PERAN PEMERINTAH DALAM PENGENTASAN KEMIS

LAPORAN PENELITIAN

PERAN PEMERINTAH DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN DI
KABUPATEN CIAMIS

Oleh :
NINA HERLINA, S.H., M.H.
MAMAY KOMARIAH, S.H., M.H.

DIBIAYAI OLEH LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN
KEPADA MASYARAKAT
UNIVERSITAS GALUH TAHUN ANGGARAN 2016

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS GALUH
FEBRUARI , 2017

1

RINGKASAN


Judul :
“Peran Pemerintah Dalam Pengentasan Kemiskinan Di Kabupaten Ciamis”
Kemiskinan merupakan fenomena yang kompleks yang bersifat
multidimensi. Luasnya wilayah Kabupaten Ciamis dan karakteristik kemiskinan
yang berbeda membutuhkan strategi kemiskinan yang berbeda pula. Kantongkantong kemiskinan di Kabupaten Ciamis yang pada umumnya berada pada
wilayah perdesaan dan daerah-daerah terpencil yang memiliki keterbatasan
aksesbilitas, tinggal secara berpencar-pencar, pada umumnya memiliki
keterbatasan modal, teknik produksi dan pemasaran, kelompok usia produktif
didominasi dengan rendahnya tingkat pendidikan dan tingkat kesehatan dengan
produktivitas dan kewirausahaan yang rendah pula, serta memiliki daya saing
yang lemah terutama dalam merebut peluang usaha, mengisi peluang kerja dan
memasarkan hasil produksi. Upaya penanggulangan kemiskinan yang selama ini
dilakukan lebih bersifat spasial atau pendekatan sektoral ternyata kurang
memberikan hasil yang optimal.
Peran Pemerintah dalam pengentasan kemiskinan di Kabupaten Ciamis
yaitu dengan di bentuknya Layanan Terpadu Penanggulangan Kemiskinan Daerah
LTPDK dipayungi dengan Peraturan Bupati Ciamis Nomor 62 Tahun 2014
tentang Pembentukan Layanan Terpadu Penanggulangan Kemiskinan Daerah
serta membuat kebijakan penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Ciamis.
Kendala yang dihadapi pemerintah dalam pengentasan kemiskinan di

Kabupaten Ciamis antara lain dalam hal sistem pengelolaan data kemiskinan
daerah tidak terpusat hanya di kabupaten saja tetapi untuk pengelolaan dana
kemiskinan diperlukan perangkat dan sistem yang terintegrasi hingga ke
kecamatan dan desa, agar jumlah masyarakat miskin valid sesuai dengan
kenyataan di lapangan.
Upaya Pemerintah daerah Kabupaten Ciamis mengeluarkan regulasi
mengenai pengentasan kemiskinan yakni Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis
Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Penanggulangan Kemiskinan, Peraturan Bupati
Ciamis Nomor 29 Tahun 2016 tentang Indikator Lokal Keluarga Miskin di
Kabupaten Ciamis, serta merealisasikan 3 (Tiga) program utama yakni, Bidang
Kesehatan “Waluya”, Bidang Pendidikan “Calaka”, Bidang Sosial Ekonomi
“Walagri”.

2

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kemiskinan merupakan masalah lama yang pada umumnya

dihadapi hampir di semua negara-negara berkembang, terutama
negara yang padat penduduknya seperti Indonesia. Kemiskinan
seharusnya menjadi masalah bersama yang harus ditanggulangi
secara serius, kemiskinan bukanlah masalah pribadi, golongan
bahkan pemerintah saja, akan tetapi hal ini merupakan masalah
setiap kita warga negara Indonesia. Kepedulian dan kesadaran antar
sesama warga diharapkan dapat membantu menekan tingkat
kemiskinan di Indonesia.
Peran pemerintah sangat penting dalam merancang dan
menghadapi masalah pembangunan ekonomi. Seberapa jauh peran
pemerintah menentukan bagaimana penyelesaian masalah tersebut.
Peran

itu

dapat

dilihat

dari


sikap

pemerintah

dalam

menyelesaikannya. Peran pemerintah adalah sebagai pengatur
kebijakan masalah pembangunan ekonomi, Pemerintah juga yang
mengatur bagaimana pelaksanaan rancangan pembangunan, apakah
sesuai dengan rencana yang di telah dibuat. Peran pemerintah adalah
sebagai pengendali.

3

Dalam upaya untuk menyeimbangkan pertumbuhan sebagai
sektor perekonomian hingga jumlah keluarga miskin dapat berkurang,
di

butuhkan


pengawasan

dan

pengaturan

oleh

negara

atau

pemerintah dalam upaya mencapai pertumbuhan yang seimbang,
karena keseimbangan membutuhkan pengawasan terhadap produksi,
distribusi dan dan komoditas. Untuk itu pemerintah harus membuat
suatu rencana atau langkah-langkah dalam upaya mengurangi jumlah
keluarga miskin akibat ketidak seimbangan ekonomi dan sosial yang
mengancam negara sedang berkembang.
Untuk memastikan tercapainya target penurunan angka

kemiskinan tersebut tidak saja diperlukan political will dari pemerintah
saja, akan tetapi juga dari seluruh komponen masyarakat. Dengan
demikian, keberhasilan program penanggulangan kemiskinan akan
tergantung sejauh mana pemerintah mampu membangun keterkaitan
berbagai elemen tersebut. Penanggulangan kemiskinan bukan
merupakan proses instant dan mudah, namun harus sustainable dan
memerlukan pendekatan yang sistematik Pemerintah daerah perlu
mempunyai kebijaksanaan pembangunan yang dilengkapi dengan
program redistribusi pendapatan yaitu menciptakan keseimbangan
antara pembangunan industri dan pertanian serta mengalokasikan
sumber daya yang memadai untuk penyediaan kebutuhan dasar
masyarakat.

4

Untuk itu perlu dilakukan identifikasi permasalahan di setiap
wilayah dan selanjutnya disusun kebijakan yang relevan. Pemerintah
daerah

perlu


menyusun

berbagai

program

penanggulangan

kemiskinan secara terintegrasi. Program tersebut haruslah sustainable
yang juga perlu mempertimbangkan kondisi lokal dimana kemiskinan
itu terjadi. Oleh karena itu fokus pengentasan kemiskinan menjadi
mendesak dan yang lebih penting lagi adalah upaya menekan angka
kemiskinan tersebut dilakukan secara konkrit, tepat sasaran dan
komprehensif. Dengan demikian, upaya penanggulangan kemiskinan
di pedesaan dan perkotaan diharapkan dapat terwujud secara selaras.
Kabupaten Ciamis yang merupakan daerah agraris sehingga
dapat

dilihat


dari

mayoritas

penduduk

kabupaten

Ciamis

bermatapenceharian sebagai petani. Adanya beberapa kelompok
buruh yang ada di Kabupaten Ciamis salah satumya akibat dari
kelompok yang tidak punya tanah yang cukup untuk di garap. Tingkat
kemiskinan di kabupaten ciamis cenderung menurun hal ini bisa dilihat
dari data Hasil PBDT 2015 meskipun hal tersebut tidak signifikan.
Upaya terencana untuk meningkatkan kapasitas daerah dalam
mewujudkan masa depan daerah yang lebih baik dan kesejahteraan
bagi semua masyarakat. Hal ini sejalan dengan amanat UndangUndang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin,
Pemerintah Kabupaten berwenag menetapkan kebijakan, strategi dan

