MONOPOLI HARTA DALAM HADITS docx

MONOPOLI HARTA DALAM HADITS
Disusun guna memenuhi tugas
Mata kuliah Tafsir Ayat dan Hadits Ekonomi
Pengampu : Dede Rodin, M.Ag.

Disusun oleh :
Ichwan Hidayatullah
(1605036030)
Salsabila lathifatul khoiriyyah (1605036031)
Inas Shakila
(1605036032)

S1 PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2017

BAB I
PENDAHULUAN
Islam menghendaki kesempurnaan pasar yang bebas dari upaya pihak-pihak yang
menghendaki distorsi pasar demi meraup keuntungan tinggi dalam waktu singkat.

Ketidaksempurnaan pasar juga bisa muncul disebabkan karena ketidaksempurnaan informasi
yang dimiliki oleh para pelaku ekonomi. Informasi merupakan hal yang penting, sebab ia
menjadi dasar bagi pembuatan keputusan. Produsen berkepentingan untuk mengetahui
seberapa besar permintaan dan tingkat harganya, berapa harga input dan teknologi yang
tersedia, dan lain-lain, sehingga dapat menawarkan barangnya secara akurat. Demikian pula
konsumen, ia harus mengetahui tingkat harga yang berlaku, kualitas barang yang dibelinya,
dan lain lain, sehingga dapat menentukan permintaannya dengan akurat pula.1
Dari sekian banyak penyebab ketidaksempurnaan pasar, tampaknya monopoli
merupakan faktor yang paling sering dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung
jawab. Penimbunan barang merupakan halangan terbesar dalam pengaturan persaingan pasar
Islam. Hal tersebut dikarenakan pengaruhnya terhadap jumlah barang yang tersedia dari
barang yang ditimbun dimana beberapa pedagang memilih untuk menahan barang
dagangannya dan tidak menjualnya karena menunggu naiknya harga. Perilaku ini mempunyai
pengaruh negatif dalam fluktuasi kemampuan persediaan dan permintaan barang. 2 Padahal,
etika perdagangan atau ekonomi Islam menganjurkan untuk mencari rezeki secara baik dan
seimbang dengan berpedoman kepada al-Qur’an dan Hadis.

1 Dede Abdul Fatah, Monopoli dalam Perspektif Ekonomi Islam, Volume IV, No. 2, 2012, hlm. 2.
2 Jabirah, Fikih Ekonomi Umar bin Al Khattab, Jakarta : Khalifa, 2006, hlm. 603


BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Monopoli Harta
Ada dua istilah dalam bahasa Arab terkait larangan monopoli, yakni ihtikar
dan iktinaz. Secara sederhana, ihtikar sering diartikan monopoli dan iktinaz diartikan
penimbunan. Sayyid Sabiq dalam Fiqh al-Sunnah mendefinisikan ihtikar dengan
“membeli suatu barang dan menyimpannya agar barang tersebut berkurang di
masyarakat sehingga harganya meningkat, manusia akan mendapatkan kesulitan
akibat kelangkaan dan mahalnya harga barang tersebut.” Fathi ad-Duraini
mengartikan ihtikar dengan “tindakan menyimpan harta, manfaat atau jasa, dan
enggan menjual dan memberikannya kepada orang lain yang mengakibatkan
melonjaknya harga pasar secara drastis disebabkan persediaan barang terbatas atau
stok barang hilang sama sekali dari pasar, sementara rakyat, negara, ataupun hewan
(peternakan amat membutuhkan produk, manfaat, atau jasa tersebut.” 3 Menurut
mazhab Hambali, monopoli yaitu membeli bahan makanan untuk diperdagangkan dan
ditimbun agar supaya langka dan harganya meningkat, untuk mendapatkan
keuntungan yang besar. Menurut Qardhawi, yang dimaksud dengan monopoli yaitu
menahan barang untuk tidak beredar di pasar supaya naik harganya. Menurut Imam
Al-Ghazali (Madzab Syafi’i) monopoli atau ihtikar adalah penyimpanan barang
dagangan oleh penjual makanan untuk menunggu melonjaknya harga dan

