PRODUKTIVITAS KERJA PEGAWAI PADA BIROKRA

BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Baik organisasi pemerintahan maupun swasta, akan selalu
berupaya agar para anggota atau pegawai/pekerja yang terlibat dalam
kegiatan organisasi dapat memberikan prestasi dalam bentuk
produktivitas kerja setinggi mungkin untuk mewujudkan tujuan yang
telah ditetapkan sebelumnya. Produktivitas kerja merupakan suatu
sikap dan perilaku pegawai dalam birokrasi terhadap peraturanperaturan dan standar-standar yang telah ditetapkan oleh birokrasi
yang telah diwujudkan baik dalam bentuk tingkah laku maupun
perbuatan. Merealisasikan produktivitas kerja merupakan hal yang
sangat penting bagi birokrasi karena dengan adanya produktivitas
kerja diharapkan pekerjaan akan terlaksana secara efisien dan efektif,
sehingga ini semua akhirnya sangat diperlukan dalam pencapaian
tujuan yang baik telah ditetapkan.
Produktivitas kerja merupakan suatu istilah yang sering
dipergunakan dalam perencanaan pengembangan industry pada
khususnya, dan perencanaan pengembangan ekonomi nasional pada
umumnya. Bahkan dewasa ini istilah produktivitas tidak saja
dipergunakan dalam perencanaan dan kegiatan di bidang ekonomi,
tetapi juga dipergunakan di bidang lain, misalnya di bidang pendidikan.

Sementara orang mengemukakan bahwa produktivitas kerja atau
produktivitas pada hakikatnya yang merupakan motif ekonomi untuk
memperoleh hasil sebanyak mungkin dengan biaya sekecil-kecilnya.
Satu hal yang membedakannya ialah bahwa produktivitas kerja
sebagai aksentuasi penerapan motif ekonomi banyak terletak pada
faktor manusia pelaksana kegiatan organisasi itu sendiri, yaitu para
anggota atau pegawai.
Pembicaraan yang berkaitan dengan konsep produktivitas
muncul satu situasi yang bertentangan karena belum ada kesepakatan

1

umum tentang maksud pengertian produktivitas serta kriterianya
dalam mengukuran produktivitas. Secara umum produktivitas diartikan
sebagai hubungan antara hasil nyata maupun fisik (barang-barang
atau jasa) dengan masukan yang sebenarnya, misalnya produktivitas
adalah ukuran ukuran efesiensi produksi, yaitu suatu perbandingan
antara hasil keluaran dan masukan (output dan input). Masukan sering
dibatasi dengan masukan tenaga kerja, sedangkan keluaran diukur
dalam kesatuan fisik bentuk dan nilai 1

Agus Dwiyanto mengatakan bahwa konsep produktivitas tidak
hanya mengukur tingkat efisiensi, tetapi juga efektivitas pelayanan.
Produktivitas pada umumnya dipahami sebagai rasio antara input
dengan output. Konsep produktivitas dirasa terlalu sempit dan
kemudian General Accounting Office (GAO) mencoba mengembangkan
satu ukuran produktivitas yang lebih luas dengan memasukkan
seberapa besar pelayanan publik itu memiliki hasil yang diharapkan
sebagai salah satu indikator kinerja yang penting. 2
Lebih lanjut pengertian produktivitas, yang diungkapkan oleh
beberapa ahli tampaknya memberikan pandangan yang sama, seperti
Sinungan (2000:1), Mauled Mulyono (1993:8), Hidayat (1994:85),
mengartikan bahwa secara filosofis produktivitas mengandung
pandangan hidup dan sikap mental yang selalu berusaha untuk
meningkatkan mutu kehidupan. Jadi dalam pengertian filosofisnya,
produktivitas adalah “sikap mental manusia untuk membuat hari esok
lebih baik daripada sekarang dan membuat hari ini lebih baik dari hari
kemarin. Dalam konteks filosofis ini, esensi pengertian produktivitas
terdapat pada sikap mental dan cara pandang manusia terhadap hari-

1 Sinungan Muchdarsyah, 2000, Produktivitas Apa dan Bagaimana, Bumi

Aksara, Jakarta.