program tingkat kabupaten dalam bentuk rencana penanganan fakir

5

miskin di daerah denganberpedoman pada kebijakan, strategi dan
program nasional. Penyelenggaraan tentang Pemerintah Daerah di
dasari pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang
Pemerintahan Daerah. Selaras dengan itu Pemerintah Kabupaten
Ciamis mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2016
tentang Penanggulangan Kemiskinan.
Secara umum kinerja Pemerintah Kabupaten Ciamis dapat
dilihat dari upaya pemberdayaan sumber daya manusia sebagai
modal utama pembangunan. Adanya Lembaga Pemerintah yang
merupakan yakni Layanan Terpadu Penanggulangan Kemiskinan
Daerah (LTPKD) merupakan salah satu implementasi program inovasi
dalam penyelenggaraan pemerintahan tersebut. Keberadaan LTPDK
dipayungi dengan Peraturan Bupati Ciamis Nomor 62 Tahun 2014
tentang Pembentukan Layanan Terpadu Penanggulangan Kemiskinan
Daerah.
Oleh karena itu, pembangunan yang dilaksanakan difokuskan

pada berbagai bidang yang dianggap dapat meningkatkan kualitas
sumber daya manusia, seperti bidang pendidikan, bidang ekonomi
kerakyatan, bidang peningkatan infrastruktur, dan dibidang lainnya
yang dilakukan secara tepat Menurut Peraturan Daerah Nomor 11
Tahun 2016 tentang Penanggulangan Kemiskinan, Kemiskinan adalah
suatu ketidakmampuan seseorang, atau keluarga atau masyarakat
dalam memenuhi kebutuhan hak-hak dasar dan akses terhadap

6

sumber-sumber
berkelanjutan

ekonomi
untuk

produktif

sebagai


mempertahankan

dan

aset

penghidupan

mengembangkan

kehidupan yang bermartabat sesuai dengan potensi di sekitarnya.
Sehingga melihat dari definisi tersebut kiranya pemerintahan
kabupaten Ciamis perlu melakukan penangggulangan yang lebih
intensif agar taraf kehidupan masyarakat Kabupaten Ciamis dapat
meningkat sedikit demi sedikit. Harus adanya peran serta pemerintah
yang lebih intestif dapat di mungkinkan akan meningkatkan taraf hidup
masyarakat Kabupaten Ciamis.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penelitian yang
dilakukan penulis di batasi dengan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Sejauhmanakah

peran

pemerintah

dalam

pengentasan

kemiskinan di Kabupaten Ciamis?
2. Kendala-kendala apa saja yang timbul dalam pengentasan
kemiskinan di Kabupaten Ciamis?
3. Bagaimana upaya pemerintah dalam pengentasan kemiskinan di
Kabupaten Ciamis?

C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan berbagai tujuan yang hendak
dicapai, tujuan tersebut antara lain:

7

1. Sebagai pelaksaan Tridarma Perguruan Tinggi yang merupakan
kewajiban Dosen untuk menyumbangkan pemikiran di bidang Ilmu
Hukum guna memecahkan persoalan khususnya dalam Peran
pemerintah dalam pengentasan kemiskinan di Kabupaten Ciamis.
2. Memberi

pemahaman

kepada

Masyarakat

tentang

peran

pemerintah dalam pengentasan kemiskinan di Kabupaten Ciamis.
3. Menganalisis dan mengoptimalkan terhadap kendala-kendala dan
upaya

dari

pemerintah

dalam

pengentasan

kemiskinan

di

Kabupaten Ciamis.

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan
manfaat sebagai berikut:
1. Bagi Pemerintah Daerah dapat memberikan kontribusi mengenai
peran pemerintah dalam pengentasan kemiskinan di Kabupaten
Ciamis.
2. Bagi Pemerintah Daerah memberi pemahaman mengenai kendalakendala dan upaya dari pemerintah dalam pengentasan kemiskinan
di Kabupaten Ciamis.
3. Bagi Masyarakat memberikan pengetahuan tentang

peran

pemerintah dalam pengentasan kemiskinan di Kabupaten Ciamis.

8

E. Sistematika Penelitian
Halaman Sampul
Lembar Identitas Dan Pengesahan
Ringkasan
Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
1.2. Rumusan Masalah
1.3. Tujuan Penelitian
1.4. Manfaat Penelitian
1.5. Sistematika Penelitian
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1.

Kemiskinan
2.1.1. Pengertian Kemiskinan
2.1.2. Faktor-Faktor Kemiskinan
2.1.3. Gambaran Kemiskinan Secara Umum

2.2. Peran Pemerintah
2.2.1. Definisi Peran Pemerintah
2.2.2. Kebijakan dan Upaya Pemerintah
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian
3.2. Lokasi Penelitian

9

3.3. Teknik Pengumpulan Data
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan
5.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA

10

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kemiskinan
2.1.1. Definisi Kemiskinan
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi kekurangan
hal-hal yang biasa untuk dipunyai seperti makanan, pakaian,
tempat berlindung dan air minum, hal hal ini berhubungan erat
dengan kualitas hidup. Kemiskinan kadang juga berarti tidak
adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang mampu
mengatasi masalah kemiskinan dan mendapatkan kehormatan
yang layak sebagai warga negara. Kemiskinan merupakan
masalah global, sebagian orang memahami istilah ini secara
subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya
dari

segi

moral

dan

evaluatif,

dan

yang

lainya

lagi

memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan. Istilah
“negara berkembang” biasanya digunakan untuk merunjuk
kepada

negara-negara

yang

“miskin”

(Criswardani

Suryawati,2005:18).
Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman
utamanya mencakup :
1) Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup
kebutuhan pangan sehari –hari, sandang, perumahan, dan
pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami

11

sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan
dasar.
2) Gambaran

tentang

kebutuhan

sosial,

termasuk

keterkucilkan sosial, ketergantungan, dan ketidakmapuan
untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk
pendidikan dan informasi. Keterkucilkan sosial biasanya
dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup
masalah-masalah politik dan moral , dan tidak dibatasi pada
bidang ekonomi.
3) Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan
yang memadai makna”memadai” disini sangat berbedabeda melintas bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh
dunia.
BAPPENAS (Badan Perencanaan dan Pembangunan
Nasional) mendefinisikan kemiskinan sebagai situasi serba
kekurangan yang terjadi bukan karena kehendak si miskin,
melainkan karena keadaan yang tidak dapat dihindari dengan
kekuatan yang ada padanya. Kemiskinan ini ditandai oleh sikap
dan tingkah laku yang menerima keadaan yang seakan-akan
tidk dapat diubah yang tercermin di dalam lemahnya kemauan
tetap untuk maju, rendahnya kualitas sumber daya manusia,
lemahnya nilai tukar hasil produksi, rendahnya produktifitas,

12

terbatasnya

modal

yang

dimiliki

berpartisipasi

dalam

Chambers

(1998)

mengatakan

bahwa

pembangunan.
Menurut

kemiskinan adalah suatu integrated concept yang memiliki lima
dimensi, yaitu:
1) Kemiskinan (proper);
2) Ketidakberdayaan (powerless);
3) Kerentanan

menghadapi

situasi

darurat

(state

of

emergency);
4) Ketergantungan (dependence), dan
5) Keterasingan (isolation) baik secara geografis maupun
sosiologis.
Hidup dalam kemiskinan bukan hanya hidup dalam
kekurangan uang dan tingkat pendapatan rendah, tetapi juga
banyak hal lain, seperti: tingkat kesehatan, pendidikan rendah,
perlakuan tidak adil dalam hukum, kerentanan terhadap
ancaman

tindak

kriminal,

ketidakberdayaan

menghadapi

kekuasaan, dan ketidakberdayaan dalam menentukan jalan
hidupnya sendiri.

