PELATIHAN MANAJEMEN LABORATORIUM DAN K3

PELATIHAN MANAJEMEN LABORATORIUM DAN K3 (KESEHATAN
DAN KESELAMATAN KERJA) BAGI TEKNISI LABORATORIUM
BETON DAN BAHAN BANGUNAN

Diajukan Untuk Memenuhi
Tugas Mata Kuliah Pengembangan Diklat
Dosen Pengampu :
Sutarto. HP., Ph.D.

Disusun oleh :
Wahyu Dwi Mulyono
(12702251030)
Kelas : PTK S2 A Konsentrasi Diklat Kejuruan

PROGRAM PASCA SARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2014

0


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional

menjelaskan

bahwa

pendidikan

nasional

berfungsi

untuk

mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa

yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Sedangkan
tujuan pendidikan nasional adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Pendidikan Teknik Sipil adalah salah satu program studi yang ada di
Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik. Pendidikan Teknik Sipil diharapkan
dapat menghasilkan lulusan yang ahli dalam bidang pendidikan dan bidang
teknik sipil atau bangunan. Penguasaan terhadap teori harus dibarengi dengan
keterampilan praktik.
Keterampilan dalam melaksanakan praktek dan desain sebelum
digunakan dalam pekerjaan yang sesungguhnya biasanya akan diadakan
perencanaan dan pengujian terlebih dahulu di sebuah laboratorium.
Laboratorium adalah tempat melakukan praktek dan uji coba dalam
perencanaan atau memanipulasi sesuatu. Untuk mendapatkan hasil uji coba
yang baik, maka memerlukan pengelolaan yang baik pula pada laboratorium
tersebut.
Laboratorium beton dan bahan bangunan adalah salah satu
laboratorium yang ada di prodi pendidikan teknik sipil. Laboratorium beton
dan bahan digunakan untuk pengujian bahan-bahan bangunan seperti pasir,

kerikil, semen, besi dan mix desain beton. Laboratorium ini dikelola oleh
seorang laboran atau teknisi yang mempunyai peran sangat penting dalam
pelaksanaan praktik di laboratorium tersebut. Laboran atau teknisi bertugas

1

untuk membantu mahasiswa dalam melaksanakan praktek mulai dari
penyiapan bahan, peralatan dan perawatan serta kebersihan lokasi praktek.
Kinerja laboran atau teknisi akan sangat mempengaruhi hasil praktik
dari mahasiswa. Apabila kinerja dari laboran atau teknisi masih kurang, maka
hasil praktik dari mahasiswa tidak akan maksimal. Untuk meningkatkan
kinerja dari laboran atau teknisi perlu diadakan sebuah pelatihan. Pelatihan
atau diklat yang diselenggarakan harus disesuaikan dengan kebutuhan atau
tingkat keterampilan dari laboran atau teknisi tersebut. Maka perlu dilakukan
analisis untuk menentukan pelatihan yang sesuai untuk meningkatkan kinerja
dari laboran atau teknisi dari laboratorium beton dan bahan tersebut.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Jenis pekerjaan apakah yang perlu ditingkatkan oleh laboran atau teknisi

laboratorium beton dan bahan bangunan di prodi teknik sipil?
2. Pelatihan apakah yang dibutuhkan oleh laboran atau teknisi laboratorium
beton dan bahan bangunan di prodi teknik sipil?
3. Jenis evaluasi apakah yang sesuai untuk mengevaluasi pelatihan tersebut?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari tulisan ini
adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui jenis pekerjaan yang perlu ditingkatkan oleh laboran
atau teknisi laboratorium beton dan bahan bangunan di prodi teknik sipil
2. Untuk mengetahui pelatihan yang dibutuhkan oleh laboran atau teknisi
laboratorium beton dan bahan bangunan di prodi teknik sipil
3. Untuk mengetahui jenis evaluasi yang sesuai untuk pelatihan laboran atau
teknisi laboratorium beton dan bahan bangunan di prodi teknik sipil

2

BAB II
TEORI REFERENSI

A. Perencanaan Diklat

Perencanaan diklat adalah langkah awal yang dilakukan dalam
mengembangkan diklat. Perencanaan diklat dilakukan untuk menentukan
program diklat yang sesuai dengan kebutuhan peserta. Sebagai perencana
diklat maka diperlukan analisis awal untuk mengetahui program diklat yang
dibutuhkan, langkah ini dikenal dengan Training Needs Assessment (TNA).
“Effective training practices involve the use of a training design
process. The design process begins with a needs assessment” (Noe, 2010:
103). Pelatihan yang efektif membutuhkan proses desain pelatihan yang baik.
Proses desain dimulai dengan penilaian kebutuhan (Training Needs
Assessment). Langkah-langkah berikutnya adalah memastikan peserta
mempunyai motivasi dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk belajar,
menciptakan lingkungan belajar yang positif, memastikan bahwa peserta
menggunakan keterampilan yang dipelajari sesuai pekerjaannya, memilih
metode pelatihan, dan mengevaluasi apakah pelatihan telah mencapai hasil
yang diinginkan.
Pelaksanaan Training Needs Assessment (TNA) merupakan hal yang
sangat penting dalam penyusunan program pelatihan baik pelatihan yang
berbasis kompetensi maupun pelatihan untuk memenuhi kebutuhan tertentu.
Penilaian kebutuhan adalah langkah pertama dalam proses desain
instruksional, dan jika tidak dilakukan dengan benar menurut Noe (2010:

104) situasi berikut dapat terjadi:
1.

Pelatihan memberikan solusi yang salah untuk masalah kinerja

2.

Program pelatihan mungkin memiliki konten, tujuan, atau metode yang
salah

3.