2 Agus Dwiyanto,dkk., 2002, Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia, Pusat
Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM, Yogyakarta. Hlm.48

2

hari yang dijalani dalam kehidupannya. Pandangan hidup seperti ini
cenderung mendorong seseorang untuk selalu berusaha melakukan
yang terbaik dari waktu ke waktu dengan mencoba mengadakan
koreksi terhadap apa yang telah dikerjakan untuk kemudian tidak
mengulangi kesalahan yang sama, sehingga hasil yang dicapai dan
diharapkan akan selalu lebih baik. Selain itu akan timbul kehati-hatian
dalam melakukan setiap kegiatan terutama apabila melibatkan orang
lain.
Rumusan-rumusan mengenai produktivitas di atas memang
berbeda pengungkapannya antara satu dengan yang lain, tetapi pada
hakekatnya mempunyai makna sama, yaitu rasio antara produksi yang
dapat dihasilkan dengan keseluruhan kepuasan yang dapat diperoleh
dengan pengorbanan yang telah diberikan. 3


B. Rumusan Masalah
1. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas
tenaga kerja pegawai?
2. Apa saja usaha yang bisa dilakukan untuk meningkatkan
produktivitas tenaga pegawai kerja?
3. Bagaimana caranya agar produktivitas kerja bisa menuju
tuntutan Good Governance?

C. Metode Penulisan
Untuk mengadakan penulisan dalam rangka memperoleh data,
maka diperlukan suatu metode yang tepat dan sesuai. Sehingga
penulis memiliki metode yang jelas mengenai mekanisme perolehan
data yang diperlukan. Dengan demikian, untuk memperoleh data yang
3 Ambar Teguh Sulistiyani, Memahami Good Governance dalam perspektif
sumber daya manusia, hlm. 315

3

sesuai dengan tujuan penulisan, maka penulis menggunakan metode

kepustakaan (library research) yang merupakan penyelidikan melalui
buku-buku kepustakaan dan berbagai sumber bacaan dengan mengkaji
teori-teori yang ada dalam literatur.

4

BAB II
Pembahasan

A. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja
Produktivitas kerja bagi birokrasi bukan merupakan sesuatu
yang kebetulan yang dimilikinya. Produktivitas kerja yang dimiliki oleh
birokrasi pada hakikatnya merupakan suatu akibat dari persyaratan
kerja yang harus dipenuhi oleh pegawai, sedangkan terbentuknya
persyaratan itu sendiri harus diupayakan oleh pimpinan birokrasi.
Adapun persyaratan yang memungkinkan pegawai untuk bersedia
bekerja dengan penuh semangat banyak macamnya. Salah satu
diantaranya ialah kemampuan pegawai dalam melaksanakan
kewajiban dan tanggung jawabnya.
Pegawai akan bersedia bekerja dengan penuh semangat apabila

ia merasa bahwa kebutuhannya, baik fisik maupun nonfisik, terpenuhi
melalui keterlibatannya dalam proses pekerjaan pada instansi yang
bersangkutan. Kedua bentuk kebutuhan itu pada dasarnya sesuai
dengan eksistensi pegawai yang bersifat monodualistik karena
manusia tersusun dari dua unsur yaitu jasmani dan rohani. Dapat pula
dikatakan bahwa persyaratan untuk memperoleh produktivitas kerja
seperti yang diharapkan adalah mengetahui sejauhmana persyaratan
tersebut mempengaruhi tercapainya produktivitas sebagaimana
diharapkan.
Menurut F.C Gomes (2001:165), faktor-faktor yang
mempengaruhi produktivitas tenaga kerja pegawai, ada empat, yaitu:
usaha, motivasi, kemampuan, dan kesempatan dan kejelasan tujuan
kinerja yang diberikan birokrasi kepada pegawai.

1. Usaha
Usaha perekrutan pegawai potensial dan upah yang memuaskan
badan-badan legislatif dan para pemimpin eksekutif mempunyai

