INVESTASI ASURANSI SYARIAH DALAM PRESPEK

INVESTASI TABUNGAN DI BANK SYARIAH DALAM PRESPEKTIF
HUKUM EKONOMI SYARIAH
Oleh
Nida Hidayatul Ummah
Program Studi Hukum Ekonomi Syariah
Pascasarjana Universitas Islam Sunan Gunung Djati Bandung

Abstrak
Investasi dan asuransi merupakan kegiatan yang harus dimiliki oleh setiap
individu pada era ini, dengan tujuan untuk menjamin keamanan dimasa yang akan
datang dengan tidak mengingkari takdir Tuhan Yang Maha Esa. Namun, tidak
setiap individu menyadari akan hal ini, dan tidak setiap individu memiliki
kekuatan financial untuk memiliki keduanya. Lalu bagaimana jika berinvestasi
pada asuransi? Dalam asuransi terdapat dua skema, pertama, skema asuransi yang
mengandung unsur tabungan. Kedua, skema asuransi non-tabungan. Pengelolaan
dana (premi) yang disetorkan oleh peserta ke perusahaan asuransi diputrakan oleh
perusahaan asuransi untuk mendapatkan keuntungan, kemudian di bagi dengan
peserta sesuai porsi masing-masing. Saat ini penulis akan lebih focus bagaimana
investasi pada asuransi dalam pandangan Hukum Ekonomi Syariah?. Metode
yang digunakan oleh penulis adalah metode studi pustaka, yaitu teknik
pengumpuland data dengan mengadakan telaah terhadap buku-buku, jurnal-jurnal,

dan catatan-catatan yang terkait dengan pembahasan.
Kata Kunci : Investasi, Asuransi, Asuransi Syari’ah

PENDAHULUAN
Fungsi utama dari asuransi adalah sebagai pengalihan risiko, pengumpulan dana
dan premi yang seimbang. Selain sebagai pengalihan risiko, fungsi lain yang
dapat dirasakan dalam asuransi adalah sebagai investasi dan sebagai invisible
earnings.1 Saat ini asuransi dengan berlandaskan syariah dalam pengelolaannya,
sangatlah mudah dijumpai dan banyak diperbincangkan di kalangan masyarakat,
hampir di setiap perusahaan asuransi menawarkan asuransi syariah kepada
nasabahnya. Yang paling membedakan antara asuransi syariah dengan asuransi
konvemsional adalah akad yang digunakan dalam pengelolaan dana (premi) yang
disetorkan oleh peserta kepada perusahaan asuransi. Pada dasarnya, dalam
asuransi syariah sekumpulan orang akan saling membantu, saling bekerja sama
dengan cara mengumpulkan dana tabarru’, sehingga dapat dikatakan bahwa
http://www.panfic.com/id/insurance-knowledge/pengertian-asuransi-dan-risiko/
di akses Pukul 23.00 WIB 12-Juni-2017
1

pengelolaan risiko yang dilakukan di dalam asuransi syariah adalah menggunakan

prinsip shariang of risk, yaitu sebuah risiko dibebankan atau dibagi kepada
perusahaan dan para peserta asuransi itu sendiri2.
Asuransi syariah dalam pengelolaannya, menawarkan beberapat bentuk akad yang
dapat dihunaka dalam asuransi syaria, yaitu , Mudharabah, wakalah bi al-Ujrah,
dan muudharabah musytarakah. Dengan akad yang ditawarkan, maka rekening
yang digunakan dalam asuransi syariah adalah rekening peserta dan rekening
tabarru’. Selanjutnya dana yang terkumpul akan dikelola oleh perusahaan
asuransi demi mendapatkan keuntungan.
Segala bentuk kegiatan usaha (investasi) yang dilakukan oleh perusahaan asuransi
dengan menggunakan dana peserta sudah barang tentu di dorong oleh beberapa
aturan-aturan yang telah ditetapkan, baik hukum syari;ah (AlQuran dan Hadits),
dan aturna-aturan yang telah dikerlurkan oleh pemerintah. maka dari itu,
pemakalah akan mencoba mengangkat tema inevatsai pada asuransi syariah dalam
perfektif Hukum Ekonomi Syariah

A. Investasi
Fitzgeral, mengartikan investasi adalah aktivitas yang berkaitan dengan usaha
penarikan sumber-sumber )dana) yang dipakai untuk megadakan barang modal
pada saat sekarang, dan dengan barang modal akan dihasilkan aliran produk di
masa yang akan datang. 3kamarudin Ahmad mengemukakan bahwa yang

dimaksud denganinvestasi adalah menempatkan uang atau dana dengan harapan
untuk memperoleh tambahan atau keuntungan tertentu atau uang atau dana Dasarr
tersebut4.
Selanjutnya, Salin dan Budi Sutrisno menyempurnakan definisis investasi
adalah penananman modal yang dilakukan oleh investor, baik investor asing
maupun dalam negri dalam berbagai bidang usaha yang terbuka untuk investasi,
dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan. A. Abdurrahman mengemukakan
bahwa investasi mempunya dua maksa, pertama: investasi berarti pembelian
saham, obligasi, dan benda-benda yang tidak bergerak, setelah diadakan analisis
akan menjamin modal yang dilekatkan dan memebrikan hasil memuaskan. Faktorfaktor tersbut yang membedakan investasi dengan spekulasi. Kedua : dalam teori
ekonomi, investasi berarti pembelian alat produksi dengan modal berupa uang.

