SKRIPSI UJIAN NASIONAL id. doc

UJIAN NASIONAL 2007; ANTARA KUASA NEGARA DAN
PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN

SKRIPSI

Oleh :
BUDI SANTOSO
NIM. DO1303185

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

FAKULTAS TARBIYAH
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

Juli 2007

MOTTO
“Curang demi demi keberhasilan itu boleh di Indonesia,
bahwa pendidikan bukan soal kecerdasan, tetapi soal kelicinan menyelamatkan diri,
bahwa guru yang baik bukan guru yang jujur tetapi guru yang menolong meski harus
menghiainati hati nurani, bahwa pelajaran moral ituhanya teori saja, dalam hidup yang

penting fleksibel tergantung situasi ”
Denni B Saragih
(Koordinator Komunitas Air Mata Guru diMedan)
“Profesi guru adalah profesi akalbudi dan nurani. Maka dapat dikatakan, lembaga
pendidikan adalah tempat unruk melatih peserta didik berpikir, mendengarkan dan
mengasah nurani. Kenyataannya latihan mendengarkan atau mengasah nurani tidak
pernah terjadi. Demi kehebatan akal budi, pesan nurani dilanggar saja. Nurani tidak
pernah didengarkan”
Baskoro Poedjinoegroho E

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI
Skripsi oleh BUDI SANTOSO ini telah dipertahankan di depan tim penguji Skripsi.
Surabaya, 1 Agustus 2007
Mengesahkan, Fakultas Tarbiyah
Institus Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Dekan,
Drs. Nur Hamim, M. Ag.
NIP.
Ketua,
Drs. Adb.Kadir

NIP.
Sekretaris,
Dra. Nur Hayati
NIP.
Penguji I,
…………………………………….
NIP.
Penguji II,
……………………………………

DAFTAR ISI
Halaman.
HALAMAN JUDUL
PERSETUJUAN PEMBIMBING
PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI
MOTTO
PERSEMBAHAN
ABSTRAK
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
D. Definisi Operasional
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
2. Pendekatan Penelitian
3. Jenis Data
4. Sumber Data
5. Teknik Pembahasan
F. Sistematika Pembahasan

BAB II MEKANISME PELAKSANAAN UJIAN NASIONAL 2007

A. Evaluasi
1. Pengertian Evaluasi Pendidikan
2. Tujuan Evaluasi Pendidikan

3. Fungsi Evaluasi Pendidikan
4. Prinsip Evaluasi
B. Mekanisme Pelaksanaan Ujian Nasional 2007
C. Pro Kontra Ujian nasional 2007
BAB III

KUASA NEGARA DAN PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN
A. Kuasa Negara
1. Sekilas Tentang Kekuasaan dan Negara
2. Strategi Pelanggengan Kekuasaan oleh Negara
a. Hegemoni
b. IRA (IdeologicalState

Apparatuses)

dan

RSA (Repressive

Apparatuses)

3. Negara dan Pendidikan
4. Negara dan Ujian Nasional 2007
B. Peningkatan Mutu Pendidikan
1. Tentang Mutu Pendidikan
2. Ujian Nasional 2007 dan Peningkatan Mutu Pendidikan

BAB IV ANALISA DATA
A. Refleksi Ujian Nasional 2007
B. Mimpi Pendidikan Bermutu

State

C. Format Pendidikan Masa Depan
BAB V

PENUTUP
A. Kesimpulan dan Saran

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN


ABSTRAK
Kata kunci: ujian nasional, evaluasi, kuasa negara, dan mutu pendidikan
Ujian nasional 2007 telah berlalu. Berbagai argumentasi baik yang pro ataupun
yang kontra telah menyertainya. Sebagai sebuah kebijakan negara, maka setiap warga
negara berkewajiban untuk mematuhinya. Namun di sisi lain, hal ini bisa dilihat sebagai
bentuk penguasaan negara terhadap rakyat. Rakyat dipaksa untuk mengikuti segala
kebijakan yang dikeluarkannya. Pertanyaannya sekarang adalah apakah dengan
dilaksanakannya ujian nasional 2007 mutu pendidikan akan otomatis terangkat atau
malah sebaliknya?. Dikatakan lebih terpuruk dikarenakan berbagai kecurangan yang
terjadi pada pelaksanaan ujian nasional semakin menajauhkan tujuan dari pendidikan itu
sendiri yakni berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.
Pendidikan yang dimaknai dengan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara, harus diakui merupakan gerbang terdepan dalam
mencetak generasi penerus bangsa. Oleh karena itu diperlukan usaha yang sungguhsungguh dalam hal perencanaan, pelaksanaan dan evaluasinya.

Kita tentu tidak ingin kesucian makna dari pendidikan di atas ternodai oleh
tindakan-tindakan yang mengotorinya. Jika proses pendidikan sudah diarahkan pada
kepentingan sesaat, kepentingan pribadi atau golongan,berarti kita mencetak generasigenerasi yang akan menghancurkan negara yang telah dengan susah payah dirintis oleh
para Founding Fathers kita.

BAB I
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Indonesia, negara kapulauan yang memiliki kurang lebih 17.000 pulau
besar dan kecil harus diakui merupakan negara yang sangat kaya raya.
Kekayaannya tidak terbatas hanya pada kekayaan alamnya saja, melainkan
pada beragamnya suku, bangsa, agama dan budaya. Kekayaan-kekayaan ini
jika dapat diproduksi dengan baik, maka akan menghadirkan keanekaragaman
yang indah dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Namun, di sisi lain, berbagai perbedaan (Differences) jika tidak dapat
diproduksi secara cermat dapat mendatangkan malapetaka yang dahsyat dan
tak terperikan.
Berbagai realitas di atas ternyata belum dapat dimanfaatkan dengan
sebaik-baiknya. Ketidakmampuan mengelola berbagai kekayaan alam ini salah

satunya disebabkan karena ketidakmampuan dalam hal pengelolaan. Bila
dirunut secara seksama, maka akar masalah dari permasalahan tersebut
terletak pada dunia pendidikan.1Dunia pendidikan sebagai garda depan dalam
menciptakan generasi penerus bangsa ternyata masih memprihatinkan dan
bahkan mengenaskan.
Ki Hajar Dewantara, sebagai tokoh pendidikan nasional telah
memberikan inspirasi mengenai pembagian wilayah dari pendidikan itu sendiri
1

WJS. Poerwodarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta : Balai Pustaka, 1982), 250.
diartikan sebagai : Perbuatan (hal, cara) mendidik, Ilmu pengetahuan tentang mendidik dan Pemeliharaan
badan, batin dan sebagainya.