2.1.2. Macam-macam Kemiskinan
Mengamati secara mendalam tentang kemiskinan dan
penyebabnya akan muncul berbagai tipologi dan dimensi

13

kemiskinan karena kemiskinan itu sendiri multikompleks,
dinamis, dan berkaitan dengan ruang, waktu serta tempat
dimana kemiskinan dilihat dari berbagai sudut pandang.
Kemiskinan dibagi dalam dua kriteria yaitu kemiskinan absolut
dan kemiskinan realtif.
Kemiskinan absolut adalah kemiskinan yang diukur
dengan tingkat pendapatan yang dibutuhkan untuk memenuhi
kebutuhan dasarnya sedangkan kemiskinan realtif adalah
penduduk yang telah memiliki pendapatan sudah mencapai
kebutuhan dasar namun jauh lebih rendah dibanding keadaan
masyrakat

sekitarnya.

Kemiskinan

menurut

tingkatan

kemiskinan adalah kemiskinan sementara dan kemiskinan
kronis.
Lain halnya menurut Sumodiningrat (1989:65) yang
mengemukakan bahwa kemiskinan memiliki beberapa macam
yaitu adalah sebagai berikut:
1. Kemiskinan absolut: apabila tingkat pendapatanya di bawah
“garis kemiskinan” atau jumlah pendapatannya tidak cukup
untuk

memenuhi

kebutuhan

minimum,

antara

lain

kebutuhan pangan, sandang, kesehatan, perumahan, dan
pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja.

14

2. Kemiskinan relatif: kondisi dimana pendapatanya berada
pada posisi di atas garis kemiskinan, namun relatif lebih
rendah dibanding pendapatan masyrakat sekitarnya.
3. Kemiskinan kultural: karena mengacu kepada persoalan
sikap seseorang atau masyrakat yang disebabkan oleh
faktor

budaya,

seperti

tidak

mau

berusaha

untuk

memperbaiki tingkat kehidupan, malas, pemboros, tidak
kreatif, meskipun ada usaha dari pihak luar untuk
membantunya.
4. Kemsikinan struktural: kondisi atau situasi miskin karena
pengaruh

kebijakan

pembangunan

yang

belum

menjangkau seluruh masyarakat sehingga menyebabkan
ketimpangan.
Suryawati pun menjelaskan kemiskinan dapat dibagi
dengan empat bentuk, yaitu: (Suryawati:2005: 15)
(1) Kemiskinan absolut: bila pendapatannya di bawah garis
kemiskinan atau tidak cukup untuk memenuhi pangan,
sandang, kesehatan, perumahan, dan pendidikan yang
diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja;
(2) Kemiskinan

relatif:

kondisi

miskin

karena

pengaruh

kebijakan pembangunan yang belum menjangkau seluruh
masyarakat, sehingga menyebabkan ketimpangan pada
pendapatan;

15

(3) Kemiskinan kultural: mengacu pada persoalan sikap
seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh faktor
budaya, seperti tidak mau berusaha memperbaiki tingkat
kehidupan, malas, pemboros, tidak kreatif meskipun ada
bantuan dari pihak luar;
(4) Kemiskinan struktural: situasi miskin yang disebabkan
karena rendahnya akses terhadap sumber daya yang
terjadi dalam suatu sistem sosial budaya dan sosial politik
yang tidak mendukung pembebasan kemiskinan, tetapi
seringkali menyebabkan suburnya kemiskinan.
Disamping itu, beberapa peneliti berpendapat berbeda
tentang kemiskinan struktural dan kemiskinan kronis dengan
klasifikasi yang telah dilakukan Krisnamurthi (2006). Alfian, dkk
(1980)

mendefinisikan

kemiskinan

struktural

sebagai

kemiskinan yang diderita oleh suatu golongan masyarakat
karena

struktur

sosial

masyarakat

tidak

dapat

ikut

menggunakan sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya
tersedia

bagi

mereka.

Kemiskinan

struktural

meliputi

kekurangan fasilitas pemukiman sehat, kekurangan pendidikan,
kekurangan komunikasi dengan dunia sekitarnya. Kemiskinan
struktural juga dapat diukur dari kurangnya perlindungan dari
hukum dan pemerintah sebagai birokrasi atau peraturan resmi

16

yang mencegah seseorang memanfaatkan kesempatan yang
ada.
Hal ini sejalan dengan definisi yang dikemukakan
Papilaya (2006) bahwa kemiskinan struktural merupakan
perampasan daya kemampuan (capability deprivation) manusia
atau kelompok

manusia

yang

terjadi secara sistematis

sehingga membuat manusia dan kelompok manusia terjebak
dalam kondisi yang memiskinkan Disamping itu, Kemiskinan
kronis merupakan suatu bentuk kemiskinan yang disebabkan
oleh beberapa hal yaitu kondisi budaya yang mendorong sikap
dan

kebiasaan

keterbatasan

hidup

masyarakat

sumberdaya

dan

yang

tidak

keterisolasian,

produktif,
rendahnya

pendidikan dan derajat perawatan kesehatan, terbatasnya
lapangan kerja, dan ketidakberdayaan masyarakat dalam
mengikuti ekonomi pasar, sedangkan kemiskinan sementara
yaitu kemiskinan yang terjadi akibat adanya perubahan siklus
ekonomi dari kondisi normal menjadi krisis ekonomi, perubahan
yang bersifat musiman, dan bencana alam atau sesuatu yang
menyebabkan

menurunnya

tingkat

kesejahteraan

suatu

masyarakat.
Beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam
mengidentifikasi kemiskinan yaitu:

17

2.1.3. Penyebab Kemiskinan
Terdapat beberapa faktor yang dinilai sebagai sebabsebab kemiskinan antara lain :
(1) Kesempatan kerja, di mana seseorang itu miskin karena
menganggur, sehingga tidak memperoleh penghasilan atau
kalau bekerja tidak penuh, baik dalam ukuran hari, minggu,
bulan maupun tahun,
(2) Upah gaji dibawah minimum,
(3) Produktivitas kerja yang rendah,
(4) Ketiadaan aset,
(5) Diskriminasi,
(6) Tekanan harga,
(7) Penjualan tanah (Handayani, 2006).
Beberapa faktor lain yang dinilai menjadi penyebab
kemiskinan menurut Kartasasmita (1996) dalam Rahmawati
(2006) yaitu:
1. Rendahnya Taraf pendidikan Rendahnya taraf pendidikan
meyebabkan kemampuan pengembangan diri terbatas dan
menyebabkan sempitnya lapangan kerja yang dimasuki
juga

membatasi

kemampuan

untuk

mencari

dan

memanfaatkan peluang.