https://www.cermati.com/artikel/pengertian-asuransi-syariah-dan-perbedaannyadengan-asuransi-konvensional, diakses Pukul 23.17 WIB 12 Juni 2017
3Abdul Manan, Hukum Ekonomi Syariah, Prenada Media Jakarta, 2012, hlm.
149.
4 Kamarudin Admad, Dasar-Dasar Manajemen Investasi, Rineka Cipta Jakarta,
1996, hlm.3.
2

Pada umumnya investasi dibedakan menjadi dua, yaitu investasi pada real

financial asset dan investasi pada real asset.5
Investasi yang dilakukan haruslah memenuhi asas-asas yang telah tertera
dalam Undang-Undang No 25 Tahun 2007 Pasal 3 ayat (1), yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Asas kepastian hukum
Asas keterbukaanAsas akuntabilitas
Asas perkalukan yang sama dan tidak membeda-bedakan asal negara
Asas kebersamaan
Asas efisiensi keadilan
Asas keberlanjutan
Asas berwawasan lingkungan

Asas kemandirian
Asas keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional

Konsep investasi dalam Islam mengacu kepada firman Allah SWT surat alHasyr ayat 18, sebagai berikut:

  
    
      
    
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah
Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok
(akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
Selanjutnya, surat Lukman ayat 34 secara tegas Allah SWT menyatakan
bahwa tiada seorang pun di alam semestaa ini yang mengetahui apa yang akan
diperbuat, diusahakan, serta kejadian apa yang akan terjadi pada hari esok.
Sehingga dengan ajaran tersebut seluruh manusia diperintahkanuntuk melakukan
investasi sebagai bekal dunia dan akhirat:

    

    
     
      
      


Nurul Huda dan Mustafa Edwin, Investasi dan Pasar Modal Syariah, Prenada
Media Jakarta, 2007. Hlm.8.
5

“Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari
Kiamat; dan Dia-lah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada
dalam rahim. dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa
yang akan diusahakannya besok. dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di
bumi mana Dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
Mengenal”.6
Perintah investasi juga diperkuat oleh hadits Nabi Muhammad SAW, yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Muslim dari Ibnu Umar sebagai berikut:
Kunci-kunsi gaib ada 5 yang tidak seorang punmengetahui kecuali Allah
SWT, semata :

1. Tidak ada yang mengetahui apa yang akan terjadi hari esok kecuali
Allah
2. Tidak ada yang dapat mengetahui kapan terjadi hari kiamat kecuali
Allah
3. Tidak ada yang dapat mengetahui apa yang terjadi atau yang ada
dalam kandungan rahim kecuali Allah
4. Tidak ada yang dapat mengetahui kapan turunnya hujan kecuali
Allah
5. Tidak ada yang dapat mengetahui di bumi mana seseorang akan
wafat.
Butir pertama, bermakna investasi duni akhirat. Pesan kedua, sebagai
informasi bagi sekalian menusia untuk berinvestasi akhirat sebagai bekal yang
memadai karena tidak seorangpun yang mengetahui kapan hari kiamat. Ketiga,
sebagai pesan untuk memiliki generasi yang berkualitas sebagai investasi
jangka panjang bagi para orangtia. Keempat, pesan investasi dunia, dengan
melakukan saving harta sebagai motivasi untuk berjaga-jaga di masa depan,
karena turunnya air hujan dari langin disimbolkan sebagai sumber rezeki
(wealth). Dan pesan yang kelima, merupakan anjuran untuk melakukan
investasi akhirat sedini mungkin, karena tidak seorang pun yang mengetahui
dimana dia akan meninggal.7

B. Asuransi
1. Pengertian Asuransi
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Dagang Pasal 246, yang
dimaksud dengan asurasnsi atau pertanggungan adalah suatau perjanjian
(timbal balik), dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada
seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan
pergantian kepadanya, karena kerugian, kerusakan atau kehilangan
keuntungan yang diharapkan mungkin akan dideritanya, karena suatu

