STRATEGI PENGUATAN UMKM TERINTEGRASI BER

ANDALAS ACCOUNTING NATIONAL EVENTS 2016 INTEGRATED SMALL MEDIUM ENTERPRISES CLUSTER: STRATEGI PENGUATAN UMKM TERINTEGRASI BERBASIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DI JAWA TIMUR

Di Susun Oleh:

Azhar Syahida (145020500111011/2014) Wimpi Gea Seprina Putri

(145020501111047/2014) Ilham Juney Rahman

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG JAWA TIMUR 2016

HALAMAN PENGESAHAN

1. Judul

Integrated Small Medium Enterprises Cluster : Strategi Penguatan UMKM Terintegrasi Berbasis Keunggulan Komparatif Di Jawa Timur

2. Subtema

Strategi Penguatan UMKM Dalam Menghadapi Ekonomi ASEAN

3. Nama KetuaTim

a. Nama Lengkap

: Azhar Syahida

b. NIM

c. Universitas

: Universitas Brawijaya

4. Nama Anggota 1

a. Nama Lengkap : Wimpi Gea Seprina Putri

b. NIM

c. Universitas

: Universitas Brawijaya

5. Nama Anggota 2

a. Nama Lengkap

: Ilham Juney Rahman

b. NIM

c. Universitas

: Universitas Brawijaya

6. Dosen Pendamping

a. Nama Lengkap

: Arief Hoetoro, Ph.D.

b. NIP : 19700920 199512 1 001

c. Alamat Rumah : Perum Bumiasri Thp. 3 Blok 1/02

d. dan No. Telp/Hp

Malang, 31 Januari 2016

Mengetahui,

Ketua Pelaksana Kegiatan

(Azhar Syahida)

NIM. 145020500111011

KATA PENGANTAR

Puji syukur tak lupa penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kemapuan berfikir dengan baik serta hidayahNya yang senantiasa mengiringi penulis, sehingga karya tulis ilmiah yang berjudul “Integrated Small Medium Enterprises Cluster : Strategi Penguatan UMKM Terintegrasi Berbasis Keunggulan Komparatif Di Jawa Timur ” ini bisa selesai dengan tepat waktu.

Selanjutnya, karya tulis ilmiah ini dibuat guna mengikuti kompetisi Andalas Accounting National Events (ACCOUNTS) 2016. Tak lupa penulis ucapkan banyak terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian karya tulis ilmiah ini, adapun pihak-pihak yang telah membantu penulis tersebut adalah:

1. Orang tua penulis yang tak kenal lelah selalu memberikan dukungan dan doa, sehingga karya tulis ini bisa diselesaikan.

2. Dosen pembimbing yang selalu memberikan masukan dan bimbingan.

3. Teman teman penulis yang selalu mendukung dan memberikan inspirasi serta ide ide kreatif yang mendukung karya tulis ilmiah ini.

4. Pihak pihak lain yang turut terlibat dalam terselesainya karya tulis ilmiah ini.

Penulis menyadari bahwa karya tulis yang dibuat ini masih banyak sekali kekurangan-kekurangan yang menjadi kekurangan penulis. Oleh karena itu, penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada semua pihak atas kekurangan ini, dan penulis bersedia dan sangat mengharapkan kritik dan saran. Agar kedepanya karya karya tulis yang penulis buat bisa lebih baik lagi. Akhir kata, penulis berharap karya tulis ilmiah ini bisa bermanfaat bagi semua pihak. Amin.

Malang, 31 Januari 2016 Penulis

Integrated Small Medium Enterprises Cluster: Strategi Penguatan UMKM Terintegrasi Berbasis Keunggulan Komparatif Di Jawa Timur

Oleh:

1 2 Azhar Syahida 3 , Wimpi Gea Seprina Putri , Ilham Juney Rahman

Ilmu Ekonomi, Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya,

1 2 azharsyhd@gmail.com 3 , wimpigea@gmail.com , rahmanjuney@gmail.com Jalan MT. Haryono No. 165 Malang 65145

Telp. 0341-555 000, Fax. 0341-553834

ABSTRAK

Penulisan ini bertujuan untuk membahas strategi pengembangan klaster UMKM berbasis keunggulan komparatif. UMKM di Jawa Timur merupakan sektor yang berperan penting dalam perekonomian Jawa Timur. Terbukti di tahun 2011 sumbangan PDRB sektor ini mencapai 53,4%. Sumbangan yang besar ini tentu harus ditingkatkan dan dipertahankan. Disatu sisi, UMKM Jawa Timur harus mengadapi perdangan bebas ASEAN, sehingga menjadi sebuah kebutuhan untuk menciptakan klaster UMKM antar kawasan yang dinamis dan terintegrasi. Oleh karena itu, penulisan ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan data sekuder dan diimplementasikan melalui tahap-tahap berikut: pertama, pemetaan klaster berdasarkan hasil perhitungan Location Quotient. Dimana didapat nilai rata-rata LQ>1 sebagai klaster kawasan basis: Klaster UMKM Bahan Baku (perikanan: 39,4%, pangan: 57,8%, hortikultura:31,5%, Peternakan: 84%), Klaster UMKM Pengolahan: 23,6%, dan klater UMKM Perdagangan/Pemasaran: 81,5%; kedua, pengi ntegrasian klaster dengan pendekatan klaster Diamond’s Porter; ketiga, penguatan dan peningkatan mutu klaster dinamis dengan strategi Quality Management System yang menggunakan pendekatan “Requirement” dan “satisfaction” konsumen. Dengan demikian, dapat dikembangkan dan diwujudkan kekuatan kelembagaan yang mendukung terwujudnya value chain, knowledge spillover, literasi teknologi yang kemudian mendatangkan kemudahan inovasi UMKM serta menciptakan collective efficiency bagi UMKM di Jawa Timur.

Kata Kunci: Integrated Small Medium Enterprises, Klaster, Keunggulan Komparatif, UMKM

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perbincangan terkait pembangunan ekonomi nasional tidak bisa lepas dari pondasi ekonomi yang digunakan. Mochammad Hatta dalam hal ini sering menyatakan bahwa perekonomian Indonesia dibangun dari rakyat dengan semangat gotong-royong. Semangat ini pula yang kemudian memunculkan geliat sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia yang dewasa ini menjadi basis ekonomi nasional. Terbukti dari data BPS dalam Binarto (2013) pada tahun 2012 UMKM mampu menyerap tenaga kerja baru sebanyak 2,32 juta orang atau setara dengan 97,8% dari lapangan kerja baru yang diciptakan UMKM dan usaha besar di tahun 2011. Penyerapan ini cukup signifikan mengingat sektor ini didominasi sektor informal yang mudah untuk dimasuki oleh tenaga kerja.

Berbicara mengenai lapangan pekerjaan, sudah jelas disebutkan bahwa perekonomian Indonesia didominasi oleh sektor usaha mikro yang memegang kuantitas terbesar di Indonesia (lihat tabel 1). Dalam hal ini, Binarto (2013) menyatakan bahwa penyerapan tenaga kerja yang cukup besar semakin memperkuat inovasi-inovasi pengembangan usaha kecil. Selain itu, inovasi ini pula yang secara implisit meningkatkan pendapatan masyarakat Indonesia tanpa terpengaruh oleh problematika ekonomi dan moneter global mengingat UMKM adalah salah satu local wisdom ekonomi Indonesia.

