PENERAPAN TEKNIK PEROLEHAN DATA TUTUPAN

PENERAPAN TEKNIK PEROLEHAN DATA TUTUPAN KANOPI (CANOPY COVER) MENGGUNAKAN PENDEKATAN INDEKS VEGETASI DAN HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT EROSI TANAH

Studi Kasus DAS Tinalah Kabupaten Kulon Progo Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar kesarjanaan S1 pada Fakultas Geografi UGM

Oleh :

Bramantiyo Marjuki No. Mhs. 04/175633/GE/5579 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS GEOGRAFI YOGYAKARTA

2008

KATA PENGANTAR

Pertama - tama penulis ingin memanjatkan puji dan syukur sedalam - dalamnya kepada Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya maka penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

Tulisan ini merupakan laporan dari penelitian yang penulis lakukan guna memenuhi sebagian syarat guna memperoleh gelar Sarjana Sains di bidang geografi pada Jurusan Geografi Lingkungan Fakultas Geografi UGM. Dalam pelaksanaannya, penulis mengalami berbagai kendala dan hambatan, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar- besar kepada nama-nama di bawah ini, karena berkat kebaikan, keiklhasan, dan pengorbanan mereka, penulis bisa mencapai kondisi sekarang dan dapat menyelesaikan penyusunan laporan ini. Mereka adalah:

1. Dr. Junun Sartohadi., M.Sc, selaku Ketua Jurusan Geografi Lingkungan dan Dosen Pembimbing Skripsi, atas begitu besarnya perhatian, gagasan, masukan, dan ilmu yang telah diberikan, serta akses terhadap Citra SPOT-5 yang digunakan dalam penelitian.

2. Dr. H. Hartono., DEA., DESS, selaku Dekan Fakultas Geografi UGM yang telah memberikan ijin penelitian.

3. Drs Tukidal Yunianto., M.Sc dan Barandi Sapta Widartono., S.Si., M.Si, selaku Dosen Penguji Skripsi, yang dengan segala keramahannya telah bersedia menguji, mengkritisi hasil penelitian dan memberikan saran- saran perbaikan yang bermanfaat.

4. Bapak, Ibu, adik-adikku dan keluarga di rumah, atas dukungan moral dan material selama pelaksaan penelitian dan penulisan laporan skripsi, sungguh merupakan pengorbanan yang tak mungkin terbalas.

5. Djaka Marwasta., S.Si., M.Si., dan Drs Projo Danoedoro., M.Sc., Ph.D., dan., yang telah meluangkan waktu untuk berdiskusi baik secara lisan maupun melalui email tentang pemrosesan citra dan ekstraksi data biofisik 5. Djaka Marwasta., S.Si., M.Si., dan Drs Projo Danoedoro., M.Sc., Ph.D., dan., yang telah meluangkan waktu untuk berdiskusi baik secara lisan maupun melalui email tentang pemrosesan citra dan ekstraksi data biofisik

6. Orang-orang baik yang telah membantu dalam kerja lapangan dan meminjamkan Komputer, Printer, Laptop, GPS, dan Kamera digital, Aspian

Noor, Duwi Jalestari, Putu Perdana Kusuma Wiguna, Samudera Ivan Supratikno, Romi Nugroho, Aris Widodo, Fara Dwi Sakti Kartika, Vidyana Arsanti, Wahyu Kuncoro GIL 04, Dini Anggriani SIGPW 04, Tommy Andryan GIL 03, Kun Hidayati Arifah dan Rahmi PWK FT UGM 03.

7. Senior asisten Geografi Lingkungan Rino Cahyadi Srijaya Giyanto S.Si (alm) dan Nugroho Christanto, S.Si yang telah membantu memperoleh Citra SPOT-5, Muhammad Anggri Setiawan S.Si., M.Sc untuk beberapa diskusi tentang erosi, dan Guruh Samodra GIL 04 untuk masukan dan koreksi abstrak.

8. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis yang tidak dapat disebutkan satu per satu, baik dalam pelaksanaan penelitian maupun penulisan skripsi.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini merupakan cerminan betapa masih dangkalnya kemampuan penulis dalam bidang Geografi, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan guna pengembangan kemampuan akademis penulis. Akhirnya, semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat serta balasan atas segala kebaikan yang telah diberikan. Amin.

Yogyakarta, Juli 2008. Penyusun

Bramantiyo Marjuki

PENERAPAN TEKNIK PEROLEHAN DATA TUTUPAN KANOPI (CANOPY COVER) MENGGUNAKAN PENDEKATAN INDEKS VEGETASI DAN HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT EROSI TANAH

Studi Kasus DAS Tinalah Kabupaten Kulonprogo Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Oleh Bramantiyo Marjuki 04/175633/GE/5579

INTISARI

Tujuan daru penelitian ini adalah memetakan kondisi tutupan kanopi vegetasi di DAS Tinalah Kabupaten Kulonprogo menggunakan indeks vegetasi (NDVI) dan mengkaji hubungan tutupan kanopi vegetasi dengan tingkat erosi.

Pemetaan dilakukan dengan menggunakan analisis regresi antara nilai digital NDVI sebagai variabel bebas dan nilai persentase tutupan kanopi vegetasi sebagai variabel terikat. NDVI dalam penelitian ini diturunkan dari Citra SPOT-5 HRG dengan skala dasar pemetaan adalah 1:50.000. Pengumpulan data lapangan untuk menurunkan model dilakukan secara purposive sampling pada dua kelas penggunaan lahan. Analisis hubungan tutupan kanopi vegetasi dan tingkat erosi dilakukan menggunakan tabel silang. Derajat hubungan secara kuantitatif ditentukan menggunakan indeks kappa ( κ).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan NDVI untuk memetakan tutupan kanopi DAS Tinalah belum memberikan hasil yang memuaskan. Hubungan terbaik diberikan oleh model regresi polinomial orde 2 untuk vegetasi pada penggunaan lahan kebun campur dengan nilai korelasi (r) sebesar 0,485 dan

nilai determinasi (r 2 ) sebesar 0,235. Untuk vegetasi pada penggunaan lahan tegalan hubungan terbaik diberikan model regresi eksponensial dengan nilai

korelasi (r) sebesar 0,305 dan nilai determinasi (r 2 ) sebesar 0,093. Analisis tabel silang antara hasil penilaian tingkat erosi dan tutupan kanopi vegetasi

menunjukkan tidak ada hubungan antara dua variabel tersebut dengan nilai ( κ) sebagai nilai korelasi sebesar 0,05.

Kata kunci: tutupan kanopi, NDVI, tingkat erosi

APPLICATION OF CANOPY COVER MAPPING BASED ON VEGETATION INDEX AND ITS RELATIONSHIP WITH EROSION RATE Case Study Tinalah Watershed

Kulonprogo Regency, Yogyakarta Special Province

by Bramantiyo Marjuki 04/175633/GE/5579

ABSTRACT

The main objectives of this research are to apply canopy cover mapping based on vegetation index (NDVI) in Tinalah Watershed and to analyze its relationship with erosion rate.

Mapping was done through regression analysis between NDVI value as independent variable and percentage fraction canopy cover as dependent variable. SPOT-5 HRG imagery was used to derive NDVI map at scale 1:50.000. Purposive sampling at two landuse class was chosen to obtain field data for model generation. Relationship analysis between vegetation canopy cover and erosion rate was done through cross tabulation analysis. Kappa index ( κ) was used to determine its correlation quantitatively.

