KEDUDUKAN HUKUM MOU DALAM PERSPEKTIF HUK

KEDUDUKAN HUKUMDAN PERBUATAN WANPRESTASI TERHADAP
MEMORANDUM OF UNDERSTANDING(MOU) DITINJAU DARI PERSPEKTIF
HUKUM KONTRAK
Oentari Dewi A, Thrischa Vidia K, Yaneke Fyrgie A
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
(yaneke_fyrgie@yahoo.com)
Abstract
This articlewilldiscussthe legal positionofthe MoUin contract lawas well assanctionsin
case ofbreachof thememorandum of understanding. Whereinsuch caseswill be discusseda
fewthingsabout theweakness ofthe MoUwhichis runasa contractso thateven
inthisMoUmay berelativelyeasier tobe canceled, andnobinding obligationsbetweenthe
parties, butshouldbe usedas aninitialstrategyMoUbeforemakingthe contractin
detailandnotpreciselyabusedbyunilaterallychanging thememorandumwhich resultedin
theloss ofone of the parties. This articlewilldiscuss theunilateralactionstaken by thefirstby
changing the contentsofthe memorandum of understandingwhethersuch actionis contrary
to Article1243andArticle1347of the Civil Codeornot. Thusweknow the positionandthe
position ofa memorandum of understandingora Memorandum of Understanding(MoU)
whichbecame
the
basis
forthe

contract.
So
withunder
articleconcerningitslegitimaterequirementsandprovisionsof
a
treatybreachwecandeterminewhethera unilateralactby changing the contentsofthe
memorandum of understandingwassaid to bein defaultornot.
Keywords:Legal Position, Breach of Contract (Deafult), Memorandum of Understanding
Abstrak
Artikel iniakan membahaskedudukan hukumdariMoUdalam hukum kontraksertasanksi
apabila terjadi wanprestasi terhadapnota kesepahaman. Dimana dalamkasus tersebutakan
dibahasbeberapa
hal
tentangkelemahanMoUyangdijalankan
sebagaikontraksehinggameski dalam MoUinimungkin relatif lebih mudahdibatalkan, dan
belum
adakewajibanyang
mengikatantara
para
pihak,

tetapi
harus
digunakansebagaistrategi awalMoUsebelum membuatkontraksecararinci danbukan justru
disalahgunakandengan
mengubahnotasecara
sepihakyang
mengakibatkankerugianpadasalah satu pihak.Artikel iniakan membahas perbuatan
sepihak
yangdilakukanolehpihak
pertamadengan
mengubahisi
darinota
kesepahamanapakahtindakan
tersebutbertentangan
denganPasal1243dan
Pasal1347KUHPerdataatau tidak. Dengan demikian kitamengetahui posisidankedudukan
nota kesepahamanatauMemorandumof Understanding(MoU)yangmenjadi dasaruntuk
melakukankontrak. Maka dengan berdasarkan pasal yang mengatur mengenai syarat sah
nya suatu perjanjian dan ketentuan wanprestasi kita dapat mengetahui apakah perbuatan
sepihak dengan mengubah isi dari nota kesepahaman itu dikatakan sebagai wanprestasi

atau tidak.
Kata kunci : kedudukan hukum, wanprestasi, nota kesepahaman.
A. Pendahuluan
Pada dasarnya hukum kontrak merupakan terjemahan dari bahasa inggris, yaitu
contract

of

law,

sedangkan

dalam

bahasa

Belanda

disebut


dengan

istilah

overeenscomstrecht. Lawrence M. Friedman mengartikan hukum kontrak adalah
1

perangkat hukum yang hanya mengatur aspek tertentu dari pasal dan mengatur jenis
perjanjian tertentu. (Salim H.S, 2005: 3)
Suatu kontrak atau perjanjian berawal dari suatu kesepakatan antara dua belah pihak.
Dalam perumusannya diawali dengan negosiasi dan kesepahaman antara keduanya
sehingga menimbulkan suatu kesepakatan karna kedua belah pihak memiliki kepentingan
yang berbeda. Setelah kesepakatan tercapai para pihak biasanya akan mengadakan proses
prakontraktual yang salah salah satunya adalah pada proses pembuatan nota kesepahaman
atau sering disebut dengan istilah Memorandum of Understanding(MoU).
Syarat sah perjanjian atau kontrak terdapat dalam KUHPerdata. Dalam KUHPerdata
Syarat sah perjanjian atau kontrak diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata. Dalam pasal
1320 ini tidak mengatur mengenai MOU sehingga tidak adanya peraturan yang jelas
menimbulkan


multitafsir

sehinga

dalam

praktek

sering

disalahgunakan.(Salim

H.S,2004:23)
Perbedaan memorandum of understanding dengan kontrak, dalam penyusunan
kontrak Memorandum of Understanding(MoU) digunakan sebagai dasar penyusunan
kontrak pada masa datang yang didasarkan pada hasil pemufakatan para pihak baik secara
tertulis maupun secara lisan. Munir Fuady (2001:91) memberikan definisi Memorandum
of Understanding(MoU) sebagai perjanjian pendahuluan yang akan dijabarkan dan
diuraikan dengan perjanjian lainnya yang memuat aturan dan persyaratan secara lebih
detail, sehingga MoU berisikan hal-hal pokok saja.

