PERBEDAAN DERAJAT GINGIVITIS PADA ANAK T
PERBEDAAN DERAJAT GINGIVITIS PADA ANAK TUNAGRAHITA
USIA 12-15 TAHUN DI SEKOLAH BHAKTI LUHUR MALANG
M. Chair Effendi*, Diah**, Grace V. Octavianus*
Abstrak
Anak tunagrahita terdiri dari beberapa tingkatan keterbelakangan mental, yaitu keterbelakangan mental
tingkat ringan, tingkat sedang, tingkat berat dan tingkat sangat berat, Keterbelakangan tingkat ringan dan tingkat
sedang adalah tingkatan anak tunagrahita yang dibina atau dididik oleh Sekolah Bhakti Luhur Malang. Kesehatan
gigi dan mulut pada anak tunagrahita tidak dapat dipastikan apakah terawat dengan baik atau buruk karena semua
tergantung dari orang tuanya atau orang yang ada disekelilingnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
perbedaan derajat gingivitis terhadap tingkatan tunagrahita di Sekolah Bhakti Luhur Malang dan juga untuk
mengetahui perbedaan derajat gingivitis anak tunagrahita yang tinggal di dalam asrama dengan yang berada di luar
asrama.Penelitian ini merupakan jenis penelitian survei analitik dengan menggunakan desain cross sectional
dengan jumlah total sampel sebanyak 41 anak. Penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2011 di Sekolah Bhakti
Luhur Malang, dengan memeriksa keadaan rongga mulut, khususnya derajat gingivitis ke 41 anak tunagrahita. Data
dianalisis dengan uji non parametrik dan didapatkan besar korelasinya adalah 0,445 (p > 0,05) yang menunjukkan
bahwa tidak terdapat perbedaan antara derajat gingivitis anak tunagrahita tingkat ringan dengan anak tunagrahita
tingkat sedang di Sekolah Bhakti Luhur Malang. Untuk perbedaan derajat gingivitis anak tunagrahita yang tinggal di
asrama dengan di luar asrama juga digunakan uji non parametrik dengan hasil 0,007 yang berarti (p < 0,05)
sehingga terbukti bahwa ada perbedaan derajat gingivitis pada anak tunagrahita yang diasrama dan diluar asrama.
Kata Kunci: anak tunagrahita, tingkat keterbelakangan mental, derajat gingivitis.
Abstract
Mental retarded children are categorized into some levels of mental retardation is mild level, moderate
level, severe level and profound level of mental retardation. Mild level and moderate level of mental retardation who
was educated in Bhakti Luhur Malang School. It can not be determined easily whether the oral and dental health of
the mental retarded children because it relies much on their parents or those who are close to them. The study aims
to know the difference of gingivitis level in relation to mental retardation level in Bhakti Luhur Malang and also the
difference of gingivitis level between mental retarded children who live in dormitory and their counterparts who don’t
live in dormitory. The study is analytical survey type of study and uses cross sectional design with total number of
sample of 41 children. The study was conducted in August 2011 in Bhakti Luhur Malang through the examination of
oral cavity condition, especially for gingivitis level of those 41 mental retarded children. Data is analyzed by using
non parametric test and the resulted correlation is 0.445 (p > 0.05) showing that there is no difference of gingivitis
level between mild level mental retarded children and moderate level mental retarded children in Bhakti Luhur
Malang. For the difference of gingivitis level between mental retarded children who live in dormitory and their
counterparts who don’t live in dormitory, the study also uses non parametrictest with the result of 0.007 meaning that
(p < 0.05) is found, so it can be shown that there is difference of gingivitis level between mental retarded children
who live in dormitory and their counterparts who don’t live in dormitory.
Keywords : mental retarded children, level of mental retardation, level of gingivitis.
*
Program Studi Pendidikan Dokter Gigi FKUB
**
Program Studi Pendidikan Dokter Gigi FKUB
PENDAHULUAN
Anak tunagrahita adalah anak yang
dibina kerjasama antara anak tunagrahita
mengalami hambatan atau keterlambatan dalam
dengan dokter gigi. Orang tua dari anak
perkembangan mental (fungsi intelektual di
tunagrahita juga harus diberi nasihat untuk
bawah
disertai
merawat kesehatan mulut anaknya, seperti cara
untuk
dan penggunaan sikat gigi dan pasta gigi
belajar dan untuk menyesuaikan diri.1 Jumlah
berfluoride pada anak mereka, maupun kontrol
penderita keterbelakangan mental di Indonesia
makanan. 6
teman-teman
seusianya)
ketidakmampuan/kekurangmampuan
oleh WHO diperkirakan antara 5-9%, yang
berarti
7-11 juta dari
seluruh penduduk
Gingivitis adalah peradangan gusi yang
paling sering terjadi dan merupakan perubahan
Indonesia, tetapi data yang tepat belum ada.2
patologis
Terdapat beberapa klasifikasi dengan anak
mikroorganisme
keterbelakangan mental atau yang disebut
menyebabkan kerusakan epitel, sel jaringan ikat
dengan
klasifikasi
dan jaringan intraseluler.7 Salah satu penyebab
didasarkan pada taraf intelegensinya yang terdiri
utama gingivitis adalah iritasi bakteri. Bentuk
dari keterbelakangan ringan, sedang, dan berat.3
penyakit gusi yang umum terjadi adalah gingivitis
Kondisi rongga mulut anak tunagrahita
kronis yang ditandai dengan pembengkakan gusi
dengan anak normal adalah sama, hanya
dan lepasnya epitel perlekatan. Gingivitis
sebagian besar penderita cacat ini mempunyai
mengalami perubahan warna gusi mulai dari
kesehatan mulut yang buruk dari penderita
kemerahan sampai merah kebiruan sesuai
normal.2 Semua ini disebabkan karena kondisi
dengan bertambahnya proses peradangan yang
keterbelakangan
terus menerus.7
tunagrahita,
umumnya
anak
tersebut,
sehingga
gingival
yang
disebabkan
oleh
dalam
sulkus
yang
menyebabkan fungsi dan kemampuan mereka
Kebersihan rongga mulut penting untuk
terbatas serta kurangnya pengetahuan dan
dijaga agar tidak menimbulkan penyakit pada
perhatian orang tua terhadap kesehatan gigi dan
mulut dan gigi, terutama pada anak dengan
mulut
menderita
keterbelakangan mental yang memiliki kesulitan
ini
juga
dalam memelihara kebersihan rongga mulutnya.
disebabkan tidak banyak dokter gigi yang telah
Untuk menentukan derajat gingivitis digunakan
memperoleh
dalam
Modified Gingival Index untuk melihat keadaan
perawatan gigi pada penderita keterbelakangan
inflamasi gingiva terhadap timbulnya gingivitis
mental
marginalis kronis.
pada
keterbelakangan
anak-anak
yang
mental.4
Hal
pendidikan
karena
dasar
khusus
rasa
ketidakmampuan untuk menghadapi
takut
dari
situasi.5
Berdasarkan latar belakang diatas,
Perawatan gigi pada anak tunagrahita
peneliti ingin melakukan penelitian pada anak
memerlukan pengertian, kesabaran dan harus
tunagrahita usia 12-15 tahun di Sekolah Bhakti
menyediakan waktu yang cukup karena sulitnya
Luhur Malang untuk mengetahui perbedaan
derajat gingivitis pada anak tunagrahita dengan
ini adalah dapat memberikan informasi guna
keterbelakangan mental tingkat ringan dan anak
melakukan
tunagrahita dengan keterbelakangan mental
pencegahan dan perawatan dan juga menambah
tingkat sedang dan juga perbedaan derajat
ilmu pengetahuan tentang pentingnya perawatan
gingivitis pada anak tunagrahita yang tinggal di
kesehatan gigi dan mulut pada anak dengan
asrama dan anak tunagrahita yang tinggal
keterbelakangan mental.
tindak lanjut baik dalam hal
bersama orang tuanya. Manfaat dari penelitian
itu, untuk mencari perbedaan derajat gingivitis
METODE PENELITIAN
Desain
penelitian
yang
digunakan
adalah penelitian analitik observasional dengan
pendekatan
cross
sectional.
pada anak tunagrahita yang tinggal di asrama dan
yang tinggal bersama dengan orang tuanya.
Penelitian
dilaksanakan di Sekolah Bhakti Luhur Malang.
HASIL PENELITIAN
Jumlah total responden dalam penelitian
Sampel studi dalam penelitian ini adalah anak
tingkat
ini sebesar 41 anak. Jumlah ini adalah
ringan dan dengan keterbelakangan tingkat
keseluruhan jumlah anak tunagrahita di Sekolah
sedang baik yang tinggal di asrama maupun yang
Bhakti Luhur Malang yang mempunyai tingkat
tinggal bersama dengan orang tuanya (non
intelegensi
asrama) usia 12-15 tahun di Sekolah Bhakti Luhur
penelitian
Malang. Data yang digunakan adalah data
keterbelakangan ringan dan 19 anak yang
populasi
menderita keterbelakangan sedang. Anak-anak
tunagrahita
dengan
(total
keterbelakangan
sampling)
dikarenakan
Dalam penelitian ini orang tua/wali anak
tunagrahita dari Sekolah Bhakti Luhur Malang
dibagikan
inform
ini,
sampai
22
anak
sedang.
yang
Dalam
menderita
tersebut diperiksa dan diukur skor derajat
keterbatasan jumlah sampel.
akan
ringan
consent
gingivitisnya menggunakan Modified Gingival
Index (MGI).
Berikut adalah data deskriptif yang
sebagai
persetujuan untuk dilakukan penelitian pada anak
berhasil dikumpulkan selama penelitian:
mereka. Setelah disetujui, dilakukan pemeriksaan
Tabel
1.
Distribusi
Frekuensi
Responden
Berdasarkan Tingkatan Tunagrahita
oleh peneliti dan dibantu oleh dokter gigi PSPDG
FK UB untuk mengetahui kriteria gingivitis. Kriteria
Tunagrahita
Percent
Valid Percent
ringan
22
53,7
53,7
53,7
sedang
19
46,3
46,3
100,0
Total
41
100,0
100,0
yang diperoleh dimasukkan ke dalam lembar
pemeriksaan yang telah dipersiapkan. Kemudian
dilakukan analisis untuk mencari ada tidaknya
perbedaan
derajat
gingivitis
pada
tunagrahita
dengan
keterbelakangan
anak
mental
tingkat ringan dan anak tunagrahita dengan
keterbelakangan mental tingkat sedang. Selain
Valid
Cumulative
Frequency
Percent
Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Derajat
Gingivitis
Derajat Gingivitis
Valid
Gambar
1.
Diagram
Pie
Distribusi
Frekuensi
Responden Berdasarkan Tingkatan Tunagrahita
Valid
Cumulative
Percent
Percent
Frequency
Percent
Skor 0
3
7,3
7,3
7,3
Skor 1
11
26,8
26,8
34,1
Skor 2
22
53,7
53,7
87,8
100,0
(Skor MGI)
Skor 3
5
12,2
12,2
Total
41
100,0
100,0
Dari table 1 dan pie diagram dapat dilihat
bahwa
jumlah
anak
tunagrahita
dengan
keterbelakangan mental tingkat ringan lebih
banyak daripada anak tunagrahita dengan
keterbelakangan mental tingkat sedang.
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden
Gambar 3. Diagram Batang Distribusi Responden
Berdasarkan Tempat Tinggalnya
Tempat tinggal
Valid
Frequency
Percent
Berdasarkan Derajat Gingivitis
Valid
Cumulative
Percent
Percent
Dari tabel maupun grafik diatas terlihat
Non asrama
19
46,3
46,3
46,3
bahwa derajat gingivitis skor 2 modified gingival
Asrama
22
53,7
53,7
100,0
Total
41
100,0
100,0
index menduduki peringkat terbanyak (53,7% atau
22 anak) sedangkan yang paling sedikit adalah
derajat gingivitis skor 0 modified gingival index
(12,2% atau 3 anak).
Tabel 4. Tabel Silang Antara Tingkat Keterbelakangan
Mental Anak Tunagrahita dengan Derajat Gingivitisnya
Gambar
2.
Diagram
Pie
Distribusi
Frekuensi
Responden Berdasarkan Tempat Tinggalnya
Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
sebagian besar responden (53,7%) menetap di
asrama dan
(46,3%) tetap diasuh oleh orang
tuanya (non asrama).
Dalam penelitian ini indeks gingivitis
dilakukan dengan perhitungan menggunakan
Tabel 5. Tabel Silang Antara Tempat Tinggal
dengan Derajat Gingivitis
Modified Gingiva Index (MGI). Skor MGI diperoleh
Tunagrahita
dengan memberi skor untuk 4 sisi tiap gigi,
kemudian
dijumlah
dan
dibagi
4
untuk
mendapatkan skor rata-rata 1 gigi. Setelah
Derajat Gingivitis
ringan
Skor
Skor 0
MGI
didapatkan skor untuk masing-masing gigi, skor
diperiksa.
Count
1
2
3
33,3%
66,7%
100,0%
% within Tunagrahita
4,5%
10,5%
7,3%
Count
7
4
11
% within Skor MGI
63,6%
36,4%
100,0%
% within Tunagrahita
31,8%
21,1%
26,8%
Skor 2
Berdasarkan
derajat
gingivitisnya,
sebagian besar responden (53,7% = 22 anak)
mengalami derajat gingivitis skor 2 modified
gingival index dan sebagian kecil (12,2% = 5
anak) yang mengalami derajat gingivitis skor 3
Tempat
tinggal 9
13
Count
Derajat gingivitis
Total
% within Skor MGI
Skor 1
tersebut dijumlah lalu dibagi jumlah gigi yang
sedang
% within Skor MGI
% within Tunagrahita
Skor Skor 0 Count
Skor 3
Count
MGI
% within Skor MGI
% within Skor MGI
% within Tempat tinggal
% within Tunagrahita
Skor 1 Count
Total
Count
Non59,1%
asrama
59,1%
0
1
,0%
20,0%
,0%
4,5%
2
22
22
40,9%
Asrama Total
47,4%
3
3
4
100,0% 100,0%
80,0%
13,6%
7,3%
21,1%
9
19 11
100,0%
53,7%
5
100,0%
12,2%
41
% within
Skor MGI
% within
Skor MGI
18,2%
53,7% 81,8%46,3%100,0% 100,0%
% within
Tempat
tinggal
% within
Tunagrahita
10,5%
100,0% 40,9%
100,0%26,8%
Count
14
8
22
(7,3%) yang tidak menderita gingivitis. Bila
% within Skor MGI
63,6%
36,4%
100,0%
dikelompokkan
% within Tempat tinggal
73,7%
36,4%
53,7%
Count
3
2
5
% within Skor MGI
60,0%
40,0%
100,0%
% within Tempat tinggal
15,8%
9,1%
12,2%
Count
19
22
41
% within Skor MGI
46,3%
53,7%
100,0%
% within Tempat tinggal
100,0%
100,0%
100,0%
modified gingival index, dan hanya 3 anak saja
Skor 2
lagi
berdasarkan
tingkat
Skor 3
tunagrahitanya, maka pada anak-anak tunagrahita
dengan keterbelakangan mental tingkat ringan
sebagian besar (59,1% = 13 anak) menderita
derajat gingivitis skor 2 modified gingival index.
Total
Sedangkan pada anak tunagrahita dengan
keterbelakangan mental tingkat sedang sebagian
Dari tabel dan grafik diatas menunjukkan
besar (47,4% = 9 anak) juga menderita derajat
bahwa ada perbedaan dalam hal derajat gingivitis
gingivitis skor 2 modified gingival index.
antara anak tunagrahita yang bertempat tinggal di
asrama dengan anak tunagrahita yang bertempat
tinggal bersama orang tuanya. Pada anak yang
bertempat tinggal di asrama, sebagian besar
(40,9% = 9 anak) menderita derajat gingivitis skor
1 modified gingival index sedangkan pada anakanak tunagrahita yang bertempat tinggal bersama
orang tuanya sebagian besar (73,7% = 14 anak)
menderita derajat gingivitis skor 2 modified
gingival index.
100,0%
Dari data diatas kemudian dilakukan uji
tunagrahita sedang Jumlah anak tunagrahita ini
komparasi Mann Whitney-U untuk mencari
sebenarnya tidak bisa dijadikan patokan bagi
perbedaan antara derajat gingivitis pada anak
penentuan jumlah anak tunagrahita yang ada
tunagrahita
pada masyarakat. Menurut statistik, diperkirakan
dengan
keterbelakangan
mental
tingkat ringan dan anak tunagrahita dengan
angka
keterbelakangan mental tingkat sedang. Dari hasil
tunagrahita) berat sekitar 0,3% dari seluruh
analisis data didapatkan nilai p sebesar 0.445,
populasi dan hampir 3% mempunyai IQ dibawah
atau probabilitas diatas 0,05 (0,445 > 0,05) yang
70. Sebagai sumber daya manusia tentunya
berarti tidak ada perbedaan yang bermakna (tidak
mereka tidak bisa dimanfaatkan karena 0,1% dari
signifikan)
derajat
gingivitis
anak-anak ini memerlukan perawatan, bimbingan
tunagrahita
dengan
keterbelakangan
antara
anak
mental
kejadian
retardasi
mental
(anak
serta pengawasan sepanjang hidupnya.8
Pola
tingkat ringan dengan anak tunagrahita dengan
asuh
anak
tunagrahita
yang
keterbelakangan mental tingkat sedang usia 12-15
dilaksanakan di Sekolah Bhakti Luhur Malang
tahun di Sekolah Bhakti Luhur Malang.
menerapkan kebijaksanaan yang terbuka, dalam
Begitu juga untuk mencari perbedaan
arti, orang tua diperkenankan mengasuh anaknya
derajat gingivitis pada anak tunagrahita yang
yang mengalami keterbelakangan intelektual
tinggal di asrama dan anak tunagrahita yang
(retardasi mental) dirumah sendiri atau ditempat
tinggal bersama orang tuanya usia 12-15 tahun di
lain diluar institusi dengan pengawasan/supervisi
Sekolah Bhakti Luhur Malang, digunakan uji
dari pihak Bhakti Luhur. Hal ini terlihat pada data
komparasi Mann Whitney-U. Dari hasil analisis
yang diperoleh selama penelitian. Dari 41 anak
data didapatkan probabilitas dibawah 0,05 (0,007
tunagrahita, yang diasuh oleh orang tuanya
< 0,05) sehingga dapat disimpulkan memang ada
sendiri atau non asrama sebanyak 19 anak
perbedaan
(46,3%).
derajat
gingivitis
pada
anak
Pola
asuh
seperti
ini
banyak
tunagrahita yang tinggal di asrama dan anak
mendatangkan manfaat terutama kepada anak
tunagrahita yang tinggal bersama orang tuanya
tunagrahita tersebut. Kasih sayang dan perhatian
usia 12-15 tahun di Sekolah Bhakti Luhur Malang.
yang diberikan oleh orang tuanya akan banyak
membantu perkembangan fisik dan mental dari
PEMBAHASAN
anak tunagrahita.
Berdasarkan penelitian tentang derajat
Pada umumnya pasien dengan retardasi
gingivitis pada anak tunagrahita usia 12-15 tahun
mental memiliki kesehatan rongga mulut dan oral
di Sekolah Bhakti Luhur Malang yang diteliti
hygiene yang lebih rendah dibanding dengan
selama bulan Agustus 2011 dengan total sampel
orang
sebanyak 41 anak tunagrahita, didapatkan data
ketidakmampuannya dalam merawat dirinya,
22 anak (53,7%) yang menderita tunagrahita
anak-anak tunagrahita hampir selalu dihadapkan
ringan dan 19 anak (46,3%) yang menderita
kepada permasalahan kesehatan, diantaranya
tanpa cacat
perkembangan.9 Akibat
adalah gingivitis. Hal ini disebabkan karena
Pada penelitian ini juga didapatkan hasil
mikroorganisme dalam sulkus menyebabkan
yang cukup menarik, yakni terdapat perbedaan
kerusakan epitel, sel jaringan ikat dan jaringan
derajat dan prevalensi gingivitis pada anak
intravaskuler.7
tunagrahita yang berada pada asrama dengan
Pada hasil penelitian didapatkan hasil
bahwa
antara
anak
tunagrahita
yang hidup diluar asrama (tinggal bersama orang
dengan
tuanya). pada anak yang bertempat tinggal di
keterbelakangan mental tingkat ringan dan
asrama, sebagian besar (40,9%) menderita
keterbelakangan mental tingkat sedang ternyata
derajat gingivitis dengan skor 1 modified gingival
memiliki kesamaan dalam derajat gingivitis yang
index (MGI) yaitu, peradangan ringan dengan
dideritanya, dapat dilihat bahwa anak tunagrahita
kriteria sedikit perubahan warna, dan sedikit
dengan keterbelakangan mental tingkat ringan
perubahan pada tekstur disetiap bagian tapi tidak
sebanyak 13 anak sedangkan anak tunagrahita
melibatkan seluruhnya, marginal atau papillary
dengan keterbelakangan mental tingkat sedang
gingiva. Pada anak-anak tunagrahita yang
sebanyak 9 anak. Pada anak tunagrahita dengan
bertempat tinggal non asrama sebagian besar
keterbelakangan mental tingkat ringan prevalensi
(73,7%) menderita derajat gingivitis dengan skor 2
terbanyak adalah derajat gingivitis dengan skor 2
modified gingival index (MGI) yaitu, peradangan
modified gingival index (MGI) yaitu, peradangan
ringan dengan kriteria sedikit perubahan warna,
ringan dengan kriteria sedikit perubahan warna,
sedikit perubahan pada tekstur dari setiap bagian
sedikit perubahan pada tekstur dari setiap bagian
yang melibatkan seluruh bagian marginal atau
yang melibatkan seluruh bagian marginal atau
papilla gingiva. Buruknya kebersihan mulut dan
papilla gingiva, begitupula pada anak tunagrahita
tingginya prevalensi penyakit periodontal dan
dengan keterbelakangan mental tingkat sedang.
karies gigi merupakan ciri-ciri yang umumnya
Tidak adanya perbedaan yang bermakna
dapat ditemukan pada anak tunagrahita atau
antara tingkat keterbelakangan mental anak
penderita retardasi mental. Oleh karena itu
tunagrahita
didalam pemeliharaan kesehatan oral hygiene,
dengan
derajat
gingivitis
ini
menunjukkan bahwa baik anak tunagrahita ringan
anak-anak
maupun sedang masih belum mampu untuk
bantuan orang dewasa terutama oleh orang
memelihara
tuanya.
kesehatan
gigi
dan
mulutnya.
tunagrahita
sangat
memerlukan
National Institute of Child Health and
Munculnya gingivitis pada anak-anak tunagrahita
atau anak yang memiliki keterbelakangan mental
Human
ini dapat dipahami karena pada umumnya anak
Center (2010) menyatakan bahwa sesungguhnya
dengan retardasi mental (tunagrahita) selalu tidak
penderita tunagrahita ringan sampai sedang
dapat mempertahankan kebersihan mulutnya
memiliki peluang untuk mendapatkan kualitas
dengan baik. Oral hygiene sangat berpengaruh
hidup yang lebih baik melalui perilaku adaptif yang
terhadap timbulnya gingivitis.
Development
Information
Resource
diajarkan
secara
intensif oleh
orang-orang
disekelilingnya (keluarga).10
Sebagaimana
diketahui,
sifat
fisis
makanan yang manis dan makanan yang bersifat
Anak tunagrahita yang diasuh diluar
lunak atau campuran semi liquid membutuhkan
asrama, pada umumnya mereka berasal dari
sedikit pengunyahan menyebabkan debris lebih
keluarga yang cukup berada (Panti Bhakti Luhur,
mudah melekat disekitar gigi dan bisa berfungsi
2011) berpendidikan dan sangat memperhatikan
sebagai sarang bakteri serta memudahkan
tumbuh kembang dan oral hygiene anaknya.
pembentukan karang gigi.13
Kondisi inilah yang menyebabkan perbedaan
Suatu penelitian yang dilakukan terhadap
prevalensi atau angka kejadian gingivitis yang
sekelompok anak, ditemukan sedikit sekali yang
diderita oleh anak-anak tunagrahita yang dirawat
membersihkan mulutnya segera setelah makan.
di asrama dengan yang dirawat diluar asrama.
Pada kondisi mulut yang tidak hygienis tersebut
Namun jika ditinjau dari derajat gingivitisnya,
terjadi sejumlah penumpukan makanan, sehingga
justru anak yang diasuh di rumah (luar
setiap tempat dimana terdapat plak yang
asrama/non asrama) lebih banyak menderita
mengandung banyak bakteri akan menyebabkan
gingivitis dengan skor 2 MGI yaitu, peradangan
infeksi/inflamasi pada gingiva. Kebiasaan makan
ringan dengan kriteria sedikit perubahan warna,
makanan yang manis-manis cenderung dilakukan
sedikit perubahan pada tekstur dari setiap bagian
sehingga hal ini juga dapat memperparah
yang melibatkan seluruh bagian marginal atau
keadaan gingivitis pada anak tunagrahita.12
papilla gingiva daripada anak tunagrahita yang di
asuh di asrama. Hal ini diduga akibat perbedaan
perilaku makan dari anak-anak tunagrahita
1. Tidak ada perbedaan derajat gingivitis (P =
0.445 > α = 0.05) antara anak tunagrahita
tersebut.
Pada anak tunagrahita yang diasuh di
rumah,
KESIMPULAN
cenderung
diberi
makanan
dengan keterbelakangan mental tingkat
yang
ringan dan anak tunagrahita dengan
mengandung karbohidrat serta snack diantara
keterbelakangan mental tingkat sedang
waktu makan yang biasanya berupa makanan
usia 12-15 tahun di Sekolah Bhakti Luhur
yang manis-manis dan lengket sedangkan
Malang. Pada anak tunagrahita dengan
kemampuan untuk memelihara kesehatan gigi dan
keterbelakangan mental tingkat ringan lebih
mulutnya sangat kurang dan tidak diarahkan oleh
banyak menderita derajat gingivitis skor 2
orang tua untuk membersihkan giginya setelah
Modified Gingival Index (MGI), yaitu
mengkonsumsi makanan tersebut.12 Sedangkan di
peradangan ringan. Demikian pula pada
asrama, anak tunagrahita diberikan diet makanan
anak tunagrahita dengan keterbelakangan
biasa dengan jam makan yang teratur sehingga
mental tingkat sedang.
konsumsi snack atau makanan yang manis-manis
lebih terkontrol.
2. Ada perbedaan bermakna dengan P =
0,007 < α = 0,05 antara derajat gingivitis
anak tunagrahita yang bertempat tinggal di
perlu pula menyelami keadaan para
asrama dengan yang tinggal bersama
tunagrahita.
orang tuanya. Pada anak tunagrahita yang
Hasil penelitian ini dapat dipergunakan
tinggal di asrama lebih banyak yang
sebagai dasar untuk menyusun program
menderita derajat gingivitis skor 1 Modified
perawatan gigi dan mulut pada anak
Gingival Index (MGI), yaitu peradangan
tunagrahita.
ringan yang tidak melibatkan seluruhnya,
marginal dan papillary ingival sedangkan
anak tunagrahita yang tinggal bersama
orang tuanya (non asrama) menderita
derajat gingivitis skor 2 Modified Gingival
Index (MGI), yaitu peradangan ringan yang
melibatkan seluruh bagian marginal dan
ingiva ingival.
SARAN
Untuk mengatasi masalah gingivitis yang
dijumpai pada anak tunagrahita usia 1215 tahun yang tinggal di asrama maka
diperlukan tindakan oral prophylaxis yang
baik dan penyuluhan kesehatan gigi
kepada suster atau pengurus asrama
terutama dalam hal membersihkan gigi
yang efektif.
Selain itu perlu kiranya ditanamkan suatu
pengertian yang baik tentang kesehatan
gigi dan mulut kepada orang tua anak
tunagrahita
perhatian
sehingga
terhadap
dapat
kesehatan
lebih
oral
anaknya.
Pelayanan
kesehatan
gigi
bagi
penyandang tunagrahita berbeda dengan
yang umumnya dilaksanakan. Kesabaran
dan ketekunan sangat dibutuhkan, serta
DAFTAR PUSTAKA
1. Gabe, Rossa Turpuk. 2008. Anak
Tunagrahita dan Perkembangannya.
Jakarta: Universitas Indonesia.
2. Anonim. 2009. Penanganan Kesehatan
Gigi
dan
Mulut,
http://www.paradipta.blogspot.com/2009/
03/penanganan-kesehatan-gigi-danmulut.html. Diakses tanggal 7 December
2010 Jam 22.25
3. Somantri, T.Sutjihati. 2007. Psikologi
Anak Luar Biasa, cetakan ke II. Bandung:
PT.Reflika Aditama.
4. S, Kumar, Sharma J, Duraiswamy P,
Kulkarni S. 2009. Determinants for Oral
Hygiene and Periodontal Status Among
Mentally
Disabled Children
and
Adolescents. Jurnal Indian Society of
Pedodontics Preventive Dentistry 2009;
vol 27: 151-157.
5. Dewi, Siti Rusdiana Puspa. 2003.
Keadaan Oral Hygiene Pada Anak Cacat
Mental Berdasarkan Tingkat IQ. Medan:
Universitas Sumatra Utara.
6. Welbury R.R, Monty S.D, M.T Hosey.
2005. Paediatric Dentistry, 3th ed.
London: Oxford University.
7. Newman, Michael G, Henry H.Takei,
Fermin A.Carranza. 2006. Carranza’s
Clinical Periodontology,
10th ed.
Philadelphia: W.B. Saunders co.
8. Swaiman KF. 1989. Mental Retardation,
Pediatric Neurology: Principles and
Practice. UK: Elsevier Mosby.
9. Salmiah, Siti. 2010. Retardasi Mental.
Medan: Universitas Sumatra Utara.
10. Anonim. 2010. National Institute of Child
Health
and
Human
Development
Information Resource Center. USA
11. Yayasan Bhakti Luhur. 2011. Service for
The Disabled, Poor and Disadvantaged
http://www.bhaktiluhur.org.
People.
Diakses tanggal 4 Oktober 2011 Jam
20.08
12. Praptiwi, Yeni Hendriani. 2009. Peranan
Dental Hygienist Dalam Pemeliharaan
Kesehatan Gigi Pada Pasien Dengan
Kebutuhan Khusus. Jakarta: Universitas
Indonesia.
13. Hafsari, Laila Suci. 2003. Perawatan
Dasar Gingivitis Pada Anak. Medan:
Universitas Sumatra Utara.
Menyetujui,
Pembimbing 1
drg.M. Chair Effendi, SU, SpKGA
Nip. 19530618 197912 1 005
USIA 12-15 TAHUN DI SEKOLAH BHAKTI LUHUR MALANG
M. Chair Effendi*, Diah**, Grace V. Octavianus*
Abstrak
Anak tunagrahita terdiri dari beberapa tingkatan keterbelakangan mental, yaitu keterbelakangan mental
tingkat ringan, tingkat sedang, tingkat berat dan tingkat sangat berat, Keterbelakangan tingkat ringan dan tingkat
sedang adalah tingkatan anak tunagrahita yang dibina atau dididik oleh Sekolah Bhakti Luhur Malang. Kesehatan
gigi dan mulut pada anak tunagrahita tidak dapat dipastikan apakah terawat dengan baik atau buruk karena semua
tergantung dari orang tuanya atau orang yang ada disekelilingnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
perbedaan derajat gingivitis terhadap tingkatan tunagrahita di Sekolah Bhakti Luhur Malang dan juga untuk
mengetahui perbedaan derajat gingivitis anak tunagrahita yang tinggal di dalam asrama dengan yang berada di luar
asrama.Penelitian ini merupakan jenis penelitian survei analitik dengan menggunakan desain cross sectional
dengan jumlah total sampel sebanyak 41 anak. Penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2011 di Sekolah Bhakti
Luhur Malang, dengan memeriksa keadaan rongga mulut, khususnya derajat gingivitis ke 41 anak tunagrahita. Data
dianalisis dengan uji non parametrik dan didapatkan besar korelasinya adalah 0,445 (p > 0,05) yang menunjukkan
bahwa tidak terdapat perbedaan antara derajat gingivitis anak tunagrahita tingkat ringan dengan anak tunagrahita
tingkat sedang di Sekolah Bhakti Luhur Malang. Untuk perbedaan derajat gingivitis anak tunagrahita yang tinggal di
asrama dengan di luar asrama juga digunakan uji non parametrik dengan hasil 0,007 yang berarti (p < 0,05)
sehingga terbukti bahwa ada perbedaan derajat gingivitis pada anak tunagrahita yang diasrama dan diluar asrama.
Kata Kunci: anak tunagrahita, tingkat keterbelakangan mental, derajat gingivitis.
Abstract
Mental retarded children are categorized into some levels of mental retardation is mild level, moderate
level, severe level and profound level of mental retardation. Mild level and moderate level of mental retardation who
was educated in Bhakti Luhur Malang School. It can not be determined easily whether the oral and dental health of
the mental retarded children because it relies much on their parents or those who are close to them. The study aims
to know the difference of gingivitis level in relation to mental retardation level in Bhakti Luhur Malang and also the
difference of gingivitis level between mental retarded children who live in dormitory and their counterparts who don’t
live in dormitory. The study is analytical survey type of study and uses cross sectional design with total number of
sample of 41 children. The study was conducted in August 2011 in Bhakti Luhur Malang through the examination of
oral cavity condition, especially for gingivitis level of those 41 mental retarded children. Data is analyzed by using
non parametric test and the resulted correlation is 0.445 (p > 0.05) showing that there is no difference of gingivitis
level between mild level mental retarded children and moderate level mental retarded children in Bhakti Luhur
Malang. For the difference of gingivitis level between mental retarded children who live in dormitory and their
counterparts who don’t live in dormitory, the study also uses non parametrictest with the result of 0.007 meaning that
(p < 0.05) is found, so it can be shown that there is difference of gingivitis level between mental retarded children
who live in dormitory and their counterparts who don’t live in dormitory.
Keywords : mental retarded children, level of mental retardation, level of gingivitis.
*
Program Studi Pendidikan Dokter Gigi FKUB
**
Program Studi Pendidikan Dokter Gigi FKUB
PENDAHULUAN
Anak tunagrahita adalah anak yang
dibina kerjasama antara anak tunagrahita
mengalami hambatan atau keterlambatan dalam
dengan dokter gigi. Orang tua dari anak
perkembangan mental (fungsi intelektual di
tunagrahita juga harus diberi nasihat untuk
bawah
disertai
merawat kesehatan mulut anaknya, seperti cara
untuk
dan penggunaan sikat gigi dan pasta gigi
belajar dan untuk menyesuaikan diri.1 Jumlah
berfluoride pada anak mereka, maupun kontrol
penderita keterbelakangan mental di Indonesia
makanan. 6
teman-teman
seusianya)
ketidakmampuan/kekurangmampuan
oleh WHO diperkirakan antara 5-9%, yang
berarti
7-11 juta dari
seluruh penduduk
Gingivitis adalah peradangan gusi yang
paling sering terjadi dan merupakan perubahan
Indonesia, tetapi data yang tepat belum ada.2
patologis
Terdapat beberapa klasifikasi dengan anak
mikroorganisme
keterbelakangan mental atau yang disebut
menyebabkan kerusakan epitel, sel jaringan ikat
dengan
klasifikasi
dan jaringan intraseluler.7 Salah satu penyebab
didasarkan pada taraf intelegensinya yang terdiri
utama gingivitis adalah iritasi bakteri. Bentuk
dari keterbelakangan ringan, sedang, dan berat.3
penyakit gusi yang umum terjadi adalah gingivitis
Kondisi rongga mulut anak tunagrahita
kronis yang ditandai dengan pembengkakan gusi
dengan anak normal adalah sama, hanya
dan lepasnya epitel perlekatan. Gingivitis
sebagian besar penderita cacat ini mempunyai
mengalami perubahan warna gusi mulai dari
kesehatan mulut yang buruk dari penderita
kemerahan sampai merah kebiruan sesuai
normal.2 Semua ini disebabkan karena kondisi
dengan bertambahnya proses peradangan yang
keterbelakangan
terus menerus.7
tunagrahita,
umumnya
anak
tersebut,
sehingga
gingival
yang
disebabkan
oleh
dalam
sulkus
yang
menyebabkan fungsi dan kemampuan mereka
Kebersihan rongga mulut penting untuk
terbatas serta kurangnya pengetahuan dan
dijaga agar tidak menimbulkan penyakit pada
perhatian orang tua terhadap kesehatan gigi dan
mulut dan gigi, terutama pada anak dengan
mulut
menderita
keterbelakangan mental yang memiliki kesulitan
ini
juga
dalam memelihara kebersihan rongga mulutnya.
disebabkan tidak banyak dokter gigi yang telah
Untuk menentukan derajat gingivitis digunakan
memperoleh
dalam
Modified Gingival Index untuk melihat keadaan
perawatan gigi pada penderita keterbelakangan
inflamasi gingiva terhadap timbulnya gingivitis
mental
marginalis kronis.
pada
keterbelakangan
anak-anak
yang
mental.4
Hal
pendidikan
karena
dasar
khusus
rasa
ketidakmampuan untuk menghadapi
takut
dari
situasi.5
Berdasarkan latar belakang diatas,
Perawatan gigi pada anak tunagrahita
peneliti ingin melakukan penelitian pada anak
memerlukan pengertian, kesabaran dan harus
tunagrahita usia 12-15 tahun di Sekolah Bhakti
menyediakan waktu yang cukup karena sulitnya
Luhur Malang untuk mengetahui perbedaan
derajat gingivitis pada anak tunagrahita dengan
ini adalah dapat memberikan informasi guna
keterbelakangan mental tingkat ringan dan anak
melakukan
tunagrahita dengan keterbelakangan mental
pencegahan dan perawatan dan juga menambah
tingkat sedang dan juga perbedaan derajat
ilmu pengetahuan tentang pentingnya perawatan
gingivitis pada anak tunagrahita yang tinggal di
kesehatan gigi dan mulut pada anak dengan
asrama dan anak tunagrahita yang tinggal
keterbelakangan mental.
tindak lanjut baik dalam hal
bersama orang tuanya. Manfaat dari penelitian
itu, untuk mencari perbedaan derajat gingivitis
METODE PENELITIAN
Desain
penelitian
yang
digunakan
adalah penelitian analitik observasional dengan
pendekatan
cross
sectional.
pada anak tunagrahita yang tinggal di asrama dan
yang tinggal bersama dengan orang tuanya.
Penelitian
dilaksanakan di Sekolah Bhakti Luhur Malang.
HASIL PENELITIAN
Jumlah total responden dalam penelitian
Sampel studi dalam penelitian ini adalah anak
tingkat
ini sebesar 41 anak. Jumlah ini adalah
ringan dan dengan keterbelakangan tingkat
keseluruhan jumlah anak tunagrahita di Sekolah
sedang baik yang tinggal di asrama maupun yang
Bhakti Luhur Malang yang mempunyai tingkat
tinggal bersama dengan orang tuanya (non
intelegensi
asrama) usia 12-15 tahun di Sekolah Bhakti Luhur
penelitian
Malang. Data yang digunakan adalah data
keterbelakangan ringan dan 19 anak yang
populasi
menderita keterbelakangan sedang. Anak-anak
tunagrahita
dengan
(total
keterbelakangan
sampling)
dikarenakan
Dalam penelitian ini orang tua/wali anak
tunagrahita dari Sekolah Bhakti Luhur Malang
dibagikan
inform
ini,
sampai
22
anak
sedang.
yang
Dalam
menderita
tersebut diperiksa dan diukur skor derajat
keterbatasan jumlah sampel.
akan
ringan
consent
gingivitisnya menggunakan Modified Gingival
Index (MGI).
Berikut adalah data deskriptif yang
sebagai
persetujuan untuk dilakukan penelitian pada anak
berhasil dikumpulkan selama penelitian:
mereka. Setelah disetujui, dilakukan pemeriksaan
Tabel
1.
Distribusi
Frekuensi
Responden
Berdasarkan Tingkatan Tunagrahita
oleh peneliti dan dibantu oleh dokter gigi PSPDG
FK UB untuk mengetahui kriteria gingivitis. Kriteria
Tunagrahita
Percent
Valid Percent
ringan
22
53,7
53,7
53,7
sedang
19
46,3
46,3
100,0
Total
41
100,0
100,0
yang diperoleh dimasukkan ke dalam lembar
pemeriksaan yang telah dipersiapkan. Kemudian
dilakukan analisis untuk mencari ada tidaknya
perbedaan
derajat
gingivitis
pada
tunagrahita
dengan
keterbelakangan
anak
mental
tingkat ringan dan anak tunagrahita dengan
keterbelakangan mental tingkat sedang. Selain
Valid
Cumulative
Frequency
Percent
Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Derajat
Gingivitis
Derajat Gingivitis
Valid
Gambar
1.
Diagram
Pie
Distribusi
Frekuensi
Responden Berdasarkan Tingkatan Tunagrahita
Valid
Cumulative
Percent
Percent
Frequency
Percent
Skor 0
3
7,3
7,3
7,3
Skor 1
11
26,8
26,8
34,1
Skor 2
22
53,7
53,7
87,8
100,0
(Skor MGI)
Skor 3
5
12,2
12,2
Total
41
100,0
100,0
Dari table 1 dan pie diagram dapat dilihat
bahwa
jumlah
anak
tunagrahita
dengan
keterbelakangan mental tingkat ringan lebih
banyak daripada anak tunagrahita dengan
keterbelakangan mental tingkat sedang.
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden
Gambar 3. Diagram Batang Distribusi Responden
Berdasarkan Tempat Tinggalnya
Tempat tinggal
Valid
Frequency
Percent
Berdasarkan Derajat Gingivitis
Valid
Cumulative
Percent
Percent
Dari tabel maupun grafik diatas terlihat
Non asrama
19
46,3
46,3
46,3
bahwa derajat gingivitis skor 2 modified gingival
Asrama
22
53,7
53,7
100,0
Total
41
100,0
100,0
index menduduki peringkat terbanyak (53,7% atau
22 anak) sedangkan yang paling sedikit adalah
derajat gingivitis skor 0 modified gingival index
(12,2% atau 3 anak).
Tabel 4. Tabel Silang Antara Tingkat Keterbelakangan
Mental Anak Tunagrahita dengan Derajat Gingivitisnya
Gambar
2.
Diagram
Pie
Distribusi
Frekuensi
Responden Berdasarkan Tempat Tinggalnya
Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
sebagian besar responden (53,7%) menetap di
asrama dan
(46,3%) tetap diasuh oleh orang
tuanya (non asrama).
Dalam penelitian ini indeks gingivitis
dilakukan dengan perhitungan menggunakan
Tabel 5. Tabel Silang Antara Tempat Tinggal
dengan Derajat Gingivitis
Modified Gingiva Index (MGI). Skor MGI diperoleh
Tunagrahita
dengan memberi skor untuk 4 sisi tiap gigi,
kemudian
dijumlah
dan
dibagi
4
untuk
mendapatkan skor rata-rata 1 gigi. Setelah
Derajat Gingivitis
ringan
Skor
Skor 0
MGI
didapatkan skor untuk masing-masing gigi, skor
diperiksa.
Count
1
2
3
33,3%
66,7%
100,0%
% within Tunagrahita
4,5%
10,5%
7,3%
Count
7
4
11
% within Skor MGI
63,6%
36,4%
100,0%
% within Tunagrahita
31,8%
21,1%
26,8%
Skor 2
Berdasarkan
derajat
gingivitisnya,
sebagian besar responden (53,7% = 22 anak)
mengalami derajat gingivitis skor 2 modified
gingival index dan sebagian kecil (12,2% = 5
anak) yang mengalami derajat gingivitis skor 3
Tempat
tinggal 9
13
Count
Derajat gingivitis
Total
% within Skor MGI
Skor 1
tersebut dijumlah lalu dibagi jumlah gigi yang
sedang
% within Skor MGI
% within Tunagrahita
Skor Skor 0 Count
Skor 3
Count
MGI
% within Skor MGI
% within Skor MGI
% within Tempat tinggal
% within Tunagrahita
Skor 1 Count
Total
Count
Non59,1%
asrama
59,1%
0
1
,0%
20,0%
,0%
4,5%
2
22
22
40,9%
Asrama Total
47,4%
3
3
4
100,0% 100,0%
80,0%
13,6%
7,3%
21,1%
9
19 11
100,0%
53,7%
5
100,0%
12,2%
41
% within
Skor MGI
% within
Skor MGI
18,2%
53,7% 81,8%46,3%100,0% 100,0%
% within
Tempat
tinggal
% within
Tunagrahita
10,5%
100,0% 40,9%
100,0%26,8%
Count
14
8
22
(7,3%) yang tidak menderita gingivitis. Bila
% within Skor MGI
63,6%
36,4%
100,0%
dikelompokkan
% within Tempat tinggal
73,7%
36,4%
53,7%
Count
3
2
5
% within Skor MGI
60,0%
40,0%
100,0%
% within Tempat tinggal
15,8%
9,1%
12,2%
Count
19
22
41
% within Skor MGI
46,3%
53,7%
100,0%
% within Tempat tinggal
100,0%
100,0%
100,0%
modified gingival index, dan hanya 3 anak saja
Skor 2
lagi
berdasarkan
tingkat
Skor 3
tunagrahitanya, maka pada anak-anak tunagrahita
dengan keterbelakangan mental tingkat ringan
sebagian besar (59,1% = 13 anak) menderita
derajat gingivitis skor 2 modified gingival index.
Total
Sedangkan pada anak tunagrahita dengan
keterbelakangan mental tingkat sedang sebagian
Dari tabel dan grafik diatas menunjukkan
besar (47,4% = 9 anak) juga menderita derajat
bahwa ada perbedaan dalam hal derajat gingivitis
gingivitis skor 2 modified gingival index.
antara anak tunagrahita yang bertempat tinggal di
asrama dengan anak tunagrahita yang bertempat
tinggal bersama orang tuanya. Pada anak yang
bertempat tinggal di asrama, sebagian besar
(40,9% = 9 anak) menderita derajat gingivitis skor
1 modified gingival index sedangkan pada anakanak tunagrahita yang bertempat tinggal bersama
orang tuanya sebagian besar (73,7% = 14 anak)
menderita derajat gingivitis skor 2 modified
gingival index.
100,0%
Dari data diatas kemudian dilakukan uji
tunagrahita sedang Jumlah anak tunagrahita ini
komparasi Mann Whitney-U untuk mencari
sebenarnya tidak bisa dijadikan patokan bagi
perbedaan antara derajat gingivitis pada anak
penentuan jumlah anak tunagrahita yang ada
tunagrahita
pada masyarakat. Menurut statistik, diperkirakan
dengan
keterbelakangan
mental
tingkat ringan dan anak tunagrahita dengan
angka
keterbelakangan mental tingkat sedang. Dari hasil
tunagrahita) berat sekitar 0,3% dari seluruh
analisis data didapatkan nilai p sebesar 0.445,
populasi dan hampir 3% mempunyai IQ dibawah
atau probabilitas diatas 0,05 (0,445 > 0,05) yang
70. Sebagai sumber daya manusia tentunya
berarti tidak ada perbedaan yang bermakna (tidak
mereka tidak bisa dimanfaatkan karena 0,1% dari
signifikan)
derajat
gingivitis
anak-anak ini memerlukan perawatan, bimbingan
tunagrahita
dengan
keterbelakangan
antara
anak
mental
kejadian
retardasi
mental
(anak
serta pengawasan sepanjang hidupnya.8
Pola
tingkat ringan dengan anak tunagrahita dengan
asuh
anak
tunagrahita
yang
keterbelakangan mental tingkat sedang usia 12-15
dilaksanakan di Sekolah Bhakti Luhur Malang
tahun di Sekolah Bhakti Luhur Malang.
menerapkan kebijaksanaan yang terbuka, dalam
Begitu juga untuk mencari perbedaan
arti, orang tua diperkenankan mengasuh anaknya
derajat gingivitis pada anak tunagrahita yang
yang mengalami keterbelakangan intelektual
tinggal di asrama dan anak tunagrahita yang
(retardasi mental) dirumah sendiri atau ditempat
tinggal bersama orang tuanya usia 12-15 tahun di
lain diluar institusi dengan pengawasan/supervisi
Sekolah Bhakti Luhur Malang, digunakan uji
dari pihak Bhakti Luhur. Hal ini terlihat pada data
komparasi Mann Whitney-U. Dari hasil analisis
yang diperoleh selama penelitian. Dari 41 anak
data didapatkan probabilitas dibawah 0,05 (0,007
tunagrahita, yang diasuh oleh orang tuanya
< 0,05) sehingga dapat disimpulkan memang ada
sendiri atau non asrama sebanyak 19 anak
perbedaan
(46,3%).
derajat
gingivitis
pada
anak
Pola
asuh
seperti
ini
banyak
tunagrahita yang tinggal di asrama dan anak
mendatangkan manfaat terutama kepada anak
tunagrahita yang tinggal bersama orang tuanya
tunagrahita tersebut. Kasih sayang dan perhatian
usia 12-15 tahun di Sekolah Bhakti Luhur Malang.
yang diberikan oleh orang tuanya akan banyak
membantu perkembangan fisik dan mental dari
PEMBAHASAN
anak tunagrahita.
Berdasarkan penelitian tentang derajat
Pada umumnya pasien dengan retardasi
gingivitis pada anak tunagrahita usia 12-15 tahun
mental memiliki kesehatan rongga mulut dan oral
di Sekolah Bhakti Luhur Malang yang diteliti
hygiene yang lebih rendah dibanding dengan
selama bulan Agustus 2011 dengan total sampel
orang
sebanyak 41 anak tunagrahita, didapatkan data
ketidakmampuannya dalam merawat dirinya,
22 anak (53,7%) yang menderita tunagrahita
anak-anak tunagrahita hampir selalu dihadapkan
ringan dan 19 anak (46,3%) yang menderita
kepada permasalahan kesehatan, diantaranya
tanpa cacat
perkembangan.9 Akibat
adalah gingivitis. Hal ini disebabkan karena
Pada penelitian ini juga didapatkan hasil
mikroorganisme dalam sulkus menyebabkan
yang cukup menarik, yakni terdapat perbedaan
kerusakan epitel, sel jaringan ikat dan jaringan
derajat dan prevalensi gingivitis pada anak
intravaskuler.7
tunagrahita yang berada pada asrama dengan
Pada hasil penelitian didapatkan hasil
bahwa
antara
anak
tunagrahita
yang hidup diluar asrama (tinggal bersama orang
dengan
tuanya). pada anak yang bertempat tinggal di
keterbelakangan mental tingkat ringan dan
asrama, sebagian besar (40,9%) menderita
keterbelakangan mental tingkat sedang ternyata
derajat gingivitis dengan skor 1 modified gingival
memiliki kesamaan dalam derajat gingivitis yang
index (MGI) yaitu, peradangan ringan dengan
dideritanya, dapat dilihat bahwa anak tunagrahita
kriteria sedikit perubahan warna, dan sedikit
dengan keterbelakangan mental tingkat ringan
perubahan pada tekstur disetiap bagian tapi tidak
sebanyak 13 anak sedangkan anak tunagrahita
melibatkan seluruhnya, marginal atau papillary
dengan keterbelakangan mental tingkat sedang
gingiva. Pada anak-anak tunagrahita yang
sebanyak 9 anak. Pada anak tunagrahita dengan
bertempat tinggal non asrama sebagian besar
keterbelakangan mental tingkat ringan prevalensi
(73,7%) menderita derajat gingivitis dengan skor 2
terbanyak adalah derajat gingivitis dengan skor 2
modified gingival index (MGI) yaitu, peradangan
modified gingival index (MGI) yaitu, peradangan
ringan dengan kriteria sedikit perubahan warna,
ringan dengan kriteria sedikit perubahan warna,
sedikit perubahan pada tekstur dari setiap bagian
sedikit perubahan pada tekstur dari setiap bagian
yang melibatkan seluruh bagian marginal atau
yang melibatkan seluruh bagian marginal atau
papilla gingiva. Buruknya kebersihan mulut dan
papilla gingiva, begitupula pada anak tunagrahita
tingginya prevalensi penyakit periodontal dan
dengan keterbelakangan mental tingkat sedang.
karies gigi merupakan ciri-ciri yang umumnya
Tidak adanya perbedaan yang bermakna
dapat ditemukan pada anak tunagrahita atau
antara tingkat keterbelakangan mental anak
penderita retardasi mental. Oleh karena itu
tunagrahita
didalam pemeliharaan kesehatan oral hygiene,
dengan
derajat
gingivitis
ini
menunjukkan bahwa baik anak tunagrahita ringan
anak-anak
maupun sedang masih belum mampu untuk
bantuan orang dewasa terutama oleh orang
memelihara
tuanya.
kesehatan
gigi
dan
mulutnya.
tunagrahita
sangat
memerlukan
National Institute of Child Health and
Munculnya gingivitis pada anak-anak tunagrahita
atau anak yang memiliki keterbelakangan mental
Human
ini dapat dipahami karena pada umumnya anak
Center (2010) menyatakan bahwa sesungguhnya
dengan retardasi mental (tunagrahita) selalu tidak
penderita tunagrahita ringan sampai sedang
dapat mempertahankan kebersihan mulutnya
memiliki peluang untuk mendapatkan kualitas
dengan baik. Oral hygiene sangat berpengaruh
hidup yang lebih baik melalui perilaku adaptif yang
terhadap timbulnya gingivitis.
Development
Information
Resource
diajarkan
secara
intensif oleh
orang-orang
disekelilingnya (keluarga).10
Sebagaimana
diketahui,
sifat
fisis
makanan yang manis dan makanan yang bersifat
Anak tunagrahita yang diasuh diluar
lunak atau campuran semi liquid membutuhkan
asrama, pada umumnya mereka berasal dari
sedikit pengunyahan menyebabkan debris lebih
keluarga yang cukup berada (Panti Bhakti Luhur,
mudah melekat disekitar gigi dan bisa berfungsi
2011) berpendidikan dan sangat memperhatikan
sebagai sarang bakteri serta memudahkan
tumbuh kembang dan oral hygiene anaknya.
pembentukan karang gigi.13
Kondisi inilah yang menyebabkan perbedaan
Suatu penelitian yang dilakukan terhadap
prevalensi atau angka kejadian gingivitis yang
sekelompok anak, ditemukan sedikit sekali yang
diderita oleh anak-anak tunagrahita yang dirawat
membersihkan mulutnya segera setelah makan.
di asrama dengan yang dirawat diluar asrama.
Pada kondisi mulut yang tidak hygienis tersebut
Namun jika ditinjau dari derajat gingivitisnya,
terjadi sejumlah penumpukan makanan, sehingga
justru anak yang diasuh di rumah (luar
setiap tempat dimana terdapat plak yang
asrama/non asrama) lebih banyak menderita
mengandung banyak bakteri akan menyebabkan
gingivitis dengan skor 2 MGI yaitu, peradangan
infeksi/inflamasi pada gingiva. Kebiasaan makan
ringan dengan kriteria sedikit perubahan warna,
makanan yang manis-manis cenderung dilakukan
sedikit perubahan pada tekstur dari setiap bagian
sehingga hal ini juga dapat memperparah
yang melibatkan seluruh bagian marginal atau
keadaan gingivitis pada anak tunagrahita.12
papilla gingiva daripada anak tunagrahita yang di
asuh di asrama. Hal ini diduga akibat perbedaan
perilaku makan dari anak-anak tunagrahita
1. Tidak ada perbedaan derajat gingivitis (P =
0.445 > α = 0.05) antara anak tunagrahita
tersebut.
Pada anak tunagrahita yang diasuh di
rumah,
KESIMPULAN
cenderung
diberi
makanan
dengan keterbelakangan mental tingkat
yang
ringan dan anak tunagrahita dengan
mengandung karbohidrat serta snack diantara
keterbelakangan mental tingkat sedang
waktu makan yang biasanya berupa makanan
usia 12-15 tahun di Sekolah Bhakti Luhur
yang manis-manis dan lengket sedangkan
Malang. Pada anak tunagrahita dengan
kemampuan untuk memelihara kesehatan gigi dan
keterbelakangan mental tingkat ringan lebih
mulutnya sangat kurang dan tidak diarahkan oleh
banyak menderita derajat gingivitis skor 2
orang tua untuk membersihkan giginya setelah
Modified Gingival Index (MGI), yaitu
mengkonsumsi makanan tersebut.12 Sedangkan di
peradangan ringan. Demikian pula pada
asrama, anak tunagrahita diberikan diet makanan
anak tunagrahita dengan keterbelakangan
biasa dengan jam makan yang teratur sehingga
mental tingkat sedang.
konsumsi snack atau makanan yang manis-manis
lebih terkontrol.
2. Ada perbedaan bermakna dengan P =
0,007 < α = 0,05 antara derajat gingivitis
anak tunagrahita yang bertempat tinggal di
perlu pula menyelami keadaan para
asrama dengan yang tinggal bersama
tunagrahita.
orang tuanya. Pada anak tunagrahita yang
Hasil penelitian ini dapat dipergunakan
tinggal di asrama lebih banyak yang
sebagai dasar untuk menyusun program
menderita derajat gingivitis skor 1 Modified
perawatan gigi dan mulut pada anak
Gingival Index (MGI), yaitu peradangan
tunagrahita.
ringan yang tidak melibatkan seluruhnya,
marginal dan papillary ingival sedangkan
anak tunagrahita yang tinggal bersama
orang tuanya (non asrama) menderita
derajat gingivitis skor 2 Modified Gingival
Index (MGI), yaitu peradangan ringan yang
melibatkan seluruh bagian marginal dan
ingiva ingival.
SARAN
Untuk mengatasi masalah gingivitis yang
dijumpai pada anak tunagrahita usia 1215 tahun yang tinggal di asrama maka
diperlukan tindakan oral prophylaxis yang
baik dan penyuluhan kesehatan gigi
kepada suster atau pengurus asrama
terutama dalam hal membersihkan gigi
yang efektif.
Selain itu perlu kiranya ditanamkan suatu
pengertian yang baik tentang kesehatan
gigi dan mulut kepada orang tua anak
tunagrahita
perhatian
sehingga
terhadap
dapat
kesehatan
lebih
oral
anaknya.
Pelayanan
kesehatan
gigi
bagi
penyandang tunagrahita berbeda dengan
yang umumnya dilaksanakan. Kesabaran
dan ketekunan sangat dibutuhkan, serta
DAFTAR PUSTAKA
1. Gabe, Rossa Turpuk. 2008. Anak
Tunagrahita dan Perkembangannya.
Jakarta: Universitas Indonesia.
2. Anonim. 2009. Penanganan Kesehatan
Gigi
dan
Mulut,
http://www.paradipta.blogspot.com/2009/
03/penanganan-kesehatan-gigi-danmulut.html. Diakses tanggal 7 December
2010 Jam 22.25
3. Somantri, T.Sutjihati. 2007. Psikologi
Anak Luar Biasa, cetakan ke II. Bandung:
PT.Reflika Aditama.
4. S, Kumar, Sharma J, Duraiswamy P,
Kulkarni S. 2009. Determinants for Oral
Hygiene and Periodontal Status Among
Mentally
Disabled Children
and
Adolescents. Jurnal Indian Society of
Pedodontics Preventive Dentistry 2009;
vol 27: 151-157.
5. Dewi, Siti Rusdiana Puspa. 2003.
Keadaan Oral Hygiene Pada Anak Cacat
Mental Berdasarkan Tingkat IQ. Medan:
Universitas Sumatra Utara.
6. Welbury R.R, Monty S.D, M.T Hosey.
2005. Paediatric Dentistry, 3th ed.
London: Oxford University.
7. Newman, Michael G, Henry H.Takei,
Fermin A.Carranza. 2006. Carranza’s
Clinical Periodontology,
10th ed.
Philadelphia: W.B. Saunders co.
8. Swaiman KF. 1989. Mental Retardation,
Pediatric Neurology: Principles and
Practice. UK: Elsevier Mosby.
9. Salmiah, Siti. 2010. Retardasi Mental.
Medan: Universitas Sumatra Utara.
10. Anonim. 2010. National Institute of Child
Health
and
Human
Development
Information Resource Center. USA
11. Yayasan Bhakti Luhur. 2011. Service for
The Disabled, Poor and Disadvantaged
http://www.bhaktiluhur.org.
People.
Diakses tanggal 4 Oktober 2011 Jam
20.08
12. Praptiwi, Yeni Hendriani. 2009. Peranan
Dental Hygienist Dalam Pemeliharaan
Kesehatan Gigi Pada Pasien Dengan
Kebutuhan Khusus. Jakarta: Universitas
Indonesia.
13. Hafsari, Laila Suci. 2003. Perawatan
Dasar Gingivitis Pada Anak. Medan:
Universitas Sumatra Utara.
Menyetujui,
Pembimbing 1
drg.M. Chair Effendi, SU, SpKGA
Nip. 19530618 197912 1 005