6 Departemen Agama RI, 1984 Al- Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta
7

Ibid, 19

peristiwa tak menentu.8Ulama fikih Kontemporer Wahbah Zuhaili
mendefinisikan asuransi berdasarkan pembagiannya. Ia membagi asurasni
dalam dau bentuk, yaitu al-ta’min al-ta,awun dan al-tamin bi qist stabit.
Pertama, asurasni tolong-menolong adalah kesepakatan sejumlah orang
untuk membayar sejumlah uang sebagai ganti rugi ketika salah seorang dia
ntara mereka mendaoatkan kemudaratan. Kedua, asuransi dengan

pembagian tetap adalah akad yang mewajibkan seseorang membayar
sejumlah uang kepada pihak asurasnsi yang terdiri atas beberapa
pemegang saham dengan perjanjian apabila peserta asurasni mendapat
kecelakaan, ia diberi ganti rugi.
Mustafa Ahmad az-Zaraq memaknai asuransi adalah sebagai suatu
cara atau metode untuk memelihara manusia dalam menghindari risiko
(ancaman)bbahaya yang beragam akan terjadi dalam hidupnya, dalam
perjalanan kegiatan hidupnya atau dalam aktiitas ekonominya. Ia
berpendapat bahwa sistem asuransi adalah sistem ta’awun dan tadhamun
yang bertujuan untuk menutupi kerugian peristiwa-peristiwa atau musibahmusibah oleh sekelompok tertanggung kepada orang yang tertimpa
musibah tersebut. Penggantian tersebut diambil dari premi mereka.9 Di
indonesia sendiri, asuransi Islam sering dikenal dengan istilah takaful,
yang berarti menjamin atau saling menanggung. Moh. Ma,sum Billah
memeknakan takaful dengan “mutual guaranee privided bt a group of
people living in the same society againts a defined risk or catastrophe
befalling one’s life, property or any from of valuable things”.10
2. Prinsip Asuransi dalam Islam
Berikut prinsip-prinsip asurasni dalam Islam :
a. Saling bertanggung jawab. asuransi syariah memiliki rasa tanggung
jawab bersama untuk membantu dan menolong peserta lain yang

mengalami musibah dengan niat ikhlas, karena memikul tanggung
jawab dengan niat ikhlas itu merupakan ibadan kepada Allah. Allah
SWT berfirman dalam surat Ali-Imran ayat 103

    
    
    
   
     
      
    
 
8 Abdul Manan,

Hukum Ekonomi Syariah dalam persfektif kewenangan
peradilan agama, Prenada Media, Jakarta, 2011, hlm. 238
9 Widyaningsih, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, Kencana Prenada Media,
Jakarta, 2007. Hlm.177
10 AM. Hasan Ali, Asurasni dalam Persfektif Hukum Islam, suatu tinjauan
analisis historis, teoritis, dan praktis, prenada media, 2004, hlm. 62.


“dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan
janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah
kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuhmusuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah
kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan
kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan
kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatNya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.”
Kemudian dalam sebuah Hadis lain diriwayatkan oleh Bukhari dan
Muslim Rasulullah SAW bersabda “ Setiap kamu adalah pemikul
tanggung jawab dan setiap pemikul tanggung jawab bertanggung
jawab terhadap orang-orang yang berada dibawah tanggung
jawabnya”
b. Saling Bekerja Sama (tolong-menolong). Pasa peerta asurasnsi
diharapkan saling bekerja sama dan saling bantu membantu dalam
mengatasi kesulitan yang dialami karena suatu musibah yang
dideritanya. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT surat Al-Maidah
ayat 2

   
    
   
   
    
   
    
     
    
    
    
     
 
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar
Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan
(mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id,
dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah
sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya dan apabila
kamu telah menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu. dan
janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka
menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat
aniaya (kepada mereka). dan tolong-menolonglah kamu dalam
(mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam
berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah,
Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya”

c. Saling Melindungi dari Segala Penderitaan. Para peserta asurasni
diharapkan dapat berperan sebagai pelindung bagi peserta lain yang
sedang menderita kerugian atau terkena musibah. Sehubungan dengan
saling melindungi dari penderitaan, Rsulullah bersabda “ sesungguhnya
seoran gyang beriman ialah barang siapa yang memberi keseamatan dan
perlindungan terhadap.
C. Invetasi pada Asuransi Syariah
Profesor Ali Ya’qub
mengatakan bahwa salah satu
bentuk pengelolaan dana asuransi
yang paling dominan adalah
menginvestaskan dana yang
terkumpul dari premi. Pihak
asuransi dapat menginvestasikan
dana tersebut dalah bentuk
investasi apa saja selama investasi
itu tidak mengandung salah satu
dari yang telah dilarang.
Sekiranya investasi tersebut
dilakukan dalam bentuk
penyertaan modal dalam sebuah
perusahaan, maka asuransi harus
mengetahui bahwa perusahaan
tersebut tidak memperjualbelikan
barang- barang yang
diharamkan.seandainya investasi
dalam bentuk deposito, maka
pihak asuransi harus mengatahui
bahwa bank tempat dana asuransi
tersebut didepositokan adalah
bank-bank yang tidak
menggunakan sistem bunga, tetapi
dengan sistem bagi hasil.11 Dalam
asuransi berbasis investasi terdapat
tig apihak yang terlibat, yaitu :
1. Peserta asuransi, sebagai penyalur dana
2. Perusahaan asuransi, sebagai pengelola dana peserta
3. Unit bisnis halal, sebagai pihak yang menerima investasi. Dalam
satu kaidah dinyatakan
Akad dalam asuransi syariah

11 Syakir

Hlm 378.