Tabel 1. Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja UMKM dan Usaha Besar Tahun 2012-2013

Sumber: Kementerian Koperasi dan UKM, 2013 (diolah)

Mengacu pada tabel 1, Usaha Besar yang dianggap memiliki potensi perputaran ekonomi paling besar ternyata hanya mampu menyerap kuantitas tenaga kerja yang sedikit. Jika dibandingkan dengan Usaha mikro, maka perbandingannya bisa mencapai ±1:30. Usaha Besar bahkan juga kalah dengan usaha menengah yang perkembangannya di Indonesia juga semakin pesat. Hal ini menunjukkan bahwa peran UMKM di Indonesia sangat besar dan tentu harus mendapat preferensi khusus dari pemerintah terkait.

Pada sisi lain, UMKM adalah satu-satunya sektor yang mampu bertahan dalam krisis moneter yang melanda Indonesia pada tahun 1997 dan 2008 (krisis financial global ) yang menjadi salah satu mimpi buruk perjalan historis perekonomian Indonesia. Ketika itu, seluruh sendi ekonomi Indonesia lumpuh total sehingga tidak mampu berputar akibat krisis tersebut. Bahkan Usaha Besar yang dianggap memiliki perputaran rantai ekonomi yang lebih tinggi pun juga tidak bisa terhindar dari krisis ini. Ketahanan UMKM ini disebabkan karena dalam proses produksinya tidak bergantung pada bahan baku impor melainkan menggunakan bahan baku lokal yang tidak terdepresiasi dengan dollar sehingga dengan hal ini UMKM mempunyai peranan strategis dalam struktur perekonomian nasional (Dinas Koperasi dan UMKM Jawa Timur, 2014).

Tabel 2. Perkembangan Data UMKM dan Usaha Besar Tahun 2012-2013

Sumber: Dinas Koperasi dan UKM, 2013 (diolah) Mengacu pada tabel 2, kuantitas usaha mikro memang mendominasi, maka tidak mengherankan jika penyerapan tenaga kerja terbesar juga berasal dari sektor ini. Sumbangan besar sektor mikro ternyata tidak hanya di Indonesia saja, seperti halnya di India misalnya, UKM menyumbang 32% dari total ekspor dan 40% dari output dari sektor industri manufaktur dari negara tersebut (Sriyana, 2010).

Sementara itu, jika berbicara mengenai UMKM Jawa Timur maka tak ubahnya membicarakan peran UMKM pada level nasional. Hal ini dikarenakan kuantitasnya yang juga mendominasi perekonomian Jawa Timur. Menurut Dinas Koperasi dan UMKM Jawa Timur (2014) hingga 2013 dan sensus BPS pada tahun 2012 menunjukkan bahwa jumlah UMKM di Jawa Timur mencapai 6,8 juta. Jumlah UMKM ini dapat menjadi potensi sekaligus ancaman bagi perekonomian Jawa Timur. Dikatakan demikian karena berkembang atau tidaknya UMKM tersebut akan berdampak pada perekonomian Jawa Timur dan kesejahteraan masyarakat pada khususnya.

Tabel 3. Kontribusi UMKM di Jawa Timur Terhadap PDRB Tahun

2011 (Milyar)

Sumber: BPS Jawa Timur dalam Widyani (2013) *ADHB: Atas Dasar Harga Berlaku **ADHK: Atas Dasar Harga Konstan

Kuantitas UMKM yang besar di Jawa Timur secara eksplisit memberikan sumbangan ekonomi yang tinggi. Sumbangan kontribusi UMKM terhadap perekonomian Jawa Timur terlihat dari tabel 3, bahwa UMKM Jawa Timur mampu menyumbang lebih dari ½ PDRB Jawa Timur. Hal ini menjadi bukti bahwa UMKM memiliki peran besar dalam pembentukan PDRB, sekaligus dalam pembentukan PDRB Per Kapita Jawa Timur (Widyani, 2013).

Peran besar UMKM Jawa Timur terhadap perekonomian Jawa Timur tentu menjadi fakta yang menguntungkan. Namun demikian, sebagaimana disampaikan sebelumnya bahwa kuantitas yang cukup besar bisa menjadi ancaman bagi perekonomian Jawa Timur. Ancaman ini kemudian bisa mendatangkan Peran besar UMKM Jawa Timur terhadap perekonomian Jawa Timur tentu menjadi fakta yang menguntungkan. Namun demikian, sebagaimana disampaikan sebelumnya bahwa kuantitas yang cukup besar bisa menjadi ancaman bagi perekonomian Jawa Timur. Ancaman ini kemudian bisa mendatangkan

Pertama , UMKM Jawa Timur belum memiliki integrasi antar-kawasan. Tebukti bahwa di Jawa Timur saat ini belum ada regulasi terkait UMKM terintegrasi dan progresif. Tyas dan Safitri (2015) menyebutkan bahwa pada era MEA ini seluruh sektor perekenomian akan terintegrasi se-Asia Tenggara. Konsep perekonomian ini tentu harus didukung dengan konsep UMKM klaster yang terintegrasi secara dinamis dan progresif, karna jika tidak akan menjadi ancaman yang serius dalam ekonomi Jawa Timur. Integrasi klaster UMKM ini sangat dibutuhkan guna mewujudkan mekanisme networking sehingga mendukung kapabilitas inovasi dan skala usaha UMKM Jawa Timur (Hoetoro, 2013).

Hoetoro (2013) menyebutkan dalam penelitiannya bahwa UMKM di Jawa Timur belum ada regulasi klaster dinamis. Padahal menurutnya klaster dinamis dan integratif ini akan menciptakan “collective efficiency” yang kemudian bisa mengurangi disparitas antar kawasan. Akan tetapi, hal ini belum ditemukan dalam regulasi UMKM Jawa Timur yang kemudian berakibat pada kesulitan dalam rantai produksi hingga pemasaran (problematika kedua).

BPS mengidentifikasikan bahwa kesulitan bahan baku adalah salah satu permasalahan krusial dari UMKM (Hadiyati, 2010). Sebagaimana kita ketahui bahwa bahan baku yang digunakan untuk proses produksi akan sangat mempengaruhi kualitas yang dihasilkan oleh para pelaku usaha. Dengan ketimpangan bahan baku ini menyebabkan perbedaan produktivitas antar kawasan. Sebagai contoh, UMKM yang membutuhkan bahan hasil pertanian di Kota Surabaya sangat kesulitan untuk mendapatkannya, jika mendapatkan pun pasti dengan harga yang mahal, hal ini berbeda dengan UMKM di Kabupaten Lamongan yang dengan mudah mendapatkan kebutuhan bahan baku dari sektor pertanian.

