PELAKSANAAN WARIS KALALAH DI KELURAHAN M

BAB II
KAJIAN KEPUSTAKAAN

A. Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Pasnelyza Karani dengan judul
“Tinjauan Ahli Waris Pengganti Dalam Hukum Waris Islam dan Hukum
Waris KUH Perdata”. Setelah di analisis, kesimpulan penelitian tersebut yaitu
sistem ahli waris pengganti dalam kedua hukum waris, hukum waris Islam
dan

hukum

waris

KUH

Perdata

terjadi

apabila


orang

yang

menghubungkannya kepada pewaris sudah meninggal dunia terlebih dahulu
dari pewaris, dan haruslah mempunyai hubungan nasab (pertalian darah)
yang sah dengan pewaris.
Penelitian yang kedua yaitu ditulis oleh Suharjo dengan judul “Studi
Analisis Pemikiran Muhammad Syahrur tentang Kalalah". Hasil penelitian
tersebut yaitu ada perbedaan pendapat antara pemikiran Muhammad Syahrur
dengan pemikiran para Ulama klasik tentang Kalalah, baik itu pengertian
kalalah, kedudukan saudara baik saudara sekandung, seayah maupun seibu
seerta bagian-bagian harta waris yang diterima oleh saudara-saudara.
Untuk lebih jelasnya sebagai pembeda atau perbandingan penelitian ini
dapat dilihat dari tabel sebagai berikut:

10
11


14
11
No
Penulis
1
Pasnelyza
Karani

Judul
Tinjauan Ahli Waris
Pengganti Dalam Hukum
Waris Islam dan Hukum
Waris KUH Perdata

Fokus Penelitian
Bagaimana sistem ahli waris
pengganti dalam hukum waris
islam dan hukum waris kuh
perdata


Metode
Kualitatif

Hasil Penelitian
sistem ahli waris pengganti dalam
kedua hukum waris, hukum waris
Islam dan hukum waris KUH
Perdata terjadi apabila orang yang
menghubungkannya kepada
pewaris sudah meninggal dunia
terlebih dahulu dari pewaris, dan
haruslah mempunyai hubungan
nasab (pertalian darah) yang sah
dengan pewaris

2

Suharjo

Studi Analisis Pemikiran

Muhammad Syahrur
tentang Kalalah

Bagaimana Analisis
Pemikiran Muhammad
Syahrur tentang Kalalah

Kualitatif

3

Andika
Ronggo G

Waris Kalalah Dalam
Pandangan Kompilasi
Hukum Islam dan Kitab
Undang-Undang Hukum
Perdata (Studi Kasus di
Kelurahan Mangli

Kecamatan Kaliwates
Kabupaten Jember )

Bagaimana pandangan
Kompilasi Hukum Islam dan
Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata tentang Waris
Kalalah di Kelurahan Mangli
Kecamatan Kaliwates
Kabupaten Jember

Kualitatif

ada perbedaan pendapat antara
pemikiran Muhammad Syahrur
dengan pemikiran para Ulama
klasik tentang Kalalah
pembagian waris yang terjadi di
keluarga pewaris sendiri tidak
sesuai dengan yang ada di dalam

kompilasi hukum Islamdan Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata.

12

Dari tabel di atas dapat bahwa penelitian terdahulu belum ada yang
membahas tentang waris kalalah dengan kompilasi hukum Islam dan Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata.
B. Kajian Teoritik
1. Pengertian Waris Kalalah Dalam Pandangan Kompilasi Hukum
Islam
Hukum yang mengatur tentang peralihan harta warisan dari
pewaris kepada ahli waris dinamakan hukum kewarisan, yang dalam
hukum Islam

dikenal

dengan

beberapa


istilah

seperti: faraidl,

Fiqih Mawaris dan lain-lain, yang kesemua pengertiannya oleh para
fuqaha (ahli hukum fiqh) dikemukan sebagai berikut :
a.

Hasbi Ash-Shiddieqy, hukum kewarisan adalah: Suatu ilmu yang
dengan dialah dapat kita ketahui orang yang menerima pusaka,
orang yang tidak menerima pusaka, serta kadar yang diterima
tiap-tiap waris dan cara membaginya.

b.

Abdullah Malik Kamal Bin As-Sayyid Salim, Ilmu fara’id ialah:
Ilmu yang mempelajari

kaidah-kaidah


fikih dan ilmu hitung

yang berkaitan dengan harta warisan dan orang-orang yang
berhak yang mendapatkannya agar masing-masing orang yang
berhak mendapatkan bagian harta warisan yang menjadi haknya
Menurut Zainuddin bin Abdul Aziz Al Malibari Al-Fannani
dalam bukunya ,makna waris adalah sebagai berikut:

13

“fara’idh adalah bentuk jamak dari ‘faridhah’, sedangkan makna
yang dimaksud adalah mafrudhah, yaitu pembagian yang telah
dipastikan. Al-fara’idh , menurut istilah bahasa adalah ‘kepastian’,
sedangkan menurut istilah syara’ artinya bagian-bagian yang telah
dipastikan untuk ahli waris.”
Demikian pula dalam Surat Al-Qashash ayat 58:

         
         

Artinya: “Dan berapa banyaknya (penduduk) negeri yang telah
Kami binasakan, yang sudah bersenang-senang dalam
kehidupannya; Maka Itulah tempat kediaman mereka yang
tiada di diami (lagi) sesudah mereka, kecuali sebahagian
kecil. dan Kami adalah Pewaris(nya)” (Q.S. Al-Qashash:
58) (DEPAG, 1998:619)

Arti mirats , menurut bahasa adalah berpindahnya sesuatu
dari seseorang kepada orang lain atau dari suatu kaum kepada kaum
yang lain (Saebani, 2009:14)
Sedangkan waris menurut hukum Islam ialah proses
pemindahan harta peninggalan seseorang yang telah meninggal, baik
berupa benda yang wujud maupun yang berupa hak kebendaan,
kepada

keluarganya

yang

hukum.(Basyir, 2001: 132)


dinyatakan

berhak

menurut

14

Pengertian dari Kalalah yaitu suatu kasus (abnormal) dimana
pewaris mati tanpa adanya keturunan. (Anshori, 2002: 10)
Sedangkan menurut Prof Dr. Amir Syarifuddin mengartikan
kalalah adalah seseorang yang meninggal dunia dan tidak
meninggalkan anak. ( Syarifuddin, 2004: 41)
2. Pengertian Waris Kalalah Dalam Pandangan Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata
Sedangkan dalam sistem waris nasional terdapat beberapa
pengertian dari waris, seperti menurut pendapat Wirjono Prodjodikoro
(1991: 12) dalam bukunya hukum warisan di indonesia mengatakan
bahwa