The study result showed that utilization of NDVI for mapping canopy cover over entire study area was not satisfied. Second order polynomial regression model was the best model for estimating vegetation canopy cover in mixed garden land

use (r = 0,485 and r 2 = 0,235) while exponential regression model was the best model for field crop landuse (r = 0,305 and r 2 = 0,093). Cross tabulation analysis between canopy cover derived from fieldwork and qualitative field assessment of soil erosion rate have shown that both of them was not correlated (k=0,05).

Keywords= Canopy cover, NDVI, erosion rate

4.21 Grafik Hasil Penilaian Tingkat Erosi Pada 42 Lokasi Sampel................ 76

4.22 Diagram Pencar Hubungan NDVI dan Persentase Tutupan Kanopi Vegetasi Pada Penggunaan Lahan Kebun Campur dan Tegalan ........... 78

4.23 Peta Kondisi Tutupan Kanopi Vegetasi Pada Penggunaan Lahan Kebun Campur dan Tegalan DAS Tinalah............................................ 79

4.24a Grafik Perbandingan Nilai Persentase Tutupan Kanopi Hasil Pengukuran dan Hasil Prediksi Untuk Vegetasi Pada Penggunaan Lahan Kebun Campur........................................................ 80

4.24b Grafik Perbandingan Nilai Persentase Tutupan Kanopi Hasil Pengukuran dan Hasil Prediksi Untuk Vegetasi Pada Penggunaan Lahan Tegalan.................................................................... 81

4.25 Bukti Pengaruh Kabut Terhadap Perbedaan Nilai Pantulan Vegetasi Saluran XS2 Pada Penutup Lahan Yang Sama dan Pengaruhnya Terhadap Nilai NDVI............................................................................. 82

4.26 Profil Spektral Antara Area A dan Area B Pada Gambar 4.25 ............. 83 4.27a Foto Area Dengan Tutupan Kanopi Jarang Namun Tutupan Tanahnya Rapat...................................................................................... 84 4.27b Lokasi Gambar 4.26a Pada Citra NDVI.................................................. 84 4.27c Lokasi Gambar 4.26a Pada Citra Komposit 432.................................... 84

4.28 Foto Lahan Tegalan Dengan Tutupan Tanah Rapat dan Jarang............. 88

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Perkembangan studi erosi menggunakan pendekatan spatio-temporal

semakin banyak memperoleh perhatian. Hal ini dikarenakan antara lain adanya kebutuhan data dan penilaian secara cepat (rapid assessment) dalam konteks regional untuk mengidentifikasi area yang terjadi erosi intensif dan penyusunan perencanaan konservasi pada lahan – lahan kritis (De Jong, 1999; Vrieling, 2004).

Studi erosi secara spasial dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu pendekatan kuantitatif menggunakan model erosi dan pendekatan kualitatif dengan factorial scoring (Vrieling, 2004). Kedua pendekatan tersebut memerlukan data spasial faktor-faktor erosi yang meliputi faktor iklim, topografi, tanah dan penutup/penggunaan lahan (Baban dan Yusof, 2001). Tutupan kanopi merupakan salah satu atribut vegetasi yang mempunyai pengaruh besar terhadap erosi. Tutupan kanopi memberikan perlindungan terhadap tanah dari daya rusak air hujan terhadap agregat tanah (Morgan, 2001). Jika kondisi tutupan vegetasi di suatu daerah sangat rapat, maka tanah mendapat perlindungan yang baik dari air hujan, sehingga erosi dengan intensitas tinggi yang dicirikan dengan adanya kenampakan erosi alur dan parit kemungkinan besar tidak akan terjadi (De Jong, 1994; Morgan, 1995). Tutupan kanopi merupakan salah satu parameter utama dalam beberapa model erosi seperti WEPP, RMMF, RUSLE dan SEMMED (De Jong, 1999; Lanteri et al., 2004; Morgan, 2001).

Tutupan kanopi mempunyai karakteristik distribusi spasial yang bervariasi dan heterogen. Distribusi ini seharusnya menjadi pertimbangan utama dalam pemetaan tutupan kanopi untuk studi erosi agar dapat diperoleh hasil estimasi erosi yang akurat dan reliabel (Lanteri et al., 2004), akan tetapi metode untuk menentukan tutupan kanopi yang telah dikembangkan adalah dengan estimasi dan pengambilan sampel di lapangan. Metode sampel ini, selain memerlukan waktu dan biaya yang besar, hasilnya bersifat lokal dan tidak dapat digunakan sebagai Tutupan kanopi mempunyai karakteristik distribusi spasial yang bervariasi dan heterogen. Distribusi ini seharusnya menjadi pertimbangan utama dalam pemetaan tutupan kanopi untuk studi erosi agar dapat diperoleh hasil estimasi erosi yang akurat dan reliabel (Lanteri et al., 2004), akan tetapi metode untuk menentukan tutupan kanopi yang telah dikembangkan adalah dengan estimasi dan pengambilan sampel di lapangan. Metode sampel ini, selain memerlukan waktu dan biaya yang besar, hasilnya bersifat lokal dan tidak dapat digunakan sebagai

Sejak dua dasawarsa terakhir, teknologi penginderaan jauh telah menjadi sumber data spasial yang efektif untuk studi erosi (Jaroslav et al., 1996 dalam Yazidi, 2003). Data penginderaan jauh dapat memberikan informasi faktor pengontrol erosi secara sinoptik pada area yang luas (Lee, tanpa tahun). Kelebihaan ini memungkinkan data penginderaan jauh dapat digunakan untuk memetakan obyek di permukaan bumi secara kontinu dan memperbaiki kelemahan dari teknik sampel. Terlebih bila karakteristik obyek berkorelasi kuat dengan nilai spektral citra, maka pemetaan dapat dilakukan dengan analisis digital. NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) merupakan salah satu produk analisis digital citra penginderaan jauh yang mengandung berbagai macam informasi vegetasi. Atribut spektral NDVI telah diketahui berkorelasi dengan berbagai macam atribut vegetasi, termasuk di dalamnya tutupan kanopi (Larsson, 2002).

DAS Tinalah merupakan salah satu sub DAS dari DAS Progo yang berlokasi di Kabupaten Kulonprogo bagian utara. DAS ini merupakan bagian dari kawasan perbukitan Menoreh utara yang terbentuk akibat proses vulkanik tua dan proses struktural pengangkatan (up-lifting) dilanjutkan proses denudasi, termasuk di dalamnya adalah erosi (Bemmelen, 1970). Sstudi yang dilakukan Hartono (1994) dan Restele (2004) menyimpulkan bahwa lahan – lahan di DAS Tinalah didominasi lahan dengan kelas kemampuan VI dan VII dengan faktor pembatas berupa erosi berat. Proses erosi di DAS ini sudah mencapai taraf berat yang dicirikan dengan ditemukannya berbagai kenampakan erosi, mulai dari erosi DAS Tinalah merupakan salah satu sub DAS dari DAS Progo yang berlokasi di Kabupaten Kulonprogo bagian utara. DAS ini merupakan bagian dari kawasan perbukitan Menoreh utara yang terbentuk akibat proses vulkanik tua dan proses struktural pengangkatan (up-lifting) dilanjutkan proses denudasi, termasuk di dalamnya adalah erosi (Bemmelen, 1970). Sstudi yang dilakukan Hartono (1994) dan Restele (2004) menyimpulkan bahwa lahan – lahan di DAS Tinalah didominasi lahan dengan kelas kemampuan VI dan VII dengan faktor pembatas berupa erosi berat. Proses erosi di DAS ini sudah mencapai taraf berat yang dicirikan dengan ditemukannya berbagai kenampakan erosi, mulai dari erosi

