui persepsi asisten apoteker mengenai kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan resep (legibility) yang dilayaninya.

  d. Mengetahui persepsi pasien mengenai kelengkapan resep dan kemudahan pembacaan resep (legibility) yang diterimanya.

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Teori tentang Persepsi Notoatmodjo (1993) mendefinisikan perilaku manusia sebagai hasil

  refleksi dari berbagai gejala kejiwaan, seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya. Max weber seorang ahli sosiologi dan ekonomi menyatakan bahwa individu melakukan suatu tindakan berdasarkan atas pengalaman, persepsi, pemahaman, dan penafsirannya terhadap suatu obyek stimulus atau situasi tertentu (Ritzer, 1983, cit Sarwono, 2004).

  Secara skematis teori aksi ini dapat digambarkan sebagai berikut :

  INDIVIDU Pengalaman Persepsi

  STIMULUS TINDAKAN Pemahaman Penafsiran

Gambar 1. Teori aksi menurut Weber (Ritzer, 1983, cit., Sarwono, 2004).

  Persepsi adalah pengamatan yang merupakan kombinasi dari penglihatan, pendengaran, penciuman, serta pengalaman masa lalu (Sarwono, 2004). Persepsi merupakan suatu proses pengenalan atau identifikasi sesuatu dengan menggunakan panca indera. Kesan yang diterima individu sangat tergantung pada seluruh pengalaman yang telah diperoleh melalui proses berpikir dan belajar, serta dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari dalam diri individu (Drever dalam Wardhani, 2004).

  Setiap orang memiliki pengamatan yang berbeda walaupun dihadapkan pada situasi yang sama. Cara seseorang menerima, mengorganisasi, dan menginterpretasi informasi di dalam kehidupan mereka tergantung pada persepsi mereka. Gibson (dalam Wardhani, 2004) menyatakan bahwa persepsi merupakan proses pemberian arti terhadap lingkungan oleh individu. Setiap individu memberi arti terhadap stimulus dengan cara yang berbeda-beda. Keadaan ini memberikan gambaran bahwa persepsi itu bersifat subjektif.

  Sasanti (2003) menyatakan bahwa individu akan dipengaruhi oleh faktor internal yang berasal dari dalam diri individu berupa objek persepsi, perhatian, harapan, sistem nilai, tingkat pendidikan, usia, serta faktor eksternal berupa stimulus lingkungan dalam mempersepsi sesuatu. Menurut Walgito (1991) dan Sasanti (2003), faktor yang berpengaruh dalam persepsi adalah: a) perhatian, merupakan langkah pertama sebagai persiapan untuk mempersepsi.

  Walaupun banyak stimulus mengenai individu, tetapi tidak semuanya akan mendapat tanggapan dari individu yang bersangkutan.

  b) obyek persepsi, dapat menimbulkan persepsi yang berasal dari individu, yaitu langsung mengenai syaraf penerima, dan dapat berasal dari luar yang langsung mengenai alat indera.

  c) harapan, apabila seseorang memiliki harapan yang baik terhadap obyek atau situasi tertentu, maka ia akan mempunyai persepsi yang baik. Sebaiknya bila harapan terhadap suatu obyek buruk, maka individu akan mempunyai persepsi yang buruk. d) sistem nilai, merupakan suatu kekuatan yang menggerakkan manusia untuk bersikap dan berperilaku. Biasanya seseorang individu menggunakan sistem nilai yang dimiliki untuk mempersepsi obyek.

  e) tingkat pendidikan, membantu mengembangkan pikiran logis dan rasional yang dapat menentukan hubungan antara variabel-variabel secara tepat (Zahara dalam Sasanti, 2003)

  f) usia, individu akan semakin jelas dan cermat dalam mempersepsi sesuatu sesuai dengan bertambahnya usia (Walgito, 1991).

   Resep B.

  1. Definisi

  Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/MenKes/SK/X/2002, “Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dan dokter hewan kepada apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi penderita sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku” (Anonim, 2002).

