Tgs P Muhlisin EVALUASI AFEKTIF PADA BIDANG PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
EVALUASI AFEKTIF
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Evaluasi
Pendidikan dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
dari
Dosen Dr. H. Muhlisin, M.Ag.
Oleh :
1. Tri Astuti 2052113022
2. Kudung Isnaini 2052113023
PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM
PROGRAM PASCA SARJANA STRATA DUA (S-2)
SEKOLAH TINGGI ILMU AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
2014
DAFTAR ISI Keterangan Halaman HALAMAN JUDUL .........................................................................................
i DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii I. PENDAHULUAN.....................................................................................
1 II. LANDASAN TEORI ...............................................................................
3 A. Pengertian Evaluasi Ranah Afektif ......................................................
3 B. Teori Pengembangan Evaluasi Ranah Afektif .....................................
4 III. POKOK BAHASAN ................................................................................
6 IV. PEMBAHASAN .......................................................................................
6 A. Penilaian Teknik Evaluasi Ranah Afektif ............................................
7 B. Ciri-ciri Penilaian Teknik Evaluasi Ranah Afektif ..............................
9 C. Pengembangan Teknik Evaluasi Ranah Afektif ..................................
12 D. Contoh Pengukuran Ranah Penilaian Afektif ......................................
13 V. KESIMPULAN ........................................................................................
15 VI. PENUTUP .................................................................................................
16
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................
16
I. PENDAHULUAN
Evaluation is a systematic process of collecting and analyzing data in order
to determine wether, and to what degree, objectives have been or are being achived.
Evaluasi merupakan proses (kegiatan) sistematik melalui pengumpulan dan analisis
data (pengukuran) guna menentukan tingkat ketercapaian tujuan (penilaian). Jadi kegiatan evaluasi melibatkan kegiatan mengukur dan menilai. Kegiatan mengukur sebagai kegiatan pemerolehan informasi melalui prosedur tertentu. Hasil pengukuran bersifat kuantitatif. Sementara kegiatan menilai berusaha mengetahui tingkat ketercapaian suatu program kegiatan atau tujuan, sifatnya kualitatif dengan (lazimnya) mendasarkan pada hasil pengukuran. Dalam pengertian sehari-hari, evaluasi (evaluation) dikonotasikan sebagai penilaian, meskipun evaluasi itu sebenarnya cakupan pengertiannya lebih luas dari penilaian.
Dalam perspektif Bloom, et.al, (1976), luasan hasil belajar siswa dikelompokkan menjadi 3 yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Implikasinya,
evaluasi belajar siswa seharusnya meliputi ketiga ranah dimaksMenurut Djemari Mardapi (2000), evaluasi belajar juga harus mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik perkembangan dan kemajuan tingkat belajar siswa. Dengan demikian, hasil evaluasi dapat memberikan informasi yang komprehensif, utuh, dan terpadu mengenai kegiatan belajar dalam rentang waktu tertentu, apakah yang formatif atau sumatif. Sejalan dengan hal ini, pembelajaran dan evaluasi hasil belajar mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah harus menekankan keutuhan dan keterpaduan antara ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik (Ditjen Dikdasmen,
Evaluasi kognitif siswa telah banyak dilakukan oleh guru, tidak terkecuali guru pendidikan agama Islam (GPAI). Meskipun relatif, umumnya GPAI telah 1 Bloom, Bejamin S., et al. (Editor) (1974). Taxonomy of Educational Objectives Handbook I Cognitive Domain. Eighteenth Printing. New York: David McKay Company, Inc.. 2 Ditjen Dikdasmen, Depdikbud. (1999/ 2000). Silabi dan Deskripsi Program Penataran Guru Sekolah Dasar. Jakarta: Bagian Proyek Pengendalian Lembaga Penataran.
melalui ulangan harian, testing atau ujian, dan sebagainya. Sementara, evaluasi hasil belajar siswa yang non kognitif (afektif dan psikomotor) relatif masih sangat kurang diperhatikan dan dilakukan oleh GPAI, baik di SD, SMP maupun, SMA/ SMK. Hal ini wajar karena, selama ini GPAI begitu enjoy mengabdikan dirinya pada pembelajaran kognitif. Hanya sedikit waktu GPAI mengelaborasi dimensi non kognitif. Pengabaian dimensi non kognitif, baik dalam pembelajaran maupun dalam sistem evaluasinya tentu merugikan individu siswa maupun masyarakat. Berangkat dari uraian di atas, menjadi urgen untuk meningkatkan kompetensi GPAI dalam mengevaluasi hasil belajar non kognitif siswa.