penjualannya ketika harga melonjak. Ulama madzab Maliki mendifinisikan ihtikar
adalah penyimpanan barang oleh produsen baik, makanan, pakaian, dan segala barang
yang merusak pasar. Sedangkan menurut Imam Muhammad bin Ali Asy-Syaukani
(ahli hadis dan ushul fiqh) mendifinisikan ihtikar sebagai penimbunan barang
dagangan dari tempat peredarannya sehingga menjadikan barang tersebut langkah di
pasaran.4
Sedangkan menimbun harta dalam bahasa Arab disebut iktinaz atau kanz al
mal. Secara bahasa, iktinaz, sebagaimana dikatakan al-Ragib ashfahani, adalah ja'l aImal ba‘dhahu 'ala ba'dh wa hifzhuhu (menumpuk dan menyimpan harta). Pada saat
3 Dede Rodin, Tafsir Ayat Ekonomi, Semarang : CV. Karya Abadi Jaya, 2015, hlm. 147.
4 Muh. Barid Nizarudin Wajni, Monopoli Dagang dalam kajian Fiqih Islam, Nganjuk, hlm. 3

diharamkan, emas dan perak menjadi alat tukar dan standar bagi tenaga, jasa atau
manfaat suatu harta. Atas dasar itu, larangan penimbunan emas dan perak itu juga
terkait dengan fungsinya sebagai alat tukar. Artinya, larangan itu juga mencakup
larangan terhadap penimbunan uang secara umum. Karena itu, iktinaz dapat diartikan
dengan menahan harta (dana), menahannya, menjauhkan dari peredaran dan
membiarkannya menganggur dan tidak berputar dalam transaksi yang bermanfaat
bagi masyarakat umum. Ada kesamaan antara iktinaz dan ihtikar dalam hal
menumpuk dan menahan kekayaan. Hanya saja iktinaz terdorong oleh keengganan
menginfakkan


(menginvestasikan)

harta

pada

hal-hal

yang

mendatangkan

kemaslahatan umum, sedang ihtikar terdorong oleh keinginan untuk meraup
keuntungan besar, di mana harta (barang-barang kebutuhan masyarakat) yang ditahan
itu akan dilepas ke pasar saat harganya naik. Tapi dampak dari keduanya sama;
menimbulkan kerugian bagi orang banyak.5
B. Larangan Ihtikar dan Iktinaz dalam Hadis.
Larangan ihtikar (monopoli) dipertegas oleh sabda Rasullah SAW dalam
beberapa hadis, diantaranya :


‫علىى‬
‫خ ل ىطا ه‬
‫عىمىربحهن ال ح ى‬
‫عحن ل‬
‫ب قا ىىل ىسهمحع ل‬
‫عل ىيحهه ىوىسل لىىم يىلقلولل ىمحن اححتىك ىىر ى‬
‫ت ىرلسلوىل اللهه ىص لىلى الله ل ى‬
‫ى‬
‫ال حلمسلههميحىن‬
‫جىذاهم ىواهلحفىلاهس‬
‫ىطىعامما ىضىربىله اللله هبل ح ل‬
“Umar bin Khattab berkata : Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda : Barang
siapa yang melakukan monopoli makananan atas kaum muslim Allah akan
menimpakan kepadanya penyakit dan kebangkrutan” (HR. Ibnu Majah)

‫عىلى‬
‫عل ىيحهه ىوىسل لىىم ىمحن اححتىك ىىر لحك حىرمة يلهريحلدا ىحن يلحغهلي هبىها ى‬
‫عحن ا ىهبي لهىريحىرىة ىقاىل ىرلسولل الله ىص لىل الله ى‬
‫ى‬