Perbedaan ini akan menyebabkan perbedaan kualitas dan harga komoditas yang dihasilkan oleh UMKM antar kawasan. Contoh lain adalah yang dialami oleh para pelaku usaha Tempe dan Tahu di Jember. UKM tempe dan tahu di Jember ini kesulitan dalam memenuhi kebutuhan kedelai sebagai bahan dasar produksi Perbedaan ini akan menyebabkan perbedaan kualitas dan harga komoditas yang dihasilkan oleh UMKM antar kawasan. Contoh lain adalah yang dialami oleh para pelaku usaha Tempe dan Tahu di Jember. UKM tempe dan tahu di Jember ini kesulitan dalam memenuhi kebutuhan kedelai sebagai bahan dasar produksi

Pada sisi lain, aspek pemasaran juga menjadi problematika bagi UMKM Jawa Timur. Sebagaimana Hadiyati (2010) juga menyatakan bahwa pemasaran adalah salah satu aspek yang menjadi pemasalahan utama UMKM. Padahal jika melihat iklim ekonomi saat ini, diperlukan konsep serta model rantai produksi hingga pemasaran yang tepat guna mendukung perkembangan UMKM di Jawa Timur. Ishak dalam Sudaryanto et al (2014), miskinnya informasi UMKM dalam aspek pemasaran menyebabkan UMKM tidak dapat mengarahkan pengembangan usahanya secara jelas dan fokus, sehingga perkembangannya pun mengalami stagnasi. Dengan demikian, secara eksplisit hal ini menyebabkan rendahnya posisi tawar dari UMKM di Jawa Timur.

Dinamika UMKM Jawa Timur yang memiliki potensi dalam sumbangan perekonomian sekaligus juga menjadi ancaman perekonomian Jawa Timur harus segera untuk dilakukan tindakan nyata dari pihak terkait. Didasarkan permasalahan diatas, maka diperlukan sebuah konsep terkait UMKM terintegrasi sehingga mampu menciptakan klaster dinamis yang progresif bagi UMKM Jawa Timur. Oleh karena itu penulisan ini berusaha memberikan gagasan terkait strategi penguatan UMKM terintegrasi berbasis keunggulan komparatif masing-masing kawasan di Jawa Timur.

1.2 Rumusan Masalah

Belum adanya klaster UMKM yang dinamis dan progresif menjadi problematika utama bagi UMKM Jawa Timur, sehingga dibutuhkan sebuah konsep terkait regulasi UMKM Jawa Timur agar bisa mendukung perekonomian Jawa Timur. Oleh karena itu, penulisan ini berfokus untuk membahas rumusan masalah yang tertuang dalam pernyataan berikut:

1. Bagaimana Integrated Small Medium Enterprises Cluster: strategi penguatan UMKM terintegrasi berbasis keunggulan komparatif mampu menjadi solusi atas permasalahan UMKM di Jawa Timur sekaligus menciptakan klaster UMKM yang dinamis dan progresif?

1.3 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penulisan ini berfokus untuk mengetahui pernyataan berikut:

1. Mengetahui cara dan konsep Integrated Small Medium Enterprises Cluster: strategi penguatan UMKM terintegrasi berbasis keunggulan komparatif dalam menciptakan solusi atas permasalahan UMKM di Jawa Timur sekaligus menciptakan klaster UMKM yang dinamis dan progresif.

1.4 Manfaat

Ekspektasi dari penulisan ini adalah timbulnya kebermanfaatan yang tertuang dalam dua aspek penting, yaitu:

1. Aspek Akademis Penulisan ini diharapkan mampu menjadi salah satu sumber informasi bagi para akademisi yang sedang melakukan penelitian atau pengembangan konsep terkait klaster UMKM terintegrasi, khususnya kawasan Jawa Timur.

2. Aspek Praktis Pada tataran praktis, penulisan ini diharapkan bisa menjadi salah satu rujukan serta bahan pertimbangan oleh regulator, dalam hal ini pemerintah Jawa Timur, agar dalam prosesnya bisa sesuai dengan harapan masyarakat dan memberikan implikasi positif bagi perekonomian Jawa Timur.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 UMKM Dalam Perekonomian Indonesia

Usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) berdasarkan UU No. 28 Tahun 2008 secara umum merupakan usaha yang dimiliki secara perorangan maupun bebentuk badan usaha bersifat produktif dengan memiliki ketentuan masing-masing sebagaimana yang tercantum dalam undang-undang tersebut. Digolongkan sebagai Usaha mikro memiliki kriteria total aset bersih tidak lebih dari 50 juta rupiah dan tidak termasuk aset tetap, serta berpendapatan tidak lebih dari 300 juta rupiah per tahun. Sedangkan, usaha kecil memiliki kriteria total aset antara 50 juta sampai dengan 500 juta rupiah dan tidak termasuk aset tetap, serta berpendapatan berkisar antara 300 juta rupiah sampai dengan 2,5 miliyar rupiah per tahun. Sementara itu, usaha menenengah memiliki kriteria total aset bersih antara 500 juta rupiah sampai dengan 10 miliyar rupiah dan tidak termasuk aset tetap, serta berpendapatan antara 2,5 miliyar rupiah sampai dengan 50 miliyar rupiah per tahun.

Kementerian Koperasi dan UKM menyebutkan bahwa eksistensi umkm di Indonesia tahun 2012 dan 2013 mengalami peningkatan. Tahun 2012 UMKM di Indonesia berjumlah 56.534.592 unit, sedangkan tahun 2013 berjumlah 57.895.711 unit. Sementara itu, kontribusi terhadap PDRB harga berlaku tahun 2012 dan 2013 masing-masing sebesar 4.869.568,1 miliyar rupiah dan 5.440.007,9 miliyar rupiah. Rifa’i (2013) mengatakan bahwa keberadaan umkm di Indonesia penting sekali untuk ditingkatkan karena berkontribusi pada penurunan jumlah pengangguran. Hal ini dibuktikan dengan data Kementerian Koperasi dan UKM yakni peningkatan jumlah tenaga kerja pada sektor ini dari tahun 2012 sampai 2013 sebesar 107.657.509 orang menjadi 114.144.082 orang.

2.1.1 Lembaga Trading House Dinas Koperasi dan UMKM Jawa Timur

Dinas Koperasi dan UMKM Jawa Timur (2014), Trading House adalah lembaga yang berfungsi melakukan mediasi pengembangan Produk, kemasan dan Pemasaran berbagai produk UMKM di Jawa Timur. Institusi ini adalah institusi resmi yang didirikan oleh Dinas Koperasi dan UMKM Jawa Timur untuk membangun satu sistem terpadu dalam menangani masalah Pasar Produk Koperasi Dinas Koperasi dan UMKM Jawa Timur (2014), Trading House adalah lembaga yang berfungsi melakukan mediasi pengembangan Produk, kemasan dan Pemasaran berbagai produk UMKM di Jawa Timur. Institusi ini adalah institusi resmi yang didirikan oleh Dinas Koperasi dan UMKM Jawa Timur untuk membangun satu sistem terpadu dalam menangani masalah Pasar Produk Koperasi

2.1.1.1 Tujuannya Trading House secara spesifik adalah:

(1) Memediasi antara produsen dengan calon buyer potensial, khususnya buyer non ritel; (2) Memfasilitasi pengembangan jaringan usaha dengan pasar dalam negeri maupun pasar ekspor; (3) Memberikan konsultasi dan bimbingan teknis sesuai kebutuhan kepada podusen dan atau trader dari kalangan KUMKM anggota trading house, serta menyampaikan informasi tentang dinamika dan trend pasar, kualitas produk serta kemasan dalam rangka mendapatkan pasar non ritel khususnya maupun secara ritel; (4) Memfasilitasi kebutuhan KUMKM anggota trading house dalam rangka mengakses teknologi produksi, distribusi dan pemasaran serta menjembatani berhubungan dengan sumber pendanaan.