Hingga dewasa ini, ranah afektif merupakan kawasan pendidikan yang masih sulit untuk digarap secara operasional. David Krathwohl beserta para koleganya yang adalah para pakar dengan reputasi akademik memadai pun mengeluh betapa sulit mengembangkan kawasan afektif terutama jika dibandingkan dengan kawasan kognitif. Kawasan afektif seringkali tumpang tindih dengan kawasan kognitif dan psikomotorik. Teoretik kita bisa membedakannya, praktiknya tidak demikian.
Afek merupakan karakteristik atau unsur afektif yang diukur, ia bisa berupa minat, sikap, motivasi, konsep diri, nilai, apresiasi, dan sebagainya. Afek merupakan traits psikologik yang tidak dapat diamati secara langsung. Kita hanya dapat “memotretnya” melalui perilaku wujud, apakah perkataan atau perbuatan. Kemunculan perilaku ini bisa menunjukkan 3 kecenderungan atau “arah” (Anderson, 1981): positif, netral, atau negatif. Selain memiliki arah, afek juga memiliki “intensitas”, artinya perilaku yang dinyatakan dalam tujuan atau kompetensi afektif
Pengukuran afek harus pula menyediakan pernyataan “kondisi” dalam kompetensi atau tujuannya, yang menunjukkan terjadinya perilaku yaitu berupa sejumlah preferensi atau pilihan yang disediakan bagi siswa. Siswa bebas memilih. Juga 3 Anderson, L.W. (1980). Assessing Affective Characteristics In The Schools. Boston: Allyn and Bacon, Inc.. atau jumlah kegiatan/ perilaku.
Kesempatan yang terbatas dalam pertemuan ini, penulis mencoba memaparkan secara konseptual pengembangan teknik evaluasi hasil belajar non kognitif yaitu evaluasi afektif.
II. LANDASAN TEORI A. Pengertian Evaluasi Ranah Afektif.
Struktur ranah afektif sebagaimana dikembangkan Krathwohl et al (1964) cukup rumit. Artinya struktur afektif ini unsur-unsurnya cukup kompleks. Tidak semua karakteristik afektif harus dievaluasi di sekolah. Beberapa karakteristik afektif yang perlu diperhatikan (diukur dan dinilai) terkait dengan mata pelajaran PAI di sekolah adalah sikap, minat, konsep diri, dan nilai
(Dikdasmen, Sikap berhubungan dengan intensitas perasaan positif atau negatif terhadap suatu objek psikologik (misal kegiatan pembelajaran, atau mata pelajaran). Minat berhubungan dengan keingintahuan seseorang tentang keadaan suatu objek psikologik, atau pilihan terhadap suatu kegiatan. Konsep diri berhubungan dengan pernyataan sendiri tentang keadaan diri sendiri, tentang kemampuan diri terkait objek psikologiknya. Nilai berhubungan dengan keyakinan seseorang tentang keadaan suatu objek atau kegiatan.
Teknik pengukuran afektif dapat dilakukan dengan berbagai ragam misal: (1) skala bertingkat (rating scale; suatu nilai yang berbentuk angka terhadap suatu hasil pertimbangan; (2) angket (questionaire; sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh siswa); (3) swalapor (berupa sejumlah pernyataan yang menggambarkan respon diri terhadap sesuatu); (4) wawancara (interview; tanya jawab atau dialog untuk menggali informasi terkait dengan afek tertentu); (5) inventori bisa disebut juga sebagai interviu tertulis. Dilihat dari banyaknya jajaran 4 Depdiknas. (2003). Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam Sekolah Dasar dan Ibtidaiyah. Jakarta: Puskur, Balitbang Depdiknas. disebut checklist (menandai), daftar atau inventarisasi pribadi, dan lain-lain alat atau teknik nontes.