‫ال حلمحسلههميىن ىفلهىو‬
‫ى‬
‫ى‬
‫خاهط ى‬
“Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda : Barang siapa yang
melakukan monopoli dengan tujuan agar harga naik atas kaum muslimin, maka dia
telah melakukan dosa.” (HR. Ahmad)

5 Rodin, Tafsir...,hlm. 151

‫ع ىر هج‬
‫ح ىيى ىقا ىل ىقىر ا ح ل‬
‫ع حن ا ل حأ ى ح‬
‫ع حن ا ى هبي ال هلز ىنا هد ى‬
‫ع ىلى ىما له كك ى‬
‫ت ى‬
‫ح ىيى بح لن يى ح‬
‫ىح ل ىد ثى ىنا يى ح‬
‫ع ل ى يح هه ىو ىس ل لىىم ىقا ىل ىلا يل تى ل ى لىقى ال لر ك ح ىبا لن‬
‫ع حن ا ى هبي له ىر يحىر ىة ا ى لىن ىر لسو ىل ال ل لى هه ىص لىلى ال ل لى له ى‬

‫ى‬
‫ع ىلى بى يح هع بى حع كض ىو ىلا تى ىنا ىج لشوا ىو ىلا يى هب حع ىحا هض ىر له ىبا كد ىو ىلا‬
‫له بى يح كع ىو ىلا يى هب حع بى حع لض ك ل حم ى‬
‫خ يح هر ال ن لىىظ ىر يح هن بى حع ىد ا ىحن‬
‫ع ىها بى حع ىد ىذ له ىك ىف له ىو هب ى‬
‫تل ىص لروا ا ل ح هإ هب ىل ىوا ل ح ىغ ن ى ىم ىف ىم حن ا بح ىتا ى‬
‫عا هم حن تى حم كر‬
‫ح ل ل بى ىها ىف هإ حن ىر هض يى ىها ا ى حم ىس ك ى ىها ىو هإ حن ىس هخ ىط ىها ىر لدى ىها ىو ىصا م‬
‫يى ح‬
“Telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Yahya] dia berkata; Saya membaca di
hadapan [Malik] dari [Abu Az Zinad] dari [Al A'raj] dari [Abu Hurairah] bahwa
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Janganlah mencegat pedagang
untuk memborong barang-barangnya (sebelum sampai ke pasar); jangan membeli
barang yang sedang dibeli orang lain; jangan menipu; orang kota hendaknya tidak
memborong dagangan orang dusun (dengan maksud monopoli dan menaikkan
harga); jangan menahan susu unta atau kambing yang akan dijual supaya kelihatan
susunya banyak. Jika dia membeli dan memerahnya setelah membeli, maka dia boleh
memilih dari dua keadaan, jika ia suka, maka dia boleh ditahannya namun jika tidak
suka dia boleh mengembalikannya dengan satu sha' kurma (pengganti susu dan
perahannya)." (HR. Muslim Nomor 2790)

Dari hadis diatas, pada kalimat “orang kota hendaknya tidak memborong
dagangan orang dusun (dengan maksud monopoli dan menaikkan harga)” sudah
sangat jelas bahwa Rasulullah SAW melarang orang memborong dagangan orang lain
dengan maksud memonopoli agar harganya naik, karena ketika suatu dagangan
diborong oleh satu orang saja secara otomatis akan terjadi kelangkaan di pasaran dan
hal tersebut akan memberi kesempatan pada orang yang memborong tadi untuk
menjualnya dengan harga yang tinggi.