2.1.1.2 Jasa layanan Trading House

Tim Pengelola Trading House juga memberikan Jasa layanan yang pelaksaannya secara bertahab sesuai sumber daya yang tersedia antara lain : (1) Penelitian pasar; (2) Identifikasi calon pembeli; (3) Negosiasi penjualan; (4) Jaringan pemasaran; (4) Teknologi dan pengemasan; (5) Penyediaan bahan baku; (7) Informasi pasar luar negeri; (6 )Pembinaan dan pengembangan; (8) Akses permodalan

2.2 Diamond Porter : Model Klaster Sebagai Pengukuran Daya Saing

Widyatustik et al (2010), Mendefinisikan klaster (Diamons Klaster) sebagai suatu wilayah konsetrasi industri atau instusi lain yang saling berhubungan terhadap sektor tertentu. Artinya, industri atau institusi lain dari hulu hingga hilir terhubung satu sama lain baik industri besar maupun industri kecil. Tahun 1990, M. Porter mengembangkan sebuah teori mengenai kemampuan daya saing suatu negara baik secara nasional maupun regional yang diilustrasikan seperti sebuah berlian (Viederyte, 2014). Widyatustik et al (2010) menyebutkan teori ini dibangun atas beberapa variabel determinan atau penentu dimana antara satu dengan yang lainnya saling berhubungan yakni kondisi faktor/input, kondisi permmintaan, industri terkait dan pendukung, serta strategi perusahan, struktur dan persaingan (gambar ).

Gamb ar. 1 Poter’s Diamond model

Organitation, Strategy,

Chance

Structure and rivalry

Factor Condition Demand Condition

Government Industries

Related and Supporting

Sumber : Porter (1990) dalam Viederyte (2014) Viederyte (2014), kondisi faktor disini meliputi keadaan infrastruktur, kapasitas tenaga kerja, dan lembaga riset/pendididikan. Kondisi permintaan akan mempengaruhi bagaimana industri dalam klaster untuk lebih berinovasi dengan diikuti identifikasi pemahaman konsumen terhadap perusahaan agar supaya menjaga kepercayaan konsumen. Kondisi organisasi, strategi perusahaan mengarah pada persaingan jika terdapat perusahaan yang sama pada satu klaster. Namun, hal ini akan membuat perusahaan lebih menciptakan terobosan-terobosan baru agar berbeda dengan pesaingnnya. Sehingga, intensitas persaingan dalam pasar akan lebih dinamis. Sementara itu, dukungan dan keterkitan industri akan menciptakan kemudahan dalam pertukaran pengetahuan dan teknologi, sehingga akan tercipta layanan dan produk baru (Zhang et al, 2006) dalam (Viederyte, 2014). Dalam penggunaan model ini tetap memperhitungkan beberapa pertimbangan, salah satunya adalah peran pemerintah dianggap tidak terlalu besar (Wiyadi, 2009).

2.3 Quality Management System : Strategi Peningkatan Mutu UMKM

Rezaei et al (2011), Quality Management System (QMS) memiliki kaitan erat dengan persaingan di dalam suatu pasar. Sementara itu, (Priede, 2012) merupakan salah satu alat atau model yang digunakan perusahan dalam rangka peningkatan kemampuan daya saing. Pengertian lain QMS adalah suatu proses yang dilakukan perusahaan untuk meningktkan daya saingnya dengan menggunakan pendekatan-pendekatan melalui evalusi/perbaikan secara berkelanjutan meliputi produk, pelanggan, jasa, serta proeses dan lingkungannya (Nasution, 2003:15) Rezaei et al (2011), Quality Management System (QMS) memiliki kaitan erat dengan persaingan di dalam suatu pasar. Sementara itu, (Priede, 2012) merupakan salah satu alat atau model yang digunakan perusahan dalam rangka peningkatan kemampuan daya saing. Pengertian lain QMS adalah suatu proses yang dilakukan perusahaan untuk meningktkan daya saingnya dengan menggunakan pendekatan-pendekatan melalui evalusi/perbaikan secara berkelanjutan meliputi produk, pelanggan, jasa, serta proeses dan lingkungannya (Nasution, 2003:15)

Department Of Trade and Industry Of UK menguraikan bahwa pada ISO 9001 mengklasifikasikan ketentuan-ketentuan QMS yang digunakan perusahaan. Hal ini tergambar pada (gambar. 2)

Gambar. 2 Konsep Model Standar ISO 9001

Sumber : Departement Of Trade and Industry, UK Dalam model ini meliputi :

1. Quality Management System: Ketentuan Umum dan Dokumentasi Ketentuan

2. Management Responsbility: Komitmen Jajaran Manajerial, Terkonsentrasi Pada Pelanggan, Kualitas Kebijakan, Perencanaan, Bertanggung Jwawb, Berwewenang, dan Berkomunikasi, Meninjau Jajaran Manajerial

3. Resource Management: Ketersediaan Sumber Daya, Sumberdaya Manusia, Infrastruktur, Lingkungan Kerja

4. Product Realisation: Perencanaan Perwujudan Produk, Proses Hubungan dengan Pelanggan, Desain dan Pengembangan, Pembelian, Produksi dan Pengoperasian Layanan, Pengendalian Penilaian dan Pengawasan

5. Penilaian, Analisis, dan Peningkatan, Aspek Umum, Perencanaan, Pengawasan dan Penilaian, Pengendalian Bukan Penyesuaian Produk, Analisis Data, Peningkatan

BAB III METODE PENULISAN

3.1 Jenis Penulisan dan Pendekatan Penulisan

Penulisan karya tulis ini melakukan studi kasus yang mendalam di Provinsi Jawa Timur, yakni dengan menggunakan penulisan deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian terhadap fenomena atau populasi tertentu yang diperoleh peneliti dari subyek berupa individu, organisasional, industri atau perspektif yang lain (Indiarto, 1999). Sedangkan pendekatan yang digunakan dalam penulisan ini adalah kuantitatif.

3.2 Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan dalam penulisan ini adalah data sekunder. Data sekunder yaitu sumber data penulisan yang diperoleh secara tidak langsung melalui media perantara atau diperoleh dan dicatat oleh pihak lain. Data sekunder umumnya berupa bukti, catatan, atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip (data dokumenter), baik yang dipublikasikan maupun tidak dipublikasikan (Indiarto, 1999).