18

2. Rendahnya derajat kesehatan Taraf kesehatan dan gizi yang
rendah menyebabkan rendahnya daya tahan fisik, daya
pikir dan prakarsa.
3. Terbatasnya lapangan kerja Keadaan kemiskinan karena
kondisi

pendidikan

dan

kesehatan

diperberat

oleh

terbatasnya lapangan pekerjaan. Selama ada lapangan
kerja atau kegiatan usaha, selama itu pula ada harapan
untuk memutuskan lingkaran kemiskinan itu.
4. Kondisi keterisolasian Banyak penduduk secara ekonomi
tidak berdaya karena terpencil dan terisolasi. Mereka hidup
terpencil sehingga sulit atau tidak dapat terjangkau oleh
pelayan pendidikan, kesehatan dan gerak kemajuan yang
dinikmati masyarakat lainnya.
Kuncoro menjelasakan dalam bukunya bahwa Penyebab
kemiskinan sebagai berikut: (Kuncoro:2000: 107)
1. Secara

makro,

ketidaksamaan

kemiskinan
pola

muncul

kepemilikan

karena

sumber

adanya

daya

yang

menimbulkan distribusi pendapatan timpang, penduduk
miskin hanya memiliki sumber daya dalam jumlah yang
terbatas dan kualitasnya rendah.
2. Kemiskinan muncul akibat perbedaan kualitas sumber daya
manusia karena kualitas sumber daya manusia yang rendah
berarti produktifitas juga rendah, upahnya pun rendah.

19

3. Kemiskinan muncul sebab perbedaan akses dan modal.

Ketiga penyebab kemiskinan itu bermuara pada teori
lingkaran setan kemiskinan (vicious circle of poverty) akibat
adanya keterbelakangan, ketidaksempurnaan pasar, kurangnya
modal menyebabkan rendahnya produktivitas. Rendahnya
produktivitas mengakibatkan rendahnya pendapatan yang
mereka terima. Rendahnya pendapatan akan berimplikasi pada
rendahnya tabungan dan investasi, rendahnya investasi akan
berakibat pada keterbelakangan dan seterusnya. Logika
berpikir yang dikemukakan Nurkse yang dikutip Kuncoro
(2000:7).
Teori Kemiskinan Sharp, et al (1996) dalam Mudrajat
Kuncoro

(2004)

mencoba

mengidentifikasikan

penyebab

kemiskinan dipandang dari sisi ekonomi.
Pertama, secara mikro kemiskinan muncul karena adanya
ketidaksamaan

pada

kepemilikan

sumberdaya

yang

menyebabkan distribusi pendapatan yang timpang. Penduduk
miskin hanya memiliki sumberdaya dalam jumlah terbatas dan
kualitasnya rendah.
Kedua, kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas
sumberdaya manusia. Kualitas sumberdaya manusia rendah
berarti produktivitasnya rendah, yang pada gilirannya upahnya

20

rendah. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia ini karena
rendahnya pendidikan,

nasib kurang beruntung,

adanya

diskriminasi atau karena keturunan.
Ketiga, kemiskinan muncul akibat perbedaan akses dalam
modal. Ketiga penyebab kemiskinan ini bermuara pada teori
lingkaran setan kemiskinan (vicious circle of poverty).
Teori ini ditemukan oleh Ragnar Nurkse (1953) dalam
Kuncoro, 2004, yang mengatakan: ”a poor country is poor
because it is poor” (Negara miskin itu miskin karena dia miskin).
Adanya

keterbelakangan,

kurangnya
Rendahnya

modal

ketidaksempurnaan

menyebabkan

produktivitas

pasar,

dan

rendahnya

produktivitas.

mengakibatkan

rendahnya

pendapatan yang mereka terima. Rendahnya pendapatan akan
berimplikasi

pada

rendahnya

tabungan

dan

investasi.

Rendahnya investasi berakibat pada keterbelakangan.
Oleh karena itu, setiap usaha untuk mengurangi
kemiskinan seharusnya diarahkan untuk memotong lingkaran
dan perangkap kemiskinan ini (Mudrajad Kuncoro, 2004).
Berikut gambar lingkaran setan kemiskinan (vicious circle of
poverty.

21

Perkembangan
Teknologi
Produktifitas
Rendah

Permintaan Rendah

Kesehatan
Menurun

Buta Huruf

Pendapatan Rill
Rendah
Investasi Rendah

Tabungan
Rendah
Banyak Sumber Daya
Alam yang Tidak Di
Eksploitasi

Teori “Lingkaran Setan Kemiskinan”, terjemahan dari
“Vicius Sircle Of Poverty” yaitu konsep yang mengadaikan
suatu

konstellasi

yang

melingkar

dari

daya-daya

yang

cenderung beraksi dan beraksi satu sama lain secara demikian
rupa sehingga menempatkan suatu negara miskin terus
menerus dalam suasana kemiskinan. Teori itu menjelaskan
sebab-sebab kemiskinan dinegara-negara sedang berkembang
yang umunya baru merdeka dari penjajahan asing. Bertolak
dari teori inilah, kemudian dikembangkan teori-teori ekonomi
pembangunan, yaitu teori yang telah dikembangkan lebih
dahulu di Eropa Barat yang menjadi cara pandang atau
paradigma

untuk

masalahmasalah

memahami

ekonomi

di

dan

memecahkan

negara-negara

sedang

berkembang, misalnya India atau Indonesia.

22

Pada hasilnya teori itu mengatakan bahwa negaranegara sedang berkembang itu miskin dan tetap miskin, karena
produktivitasnya rendah. Karena rendah produktivitasnya, maka
penghasilan seseorang juga rendah yang hanya cukup untuk
memenuhi kebutuhan konsumsinya yang minim. Karena itulah
mereka tidak bisa menabung, padahal tabungan adalah sumber
utama pembentukan modal masyarakat sehingga capitalnya
tidak efesien (boros). Untuk bisa membangun, maka lingkaran
setan itu harus diputus, yaitu pada titik lingkaran rendahnya
produktivitasnya, sebagai sebab awal dan pokok. Untuk
memutus lingkaran setan kemiskinan dari sisi demand yaitu
dengan meningkatkan pendapatnya. Hal ini akan berdampak
kepada perimintaan meningkat dan investasi juga meningkat
maka modal menjadi efisien. Dengan demikian produktifitas
dapat meningkat.
Menurut
Chambers

Budhi

bahwa

ada

(2013)
lima

yang

mengutip

pendapat

“ketidakberuntungan”

yang

melingkari orang atau keluarga miskin yaitu sebagai berikut:
a. Kemiskinan (poverty) memiliki tanda-tanda sebagai berikut:
rumah mereka reot dan dibuat dari bahan bangunan yang
bermutu rendah, perlengkapan yang sangat minim, ekonomi
keluarga ditandai dengan ekonomi gali lubang tutup lubang
serta pendapatan yang tidak menentu;

23

b. Masalah kerentanan (vulnerability), kerentanan ini dapat
dilihat dari ketidakmampuan keluarga miskin menghadapi
situasi darurat. Perbaikan ekonomi yang dicapai dengan
susah payah sewaktu-waktu dapat lenyap ketika penyakit
menghampiri keluarga mereka yang membutuhkan biaya
pengobatan dalam jumlah yang besar;
c. Masalah

ketidakberdayaan.

Bentuk

ketidakberdayaan

kelompok miskin tercermin dalam ketidakmampuan mereka
dalam menghadapi elit dan para birokrasi dalam menentukan
keputusan yang menyangkut nasibnya, tanpa memberi
kesempatan untuk mengaktualisasi dirinya;
d. Lemahnya ketahanan fisik karena rendahnya konsumsi
pangan baik kualitas maupun kuantitas sehingga konsumsi
gizi mereka sangat rendah yang berakibat pada rendahnya
produktivitas mereka;
e. Masalah keterisolasian. Keterisolasian fisik tercermin dari
kantong-kantong kemiskinan yang sulit dijangkau sedang
keterisolasian sosial tercermin dari ketertutupan dalam
integrasi masyarakat miskin dengan masyarakat yang lebih
luas.

24

2.2.