Larangan iktinaz oleh sabda Rasullah SAW dalam beberapa hadis, diantaranya :

‫ع حن‬
‫ع بح لد ال ل لى هه بح لن ىم حس ل ى ىم ىة بح هن ىق حع ن ى كب ىح ل ىد ثى ىنا لس ل ى يح ىما لن يى حع هني ا بح ىن هب ىلا كل ى‬
‫ىح ل ىد ثى ىنا ى‬
‫ث ا ى لىن ىم حع ىممرا ىقا ىل ىقا ىل‬
‫ح هلد ل‬
‫يى ح‬
‫ح ىيى ىو له ىو ا بح لن ىس هعي كد ىقا ىل ىكا ىن ىس هعي لد بح لن ا ل ح لم ىس يلى هب يل ى‬
‫ئ ىف هقي ىل له ىس هعي كد ىف هإ ن لى ىك‬
‫ىو ىس ل لىىم ىم حن ا حح تى ك ى ىر ىف له ىو ىخا هط ى‬
‫ح تى هك لر‬

‫ح هلد ل‬
‫ح هدي ى‬
‫ث ىكا ىن يى ح‬
‫ث ىه ىذا ا ل ح ى‬
‫ا ل لى هذي ىكا ىن يل ى‬

‫ع ل ى يح هه‬
‫ىر لسو لل ال ل لى هه ىص لىلى ال ل لى له ى‬
‫ح تى هك لر ىقا ىل ىس هعي ىد هإ لىن ىم حع ىممرا‬
‫تى ح‬

“Telah menceritakan kepada kami [Abdullah bin Maslamah bin Qa'nab] telah
menceritakan kepada kami [Sulaiman] -yaitu Ibnu Bilal- dari [Yahya] -yaitu Ibnu
Sa'id- dia berkata, " [Sa'id bin Musayyab] menceritakan bahwa [Ma'mar] berkata,
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa menimbun barang,
maka dia berdosa." (HR. Muslim nomor 3012).
Menimbun yang diharamkan menurut kebanyakan ulama fikih yaitu apabila :
a) Barang yang ditimbun melebihi kebutuhannya dan kebutuhan keluarga untuk masa
satu tahun penuh. Kita hanya boleh menyimpan barang untuk keperluan kurang dari
satu tahun sebagaimana pernah dilakukan Rasulullah SAW.

b) Menimbun untuk dijual, kemudian pada waktu harganya membumbung tinggi dan
kebutuhan rakyat sudah mendesak baru dijual sehingga terpaksa rakyat membelinya
dengan harga mahal.
c) Yang ditimbun ialah kebutuhan pokok rakyat seperti pangan, sandang dan lain-lain.
Apabila bahan-bahan lainnya ada di tangan banyak pedagang, tetapi tidak termasuk
bahan pokok kebutuhan rakyat dan tidak merugikan rakyat, maka itu tidak termasuk
menimbun.
Adapun mengenai waktu penimbunan tidak terbatas dalam waktu pendek
maupun panjang jika dapat menimbulkan fluktuasi ataupun tiga syarat tersebut diatas
terpenuhi maka haram hukumnya.
Dari ibnu Umar, dari Rasullah SAW :

‫ىمحن اححتىك ىىرىطىعممااحربىهعيحىن ل ىحيلة ىفىقحدبىهرىىءهمىن اللىه ىوبىهرىىء همن حله‬
“Siapa yang menimbun makanan selama empat puluh malam sungguh ia telah
terlepas dari Allah dan Allah bebas darinya.” (HR. Ahmad)

Pada dasarnya Rasulullah melarang menimbun barang pangan selama 40
hari, biasanya pasar akan mengalami fluktuasi jika sampai 40 hari barang tidak ada
di pasar karena ditimbun, padahal masyarakat sangat membutuhkannya. Bila
penimbunan dilakukan beberapa hari saja sebagai proses pendristibusian barang

dari produsen ke konsumen maka belum dianggap sebagai sesuatu yang
membahayakan. Namun bila bertujuan menunggu saatnya naik harga sekalipun
hanya satu hari maka termasuk penimbunan yang membahayakan dan tentu saja
diharamkan.6