B. Teori Pengembangan Evaluasi Ranah Afektif.
Bagaimana mengembangkan instrumen pengukuran afektif yang bermutu sebagai dasar penilaian afektif yang bermutu pula sehingga evaluasi efektif dapat berfungsi sebagai salah satu alat penjamin mutu pendidikan di sekolah sekaligus sebagai alat penjamin mutu guru. Penilaian afektif berguna antara lain untuk bahan pembinaan bagi siswa dalam usaha meningkatkan penguasaan kompetensinya dan masukan untuk memperbaiki kualitas proses pembelajaran.
Secara umum, pengembangan alat evaluasi atau instrumen afektif menuntut beberapa langkah: membuat definisi konseptual, membuat definisi operasional, menentukan metode pengukuran atau skala pengukuran, analisis instrumen.
Langkah-langkah ini dapat dijelaskan sebagai berikut: membuat definisi konseptual, dalam hal ini kita perlu memahami konstrak (construct) teoretik; 1. membuat definisi operasional, di dalamnya kita menentukan domain atau indikator, serta menentukan objek psikologiknya, untuk kemudian dibuat kisi- kisi, serta membuat butir-butir pernyataan;
2. menentukan metode pengukuran atau penskalaan, untuk mengukur sikap misalnya ada 3 metode utama yaitu : judgment method, response method, kombinasi kedua metode yakni judgment and response methods;
3. analisis instrumen, hal ini dilakukan setelah kita melakukan ujicoba pengukuran, hasilnya kemudian dianalisis baik per butir maupun keseluruhan butir.
Suharsimi Arikunto (1991), secara lebih sederhana menjelaskan 3 langkah pokok dalam menyusun instrumen: (1) mendefinisikan konstrak; (2) menyidik Apabila ketiga langkah itu telah dilakukan, selanjutnya dilakukan ujicoba atau pelaksanaan pengukuran itu sendiri, kemudian hasilnya diuji atau dianalisis: (1) uji keandalan antar rater (hanya jika konstrak yang diukur dikerjakan melalui rating atau penilaian panelis); (2) uji kesahihan butir; (3) uji keandalan butir; (4)
Secara rinci, dalam buku Kurikulum 2004 SMA Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran PAI (2003) dijelaskan, terdapat 8 langkah dalam membuat instrumen sikap dan minat: memilih ranah (karakteristik) afektif yang akan dinilai, misal minat siswa terhadap mata pelajaran PAI; 1. menentukan indikator, misal indikator minat siswa terhadap mapel PAI meliputi kehadiran di kelas, banyak bertanya, mengumpulkan tugas tepat waktu;
2. memilih tipe skala yang digunakan (metode dan tingkat skala pengukuran); 3. menelaah instrumen dengan teman sejawat (validasi, judgment); 4. memperbaiki instrumen; 5. menyiapkan inventori laporan diri; 6. menentukan skor inventori; dan membuat hasil analisis inventori. Catatan; mestinya sebelum langkah keempat dilakukan pembuatan butir-butir intrumen.
Selanjutnya dijelaskan, sebelum instrumen digunakan perlu dianalisis.
1. analisis kualitatif (analisis non statistik, validasi isi instrumen); 2. analisis kuantitatif, analisis statistik setelah dilakukan terlebih dahulu ujicoba. 5 Tujuan analisis ini untuk mengetahui karakteristik (butir-butir) instrumen.
Arikunto, Suharsimi. 2011). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Cetakan ke-V. Jakarta: Bina. 6 Sudjono, Anas. 2008. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada.
SPS, dengan MicroCat atau Iteman, atau dengan program lain.
Untuk menghasilkan instrumen yang baik, analisis instrumen hendaknya dilakukan secara kualitatif atau validasi non statistik (content validity), dan analisis kuantitatif (analisis butir, analisis reliabilitas dan validitas terutama construct validity).
III. POKOK BAHASAN
Berkaitan dengan judul dalam makalah ini, maka pokok bahasan yang dapat diambil meliputi: A. Penilaian Teknik Evaluasi Ranah Afektif.
B. Ciri-Ciri Penilaian Teknik Evaluasi Ranah Afektif.
C. Pengembangan Teknik Evaluasi Ranah Afektif.
D. Contoh Pengukuran Ranah Penilaian Afektif.
IV. PEMBAHASAN
Berkaitan dengan pokok bahasan dia atas, maka dalam pembahasan pada makalah ini tentang Evaluasi Afektif, meliputi; Pengertian Penilaian Teknik Evaluasi Ranah Afektif, Ciri-Ciri Penilaian Teknik Evaluasi Ranah Afektif, Pengembangan Teknik Evaluasi Ranah Afektif dan Contoh Pengukuran Ranah Penilaian Afektif, yang diuraikan sebagai berikut: A. Penilaian Teknik Evaluasi Ranah Afektif.