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Studi pustaka serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah bahan penelitian;

2. Dokumenter, studi dokumentasi dilakukan dengan jalan membaca laporan-laporan penulisan sebelumnya serta artikel yang diakses dari internet, buku maupun jurnal yang sesuai dengan permasalahan. Pada metode ini penulis hanya memindahkan data yang relevan dari suatu sumber atau dokumen yang diperlukan;

3. Diskusi, yaitu cara pengumpulan data dengan melakukan pembicaraan dan pertukaran pikiran dengan orang-orang yang berkompeten dengan obyek yang sedang diteliti guna memecahkan masalah tertentu; dan

4. Intuitif-Subjektif merupakan perlibatan pendapat penulis atas masalah yang sedang dibahas.

3.3 Teknik Analisis Data

Menurut Tarigan, (2005:82) Location Quotient merupakan suatu perbandingan tentang besarnya peranan suatu sektor/industri di suatu daerah terhadap besarnya peranan sektor/industri tersebut secara nasional. Definisi lain dari LQ adalah sebuah analisis pendekatan ekonomi sebagai langkah awal mengetahui peranan suatu sektor yang memicu pertumbuhan ekonomi dengan segala kelebihan dan kekurangannya (Hendayana, 2004). Secara umum penggunaan variabel dalam LQ terdapat dua variabel, yakni tingkat pendapatan atau nilai tambah dan kuantitas lapangan kerja. Dalam (Tarigan, 2005:82) variabel tingkat pendapatan dapat dibentuk suatu formula, sebagai berikut :

Keterangan : xi

= Nilai tanbah sektor i di suatu daerah PDRB = Produk domestik regional bruto daerah tersebut Xi

= Nilai tambah sektor i secara nasional PNB = Produk nasional bruto atau GNP Penyebutan ruang lingkup nasional dapat diartikan sebagai daerah induk/atasan. Apabila objek kajian membandingkan kabupaten dengan provinsi, maka wilayah provinsi sebagai daerah induk/atasan. Sementara itu, apabila hasil LQ > 1 peranan sektor kajian (x) lebih besar daripada sektor lain secara nasional. Begitu pula sebaliknya, jika LQ < 1 peranan sektor tersebut lebih kecil dari sektor lain secara nasional (Tarigan, 2005:82). Metode ini memiliki perhitungan yang sederhana dan tidak rumit sesuai bagi penulis untuk menganalisa bagaimana pernanan atau basis sektor dan subsektor pada masing-masing daerah kajian.

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Identifikasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah di Jawa Timur

Perbincangan mengenai potensi UMKM selalu menyisahkan beberapa persoalan positif dan negatif. Pada perspektif positif, UMKM di Jawa Timur mencapai 4,2 juta unit, yang mana terdiri dari 85,09% usaha mikro; 14,19% usaha kecil; 0,57% usaha menegah dan hanya 0,15% berupa usaha besar (Wahyudiono, 2012). Jumlah UMKM yang besar ini mampu menyumbang, PDRB Jawa Timur mencapai 53,4% atau setara dengan Rp 415,7 triliyun (BPS, dalam Widyani, 2013), sehingga tidak mengherankan jika sejauh ini UMKM selalu memiliki peran strategis bagi perekonomian Jawa Timur.

Tabel 4. UMKM Jawa Timur Tembus Ekspor

Sumber: Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Jawa Timur dalam Widyani (2013) Mengacu pada tabel 4, UMKM di Jawa Timur sudah mampu menembus pasar luar negeri (ekspor). Dalam Artian, secara implisit sektor UMKM di Jawa Timur sudah mampu dan mapan (mandiri) secara produksi, distribusi hingga akses pasar. Meskipun, data yang disajikan pada tabel 4 diatas hanya beberapa saja, akan tetapi Sumber: Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Jawa Timur dalam Widyani (2013) Mengacu pada tabel 4, UMKM di Jawa Timur sudah mampu menembus pasar luar negeri (ekspor). Dalam Artian, secara implisit sektor UMKM di Jawa Timur sudah mampu dan mapan (mandiri) secara produksi, distribusi hingga akses pasar. Meskipun, data yang disajikan pada tabel 4 diatas hanya beberapa saja, akan tetapi

Pengembangan potensi UMKM di Jawa Timur harus melalui analisis kebutuhan. Karena, UMKM adalah sektor yang memiliki karakteristik unik. Hal ini senada dengan ungkapan Wahyudiono (2012) yang menyebutkan bahwa sektor UMKM lebih banyak dikerjakan dalam lingkup sektor informal. Sektor informal tentu mempermudah dalam proses penyerapan tenaga kerja, sehigga pada satu sisi UMKM memiliki ruang gerak yang lebih dinamis dan efisien. Hal ini tentu memudahkan pengembangan UMKM kearah industrialisasi yang ekspektasinya mampu mempercepat perputaran ekonomi Jawa Timur.

Strategi dan konsep yang dibutuhkan oleh sektor ini adalah manajemen yang integratif. Manajemen yang integratif dirasa sangat mampu mengembangkan UMKM diseluruh kawasan di Jawa Timur. Karena di era ekonomi bebas ini diperlukan integrasi antar kawasan untuk mengurasi disparitas kawasan. Dalam hal ini Bank Indonesia (2008) menyebutkan bahwa klaster UMKM adalah salah satu solusi alternatifnya:

“Pendekatan klaster juga mampu menstimulasi inovasi melalui pertukaran pengalaman dan pengetahuan antar pelaku dalam hubungan hulu-hilir serta mendorong peningkatan keterkaitan sosial dan peningkatan keahlian masing- masing anggota klaster.” (BI, 2008)

Perlunya pengembangan klaster UMKM yang integratif menjadi faktor yang harus disegerakan. Selain itu, diperlukan adanya pengembangan UMKM basis atau pengembangan UMKM berdasarkan keunggulan komparatif suatu kawasan. Hal ini dilakukan guna mendapatkan efisiensi tertinggi dari UMKM yang ada di Jawa Timur. Melalui pendekatan Location Quotient (LQ) bisa diketahui dengan baik potensi basis setiap kawasan yang ada di Jawa Timur. Oleh karena itu, strategi yang dilakukan dalam konsep Integrated Small Medium Enterprises (SME) adalah mengintegrasikan klaster UMKM se-Jawa Timur dengan basis komoditas atau Perlunya pengembangan klaster UMKM yang integratif menjadi faktor yang harus disegerakan. Selain itu, diperlukan adanya pengembangan UMKM basis atau pengembangan UMKM berdasarkan keunggulan komparatif suatu kawasan. Hal ini dilakukan guna mendapatkan efisiensi tertinggi dari UMKM yang ada di Jawa Timur. Melalui pendekatan Location Quotient (LQ) bisa diketahui dengan baik potensi basis setiap kawasan yang ada di Jawa Timur. Oleh karena itu, strategi yang dilakukan dalam konsep Integrated Small Medium Enterprises (SME) adalah mengintegrasikan klaster UMKM se-Jawa Timur dengan basis komoditas atau

Gambar 3. Konsep Integrated Small Medium Enterprises (SME)

Sumber: Ilustrasi Penulis Konsep Integrated SME ini menggunakan basis keunggulan komparatif (basis)

setiap kawasan yang ada di Jawa Timur. Ekspektasinya akan menciptakan spesialisasi setiap kawasan dan menimbulkan efisiensi usaha. Mengacu pada Gambar 3, ditunjukkan bahwa setiap kawasan (kabupaten/kota) mengembangkan UMKMnya yang kemudian berintegrasi dengan kawasan lain melalui layanan Trading House . Mekanismenya, Trading House ini berperan aktif dalam pengintegrasian antar Kawasa n. Integrasi ini tentu akan menghasilkan “collective eficiency ” antar UMKM di seluruh Jawa Timur.