C. Cara Mencegah Penimbunan Barang
Para pelaku monopoli mempermainkan barang yang dibutuhkan oleh umat dan
memanfaatkan hartanya untuk membeli barang, kemudian menahannya sambil
menunggu naiknya harga barang itu tanpa memikirkan penderitaan umat karenanya.
Perilaku buruk ini dilarang oleh islam. Umar Radhiyallahu Anhu memiliki perhatian
yang besar dalam penimbunan barang dan mengawasinya. Diantara cara yang bisa
diambil dalam fikih Umar Radhiyallahu Anhu untuk mencegah penimbunan barang
dan memberantasnya adalah pengaturan perantara perdagangan, dan mengawasi
harga. Keduanya akan dibahas sebagai berikut:
1. Mengatur Perantara Perdagangan
Perdagangan tidak bisa lepas dari perantara yang masuk diantara penjual dan
pembeli untuk memudahkan tukar-menukar barang. Pada masa sekarang, sangat
dibutuhkan adanya pedagang perantara, melihat banyaknya barang dan jasa,
banyaknya jenisnya, meluasnya perdagangan di dalamnya, kesulitan hubungan
langsung antara berbagai pihak dan perkenalan antara mereka untuk melakukan
perdagangan. Maka datanglah peran perantara untuk menunjukkan barang dagangan
kepada pembeli dan menunjukkan harga kepada penjual.
Disamping mengakui pentingnya perantara perdagangan, membiarkannya
tanpa aturan bisa menyebabkan adanya penyalahgunaannya dari tugas sebenarnya dan
menjadi cara untuk menipu, dan cara monopoli. Hal ini bisa membunuh persaingan,
maka harga tidak stabil sesuai persediaan dan permintaan barang, akan tetapi terjadi
6Ilfi Nur Diana, Hadis-hadis Ekonomi, Malang : UIN MALANG PRESS, 2008, hlm. 70-71.

kesewenang-wenangan dari beberapa pedagang perantara yang menyebabkan naiknya
harga. Untuk menjaga ekonomi dari pengaruh buruk dari para perantara perdagangan,
Islam mengatur masalah perantara perdagangan, dan melarang beberapa campur
tangan yang membahayakan umat, baik individu atau golongan. Diantara perantaraan
perdagangan yang dilarang oleh Islam apa yang dijelaskan dalam hadis :

‫ع حن‬
‫ع حن ا ى هبي هه ى‬
‫ع حن ا بح هن ىطا لو كس ى‬
‫ع بح لد ا ل حىوا هح هد ىح ل ىد ثى ىنا ىم حع ىم ىر ى‬
‫ىح ل ىد ثى ىنا لم ىس ل ىد دى ىح ل ىد ثى ىنا ى‬
‫ع ل ى يح هه ىو ىس ل لىىم ا ىحن‬
‫ع ن ح له ىما ن ى ىهى ىر لسو لل ال ل لىهه ىص لىلى ال ل لى له ى‬
‫ع لىبا كس ىر هض ىي ال ل لىله ى‬
‫ا بح هن ى‬
‫ع لىبا كس ىما ىق حو ل ل له ىلا يى هبي لع‬
‫يل تى ل ى لىقى ال لر ك ح ىبا لن ىو ىلا يى هبي ىع ىحا هض ىر له ىبا كد لق ل ح ل‬
‫ت ىيا ا بح ىن ى‬
‫كو لن ل ى له هس حم ىسامرا‬
‫ىحا هض ىر له ىبا كد ىقا ىل ىلا يى ل‬
“Telah menceritakan kepada kami [Musaddad] telah menceritakan kepada kami
['Abdul Wahid] telah menceritakan kepada kami [Ma'mar] dari [Ibnu Thowus] dari
[bapaknya] dari [Ibnu 'Abbas radliallahu 'anhuma]; Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam melarang menyongsong (mencegat) kafilah dagang (sebelum mereka tahu
harga di pasar) dan melarang pula orang kota menjual kepada orang desa. Aku
bertanya kepada Ibnu 'Abbas radliallahu 'anhuma: "Apa arti sabda Beliau " dan
janganlah orang kota menjual kepada orang desa ". Dia menjawab: "Janganlah
seseorang jadi perantara bagi orang kota". (HR. Bukhari nomor 2113)