Sedangkan kontrak merupakan suatu perjanjian antara dua orang atau lebih yang
menciptakan kewajiban untuk berbuat atau tidak berbuat suatu hal yang khusus. Sehingga
terdapat perbedaan antara memorandum of understanding(MoU) dengan kontrak.
Perbedaan antara memorandum of understanding(MoU) dengan kontrak selain dari
pengertianya dapat dilihat dari berbagai segi yaitu, Subyek yang membuat dimana dalam
kontrak hanya ada kreditur dan debitur saja sedangkan dalam MoU terdapat pihak-pihak
yang berlaku secara nasional maupun internasional. Obyek, dimana dalam MoU
obyeknya merupakan kerjasama sedangkan kontrak menyerahkan sesuatu, melakukan
sesuatu dan tidak melakukan sesuaatu. Wilayah berlaku, publik dan privat sedangkan
kontrak privat. Jangka waktu, MoU harus ditentukan dengan jelas kapan mulai dan
berakhirnya dan dapat diperpanjang sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak
sedangkan berakhirnya suatu kontrak dapat tidak ditentukauai kesepatakan para pihak
yang membuatnya. (http://edokumen.kemenag.go.izd/files/9zWBqE8j1287460394.pdfdi
akses tanggal 5 Januari 2015 pukul 13.24 WIB)
2

Setelah pemaparan diatas maka akan di bahas pokok artikel mengenai kedudukan
hukum dari MoU ditinjau dari hukum kontrak serta adanya contoh kasus mengenai
Memorandum of Understanding (MoU) antara PT. Jaya Makmur Bersama dengan PT.
Pengembangan Pariwisa Bali selaku Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang saat ini

mengelola kawasan pariwisata Nusa Dua Bali. Dimana dalam kasus tersebut akan kami
analisa menurut teori yang sudah kami uraikan diatas. Yang mana dalam kasus ini akan
dikupas beberapa hal mengenai kelemahan MoU yang dijalankan sebagai kontrak
sehingga baik dari segi waktu yang mana MoU ini dapat berlaku sementara waktu,
prospeknya yang relatif lebih mudah dibatalkan, maupun kewajiban yang mengikat antara
kedua belah pihak namun selayaknya MoU dijadikan sebagai strategi pendahuluan
sebelum melakukan kontrak seara terperinci dan tidak justru disalahgunakan dengan
mengubah nota kesepahaman secara sepihak seperti yang dilakukan oleh PT.
Pengembangan Pariwisata Bali selaku Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai pihak
pertama, yang berakibat pada meruginya pihak kedua. Maka dalam tulisan ini akan
dibahas mengenai tindakan dalam prakontrak yaitu yang dilakukan oleh PT.
Pengembangan

Pariwisata

Bali

dengan

mengubah


isi

dari

Memorandum

of

Understanding apakah tindakan tersebut bertentangan dengan Pasal 1243 KUHPerdata
tentang kontrak atau tidak.
Dalam artikel ini akan membahas mengenai kedudukan hukum dan perbuatan
wanprestasi terhadap memorandum of understanding (MoU) ditinjau dari perspektif
Hukum Kontrak mengenai kedudukan nota kesepahaman atau Memorandum of
Understanding (MoU) yang dapat dijadikan sebagai dasar untuk melakukan kontrak,
seperti MoU antara PT. Pengembangan Pariwisata Bali dan PT. Jaya Makmur Bersama
dan bagaimana implikasi nya ketika terjadi wanprestasi yaitu perubahan secara sepihak
terhadap klausul MoU dengan berpedoman pada ketentuan hukum kontrak dan pasalpasal yang terdapat dalam KUHPerdata.
B. PengertianMemorandum Of Understanding (M.O.U)
Memorandum merupakan suatu nota/ surat peringatan tak resmi yang merupakan

suatu bentuk komunikasi yang berisi antara lain mengenai saran, arahan dan penerangan
(Andi Hamzah, 1986:319).
Ada beberapa alasan mengapa dibuat MoU terhadap suatu transaksi bisnis, yaitu :
a. Karena prospek bisnisnya belum jelas benar, sehingga belum bisa dipastikan apakah
deal kerja sama tersebut akan ditindaklanjuti atau tidak.

3

b. Karena dianggap penandatanganan kontrak masih lama dengan negosiasi yang alot.
Karena itu, daripada tidak ada ikatan apa-apa sebelum ditandatanganinya kontrak
tersebut, dibuatlah MoU yang akan berlaku untuk sementara waktu.
c. Karena masing-masing pihak dalam perjanjian masih ragu-ragu dan masih perlu
waktu untuk pikir-pikir dalam hal menandatangani suatu kontrak, sehingga untuk
pedoman awal dibuatlah MoU.
d. MoU dibuat dan ditandatangani oleh pihak eksekutif (direktur) dari suatu perusahaan
tanpa memperhatikan hal detail terlebih dahulu dan tidak dirancang dan dinegoisasi
khusus oleh staf-stafnya yang lebih rendah tetapi lebih menguasai teknis.
Adapun yang merupakan ciri-ciri dari suatu MoU adalah sebagai berikut (Munir Fuady,
2002:92):
a. Isinya ringkas, bahkan sering satu halaman saja.