4.2 Pemetaan UMKM Basis Antar Kawasan di Jawa Timur

Tambunan dalam Sudaryanto et al (2014), tingkat daya saing perdagangan suatu kawasan dengan kawasan yang lain sangat ditentukan dari dua faktor, yaitu faktor keunggulan komparatif (comparative advantage) dan faktor keunggulan kompetitif (competitive advantage). Lebih lanjut, Tambunan menjelaskan bahwa faktor keunggulan komparatif lebih bersifat alamiah. Sifat alamiah ini menjadi sebuah keniscayaan bahwa setiap kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur sudah pasti memilikinya, sehingga hal ini bisa menjadi salah satu strategi analisis untuk mengembangkan UMKM yang lebih efisien.

Analisis perspektif Location Quotient adalah salah satu pendekatan yang digunakan untuk mengetahui potensi sektor basis setiap Kawasan di Jawa Timur. Dalam perhitungan ini, dilakukan perhitungan dengan tiga basis utama klaster, yaitu pada tahap input suplai, tahap produksi/pengolahan dan tahap pemasaran/perdagangan. Hal ini dilakukan sesuai dengan pendekatan klaster Diamont Porter, yang mana terdiri dari klaster inti, pendukung dan terkait.

Tabel 5. Location Quotient Perikanan di Jawa Timur Periode 2010-2014

No. Kabupaten/Kota Nilai LQ No. Kabupaten/Kota Nilai LQ

1 Kab. Pacitan

9 Kab. Bangkalan

2 Kab. Trenggalek

10 Kab. Sampang

3 Kab. Banyuwangi

11 Kab. Pamekasan

4 Kab. Situbondo

12 Kab. Sumenep

5 Kab. Sidoarjo

13 Kota Probolinggo

6 Kab. Tuban

14 Kota Pasuruan

7 Kab. Lamongan

15 Kota Surabaya

8. Kab. Gresik

Sumber: Badan Pusat Statistik Jawa Timur, 2015 (diolah)

Tabel 6. Location Quotient Tanaman Pangan di Jawa Timur Periode 2010- 2014

No. Kabupaten/Kota Nilai LQ No. Kabupaten/Kota Nilai LQ

1 Kab. Pacitan

12 Kab. Bojonegoro

2 Kab. Ponorogo

13 Kab. Tuban

3 Kab. Trenggalek

14 Kab. Lamongan

4 Kab. Bondowoso

15 Kab. Gresik

5 Kab. Situbondo

16 Kab. Bangkalan

6 Kab. Sidoarjo

17 Kab. Sampang

7 Kab. Jombang

18 Kab. Sumenep

8 Kab. Nganjuk

19 Kota Probolinggo

9 Kab. Madiun

20 Kota Pasuruan

10 Kab. Magetan

21 Kota Mojokerto

11 Kab. Ngawi

22 Kota Madiun

Sumber: Badan Pusat Statistik Jawa Timur, 2015 (diolah) Hasil perhitungan LQ diatas (Tabel 5) menunjukkan bahwa 39,4% Kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur memiliki sektor basis sub sektor perikanan. Sementara itu pada tabel 6 terdapat 22 kabupaten/kota di Jawa Timur bisa menjadi basis tanaman pangan (padi dan palawija). Nilai location quotient tanaman pangan Sumber: Badan Pusat Statistik Jawa Timur, 2015 (diolah) Hasil perhitungan LQ diatas (Tabel 5) menunjukkan bahwa 39,4% Kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur memiliki sektor basis sub sektor perikanan. Sementara itu pada tabel 6 terdapat 22 kabupaten/kota di Jawa Timur bisa menjadi basis tanaman pangan (padi dan palawija). Nilai location quotient tanaman pangan

Tabel 7. Location Quotient Tanaman Hortikultura di Jawa Timur Periode 2010-2014

No. Kabupaten/Kota Nilai LQ No. Kabupaten/Kota Nilai LQ

1 Kab. Ponorogo

7 Kab. Magetan

2 Kab. Kediri

8 Kota Malang

3 Kab. Malang

9 Kota Probolinggo

4 Kab. Lumajang

10 Kab. Nganjuk

5 Kab. Probolinggo

11 Kota Surabaya

6 Kab. Pasuruan

12 Kota Batu

Sumber: Badan Pusat Statistik Jawa Timur, 2015 (diolah)

Tabel 8. Location Quotient Peternakan di Jawa Timur Periode 2010-2014

No. Kabupaten/Kota Nilai LQ No. Kabupaten/Kota Nilai LQ

1 Kab. Pacitan

20 Kab. Bojonegoro 1,17

3 Kab. Trenggalek

21 Kab. Tuban

4 Kab. Tulungagung

22 Kab. Gresik

5 Kab. Blitar

23 Kab. Bangkalan 1,48

6 Kab. Kediri

24 Kab. Sampang 1,13

7 Kab. Malang

25 Kab. Pamekasan 1,51

8 Kab. Lumajang

26 Kab. Sumenep 1,18

11 Kab. Bondowoso

27 Kota Blitar

14 Kab. Pasuruan

28 Kota Malang 2,26

15 Kab. Sidoarjo

29 Kota Probolinggo 1,57

16 Kab. Mojokerto

30 Kota Pasuruan 1,93

17 Kab. Jombang

31 Kota Mojokerto 1,16

18 Kab. Nganjuk

32 Kota Surabaya 1,44

19 Kab. Magetan

Sumber: Badan Pusat Statistik Jawa Timur, 2015 (diolah) Tabel 7, menunjukkan bahwa Jawa Timur memiliki nilai LQ pada sub sektor hortikultura mencapai 31,5%, sedangkan pada tabel 8 menunjukkan nilai LQ sebesar 84% pada sub sektor peternakan. Sebagaimana kawasan-kawasan basis sebelumnya, bahwa kawasan ini juga sudah memenuhi value chain, sehingga sangat tepat digunakan sebagai sektor basis UMKM klaster bahan baku.

Gambar 4. Klaster UMKM Bahan Baku di Jawa Timur

Sumber: Olahan Penulis Mengacu pada gambar 4, ditunjukkan bahwa yang menjadi pusat pusat dari bahan baku pertanian secara umum adalah kawasan kawasan tersebut. Hal ini didasarkan pada hasil perhitungan location quotient. Adapun demikian, kawasan ini dikembangkan sebagai UMKM yang berfokus pada produksi bahan baku, khususnya dari sektor pertanian, peternakan dan perikanan.