Peserta dapat dikirimkan ke program pelatihan yang salah. Peserta tidak
memiliki keterampilan dasar, keterampilan prasyarat, atau keyakinan
yang diperlukan untuk belajar.

3

4.


Pelatihan tidak akan memberikan pembelajaran, perubahan perilaku, atau
hasil keuangan yang diharapkan perusahaan.

5.

Uang akan dihabiskan untuk program pelatihan yang tidak diperlukan
karena mereka tidak berhubungan dengan strategi bisnis perusahaan.
Tujuan dari TNA menurut Noe (2010: 105) “The goal of needs

assessment is to determine whether a training need exists, who it exists for,
and for what tasks training is needed”. Tujuan dari penilaian kebutuhan
adalah untuk menentukan jenis pelatihan yang dibutuhkan, untuk siapa
pelatihan itu, dan untuk apa pelatihan dibutuhkan. Pelaksanaan pelatihan
penting untuk menyertakan manajer, pelatih, dan karyawan dalam proses
penilaian kebutuhan. Biasanya hanya trainer yang memperhatikan proses
penilaian kebutuhan. Tetapi, telah dijelaskan bahwa pelatihan digunakan
untuk membantu mencapai tujuan strategis perusahaan, maka perlu
melibatkan manajer tingkat atas dalam proses penilaian kebutuhan. TNA
dilakukan agar dapat disusun program pelatihan yang tepat berdasarkan hasil
analisis kebutuhan pelatihan, sehingga setelah selesai mengikuti pelatihan

peserta pelatihan memiliki kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan
perusahaan atau persyaratan kebutuhan pasar kerja.
Terdapat beberapa metode yang digunakan untuk melakukan TNA.
Metode tersebut antara lain observasi, kuisioner, wawancara, Focus Group,
dokumentasi dan online. Observasi yaitu melakukan pengamatan pada waktu
karyawan bekerja. Kuisioner yaitu memberikan daftar pertanyaan yang
dirancang untuk mengidentifikasikan tugas, pengetahuan, keterampilan dan
karakteristik yang diperlukan dalam pekerjaan. Wawancara langsung dengan
karyawan atau manajer. Focus group yaitu melakukan pertemuan dengan
sejumlah karyawan untuk membahas permasalahan dan bagaimana
pemecahannya. Dokumentasi yaitu mengumpulkan data-data berupa hasil
laporan tekniks pekerjaan. Online yaitu mengumpulkan data melalui
teknologi atau softwae untuk mengumpulkan data. Metode-metode tersebut
digunakan untuk mengumpulkan informasi yang berguna bagi organisasi dan
analisis tugas.

4

Pelatihan Manajemen Laboratorium dan K3 (Kesehatan dan
Keselamatan Kerja) Pada Teknisi Laboratorium Beton dan Bahan Bangunan

ini dimulai dengan melakukan TNA dengan metode kuisioner, observasi, dan
wawancara. Kuisioner diberikan kepada teknisi laboratorium beton dan bahan
bangunan yang berisi analisis tugas teknisi. Observasi dilakukan untuk
mengetahui pelaksanaan praktik pada laboratorium beton dan bahan.
Wawancara dilakukan kepada teknisi, mahasiswa dan kepala laboratorium
untuk memberikan data tambahan dalam merencanakan diklat.
B. Pelaksanaan Diklat
Pelatihan diselenggarakan untuk meningkatkan kinerja dari peserta
pelatihan. Di dalam pelatihan ada sebuah proses pembelajaran. Keberhasilan
sebuah pelatihan dapat dilihat dari hasil belajar yang diperlihatkan oleh
peserta setelah melaksanakan pelatihan. Untuk itu pelatihan harus
direncanakan sebaik mungkin agar dapat menghasilkan manfaat yang besar
pagi perusahaan. Pembelajaran melakukan perubahan yang relatif permanen
dalam kemampuan manusia yang bukan merupakan hasil dari Proses
pertumbuhan. Tipe Hasil Belajar ada empat yaitu informasi verbal (Verbal
information), keterampilan intelektual (Intellectual skills), Keterampilan
motorik (Motor skills), dan sikap (attitude) (Noe, 2010: 177).
Informasi verbal meliputi nama atau label, fakta, dan pengetahuan
dasar. Informasi verbal mencakup pengetahuan khusus yang karyawan
butuhkan dalam pekerjaan mereka. Sebagai contoh, seorang manajer harus

mengetahui nama-nama dari berbagai jenis peralatan serta pengetahuan dasar
yang berhubungan dengan Total Quality Management.
Keterampilan intelektual mencakup konsep dan aturan. Konsepkonsep dan aturan ini sangat penting untuk memecahkan masalah, melayani
pelanggan, dan menciptakan produk. Sebagai contoh, seorang manajer harus
mengetahui langkah-langkah dalam proses penilaian kinerja (misalnya,
mengumpulkan data, meringkas data, mempersiapkan diri untuk wawancara
penilaian dengan karyawan) untuk melakukan penilaian karyawan.