Umar Radhiyallahu Anhu memerintahkan manusia untuk melaksanakan pesan
Nabi Muhammad, dan berkata, “Dan janganlah orang yang tahu menjual kepada
orang yang tidak tahu.” Umar memerintahkan untuk menunjukkan para pedagang dari
orang Badui ke pasar, memberitahukan mereka jalan menuju pasar, agar dia
mengetahui dengan sempurna keadaan pasar dan harga-harga, dan mereka bisa sampai
ke pasar dan menjual barang dagangannya sesuai kehendaknya. Dalam hal ini Umar
berkata, “Tunjukkan mereka ke pasar, tunjukkan mereka jalan, dan beritahu mereka
tentang harga”
Pesan-pesan di

atas

bertujuan untuk

mengurangi

jumlah perantara

perdagangan dan menekan biaya pemasaran, yaitu dengan mengkhususkannya pada
apa sesuai dengan jasa produksi yang sebenarnya. Ini bisa mencegah penimbunan
barang dan naiknya harga, serta mencegah berkurangnya jumlah barang di pasar.
Kajian-kajian ekonomi telah menetapkan bahwa banyaknya perantara antara produsen

dan konsumen merupakan penyebab terpenting dari naiknya harga barang, dan
konsumen harus menanggung semua tambahan itu, maka berkuranglah kemampuan
untuk memenuhi kebutuhannya dan hal tersebut menghalangi terwujudnya
kesejahteraan umat.
2. Pengawasan Harga
Umar Radhiyallahu Anhu memiliki perhatian yang besar dalam mengikuti
perkembangan harga dan mengawasinya. Ketika datang utusan kepadanya, maka dia
bertanya tentang keadaan mereka dan harga-harga pada mereka. Tidak diragukan
bahwa tingkat harga dianggap sebagai indikasi terbesar tingkat mata pencaharian,
karena dia mempunyai pengaruh terhadap nilai mata uang. Bahkan naiknya harga
merupakan indikasi terbesar inflasi, dimana ketika terjadi inflasi, harga harga naik
tajam, dan hal tersebut menyebabkan berkurangnya nilai mata uang. Oleh karena itu,
tidak mengherankan bila Islam menganggap kenaikan harga sebagai satu musibah,
suatu bencana yang turun karena dosa manusia. 7 Hal itu kelihatan ketika harga-harga
naik pada masa Rasulullah dan umat Islam datang kepadanya untuk menentukan
harga, maka Rasulullah bersabda, “Tetapi aku berdoa..Artinya aku menghadap Allah
agar menghilangkan mahalnya harga dan meluaskan rizki”. Rasulullah