Peran Pemerintah
2.2.1. Definisi Peran
Istilah peran dalam “Kamus Besar Bahasa Indonesia”
mempunyai arti pemain sandiwara (film), tukang lawak pada
permainan makyong, perangkat tingkah yang diharapkan
dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat. Menurut
Abu Ahmadi (1982) peran adalah suatu kompleks pengharapan
manusia terhadap caranya individu harus bersikap dan berbuat
dalam situasi tertentu yang berdasarkan status dan fungsi
sosialnya. Pengertian peran menurut Soerjono Soekanto
(2002:243), yaitu peran merupakan aspek dinamis kedudukan
(status),

apabila

kewajibannya

seseorang

sesuai

dengan

melaksanakan

hak

kedudukannya,

maka

dan
ia

menjalankan suatu peranan.
Dari hal diatas lebih lanjut kita lihat pendapat lain tentang
peran yang telah ditetapkan sebelumnya disebut sebagai
peranan normatif. Sebagai peran normatif dalam hubungannya
dengan tugas dan kewajiban dinas perhubungan dalam
penegakan hukum mempunyai arti penegakan hukum secara
Total enforcement, yaitu penegakan hukum secara penuh,
(Soerjono Soekanto 1987: 220)
Sedangkan peran ideal, dapat diterjemahkan sebagai
peran yang diharapkan dilakukan oleh pemegang peranan

25

tersebut. Misalnya dinas perhubungan sebagai suatu organisasi
formal tertentu diharapkan berfungsi dalam penegakan hukum
dapat bertindak sebagai pengayom bagi masyarakat dalam
rangka mewujudkan ketertiban, keamanan yang mempunyai
tujuan akhir kesejahteraan masyarakat, artinya peranan yang
nyata, (Soerjono Soekamto).
Menurut Kozier Barbara peran adalah seperangkat
tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap
seseorang sesuai kedudukannya dalam, suatu sistem. Peran
dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari
luar dan bersifat stabil. Peran adalah bentuk dari perilaku yang
diharapkan dari seesorang pada situasi sosial tertentu.
Peran adalah deskripsi sosial tentang siapa kita dan kita
siapa. Peran menjadi bermakna ketika dikaitkan dengan orang
lain, komunitas sosial atau politik. Peran adalah kombinasi
adalah posisi dan pengaruh.
Menurut Biddle dan Thomas dalam Arisandi, peran
adalah serangkaian rumusan yang membatasi perilaku-perilaku
yang diharapkan dari pemegang kedudukan tertentu. Misalnya
dalam keluarga, perilaku ibu dalam keluarga diharapkan bisa
memberi anjuran, memberi penilaian, memberi sangsi dan lainlain. Menurut Horton dan Hunt (1993), peran (role) adalah
perilaku yang diharapkan dari seseorang yang memiliki suatu

26

status. Berbagai peran yang tergabung dan terkait pada satu
status ini oleh Merton (1968) dinamakan perangkat peran (role
set).
Dalam kerangka besar, organisasi masyarakat, atau
yang disebut sebagai struktur sosial, ditentukan oleh hakekat
(nature) dari peran-peran ini, hubungan antara peran-peran
tersebut, serta distribusi sumberdaya yang langka di antara
orang-orang yang memainkannya. Masyarakat yang berbeda
merumuskan,

mengorganisasikan,

dan

memberi

imbalan

(reward) terhadap aktivitas-aktivitas mereka dengan cara yang
berbeda, sehingga setiap masyarakat memiliki struktur sosial
yang berbeda pula. Bila yang diartikan dengan peran adalah
perilaku yang diharapkan dari seseorang dalam suatu status
tertentu,

maka

perilaku

peran

adalah

perilaku

yang

sesungguhnya dari orang yang melakukan peran tersebut.
Dengan demikian perangkat peran adalah kelengkapan
dari hubungan-hubungan berdasarkan peran yang dimiliki oleh
orang karena menduduki status-status sosial khusus. Peran
yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perilaku seseorang
sesuai dengan status kedudukannya di masyarakat. Jadi dapat
disimpulkan bahwa peran adalah suatu aspek yang dinamis
berupa tindakan atau perilaku yang dilaksanakan oleh orang

27

atau badan lembaga yang menempati atau memangku suatu
posisi dalam situasi sosial.
Adapun

faktor-faktor

penyesuaian

peran

yang

mempengaruhi dalam menyesuaikan diri dengan peran yang
harus dilakukan, yaitu :
a) Kejelasan perilaku dan pengetahuan yang sesuai dengan
peran.
b) Konsistensi respon orang yang berarti terhadap peran yang
dilakukan.
c) Kesesuaian dan keseimbangan antar peran yang diemban.
d) Keselarasan

budaya

dan

harapan

individu

terhadap

perilaku peran.
e) Pemisahan perilaku yang akan menciptakan ketidak
sesuaian perilaku peran.
f)

Proses yang umum untuk memperkecil ketegangan peran
dan melindungi diri dari rasa bersalah.
Menurut Horton dan Hunt (1993), “seseorang mungkin

tidak memandang suatu peran dengan cara yang sama
sebagaimana orang lain memandangnya”. Sifat kepribadian
seseorang mempengaruhi bagaimana orang itu merasakan
peran tersebut. Tidak semua orang yang mengisi suatu peran
merasa sama terikatnya kepada peran tersebut, karena hal ini
dapat bertentangan dengan peran lainnya. Semua faktor ini

28

terpadu sedemikian rupa, sehingga tidak ada dua individu yang
memerankan satu peran tertentu dengan cara yang benarbenar sama.
Peran yang dimainkan hakekatnya tidak ada perbedaan,
baik yang dimainkan / diperankan pimpinan tingkat atas,
menengah maupun bawah akan mempunyai peran yang sama
Peran merupakan tindakan atau perilaku yang dilakukan oleh
seseorang yang menempati suatu posisi di dalam status sosial,
syarat-syarat peran mencangkup 3 (tiga) hal, yaitu :
a. Peran meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan
posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan
dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan
yang

membimbing

seseorang

dalam

kehidupan

kemasyarakatan. Peran adalah suatu konsep perilaku apa
yang dapat dilaksanakan oleh individu-individu dalam
masyarakat sebagai organisasi.
b. Peran juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu, yang
penting bagi struktur sosial masyarakat. Peran adalah suatu
rangkaian yang teratur yang ditimbulkan karena suatu
jabatan.

Manusia

sebagai

makhluk

sosial

memiliki

kecenderungan untuk hidup berkelompok. Dalam kehidupan
berkelompok tadi akan terjadi interaksi antara anggota
masyarakat yang satu dengan anggota masyarakat yang

29

lainnya. Tumbuhnya interaksi diantara mereka ada saling
ketergantungan.

Dalam

kehidupan

bermasyarakat

itu

munculah apa yang dinamakan peran (role).
c. Peran merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan
seseorang, apabila seseorang melaksanakan hak-hak dan
kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka orang
yang bersangkutan menjalankan suatu peranan. Untuk
memberikan pemahaman yang lebih jelas ada baiknya
terlebih dahulu kita pahami tentang pengertian peran, (Miftah
Thoha, 1997).
Peran adalah suatu sikap atau perilaku yang diharapkan
oleh banyak orang atau sekelompok orang terhadap seseorang
yang memiliki status atau kedudukan tertentu. Berdasarkan halhal diatas dapat diartikan bahwa apabila dihubungkan dengan
dinas perhubungan, peran tidak berarti sebagai hak dan
kewajiban individu, melainkan merupakan tugas dan wewenang
dinas perhubungan.