1.2 Perumusan Masalah

Studi erosi secara spasial memerlukan integrasi berbagai macam data spasial faktor erosi. Agar dapat diperoleh hasil yang reliabel dan akurat, data spasial yang digunakan untuk studi erosi haruslah seakurat mungkin, termasuk dalam hal ini pertimbangan variabilitas dan heterogenitas fenomena. Kendala utama dalam penurunan data spasial untuk studi erosi adalah beberapa jenis data masih diukur dengan metode sampel yang tidak mempunyai dimensi area. Data hasil pengambilan sampel ini hanya shahih di lokasi pengambilan sampel. Pemetaan yang dilakukan dengan menggunakan data hasil pengambilan sampel sering dilakukan dengan cara mengekstrapolasi data ke satuan pemetaan (dari dimensi titik ke dimensi area). Ekstrapolasi ini sebenarnya kurang dapat diterima karena dapat menyebabkan ketidakpastian dan kesalahan hasil pengukuran dan pemetaan mengingat heterogenitas dan variabilitas di dalam satuan pemetaan diabaikan. Salah satu atribut vegeasi sebagai faktor erosi yang menghadapi kendala di atas adalah tutupan kanopi.

Citra penginderaan jauh dapat memberikan informasi permukaan bumi secara sinoptik pada area yang luas dalam waktu singkat. Termasuk dalam hal ini adalah informasi vegetasi dan penutup lahan. NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) merupakan salah satu teknik analisis digital data penginderaan jauh untuk memperoleh informasi distribusi spasial vegetasi dan atributnya. NDVI berkorelasi kuat dengan berbagai macam atribut vegetasi seperti biomassa, LAI (Leaf Area Index) dan tutupan kanopi.

Tutupan kanopi vegetasi berpengaruh besar terhadap erosi melalui dua aspek. Pertama, kanopi tumbuhan dapat menahan air hujan dari kontak langsung dengan tanah. Dengan tertahannya butir – butir air hujan oleh kanopi vegetasi, Tutupan kanopi vegetasi berpengaruh besar terhadap erosi melalui dua aspek. Pertama, kanopi tumbuhan dapat menahan air hujan dari kontak langsung dengan tanah. Dengan tertahannya butir – butir air hujan oleh kanopi vegetasi,

Bertolak pada masalah tersebut, maka dapat disusun perumusan masalah sebagai berikut:

1. Apakah NDVI dapat digunakan sebagai sumber data tutupan kanopi?

2. Bagaimana hubungan tutupan kanopi dengan tingkat erosi tanah di DAS Tinalah?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan, penelitian ini bertujuan:

1. Menghitung nilai NDVI dari Citra SPOT-5 HRG multispektral.

2. Memetakan penggunaan lahan DAS Tinalah sebagai basis pemetaan tutupan kanopi pada skala 1:50.000 menggunakan Citra SPOT-5 multispektral dan pankromatik.]

3. Memetakan tutupan kanopi vegetasi pada setiap unit penggunaan lahan di DAS Tinalah pada skala 1: 50.000 menggunakan data NDVI yang diintegrasikan dengan pengukuran lapangan

4. Menilai tingkat erosi DAS Tinalah berdasarkan observasi kenampakan erosi.

5. Mengkaji hubungan tutupan kanopi vegetasi hasil pemetaan sebagai salah satu faktor erosi dengan tingkat erosi tanah di DAS Tinalah.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:

1. Dapat memberikan metode alternatif untuk pemetaan tutupan kanopi.

2. Dapat memberikan informasi hubungan tutupan kanopi dengan intensitas erosi secara empiris berdasarkan kenampakan erosi yang terjadi.

3. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh derajat Sarjana Geografi Lingkungan pada Fakultas Geografi UGM.

1.5 Tinjauan Pustaka

1.5.1 Tinjauan Teoritis

1.5.1.1 Erosi, Proses Erosi dan Faktor yang Mempengaruhi Erosi

Erosi adalah hilang atau terkikisnya tanah atau bagian – bagian tanah dari suatu tempat yang terangkut oleh media alami (air dan angin) te tempat lain (Arsyad, 1989). Erosi menyebabkan berbagai kerusakan tanah dan lahan seperti hilangnya lapisan atas tanah yang subur, berkurangnya kemampuan tanah untuk menyerap dan menahan air, memicu banjir dan pendangkalan. Secara rinci dampak dari erosi disajikan dalam tabel berikut :

Tabel 1.1 Dampak Erosi

Bentuk Dampak di tempat kejadian

Dampak di luar tempat

Dampak erosi

kejadian

Langsung Kehilangan lapisan tanah yang

Pelumpuran dan pendangkalan

baik bagi berjangkarnya akar

waduk, sungai, saluran dan

tanaman

tubuh air lainnya

Kehilangan unsur hara dan

Tertimbunnya lahan pertanian,

kerusakan struktur tanah

jalan dan bangunan lainnya

Peningkatan penggunaan energi Menghilangnya mata air dan untuk produksi

memburuknya kualitas air

Kerusakan banguan konservasi

Kerusakan ekosistem perairan

dan bangunan lainnya Pemiskinan petani dan

Meningkatnya frekuensi dan

pemilik/penggarap tanah

masa kekeringan

Tidak Berkurangnya alternatif

Kerugian oleh memendeknya

langsung penggunaan lahan

umur waduk

Timbulnya tekanan untuk

Meningkatkan frekuensi dan

membuka lahan baru

besar banjir

(Arsyad, 1989) Proses erosi oleh air merupakan kombinasi dua sub proses yaitu (1) penghancuran struktur tanah menjadi butir – butir primer oleh energi tumbuk butir – butir hujan yang menimpa tanah (Dh) dan perendaman oleh air yang tergenang dan pemindahan butir – butir tanah oleh percikan hujan (Th) dan (2) (Arsyad, 1989) Proses erosi oleh air merupakan kombinasi dua sub proses yaitu (1) penghancuran struktur tanah menjadi butir – butir primer oleh energi tumbuk butir – butir hujan yang menimpa tanah (Dh) dan perendaman oleh air yang tergenang dan pemindahan butir – butir tanah oleh percikan hujan (Th) dan (2)

(Arsyad, 1989)

Gambar 1.1 Diagram yang Menunjukkan Proses terjadinya erosi

Erosi merupakan hasil interaksi faktor – faktor yang mempengaruhi dan menyebabkan erosi yang bekerja terhadap tanah. Faktor – faktor tersebut meliputi iklim, topografi, tanah, vegetasi dan pengelolaan lahan (Arsyad, 1989).

Faktor iklim yang mempengaruhi erosi adalah hujan. Karakteristik hujan yang mempengaruhi erosi antara lain besarnya curah hujan, intensitas dan distribusi. Kombinasi ketiga aspek hujan ini menentukan kekuatan dispersi hujan terhadap tanah dan kecepatan limpasan permukaan (Utomo, 1994).

Faktor topografi yang berpengaruh terhadap erosi adalah panjang dan kemiringan lereng. Panjang lereng berpengaruh terhadap volume limpasan, volume limpasan semakin bertambah dengan bertambahnya panjang lereng.