5

Keterampilan motorik meliputi koordinasi gerakan fisik. Misalnya,
perbaikan telepon orang harus memiliki koordinasi dan ketangkasan
diperlukan untuk memanjat tangga dan tiang telepon.
Sikap

merupakan

kombinasi

keyakinan


dan

perasaan

yang

mempengaruhi seseorang untuk berperilaku dengan cara tertentu. Sikap
mencakup komponen kognitif (keyakinan), komponen afektif (perasaan), dan
komponen yang disengaja (cara seseorang untuk berperilaku dalam kaitannya
dengan subjek sikap). Pentingnya sikap yang berhubungan dengan pekerjaan
meliputi kepuasan kerja, komitmen terhadap organisasi, dan keterlibatan
kerja. Misalkan seorang karyawan dikatakan memiliki sikap positif terhadap
pekerjaannya. Ini berarti orang yang suka pekerjaannya (komponen afektif).
Seseorang menginginkan pekerjaannya karena menantang dan memberikan
kesempatan untuk bertemu orang-orang (komponen kognitif). Seseorang
menyukai pekerjaannya, karena ia bermaksud untuk menetap pada
perusahaan dan melakukan yang terbaik di tempat kerja (komponen yang
disengaja). Program pelatihan dapat digunakan untuk mengembangkan atau
mengubah sikap karena sikap telah terbukti berkaitan dengan fisik dan mental
dari pekerjaan, omset, dan perilaku yang berdampak pada kesejahteraan
perusahaan (misalnya, membantu karyawan baru).
Desain pelatihan mengacu pada faktor-faktor yang dibangun ke dalam
program pelatihan untuk meningkatkan manfaat dari pelatihan tersebut.
Pelatihan harus memperhatikan faktor penting yang diperlukan dalam
pembelajaran (tujuan, praktek, umpan balik, bahan bermakna, dll). Untuk
kebermanfaatan dari pelatihan, manajer perlu menerapkan teori pelatihan dan
mendorong peserta untuk bertanggung jawab terhadap pembelajaran dan
untuk terlibat dalam strategi manajemen diri. Tiga teori transfer pelatihan
memiliki implikasi untuk desain pelatihan (pembelajaran lingkungan) yaitu
teori elemen identik (theory of identical elements), pendekatan stimulus
generalisasi (stimulus generalization approach), dan teori kognitif transfer
(the cognitive theory of transfer) (Noe, 2010 : 188).

6

1. Teori Transfer Pelatihan
a. Theory of identical elements
Teori

elemen

identik

(theory

of

identical

elements)

mengusulkan bahwa transfer pelatihan terjadi ketika apa yang sedang
dipelajari dalam pelatihan identik atau sama dengan apa yang harus
dilakukan pada pekerjaan. Transfer akan dimaksimalkan untuk tingkat
bahwa tugas-tugas, bahan, peralatan, dan karakteristik lain dari
lingkungan belajar yang mirip dengan yang ditemui di lingkungan
kerja. Pelatihan memberikan suasana yang sama dengan lingkungan
kerja. Kondisi lingkungan kerja dapat diprediksi dan stabil. Contoh
dari pelatihan ini adalah pelatihan untuk menggunakan peralatan.
Jenis pemanfaatan pelatihan jarak dekat.
b. Stimulus Generalization Approach
Pendekatan generalisasi stimulus atau pelatihan umum
menunjukkan bahwa cara untuk memahami transfer masalah pelatihan
adalah untuk membangun pelatihan sehingga fitur yang paling penting
atau prinsip-prinsip umum yang lebih ditekankan. Hal ini juga penting
untuk mengidentifikasi berbagai situasi kerja dimana prinsip-prinsip
umum

dapat

diterapkan.

Pendekatan

stimulus

generalisasi

menekankan transfer jauh. Transfer jauh atao pelatihan jarak jauh
tidak ditempat kerja merupakan kemampuan peserta pelatihan untuk
menerapkan

kemampuan

belajar

lingkungan

kerja,

meskipun

lingkungan kerja (peralatan, masalah, tugas) tidak identik dengan sesi
latihan. Program yang menekankan transfer jauh harus mencakup
desain pelatihan berikut :
1) Program harus mengajarkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip
umum yang luas.
2) Peserta pelatihan harus dibuat sadar dari contoh-contoh dari
pengalaman mereka yang mirip dengan yang ditekankan dalam
pelatihan sehingga koneksi dapat dibuat antara strategi yang telah
efektif dalam situasi yang berbeda.

7

3) Program harus menekankan bahwa prinsip-prinsip umum bisa
diterapkan untuk satu set yang lebih besar konteks daripada yang
disajikan dalam pengaturan pelatihan
Penekanan pelatihan pada prinsip-prinsip umum yang berlaku
untuk banyak situasi kerja yang berbeda. Kondisi yang sesuai untuk
pelatihan pada pekerjaan yang tidak dapat diprediksi dan sangat
bervariasi. Contohnya pelatihan dalam keterampilan interpersonal.
Jenis transfer Jauh.
c. Cognitive Theory of Transfer
Teori kognitif transfer didasarkan pada teori pemrosesan
informasi dari pembelajaran. Ingat bahwa penyimpanan dan
pengambilan

informasi

merupakan

aspek

kunci

dari

model

pembelajaran. Menurut teori kognitif transfer, kemungkinan transfer
tergantung pada kemampuan peserta untuk mengambil kemampuan
belajar. Teori strategi ini menunjukkan bahwa kemungkinan transfer
meningkat dengan memberikan pelatihan dengan materi yang
bermakna yang meningkatkan kemungkinan bahwa mereka akan
menghubungkan apa yang mereka hadapi dalam lingkungan pekerjaan
dengan kemampuan belajar. Juga penting adalah menyediakan peserta
pelatihan dengan strategi kognitif untuk pengkodean kemampuan
belajar dalam memori sehingga mereka mudah memahami. Penekanan
pada bahan yang bermakna dan pengkodean skema meningkatkan
penyimpanan dan mengingat isi pelatihan. Kondisi yang sesuai untuk
semua jenis pelatihan dan lingkungan. Jenis transfer dekat dan jauh
2. Jenis Pelatihan
a. Pelatihan Tradisional
“Traditional training methods, methods that do not require
new technology (e.g., Internet) for delivery” (Noe, 2010 : 260).
Pelatihan tradisional adalah pelatihan yang tidak menggunakan
teknologi baru untuk menyampaikan proses pembelajaran.