b. Berisikan hal yang pokok saja.
c. Hanya berisikan pendahuluan saja, yang akan diikuti oleh perjanjian lain yang lebih
rinci.
d. Mempunyai jangka waktu berlakunya, misalnya 1 bulan, 6 bulan atau setahun.
Apabila dalam jangka waktu tersebut tidak ditindaklanjuti dengan penandatanganan
suatu perjanjian yang lebih rinci, maka MoU tersebut akan batal, kecuali diperpanjang
dengan para pihak.
e. Biasanya dibuat dalam bentuk di bawah tangan saja tanpa adanya materai.
f. Biasanya tidak ada kewajiban yang bersifat memaksa kepada para pihak untuk
membuat suatu perjanjian yang lebih detil setelah penandatanganan MoU.
Berdasarkan pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian MoU
secara umum merupakan suatu nota dimana masing-masing pihak melakukan
penandatanganan MoU sebagai suatu pedoman awal tanda adanya suatu kesepahaman
diantara mereka. MoU sengaja dibuat dan tidak formal karena biasanya hanya dilakukan di
bawah tangan saja. MoU sengaja dibuat ringkas karena pihak yang menandatangani MoU
tersebut merupakan pihak-pihak masih dalam negosiasi awal, akan tetapi daripada tidak
ada ikatan apa-apa maka dibuatlah MoU.
C. Kedudukan Memorandum Of Understanding (M.O.U) Dalam Hukum
Kontrak
Kedudukan Memorandum of Understanding (MoU) dapat dikatakan sebagai kontrak

atau bukan, maka disini akan dikemukakan terlebih dahulu mengenai asas-asas yang
berlaku dalam hukum kontrak. Asas-asas tersebut antara lain (Munir Fuady, 2002:29-32) :
4

1. Hukum kontrak bersifat mengatur.
2. Asas kebebasan berkontrak.
3. Asas pacta sun servanda.
4. Asas konsensual dari suatu kontrak.
5. Asas obligator dari suatu kontrak.
Untuk mengetahui apakah suatu MoU bisa dikatakan kontrak atau bukan ada
beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu antara lain mengenai :
1. Materi/ substansi dalam Memorandum of Understanding(MoU)
Mengetahui materi atau substansi apa saja yang diatur dalam pasal- pasal MoU sangat
penting, karena apakah dalam materi yang termaktub dalam MoU tersebut terdapat unsurunsur yang akan membuat salah satu pihak dirugikan apabila ada salah satu materi dalam
MoU tersebut yang diingkari. Misalkan dalam MoU disebutkan mengenai kerjasama untuk
membangun suatu proyek, dimana kedua belah pihak menyetujui untuk saling bekerja
sama dalam pembangunan proyek tersebut. Tetapi di tengah perjalanan salah satu pihak
ingin membatalkan kerja sama tersebut dengan dalil proyek tersebut tidak berprospek
bagus. Dengan adanya pembatalan sepihak tersebut jelas merugikan pihak lain yang
bersangkutan, karena salah satu pihak tersebut merasa telah menyiapkan segalanya
termasuk anggaran- anggaran yang dibutuhkan. Maka dalam hal ini berdasarkan teori
mengenai wanprestasi yaitu tentang hilangnya keuntungan yang diharapkan, dimana salah
satu pihak merasa rugi dan merasa kehilangan suatu keuntungan yang besar dari
pembatalan MoU tersebut, maka MoU yang telah dibuat tersebut dapat dikategorikan suatu
kontrak atau setingkat dengan perjanjian berdasarkan pasal 1338 KUHPerdata. Dalam
Teori kepercayaan merugi (Injurious Reliance Theori) juga telah dinyatakan dengan jelas
bahwa kontrak sudah dianggap ada jika dengan kontrak yang bersangkutan sudah
menimbulkan kepercayaan bagi pihak terhadap siapa janji itu diberikan sehingga pihak
yang menerima janji tersebut karena kepercayaannya itu akan menimbulkan kerugian jika
janji itu tidak terlaksana (Munir Fuady, 2002:92).
2. Ada tidaknya sanksi
Untuk menentukan suatu MoU itu suatu kontrak atau bukan maka harus dilihat
apakah MoU tersebut telah memuat sanksi atau tidak. Apabila didalam MoU tidak memuat
suatu sanksi yang tegas maka MoU tersebut tidak dapat dikatakan suatu kontrak.
Berdasarkan teori Holmes yang menyatakan bahwa tidak ada sanksi moral dalam suatu
kontrak. Sehingga MoU yang hanya memuat sanksi moral tidak bisa dikatakan suatu
kontrak.
5