2.2.2. Kebijakan Pemerintah
Langkah-langkah kebijakan penanggulangan kemiskinan
dilakukakan

baik

oleh

Pemerintah

Pusat

maupun

oleh

Pemerintah daerah. Kebijakan pemerintah dalam pengentasan
kemiskinan di Pusat terdiri dari 3 (tiga) program yakni:

30

a. Bidang Kesehatan
Nama

: Program Indonesia Sehat

Penyelenggara :

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

Media

: Kartu Indonesia Sehat

Cakupan

: Hingga Satuan Tingkat Desa (POSYANDU)

Penerimaan

: Masyarakat kurang Mampu yang telah
memiliki BPJS PBI ditambahn kelompok
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial
(PMKS) serta bayi baru lahir.

b. Bidang Pendidikan
Nama

: Program Indonesia Pintar

Media

: Kartu Indonesia Pintar

Penerimaan

: Semua

Anak

SD/MI,

SMP/MTs,

SMA/MA, SMK/MAK, yang berasal dari
keluarga
Panti

pemegang

Asuhan

dan

KKS/KPS,PKH,
Anak

Yatim

Piatu.Masyarakat kurang Mampu yang
telah memiliki BPJS PBI ditambahn
kelompok

Penyandang

Masalah

Kesejahteraan Sosial (PMKS) serta
bayi baru lahir.

31

Bentuk Penyaluran

:

Simpanan / Tabungan di Kantor

POS atau Bank yang ditunjuk bisa
dicairkan atau tetap disimpan.
c. Bidang Sosial Ekonomi
Nama

: Program Kesejahteraan Sosial

Media

: Kartu Kesejahteraan Sosial (KKS)

Penerimaan

: keluarga kurang mampu di seluruh
Indonesia, mencakup juga penghuni
pantiasuhan, panti jompo, dan panti
sosial lainnya.

Besaran

: Rp. 200.000,-/Keluarga/Bulan.

Bentuk Penyaluran : Simpanan / Tabungan di Kantor POS
atau Bank yang ditunjuk bisa dicairkan
atau tetap disimpan.
Dari

penjelasan

program

diatas

yang

merupakan

program pemerintah Pusat, seiring dengan dikeluarkannnya
Undang-Undang

Pemerintah

Daerah

yang

menyatakan

adanyanya kewenangan yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah
diantaranya

kewenangan

untuk

melakukan

pengentasan

kemiskinan.
Upaya penangggulangan yang dilakukan pemerintah
kabupaten ciamis dengan merealisasikan ketiga program

32

pemerintah pusat tersebut dalam program pemerintah daerah,
program-program tersebut yakni:
1. Program Kesehatan
Program ini merupakan upaya dalam bidang kesehatan
masyarakat yang medianya berwujud Kartu Waluya dimulai
pada tahun 2016. Cakupan dari program ini yaitu:
- Jaminan kesehatan seluruh masyarakat miskin, operasi
katarak,

khitanan

masal

dan

pemberian

makanan

tambahan (PMT);
- Jumlah anggarannnya sebesar 3.006.699.150;
- Dimana besaran premi dalam kartu waluya ini yakni Rp.
23.000/Jiwa/Bulan yang di bayarkan ke BPJS Kesehatan;
- Bentuk pelayanan yakni pembayaran Premi ke BPJS
Kesehatan dan Pelayanan Langsung Ke Masyarakat.
- Manfaat yang di dapat adalah promitif, preventif, kuratif
dan detektsi dini.
Adapun realisasi anggaran dan Danaa Capaian Kinerja
Program Waluya Tahun 2016 yakni:
a. Integrasi Jamkesda
- anggaran : Rp. 2.164.234.525 (APBD Ciamis)
- sasaran : 12.207 Jiwa
- sisa anggaran : Rp. 24.335.075,- Anggaran : 534.831.000,- (Banprop Jawa Barat)

33

- Sasaran : 12.207 Jiwa
- Sisa Anggaran : Rp. 173.223.550,Capaian program jamkesda pada tahun 2016 telah
terealisasi sesuai target yakni 100%, sedangkan anggaran
mencapai 93%
b. Operasi Katarak
- Anggaran : Rp. 80.550.000 (APBD Kab. Ciamis)
- Sasaran : 80 Jiwa
- Sisa anggaran : Tidak ada
c. Khitanan Massal
- Anggaran : Rp. 169.822.050,- (APBD Kab. Ciamis)
- Sasaran : 115 Jiwa
d. Pemberian Makanan Tambahan (PMT)
- Anggaran : Rp. 187.200.000,- (APBD Kab. Ciamis)
- Sasaran : 160 Jiwa
2. Program Pendidikan
Program

ini

merupakan

program

yang

bermaksud

menanggulangi siswa DO dan RDO, pemerintah Kabupaten
Ciamis memberikan fasilitas kepada siswa dan siswi yang
berada di SMP dan SMA, dimana program ini beri nama
Calakan yang adapa pada tahun 2016. Adapun cakupan dari
program ini yaitu:

34

-

Siswa-siswi SMP, SMA, SMK dari keluarga pemegang
KKS/KPS, PKH Panti Asuhan dan Anak Yatim Piatu
diluar kuota bantuan siswa miskin (BSM)/ KIP.

-

Penyaluran dana ini melalui simpanan/tabungan di
kantor Pos atau Bank yang ditunjuk bisa dicairkan atau
tetap di simpan di tabungan.

-

Besaran dana ini, untuk SMP Rp. 750.000/siswa/Tahun
untuk

500

siswa,

SMA/SMK,

sedangkan

untuk

SMA/SMK Rp. 1.000.000/siswa/tahun untuk 262 siswa.

3. Program Sosial Ekonomi
Program di kabupaten ciamis ini di beri nama Subsis Raskin,
RUTILAHU serta pembinaan dan pengembangan Bidang
ketenagalistrikan, media dalam program inu adalah kartu
Walagri.
Adapun cakupan dalam bidang ini adalah:
- Mencakup subsidi raskin, RUTILAHU serta pembinaan
dan pengembangan Bidang ketenagalistrikan,
- Sasaran : Keluarga kurang mampu pemilik KPS dan RTM
berdasarkan kriteria khusus.
- Besaran : subsidi raskin Rp. 1000/kg/RTS-PM Rutilahu
Rp. 1.0.000.000/RTM untuk 300 sasaran.
- Besaran anggaran : Rp. 24.585.648.000,-

35

- Bentuk Penyaluran : untuk subsidi rRASKIN pembayaran
langsung ke PERUM BULOG untuk Rutilahu bantuan
langsung ke penerima manfaat, untuk listrik langsung di
pasang ke penerima manfaat oleh pihak ketiga (Daftar
penerima manfaat di tetapkan oleh keputusan Bupati)
Realisasi program sosial ekonimi di kabupaten ciamis dapat
di jelsakan bahwa :
a. Program Raskin/Rastra
Anggaran : Rp. 16.988.040.000,Subsidi : Rp. 3.397.608.000,Angkut sasaran : 94.378 RTS
Pencapaian kinerja dan anggaran terealisasi 100%
b. Program Rutilahu
Anggaran : Rp. 3.090.000.000,Sasaan : 309 Rumah
Pencapaian kinerja dan anggaran terealisasi 100%
c. Program Listrik Pra KS
Target : 953 KKK
Terealisasi : 953 KK
Pencapaian kinerja dan anggaran terealisasi 100%
Dari rincian diatas maka dapat dijelaskan bahwa
Pemerintah Kabupaten Ciamis dalam upaya penanggulangan
pengentasan kemiskinan di Kabupaten Ciamis dilakukan

36

melalui LTPKD (Lembaga T ) dengan Tiga Program Pokok,
yang pertama bidang kesehatan yakni program Waluya,
dengan pemberian jamkesda, operasi katarak, khitanan massal
dan pemberian makanan tambahan. Yang kedua bidang
pendidikan

yakni

Program

Calakan

dengan

pemberian

beasiswa untuk 500 siswa SMP dan 262 untuk siswa
SMA/SMK. Yang ketiga bidang sosial dan ekonomi yakni
Program

Walagri

di

implementasikan

dengan

program

raskin/rastra dan program Rutilahu.
Ketiga program utama dalam rangka upaya pengentasan
kemiskinan di Kabupaten Ciamis telah mencapai target
realisasi 100%, sehingga dapat meningkatkan taraf hidup
masyarakat miskin meskipun tidak secara signifikan.

