KONSEP TABUT DALAM LITERATUR AL QURAN

KONSEP TABUT DALAM LITERATUR AL-QURAN
A. PENDAHULUAN
Tabut atau dalam bahasa Inggris: The Ark of the Covenant/ The Ark of God adalah
sebuah benda pusaka bangsa Israel. Ia juga merupakan istilah yang dikenal dalam
sejarah agama-agama samawi baik Yahudi, Kristen dan Islam. Pada awalnya ia
hanyalah sebuah peti yang digunakan untuk menyimpan barang-barang penting milik
pemimpin bangsa Israel Nabi Musa as, hingga kemudian beliau wafat, tabut tersebut
tetap dijaga sebagai benda pusaka penting bagi bangsa Israel.
Kemudian hari, tabut dipercaya merupakan tanda kehadiran Allah swt di antara
bangsa Israel. Tabut selalu dibawa dalam peperangan-peperangan, mereka meyakini
bahwa setiap mereka membawanya, tidak akan ada musuh yang mampu melawan
mereka. Hilangnya Tabut masih menjadi misteri hingga kini. Al-Quran mengisahkan
cerita tabut ketika berbicara tentang peperangan bangsa Israel melawan raja Jalut,
penguasa tiran yang menjajah mereka sepeninggal Nabi Musa as..
Karena misteri dan kekuatannya, Stephen Spielberg seorang produser kawakan
pernah membuat sebuah film yang menjadikan tabut sebagai objek yang dicari-cari
dalam film Indiana Jones, Raiders of the Lost Ark (1981). Perkakas yang sama juga
muncul sesaat (cameo) dalam film lanjutannya Indiana Jones and the Kingdom of the
Crystal Skull.
Demikianlah cerita-cerita yang beredar tentang misteri tabut, ia diburu oleh bangsa
Israel dan oleh banyak orang karena kekuatannya yang magis dan nilai sejarahnya

yang tinggi, namun mereka melupakan ajaran-ajaran kebenaran yang dibawa oleh
pemiliknya, Nabi Musa as.

1

B. PEMBAHASAN
Sebelum membahas Tabut dalam al-Qur’an, maka penulis perlu menyampaikan
dua kisah yang berhubungan erat dengannya, di mana Tabut menjadi objek penting
dalam kisah tersebut.
1. Kisah Thalut dan Jalut
Tabut erat kaitannya dengan kisah Thalut dan Jalut karena Tabut disebutkan oleh
al-Quran pada surat al-Baqarah ayat 248, sementara pada ayat 246-251 ia bercerita
tentang peperangan bangsa Israel yang dipimpin oleh Thalut melawan Jalut (Goliath),
Jalut adalah penguasa tiran, bengis dan tak berperikemanusiaan yang menjajah
mereka. Sementara Thalut adalah seorang pemuda biasa yang ditunjuk Tuhan sebagai
panglima perang dan raja bangsa Israel melalui wahyu-Nya melalui nabi mereka.
Lewat sebuah pertempuran yang sengit dan dramatis, akhirnya Jalut dibunuh oleh
seorang pemuda yang ikut dalam pasukan Thalut, bernama Daud1.
Diungkapkan dalam riwayat, bahwa keberanian Daud untuk membinasakan Jalut
bangkit karena Thalut sangat mengharapkan adanya seorang tentara yang sanggup

membunuh Jalut, sehingga Thalut mengeluarkan sebuah maklumat: “Barangsiapa
sanggup membunuh Jalut, sehingga kaum beriman terpelihara dari tipu-dayanya, akan
dikawinkan dengan salah seorang putrinya dan akan menjadi raja setelahnya”. 2 Daud
akhirnya berhasil membunuh Jalut dengan batu-batu besar yang dilemparkan
kepadanya.
Terbunuhnya Jalut semakin mengukuhkan kedudukan Thalut sebagai raja pertama
bangsa Israel (pasca penjajahan) karena sebelumnya ia hanyalah pemuda biasa yang
tidak kaya juga tidak memiliki kedudukan penting dalam masyarakatnya. Bahkan
sebelum perang itu berlangsung, bani Israel menolaknya sebagai pemimpin pasukan
perang, hingga datang sebuah tanda yang menguatkan bahwa ia adalah pemimpin
perang yang ditunjuk Tuhan melalui nabi Syamuil, tanda itu berupa hadirnya tabut
1 Harun Nasution, Ensiklopedi Islam Indonesia (Jakarta: Djambatan, 1992), hlm.
478.
2 Ibid.