5


pengaruh besar terhadap kemampuan pegawai melalui proses
penetapan upah. Semakin banyak uang yang dialokasikan ke dalam
komponen gaji semakin kompetitif seorang pegawai pemerintah dalam
pasar tenaga kerja dan semakin banyak kemampuan yang akan
disumbangkan kepada pemerintah. Diasumsikan bahwa, upah pasar
akan menarik mereka yang berkualitas kepada majikan, dan sangat
penting untuk menyeleksi para pegawai yang potensial yang diketahui
paling mampu untuk melaksanakan tugas, dan juga mampu untuk
belajar metode baru.
2. Motivasi
Pegawai juga dipengaruhi oleh faktor-faktor birokrasi dan
lingkungan. Pada level departemen, mengaitkan insentif dengan
kinerja yang diinginkan secara kritis mempengaruhi pekerjaan pegawai
bahwa kinerja yang tidak akan dihargai dan kinerja yang rendah akan
diperlakukan berbeda dengan yang memiliki kinerja tinggi. Hal
tersebut akan mampu menciptakan pekerjaan menjadi lebih dapat
menarik minat intrinsik, dari seseorang untuk menangani pekerjaannya
dan menghindari rasa bosan. Kegiatan-kegiatan yang dapat
menghasilkan sedikit hasil positif mungkin berpengaruh cukup besar
terhadap kinerja pegawai, bahwa mereka sedang diperlakukan secara

adil.
Setiap pegawai dapat diidentifikasi secara berbeda antara satu
dengan lainnya, hal ini terjadi karena latar belakang pendidikan,
pengalaman, dan lingkungan masyarakat yang beraneka ragam.
Kondisi tersebut akan dapat terbawa juga dalam hubungan kerja,
sehingga akan mempengaruhi sikap dan tingkah laku pegawai dalam
melaksanakan pekerjaannya. Demikian pula pimpinan juga mempunyai
latar belakang dan pandangan falsafah serta pengalaman dalam
memimpin instansi organisasi sebelumnya dapat berpengaruh di dalam
melaksanakan pola hubungan kerja dengan pegawai. Pada hakekatnya
motivasi pegawai dan pimpinan berbeda, karena adanya perbedaan
kepentingan, maka perlu diciptakan motivasi yang searah untuk
mencapai tujuan bersama dalam rangka kelangsungan hidup birokrasi

6

dan ketenangan kerja, sehingga apa yang menjadi kehendak dan citacita kedua belah pihak dapat diwujudkan.
3. Kemampuan
Kemampuan pegawai, dalam melaksanakan pekerjaan dan
tugasnya kemampuan merupakan faktor yang sangat perlu agar dapat

diperoleh hasil seperti yang diharapkan. Kemampuan kerja dapat
diperoleh melalui proses belajar, pelatihan kerja, pelatihan dalam
penggunaan metode-metode yang baik, berkualitas dan tepat dalam
memberikan umpan balik (feedback) mengenai kinerja. Oleh karena
itu, salah satu tugas penting pemimpin birokrasi adalah melaksanakan
program pendidikan dan latihan sesuai dengan pendidikan atau
kemampuan yang dimiliki pegawai. Departemen kepegawaian
mempunyai dampak besar terhadap kemampuan juga dengan cara
melaksanakan penilaian kebutuhan pelatihan dan menentukan
kesempatan latihan dengan cara menekankan dan meneliti ulang
keabsahan metode-metode seleksi, dengan cara bekerja sama dengan
para supervisor dan pegawai untuk mengembangkankan metode
penilaian dasar kinerja serta dengan peningkatan kecakapan
supervisor dalam mengkomunikasikan feedback yang konstruktif
kepada para pegawai.
4. Kesempatan dan kejelasan tujuan
Faktor kesempatan dari para pegawai untuk bekerja denga baik
sering diabaikan atau tidak mendapat perhatian serius. Mereka harus
diberio harapan-harapan kinerja yang masuk akal, tidak terbatas pada
pernyataan-pernyataan tujuan, tetapi juga fisibilitas tujuan secara

keseluruhan, yang meliputi perhatian terhadap alat pengamanan
kondisi kerja. Sakit yang menyebabkan tidak masuk kerja, atau
kompensasi dari pegawai, tentu berarti biaya bagi birokrasi dalam
jumlah yang besar, dan kondisi kerja yang tidak nyaman jelas akan
mengurangi kesempatan bagi pegawai untuk bekerja lebih efisien dan
efektif.
Faktor lain dalam hal adanya kesempatan adalah kelakuan
sistem yang memberi sedikit kesempatan fleksibilitas dalam tugastugas kerja, mobilitas karir, dan implementasi rencana-rencana insentif.
Di sisi lain, sistem yang terlampau fleksibel pasti mendorong sikap pilih