warisan

adalah

suatu

cara

penyelesaian

perhubungan-

perhubungan hukum dalam masyarakat, yang melahirkan sedikit banyak
kesulitan sebagai akibat dari wafatnya seseorang.
Menurut Subekti dalam pokok-pokok hukum perdata tidak
menyebutkan definisi hukum kewarisan, hanya beliau mengatakan asas
hukum kewarisan, menurut subekti:
“ Dalam Hukum Waris Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
berlaku suatu asas, bahwa hanyalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban
dalam lapangan hukum kekayaan harta benda saja yang dapat
diwariskan. Oleh karena itu hak-hak dan kewajiban-kewajiban dalam
lapangan hukum kekeluargaan pada umumnya hak-hak dan kewajibankewajiban kepribadian misalnya hak-hak dan kewajiban sebagai seorang
suami atau sebagai seorang ayah tidak dapat diwariskan, begitu pula hakhak dan kewajiban-kewajiban seorang sebagai anggota suatu
perkumpulan.” (Ramulyo,2000: 104-105)
Sedangkan menurut Effendi Perrangin dalam bukunya hukum
waris mengatakan, bahwa hukum waris adalah hukum yang mengatur

15

harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal serta
akibatnya bagi para ahli warisnya (Perrangin, 2007: 3)
Menurut Pitlo bahwa hukum waris adalah kumpulan peraturan
yang mengatur hukum mengenai kekayaan karena wafatnya seseorang,
yaitu mengenai pemindahan kekayaan yang ditinggalkan oleh si mati dan
akibat dari pemindahan ini bagi orang-orang yang memperolehnya, baik
dalam hubungan antar mereka dengan mereka, maupun dalam hubungan
antara mereka dengann pihak ketiga (Suparman,2007: 25)
Dalam Burgerlijk Weetbook (BW) tidak ada pemahaman tentang
waris kalalah, disana hanya diterangkan tentang ahli waris pengganti
dimana dalam bahasa Belanda menjadi ahli waris “bij plaatsvervulling”.
Di sini dapat diketahui bahwa menurut BW tidak ada definisi yang
jelas tentang waris kalalah.
3. Pembagian Waris Kalalah Menurut Kompilasi Hukum Islam
a. Unsur-unsur Hukum Kewarisan Islam
Menurut hukum kewarisan Islam ada tiga unsur yaitu :
1) Pewaris (Muwarits)
Yaitu : Seseorang yang telah meninggal dan meninggalkan
sesuatu yang dapat beralih kepada keluarganya yang
masih hidup (Syarifuddin,1984: 51)
Dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 171 huruf b mendefisikan
sebagai berikut : Pewaris adalah orang yang pada saat meninggalnya

16

atau yang dinyatakan meninggal berdasarkan putusan Pengadilan,
beragama Islam, meninggalkan ahli waris dan harta peninggalan.
2) Ahli Waris (Warits).
Yaitu: Orang yang berhak mendapat warisan karena mempunyai
hubungan dengan pewaris, berupa hubungan kekerabatan,
perkawinan atau hubungan lainnya dan harus ada ahli waris
pada saat pewaris meninggal, tidak boleh mewariskan harta
pada orang yang meninggal.
Kompilasi

Hukum

Islam dalam Pasal

171 huruf c,

menyatakan ahli waris adalah : Orang yang pada saat meninggal
dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan
dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena
hukum untuk menjadi ahli waris.
3) Warisan (Mauruts)
Yaitu: Sesuatu yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal
dunia, baik berupa benda bergerak maupun benda tak
bergerak.
b. Syarat-syarat mewarisi dalam kewarisan Islam
1) Harus ada pewaris (muwarits) seseorang yang telah meninggal
dunia dan meninggalkan harta peninggalan (tirkah atau budel),
adalah merupakan “conditio sine quo non” (syarat mutlak), karena
sebelum ada seseorang meninggal dunia, atau ada yang meninggal
dunia tetapi tidak ada harta benda merupakan kekayaan belumlah

17

timbul masalah kewarisan.
Pewarisan hanya berlangsung karena kematian. Mungkin
perlu dijelaskan di sini bahwa kematian itu ada beberapa macam
antara lain ialah:
a. mati hakiki (mati sejati), ialah hilangnya nyawa seseorang dari
jasadnya yang dapat dibuktikan oleh panca indra atau oleh
dokter.
b. mati hukmi (mati yang dinyatakan menurut putusan hakim).
Pada hakikatnya orang itu kemungkinan masih hidup, atau ada
kemungkinan antara hidup atau mati, tetapi menurut hukum
dianggap telah mati karena tak tentu lagi di mana hutan
rimbanya dia berdiam. (Fatchur, 1975: 79)
c. mati taqdiri, ialah kematian bayi yang baru dilahirkan akibat
terjadi pemerkosaan misalnya:
i. kematian bayi yang baru dilahirkan akibat terjadi pemukulan
terhadap perut ibunya, atau
ii. pemaksaan ibunya meminum racun, jadi hanya semata-mata
karena kekerasan dan tidak langsung terhadap sang bayi
(Fatchur,1975: 80)\
2) Harus ada budel (mauruts) atau tirkah ialah apa yang ditinggalkan
oleh pewaris baik hak-hak kebendaan berwujud, maupun tidak
berwujud, bernilai atau tidak bernilai, atau kewajiban-kewajiban
yang harus dibayar, misalnya utang-utang si pewaris. Dengan

18

catatan bahwa utang si pewaris dibayar sepanjang harta bendanya
cukup untuk membayar utang tersebut.
a. benda-benda berwujud dan bernilai seperti misalnya bendabenda bergerak, seperti mobil, termasuk di dalamnya piutangpiutang, benda wajib (diyah wajibah) yang harus dibayar oleh
si pembunuh. Benda-benda tetap seperti rumah, tanah, kebun
dan sebagainya.
.b. Hak-hak kebendaan lainnya hak monopoli untuk mendaya
gunakan, menarik hasil dari sumber irigasi, pertanian
perkebunan dan sebagainya.
c. hak-hak lainnya seperti:
i. hak khiyar, yaitu hak untuk menentukan pilihan antara dua
alternative, meneruskan akad jual beli atau diurungkan
(ditarik kembali tidak jadi jual beli). Hal ini untuk
memikirkan kemaslahatan masing-masing agar tidak terjadi
penyesalan di kemudian hari lantaran masih tertipu
ii. hak syuf’ah, ialah suatu hak membeli kembali dengan paksa
dengan harga pantas. Dalam hal ada salah seorang anggota
persekutuan telah menjual haknya atas harta persekutuan
kepada orang lain tanpa izin para anggota lain, maka para
anggota lain itu berhak membeli dengan paksa hak anggota
yang telah dijual itu dengan harga pantas. Hak membeli
dengan

paksa

itulah

disebut

dengan

hak

syuf’ah.