Kemiringan lereng berpengaruh terhadap kecepatan limpasan. Pada lereng curam kecepatan limpasan lebih tinggi daripada lereng landai (Utomo, 1994).

Sifat tanah yang berpengaruh terhadap erosi antara lain tekstur, struktur, bahan organik, permeabilitas, dan kedalaman tanah. Tanah bertekstur pasir mempunyai kapasitas infiltrasi yang tinggi, sehingga dapat mengurangi volume limpasan. Tanah bertekstur pasir halus juga mempunyai kapasitas infiltrasi yang tinggi, namun butir-butirnya mudah terangkut limpasan. Tanah bertekstur lempung mudah tersuspensi oleh hujan dan pori-porinya dapat tersumbat, sehingga dapat menyebabkan erosi berat. Struktur tanah juga berpengaruh terhadap kapasiltas infiltrasi. Struktur granuler mempunyai kapasitas infiltrasi yang lebih besar daripada struktur yang lebih mantap. Bahan organik menghambat aliran limpasan, sehingga limpasan lebih lambat sekaligus meningkatkan infiltrasi. Tanah yang dangkal dan permeabilitasnya cepat lebih peka erosi daripada tanah yang dalam dan permeabilitasnya cepat. Kedalaman tanah juga berpengaruh terhadap kapasitas infiltrasi (Utomo, 1994).

Vegetasi berpengaruh terhadap erosi karena vegetasi dapat melindungi tanah dari kekuatan perusak hujan melalui penahanan dan intersepsi butir hujan oleh kanopi vegetasi. Tertahannya hujan oleh kanopi dapat mengurangi kecepatan jatuh butir hujan dan mengurangi energi hujan ketika mencapai permukaan tanah serta memberikan waktu lebih untuk infiltrasi, sehingga volume dan kecepatan limpasan berkurang. Vegetasi melalui perakaran juga mempengaruhi sifat tanah dalam wujud memperbesar ketahanan massa tanah dari daya rusak hujan dan limpasan serta memperbesar kapasitas infiltrasi melalui peningkatan porositas (Utomo, 1994).

1.5.1.2 Kanopi dan Tutupan Kanopi

Kanopi merupakan lapisan paling atas dalam kumpulan vegetasi, yang dibentuk oleh mahkota (kumpulan daun) tanaman dan menutupi lapisan di bawahnya. Derajat kerapatan kanopi sering dinyatakan dengan tutupan kanopi (canopy cover) yang didefinisikan sebagai persentase area permukaan tanah yang tertutup kanopi proyeksi vertikal dari kanopi vegetasi (Lanteri et al., 2004).

Walaupun demikian, konsepsi tutupan kanopi masih belum sepenuhnya terbakukan. Terdapat dua konsep tentang tutupan kanopi berkaitan dengan teknik pengukuran yang digunakan, yaitu canopy cover dan canopy closure. (Jennings et al., 1999 dalam Korhonen et al., 2006). Definisi canopy cover telah disebutkan di atas, sedangkan definisi canopy closure adalah proporsi bidang langit (open sky) yang ditutupi tumbuhan jika dilihat dari suatu titik. Perbedaan antara canopy cover dan canopy closure dapat dilihat pada Gambar 1.2. Kerancuan lain berkaitan dengan konsepsi tutupan kanopi adalah pertimbangan celah diantara mahkota tanaman sebagai bagian dari kanopi atau tidak. Hal ini penting karena akan berpengaruh terhadap hasil akhir estimasi. Untuk itu Rauitiainen et al., (1995) dalam Korhonen et al, (2006) memperkenalkan konsep tutupan kanopi tradisional dan tutupan kanopi efektif. Perbedaan dari dua konsep tersebut adalah tutupan kanopi tradisional menganggap celah di antara mahkota tumbuhan sebagai bagian dari kanopi, sedangkan tutupan kanopi efektif tidak. Berdasarkan tinjauan di atas, maka konsep tutupan kanopi yang sesuai dengan pengaruh kanopi terhadap erosi dan ekstraksi data tutupan kanopi dari citra penginderaan jauh adalah tutupan kanopi efektif. Konsepsi tutupan kanopi efektif ini yang digunakan dalam penelitian ini.

(a)

(b)

Gambar 1.2 Canopy Cover (a) dan Canopy Closure (b), (Jennings et al., 1999 dalam Korhonen et al., 2006),

1.5.1.3 NDVI (Normalized Difference Vegetation Index)

Vegetasi, sebagaimana tanah dan air, mempunyai karakteristik spektral yang unik dalam merespon energi elektromagnetik matahari yang mengenainya. Vegetasi menyerap banyak energi pada spektrum tampak (terutama biru dan merah), namun banyak memantulkan energi pada spektrum inframerah dekat (Gambar 1.3). Vegetasi hijau menyerap banyak radiasi matahari pada spektrum merah untuk digunakan sebagai sumber energi dalam proses fotosintesis, sedangkan energi pada spektrum inframerah dekat tidak mencukupi untuk mensintesiskan molekul – molekul organik dalam tumbuhan. Penyerapan energi pada spektrum ini hanya akan menyebabkan pemanasan yang berlebihan pada tumbuhan dan berpotensi merusak metabolisme tumbuhan, oleh karena itu dipantulkan dengan kuat (Gates, 1980 dalam Lee, tanpa tahun).

(A = tanah kering, B = Tanah lembab, C = Vegetasi, D = air)

Gambar 1.3. Kurva Pantulan Obyek Tanah, Vegetasi dan Air (Lillesand dan Kiefer, 2004)

Implikasi hal di atas terhadap data penginderaan jauh adalah pada saluran merah citra penginderaan jauh multispektral, vegetasi hijau akan berona gelap dan mempunyai nilai pantulan yang rendah, sedangkan pada saluran inframerah dekat justru sebaliknya (Hoffer, 1978). Dengan transformasi indeks vegetasi, informasi respon vegetasi dari saluran merah dan inframerah dekat dapat dikombinasikan untuk memperoleh informasi vegetasi dengan hasil lebih baik daripada analisis dua saluran secara terpisah (Schreiber, 2007).

Indeks vegetasi adalah suatu formula transformasi matematis yang mengkombinasikan dua atau lebih saluran pada citra penginderaan jauh yang ditujukan untuk memperoleh informasi vegetasi dengan lebih baik. Berbagai macam indeks vegetasi telah dikembangkan, namun NDVI merupakan indeks yang paling banyak diaplikasikan (Lee, tanpa tahun).

NDVI dapat dikalkulasi dengan menggunakan rumus berikut:

( NIR − RED ) (1) ( NIR + RED )

NIR = saluran infra merah dekat RED = saluran merah

(Schreiber, 2007)

1.5.1.4 Hubungan NDVI Dengan Tutupan Kanopi

Nilai spektral NDVI berkaitan dengan banyak atribut dan karakteristik kanopi seperti biomasaa, produktivitas daun, leaf area index, PAR (Photosynthecally Active Radiation) dan tutupan kanopi (Jensen, 1991; Larsson, 2002). Dilihat dari hubungannya dengan obyek vegetasi dan tutupan kanopi vegetasi, nilai -1 hingga 0 dari citra NDVI mengindikasikan obyek bukan vegetasi. Nilai positif rendah (nilai spektral saluran inframerah dekat dan saluran merah berselisih sedikit) mengindikasikan vegetasi dengan kerapatan rendah, sedangkan nilai positif tinggi (nilai spektral saluran inframerah dekat dan saluran merah berselisih banyak) mengindikasikan vegetasi dengan kerapatan/tutupan tinggi (Schreiber, 2007; Lee, tanpa tahun).