yang kemudian di sebut dengan “Tri Pusat Pendidikan” yang meliputi :
keluarga, sekolah dan masyarakat
Sekolah2 sebagai kawah candradimuka dari proses penciptaan generasi
penerus bangsa (setelah keluarga tentunya) ternyata belum mampu mencapai
tujuan yang diharapkan. Secara historis etimologis, sekolah merupakan turunan
dari skhole, scola, scolae atau schola (bahasa Latin) yang secara harfiah berarti:
waktu


luang,

atau

waktu

senggang.3Penggunaan

kata

ini

tentunya

dilatarbelakangi oleh proses awal dari pelaksanaan sekolah itu sendiri. Pada
jaman dahulu, orang-orang Yunani biasanya mengisi waktu luang mereka
dengan cara mengunjungi suatu tempat atau sesorang pandai tertentu untuk
mempertanyakan dan mempelajari hal-ikhwal yang mereka rasakan memang
perlu dan butuh untuk mereka ketahui. Mereka menyebut kegiatan ini dengan

skhole, scola, scolae atau schola. Keempatnya memiliki arti sama yakni: waktu
luang yang digunakan secara khusus utuk belajar.4
Sejak saat itulah, telah beralih sebagian dari fungsi Scola Maternal
(pengasuhan ibu sampai usia tertentu {dalam term Ki Hajar Dewantara sebagai
lingkungan keluarga}), yang merupakan proses dan lembaga sosialisasi tertua
umat manusia, menjadi Scola In Loco Parentis (lembaga pengasuhan anak pada
waktu senggang diluar rumah, sebagai pengganti ayah dan ibu). Itulah pula
sebabnya, mengapa lembaga pengasuhan ini kemudian biasa juga disebut “Ibu
Asuh” atau “Ibu yang Memberikan Ilmu” (Alma Mater).5
2

Sekolah berarti : Bangunan atau lembaga untuk belajar dan memberi pelajaran.Ibid, 889.
Roem Tomatimasang, Sekolah Itu Candu (Yogyakarta: Pustaka Pelajar cet. Ke-5 2003), 5.
4
Ibid, 6.
5
Ibid, 7
3

Dari akar historis di atas, ada beberapa kegelisahan yang menggelayut

dibenak penulis, karena berasal dari kata yang memiliki arti “mengisi waktu
luang” inilah jangan-jangan proses pembelajaran di sekolah dilakukan apa
adanya tanpa bentuk managerial yang jelas dan terciptanya out put
pembelajaran yang dapat diandalkan.
Di negara dengan jumlah rakyat terbesar ke tiga di dunia ini (setelah
Cina dan India) masih banyak penduduknya yang tidak mempunyai
kamampuan di bidang baca dan tulis alias masih buta huruf. 6 Berbagai usaha
memang telah dilakukan pemerintah, salah satunya dengan pengalokasian dana
20 % dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara.7Namun dalam kenyataan di
lapangan berbicara lain, anggaran pendidikan yang dialokasikan untuk dunia
pendidikan pada tahun 2006 ternyata hanya mencapai 9,1 % (sebesar Rp. 39
Triliun) dari total 20 % anggaran yang ada, sedangkan untuk tahun 2007 ini
anggaran

pendidikan

berjumlah

43,4

Triliun.8Ironis

memang,

namun

permasalahan ini bukan hanya persoalan tunggal yang dihadapi masyarakat di
Indonesia.
Berbagai kebijakan pendidikan lainnya yang juga mendapatkan perhatian luas
terkait dengan kekontroversialannya adalah Surat Keputusan No. 153/U/2003 tentang
akhir nasional (UN).9Kontroversi tentang UN ini memang sangat mengemuka,
6

Dodi Nandika, “Perang Total Melawan Buta Aksara”, Kompas (Jakarta), Rabu, 25 Januari 2007, 7.
Disebutkan sekitar 14,6 juta orang atau 9,55 persen dari penduduk usia 15 tahun ke atas belum melek
aksara.
7
UU Sistem Pendidikan Nasional Guru dan Dosen. Pustaka Merah Putih Yogyakarta cet. I 2007 hal.
39. Redaksi lengkapnya sebagai berikut : Bab XII Pendanaan Pendidikan bagian keempat tentang
Pengalokasian Dana Pendidikan Pasal 49 ayat 1 “Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya
pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20 % dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
Pada Sektor Pendidikan dan minimal 20 % dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah”
8
Anggaran Pendidikan, Kompas (Jakarta), 18 Oktober 2006, 12.
9
Naylul Izza Et.All, Lebih Asyik Tanpa UN ”pengantar” (Yogyakarta : LkiS, 2007),V.

banyak pihak beranggapan bahwa dengan adanya UN ini akan semakin menjauhkan
siswa dari tujuan pendidikan yakni berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara
yang demokratis serta bertanggungjawab.10Selain itu juga dianggap memberatkan
siswa dan mengebiri peran guru dalam menilai kemampuan muridnya.11Permasalahan
mendasar dari pelaksanaan UN antara lain meliputi: alokasi dana yang disediakan,
standar nilai kelulusan, pelaksanaan, dan kondisi dari peserta didik itu sendiri.
Alokasi dana yang dianggarkan untuk pelaksanaan UN 2007 ini tidak
tanggung-tanggung, yakni mencapai 250 Miliar.12Dana ini digunakan untuk
pengadaan soal, biaya pengawasan, distribusi soal dan sebagainya. Pembiayaan UN
diambilkan dari dana pemerintah dan pemerintah daerah.13
Pelaksanaan UN 2007 mengalami pemajuan jadwal. Jika biasanya UN
dilaksanakan pada bulan Mei, maka untuk tahun ini UN akan dilaksanakan pada
bulan April. Lebih spesifiknya, tanggal 17-19 April untuk tingkat SMA dan sederajat,
serta tanggal 24-26 April 2007 untuk tingkat SMP atau sederajat. 14 Pemajuan jadwal
ini mendapat berbagai respon yang beragam, baik pro maupun yang kontra.
Pengumuman pelaksanaan yang baru dilakukan pada bulan November 2006 sangat

10

UU Sistem Pendidikan Nasional Guru dan Dosen, 11.
Advertorial. Kompas (Jakarta), Sabtu, 9 Desember 2006, 40-41.
12
Mendiknas Tolak Revisi PP SNP, Kompas (Jakarta), 27 September 2007, 12.
13
Biaya penyelenggaraan ujian nasional sepenuhnya menjadi tanggung jawab Pemerintah dan
Pemerintah Daerah. Permendiknas No.20 tahun 2005 pasal 19.
14
Advertorial. Kompas (Jakarta), Sabtu, 9 Desember 2006, 41-42. Merupakan kolom khusus yang di
gunakan oleh Depdiknas untk publikasi mengenai pelaksanaan UN 2007). Diperkuat dengan satatemen DR.
Rasiyo (Kadinas Pendidikan dan Kebudayaan Jatim pada acara perbincangan di TVRI Jatim, Minggu, 18
Maret 2007.
11