Tabel 9. Location Quotient Industri Pengolahan di Jawa Timur Periode 2010-

2014 No. Kabupaten/Kota Nilai LQ No. Kabupaten/Kota Nilai LQ

1 Kab. Blitar

6 Kab. Tuban

2 Kab. Malang

7 Kab. Gresik

3 Kab. Pasuruan

8 Kota Kediri

4 Kab. Sidoarjo

9 Kota Malang

5 Kab. Mojokerto

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2015 (diolah) Sebagaimana sudah dijelaskan sebelumnya bahwa klaster UMKM ini terbagi menjadi tiga tahap, maka pada tahap industri pengolahan adalah klaster kawasan basis pengolahan dari UMKM produksi bahan baku. Didasarkan tabel 9 diatas, diketahui bahwa nilai LQ Jawa Timur untuk sektor ini mencapai 23,6% atau berjumlah 9 kabupaten/kota. 9 kawasan ini akan menjadi pusat klater untuk memperkuat value chain UMKM di Jawa Timur. Sementara itu, yang akan menjadi perantara antara klaster UMKM Bahan Baku dengan UMKM Pengolahan adalah Sumber: Badan Pusat Statistik, 2015 (diolah) Sebagaimana sudah dijelaskan sebelumnya bahwa klaster UMKM ini terbagi menjadi tiga tahap, maka pada tahap industri pengolahan adalah klaster kawasan basis pengolahan dari UMKM produksi bahan baku. Didasarkan tabel 9 diatas, diketahui bahwa nilai LQ Jawa Timur untuk sektor ini mencapai 23,6% atau berjumlah 9 kabupaten/kota. 9 kawasan ini akan menjadi pusat klater untuk memperkuat value chain UMKM di Jawa Timur. Sementara itu, yang akan menjadi perantara antara klaster UMKM Bahan Baku dengan UMKM Pengolahan adalah

Gambar 5. Klaster UMKM Pengolahan/Produksi di Jawa Timur

Sumber: Olahan Penulis Gambar 5, ditunjukkan lokasi kawasan yang menjadi basis dari klaster UMKM Pengolahan. Sebagaimana pada klaster sebelumnya, pemilihan kawasan ini didasarkan pada hasil perhitungan LQ dan yang memiliki nilai LQ>1. Adapun demikian, pada tahap pemasaran, klaster UMKM pengolahan ini akan berintegrasi kembali pada klaster UMKM pemasaran/perdagangan berikut ini:

Tabel 10. Location Quotient Perdagangan Besar dan Eceran di Jawa Timur Periode 2010-2014

No. Kabupaten/Kota Nilai LQ No. Kabupaten/Kota Nilai LQ

1 Kab. Pacitan

18 Kab. Magetan

2 Kab. Ponorogo

19 Kab. Ngawi

4 Kab. Tulungagung

20 Kab. Lamongan

5 Kab. Blitar

21 Kab. Bangkalan

6 Kab. Kediri

22 Kab. Sampang

7 Kab. Malang

23 Kab. Pamekasan

8 Kab. Lumajang

24 Kab. Sumenep

9 Kab. Jember

25 Kota Blitar

10 Kab. Banyuwangi

26 Kota Probolinggo

11 Kab. Bondowoso

27 Kota Pasuruan

12 Kab. Situbondo

28 Kota Mojokerto

13 Kab. Probolinggo

29 Kota Batu

16 Kab. Mojokerto

30 Kab. Nganjuk

17 Kab. Jombang

31 Kab. Madiun

Sumber: Badan Pusat Statistik Jawa Timur, 2015 (Diolah) Tabel 10 menunjukkan bahwa hampir semua kawasan di Jawa Timur berpotensi sebagai kawasan strategis pemasaran hasil produksi sektor UMKM.

Terbukti dari tabel 10 didapatkan bahwa nilai LQ pada sektor ini mencapai 81,5%. Artinya, hampir keseluruhan kabupaten/kota memiliki demand konsumen yang cukup tinggi, selain pada fasilitas dan sarana prasarana pemasaran/perdagangan yang memadai.

Gambar 6. Klaster UMKM Perdagangan/Pemasaran di Jawa Timur

Sumber: Olahan Penulis Gambar 6, dapat dilihat lokasi-lokasi basis perdagangan besar dan perdagangan eceran. Mungkin jika berbicara perdagangan eceran secara alamiah setiap kawasan memilikinya. Akan tetapi, kawasan ini merupakan klaster prioritas yang akan menjadi pioner dalam pengembangan yang lebih maju kearah akses pasar dan informasi pemasaran yang akuntabel.

4.3 Keunggulan Komparatif: Strategi Penciptaan Klaster UMKM terintegrasi

Analisis menggunakan pendekatan location quotient adalah untuk mengetahui keunggulan komparatif suatu kawasan. Hal ini senada dengan Hendayana (2004) yang menyatakan bahwa teknik LQ mengarah pada identifikasi spesialisasi kegiatan ekonomi atau konsentrasi ekonomi untuk mendapatkan leading sector suatu kegiatan ekonomi (industri). Kawasan basis yang kemudian dijadikan sebagai klaster pioner bagi kawasan lain yang memiliki potensi sama akan mampu mendorong produktivitas. Dikarenakan pada skema klaster tidak hanya dibangun dari hadirnya industri, tetapi industri harus saling terkait berdasarkan value chain, sehingga dapat digambarkan bahwa klaster adalah sebuah organ sistem saling terkait (Lestari, 2010).

Para pelaku (stakeholder) dalam suatu klaster biasanya dikelompokkan kepada industri inti, industri pemasok, industri pendukung, industri terkait dan konsumen (Lestari, 2010). Pemilihan peran ini tentu disesuaikan dengan kemampuan UMKM Para pelaku (stakeholder) dalam suatu klaster biasanya dikelompokkan kepada industri inti, industri pemasok, industri pendukung, industri terkait dan konsumen (Lestari, 2010). Pemilihan peran ini tentu disesuaikan dengan kemampuan UMKM

Gambar 7. Faktor-Faktor Penentu Daya Saing

Strategi Prsh

Pemerintah

dan Persaingan

Kondisi Faktor Kondisi (Input)

Permintaan

Industri Pendukung &

Peluang

Terkait

Sumber: Porter dalam Lestari, 2010 Selain empat faktor tersebut, Porter juga menyebutkan pentingnya faktor keterlibatan pemerintah, dalam hal ini lembaga Trading House yang merupakan lembaga resmi dari Dinas Koperasi dan UMKM Jawa Timur yang berperan aktif untuk menghubungkan antara klaster bahan baku, pengolahan hingga perdagangan. Disisi lain, Porter juga menyatakan terkait peluang pentingnya menciptakan sumber daya yang berkualitas tinggi (Lestari, 2010). Jika ditelisik lebih jauh maka hal ini didukung oleh skema klaster UMKM yang berbasis pada unggulan lokal (keunggulan komparatif). Sebagaimana juga teori klasik (Adam Smith) menyebutkan spesialisasi akan meningkatkan output produksi (Deliarnov, 2014).