8

Pelatihan tradisional membahas pelatihan dengan pemateri
(hands-on) dan metode pelatihan pengembangan kelompok (group
building methods). Metode presentasi (seperti kuliah) efektif untuk

efisien mengkomunikasikan informasi (pengetahuan) ke sejumlah
besar trainee. Metode presentasi perlu dilengkapi dengan kesempatan
untuk para peserta untuk berlatih, berdiskusi, dan menerima umpan
balik

untuk

memfasilitasi

pembelajaran.

Metode

hands-on

mendapatkan trainee terlibat langsung dalam pembelajaran. Metode
hands-on yang ideal untuk mengembangkan keterampilan dan
perilaku. Metode pelatihan terbimbing (hands-on) mencakup pelatihan
on-the-job, simulasi, self-directed learning, permainan bisnis, studi
kasus,

memainkan

peran,

dan

model

perilaku.

Metode

ini

kemungkinan mahal untuk dikembangkan, tetapi menggabungkan
kondisi yang diperlukan untuk belajar dan transfer pelatihan bisa
terjadi. Metode pengembangan kelompok (group building methods)
seperti pelatihan tim, tindakan belajar, dan fokus pembelajaran
petualangan untuk membantu tim meningkatkan keterampilan yang
dibutuhkan untuk kerja sama tim yang efektif (misalnya, kesadaran
diri, resolusi konflik, koordinasi) dan membantu membangun kohesi
tim dan identitas. Teknik pengembangan kelompok (group building
methods) mungkin termasuk penggunaan metode presentasi serta

latihan selama anggota tim berinteraksi dan berkomunikasi satu sama
lain.
b. Pelatihan Kontemporer
Modern training methods, methods that do new technologies in
training delivery, sup-port, and administration. Many new
technologies have features that help to ensure learningand transfer of
training (e.g., multimedia training methods such as CD-ROM and elearning) (Noe, 2010 : 337).

Pelatihan kontemporer adalah pelatihan dengan menggunaan
teknologi

baru

dalam

pengiriman

pelatihan,

dukungan,

dan

administrasi. Banyak teknologi baru memiliki fitur yang membantu
untuk memastikan pembelajaran dan transfer pelatihan (misalnya,
metode pelatihan multimedia seperti CD-ROM dan e-learning).
9

Teknologi ini menarik bagi beberapa indera dan memungkinkan
karyawan untuk melakukan pembelajaran mandiri, menerima umpan
balik dan penguatan, dan mencari informasi dari para ahli pada materi
dasar yang dibutuhkan. Metode pelatihan ponsel baru (seperti iPod)
memungkinkan karyawan untuk berpartisipasi dalam pelatihan dari
rumah atau bekerja secara 24 jam. Karyawan tidak hanya mengontrol
penyajian isi pelatihan tetapi juga kapan dan di mana mereka
berpartisipasi dalam pelatihan. Simulasi dan virtual reality juga dapat
menciptakan lingkungan pelatihan yang lebih realistis, yang dapat
membuat materi lebih bermakna dan meningkatkan kemungkinan
bahwa pelatihan akan ditransfer ke pekerjaan. Sistem pakar dan sistem
pendukung elektronik adalah alat yang karyawan dapat mengakses
pada dasar yang dibutuhkan untuk memperoleh pengetahuan dan
informasi. Groupware dan intranet membantu untuk menangkap
pengetahuan bahwa karyawan dicapai dari pelatihan dan memfasilitasi
berbagi informasi mereka. Teknologi interaktif voice, pencitraan, dan
aplikasi perangkat lunak yang dirancang khusus untuk pelatihan
membuat lebih mudah untuk menyimpan dan merekam informasi
pelatihan seperti kursus pendaftaran dan catatan pelatihan karyawan.
Teknologi ini juga membuat lebih mudah untuk mengambil informasi
pelatihan terkait untuk pengambilan keputusan manajerial. Banyak
perusahaan yang berinvestasi dalam belajar sistem manajemen, yang
menyediakan administrasi pelatihan, pengiriman, dan dukungan.
Sebagian besar metode pelatihan teknologi baru lebih unggul
daripada metode tradisional karena lingkungan belajar yang positif
dapat dibangun ke dalam metode ini. Tetapi biaya pengembangan
metode pelatihan teknologi baru yang tinggi. Pertimbangan termasuk
uang untuk pengembangan, penyebaran geografis karyawan, kesulitan
karyawan dalam mengikuti pelatihan, dan apakah teknologi baru
merupakan bagian dari strategi bisnis perusahaan. Daripada memilih
antara tatap muka dan metode pelatihan berbasis teknologi,
perusahaan sering memilih untuk menggunakan keduanya.