Sula, Asuransi Syariah ( life and general), Gema Insani Jakarta, 2004.

Fatwa DSN No 21 menyebutkan bahwa akad yang digunakan dalam
asuransi adalah akad tabarru dan tijarah. Akad tabarru adalah hibah, dan
akan tijarah adalah mudharabah.
Akad Mudharabah pada Asuransi Syariah
1) Al-Mudharabah pada Asuransi Jiwa
Berikut beberapa bagian dalam operasional di mana takaful
keluarga (asuransi jiwa) menggunakan sistem mudharabah
sebagai berikut :
a) Bagi hasil dalam deposito dan sertifikat deposito bank-bank
syariah.
b) Bagi hasil dalam direct invesment.
c) Bagi hasil dalam penyertaan saham, obligasi, reksadana,
leasing, dan invesment syariah lainnya.
d) Bagi hasil antara peserta dan perusahaan atas hasil investasi
berdasarkan skema yang diperjanjikan (dalam produk jiwa
yang mengandung saving).
e) Bagi hasil antara surplus underwriting antara peserta dengan
perusahaan (dalam prosuk jiwa non saving)
Akad mudharabah pada asuransi syariah mendudukkan peserta
sebagai shahibul mall dan perusahaan bertindak sebagai mudharib
(pengelola). Modal yang dimaksud adalah premi dari peserta yang
dibayarkan kepada perusahaan dimana perusahaan sebagai pemegang
amanah, akan mengelola atau menginvestasikan dana tersebut melalui
investasi yang sesuai dengan ketentuan syaraih sebagaimana telah
ditentukan dalam Kep. 4499/LK/2000 tentang jenis, penilaian, dan
pembatasan Investasi Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi
dengan Prinsip Syariah.12
2) Akad Mudharabah Musytarakah pada asuransi Syariah
Akad Mudrarabah Musytarakah adalah bentuk akad di mana
pengelola (mudharib) menyertakan modalnya dalam kerjasama
investasi tersebut.13
3) Akad wakalah pada asuransi syariah14
Wakalah merupakan pelimpahan, pendelegasian wewenang
atau kuasa dari pihak pertama kepada pihak kedua untuk
melaksanakan sesuatu atas nama pihak pertama dan untuk
kepentingan dantanggungjawab sepenuhnya oleh pihak pertama.
Dalam hal ini pihak kedua hanya melaksanakan sesuatu sebatas
kuasa atau wewenang yang diberikan oleh pihak pertama.
12 Shanti

Dwi Kartika, Akad/Perjanjian dengan Prinsip Syariah pada Lembaga
Asuransi, dalam artikel 15 Juli 2009.
https://www.slideshare.net/robykelana18/akad-32830459
13 Fatwa Dewan Syariah Nasiolan No. 50/DSN-MUI/III/2006
14 Ibid, hlm 350

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan menyebtukan bahwa akad
wakalah bil ujroh pada asuransi syariah adalah akad tijarah yang
memberikan kuasa kepada perusahaan asuransi syariah,
perusahaan reasuransi syariah, atau unit syariah sebagai peserta
untuk mengelola dana tabarru dan/atau dana investasi peserta,
sesuai kuasa atau wewenang yang diberikan, dengan imbalan
berupa fee.15 Imbalan berupabagu hasil yang besarnya ditentukan
berdasarkan komposisi kekayaan yang digabungkan dan telah
disepakati sebelumnya.
Allah berfirman dalam surat al-kahfi ayat 19

   
     
     
     
   
   
   
   
    
“dan Demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya
di antara mereka sendiri. berkatalah salah seorang di antara mereka:
sudah berapa lamakah kamu berada (disini?)". mereka menjawab: "Kita
berada (disini) sehari atau setengah hari". berkata (yang lain lagi):
"Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini).
Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan
membawa uang perakmu ini, dan hendaklah Dia Lihat manakah makanan
yang lebih baik, Maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu,
dan hendaklah ia Berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-kali
menceritakan halmu kepada seorangpun”
Skema Wakalah bi al-Ujroh dalam Investasi di Asuransi Syariah (tabel 3)
Hasil Investasi

Rekening
Investasi

Rekening
Investasi

Wakalah

Fund Manager

Ujrah

Admin &
Operasional
Manajemen
Perusahaan
15http://www.ojk.go.id/id/kanal/iknb/regulasi/asuransi/peraturanFee (annual)

ojk/Documents/Pages/POJK-tentang-Penyelenggaraan-Usaha-PerusahaanAsuransi%2C-Perusahaan-Asuransi-Syariah%2C-Perusahaan-Reasuransi.-/.pdf