1.5.1.5 Sistem Penginderaan Jauh Satelit SPOT-5

Satelit SPOT-5 merupakan generasi kelima dari keluarga Satelit SPOT (Système pour d’Observation de la Terre). SPOT-5 diluncurkan pada tanggal 4 Mei 2002 dengan membawa tiga instrumen penginderaan jauh untuk berbagai misi pemetaan tematik sumberdaya. Instrumen-instrumen penginderaan jauh pada Satelit SPOT-5 merupakan perbaikan dari instrumen generasi satelit sebelumnya. Instrumen tersebut adalah Instrumen HRG (High Resolution Geometric) yang Satelit SPOT-5 merupakan generasi kelima dari keluarga Satelit SPOT (Système pour d’Observation de la Terre). SPOT-5 diluncurkan pada tanggal 4 Mei 2002 dengan membawa tiga instrumen penginderaan jauh untuk berbagai misi pemetaan tematik sumberdaya. Instrumen-instrumen penginderaan jauh pada Satelit SPOT-5 merupakan perbaikan dari instrumen generasi satelit sebelumnya. Instrumen tersebut adalah Instrumen HRG (High Resolution Geometric) yang

Tabel 1.2 Karakteristik Satelit dan Instrumen Pencitraan SPOT-5 dan Satelit Sebelumnya

Peluncuran 4 Mei 2002

24 Maret 1998

1. 22 Februari 1986 2. 22 Januari 1990 3. 20 September 1993

Masa Kerja 5 tahun

3 tahun Orbit

5 tahun

Sinkron Matahari Waktu melintasi ekuator

Sinkron Matahari

Sinkron Matahari

10.30 10.30 10.30 (waktu lokal) Ketinggian orbit (ekuator)

822 km Periode Orbit

822 km

822 km

101,4 menit Sudut inklinasi

101,4 menit

101,4 menit

98,7 derajat Siklus Orbit

98,7 derajat

98,7 derajat

26 hari Instrumen Resolusi tinggi

26 hari

26 hari

2 Sensor HRV - Saluran spektral

2 Sensor HRG

2 Sensor HRVIR

- 2 pankromatik (5m) yang

- 1 Pankromati (10m) bisa dikombinasikan

- 1 Pankromatik (10m)

- 3 VNIR (20m) menjadi 1 pankromatik (2,5

- 3 VNIR (20m)

- 1 SWIR (20m)

m) - 3 VNIR (10m) - 1 SWIR (20m)

- Julat Spektral - P : 0,48-0,71 μm

- P : 0,48-0,71 μm - B1 (Hijau) : 0,50-0,59 μm

- M : 0,61-0,68 μm

- B1 (Hijau) : 0,50-0,59 μm - B2 (Merah) : 0,61-0,68 μm

- B1 (Hijau) : 0,50-0,59 μm

- B2 (Merah) : 0,61-0,68 μm - B3 (NIR) : 0,78-0,89 μm

- B2 (Merah) : 0,61-0,68 μm

- B3 (NIR) : 0,78-0,89 μm - B4 (SWIR) : 1,58-1,75 μm

- B3 (NIR) : 0,78-0,89 μm

- B4 (SWIR) : 1,58-1,75 μm

- Luas Liputan - 60 x 60 km hingga 80 km

- 60 x 60 km hingga 80 km - Resolusi Radiometrik

- 60 x 60 km hingga 80 km

- 8 bits - Resolusi Temporal

- 8 bits

- 8 bits

- 2 hingga 3 hari

- 2 hingga 3 hari

- 2 hingga 3 hari

Sumber: SPOT Image (2006)

Gambar 1.4 Satelit SPOT5 dan Instrumen Pencitraannya (SPOT Image, 2006)

Instrumen HRG pada Satelit SPOT-5 merupakan instrumen yang menghasilkan citra dengan resolusi tinggi pada mode multispektral (10 meter) dan mode pankromatik (5 meter). Citra Pankromatik dari dua Instrumen HRG dengan resolusi 5 meter dapat diintegrasikan untuk menurunkan citra sintesis pankromatik dengan resolusi spasial 2,5 meter yang disebut Supermode (SPOT Image, 2006). Citra turunan ini dapat digabungkan dengan citra multispektral untuk memperoleh citra berwarna pada resolusi spasial 2,5 meter. Instrumen HRG merekam permukaan bumi melalui mekanisme pushbroom scanning baik melalui perekaman nadir atau off nadir viewing sebagaimana instrumen HRV. Mekanisme perekaman nadir dan off nadir Sensor HRG SPOT-5 dapat dilihat pada Gambar

1.4. Kapabilitas perekaman off nadir memungkinkan instrumen HRG dapat digunakan untuk memperoleh citra stereo untuk analisis tiga dimensi dan ekstraksi DEM. Perekaman data pada Instrumen HRG SPOT-5 menggunakan detektor berupa CCD linear array sebanyak 6000 detektor (Richards dan Jia, 2006). Citra yang diperoleh dari instrumen HRG dipasarkan dengan berbagai macam tingkat pemrosesan yang dapat dilihat pada Tabel 1.3.

Gambar 1.5 Perekaman Nadir dan Off-Nadir Pada Instrumen HRG Satelit SPOT-5 (SPOT Image, 2006)

Tabel 1.3 Tingkat Pemrosesan Citra SPOT-5\HRG

Level

Koreksi Radiometrik

Koreksi Geometrik Akurasi posisi

1A - Normalisasi respon CCD untuk

< 50 meter memperbaiki variasi radiometrik yang dikarenakan perbedaan sensitivitas detektor

- N/A

- Pengaruh eksternal (atmosfer) belum dikoreksi.

1B - Sama dengan 1A - Distorsi geometrik sistematik sudah < 30 meter terkoreksi (distorsi panoramik, efek rotasi bumi, variasi ketinggian orbit)

2A - Sama dengan 1A

- Pemrosesan level 1B

< 30 meter - Transformasi koordinat ke UTM - Orthorektifikasi tanpa menggunakan

GCP, hanya menggunakan informasi ephemeris sensor plus DEM dengan resolusi 1 km

2B (Precision) - Sama dengan 1A

- Pemrosesan Level 2A

Tergantung - Penggunaan GCP untuk koreksi

akurasi geometrik guna memperoleh

GCP ketelitian posisi yang lebih baik

3 (Ortho) - Sama dengan 1A

- Pemrosesan Level 2A

< 10 meter, - Orthorektifikasi menggunakan DEM tergantung berkualitas tinggi dan GCP untuk

akurasi mengkoreksi distorsi geometrik

GCP dan

akibat pengaruh medan

DEM

Sumber: SPOT Image (2006).