Karena adanya bermacam-macam pendapat mengenai kedudukan dari MoU, maka
dikenal dua macam pendapat sebagai berikut (Munir Fuady, 2002:92-94) :
1. Gentlemen Agreement
Kekuatan mengikatnya suatu MoU tidak sama dengan perjanjian biasa, Meskipun
MoUdibuat dalam bentuk dengan akta notaris sekalipun. Bahkan menurut pendapat
golongan ini menyatakan bahwa MoU mengikat sebatas pada pengakuan moral belaka,
dalam arti tidak punya daya ikat secara hukum.
2. Agreement is Agreement
Suatu perjanjian dibuat, apapun bentuknya. Lisan atau tertulis, pendek atau panjang,
lengkap/ detil ataupun hanya diatur pokok-pokoknya saja, tetap saja merupakan suatu
perjanjian, dan karenanya mempunyai kekuatan hukum mengikat layaknya suatu
perjanjian, sehingga seluruh ketentuan pasal-pasal tentang hukum perjanjian telah bisa
diterapkan kepadanya. Menurut pendapat ini untuk mencari dasar yuridis yang tepat bagi
penggunaan MoU dalam pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata yang artinya apapun yang dibuat
sesuai kesepakatan kedua belah pihak, merupakan hukum yang berlaku baginya sehingga
mengikat kedua belah pihak tersebut.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa untuk
mengetahui kedudukan dari MoU tersebut dilihat dari subtansinya, apakah subtansinya
mengandung unsur kerugian non moral atau kerugian secara finansial apabila tidak
dilakukannya pemenuhan prestasi dan apakah dalam MoU mengandung sanksi atau tidak.
Apabila menimbulkan suatu kerugian non moral yaitu material dan mengandung suatu
sanksi yang jelas bagi para pihak yang mengingkarinya, maka MoU tersebut sudah
berkedudukan sebagai kontrak dan dianggap sudah setingkat dengan perjanjian
berdasarkan pasal 1338 KUH Perdata mengenai kebebasan berkontrak. Meskipun MoU
tidak pernah disebutkan dengan tegas bahwa itu merupakan suatu kontrak, akan tetapi
kenyataannya kesepakatan semacam MoU ini memang ada seperti yang ditegaskan dalam
teori kontrak de facto (implied in-fact), yakni sudah disebut sebagai kontrak, meskipun
tidak pernah disebutkan dengan tegas tetapi ada kenyataan, pada prinsipnya dapat diterima
sebagai kontrak yang sempurna.(Munir Fuady,2002:88)
MoU dalam hal ini apabila dikaitkan dengan teori ini maka dapat disebut sebagai
suatu kontrak dengan segala macam konsekuensinya. Dan hal ini tentunya mempunyai
efek yang pasti terhadap kekuatan hukum suatu MoU.(Munir Fuady, 2002:90)
D.

Akibat Dan Sanksi Jika Salah Satu Pihak Melakukan Pengingkaran Terhadap
Klausula-Klausula Dalam Memorandum Of Understanding(Mou)
6

1) Wanprestasi dalam kontrak ditinjau dari peraturan perundangan dan doktrin hukum
kontrak.
Wanprestasi berasal dari bahasa Belanda wanprestatie artinya tidak memenuhi
kewajiban yang telah ditetapkan dalam perikatan, baik yang timbul perjanjian maupun
perikatan yang timbul karena undang-undang. Suatu perjanjian lahir pada detik
tercapainya kesepakatan atau persetujuan kedua belah pihak mengenai apa yang menjadi
obyek perjanjian (Ridwan Syahrani, 1989:280).
Mengenai pengertian prestasi dalam KUH Perdata diatur dalam pasal 1234 KUH
Perdata yaitu berupa :
a. Memberikan sesuatu;
b. Berbuat sesuatu;
c. Tidak berbuat sesuatu.
Apabila si yang berkewajiban tidak melakukan apa yang dijanjikannya, maka pihak
yang ia melakukan wanprestasi atau ingkar janji sesuai dengan pasal 1243 KUHPerdata
yang berbunyi: Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan
barulah mulai diwajibkan, apabila siberutang, setelah dinyatakan lalai memenuhi
perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuat
tenggang waktu yang telah dilampaukannya. Wanprestasi seseorang debitur dapat berupa
empat macam (Ridwan Syahrani, 1989:280) :
1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan.
2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak sebagaimana dijanjikan.
3. Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terfambat.
4. Melakukan apa yang menurut yang dijanjikan tidak boleh dilakukannya.
Ada beberapa jenis perbuatan tidak memenuhi prestasi. Antara lain meliputi :
Wanprestasi berupa tidak memenuhi prestasi, Wanprestasi berupa terlambat memenuhi
prestasi, Wanprestasi berupa tidak sempurna memenuhi prestasi.
2) Akibat bila terjadi suatu pengingkaran substansi dari Memorandum of Understanding
Pengingkaran yang terjadi dalam substansi dari MoU dapat dikategorikan menjadi
dua bagian yaitu :
a. Pengingkaran terhadap substansi MoU yang tidak berkedudukan sebagai kontrak.
b. Pengingkaran substansi MoU yang berkedudukan sebagai kontrak (wanprestasi).
Untuk MoU yang sifatnya bukan merupakan suatu kontrak maka tidak ada sanksi
apapun bagi pihak yang mengingkarinya kecuali sanksi moral. Upaya penyelesaian untuk
7