Selling Fee
Akad-akad diatas berlaku ketentuan-ketentuan mengenai hukum perjanjian
berdasarkan menurut Hukum Positif. Syarat sahnya perjanjian dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1320 berbunyi, “Untuk sahnya
suatu perjanjian diperlukan empat syarat :
1. Sepakat mereka yang mengikat dirinya.
2. Kecakapan untuk membuat suati perikatan.
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal16
D. Pengelolaan Dana Asuransi
Mekanisme pengelolaan dana peserta (premi) terbagi menjadi dua sistem,
yaitu :
1. Sistem yang Mengandung Unsur Tabungan
Peserta yang memilih pengelolaan dana(premi) dengan unsur
tabungan maka premi yang dibayar oleh peserta akan dipisah dalam
dua rekening yang berbeda, yaitu ;
a. Rekening Tabungan, yaitu kumpulan dana yang meupakan milik
peserta, yang dibayarkan bila ; (a) Perjjanjian berakhir, (b) Peserta
mengundurkan diri, (c) peserta meninggal dunia.
b. Rekening Tabarru, yaitu kumpulan dana yang diniatkan oleh
peserta sebagai iuran kebajikan untuk tujuan saling membantu dan
tolong-menolong.17
Skema Asuransi dengan Unsur Tabungan (tabel 1)

SISTEM YANG MENGANDUR UNSUR TABUNGAN
PERUSAHAAN

Akad mudharaabah
16 Amelia

Beban Perusahaan  Keuntungan
Perusahaan

INVESTASI

HASIL

Setyawati, Syarat Sahnya Perjanjial Pasal 1320 KUHPerdata.
https://amelia27.wordpress.com/2008/12/03/syarat-sahnya-perjanjian-pasal-1320kuhperdata/
17 Zainudin Ali, Hukum Asuransi Syariah,2008, Sinar Grafika Jakarta, 2008. hlm.
52

PESERTA

Premi
Takaful

Rekening
Tabungan

DANA

Rekening
Tabungan

Rekening
Peserta

Rekening
Tabarru’

Manfaat
Takaful

TOTAL
Rekening
Tabarru’

Skema Asuransi dengan Non-Tabungan (tabel 2)18

SISTEM NON-TABUNGAN
PERUSAHAAN

Investasi oleh perusahaan

Biaya
Operasional

PESERTA
Iuran
Takaful

40%
Dana
Total

Dana
Total

Beban
Asuransi

Keuntungan
Investasi
Peserta

E. Regulasi Investasi pada Asuransi Syariah
1. Undang-Undang
a. Undang-Undang No 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian. Di
dalam Undang-Undang ini belum ngatur tentang asuransi syariah.
Pemerintah sebagai pelaksana undang-undang, mengeluarkan Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha
Perasuransian yang merupakan penjabaran dan penjelasan terhadap
Undang-undang nomor 2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian.
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 73 Tahun 1992 ini telah dirubah dua
kali yaitu pada tahun 1999, dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah
18 Syakir

Sula, Asuransi Syariah ( life and general), Gema Insani Jakarta, 2004.
Hlm 217-218.

Nomor 63 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP)
Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian dan
pada tahun 2008 dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah nomor 39
tahun 2008 tentang perubahan kedua atas Peraturan Pemerintah (PP)
Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian.

b. Undang-Undang No. 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian. Dalam
BAB I Pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa “Asuransi syariah adalah
kumpulan perjanjian, yang terdiri atas perjanjian antara perushaan
asuransi syariah dan pemegang plis dan perjanjian antara oara
oemegang polis, dalam rangka pengelolaan kontribusi berdasarkan
prinsip syariah gunan saling menolong dan saling melindungi”.19
Selanjutnya, ruang lingkup usaha perasuransian diatur dalam BAB II
Pasal 3 ayat 1 dan 2 yang berbunyi ;
(1) Perusahaan asuransi umum syariah hanya dapat menyelenggarakan :
a. Usaha Asuransi Umum Syariah, termasuk lini usaha asuransi
kesehatan berdasarkan prinsip syariah dan lini saha asuransi
kecelakann diri berdasarkan prinsip syariah;dan
b. Usaha reasuransi syariah untuk risiko perusahaan asuransi uum
syariah lain.
(2) Perusahaan asuransi jiwa syariah hanya dapat menyelenggarakan
usaha asuransi jiwa syariah termasuk lini usaha anuitas berdasarkan
prinsip syariah, lini usaha asuransi kecelakaan diri berdasarkan prinsip
syariah.
2. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No 69 / POJK.05 / 2016 Tentang
Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi
Syariah, Perusahaan Reasuransi dan Reasuransi Syariah. disni dijelskan
bahwa asuransi syariah adalah perusahaan asuransi umum syariah dan
perusahaan asuransi jiwa syariah sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang No. 40 Tahun 2014.
3. Bapepam
a. Peraturan Bapepam-LK No. Per 08 / BL / 2011 tentang Bentuk dan Tata
Cara Penyampaian Laporan Hasil Pengawasan Syariah (DPS) pada
Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi yang
menyelenggarakan Seluruh atau Sebagian Usahanya.
Bahwa pengawasan dan rekomendasi disajikan berdasarkan aspekaspek yang diawasi, yang terdiri atas ; pengelolaan kekayaan dan
kewajiban yaitu dana tabarru, kekayaan dan kewajiban dana perusahaan
serta kekayaan dan kewajiban perusahaan, dana investasi peserta,
berkaitan dengan sisitem dan prosedur pencatatan, praktik pencataan
19 http://www.ojk.go.id/Files/201506/1UU402014/Perasuransian.pdf