2

pusaka yang dibawa oleh malaikat. Selain itu, ia juga dikarunia Allah memiliki tubuh
yang gagah perkasa dan ilmu yang mendalam.
Demikianlah cerita tentang Thalut dan Jalut dalam surat al-Baqarah 246-251, kisah

ini mengajarkan tentang hebatnya sekelompok kecil orang-orang beriman dari Bani
Israel yang sanggup menggulingkan musuh dengan kekuatan besar, karena mereka
meneguhkan kesabaran dan mengharapkan pertolongan Allah swt. Kisah ini juga
mengajarkan tentang kuasa Allah swt yang memberikan kekuasaan kepada siapa saja
yang Ia kehendaki sementara ia adalah Yang Maha luas pemberian-Nya lagi Maha
Mengetahui.
2. Kisah Nabi Musa as
Tabut juga ada pada kisah Musa as. Kita mengetahui bahwa Nabi Musa as
dilahirkan di zaman yang tidak menguntungkan. Pada masa itu ada undang-undang
raja Fir’aun yang melarang hidupnya bayi laik-laki dari bani Israel, jika ada bayi lakilaki yang lahir maka harus dibunuh. Hal ini disebabkan karena Fir’aun pernah
bermimpi bahwa negeri Mesir yang dikuasainya terbakar habis, rakyatnya banyak
yang mati dan yang tersisa hanyalah bani Israel saja. Setelah terbangun, Fir’aun
bertanya kepada para ahli sihir apakah gerangan takwil dari mimpi tersebut? Ahli
sihir pun sibuk melihat dalam tenung. Ia berkata kepada Fir’aun bahwa di tahun itu
akan lahir bayi laki-laki dari bani Israil yang nanti akan meruntuhkan kekuasaannya.
Takdir begitu pelik, Nabi Musa as justru dilahirkan dari golongan bani Israil yang
menurut undang-undang harus mati dibunuh. Tetapi Allah memelihara beliau dengan
pemeliharaan yang baik, Di tengah bahaya tersebut, Allah mengilhamkan Ibu Nabi
Musa agar anaknya (Musa as) dihanyutkan ke sungai Nil. Akhirnya Ibu Nabi Musa
membuat sebuah peti dan meletakkan Musa di dalamnya, kemudian peti itu hanyut

terbawa sungai dan jatuh ke tangan istri Firaun.
Allah menganugrahi keistimewaan khusus kepada kaum wanita berupa kekuatan
batin yang kuat. Sebagaimana istri Fir’aun, ketika ia melarang bayi yang
ditemukannya agar tidak dibunuh oleh suaminya, Fir’aun yang kejam dan tak
berperikemanusiaan itu akhirnya luluh dan menuruti permintaan istrinya.
3

3. Tabut dalam surat al-Baqarah 248
Kembali kepada pembahasan tabut, ia diceritakan oleh al-Qur’an dalam surat alBaqarah ayat 248:

    
   
    
    
    

 





 
Artinya: Nabi mereka mengatakan kepada mereka: “Sesungguhnya
tanda kekuasaan (kerajaannya), ialah datangnya Tabut kepada kamu,
di dalamnya terdapat ketentangan dari Tuhan Pemelihara kamu dan
sisa dari apa yang ditinggalkan oleh keluarga Musa dan keluarga
Harun. (Tabut itu) dibawa oleh malaikat. Sesungguhnya pada yang
demikian itu terdapat tanda (kebesaran dan kekuasaan Allah swt) bagi
kamu, jika kamu orang-orang mukmin”3.