masalah ini lebih pada musyawarah untuk mencari suatu jalan keluarnya. Adanya sanksi
moral dalam hal ini dimisalkan bahwa pihak yang mengingkarinya maka aka nada sanksi
berupa cap buruk atau biasa disebut dengan blacklist. Apabila suatu hari bila ia
mengadakan suatu perjanjian lagi terhadap pihak lain maka kemungkinan dia tidak akan
dipercaya lagi dan tidak akan ada lagi yang akan melakukan kerjasama bisnis lagi
dengannya.
Sehingga dalam hal ini MoU yang telah dibuat sebelumnya diratifikasi menjadi
sebuah kontrak baru dengan substansi lebih tegas menyangkut hak dan kewajiban masingmasing pihak disertai dengan sanksi yang tegas pula jika terdapat suatu pelanggaran.
Sedangkan untuk MoU yang sifatnya sudah merupakan suatu kontrak maka apabila terjadi
suatu wanprestasi terhadap substansi dalam MoU ini maka pihak tersebut harus memenuhi
prestasi yang telah dilanggarnya atau ia akan dikenai sanksi dari perundang-undangan
yang berlaku.
Hal-hal yang dapat dituntut oleh kreditur bila terjadi wanprestasi tersebut antara
lain : dapat meminta pemenuhan prestasi,dapat meminta penggantian kerugian saja, yaitu
kerugian yang dideritanya, karena perjanjian tidak atau terlambat dilaksanakan, atau
dilaksanakan tetapi tidak sebagaimana mestinya,dapat menuntut pemenuhan prestasi
disertai dengan penggantian kerugian yang diderita sebagai terjadinya wanprestasi, dan
kreditur dapat meminta pembatalan perjanjian (Subekti, 1985:147).
Terlepas dari semua hal tersebut, seorang debitur dapat tidak memenuhi prestasi
dalam sebuah kontrak yang dilakukannya jika ada suatu peristiwa yang tidak terduga pada
saat pembuatan kontrak (forcemajeure), keadaan atau peristiwa tersebut tidak dapat
dipertanggungjawabkan kepada debitur, sementara si debitur tersebut tidak dalam
beritikad buruk. Hal tersebut sesuai dengan pasal 1245 KUH Perdata.
Kemudian ada beberapa hal yang menjadi kelebihan dari MoU yaitu MoU relative
lebih mudah dibatalkan, MoU dapat berlaku hanya untuk sementara waktu, dan MoU
isinya hanya berupa hal pokok, jangka waktunya terbatas serta tidak dibuat secara formal.
Dan awalnya kontrak ini hanya lah sebuah pendahuluan yang nantinya akan diikuti oleh
sebuah kontrak secara terperinci. Meskipun MoU memberi kemudahan terhadap para
pihak yang akan melakukan kontrak namun para pihak merasa ragu akan berlakunya
secara yuridis.
E. Contoh Kasus Dan Analisis Perbuatan Wanprestasi Terhadap Memorandum
Of Understanding (Mou) Dalam Hukum Kontrak

8

Pada 9 Mei 2008, PT. Jaya Makmur Bersama mengikuti penawaran untuk
pengembanganpariwisata di Bali yang ditawarkan oleh PT. Pengembangan Pariwisata Bali
selaku Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang saat ini mengelola kawasan pariwisata
Nusa Dua Bali. Pengembangan itu untuk meningkatkan pariwisata yang berkualitas dan
mempunyai nilai tambah dalam bentuk pengembangan sarana akomodasi, recreation, and
entertainment center yang akan dibangun dan dioperasikan diatas lahan Lot C-5 dengan
sertipikat HPL No.4/ Desa Benoa atas nama PT Pengembangan Pariwisata Bali (kantor
BTDC).
Pada 15 Agustus 2008 PT. Pengembangan Pariwisata Bali menunjuk PT. Jaya
Makmur Bersama sebagai calon investor yang diterima untuk mengembangkan pariwisata
di lahan Lot C-5 hal tersebut diberitahukan melalui surat penunjukkan dengan Nomor
1/Timbang/PT.PPB/VIII/2008 tertanggal 15 Agustus tahun 2008. Atas dasar surat
penunjukan tersebut PT. Pengembangan Pariwisata Bali dengan

PT. Jaya Makmur

Bersama bersepakat menandatangani kesepahaman yang dituangkan dalam nota
kesepahaman (Memorandum of Understanding) dengan nomor 88/SP/IX/2008 tertanggal
19 September 2008. Atas dasar itu, PT. Pengembangan Pariwisata Bali (pihak pertama)
dan PT. Jaya Makmur Bersama (pihak kedua) wajib untuk mempersiapkan dan
menandatangani Land Utilization and Land Development (LUDA) sebagai tindak lanjut
dari nota kesepahaman dan LUDA harus dibuat berdasarkan prinsip-prinsip yang sudah
diatur dalam nota kesepahaman. Selain itu didalam penandatanganan nota kesepahaman
para pihak telah bersepakat bahwa pihak kedua wajib menyerahkan jaminan keseriusan
(guaranty fee) dalam bentuk deposit dengan jumlah 5 % dari total kompensasi yaitu Rp.
1.500.000.000,00 (satu setengah milyar rupiah).
Nota kesepahaman ini berlaku sejak ditandatangani sampai dengan penandatanganan
LUDA. Dengan jangka waktu paling lambat adalah 31 Desember 2008 LUDA harus sudah
ditandatangani. Apabila hingga tanggal 31 Desember 2008 LUDA belum ditandatangani,
maka pihak pertama wajib mengembalikan deposit guaranty fee kepada pihak kedua.
Ketika proses pembahasan, para pihak belum mencapai kesepakatan untuk segera
menyelesaikan LUDA, hal ini terjadi karena masih terdapat perbedaan diantara para pihak.
Perbedaan tersebut terkait dengan prinsip yang terdapat didalam nota kesepahaman.
Prinsip yang telah disepakati dalam nota kesepahaman tidak dapat dilaksanakan didalam
LUDA. Hal tersebut terjadi karena pihak pertama selaku Badan Usaha Milik Negara
mendapatkan kebijakan dari Menteri Negara BUMN untuk melakukan beberapa