dan penyajian seluruh kekayaan dan kewajiban perusahaan, termasuk
praktik penanaganan data dan dikumen pendukungnya.
Adapun pelaksaan dasar penyelenggaraan usaha asuransi dan usaha
reasuransi dengan prinsip syariah, dalam rangka pengelolaaan kekayaan
dan kewajiban dilakukan dengan baik, konsisten dan menyeluruh oleh
perusahaan, antara lain;
1) Pemisahaan pencatatan kekayaan dan kewajiban dan tabarru, dana
perusahaan dan dana investasi peserta;
2) Pembatasan penggunaan dana tabarru;
3) Pembentukan dana tabaruu untuk setiap lini usaha atau gabungan
dari beberapa lini usaha;
4) Pembentukan dana investasi peserta untuk setiap jenis portofolio
investasi sesuai dengan akadnya;
5) Pencatatan dan pengadminisrasian akun peserta secara individual
sebagai bagian dari kekayaand an kewajiban dana investasi peserta,
dan;
6) Pemberian qard (pinjaman) kepasa dana tabarru serta
pengembaliannya
Pengelolaan dana tabarru, dana perusahaan dan dana investasi peserta
dilakukan dengan berpedoman pada prinsip-prinsip syariah, misalnya
kekayaan tersebut hanya ditempatkan pada bentuk instrumen investasi
yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. selanjutnya penetapan
dan oembebanan besar ujrah/imbalan dalam pengelolaan risiko dengan
akad wakalah bil ujrah yang tercantum di polis dan surat permohonan
permintaan asuransi/surat permohonan kepesertaan yang dilakukan
secara wajar (fair) dan memenuhi prinsip keadilan (‘adl),
keseimbanggan (tawazun), dan kemaslahatan, serta menghindari adanya
ketidakpastian dan penganiayaan. Begitupun dalam penetapan nisbah
bagi hasil dalam akad mudharabah haruslah sesuai dengan ketentuan
syariah.20
b. Peraturan Ketua Bapepam-LK Per-06 /BL/ 2012 tentang Perubahan atas
Peraturan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
No Per – 03 / BL / 2007 tentang Kegiatan Perusahaan Pembiayaan
Berdasarkan Prinsip Syariah.
Perubahan dalam peraturan ini tercantunm pada Pasal 10 ayat (1) (2)
dan (3) yaitu tentang kewajiban bagi perusahaan pembiayaan yang
melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah wajib memiliki
paling sediti 2 orang Dewan Pengwas Syariah yang terdiri atas 1 orang
ketua merangkap anggota, dan 1 orang anggota. Ketua dan anggota
Dewan Pengawas Syariah di angkat dalam rapat umum pemegang saha
atas rekomendasi DSN-MUI. Dan diberikan tugas untuk menasihati dan
memberi saran kepada direksi, mengawasi aspek syaraih kegiatan

20 http://www.ojk.go.id/Files/201401/bapas9_1389348110.pdf

operasional perusahaan pembiayaan dan sebagai mediator antara
perusahaan pembiayaan dengan DSN-MUI.
Perubahan selanjutnya yaitu pada Pasal 10 dan Pasal 11 disisipkam 1
pasal yaitu pasal 10A yang berbicara tentang, larangan Dewan
Pengawas Syariah merangkap menjadi dewan direksi pada perusahaan,
dilarang menjadi Dewan Syariah lebih dari 2 perusahaan pembiayan.

4. Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI
Dewan Syariah Nasional MUI mengeluarkan beberapa fatwa
mengenai asuransi syariah dan usaha asuransi syariah, diantaranya ;
a. Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No. 21/DSN-MUI/X/2001
tentang Pedoman Asuransi Syariah. Di dalam fatwa ini dijelaskan bahwa
asuransi adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong di antara
sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan atau
tabarru’ yang memberikan pola pengetahuan untuk menghadapi rediko
tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuati dengan syariah. Dalam
fatwa ini pun ditegaskan bahwa perusahaan selaku pemegang amanah
wajib melakukan investasi dari dana yang terkumpul dan wajib
menanamkan modal secara syariah.
b. Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 51/DSN-MUI/III/2006 Tentang
Akad Mudharabah Musytarakah pada Asuransi Syariah. didalam fatwa
ini dijelaskan bahwa mudharabah mustarakah dibolehkan dilakukan
oleh perusahaan asuransi, karena merupakan bagian dari mudharabah
dan diterapkan pada produk asuransi syariah yang mengandung unsur
tabungan (saving) maupun non tabungan. Kedudukan antara peserta
dengan perusahaan asuransi adalah sahibul maal dan mudharib
(pengelola), dalam hal ini perusahaan asuransi bertindak sebagai
pengelola investasi.
Selanjutnya, diatur pula tentang pembagian hasil investasi, yaitu
sebagai berikut :
1) Alternatif I :
a) Hasil Investasi dibagi antara perusahaan asuransi (sebagai
mudharib) dengan peserta (sebagai shahibul maal) sesuai dengan
nisbah yang disepakati.
b) Bagian hasil investasi sesuadah disisihkan untuk perusahaan
asuransi (sebagai mudharib) dibagi antara perusahaan asuransi
(sebagai mudharib) dibagi dengan perusahaan asuransi (musytari)
dengan para peserta sesuai dengan porsi modal atau dana masingmasing.
2) Alternatif II:

a) Hasil investasi dibagi secara proposional antara perusahaan
asuransi (sebagai musytarik) dengan peserta berdasarkan porsi
mdal atau dana masing-masing.
b) Bagian hasil investasi sesudah disisihkan untuk perusahaan
asuransi (sebagai musytarik) dibagi antara perusahaan asuransi
sebagai mudharib dengan peserta sesuai dengan nisbah yang
disepakati.
Adapun jika terjadi kerugian maka perusahaan asuransi sebagai
musytarik menanggung kerugian sesuai dengan porsi modal atau nisbah
yang disepakati.
c. Fatwa Dewan Syariah Nasional No:52/DSN-MUI/III/2006 Tentang
Akad Wakalah Bil Ujrah pada Asuransi Syariah dan Reasuransi
Syariah. dalam fatwa ini diputuskan bahwa, wakalah bil ujrah adalah
pemberian uasa dari peserta kepada perusahaan asuransi untuk
mengelola danan peserta dengan imbalan (fee). Adapun objek wakalah
bil ujrah meliputi antara lain;
1)
2)
3)
4)
5)
6)

Keiatan administrasi
Pengeloa dana
Pembayaran klaim
Underwriting
Pengelola portofolio risiko
Investasi

Selanjutnya tentang kedudukan dan ketentuan para pihak dalam akad
wakalah bil ujrah terdapat pada point ke empat, yaitu ;
1) Dalam akad ini, perusahaan bertindak sebagai wakil untuk
mengelola dana.
2) Peserta (pemegang polis) sebagai individu, dalam produk
saving dan tabarru, bertindak sebagai muwakil untuk
mengelola dana.
3) Peserta sebagai suatu badan/kelompok, dalam akuntabarru
bertindak sebagai muwakil untuk mengelola dana.
4) Wakil tidak boleh mewakilkan kepada pihak lian atas kuasa
yang diterimanya, kecuali atas izin muwakil (pemberi kuasa)
5) Akad wakalah adalah akad yang bersifat amanah dan bukan
tanggunang sehingga wakil tidak menanggung risiko terhadap
kerugian investasi dengan mengurangi fee yang teah
diterimanya, kecuali karena kecerobohan atau wanprestasi.
6) Perusahaaan asuransi sebagai wakil tidak berhak memperoleh
bagian hasil investasi, karena akad yang digunakan adalah
akad wakalah

d. Fatwa Dewan Syariah No: 53/DSN-MUI/III/2006 Tentang Akad
Tabarru’ pada Asuransi Syariah. Dalam fatwa ini dijelaskan aturan
tentang akad tabarru’ pada asuransi, diantaranya ;
Pertama : Ketentuan Hukum
1) Akad Tabarru’ merupakan akad yang harus melekat pada
semua produk asuransi.
2) Akad Tabaruu’ pada asuransi adalah semua bentuk akadyang
dilakukan antar peserta pemegang polis.
3) Asuransi syariah yang dimaksud pada point 1 adalah asuransi
jiwa, asuransi kerugian dan reasuransi.
Kedua : Ketentuan Akad
1) Akadan tabarru’ pada asuransi adalah akad yang dilakukan
daam bentuk hibah dengan tujuan kebajikan dan tolong
menolong antar oeserta, bukan untuk tujuan komersial.
2) Dalam akad tabarru’, harus disebutkan sekurang-kurangnya;
a) Hak dan kewajiban masing-masingpeserta secara individu
b) Han dan kewajiban antara peserta secara individu dalam
akun tabarru’ selaku peserta dalam arti badan/kelompok
c) Cara dan waktu pembayaran premi dan klaim
d) Syarat-syarat ain yang disepakati, sesuai dengan jenis
asuransi yang diadakan
Ketiga : Kedudukan Para Pihak dan Akad Tabarru’
1) Dalam akad tabarru’ (hibah), peserta memberikan dana hibah
yang akan digunakan untuk menolong peserta atau peserta lain
yang tertimpa musibah
2) Peserta secara individu merupakan pihak yang berhak
menerima dana tabaruu’ dan secara kolektif selaku penanggung
3) Perusahaan asuransi bertindak sebagai pengelola dana hibah,
atas dasar akad wakalah dari para peserta selain pengelolaan
investasi.
Keempat : Pengelolaan
1) Pengelolaan asuransi dan reasuransi syariah hanya boleh
dilakukan oleh suatu lembaga yang berfungsi sebagai
pemegang amanah
2) Pembukaan dana tabaruu’ harus terpisah dari dana lainnya
3) Hasil investasi dari dana tabaruu’ menjadi hak kolektif peserta
dan dibukukan dalam akun tabarru’
4) Dari hasil investasi, perusahaan asuransi dan reasuransi syariah
dapat memperoleh bagi hasil berdasrkan akad mudharabah
atau akad mudharabah musytarakah, atau memperoleh ujrah
berdasarkan akad wakalah bil ujrah
Kelima : Surplus Underwriting

1) Jika terdapat surplus underwriting atas dana tabaruu’, maka
boleh dilakukan beberapa alternatif sebagai berikut;
a) Diperlakukan seluruhnya sebagai dana cadangan dalam
akun tabarru’
b) Disimpan sebagai dana cadangan dan dibagikan sebagian
lainnya kepada para peserta yang memenuhi syarat
aktuaria/manajemen risiko
c) Disimpan sebagian sebagai dana cadangan dan dapat
dibagikan sebagian lainnya kepada perusahaan asuransi
dan para peserta sepanjang disepakati oleh peserta
2) Pilihan terhadap salah satu alternatif tersebut diatas harus
disetujui terlebih dahulu oleh peserta dan dituangkan dalam
akad
Keenam : Defisit Underwriting
1) Jika terjadi defisit underwriting atas dana tabarru, maka
perusahaan asuransi wajib menanggulangi kekurangan tersebut
dalam bentuk Qard (pinjaman)
2) Pengembalian dana qardh kepada perusahaan asuransi
disishkan dari dana tabarru’
Ketujuh : Ketentuan Penutup21
Kesimpulan
Salah satu bentuk pengelolaan dana asuransi yang paling dominan adalah
menginvestaskan dana yang terkumpul dari premi. Sekiranya investasi dilakukan
dalam bentuk penyertaan modal dalam sebuah perusahaan, maka asuransi harus
mengetahui bahwa perusahaan tersebut tidak memperjualbelikan barang- barang
yang diharamkan.seandainya investasi dalam bentuk deposito, maka pihak
asuransi harus mengatahui bahwa bank tempat dana asuransi tersebut
didepositokan adalah bank-bank yang tidak menggunakan sistem bunga, tetapi
dengan sistem bagi hasil. Adapun akad yang digunakan dalam asuransi syariah
yaitu, mudharabah, musharabah musytarakah, dan waakalah bil ujrah.
Selanjutnya, regulasi yang mengatur tentang investasi pada asuransi syariah
sudah dapat dikatakan lengkap diantaranya, Undang-Undang No. 40 Tahun 2014
Tentang Perasuransian, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan, Bapepam-LK, dan
fatwa Dewan Syariah Nasional yang didalamnya mengatur tentang investasi pada
asuransi syariah.
Asuransi menjadi salah satu pilihan dalam berinvestasi, selain maanfaat atas
klaim yang kita rasakan, keuntungan dari investasi pun sangat menguntungkan .
akan tetapi penulis melihat di lapangan masyarakat umum belum siap untuk
“dipaksa” menyimpan uangnya untuk kebutuhan yang tidak terduga dimasa yang
akan dating seperti kecelakaan, persiapan dana pendidikan,dan lainnya setiap
bulannnya, kebanyakan dari masyarakat merasa lebih nyaman menyimpan
uangnya di bank yang dapat ditarik kapan pun.
21 Fatwa

Dewan Syariah Nasional

Referensi
Abdul Manan. Hukum Ekonomi Syariah. 2012 .Prenada Media : Jakarta
Adiwarman A. Karim . 2013. Eknomi Makro Islam. PT RajaGafindo Persada :
Jakarta
Ahmad., Kamaruddin, 2004, Dasar-Dasar Manajemen Investasi Dan Portofolio.
Rineka Cipta ; Jakarta
Andri Soemitra. 2009, Bank&Lembaga Keuangan Syariah,Kencana : Jakarta
Departemen Agama RI, 1984 Al- Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta

Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman
Asuransi Syariah.
Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 51/DSN-MUI/III/2006 Tentang Akad
Mudharabah Musytarakah pada Asuransi Syariah
Fatwa Dewan Syariah No: 53/DSN-MUI/III/2006 Tentang Akad Tabarru’ pada
Asuransi Syariah.
Muhammad, 2005, Manajemen Bank Syariah, Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasution, 2008, Investasi pada Pasar Modal
Syariah, Kencana : Jakarta
Peraturan Bapepam-LK No. Per 08 / BL / 2011 tentang Bentuk dan Tata Cara
Penyampaian Laporan Hasil Pengawasan Syariah (DPS) pada Perusahaan
Asuransi atau Perusahaan Reasuransi yang menyelenggarakan Seluruh atau
Sebagian Usahanya.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No 69 / POJK.05 / 2016 Tentang
Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
Perusahaan Reasuransi dan Reasuransi Syariah.
Syakir Sula. Asuransi Syariah ( life and general). 2004.Gema Insani : Jakarta.
Wirdyaning, et al.,2005,Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, cet ke-1,Kencana :
Jakarta
Zainudin Ali, Hukum Asuransi Syariah,2008, Sinar Grafika : Jakarta