37

BAB III
METODE PENELITIAN
1. Metode Penelitian
Metode penelitian ini menggunakan metode pendekatan Yuridis
Sosiologis (social legal approach), yang memandang hukum sebagai
fenomena sosial, yang dalam interaksinya tidak lepas dari faktor-faktor
non hukum dalam lingkungannya sebagai faktor sosial, politik dan
ekonomi, budaya, psikologi dan sebagainya, sehingga hukum tidak di
pandang sebagi suatu norma yang tertutup dan otonom, namun
memiliki keterikatan yang erat dengan variabel-variabel lain, non
hukum. (Ronny Hanitijo Soemitro;1992 ; 35).
Metode Penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
spesifikasi penelitian deskriptif. “Penelitian deskriptif adalah suatu
penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti
mungkin dengan manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya, serta
hanya menjelaskan keadaan objek masalahnya tanpa bermaksud
mengambil kesimpulan yang berlaku umum”. (Soerjono Soekanto;
1981; 10)

2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Layanan Terpadu Penanggunalan
Kemiskinan (LTPKD) Kabupaten Ciamis.

38

3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai
berikut:
a. Studi kepustakaan (Library Research)yaitu pengumpulan bahan
dan data-data yang meliputi Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang, Peraturan
Pemerintah, Peraturan Daerah dan perundang-undangan yang
ada kaitannya dengan permasalahan yang dibahas.

a. Studi lapangan (Field Research)

yaitu

melalui Wawancara

langsung pada pihak-pihak terkait yaitu Pemerintah Kabupaten
Ciamis yaitu LTPKD Kabupaten Ciamis.

39

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Peran Pemrintah Dalam Pengentasan Kemiskinan Di Kabupaten
Ciamis
Kemiskinan merupakan fenomena yang kompleks yang
bersifat multidimensi. Luasnya wilayah Kabupaten Ciamis dan
karakteristik

kemiskinan

yang

berbeda

membutuhkan

strategi

kemiskinan yang berbeda pula. Kantong-kantong kemiskinan di
Kabupaten Ciamis yang pada umumnya berada pada wilayah
perdesaan dan daerah-daerah terpencil yang memiliki keterbatasan
aksesbilitas,

tinggal

secara

berpencar-pencar,

pada

umumnya

memiliki keterbatasan modal, teknik produksi dan pemasaran,
kelompok usia produktif didominasi dengan rendahnya tingkat
pendidikan

dan

tingkat

kesehatan

dengan

produktivitas

dan

kewirausahaan yang rendah pula, serta memiliki daya saing yang
lemah terutama dalam merebut peluang usaha, mengisi peluang kerja
dan memasarkan hasil produksi. Upaya penanggulangan kemiskinan
yang selama ini dilakukan lebih bersifat spasial atau pendekatan
sektoral ternyata kurang memberikan hasil yang optimal.
Analisis penyebab kemiskinan ini menggunakan pendekatan
kombinasi

kultural

dan

struktural.

Untuk

pendekatan

kultural

digunakan tingkat analisis masyarakat, yakni dengan mengkaji

40

integrasi penduduk miskin dengan lembaga lokal masyarakat. Sedang
untuk

pendekatan

struktural

dilihat

dari

proporsionalitas

atau

keberpihakan terhadap penduduk miskin terkait kebijakan dan
program pembangunan yang dijalankan selama ini.
Setelah melakukan penellitian, peneliti dapat memberikan
gambaran bahwa peran pemerintah dalam pengentasan kemiskinan
sejauh ini telah dilihat mengalami peningkatan,dimana dengan di
bentuknya Layanan Terpadu Penanggulangan Kemiskinan Daerah
(LTPKD)

merupakan

penanggulangan

lembaga

kemiskinan

pemerintah

berbasis

data

yang

melakukan

terpadu.

Inovasi

untuk membentuk Layanan Terpadu Penanggulangan Kemiskinan
Daerah (LTPKD) merupakan salah satu implementasi program inovasi
dalam penyelenggaraan pemerintahan tersebut. Keberadaan Layanan
Terpadu Penanggulangan Kemiskinan Daerah LTPDK dipayungi
dengan Peraturan Bupati Ciamis Nomor 62 Tahun 2014 tentang
Pembentukan

Layanan

Terpadu

Penanggulangan

Kemiskinan

Daerah.
Komitmen Pemerintah Kabupaten Ciamis terhadap program
penanggulangan kemiskinan secara berkelanjutan dan pandangan
bahwa

perlunya

program

inovasi

penanggulangan

kemiskinan

berbasis data terpadu merupakan latar belakang digulirkannya
Layanan Terpadu Penanggulangan Kemiskinan Daerah (LTPKD).

41

Dikutip

dari

Penanggulangan

Buku

Kemiskinan

Panduan
Daerah

Layanan

(LTPKD)

Terpadu

tujuan

dari

pembentukan LPTKD adalah :
1. Tersedianya pusat data (database) kemiskinan yang terpadu;
2. Terintegrasinya tujuan, sasaran, strategi, kebijakan, program dan
kegiatan penanggulangan kemiskinan;
3. Terkendalinya proses perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan
pelaporan penanggulangan kemiskinan
4. Terbentuknya

lembaga

yang

efektif

dan

efisien

dalam

penyelenggaraan penanggulangan kemiskinan.
LTPKD berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Bupati Ciamis melalui Sekretaris Daerah Kabupaten Ciamis. Ruang
lingkup dari LTPKD adalah pelayanan kepada masyarakat miskin,
verifikasi dan pemetaan data kemiskinan dan penentuan kriteria
kemiskinan daerah. Adapun tugas pokok LPTKD adalah untuk
membantu Bupati dalam rangka percepatan dan penguatan secara
terpadu dalam penyusunan kebijakan dan pengordinasian terhadap
pelaksanaan pelayanan penanggulangan kemiskinan. Sedangkan
fungsi dari LTPKD adalah :
1. Koordinasi

pelaksanaan

program/kegiatan

pelayanan

dan

penanganan penanggulangan kemiskinan secara terpadu meliputi
aspek pendidikan, kesehatan, sosial dan ekonomi serta data dan
informasi;

42

2. Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan pemerintahan
daerah dalam penanggulangan kemiskinan;
3. Pelayanan administrasi penanggulangan kemiskinan;
4. Penanganan pengaduan masyarakat terhadap program/kegiatan
penanggulangan kemiskinan;
5. Pengkajian,

penghimpunan

dan

pembaharuan

(updating

database) kemiskinan. (ST)