disesalkan, karena sangat mengganggu rencana kerja tahunan para guru.15Hal ini
terasa sangat miris jika dibenturkan dengan pernyataan dari Depdiknas yang
menggunakan pameo “Lebih Cepat Lebih Baik”.16Penggunaan pameo ini, meskipun
sederhana tetapi terkesan menganggap gampang persoalan. Depdiknas, seakan tidak
mengetahui bagaimana sulitnya mengubah jadwal pembelajaran oleh guru. Dengan
waktu yang jelas berkurang dengan tetapnya jumlah materi yang harus diberikan
kepada siswa tentu bukan perkara mudah untuk melakukannya. Hal ini tentu akan
sangat berpengaruh terhadap proses pembelajaran. Dari pihak Depdiknas mengatakan
bahwa pemajuan jadwal ini dilakukan dengan pertimbangan: target proses kegiatan
belajar mengajar sudah usai pada bulan April, sehingga siswa tidak perlu menunggu
waktu lebih lama menghadapi UN dan dengan pemajuan jadwal ini diharapkan para
siswa dapat lebih konsentrasi. Sebab pada bulan Mei, negeri ini memiliki banyak
acara yang akan dihadiri oleh banyak massa yaitu: peringatan hari buruh
internasional, hari pendidikan nasional, dan peristiwa Mei.17
Standar kelulusan memang naik. Namun di luar itu, untuk dapat lulus BSNP
(Badan Standar Nasional Pendidikan)18memberikan keluwesan dengan memberikan
dua alternatif standar kelulusan. Pertama, penilaian kelulusan pada UN 2007
menyangkut batas minimal nilai untuk setiap pelajaran yang diujikan. Jika pada UN
15

M.Basuki Sugita. ”Berbagai Kelemahan Pelaksanaan Ujian Nasional 2007”, Kompas (Jakarta) 5
Februari 2007, 14.
16
Advertorial Kompas (Jakarta), 9 Desember 2006, 41.
17
Advertorial. Kompas (Jakarta), 9 Desember 2006, 41. Diperkuat dengan : Surya, (Surabaya) 16
Februari 2007, 22. Diperkuat dengan statemen dari DR. Rasiyo (kepala dinas pendidikan dan kebudayaan
Jatim pada acara perbincangan di TVRI Jatim hari Ahad, 18 Maret 2007 dengan tema “Jelang UN 2007”.
Acara ini juga dihadiri oleh : Prof. DR. Sunarto (Kepala Badan Akreditasi Jatim) dan Drs. Heru Mulyanto
(ketua Tim Pemantau Independen (TPI) UN 2007 Jatim),
18
BSNP adalah Badan Standar Nasional Pendidikan yang dibentuk berdasarkan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005. Bertugas: mengelola arsip permanen dari hasil
ujian nasional dan hal-hal yang berkaitan dengan teknis pelaksanaan ujian nasional diatur dalam prosedur
operasi standar

2006 standar minimal kelulusan 4,26 maka, pada UN 2007 formula standar kelulusan
adalah :19
1) Nilai rata-rata 5,00 berbagai mata pelajaran yang diujikan, tidak ada nilai di
bawah 4,25 atau memiliki nilai minimal 4,00 pada salah satu mata pelajaran. Nilai
pada dua mata pelajaran lainnya masing-masing minimal 6,00.
2) Lulus ujian sekolah sekolah dengan rata-rata minimum 6,00 (nilai minimal setiap
pelajaran sekolah ditentukan oleh masing-masing sekolah).
3) Lulus dari satuan pendidikan, yaitu menyelesaikan seluruh program pembelajaran
dengan memperoleh nilai minimum.
4) Lulus ujian sekolah/madrasah untuk kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan
dan teknologi.
5) Lulus Ujian Nasional (UN).
Berbagai gugatan mengenai pelaksanaan UNpun sudah dilayangkan.20Mereka
menganggap pelaksanaan UN semakin memberatkan siswa dan memangkas
kreatifitas siswa dan guru.21
Berbagai perubahan yang berkenaan dengan UN bermuara pada keinginan
pemerintah untuk mencapai target minimal nilai kelulusan 6 pada tahun 2008. Mega
proyek ini dicanangkan dengan pertimbangan persaingan dengan negeri tetangga,
yakni Malaysia (nilai kelulusan 8), Thailand 7, Singapura 8. 22Kalau pertimbangan ini
yang dipakai, maka kita terkesan mabuk akan standar nilai saja tanpa melihat
kesiapan dari bangsa kita untuk mencapainya. Peningkatan standar nilai memang
19

Advertorial, Kompas (Jakarta), 9 Desember 2006, 41.
Pemerintah Akhirnya Digugat, Kompas (Jakarta) 28 Juli 2006, 12.
21
Advertorial. Kompas, (Jakarta), 9 Desember 2006, 41.
22
Advertorial. Kompas, (Jakarta), 9 Desember 2006, 41-42. Statemen dari Yunan Yusuf (Ketua
BSNP)
20

penting, namun yang perlu dipertimbangkan juga adalah kondisi negara kita dengan
negara-negara yang dicontohkan berbeda. Mulai dari luas wilayah, keragaman
budaya, dan fasilitas pendidikan yang ada di masing-masing sekolah.
Di sinilah terlihat arogansi dari Negara (state) untuk memaksakan
kehendaknya kepada rakyat (Civil Society). Ada beberapa hal yang dapat dibaca dari
Proyek pelaksanaan UN 2007 ini. Dimulai dari pemunculan isu pamajuan jadwal
yang dilakukan (bulan November 2006), pemerintah terkesan terburu-buru dalam
pelaksanaannya. Jika program ajaran baru dimulai pada bulan Juli, kenapa baru bulan
November pengumuman itu diumumkan?.
Dari sini pula, mulai tampak peran “bengis” negara dalam memaksakan
kehendaknya kepada rakyat sipil. Rakyat dipaksa untuk mengikuti segala kepentingan
negara demi proses pelanggengan kekuasaan. Hal ini juga terkait dengan isu-isu yang
muncul di sekitar istana negara, mulai dari aksi cabut mandat yang dilakukan
berbarengan dengan peringatan peristiwa Malari (Malapetaka 15 Januari) yang di
komandoi oleh Hariman Siregar dan tuntutan reshuffle kabinet yang dinilai tidak
becus dalam melaksanakan roda pemerintahan yang menjadi tanggungjawabnya.
Semakin hari semakin tidak jelas batas antara kepentingan pribadi dan
golongan dengan kepentingan publik, semakin remang batas antara dunia politik
dengan ekonomi, politik dengan pendidikan dan sebagainya. Setiap isu yang muncul
selalu ada skenario politik yang bermain.
Kondisi seperti inilah yang oleh Yasraf Amir Piliang disebut dengan
transpolitika. Transpolitika adalah: bersilang dan bersimbiosisnya prinsip, cara, dan
strategi politik dengan prinsip, cara, dan strategi bidang-bidang lain di luarnya,

