Policy Brief RUMUSAN KEBIJAKAN DAN KELEM
TUGAS POLICY BRIEF MK KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN LINGKUNGAN HIDUP
RUMUSAN KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN MENUJU PEMBANGUNAN
BERKELANJUTAN DI DAS CILIWUNG
KHABIBI NURROFI’ PRATAMA
A155140071
[email protected]
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015
Ringkasan
Pembangunan merupakan perubahan yang terjadi akibat tindakan manusia untuk
menciptakan suatu kondisi yang lebih baik dari sebelumnya dengan memanfaatkan
sumberdaya alam (SDA). Tanah dan air merupakan SDA yang penting bagi manusia tetapi
rentan terhadap kerusakan. Hal inilah yang mendorong konsep daerah aliran sungai (DAS)
sebagai unit pembangunan. Tetapi hingga saat ini pengelolaan DAS belum sesuai harapan
seperti yang terjadi di DAS Ciliwung. DAS Ciliwung ditetapkan sebagai DAS super prioritas
untuk dipulihkan daya dukungnya sejak 1984 tetapi kerusakan terus terjadi hingga saat
ini. Selain faktor alami, kerusakan DAS Ciliwung juga disebabkan oleh kondisi DAS Ciliwung
yang strategis sebagai pusat pemerintahan dan perkonomian sehingga mendorong arus
urbanisasi dan pembangunan yang mengabaikan kaidah KTA serta pergeseran kondisi
sosial-budaya masyarakat yang berorientasi pada aspek ekonomi. Berbagai kebijakan
dirancang dan diimplementasikan untuk mengurangi kerusakan DAS Ciliwung tetapi
faktanya kerusakan terus terjadi. Forum DAS Ciliwung sebagai lembaga koordinasi juga
belum mampu mengakomodir kepentingan seluruh stakeholder karena belum seluruh
stakeholder terlibat serta belum ada AD/ART yang mengatur peran dan tanggung jawab
anggotanya. Maka dari itu, perlu dilakukan reformasi dan restrukturalisasi Forum DAS
dengan melakukan analisis aktor untuk menentukan siapa stakeholder terkait DAS
Ciliwung serta menyusun AD/ART untuk memperjelas peran dan tanggung jawab anggota.
Kebijakan yang juga perlu diimplementasikan di DAS Ciliwung diantarnya adanya insentif
dan disinsentif, memperjelas hak kepemilikan lahan dan pemerataan pembangunan.
Kata kunci: pembangunan, DAS Ciliwung, kebijakan, kelembagaan dan stakeholder
Pendahuluan
Pembangunan hakekatnya adalah suatu perubahan yang terjadi akibat tindakan
manusia untuk menciptakan suatu kondisi yang lebih baik dari sebelumnya dengan
memanfaatkan SDA yang ada (Lorenzo 2011). Seyogyanya pembangunan diselenggarakan
dengan menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat generasi sekarang tanpa
menimbulkan dampak yang dapat menghambat masyarakat generasi mendatang dalam
memenuhi kebutuhannya sebagaimana pembangunan berkelanjutan. Artinya dalam
pembangunan berkelanjutan perlu memperhatikan batasan-batasan dalam pemanfaatan
SDA berdasarkan kemampuannya sehingga manfaat dari SDA dapat dirasakan saat ini dan
masa yang akan datang (Bruntland 1987). SDA yang penting bagi kehidupan manusia
adalah tanah dan air. Tanah berfungsi sebagai matriks tempat perakaran dan sumber
unsur hara bagi tumbuhan serta tempat penyimpanan air di daratan dalam bentuk air
tanah, sedangkan air merupakan prasyarat bagi keberlangsungan suatu kehidupan. Akan
tetapi, tanah dan air mudah mengalami kerusakan atau degradasi (Arsyad 2010). Perlunya
pengelolaan sumberdaya tanah dan air dengan baik inilah yang pada akhirnya mendorong
terciptanya konsep DAS sebagai unit pembangunan. Hal ini karena dampak hidrologis
sebagai akibat intervensi manusia terhadap SDA di DAS lebih mudah diukur karena faktor
masukan (curah hujan) dan faktor keluaran (limpasan dan erosi) dapat dipantau secara
berkelanjutan (Sinukaban 2007).
DAS merupakan suatu ekosistem yang terdiri atas manusia dan lingkungannya
baik komponen biotik maupun abiotik. Hal ini berarti bahwa DAS harus dilihat secara
holistik dengan mengidentifikasi berbagai komponen yang saling berinteraksi di dalamnya
serta keterkaitan antara daerah hulu dan hilir DAS (Asdak 2010). Hal tersebut diwujudkan
melalui serangkaian kegiatan yang disebut pengelolaan DAS. Akan tetapi, pengelolaan
DAS saat ini belum mencapai tujuan yang diharapkan, terbukti dengan meningkatnya
jumlah DAS kritis yang masuk kategori super prioritas salah satunya yang terjadi di DAS
Ciliwung.
Kondisi DAS Ciliwung
DAS (Daerah Aliran Sungai) Ciliwung merupakan DAS dengan luas mencapai 38
610 Ha yang berada di wilayah administrasi Provinsi Jawa Barat dan Provinsi DKI Jakarta
(BPDAS Citarum-Ciliwung 2014). DAS Ciliwung telah ditetapkan sebagai DAS super
prioritas untuk dipulihkan daya dukungnya sejak tahun 1984 melaui surat keputusan
bersama tiga menteri yaitu Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehutanan dan Menteri
Pekerjaan Umum dengan Nomor 19 Tahun 1984, Nomor 059/Kpts-II/1984 dan Nomor
124/Kpts/1984 (Arsyad 2010). Hal ini ditetapkan atas dasar kerusakan fungsi hidrologi di
DAS Ciliwung yang ditandai dengan terjadinya banjir di musim penghujan dan kekeringan
di musim kemarau serta muatan sedimen yang tinggi di Sungai Ciliwung. Penetapan DAS
Ciliwing bertujuan untuk mengintensifkan KTA (konservasi tanah dan air) secara terpadu
dan meningkatkan kemampuan petani dalam mengendalikan erosi, banjir dan kekeringan.
Tetapi hasil kinerja keputusan bersama tiga menteri tidak pernah dilakukan evaluasi
setelah lebih dari 20 tahun ditetapkan (Arsyad 2010). Bahkan kondisi DAS Ciliwung
semakin rusak yang ditandai dengan meningkatnya koefisien regim aliran Sungai Ciliwung
sebagaimana Gambar 1.
Koefisien Regim Aliran Sungai Ciliwung
300
250
200
150
100
50
0
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Gambar 1. Grafik tren peningkatan koefisien regim aliran Sungai Ciliwung
Kerusakan DAS Ciliwung disebabkan oleh beberapa hal yang saling berinteraksi
yang meliputi 1) curah hujan dengan volume dan intensitas yang tinggi; 2) pembangunan
yang mengabaikan kaidah KTA; dan 3) Rendahnya kesadaran masyarakat mengenai KTA;
dan 4) kebijakan dan kelembagaan DAS yang belum mapan. Artinya, secara alami DAS
Ciliwung menerima curah hujan tinggi (3849 mm/tahun) sehingga memiliki daya rusak dan
daya angkut tanah besar (BPSDA Ciliwung-Cisadane 2012). Dengan kondisi demikian
seyogyanya KTA diselengarakan dengan baik di DAS Ciliwung untuk meminimalkan
kerusakan dan meningkatkan kemafaatan air. Akan tetapi kenyaataannya KTA cenderung
diabaikan dalam implementasi pembangunan di DAS Ciliwung. Jakarta sebagai pusat
pemerintahan dan perekonomian Indonesia serta Depok dan Bogor mendorong
eksploitasi dan urbanisasi di kawasan ini. Kawasan Puncak yang diharapkan mampu
menjadi kawasan untuk meresapkan air juga terancam rusak seiring berkembangnya
pariwisata di kawasan tersebut. Pembangunan seperti ini disebabkan oleh pergeseran
kondisi sosial dan budaya masyrakat yang saat ini lebih berorientasi pada aspek ekonomi
untuk memenuhi kebutuhannya. Perubahan pengunaan lahan dari lahan bervegetasi
menjadi kawasan permukiman merupakan buktinya karena dengan membangun kawasan
permukiman nilai lahan akan meningkat, walaupun kondisi demikian juga dipengaruhi
oleh masyarakat di luar DAS Ciliwung.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah maupun swasta dalam
mengelola DAS Ciliwung melalui berbagai kebijakan tentang pengelolaan sumberdaya air,
penataan ruang, pengelolaan DAS hingga KTA. Kebijakan diimplementasikan melalui
berbagai program penanaman pohon, pemberian bibit gratis, pembuatan kebun bibit
rakyat hingga penertiban bangunan yang tidak memiliki izin mendirikan bangunan. Akan
tetapi hal tersebut tidak serta-merta menambah luasan kawasan bervegetasi hutan di DAS
Ciliwung. Bahkan beberapa bangunan yang ditertibkan dibangun kembali dengan
bangunan yang lebih megah. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan yang dibuat oleh
pemerintah belum mampu mengarahkan masyarakat untuk lebih berorientasi terhadap
kelestarian lingkungan. Selain itu, belum sinergisnya kepentingan antar stakehokder juga
turut menghambat implementasi kebijakan, walaupun pentingnya sinergitas program
dalam pengelolaan DAS telah disadari dan diatur melalui PP no 37 tahun 2012 tentang
pengelolaan DAS.
Analisis Kebijakan dan Kelembagaan DAS Ciliwung
Pembangunan DAS Ciliwung seyogyanya mengintegrasikan aspek sosial, ekonomi
dan lingkungan. Akan tetapi, tantangan terbesarnya adalah menciptakan untuk
selanjutnya mempertahankan keseimbangan antara pemenuhan hidup manusia dan
ketersediaan SDA sehingga keberlanjutan pemanfaatannya dapat tercapai (Asdak 2010).
Maka dari itu, kebijakan pembangunan DAS Ciliwung perlu mengakomodir berbagai
kepentingan aktor lintas sektor, lintas administrasi, lintas disiplin ilmu dan masyarakat
umum. Intrumen penting dalam mewujudkannya yaitu melalui suatu lembaga bersama
yang secara resmi diberikan mandat dalam pengelolaan DAS dan memiliki wewenang
untuk merencanakan, memantau, mengevaluasi pengelolaan DAS serta memberikan
sanksi bagi yang melanggar kesepakatan. Saat ini, Forum DAS Ciliwung merupakan
lembaga yang memiliki wewenang untuk hal tersebut. Tetapi posisinya masih lemah untuk
mensinergiskan berbagai kepentingan para stakehoder terkait pengelolaan DAS. Hal ini
karena anggota Forum DAS Ciliwung belum mencangkup seluruh aktor yang
berkepentingan terhadap DAS Ciliwung. Selain itu, belum adanya aturan internal
(AD/ART) Forum DAS juga berpengaruh terhadap kinerjanya karena peran dan tanggung
jawab anggotanya belum jelas. Maka dari itu, perlu dilakukan reformasi dan
restrukturalisasi Forum DAS dengan melakukan analisis aktor untuk menentukan siapa
stakeholder terkait DAS Ciliwung serta menyusun AD/ART untuk memperjelas peran dan
tanggung jawab anggota. Dengan terlibatnya seluruh stakeholder dan adanya AD/ART
kinerja Forum DAS sebagai lembaga koordinasi, integrasi, sinergis dan sinkronisasi akan
lebih efektif.
Kebijakan yang juga perlu diimplementasikan di DAS Ciliwung dengan kondisi
sosial dan budaya masyarakatnya yang berorientasi pada aspek ekonomi adalah kebijakan
insentif dan disinsentif, kejelasan hak kepemilikan lahan dan pemerataan pembangunan.
Insentif dan disinsentif dalam bentuk pajak dan subsidi perlu dilakukan untuk menekan
laju bertambahnya kawasan permukiman dan mendorong masyarakat untuk peduli
terhadap lingkungan. Kebijakan tentang hak kepemilikan lahan juga harus diperjelas,
untuk menetapkan dan memantapkan kawasan bervegetasi hutan sebagai sistem
penyangga DAS. Pembangunan dan arus urbanisasi juga perlu dikendalikan dengan
pembangunan yang merata.
Kesimpulan
DAS Ciliwung merupakan DAS super prioritas untuk dipulihkan daya dukungnya
karena telah mengalami kerusakan akibat pembangunan. Selain faktor alami, kerusakan
DAS Ciliwung juga disebabkan oleh kondisi DAS Ciliwung yang strategis sebagai pusat
pemerintahan dan perkonomian sehingga mendorong arus urbanisasi dan pembangunan
yang mengabaikan kaidah KTA serta pergeseran kondisi sosial-budaya masyarakat yang
berorientasi pada aspek ekonomi. Berbagai kebijakan diselenggarakan untuk mengurangi
kerusakan DAS Ciliwung tetapi belum mampu mengarahkan masyarakat untuk lebih
berorientasi terhadap kelestarian lingkungan. Forum DAS Ciliwung sebagai lembaga
koordinasi juga belum mampu mengakomodir kepentingan seluruh stakeholder karena
belum seluruh stakeholder terlibat dan belum ada AD/ART yang mengatur peran dan
tanggung jawab anggotanya. Maka dari itu, perlu dilakukan reformasi dan
restrukturalisasi Forum DAS dengan melakukan analisis aktor untuk menentukan siapa
stakeholder terkait DAS Ciliwung serta menyusun AD/ART untuk memperjelas peran dan
tanggung jawab anggota. Kebijakan yang juga perlu diimplementasikan di DAS Ciliwung
diantarnya adanya insentif dan disinsentif, memperjelas hak kepemilikan lahan dan
pemerataan pembangunan.
Daftar Pustaka
[RI] Republik Indonesia. 2012. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun
2012 Tentang Pengelolaan DAS. Jakarta (ID): Sekretariat Negara
[BPDAS Citarum-Ciliwung] Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Citarum-Ciliwung.
2014. Slide Presentasi Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan di Wilayah DAS
Ciliwung. BPDAS Citarum-Ciliwung, Kemenhut. Jakarta (ID). 20 mins
[BPSDA Ciliwung-Cisadane] Balai Pengelolaan Sunberdaya Air Ciliwung-Cisadane. 2012.
Pemantauan Curah Hujan di Stasiun Gunung Mas, Gadog dan Katulampa Tahun
2007-2012. Bogor (ID): BPSDA Ciliwung-Cisadane, Kementrian Pekerjaan Umum
[BPSDA Ciliwung-Cisadane] Balai Pengelolaan Sunberdaya Air Ciliwung-Cisadane. 2013.
Pemantauan Debit di Bendung Katulampa tahun 2001-2013. Bogor (ID): BPSDA
Ciliwung-Cisadane, Kementrian Pekerjaan Umum
Arsyad S. 2010. Konservasi Tanah dan Air.Edisi ke-2. Bogor (ID): IPB Pr.
Asdak C. 2010. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta (ID): UGM
Pr.
Bruntland. 1987. Our Common Future. World Commision on Environment and
Development, United State (US): Oxford University Press.
Lorenzo G B. 2011. Development and Development Paradigms. A (Reasoned) Review of
Prevailing Visions. Rome, Italy (IT): Food and Agriculture Organization.
Sinukaban N. 2007. Pengaruh Perubahan Penutupan Vegetasi Terhadap Respon Hidrologi
di Sub DAS Manting, DAS Konto Jawa Timur. Di dalam: Sinukaban, editor.
Konservasi Tanah dan Air Kunci Pembangunan Berkelanjutan; 2007; Jakarta,
Indonesia. Jakarta (ID): Direktorat Jendral RLPS. 171-182.
RUMUSAN KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN MENUJU PEMBANGUNAN
BERKELANJUTAN DI DAS CILIWUNG
KHABIBI NURROFI’ PRATAMA
A155140071
[email protected]
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015
Ringkasan
Pembangunan merupakan perubahan yang terjadi akibat tindakan manusia untuk
menciptakan suatu kondisi yang lebih baik dari sebelumnya dengan memanfaatkan
sumberdaya alam (SDA). Tanah dan air merupakan SDA yang penting bagi manusia tetapi
rentan terhadap kerusakan. Hal inilah yang mendorong konsep daerah aliran sungai (DAS)
sebagai unit pembangunan. Tetapi hingga saat ini pengelolaan DAS belum sesuai harapan
seperti yang terjadi di DAS Ciliwung. DAS Ciliwung ditetapkan sebagai DAS super prioritas
untuk dipulihkan daya dukungnya sejak 1984 tetapi kerusakan terus terjadi hingga saat
ini. Selain faktor alami, kerusakan DAS Ciliwung juga disebabkan oleh kondisi DAS Ciliwung
yang strategis sebagai pusat pemerintahan dan perkonomian sehingga mendorong arus
urbanisasi dan pembangunan yang mengabaikan kaidah KTA serta pergeseran kondisi
sosial-budaya masyarakat yang berorientasi pada aspek ekonomi. Berbagai kebijakan
dirancang dan diimplementasikan untuk mengurangi kerusakan DAS Ciliwung tetapi
faktanya kerusakan terus terjadi. Forum DAS Ciliwung sebagai lembaga koordinasi juga
belum mampu mengakomodir kepentingan seluruh stakeholder karena belum seluruh
stakeholder terlibat serta belum ada AD/ART yang mengatur peran dan tanggung jawab
anggotanya. Maka dari itu, perlu dilakukan reformasi dan restrukturalisasi Forum DAS
dengan melakukan analisis aktor untuk menentukan siapa stakeholder terkait DAS
Ciliwung serta menyusun AD/ART untuk memperjelas peran dan tanggung jawab anggota.
Kebijakan yang juga perlu diimplementasikan di DAS Ciliwung diantarnya adanya insentif
dan disinsentif, memperjelas hak kepemilikan lahan dan pemerataan pembangunan.
Kata kunci: pembangunan, DAS Ciliwung, kebijakan, kelembagaan dan stakeholder
Pendahuluan
Pembangunan hakekatnya adalah suatu perubahan yang terjadi akibat tindakan
manusia untuk menciptakan suatu kondisi yang lebih baik dari sebelumnya dengan
memanfaatkan SDA yang ada (Lorenzo 2011). Seyogyanya pembangunan diselenggarakan
dengan menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat generasi sekarang tanpa
menimbulkan dampak yang dapat menghambat masyarakat generasi mendatang dalam
memenuhi kebutuhannya sebagaimana pembangunan berkelanjutan. Artinya dalam
pembangunan berkelanjutan perlu memperhatikan batasan-batasan dalam pemanfaatan
SDA berdasarkan kemampuannya sehingga manfaat dari SDA dapat dirasakan saat ini dan
masa yang akan datang (Bruntland 1987). SDA yang penting bagi kehidupan manusia
adalah tanah dan air. Tanah berfungsi sebagai matriks tempat perakaran dan sumber
unsur hara bagi tumbuhan serta tempat penyimpanan air di daratan dalam bentuk air
tanah, sedangkan air merupakan prasyarat bagi keberlangsungan suatu kehidupan. Akan
tetapi, tanah dan air mudah mengalami kerusakan atau degradasi (Arsyad 2010). Perlunya
pengelolaan sumberdaya tanah dan air dengan baik inilah yang pada akhirnya mendorong
terciptanya konsep DAS sebagai unit pembangunan. Hal ini karena dampak hidrologis
sebagai akibat intervensi manusia terhadap SDA di DAS lebih mudah diukur karena faktor
masukan (curah hujan) dan faktor keluaran (limpasan dan erosi) dapat dipantau secara
berkelanjutan (Sinukaban 2007).
DAS merupakan suatu ekosistem yang terdiri atas manusia dan lingkungannya
baik komponen biotik maupun abiotik. Hal ini berarti bahwa DAS harus dilihat secara
holistik dengan mengidentifikasi berbagai komponen yang saling berinteraksi di dalamnya
serta keterkaitan antara daerah hulu dan hilir DAS (Asdak 2010). Hal tersebut diwujudkan
melalui serangkaian kegiatan yang disebut pengelolaan DAS. Akan tetapi, pengelolaan
DAS saat ini belum mencapai tujuan yang diharapkan, terbukti dengan meningkatnya
jumlah DAS kritis yang masuk kategori super prioritas salah satunya yang terjadi di DAS
Ciliwung.
Kondisi DAS Ciliwung
DAS (Daerah Aliran Sungai) Ciliwung merupakan DAS dengan luas mencapai 38
610 Ha yang berada di wilayah administrasi Provinsi Jawa Barat dan Provinsi DKI Jakarta
(BPDAS Citarum-Ciliwung 2014). DAS Ciliwung telah ditetapkan sebagai DAS super
prioritas untuk dipulihkan daya dukungnya sejak tahun 1984 melaui surat keputusan
bersama tiga menteri yaitu Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehutanan dan Menteri
Pekerjaan Umum dengan Nomor 19 Tahun 1984, Nomor 059/Kpts-II/1984 dan Nomor
124/Kpts/1984 (Arsyad 2010). Hal ini ditetapkan atas dasar kerusakan fungsi hidrologi di
DAS Ciliwung yang ditandai dengan terjadinya banjir di musim penghujan dan kekeringan
di musim kemarau serta muatan sedimen yang tinggi di Sungai Ciliwung. Penetapan DAS
Ciliwing bertujuan untuk mengintensifkan KTA (konservasi tanah dan air) secara terpadu
dan meningkatkan kemampuan petani dalam mengendalikan erosi, banjir dan kekeringan.
Tetapi hasil kinerja keputusan bersama tiga menteri tidak pernah dilakukan evaluasi
setelah lebih dari 20 tahun ditetapkan (Arsyad 2010). Bahkan kondisi DAS Ciliwung
semakin rusak yang ditandai dengan meningkatnya koefisien regim aliran Sungai Ciliwung
sebagaimana Gambar 1.
Koefisien Regim Aliran Sungai Ciliwung
300
250
200
150
100
50
0
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Gambar 1. Grafik tren peningkatan koefisien regim aliran Sungai Ciliwung
Kerusakan DAS Ciliwung disebabkan oleh beberapa hal yang saling berinteraksi
yang meliputi 1) curah hujan dengan volume dan intensitas yang tinggi; 2) pembangunan
yang mengabaikan kaidah KTA; dan 3) Rendahnya kesadaran masyarakat mengenai KTA;
dan 4) kebijakan dan kelembagaan DAS yang belum mapan. Artinya, secara alami DAS
Ciliwung menerima curah hujan tinggi (3849 mm/tahun) sehingga memiliki daya rusak dan
daya angkut tanah besar (BPSDA Ciliwung-Cisadane 2012). Dengan kondisi demikian
seyogyanya KTA diselengarakan dengan baik di DAS Ciliwung untuk meminimalkan
kerusakan dan meningkatkan kemafaatan air. Akan tetapi kenyaataannya KTA cenderung
diabaikan dalam implementasi pembangunan di DAS Ciliwung. Jakarta sebagai pusat
pemerintahan dan perekonomian Indonesia serta Depok dan Bogor mendorong
eksploitasi dan urbanisasi di kawasan ini. Kawasan Puncak yang diharapkan mampu
menjadi kawasan untuk meresapkan air juga terancam rusak seiring berkembangnya
pariwisata di kawasan tersebut. Pembangunan seperti ini disebabkan oleh pergeseran
kondisi sosial dan budaya masyrakat yang saat ini lebih berorientasi pada aspek ekonomi
untuk memenuhi kebutuhannya. Perubahan pengunaan lahan dari lahan bervegetasi
menjadi kawasan permukiman merupakan buktinya karena dengan membangun kawasan
permukiman nilai lahan akan meningkat, walaupun kondisi demikian juga dipengaruhi
oleh masyarakat di luar DAS Ciliwung.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah maupun swasta dalam
mengelola DAS Ciliwung melalui berbagai kebijakan tentang pengelolaan sumberdaya air,
penataan ruang, pengelolaan DAS hingga KTA. Kebijakan diimplementasikan melalui
berbagai program penanaman pohon, pemberian bibit gratis, pembuatan kebun bibit
rakyat hingga penertiban bangunan yang tidak memiliki izin mendirikan bangunan. Akan
tetapi hal tersebut tidak serta-merta menambah luasan kawasan bervegetasi hutan di DAS
Ciliwung. Bahkan beberapa bangunan yang ditertibkan dibangun kembali dengan
bangunan yang lebih megah. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan yang dibuat oleh
pemerintah belum mampu mengarahkan masyarakat untuk lebih berorientasi terhadap
kelestarian lingkungan. Selain itu, belum sinergisnya kepentingan antar stakehokder juga
turut menghambat implementasi kebijakan, walaupun pentingnya sinergitas program
dalam pengelolaan DAS telah disadari dan diatur melalui PP no 37 tahun 2012 tentang
pengelolaan DAS.
Analisis Kebijakan dan Kelembagaan DAS Ciliwung
Pembangunan DAS Ciliwung seyogyanya mengintegrasikan aspek sosial, ekonomi
dan lingkungan. Akan tetapi, tantangan terbesarnya adalah menciptakan untuk
selanjutnya mempertahankan keseimbangan antara pemenuhan hidup manusia dan
ketersediaan SDA sehingga keberlanjutan pemanfaatannya dapat tercapai (Asdak 2010).
Maka dari itu, kebijakan pembangunan DAS Ciliwung perlu mengakomodir berbagai
kepentingan aktor lintas sektor, lintas administrasi, lintas disiplin ilmu dan masyarakat
umum. Intrumen penting dalam mewujudkannya yaitu melalui suatu lembaga bersama
yang secara resmi diberikan mandat dalam pengelolaan DAS dan memiliki wewenang
untuk merencanakan, memantau, mengevaluasi pengelolaan DAS serta memberikan
sanksi bagi yang melanggar kesepakatan. Saat ini, Forum DAS Ciliwung merupakan
lembaga yang memiliki wewenang untuk hal tersebut. Tetapi posisinya masih lemah untuk
mensinergiskan berbagai kepentingan para stakehoder terkait pengelolaan DAS. Hal ini
karena anggota Forum DAS Ciliwung belum mencangkup seluruh aktor yang
berkepentingan terhadap DAS Ciliwung. Selain itu, belum adanya aturan internal
(AD/ART) Forum DAS juga berpengaruh terhadap kinerjanya karena peran dan tanggung
jawab anggotanya belum jelas. Maka dari itu, perlu dilakukan reformasi dan
restrukturalisasi Forum DAS dengan melakukan analisis aktor untuk menentukan siapa
stakeholder terkait DAS Ciliwung serta menyusun AD/ART untuk memperjelas peran dan
tanggung jawab anggota. Dengan terlibatnya seluruh stakeholder dan adanya AD/ART
kinerja Forum DAS sebagai lembaga koordinasi, integrasi, sinergis dan sinkronisasi akan
lebih efektif.
Kebijakan yang juga perlu diimplementasikan di DAS Ciliwung dengan kondisi
sosial dan budaya masyarakatnya yang berorientasi pada aspek ekonomi adalah kebijakan
insentif dan disinsentif, kejelasan hak kepemilikan lahan dan pemerataan pembangunan.
Insentif dan disinsentif dalam bentuk pajak dan subsidi perlu dilakukan untuk menekan
laju bertambahnya kawasan permukiman dan mendorong masyarakat untuk peduli
terhadap lingkungan. Kebijakan tentang hak kepemilikan lahan juga harus diperjelas,
untuk menetapkan dan memantapkan kawasan bervegetasi hutan sebagai sistem
penyangga DAS. Pembangunan dan arus urbanisasi juga perlu dikendalikan dengan
pembangunan yang merata.
Kesimpulan
DAS Ciliwung merupakan DAS super prioritas untuk dipulihkan daya dukungnya
karena telah mengalami kerusakan akibat pembangunan. Selain faktor alami, kerusakan
DAS Ciliwung juga disebabkan oleh kondisi DAS Ciliwung yang strategis sebagai pusat
pemerintahan dan perkonomian sehingga mendorong arus urbanisasi dan pembangunan
yang mengabaikan kaidah KTA serta pergeseran kondisi sosial-budaya masyarakat yang
berorientasi pada aspek ekonomi. Berbagai kebijakan diselenggarakan untuk mengurangi
kerusakan DAS Ciliwung tetapi belum mampu mengarahkan masyarakat untuk lebih
berorientasi terhadap kelestarian lingkungan. Forum DAS Ciliwung sebagai lembaga
koordinasi juga belum mampu mengakomodir kepentingan seluruh stakeholder karena
belum seluruh stakeholder terlibat dan belum ada AD/ART yang mengatur peran dan
tanggung jawab anggotanya. Maka dari itu, perlu dilakukan reformasi dan
restrukturalisasi Forum DAS dengan melakukan analisis aktor untuk menentukan siapa
stakeholder terkait DAS Ciliwung serta menyusun AD/ART untuk memperjelas peran dan
tanggung jawab anggota. Kebijakan yang juga perlu diimplementasikan di DAS Ciliwung
diantarnya adanya insentif dan disinsentif, memperjelas hak kepemilikan lahan dan
pemerataan pembangunan.
Daftar Pustaka
[RI] Republik Indonesia. 2012. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun
2012 Tentang Pengelolaan DAS. Jakarta (ID): Sekretariat Negara
[BPDAS Citarum-Ciliwung] Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Citarum-Ciliwung.
2014. Slide Presentasi Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan di Wilayah DAS
Ciliwung. BPDAS Citarum-Ciliwung, Kemenhut. Jakarta (ID). 20 mins
[BPSDA Ciliwung-Cisadane] Balai Pengelolaan Sunberdaya Air Ciliwung-Cisadane. 2012.
Pemantauan Curah Hujan di Stasiun Gunung Mas, Gadog dan Katulampa Tahun
2007-2012. Bogor (ID): BPSDA Ciliwung-Cisadane, Kementrian Pekerjaan Umum
[BPSDA Ciliwung-Cisadane] Balai Pengelolaan Sunberdaya Air Ciliwung-Cisadane. 2013.
Pemantauan Debit di Bendung Katulampa tahun 2001-2013. Bogor (ID): BPSDA
Ciliwung-Cisadane, Kementrian Pekerjaan Umum
Arsyad S. 2010. Konservasi Tanah dan Air.Edisi ke-2. Bogor (ID): IPB Pr.
Asdak C. 2010. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta (ID): UGM
Pr.
Bruntland. 1987. Our Common Future. World Commision on Environment and
Development, United State (US): Oxford University Press.
Lorenzo G B. 2011. Development and Development Paradigms. A (Reasoned) Review of
Prevailing Visions. Rome, Italy (IT): Food and Agriculture Organization.
Sinukaban N. 2007. Pengaruh Perubahan Penutupan Vegetasi Terhadap Respon Hidrologi
di Sub DAS Manting, DAS Konto Jawa Timur. Di dalam: Sinukaban, editor.
Konservasi Tanah dan Air Kunci Pembangunan Berkelanjutan; 2007; Jakarta,
Indonesia. Jakarta (ID): Direktorat Jendral RLPS. 171-182.