2. Kendala-kendala yang dihadapi pemerintah kabupaten ciamis
dalam melakukan pengentasan kemiskinan.
Dari hasil survey ke lapangan dapat disimpulkan bahwa
terdapat 3 faktor penyebab timbulnya kemiskinan, yaitu faktor individu
yang bersangkutan, faktor kebijakan pemerintah, dan faktor alamiah.
Masing-masing adalah sebagai berikut :
1. Faktor Individu yang bersangkutan, mencakup :
a. Malas atau mempunyai motivasi yang rendah untuk
memanfaatkan potensi ekonomi yang ada pada dirinya dan
lingkungan alam sekitarnya.
b. Memiliki pengalaman dan keterampilan yang rendah untuk
menekuni sebuah pekerjaan.
c. Tidak mempunyai modal
2. Faktor Kebijakan Pemerintah, meliputi :
a. Pendapatan rendah

43

b. Tidak ada lapangan kerja
c. Harga sembako tinggi
d. Pendidikan mahal
e. Sarana dasar kurang
f. Biaya jasa mahal
3. Faktor alamiah (perjalanan waktu), meliputi:
a. Bencana Keluarga
b. Jompo
c. Bencana Alam
Berlatar belakang dari beberapa faktor yang menjadi faktor
penyebab kemiskinan yang ada di kabupaten ciamis Layanan
Terpadu Penanggulangan Kemiskinan Daerah (LTPKD) merupakan
lembaga pemerintah yangmelakukan

penanggulangan kemiskinan

berbasis data terpadu. Salah satu kendala yang dihadapi adalah
Sistem pengelolaan data kemiskinan daerah Untuk pengelolaan dana
kemiskinan diperlukan perangkat dan sistem yang terintegrasi hingga
ke desa-desa.
Sedangkan di ketahui bahwa LTPKD yang sampai saat ini hanya
ada di kabupaten, sehingga keberadaannya baru 1 yakni di kabupaten
ciamis, sedangkan data yang di perlukan adalah tersebar di berbagai
desa.

Sudah

seharusnya

keberadaan

Layanan

Terpadu

Penanggulangan Kemiskinan Daerah (LTPKD). Tidak hanya ada di
kabupaten tetapi ada di minimalsetiap kecamatan.

44

Pemerintah Kabupaten Ciamis belum memiliki sistem aplikasi
untuk pengelolaan data kemiskinan daerah. Ini yang sedang
diprogramkan kedepanya karena data kemiskinan harus bisa
dimutakhirkan dengan cepat, akurat yang terintegrasi hingga ke
pelosok desa.

3. Upaya Penanggulangan Kemiskinan Di Kabupaten Ciamis
Upaya penanggulangan kemiskinan merupakan tanggung
jawab kita bersama yang memerlukan dukungan dan peran aktif dari
seluruh pihak. Keterlibatan seluruh pelaku pembangunan diharapkan
akan mendorong terbangunnya sebuah kesamaan cara pandang,
keterpaduan dan komitmen dalam melakukan upaya penanggulangan
kemiskinan.
Upaya

pengentasan

kemiskinan

di

kabupaten

ciamis

dilakukan melalui dikeluarkannya regulasi peraturan Perundangundangan yang mengatur mengenai kemiskinan, diantarnya Peraturan
Daerah

Kabupaten

Ciamis

Nomor

11

Tahun

2016

Tentang

Penanggulangan Kemiskinan dan Peraturan Bupati Nomor 29 Tahun
2016 tentang Indikator Lokal Keluarga Miskin Di Kabupaten Ciamis.
Upaya

pemerintah

dalam

penanggulangan

kemiskinan

dilakukakan baik oleh Pemerintah Pusat maupun oleh Pemerintah
daerah. Kebijakan pemerintah dalam pengentasan kemiskinan di
Pusat terdiri dari 3 (tiga) program yakni:

45

a. Bidang Kesehatan
Nama

: Program Indonesia Sehat

Penyelenggara : Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
Media

: Kartu Indonesia Sehat

Cakupan

: Hingga Satuan Tingkat Desa (POSYANDU)

Penerimaan

: Masyarakat

kurang

Mampu

yang

telah

memiliki BPJS PBI ditambahn kelompok
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial
(PMKS) serta bayi baru lahir.
b. Bidang Pendidikan
Nama

: Program Indonesia Pintar

Media

: Kartu Indonesia Pintar

Penerimaan

: Semua Anak SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA,
SMK/MAK, yang berasal dari keluarga
pemegang KKS/KPS,PKH, Panti Asuhan
dan Anak Yatim Piatu.Masyarakat kurang
Mampu yang telah memiliki BPJS PBI
ditambahn

kelompok

Penyandang

Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS)
serta bayi baru lahir.
Bentuk Penyaluran

: Simpanan / Tabungan di Kantor POS atau
Bank yang ditunjuk bisa dicairkan atau
tetap disimpan.

46

c. Bidang Sosial Ekonomi
Nama

: Program Kesejahteraan Sosial

Media

: Kartu Kesejahteraan Sosial (KKS)

Penerimaan

: keluarga kurang
Indonesia,

mampu

mencakup

di seluruh

juga

penghuni

pantiasuhan, panti jompo, dan panti
sosial lainnya.
Besaran

: Rp. 200.000,-/Keluarga/Bulan.

Bentuk Penyaluran

: Simpanan / Tabungan di Kantor POS
atau Bank yang ditunjuk bisa dicairkan
atau tetap disimpan.

Dari penjelasan program diatas yang merupakan program
pemerintah Pusat, seiring dengan dikeluarkannnya Undang-Undang
Pemerintah Daerah yang menyatakan adanyanya kewenangan yang
dimiliki oleh Pemerintah Daerah diantaranya kewenangan untuk
melakukan pengentasan kemiskinan.
Upaya

penangggulangan

yang

dilakukan

pemerintah

kabupaten ciamis dengan merealisasikan ketiga program pemerintah
pusat tersebut dalam program pemerintah daerah, program-program
tersebut yakni:
1. Program Kesehatan

47

Program ini merupakan upaya dalam bidang kesehatan masyarakat
yang medianya berwujud Kartu Waluya dimulai pada tahun 2016.
Cakupan dari program ini yaitu:
- Jaminan

kesehatan

seluruh

masyarakat

miskin,

operasi

katarak, khitanan masal dan pemberian makanan tambahan
(PMT);
- Jumlah anggarannnya sebesar 3.006.699.150;
- Dimana besaran premi dalam kartu waluya ini yakni Rp.
23.000/Jiwa/Bulan yang di bayarkan ke BPJS Kesehatan;
- Bentuk

pelayanan

yakni

pembayaran

Premi

ke

BPJS

Kesehatan dan Pelayanan Langsung Ke Masyarakat.
- Manfaat yang di dapat adalah promitif, preventif, kuratif dan
detektsi dini.
Adapun realisasi anggaran dan Danaa Capaian Kinerja Program
Waluya Tahun 2016 yakni:
a. Integrasi Jamkesda
- anggaran

:

Rp. 2.164.234.525 (APBD Ciamis)

- sasaran

:

12.207 Jiwa

- sisa anggaran :

Rp. 24.335.075,-

- Anggaran

:

534.831.000,- (Banprop Jawa Barat)

- Sasaran

:

12.207 Jiwa

- Sisa Anggaran :

Rp. 173.223.550,-

48

Capaian program jamkesda pada tahun 2016 telah terealisasi
sesuai target yakni 100%, sedangkan anggaran mencapai 93%
b. Operasi Katarak
- Anggaran

: Rp. 80.550.000 (APBD Kab. Ciamis)

- Sasaran

: 80 Jiwa

- Sisa anggaran

: Tidak ada

c. K