Teknik evaluasi yang digunakan dapat digolongkan menjadi 2 macam, yaitu:
1. Teknik non tes, terdiri dari: skala, kuesioner, daftar cocok, wawancara, pengamatan, riwayat hidup. dibedakan atas adanya 3 macam tes, yaitu: tes diagnostik, formatif, sumatif.
Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Pengukuran ranah afektif tidak dapat dilakukan setiap saat (dalam arti pengukuran formal) karena perubahan tingkah laku siswa tidak dapat berubah sewaktu-
Pengubahan sikap seseorang memerlukan waktu yang relatif lama.
Demikian juga pengembangan minat dan penghargaan serta nilai-nilai. Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya bila seseorang telah memiliki kekuasaan kognitif tingkat tinggi. Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku. Seperti: perhatiannnya terhadap mata pelajaran pendidikan agama, kedisiplinannya dalam mengikuti mata pelajaran agama disekolah, motivasinya yang tinggi untuk tahu lebih banyak mengenai pelajaran agama yang di terimanya, penghargaan atau rasa hormatnya terhadap guru pendidikan agama Islam dan sebagainya.
Langkah-langkah dalam pelaksanaan evaluasi meliputi: perencanaan, pengumpulan data, persifikasi data, pengolahan data, penafsiran data. Analisis Butir-Butir Instrumen Evaluasi meliputi aktivitas menilai tes yang dibuat sendiri dan mengalisis butir-butir soal. Skala penilaian mencakup: Skala bebas, Skala 1 – 10, Skala 1 – 100 dan Skala huruf yang sudah lazim: (A, B, C, D, E [ada yang sampai G).
Ranah afektif menjadi lebih rinci lagi ke dalam lima jenjang, yaitu: (1) receiving (2) responding(3) valuing (4) organization (5) characterization by
evalue or calue complex.
Tabel 1. Kaitan Antara Kegiatan Pembelajaran Dengan Domain Tingkatan Aspek Afektif Tingkat Contoh kegiatan pembelajaran
Penerimaan Arti : Kepekaan (keinginan menerima/memperhatikan) (Receiving) terhadap fenomena/ stimult menunjukkan perhatian 7 terkontrol dan terseleksi.
Purwanto. Ngalim, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pendidikan, Bandung: Remaja Rosda karya, 2004, hal. 3
Contoh kegiatan belajar :
- sering mendengarkan musik
- senang membaca puisi
- senang mengerjakan soal matematik
- ingin menonton sesuatu
- senang menyanyikan lagu Responsi Arti : menunjukkan perhatian aktif melakukan sesuatu (Responding) dengan/tentang fenomena setuju, ingin, puas meresponsi (mendengar). Contoh kegiatan belajar :
- Mentaati aturan
- Mengerjakan tugas
- Mengungkapkan perasaan
- Menanggapi pendapat
- Meminta maaf atas kesalahan
- Mendamaikan orang yang bertengkar
- Menunjukkan empati
- Menulis puisi
- Melakukan renungan
- Melakukan introspeksi Acuan Nilai Arti : Menunjukkan konsistensi perilaku yang mengandung (Valuing) nilai, termotivasi berperilaku sesuai dengan nilai-nilai yang pasti. Tingkatan : menerima, lebih menyukai, dan menunjukkan komitmen terhadap suatu nilai. Contoh Kegiatan Belajar :
- Mengapresiasi seni
- Menghargai peran
- Menunjukkan perhatian
- Menunjukkan alasan
- Mengoleksi kaset lagu, novel, atau barang antik
- Menunjukkan simpati kepada korban pelanggaran
HAM
- Menjelaskan alasan senang membaca novel Organisasi Arti : mengorganisasi nilai-nilai yang relevan ke dalam suatu sistem menentukan saling hubungan antar nilai
- Rajin, tepat waktu
- Berdisiplin diri mandiri dalam bekerja secara independen
- Objektif dalam memecahkan masalah
- Mempertahankan pola hidup sehat
- Menilai masih pada fasilitas umum dan mengajukan saran perbaikan
- Menyarankan pemecahan masalah HAM
- Menilai kebiasaan konsumsi
- Mendiskusikan cara-cara menyelesaikan konflik antar- teman
B. Ciri-Ciri Penilaian Teknik Evaluasi Ranah Afektif
Pertama, pemikiran atau perilaku harus memiliki dua kriteria untuk diklasifikasikan sebagai ranah afektif. Perilaku melibatkan perasaan dan emosi seseorang. Kedua, perilaku harus tipikal perilaku seseorang. Kriteria lain yang termasuk ranah afektif adalah intensitas, arah, dan target. Intensitas menyatakan derajat atau kekuatan dari perasaan. Beberapa perasaan lebih kuat dari yang lain, misalnya cinta lebih kuat dari senang atau suka.