  Bernhard Fantus, seorang farmakolog Amerika, mendefinisikan resep sebagai, “The key stone to the whole arch of therapeutics endeavour . It rests on

  

the diagnosis & prognosis of the case on the one side & the physician’s

knowledge of pharmacology and therapeutics on the other. Any weakness on

either side of the arch reflects itself in the setting of the key stone ” (Lestari, 2000).

  2. Arti penting resep

  Joenoes (2001) menyatakan bahwa resep merupakan perwujudan akhir dari kompetensi, pengetahuan, dan keahlian dokter dalam menerapkan pengetahuannya dalam bidang farmakologi dan terapi. Menurut Howard C. Ansel Ph D, resep merupakan representasi hubungan profesional antara penulis resep, apoteker dan pasien (Lestari, 2000).

  Hubungan profesional tersebut dinyatakan dalam gambar berikut: dokter

  resep

  Pasien

  keluhan

  Menyampaikan keluhan yang lengkap & jelas & disiplin terhadap:

  • diagnosis
  • terapi Dan mampu menulis/menyusun resep yang baik dan rasional

  apoteker

  • - Mampu membaca

    resep/koreksi resep
  • Membuat obat/menyediakan obat
  • - Menyerahkan obat

    Terampil menentu
  • Petunjuk dokter
  • Petunjuk Apoteker

  

Gambar 2. Hubungan dokter-apoteker-pasien serta tugas masing-masing

untuk tujuan keberhasilan pengobatan (Lestari, 2000)

  Kedudukan resep dalam tahap proses pengobatan dapat dilihat pada gambar 3 di bawah ini: Dokter Diagnosis Penyakit penderita Terapi Obat Bentuk Sediaan Obat Resep

  (Personal Drug) (Dosage Form)

  Gambar 3. Tahap Proses Pengobatan (Lestari, 2000)

3. Penulisan resep

  Menulis sebuah resep adalah bagian dari prescribing process. Tahap- tahap yang ada dalam prescribing process meliputi: a. melakukan diagnosis

  b. memfokuskan objek terapi

  c. melakukan verifikasi terhadap ketepatan pengobatan

  d. menulis resep untuk pengobatan

  e. mengawasi perkembangan pasien (Rees, 2004).

  Dalam menulis resep, bahasa yang digunakan adalah bahasa negeri sendiri atau bahasa latin. Umumnya berupa campuran keduanya. Bahasa latin hingga sekarang masih digunakan, karena penggunaannya memiliki banyak kelebihan, antara lain: a. merupakan bahasa yang statis atau mati, dimana tidak mengalami perkembangan ataupun perubahan. Hal ini menjamin tidak akan ada salah tafsir sepanjang zaman.

  b. merupakan bahasa dunia untuk ilmu kesehatan, sehingga apabila resep ditulis dengan bahasa latin oleh siapapun dan dimanapun selalu akan dilayani secara tepat dan dimengerti oleh yang terkait.

  c. nama obat yang ditulis dengan bahasa latin tidak akan terjadi salah tafsir (salah obat).

  d. bahasa latin dapat merahasiakan sesuatu untuk kepentingan penderita.

  (Zunilda, 1998) Menurut Lestari (2000), resep yang baik (dapat dilayani secara tepat dan relatif cepat) harus ditulis lengkap dan jelas. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan dalam Peraturan Menteri Kesehatan (PerMenKes) Republik Indonesia No.26/MenKes/Per/I/1981, Tentang Pengelolaan dan Perizinan Apotek, Bab III,

  Pasal 10, ayat 1 yang berbunyi, “Resep harus ditulis dengan jelas dan lengkap” (Anonim, 1981 a).

4. Dispensing Merupakan salah satu unsur vital dari penggunaan obat secara rasional.

  Menurut KepMenKes R.I. No.1197/MenKes/SK/X/2004 Tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, Bab VI: “Dispensing merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap validasi, interpretasi, menyiapkan/meracik obat, memberikan label/etiket, penyerahan obat dengan pemberian informasi obat yang memadai disertai sistem dokumentasi” (Anonim, 2004 c).