7

kasih, tindakan pegawai yang berubah-ubah dan kurangnya modal
serta kepercayaan dalam keseluruhan konsep merit.
Faktor lain yang juga kurang mendapatkan perhatian adalah
kejelasan tujuan. Pengukuran produktivitas dalam penyediaan
pelayanan sosial sering diganggu oleh gagasan-gagasan yang mendua
dari apa yang merupakan output yang diterima, terlalu sering dijumpai
tujuan yang terlalu sloganistik. Jika, pegawai harus tahu apa yang
dipertimbangkan oleh birokrasi mengenai kinerja yang memuaskan

agar ia dapat melakukan seperti apa yang diharapkan. Kejelasan
tujuan dapat diperoleh dengan cara melakukan analisa pekerjaan
berdasarkan waktu, dengan melatih para pemimpin dalam birokrasi
standar kinerja, dan dalam proses penilaian kinerja, serta dalam proses
penilaian kinerjanya. Faktor lain yang juga mempengaruhi
produktivitas menurut Slamet Saksono (1988:115) adalah kesediaan
pegawai untuk melaksanakan tugas dengan penuh kesanggupan.
Alex S. Nitisemito mengemukakan beberapa cara untuk
meningkatkan semangat dan gairah kerja pegawai, yaitu :
a. Memberi gaji yang cukup
b. Memperhatikan kebutuhan rohani pegawai
c. Sekali-sekali menciptakan suasana santai
d. Memperhatikan harga diri pegawai
e. Menempatkan pegawai pada posisi yang tepat
f. Memberi kesempatan untuk maju
g. Memupuk perasaan aman menghadapi masa depan
h. Mengusahakan loyalitas pegawai
i. Mengajak berunding para pegawai
j. Memberikan insentif secara terarah
k. Memberi fasilitas yang menyenangkan 4

B. Usaha-Usaha Meningkatkan Produktivitas
Semangat bagi perbaikan produktivitas di dalam pemerintahan
membuka peluang bagi peranan yang lebih luas khususnya
departemen kepegawaian. Departemen kepegawaian mempunyai
kesempatan dalam tiga hal:
4 Slamet Saksono, 1988, Administrasi Kepegawaian, hlm.117

8

Pertama, banyak proyek melibatkan beberapa macam
management by objectives, dan penyusunan standar pekerjaan yang
merinci kinerja pegawai minimal yang dapat diterima. Bila sistem
penilaian mengukur apa yang sebenarnya harus dilakukan pegawai,
daripada mempersoalkan tipologi pegawai. Jika demikian maka
kemungkinan tidak ada lagi yang berkompeten untuk menasihati
penyusunan tujuan atau standar kinerja departemen kepegawaian.
Departemen kepegawaian memiliki posisi yang unik untuk
membandingkan dan menyarankan penyesuaian di dalam standarstandar kinerja yang berasal dari berbagai departemen di dalam
pemerintahan.5
Bidang kedua yang bisa dilakukan intervensi oleh pimpina dalam
upaya meningkatkan produktivitas adalah melalui motivasi. Perbaikan
produktivitas berkaitan langsung dengan motivasi pegawai. Berbagai
program yang diperkirakan mampu mewujudkan tujuan peningkatan
motivasi tersebut, antara lain mencakup: work incentive, job design,
job-related performance assessment, realistic training goals dan
workable, dan alternative work schedules.
Hal-hal tersebut di atas dianggap perlu mendapat perhatian
dalam upaya meningkatkan motivasi pegawai dan kemampuan untuk
bekerja. Untuk menjalankan program-program yang berkaitan dengan
bidang-bidang tersebut dalam rangka peningkatan produktivitas,
diperlukan pemahaman yang mendalam tentang motivasi pegawai,
faktor yang berpengaruh terhadap kepuasan kerja, teori keadilan,
bagaimana orang belajar, dan bagaimana organisasi dan unit-unit kerja
menentang terhadap perubahan. Pengetahuan mengenai ilmu sosial
terapan, psikologi, sosiologi, antropologi, psikologi sosial, ilmu
komunikasi, dan ilmu politik, dirasakan sangat perlu untuk dimiliki oleh
para pemimpin.
Ketiga, program-program untuk mendorong motivasi harus
didukung oleh pengetahuan mengenai keuangan, harus mampu
5 Faustino Cardoso Gomes, 2001, Manajemen Sumber Daya Manusia, hlm.171