Ada 5 tipe karakteristik afektif yang penting berdasarkan tujuannya, yaitu sikap, minat, konsep diri, nilai, dan moral
1. Sikap Sikap merupakan suatu kencendrungan untuk bertindak secara suka atau tidak suka terhadap suatu objek.
2. Minat 8 Zuchdi, Darmiyati. (2000). Evaluasi Belajar Afektif. Yogyakarta. mendorong seseorang untuk memperoleh objek khusus, aktivitas, pemahaman, dan keterampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian serta keinginan hati yang tinggi terhadap sesuatu. Penilaian minat dapat digunakan untuk:
- Mengetahui minat peserta didik sehingga mudah untuk pengarahan dalam pembelajaran,
- Mengetahui bakat dan minat peserta didik yang sebenarnya,
- Pertimbangan penjurusan dan pelayanan individual peserta didik,
- Menggambarkan keadaan langsung di lapangan/kelas,
- Menggambarkan keadaan langsung di lapangan/kelas, Mengelompokkan didik yang memiliki peserta minat sama,
- Acuan dalam menilai kemampuan peserta didik secara keseluruhan dan memilih metode yang tepat dalam penyampaian materi,
- Mengetahui tingkat minat peserta didik terhadap pelajaran yang diberikan pendidik,
- Bahan pertimbangan menentukan program sekolah, Meningkatkan motivasi belajar peserta didik.
3. Konsep Diri Konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan individu terhadap kemampuan dan kelemahan yang dimiliki. Konsep diri ini penting untuk menentukan jenjang karir peserta didik, yaitu dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri, dapat dipilih alternatif karir yang tepat bagi peserta didik. Selain itu informasi konsep diri penting bagi sekolah untuk memberikan motivasi belajar peserta didik dengan tepat. Penilaian konsep diri dapat dilakukan dengan penilaian diri.
- Kelebihan dari penilaian diri adalah sebagai berikut: Pendidik mampu mengenal kelebihan dan kekurangan peserta didik.
- Pernyataan yang dibuat sesuai dengan keinginan penanya.
4. Nilai Merupakan suatu keyakinan tentang perbuatan, tindakan, atau perilaku yang dianggap baik dan yang dianggap buruk.
5. Moral Moral berkaitan dengan perasaan salah atau benar terhadap kebahagiaan orang lain atau perasaan terhadap tindakan yang dilakukan diri sendiri.
Ranah afektif lain yang penting adalah: Kejujuran: peserta didik harus belajar menghargai kejujuran dalam berinteraksi dengan orang lain.
Integritas: peserta didik harus mengikatkan diri pada kode nilai, misalnya moral dan artistik. Adil: peserta didik harus berpendapat bahwa semua orang mendapat perlakuan yang sama dalam memperoleh pendidikan. Kebebasan: peserta didik harus yakin bahwa negara yang demokratis memberi
C. Pengembangan Teknik Evaluasi Ranah Afektif
Hingga dewasa ini, ranah afektif merupakan kawasan pendidikan yang masih sulit untuk digarap secara operasional. David Krathwohl beserta para koleganya yang adalah para pakar dengan reputasi akademik memadai pun mengeluh betapa sulit mengembangkan kawasan afektif.
Afek merupakan karakteristik atau unsur afektif yang diukur, ia bisa berupa minat, sikap, motivasi, konsep diri, nilai, apresiasi, dan sebagainya. Afek 9 Zuchdi, Darmiyati. (2000). Evaluasi belajar afektif. Yogyakarta. dapat “memotretnya” melalui perilaku wujud, apakah perkataan atau perbuatan. Kemunculan perilaku ini bisa menunjukkan 3 (tiga) kecenderungan atau “arah” (Anderson, 1981): positif, netral, atau negatif.