9

perubahan atas isi nota kesepahaman. Kebijakan tersebut tertuang dalam Surat Keputusan
Menteri Negara BUMN dengan nomor S-465/MBU/2009 tertanggal 9 Juli 2009.
Atas dasar diatas pihak pertama meminta untuk dilakukan perubahan persyaratan
didalam pembahasan LUDA sehingga prinsip yang telah ada dalam nota kesepahaman
dapat diabaikan. Adapun perubahan yang diminta pihak pertama yakni : Pertama, pihak
pertama meminta perubahan pada ketentuan jangka waktu pengelolaan tanah. Yakni dari
50 tahun sejak penandatanganan LUDA yang dibagi dalam dua tahap yaitu tahap pertama
30 tahun sejak penyerahan lahan kosong dan tahap kedua 20 tahun dengan perpanjangan
secara otomatis. Diubah dengan jangka waktu hanya 30 tahun dan dapat diperpanjang
maksimum adalah 20 tahun. Kedua, pihak pertama juga meminta agar jumlah kompensasi
yang telah disepakati dalam MoU dirubah menyesuaikan dengan lamanya jangka waktu
pengelolaan tanah. Karena jangka waktu yang baru berkurang menjadi 30 tahun maka
kompensasi seharusnya berkurang secara proporsional. Perubahan yang diminta oleh
pihak pertama diatas mengakibatkan tertundanya penandatanganan LUDA dan telah
melebihi jangka waktu penandatanganan dari paling lambat adalah 31 Desember 2008.
Selanjutnya pihak kedua masih berupaya untuk menegosiasikan permintaan
perubahan kesepakatan didalam nota kesepahaman karena merasa telah menyerahkan
kompensasi serius fee (guaranty fee) dalam bentuk deposit. Namun tiba-tiba pihak
pertama menyatakan untuk memutuskan kerjasama dengan pihak kedua dikarenakan tidak
adanya kesepakatan atas perubahan yang diminta oleh pihak pertama. Pemutusan secara
sepihak tersebut tertuang didalam surat nomor 45/Dir/PT.PPB/X/2010 tertanggal 6
Oktober 2010.
Tindakan yang dilakukan pihak pertama diatas tidak dapat diterima oleh pihak kedua,
danpihak kedua tetap ingin melaksanakan LUDA dengan prinsip-prinsip dalam nota
kesepahaman. Pihak kedua kemudian mengajukan gugatan di Pengadilan Negeri Bali
atasdasar wanprestasi sebagaimana diatur pada pasal 1243 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata (KUHPerdata).
Analisis Hukum
1. Nota Kesepahaman dapat dikategorikan sebagai kontrak
Pada kesepakatan PT. Pengembangan Pariwisata Bali (pihak pertama) dengan PT.
Jaya Makmur Bersama (pihak kedua) yang dituangkan dalam nota kesepahaman dapat
dikategorikan sebagai kontrak. Para pihak telah menyatakan untuk mengikatkan diri
mengembangkan daerah pariwisata di Nusa Dua Bali pada lahan Lot C-5 milik pihak
pertama.Sebelum

pelaksanaan

pengembangan

tersebut

mereka

sepakat

untuk
10

menandatangani Land Utilization and Development Agreement (LUDA) sebagai kontrak
kerjasamanya. Nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) adalah
suatu pernyataan persetujuan secara tidak langsung terhadap hubungannya dengan
persetujuan lain, baik secara lisan maupun tertulis. Berdasarkan kehendak para pihak,
MoUdapat digambarkan bahwa ada para pihak yang berniat untuk mengikatkan diri dalam
suatu kontrak tetapi masih diatur dalam kesepakatan-kesepakatan yang umum saja. Selain
itu ada juga MoUyang dibuat untuk mengikat tetapi belum dapat dipastikan
pelaksanaannya, mengingat kondisi tertentu yang belum dapat dipastikan. Disamping itu
mou mempunyai ciri sebagai dokumen yang isinya ringkas dengan ketentuan-ketentuan
pokok saja. MoU bersifat sebagai pendahuluan saja dengan mempunyai batas waktu
tertentu. Oleh karena itu pengkategorian mou dapat dilihat dari unsur yang dituangkan
didalam isi kesepakatan. Dalam hal ini jangan terjebak dari sisi penamaan suatu
kesepakatan semata, tetapi harus dilihat dan dibuktikan dari unsur yang terkandung dalam
kesepakatan. Penandatanganan nota kesepahaman yang dilakukan antara pihak pertama
dan pihakkedua dapat dikategorikan sebagai kontrak. Hal tersebut dilihat dari pernyataan
para pihakdidalam nota kesepahaman yang dibuat mereka menyatakan untuk bersepakat
dan salingmengikat sebagai langkah awal suatu kerjasama. Sesuai dengan berlakunya
kontrak tersebut MoU yang disepakati oleh kedua belah pihak tersebut dalam hal ini
apabila dikaitkan dengan teori maka dapat disebut sebagai suatu kontrak dengan segala
macam konsekuensinya. Dan hal ini tentunya mempunyai efek yang pasti terhadap
kekuatan hukum suatu MoU serta akibat hukum apabila terdapat sebuah pelanggaran
kontrak / wanprestasi.(Munir Fuady, 2002:90)
Selain itu nota kesepahaman yang dibuat lebih memenuhi unsur kontrak daripada
disebut sebagai sebuah perjanjian pendahuluan, walaupun terdapat ketentuan mengenai
jangka waktu nota kesepahaman. Isi didalam nota kesepahaman yang dibuat telah
ditentukan dengan sangat merinci dan jelas. Bahkan didalam nota kesepahaman telah
terjadi proses timbal balik dimana pihak kedua telah membayar sejumlah uang deposit
dalam bentuk serius fee. Apabila MoU tidak dapat dilaksanakan maka uang deposit itu
harus dikembalikan oleh pihak pertama. Sehingga menjadi benar bahwa nota kesepahaman
yang dibuat dapat dikategorikan sebagai kontrak. Karena dalam pelaksanaan telah terjadi
pembagian hak dan kewajiban secara jelas, dan itu telah dilakukan para pihak. Penamaan
MoU dalam kasus ini menjadi sah-sah saja, tetapi materi yang terkandung adalah materi
untuk dapat dikategorikan sebagai kontrak. Pelaksanaan tersebut menimbulkan akibat