memberi

alasan ketidak mauannya menentukan harga dengan sabdanya,

‫ع حن‬
‫ح لىم لد بح لن ا ل ح لم ثى لىنى ىح ل ىد ثى ىنا ىح لى‬
‫جا ىج ىح ل ىد ثى ىنا ىح لىما لد بح لن ىس ل ى ىم ىة ى‬
‫ىح ل ىد ثى ىنا لم ى‬
‫ع حه هد ىر لسو هل‬
‫ع حن ا ى ن ى هس بح هن ىما له كك ىقا ىل ى‬
‫ىق ىتا ىد ىة ىو لح ىم يح ىد ىو ىثا هب ى‬
‫ع ىلى ى‬
‫غ ىلا ال هلس حع لر ى‬
‫ت ى‬
‫غ ىلا ال هلس حع لر ىف ىس هلع حر ل ى ىنا‬
‫ع ل ى يح هه ىو ىس ل لىىم ىف ىقا للوا ىيا ىر لسو ىل ال ل لى هه ىق حد ى‬
‫ال ل لى هه ىص لىلى ال ل لى له ى‬
‫ىف ىقا ىل هإ لىن ال ل لىىه له ىو ا ل ح لم ىس هلع لر ا ل ح ىقا هب لض ا ل ح ىبا هس لط ال لىرا هز لق هإ هلني ل ى أ ىحر لجو ا ىحن ا ى ل ح ىقى ىر هلبي‬
‫ىو ل ى يح ىس ا ىىح ىد يى حط ل ل بل هني هب ىم حظ ل ى ىم كة هفي ىد كم ىو ىلا ىما كل‬
“Telah menceritakan kepada kami [Muhammad Ibnul Mutsanna] berkata, telah
menceritakan kepada kami [Hajjaj] berkata, telah menceritakan kepada kami
[Hammad bin Salamah] dari [Qatadah] dan [Humaid] dan [Tsabit] dari [Anas bin
Malik] ia berkata, "Pernah terjadi kenaikan harga pada masa Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam, maka orang-orang pun berkata, "Wahai Rasulullah, harga-harga
telah melambung tinggi, maka tetapkanlah setandar harga untuk kami." Beliau lalu
bersabda: "Sesungguhnya Allah lah yang menentukan harga, yang menyempitkan
7 Jabirah, Fikih Ekonomi Umar bin Al Khattab, Jakarta : Khalifa, 2006, hlm. 611

dan melapangkan, dan Dia yang memberi rizki. Sungguh, aku berharap ketika
berjumpa dengan Allah tidak ada seseorang yang meminta pertanggungjawaban
dariku dalam hal darah dan harta." (HR. Ibnu Majah nomor 2191).

Dalam hadis tersebut terdapat ancaman yang keras terhadap penentuan harta
dalam keadaan normal, dan itu dianggap sebagai kezhaliman kepada rakyat yang
menyebabkan penguasa harus mempertanggungjawabkannya pada hari kiamat.
Ketika adanya monopoli, maka negara melakukan campur tangan untuk
meluruskannya. Karena pedagang ketika melakukan monopoli atau menjual barang
dengan harga yang bisa berpengaruh negatif dalam mendatangkan barang ke pasar,
maka dengan perbuatannya tersebut dia telah mempengaruhi fluktuasi persediaan dan
permintaan barang untuk kemaslahatan pribadi, maka campur tangan negara dalam
keadaan

tersebut

adalah

untuk

kemaslahatan

kemaslahatan individu atau beberapa orang saja.8

BAB III
PENUTUP
Simpulan
8 Ibid, hlm. 618.

semua

orang,

mengalahkan

Praktik monopoli sangat merugikan suatu perekonomian, islam sangat
melarang praktik monopoli ihtikar ataupun iktinaz yang menyebabkan kerugian orang
banyak. Islam mengatur masalah perantara perdagangan, dan melarang beberapa
campur tangan yang membahayakan umat, baik individu atau golongan dengan
berpedoman kepada Al-Qur’an dan Hadis. Partisipasi pemerintah dalam mencegah
terjadinya praktik monopoli sangat diperlukan agar kemaslahatan umum dapat
dilindungi.

DAFTAR PUSTAKA
Jabirah. Fikih Ekonomi Umar bin Al Khattab, Jakarta : Khalifa, 2006.
Nur Diana, Iif. Hadis-hadis Ekonomi, Malang : UIN MALANG PRESS, 2008.

Rodin, Dede. Tafsir Ayat Ekonomi, Semarang : CV Karya Abadi Jaya, 2015.
Jurnal :
Abdul Fatah, Dede. Monopoli dalam Perspektif Ekonomi Islam, Volume IV, No. 2, 2012.
Wajni, Nizarudin, Barid, Muhammad. Monopoli Dagang dalam kajian Fiqih Islam, Nganjuk.