19

(Ramulyo,2000: 107)
d. hak-hak yang bersangkutan (berhubungan) dengan orang lain di
luar kategori di atas, misalnya:
i. hak gadai
ii. hak hipotek
iii. hak credit verband
iv. mas kawin yang belum dibayar yang kesemuanya disebut
hak ainiyah (dian-ainy).(Fatchur,1975: 37)
3) Yang ketiga harus ada ahli waris pengganti (warits), yaitu orangorang yang akan menerima harta peninggalan si pewaris yang
dapat pula dibagi dalam 5 (lima) golongan:
a. ahli waris sebab (sababiyah) perkawinan antara suami dengan
istri
b. ahli waris nasabiyah, yaitu orang-orang yang menerima
warisan karena ada hubungan nasab (qarabat), misalnya karena
hubungan darah bertalian lurus ke atas, lurus ke bawah
maupun pertalian cabang seperti saudara-saudara, paman, bibi
dan sebagainya dan sebagainya anak, cucu, cicit, orang tua
saudara dan sebagainya.
c. ahli waris karena hubungan wala (karena pembebasan budak),
yaitu seseorang yang telah membebaskan budak, berhak
terhadap peninggalan budak itu dan sebaliknya orang yang
membebaskan budak, apabila tidak ada ahli waris yang lain.

20

d. apabila menangis anak yang baru lahir, maka dia akan mewaris
(hadis diriwayatkan oleh Abu Daud). Tidak dapat warisan anak
yang baru lahir kecuali ia lahir bersuara. Diriwayatkan oleh
Imam Ahmad.
e. kematiannya bersamaan misalnya bapak dan anak sama-sama
mati tenggelam dalam satu perahu atau kapal, mereka tidak
saling mewaris.
c. Golongan-golongan

ahli

waris

dan

pembagiannya

dalam

Kompilasi Hukum Islam
Di dalam Kompilasi Hukum Islam, masalah tentang pembagian
ahli waris terdapat di dalam pasal 174, yang isinya
1. Kelompok-kelompok ahli waris terdiri dari
a. Menurut hubungan darah:
-

Golongan laki-laki terdiri dari: ayah, anak laki-laki,
saudara laki-laki, paman, dan kakek

-

Golongan perempuan terdiri dari : ibu, anak perempuan,
saudara perempuan, dan nenek.

b. Menurut hubungan perkawinan terdiri dari : ibu, anak
perempuan, saudara perempuan, dan nenek.
2. Apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapat
warisan hanya: anak, ayah, ibu, janda atau duda.
Sedangkan untuk masalah besarnya pembagiannya, dalam
Kompilasi Hukum Islam (KHI) terdapat dalam pasal 176 - pasal

21

193, untuk besar bagiannya seperti di bawah ini:


Pasal 176
Anak perempuan bila hanya seorang ia mendapat separuh
bagian, bila dua orang atau lebih mereka bersama-sama
mendapat dua pertiga bagian, dan apabila anak perempuan
bersama-sama dengan anak laki-laki, maka bagian anak lakilaki adalah dua berbanding satu dengan anak perempuan.



Pasal 177
Ayah

mendapat

sepertiga

bagian

bila

pewaris

tidak

meninggalkan anak, bila ada anak, ayah mendapat seperenam
bagian.


Pasal 178
1) Ibu mendapat seperenam bagian bila ada anak atau dua
saudara atau lebih. Bila tidak ada anak atau dua saudara
atau lebih, maka ia mendapat sepertiga bagian.
2) Ibu mendapat sepertiga bagian dari sisa sesudah diambil
oleh janda atau duda bila bersama-sama dengan ayah.



Pasal 179
Duda

mendapat

separuh

bagian

bila

pewaris

tidak

meninggalkan anak, dan bila pewaris meninggalkan, maka
duda mendapat seperempat bagian.


Pasal 180
Janda mendapat seperempat bila pewaris tidak meninggalkan

22

anak, dan bila pewaris meninggalkan anak, maka janda
mendapat seperdelapan bagian.


Pasal 181
Bila seorang meninggal tanpa meninggalkan ayah dan anak,
maka saudara laki-laki dan saudara perempuan seibu masingmasing mendapat seperenam bagian. Bila mereka itu dua
orang atau lebih maka mereka bersama-sama mendapat
sepertiga bagian.



Pasal 182
Bila seorang meninggal tanpa meninggalkan ayah dan anak,
sedang ia mempunyai satu saudara perempuan kandung atau
seayah, maka ia mendapat separuh bagian. Bila saudara
perempuan tersebut bersama-sama dengan saudara perempuan
kandung atau seayah dua orang atau lebih, maka mereka
bersama-sama mendapat dua pertiga bagian. Bila saudara
perempuan tersebut bersama-sama dengan saudara laki-laki
kandung atau seayah, maka bagian saudara laki-laki adalah
dua berbanding satu dengan saudara perempuan.



Pasal 183
Para ahli waris dapat bersepakat melakukan perdamaian
dalam pembagian harta warisan, setelah masing-masing
menyadari bagiannya.

23



Pasal 184
Bagi ahli waris yang belum dewasa atau tidak mampu
melaksanakan hak dan kewajibannya, maka baginya diangkat
wali berdasarkan keputusan hakim atas usul anggota keluarga.



Pasal 185
1) Ahli waris yang meninggal lebih dahulu daripada si pewaris
maka kedudukannya dapat digantikan oleh anaknya, kecuali
mereka yang tersebut dalam pasal 173.
2) Bagian bagi ahli waris pengganti tidak boleh melebihi dari
bagian ahli waris yang sederajat dengan yang diganti.



Pasal 186
Anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai
hubungan saling mewaris dengan ibunya dan keluarga dari
pihak ibunya.



Pasal 187
1) Bilamana pewaris meninggalkan harta peninggalan maka
oleh pewaris semasa hidupnya atau oleh para ahli waris
dapat

ditunjuk

beberapa

orang

sebagai

pelaksana

pembagian harta warisan dengan tugas:
a.

Mencatat dalam suatu harta peninggalan baik berupa
benda bergerak maupun tidak bergerak yang kemudian
disahkan oleh para ahli waris yang bersangkutan, bila
perlu dinilai harganya dengan uang.

24

b.