Instrumen HRG dapat beroperasi pada mode multispektral dan pankromatik. Dibanding instrumen HRV dan HRVIR pada satelit sebelumnya, instrumen HRG mempunyai banyak perbaikan dari segi resolusi spasial dan spektral. Resolusi spasial instrumen HRG mempunyai resolusi spasial 10 meter untuk mode multispektral dan 5 meter untuk mode pankromatik. Resolusi spasial ini lebih baik dari instrumen HRV dan HRVIR yang resolusi spasialnya 20 meter untuk mode multispektral dan 10 meter untuk mode pankromatik. Terlebih dengan menggunakan supermode, dua instrumen HRG pada satelit SPOT-5 dapat menghasilkan citra pankromatik sintesis dengan resolusi 2,5 meter. Perbaikan dari segi resolusi spasial ini memungkinkan Citra SPOT-5 dapat digunakan untuk berbagai aplikasi yang memerlukan detil spasial tinggi dan pemetaan skala detil yang tidak dapat dilakukan oleh Citra SPOT dari satelit sebelumnya. Selain resolusi spasial, resolusi spektral instrumen HRG juga lebih baik dari instrumen HRV dengan adanya penambahan Saluran Inframerah Gelombang Pendek (SWIR) dengan julat spektral 1500-1750 nm. Penambahan saluran ini membuat instrumen HRG mempunyai lebih banyak pilihan komposit warna untuk interpretasi visual dan kapabilitas yang lebih baik dalam klasifikasi multispektral daripada instrumen HRV. Selain itu citra dari instrumen HRG ini juga dapat dieksploitasi untuk aplikasi-aplikasi yang memanfaatkan kelebihan spektral saluran SWIR seperti analisis spektral lahan perkotaan, analisis kelembaban tanah dan kandungan air pada vegetasi. Aplikasi –aplikasi semacam ini tidak dapat diterapkan dengan menggunakan Citra SPOT dari Instrumen HRV (SPOT Image, 2006).

1.5.2 Tinjauan Empiris

Studi yang mengkaji hubungan antara tutupan kanopi dan NDVI telah dilakukan oleh Gitelson (2004) yang melakukan studi penggunaan indeks vegetasi untuk ekstraksi karakteristik biofisik tumbuhan menggunakan citra NOAA- AVHRR di Israel. Hasil yang diperoleh menunjukkan korelasi yang kuat antara

tutupan kanopi dan NDVI pada berbagai jenis tumbuhan (R 2 = 0,94-0,98). Kancheva, Borisova (2006) memperoleh nilai R 2 sebesar 0,95 dan 0,97 dalam

studi hubungan tutupan kanopi dan NDVI pada dua jenis tanah yang berbeda di

Bulgaria menggunakan LANDSAT TM. Hasil serupa juga diperoleh Nagler et al, (2003) dengan hasil nilai R 2 antara NDVI dan tutupan kanopi sebesar 0,82. Studi

dilakukan menggunakan foto udara multispektral di lembah Sungai Colorado Amerika. Carreiras et al., (2006) memperoleh nilai R 2 sebesar 0,72 dalam studi

estimasi tutupan kanopi di daerah Mediteran Portugal menggunakan LANDSAT TM.

Studi ekstraksi data tutupan kanopi dari citra penginderaan jauh untuk studi erosi pernah dilakukan Lanteri et al., (2004) menggunakan citra MODIS di daerah semi arid California Amerika. Hasil studi menunjukkan NDVI dan tutupan kanopi mempunyai korelasi positif kuat (R= 0,88), sehingga persamaan regresi dapat diturunkan dan diaplikasikan untuk mengkalibrasi persentase tutupan kanopi ke seluruh area penelitian dengan tingkat kepercayaan yang tinggi. Data tutupan kanopi yang diperoleh kemudian digunakan sebagai masukan model erosi WEPP.

Studi erosi di DAS Tinalah sendiri pernah dilakukan oleh beberapa peneliti antara lain Wiraswasti (2005); Ariyanto (2004); Setiawan (2005); Restele (2004); Kumalawati (2005), dengan fokus studi yang berbeda – beda, mulai dari evaluasi praktek konservasi hingga valuasi ekonomi erosi terhadap lahan pertanian. Dari beberapa studi erosi yang telah dilakukan, terutama oleh Hartono (1994) dan Restele (2004), keduanya menyimpulkan bahwa tingkat erosi di DAS Tinalah termasuk dalam kategori sedang hingga berat.

1.6. Kerangka Pemikiran

Erosi tanah oleh air merupakan proses yang bervariasi, heterogen dan dinamis secara spasial dan temporal. Variabilitas ini ditentukan oleh variabilitas topografi, iklim, tanah, vegetasi dan pengelolaan lahan yang merupakan faktor – faktor erosi oleh tenaga air. Pengaruh vegetasi terhadap erosi salah satunya berasal dari kondisi tutupan kanopi. Vegetasi dengan kondisi tutupan kanopi yang baik dapat melindungi tanah dari erosivitas hujan, sehingga ketika mencapai permukaan tanah, energi dan kemampuannya untuk melepas butir tanah dari agregat tanah sudah jauh berkurang. Selain itu vegetasi dengan kondisi tutupan Erosi tanah oleh air merupakan proses yang bervariasi, heterogen dan dinamis secara spasial dan temporal. Variabilitas ini ditentukan oleh variabilitas topografi, iklim, tanah, vegetasi dan pengelolaan lahan yang merupakan faktor – faktor erosi oleh tenaga air. Pengaruh vegetasi terhadap erosi salah satunya berasal dari kondisi tutupan kanopi. Vegetasi dengan kondisi tutupan kanopi yang baik dapat melindungi tanah dari erosivitas hujan, sehingga ketika mencapai permukaan tanah, energi dan kemampuannya untuk melepas butir tanah dari agregat tanah sudah jauh berkurang. Selain itu vegetasi dengan kondisi tutupan

Studi erosi dan pemodelan erosi secara spasial dan temporal memerlukan data masukan faktor-faktor yang terlibat dalam proses erosi diatas yang mengakomodasi variabilitas spasial dan temporal faktor-faktor tersebut. Pada kenyataannya, selain data topografi, data faktor – faktor erosi yang diperlukan untuk studi erosi dan pemodelan erosi sebagian besar berasal dari data sampel yang sejatinya bersifat data titik, dimana data ini hanya shahih dan akurat hanya pada lokasi pengambilan sampel. Untuk memenuhi kebutuhan data pada lingkup regional, data hasil pengambilan sampel sering diekstrapolasi ke unit area yang lebih luas dengan asumsi homogenitas karakteristik pada satu unit area. Ekstrapolasi ini sebenarnya kurang dapat diterima karena variabilitas dan heterogenitas fenomena menjadi tidak diperhatikan. Terlebih dalam kenyataannya, faktor-faktor erosi mempunyai variabilitas dan heterogenitas yang besar. Salah satu faktor erosi yang datanya secara konvensional dikumpulkan dengan teknik sampel adalah tutupan kanopi vegetasi. Penggunaan sampel dalam pemetaan tutupan kanopi lebih dipilih karena pemetaan secara menyeluruh memerlukan waktu dan biaya yang tidak sedikit.