seperti: media, budaya popular, seksualitas, (pendidikanpun termasuk didalamnya),
yang membuat kabur prinsip politik itu sendiri.23
Kasus Voucher pendidikan yang mengemuka pada bulan Oktober 2006
semakin menguatkan dugaan kita akan kondisi transpolitika di atas. Kasus yang
membawa nama ketua DPR Agung Laksono tersebut semakin menambah runyam
kondisi pendidikan kita. Kasus ini berawal dari safari Ramadhan Agung Laksono,
Dalam kesempatan ini Agung membagi-bagikan voucher kepada beberapa sekolah
yang “katanya” bernaung di bawah Kosgoro 1957 senilai Rp. 470 juta.24
Mengenai Keberadaan Kosgoro ini, ada klarifikasi dari Syahrul J
Bungamayang (Sekjen Pimpinan Pusat Kolektif Kosgoro) yang mengatakan bahwa
ada perbedaan antara Kosgoro pimpinan Efendi Jusuf dengan Kosgoro 1957
pimpinan Agung Laksono. Kosgoro adalah lembaga independen, sedangkan Kosgoro
1957 (berdiri tahun 2003) adalah organisasi kemasyarakatan pendukung/bernaung di
bawah partai Golkar.25 Namun anehnya lagi, salah satu penerima voucher tersebut
adalah SMUN Gegesik, Cirebon. Apakah sebuah SMUN bernaung di bawah
ormas?.26
Voucher pendidikan, merupakan salah satu bentuk bantuan terhadap sekolah.
Menurut Staf Khusus Menteri Pendidikan Nasional Bidang Komunikasi Publik,
Teguh Juwarno penyaluran bantuan pendidikan itu merupakan amanat undangundang yang harus dilaksanakan oleh pejabat Depdiknas, sehingga bukan merupakan
skandal. Landasan hukum dari penyaluran bantuan pendidikan ini didasarkan pada
23

Yasraf. A. Piliang, Transpolitika; Dinamika Politik Di Dalam Era Virtualita (Yogyakarta :
Jalasutra, 2005), XX.
24
Sutta Dharmasaputra,”Voucher Diknas Beraroma KKN”, Kompas (Jakarta), 3 November 2006), 5.
25
Voucher Pendidikan. Kompas (Jakarta) 20 Oktober 2006, 12.
26
Sutta Dharmasaputra,”Voucher Diknas Beraroma KKN”, Kompas (Jakarta), 3 November 2006), 5.

pasal 49 ayat (3) UU Sisdiknas yang berbunyi “Dana pendidikan dari pemerintah
dan pemerintah daerah untuk satuan pendidikan diberikan dalam bentuk hibah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.27
Voucher ini terbagi menjadi tiga jenis, yaitu untuk SD (Rp. 20 Juta), SMP (Rp.
55 juta) dan SMA (Rp.55 juta).28Sedangkan jumlah keseluruhan anggaran untuk
voucher pendidikan tahun 2006 berjumlah Rp 660 Miliar (2 % dari anggaran
pendidikan).29
Permasalahan mendasar dari voucher tersebut bukanlah pada besaran angka,
sekolah mana yang mendapatkan dan bagaimana mekanismenya. Tetapi bermuara
pada keberadaan Agung Laksono sebagai salah satu ketua partai politik dan ketua
DPR. Jika pemberian itu dikaitkan dengan Ormas yang dipimpinnya juga tidak
masalah, jika memang sesuai dengan prosedur yang ada. Tetapi alangkah baiknya jika
yang memberikan voucher tersebut bukan diri Agung Laksono, karena kapanpun dan
dimanapun jabatannya sebagai ketua partai politik dan ketua DPR tetap
disandangnya.
Politisasi dunia pendidikan semakin tak terelakkkan. Kitapun tentunya masih
ingat ketika pemilihan Presiden tahun 2004 kemarin. Betapa isu pendidikan menjadi
sebuah hot issue yang selalu diusung oleh masing-masing calon. Namun ironisnya,
janji tinggallah janji dan bukti tinggallah sebuah mimpi.
Dalam setiap kunjungan kerjanya, presidenpun tidak lupa mengunjungi
sekolah-sekolah yang berada di sekitar tempat kunjungannya, bahkan tak jarang
27

Depdiknas: Itu Amanat UU, Kompas (Jakarta), 10 November 2006, 12.
Voucher Pendidikan, Kompas (Jakarta), 27 Oktober 2006, 12.
29
DPR Malah Berperan Menjadi Tukang Pos, Kompas (Jakarta), 3 November 2006, 5.
28

presidenpun sempat masuk kelas dan mengajar para siswa. Hal-hal seperti inilah
yang semakin menguatkan dugaan bahwa presiden dan para pejabat publik lainnya
menggunakan pendidikan sebagai lahan mencari simpati rakyat. Maka tak salah jika
muncul anggapan bahwa para pejabat hanya suka tebar pesona.
Jika kondisi pendidikan kita sudah dijadikan ajang perekrutan massa
(politisasi), maka tujuan pendidikan nasional yang diamanahkan dalam undangundangpun akan semakin menjauh dari kenyataan.
Berbagai persoalan di bidang pendidikan yang diutarakan di atas perlu segera
mendapatkan solusi terbaik. Negara sebagai pihak yang berwenang mengatur segala
persoalan bangsa harus segera menghadirkan kepastian bagi warga negaranya. Tugas
negara, sebagaimana dituangkan dalam pembukaan UUD 194530 harus direalisasikan.
Begitupun juga dengan UN 2007, jika tujuan awalnya digunakan sebagai
bentuk evaluasi dari proses pembelajaran, maka apakah UN bisa mewakili seluruh
proses yang telah dilakukan oleh anak didik? Dan apakah hasil dari UN ini dapat
dipakai sebagai wahana peningkatan mutu pendidikan di negara kita?
Dari pemaparan di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih
lanjut tentang ujian nasional 2007 dengan judul: Ujian Nasional 2007; antara Kuasa

30

Tugas negara sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945 adalah sebagai berikut:

Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, Memajukan kesejahteraan
umum, Mencerdaskan kehidupan bangsa, Melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Negara dan Peningkatan Mutu Pendidikan yang lebih memfokuskan pada mekanisme
pelaksanaan dari ujian nasional 2007.

RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang di atas, dapat ditarik rumusan permasalahan sebagai
berikut:
Bagaimana mekanisme pelaksanaan ujian nasional 2007?
Bagaimana peran negara dalam dunia pendidikan khususnya dalam ujian
nasional 2007 sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan di Indonesia ?

TUJUAN DAN KEGUNAAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui mekanisme pelaksanaan Ujian Nasional 2007
beserta pro dan kontranya
2. Untuk mengetahui peran negara dalam dunia pendidikan khususnya
dalam ujian nasional 2007 sebagai upaya peningkatan mutu
pendidikan di Indonesia?
Sedangkan Kegunaan dari pembuatan skripsi ini merupakan bagian dari
limpahan respon terhadap permasalahan yang diangkat. Hasil dari penulisan ini
diharapkan berguna bagi penambah wawasan di bidang pendidikan dan diharapkan
pula dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi pembuatan formulasi evaluasi yang
benar-benar sesuai dengan realitas bangsa Indonesia. Selain itu, penulisan skripsi ini
merupakan bagian dari kewajiban penulis sebagai persyaratan penyelesaian jenjang

pendidikan S1 di Fakultas Tarbiyah Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) IAIN
Sunan Ampel Surabaya.