11

hukum yang secara jelas kesepahaman itu disebut sebagai perjanjian sebagaimana diatur
pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pasal 1313.
2. Nota Kesepahaman mengikat para pihak
Para pihak mengatakan bahwa nota kesepahaman itu dibuat dengan memenuhi
syaratsahnya suatu kontrak sebagaimana ditetapkan dalam pasal 1320 Kitab UndangUndang Hukum Perdata. Para pihak telah bersepakat untuk mengembangkan lahan Lot C5. Dan itu semua dinyatakan oleh mereka dalam bentuk nota kesepahaman. Nota
kesepahaman tersebut dibuat berdasarkan atas surat penunjukkan dari pihak pertama
kepada pihak kedua melalui surat penunjukkan Nomor 1/Timbang/PT.PPB/VIII/2008
tertanggal 15 Agustus tahun 2008.Selain itu ketentuan-ketentuan yang dibuat dalam
kesepahaman telah berlaku menjadihukum bagi mereka yang menandatanganinya (lex
spesialis derogate legi generalis). Parapihak selaku contracting parties sudah terikat sejak
penandatanganan nota kesepahaman. Karena nota kesepahaman diproses dengan
memenuhi syarat-syarat mengikatnya perjanjian. Maka sepanjang syarat-syarat didalam
nota kesepahaman tersebut tidak dibatalkan, para pihak tetap terikat didalam kesepakatan
yang telah dibuat. Dasar tersebut jelas dinyatakan didalam pasal 1338 ayat (1)
KUHPerdata yang mengatakan bahwa perjanjian itu menjadi undang-undang bagi mereka
yang membuatnya dan harus dipatuhi.
Persyaratan yang dimaksud pertama adalah adanya penawaran dan kata penerimaan
dari para pihak (meeting of minds). Kedua terdapat pihak yang telah memenuhi kecakapan
dalam melakukan perbuatan hukum. Ketiga adanya prestasi tertentu timbal balik. Keempat
adanya kausa hukum yang halal. Setiap kesepakatan yang dibuat dengan secara sah dan
berdasarkan ketentuan hukum berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya. Artinya adalah nota kesepahaman yang mereka buat mengikat bagi para
pihak.Para pihak mewakili masing-masing institusi hukum yang dapat disebut sebagai
subjekhukum yang sah. Artinya para pihak telah cakap dalam bertindak didalam nota
kesepahaman. Disamping itu tujuan dan proses penandatanganan nota kesepahaman dibuat
untuk kepentingan Negara dan masyarakat,sehingga hal tersebut tidak dilarang oleh
undang-undang sehingga tidak melawan hukum.Oleh karena telah memenuhi syarat sah
dibuatnya perjanjian, kesepakatan yang tertuang didalam mou itu menjadi hukum bagi
para pihak untuk dipatuhi. Sebagaimana mereka membuatnya secara rinci dan jelas atas
akibat hukum yang timbul. Disamping itu akibat dari penandatanganan nota kesepahaman
menimbulkan hak dan kewajiban bagi pihak kedua untuk membayar serius fee, sedangkan
pihak pertama wajib mengembalikan apabila LUDA tidak disepakati.
12

3. Pemutusan sepihak nota kesepahaman dapat dikategorikan wanprestasi
Ketentuan tentang wanprestasi dapat diterapkan apabila seseorang tidak memenuhi
prestasinya yang merupakan kewajibannya dalam suatu perjanjian. Hal ini bila ia tidak
mememuhi kewajibannya, terlambat memenuhi, atau memenuhi tetapi tidak seperti yang
diperjanjikan. Dapat dikatakan wanprestasi sebagai prestasi buruk dalam suatu perjanjian.
Dimana salah satu pihak tidak berprestasi atau ingkar janji. Wanprestasi dapat terjadi baik
dilakukan secara sengaja ,lalai ataupun karena adanya keadaan memaksa. Akibat dari
wanprestasi pihak yang dirugikan dapat menuntut pemenuhan perikatan, ganti kerugian,
pembatalan perikatan, peralihan resiko, ataupun bayar biaya perkara. Dalam permohonan
wanprestasi seseorang lebih ingin meminta pihak yang mengingkari janji untuk memenuhi
kewajibannya atau paling tidak mengganti biaya, kerugian, dan bunga yang timbul akibat
kelalaian. Perihal wanprestasi harus dinyatakan terlebih dahulu secara resmi, yaitu dengan
memberikan peringatan atau somasi secara tertulis. Kecuali didalam perjanjian ditentukan
secara tegas dan kapan para pihak dianggap lalai.
Pasal 1266 dan 1267 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa
perjanjian telah memenuhi syarat batal apabila terjadi wanprestasi dalam perjanjian timbal
balik. Syarat batal itu terjadi bila wanprestasi bukan karena keadaan memaksa atau diluar
kekuasaantetapi karena adanya kelalaian. Wanprestasi harus didasari dengan adanya suatu
perjanjian sehingga kewajiban yang tidak dilaksanakan sebagaimana diperjanjikan telah
memenuhi syarat batal dan dapat dimohonkan wanprestasi. Permohonan itu bisa berupa
pemenuhan prestasi, ganti rugi ataupun pembatalan perjanjian.
Kesepakatan secara diam-diam adalah perjanjian dengan waktu yang tidak
dapatditentukan. Untuk mengakhiri para pihak wajib memberikan informasi atau
pemberitahuansebagai bagian dari kewajiban. Apabila tidak melakukan pemberitahuan
didalam pengakhiranperjanjian, dianggap tidak melakukan kewajibannya. Pemutusan
sepihak yang dilakukan pihak pertama lebih cenderung karena diterbitkannya kebijakan
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memerintahkan pihak pertama untuk
mengubah isi dan mengabaikan prinsip yang terdapat dalam nota kesepahaman. Pihak
pertama bukan tidak mau memenuhi prestasinya, tetapi berusaha untuk mengubah atau
setidaknya melakukan negosiasi ulang terhadapa beberapa ketentuan dengan dasar Surat
Keputusan BUMN. Sehingga penandatanganan LUDA tidak dapat dilaksanakan sesuai
dengan prinsip-prinsip nota kesepahaman. Nota kesepahaman yang mengikat tersebut
mengatur ketentuan dimana batas waktu kesepakatan berakhir pada tahun 2008, tetapi para
pihak secara diam-diam melanjutkan kesepakatannya hingga waktu yang belum
13