Mengenai ayat ini, para ulama baik salaf maupun khalaf banyak yang berbicara
tentang definisi Tabut, berikut ini saya sajikan dengan ringkas beberapa diantaranya.
Ibnu Manzhur dalam lisanul ‘arab menyebutkan bahwa: “konon katanya tabut itu
adalah sesuatu yang terbuat dari kayu dan di dalamnya terdapat hikmah”, peti (Tabut)
itu konotasinya4 merupakan sebuah ibarat hati manusia dan ketenangan serta ilmu
yang tersimpan di dalamnya. Karena hati dinamakan juga dengan kulitnya ilmu,
tempatnya hikmah, tabut (kotaknya) ilmu. Demikian penjelasan kebahasaan tentang
tabut dari Ibnu Manzhur seorang pakar bahasa Arab.
Menurut Ibnu Katsir, sesungguhnya alamat keberkatan Raja Thalut kepada kalian
adalah dengan dikembalikannya tabut kepada kalian yang sebelumnya direbut dari

tangan kalian, sedangkan kata sakinah menurut suatu pendapat ialah ketenangan dan
3 Quraish Shihab, Al-Qur’an dan maknanya, (Tangerang: Lentera Hati, 2013), hlm.
39.
4 Makna kata yang berubah dengan penekanan emosi, lawannya denotasi yakni
makna asal dari kata.

4

keagungan, ada juga yang benrpendapat maknanya adalah rahmat. Sedangkan
menurut Ibnu Juraij meriwayatkan bahwa ia pernah bertanya kepada ‘Atha tentang
makna kalimat “di dalamnya terdapat ketenangan dari Tuhan kalian”, menurutnya
ialah semua ayat Allah yang kalian kenal dan kalian merasa tentang dengannya, hal
yang sama dikatakan pula oleh Hasan al-Bashri.
Ibnu al-Jauzy, mewakili para mufassir lainnya menyebutkan sifat Tabut dalam
tafsirnya Zâdal Masîr, ia menyebutkan riwayat dari Bikar bin Abdullah, bahwasanya
ia berkata: “Kami telah bertanya kepada Wahab bin Munabbah tentang Tabut Musa
as, bagaimanakah bentuknya?.” Ia menjawab: “Ukurannya 2 sampai 3 dzira’ (ukuran
lengan)”, sedangkan menurut Syaikh Utsaimin : “Tabut itu benda yang terbuat dari
kayu atau gading yang menyerupai sebuah peti”, ia turun dan mendampingi mereka
(bangsa Israel) dan di dalamnya terdapat sakinah. Sakinah di sini bermakna sesuatu

yang menentramkan ketika dimiliki, ia dapat menentramkan pemiliknya karena
memang merupakan tanda kekuasaan Allah swt.
Quraish Shihab menjelaskan bahwa Tabut adalah sebuah peti yang menyertai bani
Israel setiap mereka berperang, dalam suatu peperangan peti itu diramas oleh musuh
mereka. Konon isinya adalah Lauh (papan) yang berisisikan tulisan sepuluh ayat (the
ten commandements), tongkat nabi Musa as, dan beberapa pakaian leluhur mereka. 5
Beberapa pendapat lain se[perti yang dikemukakan Athiyah ibnu Sa’id mengatakan
bahwa isinya adalah tongkat Musa as dan Harun, baju Musa dan Harun serta lembarlembar lauh. Demikianlah beberapa definisi dan penjelasan dari para mufassir tentang
Tabut yang disebutkan dalam surat al-Baqarah ayat 248.
2. Tabut dalam surat Thaha 39
Ada satu ayat lagi yang berhubungan tentang Tabut, yakni firman Allah swt dalam
surat Thaha ayat 39:





   
   
5 Quraish Shihab, Al-Quran Dan Maknanya, hlm. 40.


5

     




 
Artinya: “Letakkanlah dia (Nabi Musa as) dalam peti, kemudian
lemparkanlah dia ke sungai (Nil), maka hendaklah (yakni pasti) sungai
itu membawanya ke pantai, maka dia diambil (Firaun) musuh-Ku dan
musuhnya.” Dan aku telah mencampakkan kepadamu kasiah saying
dari-Ku; dan supaya engkau diasuh di bawah pengawasan-Ku. 6

Ibnu Katsir menjelaskan dalam tafsirnya bahwa Peti dalam ayat ini merupakan
sarana yang digunakan Ibunda Nabi Musa as ketika beliau masih balita, untuk
dihanyutkan ke sungai Nil namun masih dalam keadaan terikat ke rumahnya, pada
suatu hari ibu Musa pergi untuk memperbaharui ikatan talinya, tapi ternyata peti yang
berisikan Musa telah terlepas dan terbawa hanyut oleh sungai, karena itu hati Ibu