DEFINISI OPERASIONAL
Untuk menghindari pembahasan yang bias terkait dengan penelitian ini, maka
perlu kiranya adanya penjelasan mengenai istilah-istilah yang digunakan dalam
penelitian ini. Adapun istilah-istilah yang banyak digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1)

Ujian nasional adalah: kegiatan pengukuran dan penilaian
kompetensi peserta didik secara nasional untuk jenjang pendidikan dasar
dan menengah.31

2)

Kuasa memiliki beberapa arti, yakni sebagai berikut: Kemampuan,
kesanggupan, kekuatan, Kewenangan atas sesuatu atau untuk menentukan
(memerintah, mewakili mengurus) sesuatu, Orang yang diberi kewenangan
untuk mengurus, Mampu, sanggup, kuat dan Pengaruh yang ada pada
seseorang karena jabatannya.32

3)

Negara adalah: organisasi disuatu wilayah yang mempunyai
kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyatnya. 33Dan kelompok
sosial yang menduduki wilayah tertentu yang diorganisasi di bawah lembaga
politik dan pemerintah yang efektif, mempunyai kesatuan politik, berdaulat
sehingga berhak menentukan tujuan nasionalnya.34

31

Permendiknas No. 20 Tahun 2005 Pasal.1
Poerwodarminto, 528.
33
Tim Penyusun Kamus Pusat bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta, Balai Pustaka, cet.II
2002), 604.
34
Ibid, 604.
32

4)

Mutu memiliki arti sebagai berikut: Karat, baik buruk sesuatu,
kwalitas, taraf atau derajat.35Atau Kualitas; derajat; tingkat; manikam;
mutiara; emas kertas; manik; karat; (nilai logam mulia); kadar emas;
membungkam/diam (karena sedih).36

5)

Pendidikan adalah: usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.37

METODE PENELITIAN
Metode, berasal dari bahasa Yunani “Methodos” yang berarti cara atau jalan.
Sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode menyangkut masalah cara kerja;
yaitu cara kerja untuk dapat memahami obyek yang menjadi sasaran ilmu yang
bersangkutan.38Sedangkan

metodika

adalah:

kumpulan

metode-metode

yang

merupakan jalan-jalan atau cara-cara yang nantinya akan ditempuh guna lebih
mendalami obyek studi.39Dalam bagian ini akan dijelaskan beberapa hal yang
berkaitan dengan metodologi penelitian yang meliputi: Jenis Penelitian, Pendekatan
penelitian, Jenis Data, Sumber Data, dan Teknik Pembahasan.
Jenis Penelitian

35

Ibid, 665-666.
Pius A Partanto dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya : Arkola, 1994), 505.
37
Ibid, UU Sisdiknas, Guru dan Dosen (Pasal 1), 7.
38
Koentjoroningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama,
1977), 7.
39
Ibid. 8.
36

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian kepustakaan (Library Resourch) yaitu: penelitian yang
menggunakan data dan informasi dengan bantuan bermacam-macam
materi yang terdapat dalam kepustakaan.40Skripsi hasil kajian pustaka
ditulis untuk memecahkan suatu masalah yang didasarkan pada hasil
telaah kritis dan mendalam terhadap bahan-bahan pustaka yang relevan
dengan tema kajian. Dalam hal itu, bahan kepustakaan digunakan sebagai
sumber ide dasar untuk melakukan deduksi dan merumuskan pendapat
baru dari pengetahuan yang ada. Akhirnya, pemecahan masalah
didasarkan pada kerangka teori baru tersebut.41
Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian skripsi ini, digunakan paradigma dan pendekatan
kualitatif.42Pedekatan kualitatif menurut Bogdan dan Taylor diartikan
sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat
diamati.43 Sedangkan Kirk dan Miller berpendapat, penelitian kualitatif
adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara
fundamental

bergantung

pada

pengamatan

pada

manusia

dalam

kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam
bahasanya dan dalam peristilahannya.44
40

Nasution, Metode Resourch (Jakarta: Bumi Aksara,1996), 145. Lihat juga Mardialis, Metode
Penelitian: Suatu Pendekatan Proposal (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), 25.
41
Panitia Penyusunan Panduan Penulisan Skripsi, Panduan Penulisan Skripsi (Surabaya: IAIN Sunan
Ampel Surabaya,1998), 1.
42
Lexy J, Moeloeng. Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung : Remaja Rosdakarya,1996), 15.
43
Ibid. 3.
44
Ibid. 3.

Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah
dalam bentuk kata verbal, bukan dalam bentuk angka.45

45

Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Reka Sarasin, 1996), 29.

Sumber Data
Sumber data dalam penelitian adalah: subyek dari mana data dapat
diperoleh.46
Dalam skripsi ini, digunakan beberapa sumber data sebagai bahan penggodokan dari
materi yang diangkat. Sumber data yang digunakan meliputi sumber
data primer dan sumber data sekunder.
Sumber data primer adalah: keterangan-keterangan yang pertama kali
dicatat langsung oleh para penulis diberbagai buku atau pustaka yang
membahas mengenai ujian nasional, Kuasa Negara dan Peningkatan
Mutu Pendidikan.
Sumber data sekunder adalah: keterangan-keterangan yang pertama kali
dicatat langsung oleh para penulis diberbagai media, seperti surat
kabar, majalah, jurnal, dan internet.
Teknik Pembahasan
Untuk memudahkan terbentuknya mind thought dalam proses penelitian dari skripsi ini,
maka diperlukan berbagai teknik pembahasan. Dalam hal ini,
dikemukakan beberapa teknik pembahasan yang digunakan dalam
penulisan skripsi ini. Diantaranya: teknik induksi, teknik deduksi, teknik
reflektif, teknik historis dan teknik komparatif. Dengan rincian
pengertian sebagai berikut:
1) Teknik Induksi adalah: Pendekatan induksi berusaha untuk mengambil
kesimpulan mengenai semua anggota kelas, setelah menyelidiki
sebagian saja atau mengenai anggota kelas tertentu yang belum
diselidiki. Induksi merupakan cara berpikir yang berangkat dari faktafakta yang lebih khusus, peristiwa-peristiwa yang kongkrit kemudian
diambil generalisasi-generalisasi yang bersifat umum.47

46

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: Rineka Cipta, 1991),

47

Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997), 47.

102.

2) Teknik Deduksi adalah: Cara berfikir yang berangkat dari pengetahuan
yang bersifat umum dan bertitik tolak dari Pengetahuan umum itu
untuk menilai kejadian khusus.48
3) Teknik Reflektif adalah: teknik berpikir yang prosesnya mondarmandir antara yang empirik dan yang abstrak.49Teknik ini dapat
dilakukan dengan merefleksikan segala hal yang berhubungan dengan
permasalahan penelitian di atas.
4) Teknik Historis adalah: menguraikan sejarah munculnya suatu hal
yang menjadi obyek penelitian atau peneliti dalam perspektif waktu
terjadinya fenomena-fenomena yang diselidiki.50
5) Teknik Komparatif adalah: memperbandingkan kategori-kategori serta
serta ciri-cirinya untuk merumuskan teorinya (konsepnya), dilanjutkan
dengan mengembangkan teori (konsep), mungkin modifikasi, mungkin
pula mengganti dengan yang baru.51

SISTEMETIKA PEMBAHASAN
Dalam pembahasan penulisan skripsi ini, agar sistematis dan kronologis, maka
disajikan sistematika pembahasannya sebagai berikut:
BAB I: merupakan bagian pendahuluan dari skripsi ini yang berisikan tentang:
latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, definisi
operasional, metodologi penelitian, serta sistematika pembahasan.
48

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka Cipta,
1998), 206.
49
Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif (Yogyakarta, Rake Sarasin, 1996), 66.
50
Moh. Nazir, Metode Penelitian (Jakarta : Gholia Indonesia, 1991) ,55.
51
Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, 66-67.