Adapun Analisis keempat faktor tersebut adalah sebagai berikut:

1. Faktor Input: pemetaan yang dilakukan berdasarkan perhitungan LQ sebelumnya tentu akan meningkatkan efisiensi dari UMKM di Jawa Timur untuk mengembangkan kegiatan ekonominya. Informasi pemetaan ini bisa dijadikan bahan acuan masing-masing kabupaten/kota untuk menciptakan spesialisasi kerja klaster UMKM. Karena secara umum, perhitungan LQ juga 1. Faktor Input: pemetaan yang dilakukan berdasarkan perhitungan LQ sebelumnya tentu akan meningkatkan efisiensi dari UMKM di Jawa Timur untuk mengembangkan kegiatan ekonominya. Informasi pemetaan ini bisa dijadikan bahan acuan masing-masing kabupaten/kota untuk menciptakan spesialisasi kerja klaster UMKM. Karena secara umum, perhitungan LQ juga

2. Industri Pendukung: pada analisis ini, skema linkage dengan lembaga Pemerintah sebagai penghubung antar klaster (Trading House) akan memberikan layanan dan jasa konsultasi. Layaknya Business Development service (BDS), lembaga Trading House ini juga memberikan layanan pada peningkatan value added produk UMKM di Jawa Timur, sehingga UMKM klaster berdasarkan basis tadi secara umum mampu mengalami peningkatan baik secara ekonomi ataupun posisi tawar.

3. Kondisi Permintaan dan Peluang Permintaan: pemetaan klaster yang sudah dilakukan memberikan jawaban atas kondisi demand yang ada di masyarakat. Industri pengolahan tidak akan kesulitan untuk mendapatkan bahan baku produksi. Karena sudah gamblang dijelaskan diatas. Begitupun dengan industri perdagangan yang mendapatkan pasokan dari klaster pengolahan. Sebaliknya pun demikian, klaster bahan baku mendapatkan konsumen yang stabil karena klaster sudah berpoduksi sesuai dengan basis masing-masing kawasan.

4. Kondisi Persaingan: perpektif yang digunakan jika menganalisis kondisi persaingan adalah “integrasi”. Sebagaimana konsep awal dari integrated SME, bahwa UMKM yang terintegrasi akan meningkatkan daya saing dan menciptakan “collective efficiency” (Hoetoro, 2013). Maka sebuah keniscayaan bahwa UMKM di Jawa Timur mampu menciptakan jaringan yang kuat baik antar sektor maupun antar kawasan diseluruh Jawa Timur. Analisis melalui empat faktor oleh Porter diatas akan mampu memberikan

gambaran kedepan terkait “future expectation” dari konsep Integrated SME ini. Seiring berjalannya waktu, klaster pemetaan yang sudah dipetakan sebelumnya akan tumbuh dan berkembang dan akan terjadi peningkatan spesialisasi dan kerjasama dalam klaster. Anggota klaster akan mulai mengorganisir diri untuk jasa- jasa tertentu seperti pembelian bersama, branding, periklanan, distribusi atau ekspor (Widyastutik, 2010). Namun demikian, kompleksivitas klaster yang terjadi gambaran kedepan terkait “future expectation” dari konsep Integrated SME ini. Seiring berjalannya waktu, klaster pemetaan yang sudah dipetakan sebelumnya akan tumbuh dan berkembang dan akan terjadi peningkatan spesialisasi dan kerjasama dalam klaster. Anggota klaster akan mulai mengorganisir diri untuk jasa- jasa tertentu seperti pembelian bersama, branding, periklanan, distribusi atau ekspor (Widyastutik, 2010). Namun demikian, kompleksivitas klaster yang terjadi

Gambar 8. Skema Standar Quality Management System Pada Klaster

UMKM di Jawa Timur

Sumber: Olahan Penulis Konsep pengembangan mutu klaster UMKM dilakukan guna menjaga

eksistensi UMKM dalam perekonomia Jawa Timur. Sebagaimana kita ketahui bahwa UMKM merupakan representasi dari perekonomian Jawa Timur, sehingga perlu untuk dioptimalkan dan dikelola dengan baik. Persaingan ekonomi di era MEA ini menuntut segala bentuk usaha berada dalam performa terbaik. Artinya, iklim dalam pasar persaingan modern saat ini sangat ketat dan tinggi. Skema gambar diatas berusaha menjawab permasalahan ini.

Untuk menjaga daya saing dan mutu UMKM, dibutuhkan “requirements” konsumen. Analisis ini untuk menjaga kestabilan pemasaran dari produk UMKM

Jawa Timur, selanjutnya adalah “Product Realisation”. Pada aspek ini, UMKM klaster memproduksi sesuai dengan analisis kebutuhan konsumen, sedangkan pada ranah “improvement”, adalah tahap pengembangan yang kemungkinan terbesar pasti berada pada UMKM Klster Pengolahan/produksi. Selain itu, pada ranah ini

tentu juga dilihat “satisfaction” dari konsumen, agar ketika produk tersebut dikembangkan sesuai dengan permintaan konsumen. Dan pada ranah terakhir adalah “Management responsibility” yang bermaksud untuk kembali melihat tentu juga dilihat “satisfaction” dari konsumen, agar ketika produk tersebut dikembangkan sesuai dengan permintaan konsumen. Dan pada ranah terakhir adalah “Management responsibility” yang bermaksud untuk kembali melihat

Perbaikan manajemen kelembagaan UMKM yang integratif adalah keniscayaan yang menjadi prioritas utama, sehingga pada tahap ini UMKM yang sudah membentuk klaster akan saling berintegrasi guna mencapai collective efficiency serta menciptakan manajemen integratif di Provinsi Jawa Timur. Strategi ini dinilai sangat strategis mengingat pada tahap tertentu klaster akan bersifat integratif, meningkatkan daya saing, efisiensi biaya dan pada akhirnya akan berdampak pada pengembangan ekonomi wilayah (Bappenas, 2006; Departemen Perindustrian, 2005; BBPT, 2003; JICA, 2004 dalam BI, 2008). Pengembangan klaster yang sama tentu akan meningkatkan knowledge spillover yang kemudian mempermudah literasi teknologi.

Gambar 9. Pola Klaster Dinamis yang Integratif

Mengacu pada gambar diatas, dicontohkan bahwa Klaster UMKM bahan baku adalah Kab. Lamongan (Pangan), Kota Surabaya (Perikanan), Kota Blitar (Peternakan), dan Kota Batu (Hortikultura). Keempat kawasan ini saling berintegrasi dengan ditunjukkan oleh garis putus-putus berwarna merah. Kemudian klaster Pengolahan di contohkan oleh Kab. Pasuruan dan klaster perdagangan dicontohkan Kabupaten Magetan. Dari klaster bahan baku kemudian bermitra dengan klaster pengolahan dan yang terakhir adalah pada tahap perdagangan dengan klaster pemasaran/perdangan yang difasilitasi oleh lembaga Trading House.

Dengan demikian, spesialisasi setiap kawasan dengan basis keunggulan komparatif ini akan mengurangi opportunity cost dari UMKM di Jawa Timur sehingga menciptakan

demikian, untuk mengimplementasikan strategi ini dibutuhkan sinergitas stakeholder serta langkah- langkah implementasi. Adapun berikut adalah langkah strategis Implementasi Integrated SME:

Gambar 10. Langkah Strategis Implementasi Integrated SME

evaluasi dan

Kerangka

perbaikan