Tugas Mata Kuliah PERANAN HUKUM DALAM PE

Tugas Mata Kuliah
PERANAN HUKUM DALAM PEMBANGUNAN
EKONOMI
Pengajar: Prof. Dr. Rosa Agustina S.H., M.H

Oleh : ANITA
NPM: 1206306842
S2/HUKUM EKONOMI SORE/ KELAS A

FAKULTAS HUKUM
PASCASARJANA 2013
UNIVERSITAS INDONESIA

Hak Asasi Manusia (HAM) dan pembangunan ekonomi
Indonesia
Beberapa bulan lalu, bulan November tahun 2013,

bioskop-bioskop di Jakarta

memutar sebuah film produksi anak bangsa, yang berjudul “SAKOLA RIMBA”, yang
bercerita tentang kondisi anak-anak dari suku “anak dalam” atau yang dikenal sebagai Orang

Rimba, yang tinggal di hulu sungai Makekal di hutan bukit Dua belas, Jambi. Cerita ini
diangkat dari kisah nyata yang dialami oleh Saur Marlina Manurung atau lebih dikenal
dengan nama Butet Manurung, perempuan Batak luar biasa yang menurut wikipedia disebut
sebagai perintis dan pelaku pendidikan alternatif bagi masyarakat terasing dan terpencil.
Kehidupan orang rimba yang nomaden dan tak terjamah pendidikan formal telah membawa
orang-orang rimba pada satu kondisi yang semakin terdesak oleh modernisasi. Di satu sisi
mereka tidak boleh memasuki area hutan lindung yang nota bene berada dalam pengawasan
pemerintah.

Di

sisi lain, hutan tempat

mereka tinggal semakin sempit karena

pengembangan area perkebunan sawit.
Dalam kesempatan ini, saya tidak ingin panjang lebar membahas mengenai film
tersebut. Yang ingin saya angkat adalah adanya kenyataan bahwa masih banyak masyarakat
Indonesia terutama dari suku terpencil di pedalaman yang masih sangat minim dalam
mendapat perlindungan sebagai warga negara. Mendapat pemenuhan atas hak-hak dasar

mereka. Bahkan bisa dibilang negara gagal memberikan perlindungan kepada mereka
semata-mata karena alasan demi pembangunan. Namun pembangunan ekonomi ternyata tidak
selamanya dapat membawa dampak yang selalu menguntungkan bagi seluruh lapisan
masyarakat. Bahkan sering kali pembangunan ekonomi yang dilakukan, yang ‘katanya’
bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan harkat dan
martabat bangsa seringkali malah tidak mampu dilakukan. Justru sebaliknya yang terjadi.
Yang sejahtera hanya kalangan tertentu, sementara yang tertindas semakin tertindas.
Pembangunan ekonomi yang kini sedang gencar dilakukan adalah sektor perkebunan
terutama perkebunan kelapa sawit. Adanya isu semakin menipisnya cadangan minyak bumi
Indonesia, telah mendorong pemerintah untuk mencari sumber energi alternatif lain, yaitu
dengan mengembangkan teknologi biodiesel yang mana bahan baku utama biodiesel adalah
kelapa sawit. Hal ini menjadikan kelapa sawit sebagai tanaman primadona di sektor
perkebunan mengalami pertumbuhan pesat. Untuk meningkatkan produksi kelapa sawit, jelas

membutuhkan penyediaan lahan untuk perkebunan. Penyediaan lahan tersebut dilakukan
dengan cara mengkonversi hutan. Konversi hutan yang terjadi ini tidak hanya mempengaruhi
keanekaragaman hayati yang terkandung dalam hutan tersebut, tetapi juga membawa
perubahan pada masyarakat yang hidup di sekitar atau bahkan yang hidup di dalam hutan
tersebut.
Indonesia, sebagai entitas masyarakat Internasional, tidak ketinggalan merupakan

salah satu negara yang telah meratifikasi konvensi internasional tentang hak asasi manusia
(HAM). Hak asasi manusia merupakan hak dasar setiap individu manusia sebagai makluk
yang independent, yang merdeka. Dalam sistem ketatanegaraan Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI), hak dasar manusia ini diatur dengan jelas dalam Undang-Undang Dasar
(UUD) 1945 Republik Indonesia, seperti pada pasal 27 ayat 1, pasal 28, pasal 29 ayat 2,
pasal 30 ayat 1, dan pasal 31 ayat 1.
Namun apa yang telah diatur dalam undang-undang dasar negara saja belum terjamin
realisasinya. Pemenuhan HAM masih sering kali berbenturan dengan kepentingan ekonomi.
Bahkan sudah menjadi rahasia umum bahwa pembangunan ekonomi, terutama di negeranegara berkembang sering kali mengabaikan HAM. Dalam pembangunan ekonomi tersebut,
seringkali mengharuskan adanya kompromi bagi perlindungan HAM. Hal ini seperti yang
terungkap dalam pidato mantan Perdana Menteri Malaysia, Mahatir Mohammed, yang
menyatakan bahwa sebelum masyarakat menuntut hak demokrasinya, yang terpenting adalah
pemenuhan dasar yaitu pangan… “You must eat before you can vote”1
Pada dasarnya perkembangan hak asasi manusia di dunia terbagi dalam tiga generasi,
yaitu:
1. Generasi pertama, hak asasi yang diperjuangkan hak konstitusi yang meliputi: the
rights to liberty, freedom of expression, and association are essentially civil and
political rights conceived as applicable to individuals.2

1 Boo Tian Kwa, dalam makalah yang dikumpulkan Erman Rajagukguk, “Peranan Hukum

dalam Pembangunan Ekonomi”, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, program pasca
sarjana, 2011, hal. 36
2 Paul Sieghart, The International Law of Human Rights-Individual and Democratic
Rights, in Report of the Advisory Committee on Individual and Democratic Rights under
the Constitution 65, dalam Erman Rajagukguk, ibid.