BAB II: merupakan bab yang membahas mengenai ujian nasional 2007 yang
mencakup: evaluasi (pengertian, tujuan, fungsi, dan prinsip evaluasi), Mekanisme
ujian nasional 2007, serta Pro dan kontra mengenai ujian nasional 2007.
BAB III: dalam bab ini akan dibahas mengenai bagaimana peran negara dalam
ujian nasional 2007, meliputi: Sekilas tentang kekuasaan dan negara, teknik
pelanggengan

kekuasaan

oleh

negara

(untuk

menelusuri

hal

ini

penulis

menspesifikasikan bidang kajian pada pemikiran Antonio Gramsci mengenai
Hegemoni dan Louis Althusser mengenai Ideological State Apparatus/ISA dan
Repressive State Apparatus/RSA), negara dan pendidikan dan negara dan ujian
nasional 2007. Selain itu, pada bab ini juga akan dibahas mengenai peningkatan mutu
pendidikan dan apakah hasil dari UN dapat dijadikan sebagai patokan tingkat mutu
pendidikan suatu negara. Hal ini dikembalikan lagi kepada UU Sisdiknas No. 20
tahun 2003 mengenai arti pendidikan dan tujuan pendidikan yang tentunya berbasis
kepada kondisi riil bangsa Indonesia. Dari sinilah diharapkan dapat diketemukan
formulasi yang tepat sebagai alat ukur keberhasilan pendidikan di negeri ini.
BAB IV: membahas mengenai analisa secara keseluruhan dari ujian nasional
2007, antara kuasa negara dan peningkatan mutu pendidikan.
BAB V: merupakan bab penutup dan kesimpulan serta dari rentetan pembahasan
skripsi yang dibuat.

BAB II
MEKANISME PELAKSANAAN UJIAN NASIONAL 2007
Dalam membicarakan masalah pendidikan,52kita selalu saja akan dihadapkan pada
tiga proses utama, yakni: in put, proses dan out put. In put dapat diartikan sebagai dari
manakah siswa atau anak didik berasal (keluarga, lingkungan dan masyarakat). Proses
adalah pelaksanaan dari pada pendidikan itu sendiri, utamanya dilakukan dalam sekolah,
sedangkan out put adalah keluaran atau hasil dari proses pembelajaran atau dapat pula
dikatakan sebagai lulusan.
Dari masing-masing tahapan di atas, ada konsekwensi logis yang selalu
menyertainya. Misalnya asal usul dari peserta didik akan berpengaruh terhadap pribadi
peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran, relasi antar individu dan sebagainya
juga berpengaruh terhadap metode yang digunakan dalam penyampaian materi dari
pendidik/guru (dalam proses pembelajaran).
Sebagai bahan pertimbangan atau ukuran keberhasilan proses pembelajaran
digunakanlah evaluasi. Evaluasi dapat dilaksanakan diawal pertemuan (Pre Test). Di
tengah-tengah proses pembelajaran (Midle Test) dan diakhir proses pembelajaran (Post
Test). Setelah diadakannya evaluasi ini, capaian dari peserta didik dalam menguasai
materi dan keberhasilan pendidik dalam menyampaikan materi dapat diketahui, untuk
selanjutnya diadakan perbaikan sebagai langkah umtuk meningkatkan keberhasilan.
Ujian Nasional, merupakan bagian dari proses evaluasi. Dalam Undang-Undang
Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) No. 20 tahun 2003 disebutkan: Evaluasi
dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk
52

Adalah: usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (UU Sisdiknas, Guru dan Dosen (Pasal 1))

akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan (Pasal 57 ayat 1:) dan Pemerintah dan
Pemerintah Daerah melakukan evaluasi terhadap pengelola, satuan, jalur, jenjang dan
jenis pendidikan (Pasal 59 ayat 1:). Sebelum membahas mengenai Ujian Nasional,
alangkah baiknya kita bahas terlebih dahulu mengenai evaluasi itu sendiri.

A. EVALUASI
1. Pengertian Evaluasi Pendidikan
Secara etimologis, Evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation yang
berarti penilaian atau penaksiran.53Dalam bahasa arab, berasal dari kata At Taqdir,
berarti penilaian, dengan akar kata Al Qimah berarti nilai.54Dengan demikian,
secara harfiah, evaluasi pendidikan dapat diartikan sebagai: penilaian dalam
(bidang) pendidikan atau penilaian mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
kegiatan pendidikan.55
Dalam arti luas, evaluasi adalah suatu proses merencanakan, memperoleh,
dan menyediakan informasi yang sangat diperlukan untuk membuat alternatifalternatif keputusan (Mehren dan Lehmann).56Sesuai dengan pengertian tersebut
maka setiap kegiatan evaluasi atau penilaian merupakann suatu proses yang
sengaja direncanakan untuk memperoleh informasi atau data; berdasarkan data
tersebut kemudian dicoba membuat suatu keputusan.

53

M. Chabib Thoha, Teknik Evaluasi Pendidikan (Jakarta : PT Rajagrafindo, cet.III, 1996), 1. Dan
John M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus bahasa Inggris-Indonesia, (Jakarta : PT Gramedia.cet.XXIII,
1996), 220.
54
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan (Jakarta : RajaGrafindo Persada, cet.I. 1996), 1.
55
Ibid, 1
56
Ngalim Purwanto. MP, Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pendidikan, (Bandung : PT Remaja
RosdaKarya, 2002), 3

Kegiatan evaluasi memerlukan penggunaan informasi yang diperoleh
melalui pengukuran maupun dengan cara lain untuk menentukan pendapat dan
membuat keputusan-keputusan pendidikan. Pendapat dan keputusan tentu saja
dipengaruhi oleh kesan pribadi dan sistem nilai yang ada pada si pembuat
keputusan.57
Selain kata evaluasi, ada beberapa kata yang serupa dengannya. Kata-kata
tersebut adalah measurement atau pengukuran, assesment atau penaksiran dan tes.
Namun sebenarnya ketiga kata tersebut terdapat perbedaan.58
Measurement, diartikan sebagai proses untuk menentukan luas atau
kuantitas sesuatu, atau usaha untuk mengetahui keadaan sesuatu seperti adanya
yang dapat dikuantitaskan, hal ini dapat diperoleh melalui jalan tes atau cara
lain.59 Hasil suatu pengukuran belum memiliki arti jika belum ditafsirkan dengan
jalan membandingkan hasil pengukuran dengan atandar atau patokan yang telah
ditentukan sebelumnya. Dalam penilaian pendidikan, patokan itu dapat berupa
batas minimal kompetensi materi pelajaran yang harus dikuasai atau rata-rata nilai
yang diperoleh oleh kelompok.
Sedangkan pengertian tes lebih ditekankan pada penggunaan alat
pengukuran.60 Sumadi Suryabrata mendefinisikan tes sebagai:
“Pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab dan atau perintah-perintah
yang harus dijalankan, yang mendasarkan harus bagaimana testee
menjawab pertanyaan-pertanyaaan atau melakukan perintah-perintah itu
penyelidik mengambil kesimpulan dengan cara membandingkannya
dengan standar atau testee yang lain”.61
57