Menghitung jumlah pengeluaran untuk kepentingan
pewaris sesuai dengan pasal 175 ayat (1) sub a, b, dan

2) Sisa dari pengeluaran dimaksud di atas adalah merupakan
harta warisan yang harus dibagikan kepada ahli waris yang
berhak.


Pasal 188
Para ahli waris baik secara bersama-sama atau perseorangan
dapat mengajukan permintaan kepada ahli waris yang lain
untuk melakukan pembagian harta warisan. Bila ada di antara
ahli waris yang tidak menyetujui permintaan itu, maka yang
bersangkutan dapat mengajukan gugatan melalui Pengadilan
Agama untuk dilakukan pembagian harta warisan.



Pasal 189
1. Bila harta warisan yang akan dibagi berupa lahan pertanian
yang luasnya kurang dari 2 hektar, supaya dipertahankan
kesatuannya sebagaimana semula, dan dimanfaatkan untuk
kepentingan bersama para ahli waris yang bersangkutan.
2. Bila ketentuan tersebut pada ayat (1) pasal ini tidak
dimungkinkan karena di antara para ahli waris yang
bersangkutan ada yang memerlukan uang, maka lahan
tersebut dapat dimiliki oleh seorang atau lebih ahli waris
dengan cara membayar harganya kepada ahli waris yang
berhak sesuai dengan bagiannya masing-masing.

25



Pasal 190
Bagi pewaris yang beristri lebih dari seorang, maka masingmasing istri berhak mendapat bagian atas gono gini dari
rumah tangga dengan suaminya, sedangkan keseluruhan
bagian pewaris adalah menjadi hak para ahli warisnya.



Pasal 191
Bila pewaris tidak meninggalkan ahli waris sama sekali, atau
ahli warisnya tidak diketahui ada atau tidaknya, maka harta
tersebut

atas

putusan

Pengadilan

Agama

diserahkan

penguasaannya kepada Baitul Mal untuk kepentingan agama
Islam dan kesejahteraan umum.


Pasal 192
Apabila dalam pembagian harta warisan di antara para ahli
waris dzawil furudh menunjukkan bahwa angka pembilang
lebih besar dari angka penyebut, maka angka penyebut
dinaikkan sesuai dengan angka pembilang, dan baru sesudah
itu harta warisan dibagi secara aul menurut angka pembilang.



Pasal 193
Apabila dalam pembagian harta warisan di antara para ahli
waris dzawil furudh menunjukkan bahwa angka pembilang
lebih kecil daripada angka penyebut, sedangkan tidak ada ahli
waris asabah, maka pembagian harta warisan tersebut
dilakukan secara rad, yaitu sesuai dengan hak masing-masing

26

ahli waris sedangkan sisanya dibagi secara berimbang di
antara mereka.
4. Pembagian Waris Kalalah Menurut Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata
a. Unsur-unsur Hukum Kewarisan Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata
Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia sampai saat
ini masih memakai ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Kitab
Undang-UndangHukumPerdata/KUH (Burgerlijk Wetboek/BW).
Dalam KUH Perdata hukum waris merupakan bagian dari hukum
harta kekayaan sehingga pengaturan hukum terdapat dalam
Buku Ke II KUH Perdata tentang Benda.
Wirjono Prodjodikoro menyatakan bahwa pengertian
kewarisan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
memperlihatkan beberapa unsur, yaitu :
a. Seorang peninggal warisan atau erflater yang pada wafatnya
meninggalkan kekayaan. Unsur pertama ini menimbulkan
persoalan bagaimana dan sampai dimana hubungan seseorang
peninggal warisan dengan kekayaannya dipengaruhi oleh sifat
lingkungan kekeluargaan, di mana peninggal warisan berada.
b. Seseorang atau beberapa orang ahli waris (erfgenaam)
yang berhak menerima kekayaan yang ditinggalkan itu .Ini
menimbulkan persoalan bagaimana dan sampai dimana harus

27

ada tali kekeluargaan antara peninggal warisan dan ahli
waris agar kekayaan si peninggal warisan dapat beralih kepada
si ahli waris.
c. Harta

Warisan

(nalatenschap),

yaitu

w ujud

kekayaan

yang ditinggalkan dan beralih kepada ahli waris. Ini
menimbulkan persoalan bagaimana dan sampai dimana ujud
kekayaan yang beralih itu, dipengaruhi oleh sifat lingkungan
kekeluargaan, dimana peninggal warisan dan ahli waris
bersama- sama berada.(Ramulyo,2000: 106)
Pada dasarnya, pemahaman di atas sama dengan yang
dikemukakan oleh Dr. Eman Suparman dalam bukunya Hukum
Waris Indonesia, dimana ada 3 (tiga) unsure dalam kewarisan
KUH Perdata, yaitu:
a. Ada seseorang yang meninggal dunia
b. Ada seseorang yang masih hidup sebagai ahli waris yang akan
memperoleh warisan pada saat pewaris meninggal dunia;
c. Ada

sejumlah

harta

kekayaan

yang

ditinggalkan

pewaris.(Suparman, 2007: 25)
Dalam hukum waris menurut KUH Perdata berlaku
asas bahwa apabila seseorang meninggal dunia, maka seketika itu
juga segala hak dan kewajibannya beralih kepada sekalian ahli
warisnya.

28

b. Syarat-syarat mewarisi dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata
Menurut R. Subekti bahwa seorang ahli waris mewarisi
sejumlah harta pewaris menurut system hukum waris BW ada dua
cara, yaitu:
1. Menurut ketentuan undang-undang;
2. Ditunjuk dalam surat wasiat (testamen). (Suparman,2007: 29)
Sedangkan syarat-syarat untuk mewarisi sesuai dengan KUH
Perdata adalah:
1. Syarat yang berhubungan dengan pewaris
Untuk terjadinya pewarisan maka si pewaris harus sudah
meninggal dunia/mati, sebagaimana yang disebutkan dalam
Pasal 830 KUH Perdata.
2. Syarat yang berhubungan dengan ahli waris
Orang-orang yang berhak/ ahli waris atas harta peninggalan
harus sudah ada atau masih hidup saat kematian si pewaris.
Hidupnya ahli waris dimungkinkan dengan :
1) Hidup secara nyata, yaitu dia menurut kenyataan
memang benar-benar masih hidup, dapat dibuktikan
dengan panca indra.
2)