2. Generasi kedua, hak asasi yang diperjuangkan adalah meliputi hak ekonomi sosial,
yang meliputi pendidikan, pekerjaan, kesehatan.
“the second generation rights, on the other hand, which are also largely
individualistic rights, are the socio-economic rights, for example, rights to education,
work, health, and the other social services, including the means of attaining domestic
control of the economy.3
3. Generasi ketiga, dikenal juga dengan collective rights, pada tahap ini, manusia dilihat
bukan sebagai individu, tetapi lebih kepada sekelompok orang yang mencakup: rights
to self determination, liberty, equality, and the use of wealth and natural resources.
The most controversial of these rights is the right to development.4
Dari ketiga generasi perkembangan HAM, jelas terlihat bahwa hak atas tempat tinggal
dan pendidikan yang layak juga merupakan HAM sebagai warga negara yang wajib dipenuhi
oleh pemerintah, selaku penyelenggara dan pengayom rakyat. Demikian pula masyarakat adat
suku anak dalam atau orang rimba, juga memiliki hak yang sama seperti layaknya warga

negara Indonesia lainnya. Walau mereka tinggal terpencil di pedalaman, tidak berarti hak
mereka atas tempat tinggal mereka boleh diabaikan.
Pembangunan ekonomi di dunia ketiga, seringkali tidak sejalan dan tidak memberikan
perlindungan yang pantas bagi HAM. Dengan dalih demi pembangunan ekonomi, pemerintah
seringkali harus menutup mata bahkan berkompromi dengan pihak investor yang melakukan
pelanggaran terhadap HAM. Hal ini bisa terlihat dengan banyaknya kerusakan hutan di area
pertambangan dan tercemarnya sungai-sungai di area industri dan pertambangan.
Pertumbuhan ekonomi yang pesat pada negara ekonomi ketiga, termasuk Indonesia
tidak serta merta menjamin terwujudnya kesejahteraan rakyat.

Menurut Eric Maskin,

penerima penghargaan Nobel Ekonomi tahun 2007, dan Kaushik Basu, Guru Besar Ekonomi
Universitas Cornell, Amerika Serikat, menyatakan bahwa hanya mengandalkan Pendapatan
Domestik Bruto (PDB) tidak akan menyelesaikan persoalan ketimpangan yang melebar
meskipun pertumbuhan ekonomi sangat tinggi.5 Masih menurut Eric Maskin dan Kaushik
3 See Universal Declaration of Human Rights, U.N. GAOR. 217A, ibid. hal 37
4 Ibid. hal 37

5 Kompas online, Pertumbuhan Ekonomi Tak Jamin Kesejahteraan,

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2012/09/05/07410273/Pertumbuhan.Ekonomi.Ta

Basu, ada banyak cara untuk mengukur apakah pertumbuhan ekonomi menyejahterakan
masyarakat. Maskin mencontohkan, manfaat pertumbuhan ekonomi atau pembangunan juga
dapat diukur melalui, antara lain, umur harapan hidup, angka kematian bayi, dan angka
partisipasi sekolah.
Dengan tidak terjamahnya suku anak dalam, terutama dalam bidang pendidikan dan
tempat tinggal yang layak, jelas telah menunjukkan bahwa pemerintah telah gagal memenuhi
hak dasar warga negaranya, khususnya pada suku anak dalam di Jambi. Hal ini pula yang
dinyatakan oleh Human Rights Working Group (HRWG) di awal tahun 2013, yang mendesak
pemerintah memperhatikan HAM dalam membangun ekonomi dan melakukan aktifitas
perdagangan. Karena selama ini, HRWG mencatat pertumbuhan ekonomi belum sejalan
dengan penegkan HAM. Misalnya, dalam membuka lahan untuk perkebunan kelapa sawit,
tak jarang hak masyarakat adat atas tanah terabaikan.6
Untuk itu, perlu kiranya penegakan hukum terutama di bidang HAM ditegakkan.
Selain itu fungsi pengawasan pada komite hak asasi manusia di Indonesia dan Lembaga
Swadaya masyarakat di bidang HAM juga musti semakin ditingkatkan. Peran serta aktif
masyarakat tentu sangat dibutuhkan, oleh karena itu peningkatan pendidikan dan
pengetahuan serta kesadaran hukum masyarakat setempat sangat perlu mendapat perhatian.
Agar tidak ada lagi dalih-dalih yang membenarkan pelanggaran HAM dapat terus dibiarkan.

Dan Indonesia sebagai negara yang memiliki potensi

sumber daya alam yang besar,

seharusnya lebih menyadari posisinya, sehingga mempunyai posisi tawar yang semakin baik
dengan investor.

k.Jamin.Kesejahteraan, diunduh tgl 10 Maret 2014
6 Agar Pembangunan Ekonomi Memperhatikan HAM,
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt50eac7d30a697/agar-pembangunan-ekonomimemperhatikan-ham, diunduh tgl 10 Maret 2014ss