10

Pelatihan Manajemen Laboratorium dan K3 (Kesehatan dan
Keselamatan Kerja) Pada Teknisi Laboratorium Beton dan Bahan Bangunan
ini termasuk kedalam jenis pelatihan tradisional. Pelatihan tradisional
dilakukan dengan metode ceramah atau demonstrasi, presentasi, praktik
lapangan, dan studi kasus. Pelatihan tradisional digunakan karena sesuai
dengan pelaksanaan dalam memberikan informasi secara luas dan
memberikan keterampilan dalam melaksanakan manajemen laboratorium.
C. Evaluasi Pelatihan
Evaluasi pelatihan menyediakan cara untuk memahami investasi hasil
pelatihan dan menyediakan informasi yang diperlukan untuk meningkatkan
pelatihan. Jika perusahaan menerima pengembalian yang tidak memadai atas
investasi dalam pelatihan, perusahaan kemungkinan akan mengurangi
investasi dalam pelatihan atau mencari penyedia pelatihan di luar perusahaan
yang dapat memberikan pengalaman pelatihan yang dapat meningkatkan
performa, produktivitas, kepuasan pelanggan, atau apa pun hasil lainnya
perusahaan tertarik dalam mencapai. Evaluasi pelatihan menyediakan data
yang diperlukan untuk menunjukkan pelatihan yang tidak menawarkan
manfaat bagi perusahaan. Evaluasi pelatihan melibatkan evaluasi formatif dan
evaluasi sumatif.
Evaluasi formatif mengacu pada evaluasi pelatihan yang berlangsung
selama desain dan pengembangan program. Evaluasi formatif membantu
untuk memastikan bahwa (1) program pelatihan yang terorganisasi dengan
baik dan berjalan lancar dan (2) peserta belajar dan puas dengan program ini.
Evaluasi formatif memberikan informasi tentang bagaimana membuat
program yang lebih baik, biasanya melibatkan pengumpulan data kualitatif
tentang program. Data kualitatif meliputi pendapat, keyakinan, dan perasaan
tentang program. Evaluasi formatif meminta pelanggan, karyawan, manajer,
dan para ahli tentang pendapat mereka tentang deskripsi konten pelatihan dan
tujuan dan desain program.
Evaluasi sumatif mengacu pada evaluasi dilakukan untuk mengetahui
sejauh mana peserta telah berubah sebagai akibat setelah mengikuti program
pelatihan. Evaluasi sumatif memperoleh pengetahuan, keterampilan, sikap,
11

perilaku, atau hasil lain yang diidentifikasi dalam tujuan pelatihan. Evaluasi
sumatif juga dapat mencakup mengukur manfaat biaya (juga dikenal sebagai
return on investment) yang diterima perusahaan dari program ini. Evaluasi
sumatif biasanya melibatkan pengumpulan kuantitatif (numerik) data melalui
tes, penilaian perilaku, atau langkah-langkah tujuan kinerja seperti volume
penjualan, kecelakaan, atau paten.
Pentingnya evaluasi program pelatihan menurut Noe (2010 : 219) dari
pembahasan evaluasi sumatif dan formatif, itu adalah sebagai berikut:
1.

Untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan program . Ini termasuk
menentukan apakah program ini memenuhi tujuan pembelajaran , jika
kualitas lingkungan belajar yang memuaskan, dan jika transfer pelatihan

2.

untuk pekerjaan yang terjadi.
Untuk menilai apakah isi, organisas , dan administrasi program termasuk
jadwal, akomodasi, pelatih, dan bahan mendukung proses belajar dan

3.

penggunaan konten pelatihan di tempat kerja.
Untuk mengidentifikasi manfaat pelatihan sebagian besar atau setidaknya

4.

dari program ini.
Untuk membantu program pemasaran melalui pengumpulan informasi
dari peserta tentang apakah mereka akan merekomendasikan program
tersebut kepada orang lain, mengapa mereka menghadiri program, dan

5.
6.

tingkat kepuasan dengan program.
Untuk menentukan manfaat keuangan dan biaya program.
Untuk membandingkan biaya dan manfaat dari pelatihan terhadap
investasi nontraining (seperti redesign pekerjaan atau sistem seleksi
karyawan yang lebih baik).

7.

Untuk membandingkan biaya dan manfaat dari program pelatihan yang
berbeda untuk memilih program terbaik.
Model evaluasi yang populer adalah evaluasi Kirkpatrick. Evaluasi

model Kirkpatrick memiliki kelebihan karena sifatnya yang menyeluruh,
sederhana, dan dapat diterapkan dalam berbagai situasi pelatihan.
Menyeluruh dalam artian model evaluasi ini mampu menjangkau semua sisi
dari suatu program pelatihan. Dikatakan sederhana karena model ini memiliki
alur logika yang sederhana dan mudah dipahami serta kategorisasi yang jelas

12

dan tidak berbelit-belit. Sementara dari sisi penggunaan, model ini bisa
digunakan untuk mengevaluasi berbagai macam jenis pelatihan dengan
berbagai macam situasi. Menurut Kirkpatrick, evaluasi didefinisikan sebagai
kegiatan untuk menentukan tingkat efektifitas suatu program pelatihan.
Dalam model Kirkpatrick, evaluasi dilakukan melalui empat tahap evaluasi
atau kategori.
Tahap Evaluasi program model Kirkpatrik terdiri dari 4 bagian, yaitu:
1. Reaction (Reaksi)
Evaluasi ini untuk mengetahui tingkat kepuasan peserta terhadap
pelaksanaan suatu pelatihan. Evaluasi ini dilakukan pada saat dan setelah
menerima materi pelatihan, yakni evaluasi untuk mengukur minat dan
reaksi peserta atas pelatihan
2. Learning (Pembelajaran)
Evaluasi ini untuk mengukur tingkat tambahan pengetahuan, ketrampilan
maupun perubahan sikap peserta setelah mengikuti pelatihan. Disebut juga
evaluasi hasil belajar. Evaluasi ini dilakukan untuk mengukur tingkat
pemahaman peserta setelah menerima pembahasan dari para pelatih setiap
sesi pelatihan. Penilaian terhadap tingkat pemahaman ini sangat penting
untuk mengetahui apakah peserta sudah memahami materi yang diberikan
dalam pelatihan
3. Behaviour (Perilaku)
Evaluasi ini untuk mengetahui tingkat perubahan perilaku kerja peserta
pelatihan setelah kembali ke lingkungan kerjanya. Evaluasi ini dilakukan
setelah pelatihan. Tujuannya untuk melihat bagaimana perilaku peserta
setelah mengikuti pelatihan, langkah-langkah apa yang sudah dilakukan
serta bagaimana sikap stakeholder terhadap hasil pelatihan.
4. Result (Hasil)
Evaluasi ini untuk mengetahui dampak perubahan perilaku kerja peserta
pelatihan terhadap tingkat produktifitas organisasi. Merupakan evaluasi
jangka panjang, yakni evaluasi mengenai kinerja lembaga yang terjadi
akibat kinerja anggota organisasi yang mengikuti pelatihan. Evaluasi ini
dapat dilakukan tiga sampai empat tahun setelah pelatihan.

13

Pelatihan Manajemen Laboratorium dan K3 (Kesehatan dan
Keselamatan Kerja) Pada Teknisi Laboratorium Beton dan Bahan Bangunan
ini menggunakan evaluasi model Kirkpatrick tingakat 1, tingkat 2, tingkat 3
dan tingkat 4. Evaluasi tingkat 1 dilakukan pada saat dan setelah menerima
materi pelatihan. Evaluasi tingkat 2 dilakukan setelah menerima pelatihan.
Evaluasi tingkat 3 dilakukan setelah pelatihan dan telah kembali ke tempat
kerjanya masing-masing. Evaluasi tingkat 4 diberikan dalam akhir semester
atau akhir tahun ketika pelaksanaan praktik laboratorium.

BAB III
RANCANGAN DIKLAT
14

A. Perencanaan Diklat
Pengembangan pelatihan diperlukan langkah-langkah penyusunan
yang harus ditempuh oleh seorang penyusun program pelatihan. Salah satu
yang harus ditempuh adalah melakukan training need assessment ( TNA)
atau analisis kebutuhan pelatihan. Analisis kebutuhan pelatihan akan
mencerminkan keadaan yang sesungguhnya yang dihadapi oleh para calon
peserta pelatihan dalam melaksanakan tugasnya, jika dibandingkan dengan
sesuatu yang menjadi standar.
Tujuan Pedoman Analisis Kebutuhan Pelatihan (TNA) adalah agar
dapat disusun program pelatihan yang tepat berdasarkan hasil analisis
kebutuhan pelatihan, sehingga setelah selesai mengikuti pelatihan peserta
pelatihan memiliki kompetensi yang sesuai dengan persyaratan kebutuhan
pasar kerja/lowongan kerja.
Training Need Assessment (TNA) Diklat Teknisi Laboratorium Beton
dan Bahan ini dilaksanakan dengan memperhatikan hasil analisis kebutuhan
sesuai dengan data yang didapatkan dari responden. Data dari kuesioner
berupa frekuensi, tingkat kepentingan dan tingkat kesulitan dari kompetensi
kerja teknisi laboratorium praktik beton. Data yang telah didapatkan
kemudian dijumlahkan. Asumsi kebutuhan pelatihan dinyatakan dengan
jumlah tertinggi dari penjumlahan data tiap-tiap item pekerjaan. Data analisis
kebutuhan pelatihan dari teknisi laboratorium praktik beton dapat dilihat pada
tabel 1.
Data dari observasi yaitu melakukan pengamatan secara langsung
terhadap pelaksanaan peekerjaan-pekerjaan di laboratorium beton dan bahan
mulai dari persiapan alat dan bahan sampai pelaksanaan dan perawatan. Data
dari wawancara kepada mahasiswa, teknisi dan kepala laboratorium juga
digunakan untuk mendukung data dari hasil kuesioner tentang item pekerjaan
yang membutuhkan pelatihan atau diklat.
Tabel 1. Hasil Pengisian Angket Pekerjaan Teknisi Praktek Beton Sumber
Bapak Sudarman Laboran Teknik Sipil UNY

15

N
o

Penilaian Kinerja
Deskripsi Pekerjaan

Frekuensi
Kinerja

Tingkat
Kepentingan

Tingkat
Kesulitan

Jumlah

1

Menyiapkan alat yang digunakan
praktik beton

5

5

1

11

2

Menyiapkan bahan yang
digunakan praktik beton

5

5

1

11

3

Mengetahui prosedur percobaan
praktik beton

5

5

1

11

4

Kesehatan dan keselamatan kerja

5

5

2

12

5

Kebersihan lokasi kerja

5

5

2

12

6

Perawatan alat

5

5

2

12

7

Pengaturan ruang kerja

5

5

2

12

8

Percobaan uji consistensi normal
portland cement

3

5

1

9

9

Percobaan waktu pengikatan
portland cement

3

5

2

10

10 Percobaan berat jenis portland
cement

4

5

1

10

11 Percobaan berat jenis pasir

5

5

1

11

12 Percobaan berat pervolume pasir

5

5

1

11

13 Percobaan kadar lumpur dalam
pasir

5

5

1

11

14 Percobaan penyerapan pasir

5

5

1

11

15 Percobaan kadar air dalam pasir

5

5

1

11

16 Percobaan berat jenis kerikil

5

5

1

11

17 Percobaan berat per volume kerikil

5

5

1

11

18 Percobaan kadar lumpur dalam
kerikil

5

5

1

11

19 Percobaan penyerapan kerikil

5

5

1

11

20 Percobaan kadar air dalam kerikil

5

5

1

11

21 Percobaan kadar keausan kerikil

5

4

1

10

22 Percobaan analisa ayakan pasir

5

4

1

10

23 Percobaan analisa ayakan kerikil

5

4

1

10

16

24 Percobaan analisa ayakan
campuran

4

4

2

10

25 Percobaan mix design beton

4

4

2

10

26 Percobaan mencampur beton
pembuatan benda uji kubus

5

5

1

11

27 Percobaan mencampur beton
pembuatan benda uji silinder

5

4

1

10

28 Percobaan slump

5

4

1

10

Berdasarkan hasil data di atas maka ada 4 (empat) pekerjaan yang
mempunyai jumlah nilai tertinggi (nilai 12) yaitu:
1.
2.
3.
4.

Kesehatan dan keselamatan kerja
Kebersihan lokasi kerja
Perawatan alat
Pengaturan ruang kerja
4 (empat) pekerjaan diatas merupakan dasar yang digunakan sebagai

kebutuhan dalam perancanaan pelatihan ini. Kebersihan lokasi kerja,
perawatan alat dan pengaturan ruang kerja masuk kedalam lingkup
manajemen bengkel atau laboratorium. Kesehatan dan keselamatan kerja atau
K3 merupakan bagian tersendiri yang dimasukkan dalam pelatihan ini.
Berdasarkan analisis kebutuhan pelatihan dari kuesioner di atas
setelah dilakukan pengecekan terhadap hasil observasi dan wawancara, maka
akan

dirancanakan

sebuah

pelatihan

yaitu

“Pelatihan

Manajemen

Laboratorium dan K3 (Kesehatan Dan Keselamatan Kerja)”.
B. Pelaksanaan Diklat
1. Nama Program Diklat
Program diklat yang

direncanakan

adalah

Program

Pelatihan

Manajemen Laboratorium Dan K3 (Kesehatan Dan Keselamatan
Kerja)
2. Tujuan
Tujuan Pelatihan Manajemen Laboratorium dan K3 ini adalah sebagai
berikut:
a. Untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan tentang manajemen
laboratorium
17

b. Untuk memberikan pengetahuan pentingnya K3 dalam pelaksanaan
praktik di laboratorium
c. Untuk memberikan keterampilan dalam pelaksanaan program K3 di
laboratorium

3. Sasaran
Sasaran dari Pelatihan Manajemen Laboratorium dan K3 ini adalah para
teknisi atau laboran di laboratorium beton dan bahan bangunan
mempunyai keterampilan dalam pelaksanaan manajemen laboratorium
dan K3.
4. Peserta
Peserta dari Pelatihan Manajemen Laboratorium dan K3 ini adalah para
teknisi atau laboran di laboratorium beton dan bahan bangunan di
Perguruan Tinggi dan SMK se-Kota Yogyakarta.
5. Tempat dan Waktu
Tempat Pelatihan ini adalah di Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan
Universitas Negeri Yogyakarta (LPMP-UNY) dan di Laboratorium Beton
Jurusan teknik Sipil dan Perencanaan UNY. Waktu pelatihan dilaksanakan
selama 5 (lima) hari.
6. Personalia
a. Panitia pelaksana
1) Ketua
2) Sekretaris
3) Administrasi
4) Pembantu Umum
b. Instruktur
1) Praktisi/ pakar dibidang Teknik Sipil dengan keahlian manajemen
laboratorium dan K3
2) Instruktur dan pendamping instruktur
Instruktur

adalah

Pakar

di

bidang

teknik

sipil

yang

berpengalaman dengan ditunjukkan oleh sertifikat keahlian.

18

sudah

7. Materi
Materi

utama

yang

disampaikan

dalam

pelatihan

Manajemen

Laboratorium dan K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) adalah sebagai
berikut:
a. Mengatur tata ruang laboratorium
b. Mengatur alat yang baik dan terkalibrasi
c. Administrasi laboratorium
d. Organisasi laboratorium
e. Inventarisasi dan keamanan
f. Pengamanan laboratorium
g. Penanganan masalah umum
h. Kebersihan laboratorium
i. Alat Pelindung diri (APD)
j. Slogan dan simbol K3
k. P3K
l. Penanganan bila terjadi kecelakaan kerja

8. Metode
Metode dalam pelatihan Manajemen Laboratorium dan K3 (Kesehatan dan
Keselamatan Kerja) dilakukan dengan memberikan materi melalui modul,
presentasi melalui media, kemudian dipraktekkan di laboratorium beton
dan

bahan

bangunan,

pemberian

laboratorium dan K3 dan diskusi
19

masalah

mengenai

manajemen

.
9. Silabus
Silabus dari Pelatihan Manajemen Laboratorium dan K3 ini dapat dilihat
pada tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2 Silabus Pelatihan Manajemen Laboratorium dan K3
No
1.

2.

Standar
Kompetensi
Melaksanakan
manajemen
laboratorium
dengan baik

Kompetensi Dasar

a. Mengatur Tata ruang
b. Mengatur Alat yang
baik dan terkalibrasi
c. Administrasi
laboratorium
d. Organisasi laboratorium
e. Inventarisasi dan
keamanan
f. Pengamanan
laboratorium
g. Penanganan masalah
umum
h. Kebersihan
laboratorium
Melaksanakan
a. Alat Pelindung diri
program
K3
(APD)
b.
Slogan dan simbol K3
dalam
praktik
beton dan bahan c. P3K
d. Penanganan bila terjadi
bangunan
kecelakaan kerja

C. Evaluasi Diklat

20

Metode Pembelajaran

Waktu

Pembelajaran
dilakukan
dengan memberikan materi
melalui modul, presentasi
melalui media, kemudian
dipraktekkan
di
laboratorium beton dan
bahan bangunan.
Pemberian masalah dan
diskusi

20 jam

Pembelajaran
dilakukan
dengan memberikan materi
melalui modul, presentasi
melalui media, kemudian
dipraktekkan
di
laboratorium beton dan
bahan bangunan.
Pemberian masalah dan
diskusi

15 jam

Evaluasi dalam pelatihan Manajemen Laboratorium dan K3 adalah sebagai
berikut:
a. Evaluasi Tingkat 1 (Reaction)
Evaluasi ini untuk mengetahui tingkat kepuasan peserta terhadap
pelaksanaan pelatihan. Evaluasi ini dilakukan pada saat dan setelah
menerima materi pelatihan, yaitu evaluasi untuk mengukur minat dan
reaksi peserta atas pelatihan. Hal-hal yang dievaluasi meliputi materi
pelatihan, metode pelatihan, penatar/ instruktur pelatihan, petugas/ panitia/
personalia pelatihan, konsumsi, dan akomodasi. Evaluasi ini menggunakan
angket yang langsung diisi oleh peserta pelatihan dan hasilnya bisa
diketahui setelah selesai pelaksanaan pelatihan.
b. Evaluasi Tingkat 2 (Learning)
Evaluasi ini untuk mengukur tingkat tambahan pengetahuan, ketrampilan
maupun perubahan sikap peserta setelah mengikuti pelatihan. Disebut juga
evaluasi hasil belajar. Evaluasi ini dilakukan untuk mengukur tingkat
pemahaman peserta setelah menerima pembahasan dari para pelatih setiap
sesi pelatihan. Penilaian terhadap tingkat pemahaman ini sangat penting
untuk mengetahui apakah peserta sudah memahami materi yang diberikan
dalam pelatihan. Evaluasi ini dilakukan dengan memberikan post test pada
peserta diklat.
c. Evaluasi Tingkat 3 (Behaviour)
Evaluasi ini untuk mengetahui tingkat perubahan perilaku kerja peserta
pelatihan setelah kembali ke lingkungan kerjanya. Evaluasi ini dilakukan
setelah pelatihan. Tujuannya untuk melihat bagaimana perilaku peserta
setelah mengikuti pelatihan, langkah-langkah apa yang sudah dilakukan
serta bagaimana sikap pimpinan terhadap hasil pelatihan. Untuk
mendapatkan hasil dari evaluasi ini dilakukan dengan mengirim lembar
observasi kepada dosen praktik beton dan bahan bangunan 2 bulan setelah
kegiatan, lembar observasi ini berisi analisis tugas dari teknisi
laboratorium beton dan bahan bangunan.
d. Evaluasi Tingkat 4 (Result)

21

Evaluasi ini untuk mengetahui dampak perubahan perilaku kerja peserta
pelatihan terhadap tingkat produktifitas lembaga. Merupakan evaluasi
mengenai kinerja lembaga yang terjadi akibat kinerja anggota yang
mengikuti pelatihan. Untuk mendapatkan hasil dari evaluasi ini dilakukan
dengan mengirim lembar observasi kepada dosen praktik beton dan bahan
bangunan dan kepala laboratorium setelah laboran melaksanakan
pekerjaan selama satu semester di laboratorium beton dan bahan
bangunan.

BAB IV

22

PENUTUP

A. Simpulan
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan tentang
perencanaan program diklat sebagai berikut:
1. Jenis pekerjaan yang membutuhkan peningkatan keterampilan berdasarkan
hasil TNA (wawancara, kuesioner, dan observasi) adalah K3 (kesehatan
dan keselamatan kerja), kebersihan lokasi kerja, perawatan alat dan
pengaturan ruang kerja.
2. Berdasarkan hasil TNA yang menunjukkan pekerjaan-pekerjaan yang
perlu ditingkatkan maka direncanakan sebuah pelatihan atau diklat dengan
judul pelatihan manajemen laboratorium dan K3 (kesehatan dan
keselamatan kerja)
3. Evaluasi dalam pelaksanaan pelatihan manajemen laboratorium dan K3
(kesehatan dan keselamatan kerja) adalah menggunakan evaluasi model
Kirkpatrick, level 1 ( Reaction), level 2 (Leaning), level 3 (Behaviour),
dan level 4 (Result).
B. Saran
Berdasarkan pembahasan dan simpulan di atas, maka saran yang
dapat dikemukakan adalah sebagai berikut:
1. Untuk menentukan tingkat kebutuhan pelatihan atau diklat harus
dilaksanakan TNA dengan melakukan survei atau observasi pada berbagai
macam sumber agar mendapatkan data yang akurat tentang pelatihan yang
dibutuhkan.
2. Untuk mengetahui hasil atau dampak dari pelatihan atau diklat perlu
diadakan evaluasi secara mendalam berupa evaluasi tahap 4 kirkpatrick.
Evaluasi ini untuk mengetahui dampak perubahan perilaku kerja peserta
pelatihan terhadap tingkat produktifitas organisasi. Merupakan evaluasi
jangka panjang, yakni evaluasi mengenai kinerja lembaga yang terjadi
akibat kinerja anggota organisasi yang mengikuti pelatihan. Untuk

23

mendapatkan hasil evaluasi yang baik dapat dilakukan tiga sampai empat
tahun setelah pelatihan.

Daftar Pustaka

24

Kirkpatrik D. & Kirkpatrick J. (2009), 3rd Ed. Evaluating training programs: the
four levels. San Francisco: Berrett-Koehler Publishers.
Noe. R.A. (2010). Employee Training and Development. Boston: McGraw Hill
Sutarto, H. P. (2013). Strategi penggeseran paradigma pelatihan dari orientasi
aktivitas di kelas ke hasil di tempat kerja. Cakrawala Pendidikan UNY
USOPM (2011). Training Evaluation Field Guide. Washington DC: ES/ERED Pub.

25