Hidup

secara

hukum,

yaitu

dia

tidak

diketahui

secara kenyataan masih hidup. Dalam hal ini termasuk
juga bayi dalam kandungan

ibunya (Pasal 1 ayat 2

29

KUH Perdata).
Sedangkan ahli waris yang tidak patut menerima harta
warisan adalah:
a. Seorang ahli waris yang dengan putusan hakim telah dipidana
karena

dipersalahkan

membunuh

atau

setidak-tidaknya

mencoba membunuh pewaris;
b. Seorang ahli waris yang dengan putusan hakim telah dipidana
karena dipersalahkan memfitnah dan mengadukan pewaris
bahwa pewaris difitnah melakukan kejahatan yang diancam
pidana penjara empat tahun atau lebih;
c. Ahli waris yang dengan kekerasan telah nyata-nyata
menghalangi atau mencegah pewaris untuk membuat atau
menarik kembali surat wasiat;
d. Seorang ahli waris yang telah menggelapkan, memusnahkan,
dan memalsukan surat wasiat.(Suparman,2007: 39)
Di dalam hukum kewarisan KUH Perdata juga mengenal
asas-asas selain yang terdapat pada pasal 830, adapun asas-asas
tersebut adalah:
1. Asas individual
Asas individual (system pribadi) dimana yang menjadi ahli
waris adalah perorangan (secara pribadi) bukan kelompok ahli
waris dan bukan kelompok lain, suku atau keluarga. Hal ini
dapat kita lihat dalam pasal 832 jo 852 yang menentukan

30

bahwa yang berhak menerima warisan adalah suami atau istri
yang hidup terlama, anak beserta keturunannya.
2. Asas bilateral
Asas bilateral artinya bahwa seseorang tidak hanya mewarisi
dari bapak saja tetapi juga sebaliknya dari ibu, demikian juga
saudara laki-laki mewarisi dari saudara laki-lakinya, maupun
saudara perempuannya, asas bilateral ini dapat dilihat dari
pasal 850, 853 dan 856 yang mengatur bila anak-anak dan
keturunannya serta suami atau istri yang hidup terlama tidak
ada lagi maka harta peninggalan dari si meninggal diwarisi
oleh ibu dan bapak serta saudara baik laki-laki maupun
saudara perempuan.
3. Asas penderajatan
Asas penderajatan artinya ahli waris yang derajatnya dekat
dengan si pewaris menutup ahli waris yang lebih jauh
derajatnya, maka untuk mempermudah perhitungan diadakan
penggolongan-penggolongan ahli waris.(Ramulyo,2000:121)
c. Golongan-golongan ahli waris dan pembagiannya
1. Ahli waris
Dalam KUH Perdata ada empat golongan ahli waris, yaitu:
a. Golongan pertama, keluarga dalam garis lurus ke bawah,
meliputi anak-anak beserta keturunan mereka beserta suami
atau istri yang ditinggalkan/ atau yang hidup paling lama.

31

Suami atau istri yang ditinggalkan/ hidup paling lama ini baru
diakui sebagai ahli waris pada tahun 1935, sedangkan
sebelumnya suami/ istri tidak saling mewarisi.
b. Golongan kedua, keluarga dalam garis lurus ke atas, meliputi
orang tua dan saudara, baik laki-laki maupun perempuan, serta
keturunan mereka.
Bagi orang tua ada peraturan khusus yang menjamin bahwa
bagian mereka tidak akan kurang dari seperempat bagian dari
harta peninggalan, walaupun mereka mewaris bersama-sama
saudara pewaris.
c. Golongan ketiga, meliputi kakek, nenek, dan leluhur
selanjutnya ke atas dari pewaris.
d. Golongan keempat, meliputi anggota keluarga dalam garis ke
samping

dan

sanak

keluarga

lainnya

sampai

derajat

keenam.(Suparman,2007: 30)
2. Pembagian hak waris menurut Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata
Dalam kitab undang-undang hukum perdata, masalah
tentang kewarisan terdapat dalam buku ii tentang kebendaan.
Pasal-pasal yang membahas tentang kewarisan adalah sebagai
berikut:
• Pasal 830
Pewarisan hanya berlangsung karena kematian.

32

• Pasal 831
Apabila beberapa orang antara mana yang satu adalah untuk
menjadi waris yang lain, karena satu malapetaka yang sama,
atau pada satu hari, telah menemui ajalnya, dengan tak dapat
diketahui siapakah kiranya yang mati terlebih dahulu, maka
dianggaplah mereka telah meninggal dunia pada detik saat
yang sama, dan perpindahan warisan dari satu kepada yang
lain taklah berlangsung karenanya.
• Pasal 832
Menurut undang-undang yang berhak untuk menjadi ahli
waris ialah, para keluarga sedarah, baik sah, maupun luar
kawin dan si suami atau istri yang hidup terlama, semua
menurut peraturan tertera di bawah ini.
Dalam hal ini, bilamana baik keluarga sedarah, maupun si
yang hidup terlama di antara suami istri, tidak ada, maka
segala harta peninggalan si yang meninggal menjadi milik
Negara, yang mana berwajib akan melunasi segala utangnya,
sekedar harga harta peninggalan mencukupi untuk itu.
• Pasal 833
Sekalian ahli waris dengan sendirinya karena hukum
memperoleh hak milik atas segala barang, segala hak dan
segala piutang si yang meninggal.
Jika timbul suatu perselisihan sekitar soal siapakah ahli

33

warisnya dan siapakah yang berhak memperoleh hak milik
seperti di atas, maka Hakim memerintahkan, agar segala harta
peninggalan si yang meninggal ditaruh terlebih dahulu dalam
penyimpanan.
Untuk menduduki hak milik seperti di atas, Negara harus
minta keputusan hakim terlebih dahulu, dan atas ancaman
hukuman mengganti segala biaya, rugi dan bunga, berwajib
pula menyelenggarakan penyegelan dan pendaftaran akan
barang-barang harta peninggalan dalam bentuk yang sama
seperti ditentukan terhadap cara menerima warisan dengan
hak istimewa akan pendaftaran barang.
• Pasal 834
Tiap-tiap

waris

berhak

memajukan

gugatan

guna

memperjuangkan hak warisnya, terhadap segala mereka, yang
baik atas dasar hak yang sama, baik tanpa dasar sesuatu hak
pun menguasai seluruh atau sebagian harta peninggalan,
seperti pun terhadap mereka, yang secara licik telah
menghentikan penguasaannya.
Ia boleh memajukan gugatan itu untuk seluruh warisan, jika ia
adalah waris satu-satunya, atau hanya untuk sebagian, jika ada
beberapa waris lainnya.
Gugatan demikian adalah untuk menuntut, supaya diserahkan
kepadanya, segala apa yang dengan dasar hak apapun juga