ditentukan. Pemutusan sepihak oleh pihak pertama merupakan pelanggara dalam kategori
wanprestasi. Dimana kesepatan para pihak secara diam-diam itu mewajibakan para
pihaknya untuk memberitahukan terlebih dahulu bila ingin menghentikan perjanjiannya.
Hal yang tidak diberitahukan didalam perjanjian secara diam-diam akan menimbulkan
pelanggaran cidera janji atau wanprestasi. Karena perjanjian diam-diam merupakan
perjanjian dengan waktu tidak tertentu.
F. PENUTUP
Dalam artikel diatas telah diuraikan bahwa beberapa kesepakatan dapat dibuat
sebelum kontrak yaitu dengan membuat nota kesepahaman (MoU) yang dapat dijadikan
langkah awal untuk membuat kontrak yang selanjutnya dengan lebih detail. Namun dalam
nota kesepahaman antara PT. Pengembangan Pariwisata Bali dengan PT. Jaya Makmur
Bersama adalah merupakan inti dari sebuah kontrak karena telah dibuat bersama,
ditandatangani dan telah disepakati unsure-unsurnya sehingga ada obyek perjanjian dalam
MoUini yaitu dengan realisasi pelaksanaan LUDA. Maka terdapat syarat-syarat dalam
nota kesepahaman tersebut yang tidak dapat dibatalkan, para pihk tetap terikat pada
kesepakaatan yang telah dibuat. Sesuai dengan pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata bahwa
perjanjian itu menjadi undang-undang yang membuatnya dan harus dipatuhi. Maka yang
dilakukan oleh PT. Pengembang Pariwisata Bali dengan sepihak merubah isi nota
kesepahaman dengan PT. Jaya Makmur Bersamaadalah tidak bersesuaian dengan prinsip
dan isi dari MoU tersebut.
Kedudukan hukum MoU ini adalah sebagai kontrak sehingga penyalahgunaan
wewenang berupaperbuatan yang dilakukan secara sepihak dalam mengubah isi dari nota
kesepahaman atas isi dari MoU yang telah disepakati bersama merupakan perbuatan
wanprestasi dan sesuai dalam Pasal 1243 tentang wanprestasi, dimana salah satu pihak
tidak berpresatsi atau ingkar janji, maka perjanjian yang telah dilakukan sesuai dengan
MoUitu dapat dibatalkan apabila terjadi wanprestasi yang bukan karena keadaan memaksa
atau diluar kekuasan atau diluar kelalaian, hal ini terdapat dalam pasal 1266 dan 1267
KUHPerdata. Mengingat MoU yang telah diperjanjikan telah terdapat kesepakatan yang
bersifat final terhadap unsur-unsur dalam MoUdan telah sesuai dengan syarat syah nya
suatu perjanjian menurut pasal 1320 KUHPerdata, tidak hanya sanksi moral sehingga
terdapat kepastian hukum dan tidak ada pihak yang merasa dapat menyelewengkan hasil
dari MoU ini.

14

DAFTAR PUSTAKA
Amirizal. 1999. Hukum Bisnis. Risalah Teori dan Praktik. Jakarta: Djambatan.
Andi Hamzah.1986. Kamus Hukum. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Hendry Campbell. 1979. Black’s law dictionary, fifth edition, west publishing company, USA
http://edokumen.kemenag.go.izd/files/9zWBqE8j1287460394.pdfdi akses tanggal 5 Januari
2015 pukul 13.24 WIB)
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wet Boek).
Munir Fuady. 2002. Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek. Buku Keempat.PT. Citra
AdityaBakti Bandung.
Ridwan Syahrani. 1989.Seluk Beluk dan Azaz-Azaz Hukum Perdata. Bandung: Alumni.
Salim H.S dan Wiwik Abdullah. 2007.Perancangan kontrak & memorandum of
understanding (MOU).Jakarta: Sinar Grafika.
Salim H.S. 2004.Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat.cetakan ke-2. Jakarta: Sinar
Grafika.
_________.2005.Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak.cet-3.Jakarta: Sinar
Grafika.
Subekti. 1984. Hukum perjanjian. Jakarta: PT Intermessa.
Subekti. 1985. Pokok-pokok Hukum Perdata. Jakarta: PT. Intermasa.
Yan Pramudya Puspa. 1977. Kamus Hukum. Semarang: CV. Aneka Ilmu.

15