9

menaksir dampak keuangan dari hasil-hasil program. Biaya program
pelatihan pegawai baru, dan waktu yang terpakai untuk itu, justru
harus diperhitungkan secara masak oleh pemimpin. Walaupun cara
wawancara yang realistis mengenai pekerjaan tetap perlu diperhatikan
agar terhindar dari penerimaan para pegwai yang tidak berkualitas,
dan yang tidak bertahan lama. Pengetahuan mengenai bagaimana
mengurangi pergantia yang terus-menerus, perlu dimiliki pemimpin
agar terhindar dari biaya kerugian.
Bila seorang pegawai dibayar pada waktu tidak bekerja maka hal
yang negatif ini sungguh berpengaruh terhadap produktivitas. Waktu
absen yang terlampau banyak tidak saja memakan banyak biaya,
tetapi juga berpengaruh negatif terhadap produktivitas jika orangorang yang tidak terlatih harus menggantikan untuk bekerja atas
pekerjaan yang biasa dilakukan oleh pegawai yang memiliki
pengalaman; waktu menunggu yang terlampau lama bisa
mencetuskan keluruhan; pelayanan yang rendah kualitasnya bisa
menimbulkan kebutuhan akan tambahan waktu staff untuk
membereskan masalah; dan supervisi pun harus meningkat. Para
supervisor bahkan bisa memikul beberapa kewajiban dari para pegawai
yang absen dan ketinggalan dari hal-hal lainnya.

C. Produktivitas Kerja Menuju Tuntutan Good Governance
Organisasi birokrasi yang baik/amanah adalah birokrasi yang
mampu menghasilkan produktivitas kerja yang maksimal berkualitas,
yang dapat merespon kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Oleh karena
itu sangat perlu kemampuan aparatur birokrat untuk melaksanakan
tugasnya secara optimal dan berkualitas. Untuk dapat memberikan
dukungan bagi terwujudnya good governance maka produktivitas kerja
sebagai salah satu indikator, hendaknya dapat dihasilkan secara
maksimal dan berkualitas.
Birokrasi pemerintah yang memiliki visi dan misi pelayanan
kepada masyarakat diharapkan sudah menerapkan nilai-nilai good

10

governance, di segala bidang. Produktivitas adalah merupakan salah
satu indikator atau nilai good governance yang ingin dicapai melalui
seluruh aktivitas yang dilakukan. Pemahaman produktivitas adalah
upaya untuk mencapai hasil yang optimal. Di lingkungan birokrasi
publik yang menghasilkan pelayanan jasa, kadang-kadang berhadapan
dengan permasalahan kesulitan melakukan pengukuran atas hasil yang
diperoleh. Ukuran atas optimalisasi produksi dalam hal ini tidak
sekedar nilai kuantitas atau seberapa banyak telah dihasilkan, akan
tetapi juga mencakup bagaimana kualitas jasa atau barang yang
dihasilkan. Kembali hambatan pengukuran tentang kualitas pelayanan
jasa dari sektor publik mengambangkan persoalan penilaiannya.
Bermula dari kondisi demikian maka kualitas pelayanan jasa seringkali
ditelusuri dari penilaian stakeholders khususnya para pemakai jasa
layanan birokrasi publik, misalnya masyarakat atas pelayanan yang
diberikan.
Persoalan di seputar produktivitas pegawai dalam hal ini sering
disangsikan. Banyak berita mass media yang memuat ketidakberesan
kerja, banyaknya pegawai yang meninggalkan kantor pada jam kerja
dengan alasan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, saling
melempar tanggungjawab dll, mrupakan fenomena yang sangat kontra
produktif. Akan tetapi dengan ditiupkannya isu good governance
desakan untuk meningkatkan produktivitas kerja menjadi semakin
besar. Pada era reformasi dan ditambahkan adanya muatan nilai good
governance birokrasi publik tidak lagi berperan sendirian dalam
pengelolaan pelayanan masyarakat. Melalui kebijakan kemitraan ini
diharapkan dapat meningkatkan produktivitas kerja.