34

terkandung dalam warisan beserta segala hasil, pendapatan
dan ganti rugi, menurut peraturan termaktub dalam bab ke tiga
buku ini terhadap gugatan akan pengembalian barang milik.
• Pasal 835
Tiap tuntutan demikian gugur karena kedaluarsa dengan
tenggat waktu selama tiga puluh tahun.
• Pasal 836
Dengan mengingat akan ketentuan dalam pasal 2 kitab ini,
supaya dapat bertindak sebagai waris, seseorang harus telah
ada, pada saat warisan jatuh meluang.
• Pasal 837
Apabila sebuah warisan terdiri atas barang, yang mana
sebagian ada di Indonesia, dan warisan yang demikian itu
harus dibagi antara beberapa orang asing bukan penduduk
Indonesia pada belah satu, dan beberapa warga Negara
Indonesia pada belah lain, maka bolehlah mereka yang
terakhir ini mengambil suatu jumlah dalam perbandingan
menurut kadar hak mereka dengan harga barang-barang yang
mana karena undang-undang dan kelaziman di luar negeri,
mereka tak akan dapat memperoleh hak milik terhadapnya.
Jumlah terlebih dahulu itu diambil dari barang-barang, yang
mana bolehlah mereka memperoleh hak milik terhadapnya.

35



Pasal 838
Yang dianggap tak patut menjadi waris dan karenanya pun
dikecualikan dari pewarisan ialah:
1. Mereka yang telah dihukum karena dipersalahkan telah
membunuh, atau mencoba membunuh si yang meninggal
2. Mereka yang dengan putusan Hakim pernah dipersalahkan
karena secara fitnah telah mengajukan pengaduan terhadap
si yang meninggal,ialah suatu pengaduan telah melakukan
sesuatu kejahatan yang terancam dengan hukuman penjara
lima tahun lamanya atau hukuman yang lebih berat
3. Mereka yang dengan kekerasan atau perbuatan telah
mencegah si yang meninggal untuk membuat atau
mencabut surat wasiatnya
4. Mereka

yang

telah

menggelapkan,

merusak

atau

memalsukan surat wasiat si yang meninggal.
• Pasal 839
Tiap-tiap waris, yang karena tak patut telah dikecualikan dari
pewarisan

berwajib

mengembalikan

segala

hasil

dan

pendapatan yang telah dinikmatinya semenjak warisan jatuh
meluang.
• Pasal 840
Apabila anak-anak dari seorang yang telah dinyatakan tak
patut menjadi waris, atas diri sendiri mempunyai panggilan

36

untuk menjadi waris, maka tidaklah mereka karena kesalahan
orang tua tadi, dikecualiakn dari pewarisan; namun orang tua
itulah sama sekali tak berhak menuntut supaya diperbolehkan
menikmati hasil barang-barang dari warisan, yang mana,
menurut undang-undang hak nikmat hasilnya diberikan
kepada orang tua atas barang-barang anaknya.
• Pasal 841
Pergantian member hak kepada seorang yang mengganti,
untuk bertindak sebagai pengganti, dalam derajat dan dalam
segala hak orang yang diganti.
• Pasal 842
Pergantian dalam garis lurus ke bawah yang sah, berlangsung
terus dengan tiada akhirnya.
Dalam segala hal, pergantian seperti di atas selamanya
diperbolehkan, baik dalam hal bilamana beberapa anak si yang
meninggal mewaris bersama-sama dengan keturunan seorang
anak yang telah meninggal lebih dahulu, maupun sekalian
keturunan mereka mewaris bersama-sama, satu sama lain
dalam pertalian keluarga yang berbeda-beda derajatnya.
• Pasal 843
Tiadalah pergantian terhadap keluarga sedarah dalam garis
menyimpang ke atas. Keluarga yang terdekat dalam kedua
garis, menyampingkan segala keluarga dalam perderajatan

37

yang lebih jauh.
• Pasal 844
Dalam garis menyimpang pergantian diperbolehkan atas
keuntungan sekalian anak dan keturunan saudara laki dan
perempuan yang telah meninggal terlebih dahulu, baik mereka
mewaris bersama-sama dengan paman atau bibi mereka,
maupun warisan itu setelah meninggalnya semua saudara si
yang meninggal lebih dahulu, harus dibagi antara sekalian
keturunan mereka, yang mana satu sama lain bertalian
keluarga dalam perderajatan yang tak sama.
• Pasal 845
Pergantian dalam garis penyimpang diperbolehkan juga dalam
pewarisan bagi para keponakan ialah dalam hal bilamana di
samping keponakan yang bertalian keluarga sedarah terdekat
dengan si meninggal, masih ada anak-anak dan keturunan
saudara laki atau perempuan darinya, saudara-saudara mana
telah meninggal lebih dahulu.
• Pasal 846
Dalam segala hal, bilamana pergantian diperbolehkan,
pembagian berlangsung pancang demi pancang; apabila
pancang yang sama mempunyai pula cabang-cabangnya maka
pembagian lebih lanjut, dalam tiap-tiap cabang, berlangsung
pancang demi pancang pula, sedangkan antara orang-orang

38

dalam cabang yang sama pembagian dilakukan kepala demi
kepala.
• Pasal 847
Tiada seorang pun diperbolehkan bertindak untuk orang yang
masih hidup selaku penggantinya.
• Pasal 848
Seorang anak yang mengganti orang tuanya, memperoleh
haknya untuk itu tidaklah dari orang tua tadi, bahkan bolehlah
terjadi, seorang mengganti orang lain, yang mana ia telah
menolak menerima warisannya.
• Pasal 849
Undang-undang tak memandang akan sifat atau asal dari
barang-barang dalam sesuatu peninggalan, untuk mengatur
pewarisan terhadapnya.
• Pasal 850
Dengan tak mengurangi ketentuan-ketentuan, dalam pasal
854, 855 dan 859, tiap-tiap warisan yang mana, baik
seluruhnya maupun untuk sebagian, terbuka atas kebahagiaan
para keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas, atau dalam
garis menyimpang harus dibelah menjadi dua bagian yang
sama, bagian-bagian mana yang satu adalah untuk sekalian
sanak saudara dalam garis si ibu.
Bagian-bagian warisan tersebut tak boleh beralih dari garis

39

yang satu ke garis yang lain, kecuali apabila dalam salah satu
garis tiada seorang keluargapun, baik keluarga sedarah dalam
garis lurus ke atas, maupun keponakan-keponakan.
• Pasal 851
Setelah pembelahan pertama dalam garis bapak dan ibu
dilakukan, maka dalam cabang-cabang tak usah diadakan
pembelahan lebih lanjut; dengan tak mengurangi hal-hal,
bilamana harus berlangsung sesuatu pergantian, setengah
bagian dalam tiap-tiap garis adalah untuk seorang waris atau
lebih yang terdekat derajatnya.
• Pasal 852
Anak-anak atau sekalian keturunan mereka, biar dilahirkan
dari lain-lain perkawinan sekalipun, mewaris dari kedua orang
tua, kakek, nenek atau semua keluarga sedarah mereka
selanjutnya dalam garis lurus ke atas, dengan tiada perbedaan
antara laki atau perempuan dan tiada perbedaan berdasarkan
kelahiran lebih dahulu.
Mereka mewaris kepala demi kepala, jika dengan si
meninggal mereka bertalian keluarga dalam derajat ke satu
dan masing-masing mempunyai hak karena diri sendiri;
mereka mewaris pancang demi pancang, jika sekalian mereka
atau sekadar sebagian mereka bertindak sebagai pengganti.