Musa dirundung duka yang mendalam, hal ini diungkapkan oleh ayat “wa ashbaha
fuadu ummi musa farighan” (al-Qashash: 10).
Dengan demikian, maka Tabut itu kita kenal melalui al-Quran melalui dua ayat di
atas. Lalu apakah peti dalam surat Thaha: 39 adalah benda yang sama dengan peti
dalam surat al-Baqarah: 248?
Muhammad Mutawalli Asy-Sya’rawi dalam tafsirnya menjelaskan ada dugaan
kuat bahwa itu adalah benda yang sama. Menurutnya, selama al-Qur’an
menggunakan lafazh yang mutlak (At-Tabût) maka ia adalah Tabut yang sudah
dikenali. Masalah ini menjadi penting karena peti itu berhubungan dengan kisah
Musa dan Fir’aun, serta peti itu juga berhubungan dengan pentahbisan raja Thalut,
tidak berhenti sampai di situ; begitu pula bekas-bekas peninggalan

yang

berhubungan dengan arca para nabi yang lain, kita wajib memperhatikannya karena
hal-hal itu memiliki posisi penting dalam sejarah akidah Islam dan punya ikatan kuat
dengan masalah aqidah/ keyakinan.
Dengan demikian maka menurut Asy-Syarawi peninggalan-peninggalan yang
diduga memiliki hubungan dengan peristiwa akidah dan kenabian adalah peninggalan
6 Quraish Shihab, Al-Qur’an Dan Maknanya, hlm. 314.


6

penting untuk keimanan. Seolah-olah al-Qur’an berbicara “biarkanlah seperti itu, dan
ambillah nasihat serta ibrah darinya karena benda-benda itu mengingatkan kalian
dengan hal-hal yang sakral”. Seperti kisah Tabut yang hilang setelah sekian lama
merupakan bukti bahwa penduduk negeri itu dikalahkan oleh penjajah, dan penjajah
itu ketika merubah negeri jajahannya, mereka menghancurkan benda-benda sacral
yang berhubungan dengan keyakinan/akidah. Dalam hal ini, jika Tabut dianggap suci
oleh bangsa Israel maka Tabut itu harus dihilangkan.
Maka Allah swt mendatangkan Tabut untuk menentramkan hati bangsa Israel
untuk melawan penjajah. Bagaimana bisa demikian? Asy-Syarawi menjelaskan
dengan contoh “Jika ada yang berkata kepadamu, ini adalah mushaf yang dibaca
Sayyidina Usman ra”, maka ia adalah mushaf yang sama dengan mushaf yang lain,
akan tetapi ada unsur sejarah yang terikat di dalamnya sehingga ketika kita
membacanya jiwa kita menjadi tenang. Contoh yang lain jika kita berkunjung ke
Turki di mana tersimpan peninggalan-peninggalan para khalifah: “jika ada yang
berkata kepadamu ini adalah pedang Sayyidina Ali kw” maka kita dapat melihat
bahwa beratnya sebanding dengan sepuluh pedang biasa, maka bagaimana beliau
menggunakan pedang ini ketika berperang akan membuat kita menjadi takjub.

C. KESIMPULAN
Dari berbagai penjelasan tentang Tabut di atas maka saya menyimpulkan bahwa
Tabut bangsa Israel, juga arca peninggalan para nabi merupakan benda pusaka yang
wajib dijaga karena memiliki hubungan yang kuat dengan sejarah akidah/keyakinan
dan keimanan. Tidak patut bagi para pemimpin negeri untuk merubahnya atau
menghancurkannya karena takut akan kesyirikan atau menjadi berhala, malah mereka
harus menjaganya dan mempublikasikannya kepada semua umat agar menjadi
sumber ketenangan bagi jiwa, dan cukup menasihati mereka agar tidak menjadi fitnah
dengan benda-benda pusaka itu, mereka cukup mengingatkan bahwa benda-benda
pusaka itu fungsinya mengingatkan kepada perkara-perkara yang meningkatkan
keimanan kita kepada para nabi kita sebagai mana ayat “fîhi sakînatun mirrabbikum”.
7