Sejak tahun 1972, data penginderaan jauh satelit telah digunakan untuk memperoleh informasi permukaan bumi, pada cakupan area yang luas, dalam waktu yang singkat. Jenis data ini dapat memberikan informasi distribusi spasial dan temporal secara sinoptik, sehingga variabilitas dan heterogenitas fenomena dapat dipetakan dengan baik. Perolehan informasi vegetasi dan karakteristiknya saat ini telah menjadi salah satu fokus utama dalam bidang penginderaan jauh. Terlebih saat ini telah diketahui bahwa atribut spektral data penginderaan jauh berkorelasi dengan berbagai macam atribut vegetasi seperti leaf area index, biomassa, Photosyntecally active radiation dan tutupan kanopi. Dengan demikian, data penginderaan jauh mempunyai potensi sebagai sumber data spasial tutupan Sejak tahun 1972, data penginderaan jauh satelit telah digunakan untuk memperoleh informasi permukaan bumi, pada cakupan area yang luas, dalam waktu yang singkat. Jenis data ini dapat memberikan informasi distribusi spasial dan temporal secara sinoptik, sehingga variabilitas dan heterogenitas fenomena dapat dipetakan dengan baik. Perolehan informasi vegetasi dan karakteristiknya saat ini telah menjadi salah satu fokus utama dalam bidang penginderaan jauh. Terlebih saat ini telah diketahui bahwa atribut spektral data penginderaan jauh berkorelasi dengan berbagai macam atribut vegetasi seperti leaf area index, biomassa, Photosyntecally active radiation dan tutupan kanopi. Dengan demikian, data penginderaan jauh mempunyai potensi sebagai sumber data spasial tutupan

1.7 Batasan Operasional

Daerah aliran sungai adalah seluruh daerah yang dialiri sebuah sungai atau anak sungai yang berhubungan sedemikia rupa sehingga semua aliran yang berasal dari daerah itu keluar sebagai keluaran tunggal (Sutikno, 1985).

Erosi adalah proses pelepasan partikel – partikel tanah dari massa tanah oleh tenaga erosi seperti air dan angin (Morgan, 1995) NDVI adalah indeks yang dihitung dari hasil pengukuran pantulan obyek pada saluran merah dan inframerah citra satelit penginderaan jauh (Lanteri et al.,, 2006)

Tingkat Erosi adalah besarnya erosi yang terjadi pada suatu permukaan tanah (Arsyad, 1989) Tutupan Kanopi adalah proporsi dari area permukaan tanah yang tertutup oleh proyeksi vertikal dari kanopi tumbuhan (Lanteri et al, 2004).

Erosi

Topografi

Citra PJ

Tanah

Erosi potensial

Iklim

NDVI Erosi

Faktor erosi

Nilai spektral

Variasi spasial dan

Tutupan kanopi

Peta tutupan

Gambar 1.6 Kerangka Pemikiran Penelitian

BAB II METODE PENELITIAN

Untuk mencapai tujuan - tujuan penelitian, penelitian dilakukan melalui beberapa tahap sebagai berikut:

2.1 Pengunpulan Data

2.1.1 Macam Data

Untuk dapat memperoleh data tutupan kanopi yang diturunkan dari citra dan bagaimana hubungannya dengan erosi yang terjadi, diperlukan beberapa macam data yang dikategorikan menjadi data primer dan data sekunder. Adapun yang termasuk dalam data primer adalah:

1. Data hasil pengukuran tutupan kanopi di lapangan.

2. Data bentukan erosi dan karakterisiknya. Adapun yang termasuk dalam data sekunder adalah:

1. Data NDVI daerah penelitian.

2.1.2 Sumber Data

Data di atas, sebagian dapat diperoleh dari sumber data berikut:

1. Citra SPOT-5 HRG1 XS resolusi 10 meter dan PAN resolusi 2,5 meter tingkat pemrosesan 1A, rekaman Mei 2006.

2. Peta Rupabumi Indonesia Skala 1:25.000 Tahun 2001 Lembar Sendangagung.

2.1.3 Alat Penelitian

Alat penelitian yang diperlukan untuk memperoleh data adalah sebagai berikut:

1. Peralatan Lapangan untuk pengukuran persentase tutupan kanopi dan bentukan erosi yang meliputi pita ukur, meteran, dan abney level.

2. GPS Garmin 60 untuk memperoleh koordinat titik pengukuran.

3. Kamera digital untuk perekam kenampakan visual di lapangan.

4. Checklist untuk mencatat data lapangan.

5. Perangkat lunak untuk menjalankan model dan analisis data, yang meliputi:

1. ILWIS 3.4 Open Source Version untuk pemrosesan dan analisis data spasial serta penurunan model regresi tutupan kanopi.

2. ENVI 4.3 untuk orthorektifikasi Citra SPOT-5 dan pembuatan Citra NDVI.

3. ArcGIS ArcInfo 9.2 untuk pembuatan peta secara kartografis.

4. Microsoft Excell 2003 untuk analisis tabel silang.

2.1.4` Penentuan Lokasi Sampel

Penentuan lokasi observasi dan pengukuran persentase tutupan kanopi dilakukan dengan menggunakan plot kuadrat. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling dikarenakan hanya dua kelas penggunaan lahan yang menjadi fokus penelitian. Selain itu pada unit penggunaan lahan yang areanya cukup luas, sampel diambil beberapa kali agar dapat diperoleh data yang signifikan secara statistik untuk menurunkan model regresi.

2.1.5 Metode Pengumpulan Data

A. Orthorektifikasi dan Koreksi Radiometrik Citra Citra penginderaan jauh mengandung berbagai distorsi radiometrik dan geometrik. Agar dapat digunakan sebagai sumber data spasial yang akurat, distorsi ini harus dihilangkan. Penelitian ini menggunakan citra SPOT 5 HRG1 Level 1A. Berdasarkan SPOT technical guide (2006), citra level 1A merupakan citra yang sudah terkoreksi radiometrik sistem, namun belum terkoreksi geometrik. Karena baru terkoreksi radiometrik sistem, distorsi radiometrik yang disebabkan pengaruh hamburan atmosfer dan perawanan masih belum tereduksi. Oleh karena itu, distorsi radiometrik dan geometrik citra harus dikoreksi terlebih dulu sebelum digunakan sebagai sumber informasi tematik.

Menurut Danoedoro (1996), terdapat tiga metode sederhana untuk mengkoreksi distorsi radiometrik citra penginderaan jauh, yaitu:

1. Penyesuaian histogram,

2. Penyesuaian regresi,

3. Kalibrasi bayangan, Metode penyesuaian histogram dan penyesuaian regresi tidak dapat diaplikasikan pada citra SPOT yang digunakan untuk penelitian. Hal ini dikarenakan kedua metode tersebut memerlukan informasi nilai spektral dari obyek air jernih dan dalam untuk menentukan nilai bias dan offset, sedangkan citra yang digunakan tidak meliput obyek air jernih dan dalam. Sebagai alternatifnya, metode kalibrasi bayangan yang digunakan. Selain itu, metode kalibrasi bayangan juga memiliki kelebihan dibanding metode penyesuaian histogram dan regresi karena dapat mengkompensasi hamburan atmosfer yang tidak homogen pada seluruh liputan citra, sehingga nilai offset yang diperoleh lebih mewakili.