40

• Pasal 852a
Dalam halnya mengenai warisan seorang suami atau istri yang
meninggal terlebih dahulu, si istri atau suami yang hidup
terlama, dalam melakukan ketentuan-ketentuan dalam bab ini,
dipersamakan dengan seorang anak yang sah dari si
meninggal dengan pengertian, bahwa jika perkawinan suami
istri itu adalah untuk ke dua kali atau selanjutnya, dan dari
perkawinan yang dulu ada anak-anak atau keturunan anakanak itu, si istri atau suami yang baru tak akan mendapat
bagian warisan yang lebih besar daripada bagian warisan
terkecil yang akan diterima oleh salah seorang anak tadi atau
dalam hal bilamana anak itu telah meninggal lebih dahulu,
oleh sekalian keturunan penggantinya, sedangkan dalam hal
bagaimanapunjuga, tak bolehlah bagian si istri atau suami itu
lebih dari seperempat harta peninggalan si meninggal.
Apabila atas kebahagiaan si istri atau suami dari perkawinan
ke dua kali atau selanjutnya, sebagaimana di atas, dengan
wasiat telah dihibahkan sesuatu, maka jika jumlah harga dari
apa yang diperolehnya sebagai warisan dan sebagai hibah
wasiat melampaui batas harga termaksud dalam ayat ke satu,
bagian warisannya harus dikurangi sedemikian, sehingga
jumlah tadi tetap berada dalam batas. Jika hibah wasiat tadi
seluruhnya, atau sebagian terdiri atas hak pakai hasil sesuatu,

41

maka harga hak yang demikian harus ditaksir, setelah mana
jumlah tadi harus dihitung menurut harga taksiran itu.
Apa yang diperoleh si istri atau suami yang kemudian
menurut pasal ini, harus dikurangkan dalam menghitung akan
apa

yang

boleh

menjadi

bagiannya,

atau

akan

diperjanjikannya menurut bab ke delapan buku ke satu.
• Pasal 852b
Apabila si suami atau si istri yang hidup terlama mewaris
bersama-sama dengan orang-orang lain dari anak-anak atau
keturunan-keturunan anak-anak dari perkawinan dulu, maka
bolehlah ia menarik seluruh atau sebagian perabot rumah
dalam kekuasaannya.
Sekadar perabot rumah itu termasuk dalam warisan, maka
harganya harus dikurangkan dari bagian warisan si suami atau
istri tadi.
Jika harganya melebihi harga bagian warisan, maka sebagai
gantinya harga selebihnya harus dibayar terlebih dahulu
kepada sekalian kawan waris si suami atau istri tersebut.
• Pasal 853
Apabila si yang meninggal dunia tidak meninggalkan
keturunan, maupun suami atau istri, maupun pula saudarasaudara, maka, dengan tak mengurangi ketentuan dalam pasal
859, warisannya harus dibagi dalam dua bagian yang sama,

42

ialah satu bagian untuk sekalian keluarga sedarah dalam garis
si bapak lurus ke atas dan satu bagian untuk sekalian keluarga
yang sama dalam garis ibu.
Waris yang terdekat derajatnya dalam garis lurus ke atas,
mendapat setengah dari bagian dalam garisnya, dengan
mengesampingkan segala waris lainnya.
Semua keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas dalam
derajat yang sama mendapat bagian mereka kepala demi
kepala.
• Pasal 854
Apabila seorang meninggal dunia dengan tak meninggalkan
keturunan maupun suami atau istri, sedangkan bapak dan
ibunya masih hidup, maka masing-masing mereka mendapat
sepertiga dari warisan, jika si meninggal hanya meninggalkan
seorang saudara laki atau perempuan, yang mana mendapat
sepertiga selebihnya.
Si bapak dan si ibu masing-masing mendapat seperempat, jika
si meninggal meninggalkan lebih dari seorang saudara laki
atau perempuan, sedangkan dua perempat bagian selebihnya
menjadi bagian saudara-saudara laki atau perempuan itu.
• Pasal 855
Apabila seorang meninggal dunia dengan tak meninggalkan
keturunan, maupun suami atau istri, sedangkan bapak atau

43

ibunya telah meninggal terlebih dahulu, maka si ibu atau
bapak yang hidup terlama mendapat setengah dari warisan,
jika si meninggal hanya meninggalkan seorang saudara
perempuan atau laki; sepertiga dari warisan, jika dua saudara
laki atau perempuan yang ditinggalkannya; dan seperempat,
jika

lebih

dari

dua

saudara

laki

atau

perempuan

ditinggalkannya. Bagian-bagian selebihnya adalah untuk
saudara-saudara laki atau perempuan tersebut.
• Pasal 856
Apabila seorang meninggal dunia dengan tak meninggalkan
keturunan maupun suami atau istri, sedangkan baik bapak
maupun ibunya telah meninggal lebih dahulu, maka seluruh
warisan adalah hak sekalian saudara laki dan perempuan dari
si meninggal.
• Pasal 857
Pembagian akan apa yang menurut pasal-pasal yang lalu
menjadi bagian para saudara laki dan perempuan, dilakukan di
antara mereka dalam bagian-bagian yang sama, jika mereka
berasal dari perkawinan yang sama; jika namun mereka
berasal dari lain-lain perkawinan, maka apa yang akan
diwariskan harus dibagi terlebih dahulu dalam dua bagian,
ialah bagian bagi garis bapak dan bagian bagi garis ibu;
saudara-saudara laki dan perempuan yang penuh mendapat

44

bagian mereka dari kedua garis; sedangkan mereka yang
setengah hanya mendapat bagian dari garis dimana mereka
berada. Jika hanya ada saudara-saudara yang setengah saja
dari garis yang satu, maka mereka mendapat seluruh warisan
dengan mengesampingkan segala keluarga sedarah lainnya
dari garis yang lain.
• Pasal 858
Dalam hal tak adanya saudara-saudara laki dan perempuan
dan tak adanya pula sanak saudara dalam salah satu garis ke
atas, setengah bagian dari warisan menjadi bagian sekalian
keluarga sedarah dalam garis ke atas yang masih hidup,
sedangkan setengah bagian lainnya, kecuali dalam hal tersebut
dalam pasal berikut, menjadi bagian para sanak saudara dalam
garis yang lain.
Dalam hal tak adanya saudara-saudara laki dan perempuan
dan tak adanya pula sanak saudara dalam kedua garis ke atas,
maka sekalian keluarga sedarah yang terdekat dalam tiap-tiap
garis masing-masing mendapat setengah bagian dari warisan.
Jika dalam satu garis yang sama ada beberapa keluarga
sedarah dalam derajat yang sama, maka dengan tak
mengurangi ketentuan dalam pasal 845, mereka mendapat
bagian-bagian, kepala demi kepala.