Struktur ranah afektif sebagaimana dikembangkan Krathwohl et al (1964) cukup rumit. Artinya struktur afektif ini unsur-unsurnya cukup kompleks. Tidak semua karakteristik afektif harus dievaluasi di sekolah. Beberapa karakteristik afektif yang perlu diperhatikan (diukur dan dinilai) terkait dengan mata pelajaran PAI di sekolah adalah sikap, minat, konsep diri, dan nilai.
Teknik pengukuran afektif dapat dilakukan dengan berbagai ragam misal: (1) skala bertingkat (rating scale; suatu nilai yang berbentuk angka terhadap suatu hasil pertimbangan; (2) angket (questionaire; sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh siswa); (3) swalapor (berupa sejumlah pernyataan yang menggambarkan respon diri terhadap sesuatu); (4) wawancara (interview; tanya jawab atau dialog untuk menggali informasi terkait dengan afek tertentu); (5) inventori bisa disebut juga sebagai interviu tertulis.
Evaluasi efektif dapat berfungsi sebagai salah satu alat penjamin mutu pendidikan di sekolah sekaligus sebagai alat penjamin mutu guru. Penilaian afektif berguna antara lain untuk bahan pembinaan bagi siswa dalam usaha meningkatkan penguasaan kompetensinya dan masukan untuk memperbaiki kualitas proses pembelajaran.
Pengembangan alat evaluasi atau instrumen afektif menuntut beberapa langkah:
1. Membuat definisi konseptual, dalam hal ini kita perlu memahami konstrak (construct) teoretik;
2. Membuat definisi operasional, di dalamnya kita menentukan domain atau indikator, serta menentukan objek psikologiknya, untuk kemudian dibuat kisi- kisi, serta membuat butir-butir pernyataan; misalnya ada 3 metode utama yaitu: judgment method, response method, kombinasi kedua metode yakni judgment and response methods;
4. Analisis instrumen, hal ini dilakukan setelah kita melakukan ujicoba pengukuran, hasilnya kemudian dianalisis baik per butir maupun keseluruhan butir.
D. Contoh Pengukuran Ranah Penilaian Afektif
Kompetensi siswa dalam ranah afektif yang perlu dinilai utamanya menyangkut sikap dan minat siswa dalam belajar. Secara teknis penilaian ranah afektif dilakukan melalui dua hal yaitu: a) laporan diri oleh siswa yang biasanya dilakukan dengan pengisian angket anonim, b) pengamatan sistematis oleh guru terhadap afektif siswa dan perlu lembar pengamatan.
Ranah afektif tidak dapat diukur seperti halnya ranah kognitif, karena dalam ranah afektif kemampuan yang diukur adalah:
1. Menerima (memperhatikan), meliputi kepekaan terhadap kondisi, gejala, kesadaran, kerelaan, mengarahkan perhatian
2. Merespon, meliputi merespon secara diam-diam, bersedia merespon, merasa puas dalam merespon, mematuhi peraturan
3. Menghargai, meliputi menerima suatu nilai, mengutamakan suatu nilai, komitmen terhadap nilai
4. Mengorganisasi, meliputi mengkonseptualisasikan nilai, memahami hubungan abstrak, mengorganisasi sistem suatu nilai Karakteristik suatu nilai, meliputi falsafah hidup dan sistem nilai yang dianutnya. Contohnya mengamati tingkah laku siswa selama mengikuti proses belajar mengajar berlangsung.
Skala yang sering digunakan dalam instrumen (alat) penilaian afektif adalah Skala Thurstone, Skala Likert, dan Skala Beda Semantik.