Metode kalibrasi bayangan menggunakan informasi nilai spektral dari obyek yang tertutup awan dan tidak tertutup awan (obyeknya sama). Dari pembandingan nilai spektral obyek yang tertutup awan dan tidak tertutup awan akan diketahui nilai bias akibat hamburan atmosfer dari setiap saluran. Mengingat gangguan atmosfer tidak homogen di semua tempat, maka pembacaan nilai spektral piksel dilakukan beberapa kali secara menyebar di seluruh liputan citra. Penentuan nilai bias rata-rata ditentukan dengan menggunakan analisis regresi antara nilai spektral obyek yang tertutup awan dan tidak tertutup awan. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

Eit λ = λ A xEis λ + D λ (1 − A λ ) (2)

Eit λ = nilai piksel obyek tertutup awan Eis λ = nilai piksel obyek tidak tertutup awan

D λ = Nilai bias (Danoedoro, 1996) Nilai baru hasil koreksi ditentukan berdasarkan rumus berikut:

DNi = DNo − D λ (3)

DNi = nilai piksel sesudah dikoreksi DNo = nilai piksel sebelum dikoreksi

(Danoedoro, 1996)

Koreksi geometrik citra dapat dilakukan dengan menggunakan transformasi dua dimensi maupun tiga dimensi (Petrie, 2006). Transformasi tiga dimensi disebut juga orthorektifikasi. Pemilihan teknik orthorektifikasi untuk mengkoreksi distorsi geometrik citra didasarkan pada pertimbangan akurasi yang lebih baik dan ketersediaan data pendukung. Transformasi dua dimensi persamaan polinomial tidak dipilih karena transformasi ini tidak dapat mengkompensasi variasi ketinggian medan yang dapat menyebabkan pergeseran bayangan atau relief displacement (Harintaka, 2003). Orthorektifikasi dilakukan menggunakan DEM sebagai sumber data elevasi dan informasi orientasi internal dan eksternal sensor dalam bentuk koefisien RPC (Rational Polynomial Coefficient). DEM diperoleh dari data kontur peta RBI yang diinterpolasi linier. Informasi koefisien RPC diperoleh dari header citra.

B. Pembuatan Peta Unit Penggunaan Lahan Sebagai Satuan Pemetaan Jenis vegetasi yang berbeda mempunyai kondisi penutupan yang berbeda. Selain itu, vegetasi dengan kondisi tutupan yang sama namun jenisnya berbeda, pengaruhnya terhadap erosi juga berbeda. Oleh karena itu, analisis kondisi tutupan kanopi dengan menggunakan data NDVI harus dilakukan secara terpisah pada setiap jenis vegetasi. Hal ini dikarenakan NDVI tidak dapat membedakan jenis vegetasi karena NDVI berkaitan dengan karakteristik internal vegetasi, bukan pada jenis vegetasinya. Skala dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1:50.000. Skala tersebut terlalu kecil untuk pemetaan vegetasi hingga tingkat jenis. Oleh karena itu unit penggunaan lahan digunakan sebagai alternatif satuan pemetaan untuk membedakan jenis vegetasi. Asumsi yang digunakan adalah di dalam satu unit penggunaan lahan, jenis dan karakteristik vegetasinya relatif homogen.

Pembuatan Peta penggunaan lahan skala 1:50.000 diturunkan dari citra SPOT-5. Teknik yang digunakan adalah interpretasi visual dengan mendasarkan pada kunci interpretasi citra. Klasifikasi penggunaan lahan yang digunakan mengikuti klasifikasi penggunaan lahan menurut BAKOSURTANAL dalam Rahardjo (1990). Skema klasifikasi dapat dilihat pada lampiran 4.

Citra SPOT-5 yang digunakan dalam penelitian terdiri dari dua citra, yaitu citra multispektral (XS) dengan resolusi spasial 10 meter dan citra Pankromatik (PAN) dengan resolusi spasial 2,5 meter. Citra multispektral dengan resolusi spasial 10 meter sering kali dianggap kurang detil untuk memperoleh informasi penggunaan lahan pada skala 1: 50.000 (Richards dan Jia, 2006), oleh karena itu informasi dari citra pankromatik perlu ditambahkan untuk mencapai standar kerincian informasi untuk pemetaan penggunaan lahan menurut BAKOSURTANAL. Untuk itu, citra multispektral dan pankromatik digabungkan dengan menggunakan teknik pan-sharpening. Algoritma pan-sharpening yang dipilih digunakan adalah transformasi IHS (Intensity Hue Saturation). Pemilihan algoritma ini didasarkan pertimbangan algoritma IHS dapat memberikan hasil citra dengan kontras yang baik dan layak untuk interpretasi visual.

C. Transformasi NDVI Citra NDVI diturunkan dari saluran XS2 (tampak merah) dan XS3 (inframerah dekat) dari citra SPOT-5. Penurunannya dilakukan menggunakan rumus transformasi berikut:

( XS 3 − XS 2 )

SPOT NDVI =

( XS 3 + XS 2 )

XS2 = SPOT XS saluran 2 (merah) XS3 = SPOT XS saluran 3 (inframerah dekat) Nilai NDVI hasil kalkulasi berkisar antara -1 hingga +1. Nilai di sekitar 0 hingga -1 mengindikasikan obyek bukan vegetasi, sedangkan nilai positif rendah hingga +1 menunjukkan obyek vegetasi dengan berbagai variasi tutupan kanopi.

D Estimasi Tutupan Kanopi di Lapangan Menurut Korhonen et al, (2006), penentuan tutupan kanopi di lapangan melalui pengukuran langsung dapat dilakukan menggunakan alat pengukur (Densiometer, Cajanus Tube), Fotografi (Hemisferikal dan standar) dan estimasi oskular. Teknik pengambilan sampelnya dapat secara plot (point sampling) maupun transek (line intercept sampling). Karena konsep tutupan kanopi yang D Estimasi Tutupan Kanopi di Lapangan Menurut Korhonen et al, (2006), penentuan tutupan kanopi di lapangan melalui pengukuran langsung dapat dilakukan menggunakan alat pengukur (Densiometer, Cajanus Tube), Fotografi (Hemisferikal dan standar) dan estimasi oskular. Teknik pengambilan sampelnya dapat secara plot (point sampling) maupun transek (line intercept sampling). Karena konsep tutupan kanopi yang

Gambar 2.1. USDA FIA Canopy Cover Estimation Chart (Jennings et al., 1999 dalam Korhonen et al., 2006)

Pengukuran dilakukan mengikuti prosedur yang dilakukan Korhonen et al, (2006). Pengukuran dilakukan pada plot sampel berukuran 40 x 40 meter. Lima pengamatan diambil pada setiap plot, meliputi satu pengamatan di tengah plot dan empat yang lain di arah barat laut, tenggara, timur laut dan barat daya pusat plot dengan jarak kurang lebih 15 meter . Representasi plot dapat dilihat pada Gambar

4 m 15 5

40 m

Gambar 2.2 Plot Pengukuran

E. Pengukuran Tingkat Erosi di Lapangan Menurut Linden (1980), penentuan tingkat erosi di lapangan dapat dilakukan secara kualitatif maupun kuantitatif. Dalam penelitian ini, penentuan tingkat erosi dilakukan secara kualitatif berdasarkan kenampakan erosi di lapangan. Bentuk – bentuk erosi yang dapat dijadikan indikator tingkat erosi antara lain kenampakan erosi alur, parit, pedestal, singkapan akar tanaman, armour layer dan tree mound (Stocking, dan Murnaghan, 2001). Tingkat erosi secara kualitatif ditentukan menggunakan kriteria tingkat erosi menurut Morgan (1995) sebagai berikut:

Tabel 2.1 Indikator Tingkat Erosi di Lapangan

Kelas

Indikator

Sangat ringan Tidak terdapat akar pohon yang nampak di permukaan, tidak ada kenampakan pedestal, tidak terdapat permukaan yang keras Ringan

Akar pohon terlihat di atas permukaan tanah, terdapat kenampakan pedestal dan gundukan tanah yang terlindungi vegetasi (tree mound) dengan kedalaman 1-10 mm, terdapat sedikit permukaan kasar (armour layer)