45

• Pasal 859
Bapak atau ibu sendiri yang hidup terlama, mewaris seluruh
warisan dari anaknya yang meninggal

dunia dengan tak

meninggalkan keturunan, maupun suami atau istri, maupun
pula saudara laki atau perempuan.
• Pasal 860
Dengan perkataan saudara laki dan perempuan dalam bagian
ini,

selamanya

terkandung

juga

didalamnya

sekalian

keturunan yang sah dari mereka masing-masing.
• Pasal 861
Keluarga sedarah, yang dengan si meninggal bertalian
keluarga dalam garis menyimpang lebih dari derajat ke enam,
tak mewaris.
Jika dalam garis yang satu tiada keluarga sedarah dalam
derajat yang mengizinkan untuk mewaris, maka segala
keluarga sedarah dalam garis yang lain memperoleh seluruh
warisan.
• Pasal 862
Jika si meninggal meninggalkan anak-anak luar kawin yang
telah diakui dengan sah, maka warisan harus dibagi dengan
cara yang ditentukan dalam empat pasal berikut.
• Pasal 863
Jika yang meninggal meninggalkan keturunan yang sah atau

46

seorang suami atau istri, maka anak-anak luar kawin mewaris
sepertiga

dari

bagian

yang

mereka

sedianya

harus

mendapatnya andai kata mereka anak-anak yang sah; jika si
meninggal tak meninggalkan keturunan maupun suami atau
istri, akan tetapi meninggalkan keluarga sedarah, dalam garis
ke atas, atau pun saudara laki dan perempuan atau keturunan
mereka, maka mereka mewaris setengah dari warisan; dan
jika hanya ada sanak saudara dalam derajat yang lebih jauh,
tiga perempat.
Jika para waris yang sah dengan si meninggal bertalian
keluarga dalam lain-lain perderajatan, maka si yang terdekat
derajatnya dalam garis yang lain, menentukan besarnya
bagian yang harus diberikan kepada si anak luar kawin.
• Pasal 864
Dalam segala hal termaksud dalam pasal yang lalu, warisan
selebihnya harus dibagi antara para waris yang sah, dengan
cara seperti ditentukan dalam bagian ke dua, dari bab ini.
• Pasal 865
Jika si meninggal tak meninggalkan ahli waris yang sah, maka
sekalian anak luar kawin mendapat seluruh warisan.
• Pasal 866
Jika seorang anak luar kawin meninggal lebih dahulu, maka
sekalian anak dan keturunannya yang sah, berhak menuntut

47

bagian-bagian yang diberikan kepada mereka menurut pasal
863 dan 865.
• Pasal 867
Ketentuan-ketentuan termaksud di atas tak berlaku bagi anak
yang dibenihkan dalam zinah atau dalam sumbang.
Undang-undang memberikan kepada mereka hanya nafkah
seperlunya.
• Pasal 868
Nafkah itu diatur selaras dengan kemampuan bapak atau
ibunya dan berhubung dengan jumlah dan keadaan para waris
yang sah.
• Pasal 869
Apabila

bapak

atau

ibunya

sewaktu

hidupnya

telah

mengadakan jaminan nafkah seperlunya guna anak yang
dibenihkan dalam zinah atau dalam sumbang tadi, maka anak
itu tak mempunyai tuntutan lagi terhadap warisan bapak atau
ibunya.
• Pasal 870
Warisan seorang anak luar kawin, yang meninggal dunia
dengan tak meninggalkan keturunan maupun suami atau istri,
adalah untuk bapak atau ibunya yang telah mengakuinya, atau
untuk mereka berdua masing-masing setengahnya, jika
keduanya telah mengakuinya.

48

• Pasal 871
Jika seorang anak luar kawin meninggal dunia dengan tak
meninggalkan keturunan, maupun suami atau istri, sedangkan
kedua orang tuanya telah meninggal lebih dahulu, maka,
barang-barang yang dulu diwariskan dari orang tua itu, jika
masih ada dalam ujudnya, akan pulang kembali pada
keturunan yang sah dari bapak atau ibunya; hal yang demikian
itu berlaku juga terhadap hak-hak si meninggal untuk
menuntut kembali sesuatu, jika ini telah dijualnya dan uang
belum dibayar.
Adapun barang-barang lainnya akan diwaris oleh saudarasaudaranya laki-laki atau perempuan, atau para keturunan
mereka yang sah.
• Pasal 872
Undang-undang sama sekali tak memberikan hak kepada
seorang anak luar kawin terhadap barang-barang para
keluarga sedarah dari kedua orang tuanya, kecuali dalam hal
tersebut dalam pasal berikut.
• Pasal 873
Jika salah seorang keluarga sedarah tersebut di atas meninggal
dunia dengan tak meninggalkan sanak saudara dalam derajat
yang mengizinkan perwarisan, mauoun suami atau istri yang
hidup terlama, maka si anak luar kawin adalah berhak

49

menuntut

seluruh

warisan

untuk

diri

sendiri

dengan

mengesampingkan Negara.
Jika anak luar kawin tadi meninggal dunia dengan tak
meninggalkan keturunan, maupun suami atau istri yang hidup
terlama maupun pula bapak atau ibu, maupun akhirnya
saudara-saudara laki atau perempuan atau keturunan mereka,
maka warisannya adalah, dengan mengesampingkan Negara,
untuk diwaris oleh para keluarga sedarah yang terdekat dari
bapak atau ibunya yang telah mengakui dia, dan sekiranya
mereka berdualah yang mengakuinya, maka setengah bagian
adalah untuk para keluarga sedarah yang terdekat terdapat
dalam garis bapak, sedangkan setengah bagian lainnya untuk
keluarga sejenis dalam garis ibu. Pembagian dalam kedua
garis dilakukan menurut peraturan mengenai pewarisan biasa.