M. Chabib Thoha, Teknik Evaluasi Pendidikan, 1
Ibid, 2
59
Ibid,.2.
60
Ibid, 2.
61
Ibid, 2.
58

Untuk pengertian assesment, tidak sampai ke taraf evaluasi, melainkan
sekedar mengukur dan mengadakan estimasi terhadap hasil pengukuran.62
Dalam hubungannya dengan proses pengajaran. Norman E. Gronlund
(1976) merumuskan pengertian evaluasi sebagai berikut:
“Evaluation ….. a systematic process of determining the extent to which
instructional objectives are achieved by pupils”. (evaluasi adalah suatu
proses yang sistematis untuk menentukan atau membuat keputusan sampai
sejauhmana tujuan-tujuan pengajaran telah dicapai oleh siswa).63
Dengan kata-kata yang berbeda, tetapi mengandung pengertian yang sama,
Wrightstone dan kawan-kawan (1956) mengemukakan rumusan evaluasi
pendidikan sebagai berikut:
“Educational evaluation is the estimation of the growth and progress of
pupils toward objectives or values in the curiculum”(evaluasi pendidikan
adalah penaksiran terhadap pertumbuhan dan kemajuan siswa ke arah
tujuan-tujuan atau nilai-nilai yang telah ditetapkan di dalam kurikulum).64
Dari rumusan tersebut di atas, sedikitnya adalah tiga aspek yang perlu
diperhatikan untuk lebih memahami apa yang dimaksud dengan evaluasi,
khususnya evaluasi pengajaran, yaitu:65
1. Kegiatan evaluasi merupakan proses yang sistematis. Ini berarti bahwa
evaluasi (dalam pengajaran) merupakan kegiatan yang terencana dan
dilakukan secara berkesinambungan. Evaluasi bukan hanya merupakan
kegiatan akhir atau penutup dari suatu program tertentu, melainkan
merupakan kegiatan yang dilakukan pada permulaan, selama program
berlangsung, dan pada akhir program setelah program itu dianggap selesai.
62

Ibid, 3.
Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pendidikan, 3.
64
Ibid, 3.
65
Ibid, 3-4.
63

Yang dimaksud dengan program disini adalah program satuan pelajaran yang
akan dilaksanakan dalam satu pertemuan atau lebih, program caturwulan
ataupun program semester, dan juga program pendidikan yang dirancang
untuk satu tahun ajaran, empat tahun ajaran atau enam tahun ajaran dan
sebagainya.
2. Di dalam kegiatan evaluasi, diperlukan berbagai informasi atau data yang
menyangkut obyek yang sedang dievaluasi. Dalam kegiatan pengajaran, data
yang dimaksud mungkin berupa perilaku atau penampilan siswa selama
mengikuti pelajaran, hasil ulangan atau tugas-tugas pekerjaan rumah, nilai
ujian akhir catur wulan, nilai midsemester, nilai akhir semester, dan
sebagainya. Berdasarkan data itulah selanjutnya diambil suatu keputusan
sesuai dengan maksud dan tujuan evaluasi yang sedang dilaksanakan. Perlu
dikemukakan disini bahwa, ketepatan keputusan hasil evaluasi sangat
bergantung kepada kesahihan dan obyektifitas data yang digunakan dalam
pengambilan keputusan.
3. Setiap kegiatan evaluasi, -khususnya evaluasi pengajaran- tidak dapat
dilepaskan dari tujuan-tujuan pengajaran yang hendak dicapai. Tanpa
menentukan atau merumuskan tujuan-tujuan terlebih dahulu, tidak mungkin
menilai sejauh mana pencapaian hasil belajar siswa. Hal ini adalah karena
setiap kegiatan penilaian memerlukan suatu kriteria tertentu sebagai acuan
dalam menentukan batas ketercapaian obyek yang dinilai. Adapun tujuan
pengajaran merupakan kriteria pokok dalam penilaian.

2. Tujuan Evaluasi Pendidikan
Tujuan utama melakukan evaluasi dalam proses belajar mengajar adalah
untuk mendapatkan informasi yang akurat mengenai tingkat pencapaian tujuan
intruksional oleh siswa, sehingga dapat diupayakan tindak lanjutnya.66
Muchtar Buchori mengemukakan bahwa tujuan khusus evaluasi
pendidikan ada dua, yaitu:67
1. Untuk mengetahui kemajuan belajar peserta didik setelah menyadari
pendidikan selama jangka waktu tertentu, dan
2. Untuk

mengetahui

tingkat

efisien

metode-metode

pendidikan

yang

dipergunakan pendidikan selama jangka waktu tertentu tadi.
Tujuan evaluasi secara umum dapat dikaitkan dengan fungsi evaluasi
dalam pendidikan. Julian C. Stanley dan Kenneth mengklasifikasikan tujuan
evaluasi dalam pendidikan dalam tiga fungsi yang saling terkait satu dengan yang
lainnya, yaitu:68
a)

Intructional, tujuan evaluasi dalam intruksional adalah melihat:
1) The proccess of constructing a test simulated teachers to clarify and refine
meningful course objectives (proses pembentukan sebuah tes yang
disimulasikan guru untuk mengklarifikasi dan menemukan kembali makna
dari obyek pembelajaran ).
2) Test profide a means of feedback to the teacher. Feedback from tests helps
the teacher provide more appropriate instructional guidance for
individual students as well as for the class as a whole (tes memberikan

66

Daryanto, Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, cet..III, 2005), 11.
M. Chabib Thoha, Teknik Evaluasi Pendidikan, 6.
68
Ibid, 7.
67

sebuah makna umpan balik kepada guru. Umpan balik ini membantu
guru dalam menyediakan bimbingan instruksi yang tepat bagi siswa
secara individual dan untuk siswa seluruh kelas pada umumnya ).
3) Properly constructed tests can motivate learning. As a general rule,
students pursue mastery of objectives more deligently if they expect to be
evaluated (pembentukan tes yang tepat dapat memotivasi belajar. Seperti
pada umumnya, siswa mengejar penguasaan obyek secara lebih cerdas
jika mereka ahli dalam hal evaluasi).
4) Examinations are useful means of overlearning (Ujian berguna sebagai
makna yang lebih dari pembelajaran).
b)

Administrative, tujuan evaluasi dalam masalah administrasi
pendidikan adalah sebagai berikut:
1)

Tests provide a mechanism for “quality control” for
school or school system national or local norms can provide a basis for
assessing certain curricular strengths and weaknesses (tes memberikan
sebuah mekanisme untuk mengkontrol kualitas sekolah atau sistem
pendidikan nasional atau lokal yang dapat menyediakan sebuah dasar
untuk penaksiran yang pasti dari kelebihan dan kekurangan sebuah
kurikulum ).