  Standar pelayanan menurut KepMenKes R.I. No.1027/MenKes/SK/IX/2004 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Bab III:

1. Pelayanan Resep

  1.1. Skrining resep Apoteker melakukan skrining resep meliputi:

  1.1.1. Persyaratan administratif: - nama, SIP, dan alamat dokter.

  • tanggal penulisan resep.
  • tanda tangan/paraf dokter penulis resep.
  • nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien.
  • nama obat, potensi, dosis, jumlah yang diminta.
  • cara pemakaian yang jelas.
  • informasi lainnya.

  1.1.2 Kesesuaian farmasetik: bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian.

  1.1.3 Pertimbangan klinis: adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain).

  Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila

  1.2. Penyiapan obat

  1.2.1 Peracikan Merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas dan memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar.

  1.2.2 Etiket Etiket harus jelas dan dapat dibaca.

  1.2.3 Kemasan obat yang diserahkan.

  Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya.

  1.2.4 Penyerahan obat.

  Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien dan tenaga kesehatan.

  1.2.5 Informasi obat Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi.

  1.2.6 Konseling.

  Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya. Untuk penderita penyakit tertentu seperti cardiovascular, diabetes, TBC, asthma, dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan.

  1.2.7 Monitoring penggunaan obat.

  Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti cardiovascular, diabetes, TBC, asthma, dan penyakit kronis lainnya.

2. Promosi dan Edukasi

  Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet/brosur, poster, penyuluhan, dan lain-lainnya.

3. Pelayanan Residensial (Home Care)

  Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan (medication record).

  (Anonim, 2004 a)

5. Aspek kelengkapan resep

  Menurut Standar Kompetensi Farmasis Indonesia (2004 d), Standard

  

Operating Procedures Farmasis di Farmasi Rumah Sakit salah satunya adalah

  memberikan pelayanan obat kepada pasien atas permintaan dari dokter, dokter gigi atau dokter hewan baik verbal maupun non verbal, dengan salah satu kegiatan di dalamnya adalah menilai kelengkapan administratif permintaan obat dari dokter, dokter gigi, dokter hewan atau masyarakat. Penilaian kelengkapan administratif meliputi:

  a. memastikan kelengkapan resep dokter yang terdiri atas nama, umur, berat badan, serta identitas pasien, nama obat, kekuatan, dosis, cara penggunaan dan informasi khusus lain yang melekat antara lain, nama, alamat, nomor surat izin praktek, paraf atau tanda tangan dokter, tanggal penulisan resep, R/.

  b. menghitung kesesuaian dosis antara individu pasien dan diagnosa penyakit pasien.

  c. menilai kemungkinan adanya interaksi antar obat, obat dengan makanan, obat dengan penyakit, penyalahgunaan obat, pasien alergi & efek samping yang potensial.

  d. berkomunikasi secara profesional dengan penulis resep jika terjadi penyimpangan, untuk dicari kesepakatan demi kepentingan pengobatan pasien.

  e. jika tidak dimungkinkan komunikasi dengan penulis resep pada saat itu, farmasis perlu mengambil tindakan profesi atas persetujuan pasien berupa penyelesaian sementara masalah obat untuk menghindari meningkatnya morbiditas pasien.

  f. melakukan dokumentasi semua tindakan profesi yang telah dilakukan.

  Resep yang lengkap menurut Keputusan Menteri Kesehatan (KepMenKes) No.280/MenKes/SK/V/1981 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengelolaan Apotek, Bab II, Pasal 2:

  Disamping memuat ketentuan yang tercantum dalam Pasal 10 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 26/MenKes/Per/I/1981 resep harus memuat juga: a. nama, alamat, dan nomor ijin praktek dokter, dokter gigi atau dokter hewan;

  b. tanggal penulisan resep, nama setiap obat atau komposisi obat;

  c. tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep;