MAKALAH PENDEKATAN KONFLIK DALAM SISTEM (4)

MAKALAH
PENDEKATAN KONFLIK DALAM SISTEM SOSIAL
Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sistem Sosial

Program Studi : PGSD
Semester : 6
Disusun Oleh:

Chrysna Raeny

158610006

Dara Rosalina

158610040

Eni Nuraeni

158610009

Leni Sri Wahyuni


158610390

Lily Suliyatiningrum

178610041

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
(STKIP) ARRAHMANIYAH DEPOK
Jl. Mesjid Al-Ittihad No. 35 Kel. Bojong Pondok Terong
Cipayung – Kota Depok 16431
2018

KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya
kepada Kami sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “PENDEKATAN
KONFLIK DALAM SISTEM SOSIAL” ini tepat pada waktunya.
Serta tidak lupa kami haturkan rasa hormat dan ucapkan terima kasih banyak
kepada Bapak Taufik Lubis, M.Pd., selaku Dosen Mata Kuliah Sistem Sosial di STKIP
Arrahmaniyah.

Kami menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna baik secara materi maupun penulisannya, mengingat akan kemampuan yang
dimiliki oleh tim penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat
diperlukan tim penulis untuk penyempurnaan makalah.
Tim Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Depok, April 2018

Penulis

i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................... i
DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................... 2


BAB II PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Konflik .......................................................................... 3
2.2 Pengertian Pendekatan Konflik........................................................ 5
2.3. Pendekatan Konflik dalam Sistem Sosial ....................................... 7
2.4. Faktor Penyebab Konflik ................................................................ 12
2.5. Tahapan Terjadi Konflik ................................................................. 13
2.6. Dampak Konflik .............................................................................. 15

BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ...................................................................................... 17

Daftar Pustaka ............................................................................................... 18

ii

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Konflik merupakan kondisi yang terjadi ketika dua pihak atau lebih

menganggap ada perbedaan yang tidak selaras, tidak cukup sumber dan tindakan
salah satu pihak menghalangi, atau mencampuri atau dalam beberapa hal membuat
tujuan pihak lain kurang berhasil. Tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah
mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya.
Konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu
interaksi.
Perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik,
kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Oleh karena
itu diperlukanya pendekatan Konflik dalam sistem sosial agar konflik itu sendiri
dapat terselesaikan.

1

1.2 RUMUSAN MASALAH
1.

Apakah pengertian “Konflik” ?

2.


Apa pengertian “Pendekatan Konflik”?

3.

Bagaimana “Pendekatan Konflik dalam Sistem Sosial”?

4.

Apakah faktor yang melatarbelakangi terjadinya Konflik?

5.

Apa sajakah tahapan terjadinya konflik?

6.

Apa saja dampak dari konflik?

2


BAB II
PEMBAHASAN

2.1. PENGERTIAN KONFLIK
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara
sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa
juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan
menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu
interaksi. Perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik,
kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawa
sertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar
dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami
konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan
hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan integrasi berjalan sebagai
sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi.
Sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.


3

Beberapa pengertian konflik menurut para ahli yakni sebagai berikut:
1.

Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977), konflik merupakan
warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat
daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan
di antara dua pihak atau lebih pihak secara berterusan.

2.

Menurut Gibson, et al (1997: 437), hubungan selain dapat menciptakan
kerjasama, hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini
terjadi jika masing-masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau
tujuan sendiri-sendiri dan tidak bekerja sama satu sama lain.

3.

Menurut Robbin (1996), keberadaan konflik dalam organisasi ditentukan oleh

persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya konflik
di dalam organisasi maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak ada.
Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah ada
konflik maka konflik tersebut telah menjadi kenyataan.

4.

Menurut Minnery (1985), konflik organisasi merupakan interaksi antara dua
atau lebih pihak yang satu sama lain berhubungan dan saling tergantung,
namun terpisahkan oleh perbedaan tujuan.

Perbedaan pendapat tidak selalu berarti perbedaan keinginan. Oleh karena konflik
bersumber pada keinginan, maka perbedaan pendapat tidak selalu berarti konflik.

4

Persaingan sangat erat hubungannya denga konflik karena dalam persaingan
beberapa pihak menginginkan hal yang sama tetapi hanya satu yang mungkin
mendapatkannya. Persaingan tidak sama dengan konflik namun mudah menjurus ke arah
konflik, terutuma bila ada persaingan yang menggunakan cara-cara yang bertentangan

dengan aturan yang disepakati. Permusuhan bukanlah konflik karena orang yang terlibat
konflik bisa saja tidak memiliki rasa permusuhan. Sebaliknya orang yang saling
bermusuhan bisa saja tidak berada dalam keadaan konflik.
Konflik sendiri tidak selalu harus dihindari karena tidak selalu negatif akibatnya.
Berbagai konflik yang ringan dan dapat dikendalikan (dikenal dan ditanggulangi) dapat
berakibat positif bagi mereka yang terlibat maupun bagi organisasi.

2.2. PENGERTIAN PENDEKATAN KONFLIK
Pendekatan Konflik adalah salah satu Pendekatan dalam Sistem Sosial yang
dipelopori oleh David Lockwood bahwa tidak hanya pendekatan fungsional struktural
melainkan ada pendekatan lain yaitu pendekatan konflik. Konflik yang dalam bahasa
lndonesia seringkali disebut sebagai pertentangan atau perselisihan dapat terjadi pada
hubungan yang bersifat individual yang terjadi sebagai akibat perilaku atau perebutan
kepentingan masing-masing individu yang bersangkutan. Kepentingan itu bisa
berkenaan dengan harta, kedudukan atau jabatan, kehormatan, dan lain sebagainya.

5

Konflik sosial berarti pertentangan antara kelompok-kelompok sosial dalam
masyarakat yang diikat atas dasar suku, ras, gender, kelompok, status ekonomi, status

sosial, bahasa, agama, dan keyakinan politik dalam suatu interaksi sosial yang bersifat
dinamis. Baik dalam masyarakat homogen maupun dalam masyarakat majemuk
konflik sosial merupakan hal yang biasa terjadi, bahkan menjadi unsur dinamis yang
melahirkan berbagai kreatifitas masyarakat.
Konflik sosial mustahil dihilangkan sama sekali. Yang harus dicegah adalah
konflik yang menjurus pada pengrusakan dan penghilangan salah satu pihak atau para
pihak yang berkonflik. Oleh karena itu

konflik harus dikendalikan, dikelola, dan

diselesaikan melalui hukum. Yang berarti melalui jalan damai (konsensus).
Konflik adalah suatu kenyataan hidup, tidak terhindarkan dan sering bersifat
kreatif. Jika konflik selalu ada, berarti konflik memang sebenarnya dibutuhkan.
Manfaat konflik antara lain membuat masyarakat menyadari adanya banyak masalah,
mendorong ke arah perubahan yang diperlukan, memperbaiki solusi, menumbuhkan
semangat

mempercepat

perkembangan


pribadi,

menambah

kepedulian

diri,

mendorong kedewasaan psikologis dan menimbulkan kesenangan. (Tjosvold, 2000).
Konflik Suku Agama Ras dan Antar golongan (SARA) adalah pertentangan
yang terjadi dalam masyarakat yang menggunakan perbedaan suku, agama, ras, atau
golongan sebagai alat. Pendekatan konflik (conflic approach) berpangkal pada
pendapat. Setiap masyarakat senantiasa berada di dalam proses perubahan yang tidak
6

pemah berakhir, atau perubahan sosial merupakan gejala yang melekat di dalam setiap
masyarakat.
Setiap masyarakat mengandung konflik di dalam dirinya. Konflik merupakan gejala
yang melekat di dalam setiap masyarakat.Setiap unsur di dalam masyarakat memberikan
sumbangan bagi terjadinya dis-integrasi dan perubahan sosial. Setiap masyarakat
terintegrasi di atas penguasaan atau dominasi oleh sejumlah orang atas jumlah orang-orang
lain.

2.3. PENDEKATAN KONFLIK DALAM SISTEM SOSIAL
David Lockwood menegasan bahwa setiap situasi sosial mengandung dua hal,
yakni: tata tertib sosial yang bersifat normatif dan substratum yang melahirkan
konflik-konflik. Tumbuhnya tata tertib sosial justru mencerminkan adanya konflik
yang bersifat potensial di dalam masyarakat. Menurut pendekatan fungsional
structural, disfungsi, ketegangan-ketegangan, dan penyimpangan-penyimpangan sosial
merupakan penyebab terjadinya perubahan-perubahan kemasyarakatan dalam bentuk
diferensiasi sosial yang semakin kompleks, adalah akibat dari pengaruh faktor-faktor
yang datang dari luar. Tetapi hal tersebut mengabaikan kenyatan-kenyatan sebagai
berikut:
1.

Setiap struktur sosial, di dalam dirinya sendiri, mengandung konflik-konflik
dan kontradiksi-kontradiksi yang bersifat internal, yang pada gilirannya justru

7

menjadi sumber bagi terjadinya perubahan-perubahan sosial.
2.

Reaksi dari suatu system sosial terhadap perubahan-perubahan yang datang dari
luar (extra-systemic change) tidak selalu bersifat adjustive.

3.

Suatu sistem sosial, di dalam waktu yang panjang dapat juga mengalami
konflik-konflik sosial yang bersifat visious circle.

4.

Perubahan-perubahan sosial tidak selalu terjadi secara gradual melalui
penyesuaian-penyesuaian yang

lunak, akan

tetapi dapat juga terjadi secara

revolusioner.

Sedangkan menurut pandangan Structuralist-Non-Marxis, pendekatan konflik
berasal dari anggapan seagai berikut:
1. Setiap masyarakat senantiasa berada di dalam proses perubahan yang tidak pernah
berakhir, atau perubahan sosial merupakan gejala yang melekat di dalam
masyarakat.
2. Setiap masyarakat mengandung konflik-konflik di dalam dirinya, konflik adalah
merupakan gejala yang melekat di dalam setiap masyarakat.
3. Setiap unsur di dalam masyarakat memberikan sumbangan bagi terjadinya
disintegrasi dan perubahan-perubahan sosial.
4. Setiap masyarakat terintegrasi di atas penguasaan attau dominasi oleh sejumlah
orang atas sejumlah orang-orang lain.
Pendekatan ini menegaskan bahwa konflik tidak hanya sebagai gejala yang melekat pada
masyarakat tetapi konflik dianggap bersumber di dalam faktor yang ada di dalam
8

masyarakat itu sendiri. Adanya kenyataan bahwa setiap masyarakat mengenal
pembagian kewenangan (otoritas) secara tidak merata dan mengakibatkan timbulnya dua
macam kategori sosial yaitu: mereka yang memiliki otoritas dan mereka yang tidak
memiliki otoritas. Hal tersebut bagi para pendekatan konflik dianggap sebagai sumber
timbulnya konflik-konflik. Karena dalam pembagian ototrtas akan menimbulkan
kepentingan-kepentingan yang berlawanan satu sama lain.
Kepentingan-kepentingan yang tidak disadari adanya maka ia disebut kepentingankepentingan yang bersifat laten (latent interest), sedangkan yang memilikinya disebut
sebagai kelompok semu (quasi-groups). Kelompok kepentingan yang dimaksud
mempunyai karakteristik tersendiri yang berhubungan dengan suatu legitimasi atas suatu
pola hubungan-hubungan kekuasaan tertentu antara mereka yang memiliki kekuasaan
otoritatif dengan mereka yang tidak memiliki kekuasaan otoritatif. Dengan demikian
kelompok kepentingan di sini yaitu yang berkenaan dengan perkumpulan yang bersifat
politis seperti serikat kerja dan partai politik.
Sementara itu suatu kelompok semu tidaklah dengan sendirinya menjadi
kelompok kepentingan. Menurut Dahrendofr ada 3 macam prasyarat suatu kelompok
semu dapat teroganisir ke dalam bentuk kelompok kepentingan, yaitu:
1.

Kondisi-kondisi teknis, munculnya sejumlah orang tertentu yang mampu
merumuskan dan mengorganisir latent interest dari suatu kelompok semu
menjadi manifest interest berupa kebutuhan-kebutuhan yang secara sadar ingin
dicapai.

9

2.

Kondisi-kondisi politis, ada tidaknya kebebasan politik untuk berorganisasi
yang diberikan oleh masyarakat.

3.

Kondisi-kondisi sosial, yakni adanya sistem komunikasi yang memungkinkan
para anggota dari suatu kelompok semu berkomunikasi satu sama lain dengan
mudah.

Tanpa kondisi- kondisi sosial yang demikian, maka tersedianya pemimpin, ideology
dan kebebasan berorganisasi belum cukup menjamin bahwa para anggota kelompok
kepentingan akan dapat direkrut dengan mudah.
Sebagaimana telah disebutkan karena kelompok tersebut berakar di dalam
kepentingan-kepentingan yang saling berlawanan satu sama lain, maka kelompokkelompok kepentingan itu senantiasa berada di dalam situasi konflik pula. Konsekuensi
yang timbul sebagai akibatnya ialah bertambahnya otoritas pada suatu pihak hal ini berarti
berkurangnya otoritas pada pihak lain.
Oleh karena itu, apa yang dapat dilakukan orang hanyalah mengendalikan agar
konflik yang terjadi di antara berbagai kekuatan sosial yang saling berlawanan tidak akan
terwujud di dalam bentuk kekerasan.
Pendekatan penyelesaian konflik oleh pemimpin dikategorikan dalam dua dimensi
ialah kerjasama atau tidak kerjasama dan tegas atau tidak tegas.
Dengan menggunakan kedua macam dimensi tersebut ada 5 macam pendekatan
penyelesaian konflik ialah :

10

1. Kompetisi
Penyelesaian konflik yang menggambarkan satu pihak mengalahkan atau
mengorbankan yang lain. Penyelesaian bentuk kompetisi dikenal dengan istilah
win-lose orientation.
2. Akomodasi
Penyelesaian konflik yang menggambarkan kompetisi bayangan cermin yang
memberikan keseluruhannya penyelesaian pada pihak lain tanpa ada usaha
memperjuangkan tujuannya sendiri. Proses tersebut adalah taktik perdamaian.
3. Sharing
Suatu pendekatan penyelesaian kompromistis antara dominasi kelompok dan
kelompok damai. Satu pihak memberi dan yang lain menerima sesuatu. Kedua
kelompok berpikiran moderat, tidak lengkap, tetapi memuaskan.
4. Kolaborasi
Bentuk usaha penyelesaian konflik yang memuaskan kedua belah pihak. Usaha ini
adalah pendekatan pemecahan problem (problem-solving approach) yang
memerlukan integrasi dari kedua pihak.
5. Penghindaran
Menyangkut ketidakpedulian dari kedua kelompok. Keadaaan ini menggambarkan
penarikan kepentingan atau mengacuhkan kepentingan kelompok lain.
6. Tidak ekspresif
Bertindak ekspresif ketika ada sesuatu hal yang berbeda dengan kita, kadang

11

menimbulkan terjadinya konflik antarsuku di Indonesia. Sebetulnya, jika kita sudah
mengenal, hal ini tdak akan terjadi. Oleh karena itu, ketika mereka bertindak atau
bertingkah laku tidak sama dengan kita, bahkan jauh berbeda, kita tidak kaget lagi.

2.4. FAKTOR PENYEBAB KONFLIK
Beberapa faktor penyebab terjadinya konflik yakni sebagai berikut :
1.

Perbedaan individu yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
Setiap manusia adalah individu yang unik, artinya setiap orang memiliki perasaan,
logika yang berbeda antara satu dan yang lain. Perbedaan inilah yang sering
menyebabkan konflik sosial, sebab dalam menjalani hidup sosial seorang tidak
selalu sejalan dengan orang yang lainnya. Misalnya ada acara pesta hiburan ada
yang merasa senang dengan pesta itu tetapi ada pula yang terganggu dengan acara
itu karena berisik.

2.

Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang
berbeda.
Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan
pendirian kelompoknya, pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya
akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.

3.

Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
Manusia memiliki pendirian, logika dan perasaan yang berbeda maupun latar
belakang budaya yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan,
12

masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda.
Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang
berbeda.
4.

Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Perubahan adalah suatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu
berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu
terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami
proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilainilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara
cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industi. Nilai-nilai yang berubah itu
seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah
yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya.

2.5.TAHAPAN TERJADI KONFLIK
Menurut Louis R. Pondy (dalam George & Jones, 1999:660) merumuskan lima
episode konflik yang disebut "Pondys Model of Organizational Conflict". Menurutnya,
konflik berkembang melalui lima fase secara beruntun, yaitu : latent conflict,
perceived conflict, felt conflict, manifest conflict and conflict aftermath.
 Tahap I, Konflik terpendam. Konflik ini merupakan bibit konflik yang bisa
terjadi dalam interaksi individu ataupun kelompok dalam organisasi, oleh
karena manajemen organisasi dan perbedaan konsepsi, namun masih di bawah
13

permukaan. Konflik ini berpotensi untuk sewaktu-waktu muncul ke permukaan.
 Tahap II, Konflik yang terpersepsi. Fase ini dimulai ketika para aktor yg
terlibat mulai mengkonsepsi situasi-situasi konflik termasuk cara mereka
memandang, menentukan pentingnya isu-isu, membuat asumsi-asumsi terhadap
motif-motif dan posisi kelompok lawan.
 Tahap III, Konflik yang terasa. Fase ini dimulai ketika para individu atau
kelompok yang terlibat menyadari konflik dan merasakan penglamanpengalaman yang bersifat emosi, seperti kemarahan, frustasi, ketakutan, dan
kegelisahan yang melukai perasaan.
 Tahap IV, Konflik yang termanifestasi. Pada fase ini salah satu pihak
memutuskan bereaksi menghadapi kelompok dan sama-sama mencoba saling
menyakiti dan menggagalkan tujuan lawan. Misalnya agresi terbuka,
demonstrasi, sabotase, pemecatan, pemogokan dan sebagainya.
 Tahap V, Konflik sesudah penyelesaian. Fase ini adalah fase sesudah konflik
diolah. Bila konflik dapat diselesaikan dengan baik hasilnya berpengaruh baik
pada organisasi (fungsional) atau sebaliknya (disfungsional).
Pickering (2006:22,23) membagi tahap-tahap perkembangan konflik, yaitu : tahap
pertama, dimana terjadi perselisihan-perselisihan kecil sehari-hari. Biasanya dalam
kelompok terdapat perbedaan nilai kehidupan, budaya, kebutuhan, dan tujuan hidup.
Perbedaan-perbedaan ini, mulai bersinggungan dan

menimbulkan rasa jengkel, dan
14

sebagainya. Kemudian, tahap kedua, dimana tantangan menjadi lebih besar. Unsur
persaingan mulai menonjol. Bahkan sudah menyangkut urusan pribadi, dan mulai mencari
kesalahan orang lain. Terakhir, adalah tahap ketiga, dimana terjadi pertarungan terbuka,
mengakibatkan tujuan bergeser dari ingin menang menjadi ingin menyakiti.

2.6. DAMPAK KONFLIK
Sejatinya dampak konflik yang terjadi diantara seseorang dengan orang lain
ataupun dengan suatu kelompok dengan kelompok lain memberikan dua dampak
yakni bisa dampak positif ataupun bisa dampak negatif .


Dampak positif dari konflik yaitu:
1. Mendorong untuk kembali mengkoreksi diri. Dengan adanya konflik yang
terjadi, akan membuat kesempatan bagi salah satu ataupun kedua belah
pihak untuk saling merenungi kembali, berpikir ulang tentang kenapa bisa
terjadi perselisihan ataupun konflik diantara mereka.
2. Meningkatkan Prestasi. Dengan adanya konflik, bisa saja membuat orang
yang termajinalkan oleh konflik menjadi merasa mempunyai kekuatan
ekstra sendiri untuk membuktikan bahwa ia mampu dan sukses dan tidak
pantas untuk “dihina”.
3. Mengembangkan alternative yang baik. Bisa saja dengan adanya konflik
15

yang terjadi diantara orang per orang, membuat seseorang berpikir dia
harus mulai mencari alternatif yang lebih baik dengan misalnya bekerja
sama dengan orang lain.


Dampak negatif dari konflik yakni :

1. Menghambat kerjasama. Sejatinya konflik langsung atau tidak langsung akan
berdampak buruk terhadap kerjasama yang sedang dijalin oleh kedua belah pihak
ataupun kerjasama yang akan direncanakan diadakan antara kedua belah pihak.
2. Apriori. Selalu berapriori terhadap “lawan”. Terkadang kita tidak meneliti benar
tidaknya permasalahan, jika melihat sumber dari persoalan adalah dari lawan
konflik kita.
3. Saling menjatuhkan. Ini salah satu akibat paling nyata dari konflik yang terjadi
diantara sesama orang di dalam suatu organisasi, akan selalu muncul tindakaan
ataupun upaya untuk saling menjatuhkan satu sama lain dan membuat kesan
lawan masing-masing rendah dan penuh dengan masalah.

16

BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Pendekatan Konflik dilakukan untuk menemukan pemecahan masalah dari
terjadinya Konflik. Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa
individu dalam suatu interaksi. Perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah
menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain
sebagainya. Dengan dibawa sertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik
merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun
yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok
masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya
masyarakat itu sendiri.
Konflik sendiri tidak selalu harus dihindari karena tidak selalu negatif akibatnya.
Berbagai konflik yang ringan dan dapat dikendalikan (dikenal dan ditanggulangi)
dapat berakibat positif bagi mereka yang terlibat maupun bagi organisasi.

17

DAFTAR PUSTAKA

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Konflik. (tgl 8 April 2018), pkl. 14:24 WIB.
Pickering, Peg.2006. How To Manage Conflict : Kiat Menangani Konflik”:(threed:ed).
Erlangga : Jakarta.
Nasikun.2007.Sistem Sosial Budaya Indonesia. Raja Grafindo : Jakarta.
Ahmadi Abu. 2007. Sosiologi Pendidikan. Rineka Cipta : Jakarta.

18