2)

Tests are useful for program evaluation and research (tes
berguna sebagai program evaluasi dan penelitian ).

3)

Tests enable better decisions in clasification and
placement (tes memungkinkan pengambilan keputusan yang lebih baik
pada klasifikasi dan penempatan).

4)

Test can increase the quality of selection decisions (tes
dapat meningkatkan kualitas dari pemilihan keputusan).

5)

Test can be useful means of accreditation mastery Or
certification (tes dapat dimaksudkan sebagai akreditasi atau sertifikasi).

c)

Guidance, tujuan evaluasi dalam melakukan bimbingan kepada
peserta didik dijelaskan, “Test can be of value in diagnosing an individual’s
special aptitudes an abilities. Obtaining measures of scholastic aptitude,
achievement, interest, an personalities often an important aspect of the
counselling process (tes dapat berupa penilaian pada diagnosis bakat khusus
kemampuan

seorang individu. Menghasilkan ukuran dari bakat sekolah,

pendekatan, kepentingan, seorang individu yang merupakann aspek penting
dari proses konseling .)”
Menurut

Sumadi

Suryabrata,

tujuan

evaluasi

pendidikan

dapat

dikelompokkan dalam tiga klasifikasi, yaitu:
1. Klasifikasi berdasarkan fungsinya, evaluasi bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan;
a) Psikologik, evaluasi dapat dipakai sebagai kerangka acuan kemana dia harus
bergerak menuju tujuan pendidikan.
b) Didaktik/Intruksional, tujuan evaluasi memotivasi belajar kepada peserta
didik, memberikan pertimbangan dalam menentukan bahan pengajaran dan

metode mengajar serta dalam rangka mengadakan bimbingan-bimbingan
secara khusus kepada peserta didik.
c) Administrratif/Managerial,

bertujuan

untuk

pengisisan

buku

rapor,

menentukan indeks prestasi, pengisian STTB, dan tentang ketentuan
kenaikan siswa.
2. Klasifikasi berdasarkan keputusan pendidikan, tujuan evaluasi dapat
digunakan untuk mengambil:
a) Keputusan individual;
b) Keputusan institusional;
c) Keputusan didaktik instruksional; dan keputusan-keputusan penelitian.
3. Klasifikasi Formatif dan Sumatif
a) Evaluasi formatif diperlukan untuk mendapatkan umpan balik guna
menyempurnakan perbaikan proses belajar mengajar, dan
b) Evaluasi sumatif berfungsi untuk mengukur keberhasilan seluruh program
pendidikan yang dilaksanakan pada akhir pelaksanaan proses belajar
mengajar (akhir semester/tahun).

3. Fungsi Evaluasi Pendidikan
Secara lebih rinci, fungsi evaluasi dalam pendidikan dan pengajaran dapat
dikelompokkan menjadi empat fungsi, yaitu:69
1. Untuk mengetahui kemajuan dan perkembangan serta keberhasilan siswa
setelah mengalami atau melakukan kegiatan belajar mengajar dalam jangka
waktu tertentu. Hasil evaluasi yang diperoleh itu selanjutnya dapat digunakan
untuk memperbaiki cara belajar siswa (fungsi Formatif) dan atau untuk
mengisi rapor atau Surat Tanda Tamat Belajar, yang berarti pula untuk
menentukan kenaikan kelas atau lulus-tidaknya seorang siswa dari suatu
lembaga pendidikan tertentu (fungsi sumatif).
2. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan program pengajaran. Pengajaran
sebagai suatu sistem terdiri atas beberapa komponen yang saling berkaitan
satu sama lain. Komponen-komponen dimaksud antara lain adalah tujuan,
materi atau bahan pengajaran, metode dan kegiatan belajar mengajar, alat dan
sumber belajar, dan prosedur serta alat evaluasi. Fungsi ini berguna bagi guru
dan atau supervisor untuk mengadakan perbaikan program beserta
pelaksanaannya pada masa yang akan datang atau pada pertemuan berikutnya.
3. Untuk keperluan Bimbingan dan Konseling (BK). Hasil-hasil evaluasi yang
telah dilaksanakan oleh guru terhadap siswanya dapat dijadikan sumber
informasi atau data bagi pelayanan BK oleh para konselor sekolah atau guru
pembimbing lainnya.
4. Untuk keperluan pengembangan dan perbaikan kurikulum sekolah yang
bersangkutan.
69

Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pendidikan, 5-7

Secara lebih spesifik, evaluasi berfungsi sebagai berikut:70
a) Evaluasi berfungsi Selektif
Dengan cara mengadakan evaluasi, guru mempunyai cara untuk
mengadakan seleksi terhadap siswanya. Seleksi itu sendiri mempunyai
berbagai tujuan, antara lain:
1. Untuk memilih siswa yang dapat diterima di sekolah tertentu.
2. Untuk memilih siswa yang dapat naik ke kelas atau tingkat berikutnya.
3. Untuk memilih siswa yang seharusnya mendapat beasiswa.
4. Untuk memilih siswa yang sudah berhak meninggalkan sekolah dan
sebagainya.
b) Evaluasi berfungsi Diagnostik
Apabila alat yang digunakan dalam evaluasi cukup memenuhi
persyaratan, maka dengan melihat hasilnya, guru akan mengetahui kelemahan
siswa. Di samping itu diketahui pula sebab musabab kelemahan itu. Jadi
dengan mengadakan evaluasi, sebenarnya guru mengadakan diagnosis kepada
siswa tentang kebaikan dan kelemahannya. Dengan diketahuinya sebab-sebab
kelemahan ini, akan lebih mudah dicari untuk mengatasi.
c) Evaluasi berfungsi sebagai Penempatan
Evaluasi dalam hal ini digunakan sebagai langkah untuk mengetahui
bakat dan minat sesorang. Setelah diketahui bakat dan minatnya, anak tersebut
akan ditempatkan bersama siswa-siswa yang memiliki bakat dan minat
bersama (spesifikasi)
d) Evaluasi berfungsi sebagai pengukuran keberhasilan.
70

Daryanto, Evaluasi Pendidikan , 14-16

Fungsi ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauhmana tingkat
keberhasilan suatu program. Keberhasilan suatu program (pendidikan)
ditentukan oleh beberapa faktor yaitu: guru, metode mengajar, kurikulum,
sarana dan sistem kurikulum.71
Selain fungsi-fungsi di atas, bila dilihat dari pihak-pihak yang terlibat
dalam proses pembelajaran yakni guru, peserta didik, orang tua serta
masyarakat dan pengguna jasa pendidikan, maka fungsinya juga berbedabeda. Secara spesifiknya akan disajikan berikut ini:72
1. Fungsi pendidikan bagi guru diantaranya untuk:
a) Mengetahui kemajuan belajar peserta didik
b) Mengetahui kedudukan masing-masing individu peserta didik dalam
kelompoknya
c) Mengetahui kelemahan-kelemahan dalam cara belajar mengajar
d) Memperbaiki proses pembelajaran
e) Menentukan kelulusan pesert