11

BAB III
Kesimpulan

Berdasarkan uraian-uraian diatas maka dapat disimpulkan
bahwa produktivitas kerja merupakan unsur yang penting dalam
birokrasi pemerintah dalam melaksanakan tugasnya masing-masing
dalam rangka mewujudkan kesejahteraan dalam masyarakat.
Produktivitas kerja pegawai dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu
usaha, motivasi kemampuan pegawai, kesempatan serta kejelasan
tujuan dan juga faktor kesediaan pegawai untuk melaksanakan tugas
dengan penuh kesanggupan. Semua faktor ini bisa menentukan
peningkatan atau menurunkan produktivitas kerja para pegawai dalam
birokrasi pemerintah. Oleh karena itu sebagai pemimpin birokrasi
pemerintah sebaiknya harus sangat memperhatikan terhadap faktorfaktor ini untuk dapat meningkatkan produktivitas kerja secara serius.
Perubahan produktivitas ini dapat dilihat melalui beberapa
petunjuk, yaitu pertama menurunnya presensi karena masalah
kesehatan atau sibuk bertugas yang lain agar bisa mencari tambahan
supaya bisa mendukung atau melengkapi kebutuhan dan biaya hidup,
karena gaji seorang pegawai itu tidak cukup. Yang kedua karena
meningkatnya Labour turnover yaitu karena ketimpangan hasil maka
presensi menurun. Dan hal ini membuat yang bersangkutan ingin
berpindah untuk mencari tempat yang diharapkan dapat memperoleh
upah lebih baik dibandingkan tempat mereka kerja dulu. Kendatipun
kasus demikian sangat langka terjadi di birokrasi pemerintah, karena
adanya jaminan pensiun. Yang ketiga adalah meningkatnya kerusakan,
para pegawai menunjukkan keengganan karena hasil yang mereka
dapat tidak sesuai dengan pekerjaan. Jadi membuat mereka kurang
semangat dalam melakukan pekerjaan masing-masing. Dan yang
terakhir adalah timbulnya kegelisahan, tuntutan, pemogokan yang bisa

12

membuat keadaan lebih sulit lagi dalam meningkatkan produktivitas
kerja.
Supaya dapat meningkatkan produktivitas kerja diperlukan
peranan pemimpin birokrasi dan komitmen yang tinggi, serta
melakukan koordinasi antara badan eksekutif dan legislatif serta
menerapkan strategi yang tepat. Melalui cara ini maka birokrasi
pemerintah dapat meningkatkan manajemen SDM secara tepat. Di sisi
lain masih perlu memperhatikan kemampuan, ketrampilan, dan
perilaku pegawai yang potensial untuk mencapai produktivitas kerja.
Dalam rangka meningkatkan produktivitas kerja pegawai di
lingkungan birokrasi pemerintah perlu peran aktif dari pimpinan untuk
memberikan dorongan atau motivasi dengan cara memberikan
pemenuhan kebutuhan fisik maupun psikologis pada batas-batas
kelayakan. Dengan demikian kepuasan kerja pegawai juga akan dapat
tercapai. Di sisi lain nilai usaha pegawai akan semakin ditingkatkan,
karena didorong oleh munculnya harapan-harapan baru. Sementara itu
untuk mengimbangi usahanya dalam bekerja pegawai akan
meningkatkan kemampuan yang sepadan, sehingga mampu mencapai
produktivitas yang tinggi. Di samping itu pimpinan hendaknya mampu
menyampaikan dan mengkomunikasikan tujuan organisasi secara jelas,
tujuan kinerja yang jelas, serta membuka peluang lebar untuk
memaksimalkan usaha pegawai.

13

DAFTAR PUSTAKA

Dwiyanto, Agus dkk., 2002, Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia,
Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM, Yogyakarta.
Gomes, Faustino Cardoso, 2001, Manajemen Sumber Daya Manusia,
Andi Offset, Yogyakarta.
Hidayat, 1994, “Konsep dan Strategi Meningkatkan Produktivitas,”
Majalah Manajemen, No.95.
Djunaedi AS, 2002. Birokrasi yang amanah. Makalah No.85, Juni.
Moekijat, 1974, Manajemen Kepegawaian, Alumni, Bandung.
Muchdarsyah, Sinungan, 2000, Produktivitas Apa dan Bagaimana, Bumi
Aksara, Jakarta.
Mulyono, Mauled, 1993, Penerapan Produktivitas dalam Organisasi,
Bumi Aksara, Jakarta.
Saksono, Slamet, 1988, Administrasi Kepegawaian, Kanisius,
Yogyakarta.

14

Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN BIJI PEPAYA (Carica Papaya L) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

23 199 21

KEPEKAAN ESCHERICHIA COLI UROPATOGENIK TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG (PERIODE JANUARI-DESEMBER 2008)

2 106 1

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25

PENGARUH BIG FIVE PERSONALITY TERHADAP SIKAP TENTANG KORUPSI PADA MAHASISWA

11 131 124