7
6
5
4
3
2
1 Saya senang balajar PAI Pelajaran PAI bermanfaat Pelajaran PAI membosankan Dst….
Tabel 3. Contoh Skala Likert: Minat terhadap pelajaran PAI
Pelajaran PAI bermanfaat SS S TS ST
1 S
2 Pelajaran PAI sulit
3 Tidak semua harus belajar PAI
4 Sekolah saya menyenangkan Keterangan: SS : Sangat setuju S : Setuju TS : Tidak setuju STS : Sangat tidak setuju Minat Membaca Nama Pembelajar: _____________________________
Tabel 4. Contoh Skala Likert: Minat terhadap pelajaran PAI N Deskripsi Ya/Tidak o
1 Saya lebih suka membaca dibandingkan dengan melakukan hal-hal lain
2 Banyak yang dapat saya ambil hikmah dari buku yang saya baca
3 Saya lebih banyak membaca untuk waktu luang saya
4 Dst
V. KESIMPULAN
Berdasarkan pokok bahasan dan pembahasan di atas maka dapat diambil beberapa kesimpulan, sebagai berikut:
1. Ranah afektif menjadi lebih rinci lagi ke dalam lima jenjang, yaitu: (1) receiving (2) responding(3) valuing (4) organization (5) characterization by
evalue or calue complex..
2. Langkah-langkah ini dapat dijelaskan sebagai berikut: membuat definisi konseptual, dalam hal ini kita perlu memahami konstrak (construct) teoretik; (1) membuat definisi operasional, (2) menentukan metode pengukuran atau penskalaan dan (3) analisis instrument.
3. Teknik pengukuran afektif dapat dilakukan dengan berbagai ragam, yaitu: (1) skala bertingkat (rating scale; suatu nilai yang berbentuk angka terhadap suatu hasil pertimbangan; (2) angket (questionaire; sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh siswa); (3) swalapor (berupa sejumlah pernyataan yang menggambarkan respon diri terhadap sesuatu); (4) wawancara (interview; tanya jawab atau dialog untuk menggali informasi terkait dengan afek tertentu); (5) inventori bisa disebut juga sebagai interviu tertulis. ranah afektif kemampuan yang diukur adalah: (1) Menerima (memperhatikan), (2) Merespon, (3) Menghargai dan (4) Mengorganisasi.
VI. PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat Kami susun. Kami sadar makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat Kami harapkan demi perbaikan makalah selanjutnya. Kami minta maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan dan isi makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, L.W. (1980). Assessing Affective Characteristics In The Schools. Boston: Allyn and Bacon, Inc. Arikunto, Suharsimi. 2011). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Cetakan ke-V.
Jakarta: Bina. Bloom, Bejamin S., et al. (Editor) (1974). Taxonomy Of Educational Objectives
Handbook I Cognitive Domain. Eighteenth Printing. New York: David McKay Company, Inc.
- . (2003). Standar Kompetensi Guru Sekolah Dasar. Jakarta: Direktorat Tenaga Kependidikan.
Depdiknas. (2003). Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Pendidikan
Agama Islam Sekolah Dasar dan Ibtidaiyah. Jakarta: Puskur, Balitbang Depdiknas.
Dikdasmen, Diknas. (2003). Modul Pembinaan Profesi Guru. Jakarta: Proyek Peningkatan Mutu SLTP.
- . (2003). Standar Kompetensi Guru Sekolah Dasar. Jakarta: Direktorat Tenaga Kependidikan.
(Bahan Rujukan Pelatihan Terintegrasi Berbasis Kompetensi). Jakarta: Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama.
Dikmenum Diknas. (2003). Kurikulum 2004 Sma Pedoman Khuus Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam, Buku 7.1.
Jakarta. Ditjen Dikdasmen, Depdikbud. (1999/ 2000). Silabi dan Deskripsi Program
Penataran Guru Sekolah Dasar. Jakarta: Bagian Proyek Pengendalian Lembaga Penataran.
Hadi, utrisno. (1991). Analisis Butir Untuk Instrumen Angket, Tes, dan Kala Nilai dengan Basica. Yogyakarta: Andi Offset. Harrow, Anita J. (1976). A Taxonomy Of The Psychomotor Domain A Guide For Developing Behavioral Objectives. New York: Longman. Shaw, Marvin E. & Wright, Jack M. (1967). Scales For The Meaurement Of Attitudes. New York: McGraw-Hill Book Company. Sudjono, Anas. 2008. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada. Zainul, Asmawi. (2004). Asesmen Alternatif untuk Mendukung Belajar dan
Pembelajaran (Makalah seminar rekayasa sistem penilaian dalam rangka meningkatkan kuaalitas pendidikan). Tanggal 26-27 Maret 2004
Yogyakarta: HEPI. Zuchdi, Darmiyati. (2000). Evaluasi Belajar Afektif. Yogyakarta.