Dinamika Aktor Kebijakan Dalam Pembuatan

DINAMIKA AKTOR KEBIJAKAN DALAM PEMBUATAN KEBIJAKAN
PENGENDALIAN TEMBAKAU, STUDI KASUS RANCANGAN UNDANG-UNDANG
PERTEMBAKAUAN
Oleh:
Herda Prabadipta (105030100111009)
Fakultas Ilmu Administrasi
Universitas Brawijaya
A. Latar Belakang
Salah satu isu kebijakan yang patut mendapat perhatian kini adalah kebijakan
mengenai pertembakauan yang kian memanas di Indonesia. Permasalahan ini diawali dengan
hilangnya pasal 113 ayat (2) mengenai tembakau dari RUU Kesehatan pada tahun 2009.
Berbagai isu berhembus bahwa hilangnya ayat ini dimotori oleh salah seorang anggota Badan
Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia yang mendapat asupan dari produsen rokok.
Belum bertemu titik terang, masyarakat, khususnya para petani tembakau dibuat resah oleh
munculnya Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pengamanan Produk Tembakau Sebagai
Zat Adikitif Bagi Kesehatan (RPP Tembakau). Dalam prosesnya, terjadi kabar simpang siur
bahwa RPP Tembakau dapat membekukan produsen tembakau dalam negeri. Hal ini tentunya
memicu penolakan dari petani tembakau di berbagai daerah. Namun sangat mengejutkan,
bahwa dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 tahun 2012, yaitu RPP Tembakau yang
telah disahkan, tidak ada pasal yang mampu menghentikan industri rokok dalam negeri.
Kembali berhembus kabar bahwa penyebar isu pembekuan produsen tembakau dalam negeri

adalah produsen-produsen rokok kapital. Namun tidak pernah ditemukan bukti dan
pemerintah tidak nampak memusingkan penolakan dari para petani terdahulu karena setelah
PP tersebut disahkan, penolakan dari petani mereda dengan sendirinya.
Baru sebentar bernafas lega, pada tahun 2013 ini masyarakat kembali dipusingkan
oleh kemunculan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertembakauan. RUU Pertembakauan
dengan mudahnya menuai pro kontra karena dinilai tidak lagi memihak kepada isu kesehatan
masyarakat, yang sudah dengan susah payah diupayakan oleh PP No 109 tahun 2012. Hal ini
disebabkan substansi RUU Pertembakauan yang mencoba membawa industri rokok menjadi
salah satu penghasil devisa utama bagi negara. Beberapa pihak seperti petani tembakau dan
produsen rokok menyatakan dukungan penuh dan keberpihakan mereka, dimana disisi lain
Kementrian Kesehatan dan masyarakat anti rokok menunjukkan secara terang-terangan
penolakan mereka. Melihat fakta yang menarik ini, maka penulis mencoba untuk membahas

topik ini dengan judul “DINAMIKA AKTOR KEBIJAKAN DALAM PEMBUATAN
KEBIJAKAN

PENGENDALIAN

TEMBAKAU,


STUDI

KASUS

RANCANGAN

UNDANG-UNDANG PERTEMBAKAUAN”.
B. Rumusan Masalah
1. Siapa sajakah aktor atau stakeholder yang terlibat dalam kebijakan pengendalian
tembakau?
2. Bagaimana bentuk konflik yang terjadi antar aktor dalam pembuatan kebijakan
pengendalian tembakau?

C. Tujuan
1. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui siapa siapa saja aktor atau stakeholder
yang terlibat dalam kebijakan pengendalian tembakau?
2. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran bentuk-bentuk konflik
yang terjadi antar aktor yang terlibat dalam pembuatan kebijakan pengendalian
tembakau.


D. Kerangka Teori
1. Teori Konflik
Konflik merupakan hal yang sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Istilah
konflik sendiri secara etimologis berasal dari bahasa Latin con yang berarti bersama dan
figure yang berarti benturan atau tabrakan. Adanya benturan atau tabrakan dari setiap

keinginan atau kebutuhan, pendapat, dan keinginan yang melibatkan dua pihak bahkan lebih.
Menurut Degenova (2008) konflik adalah sesuatu yang normal terjadi pada setiap hubungan,
dimana dua orang tidak pernah selalu setuju pada suatu keputusan yang dibuat. Lewin (dalam
Lindzey & Hall, 1985) menjelaskan bahwa konflik adalah keadaan dimana dorongandorongan di dalam diri seseorang berlawanan arah dan hampir sama kekuatannya. Menurut
Richard E. Crable (1981) “conflict is a disagreement or a lack of harmony”. Kalimat tersebut
dapat diartikan dengan konflik merupakan ketidaksepahaman atau ketidakcocokan. Weiten
(2004) mendefenisikan konflik sebagai keadaan ketika dua atau lebih motivasi atau dorongan
berperilaku yang tidak sejalan harus diekspresikan secara bersamaan. Hal ini sejalan dengan
defenisi yang diuraikan oleh Plotnik (2005) bahwa konflik sebagai perasaan yang dialami
ketika individu harus memilih antara dua atau lebih pilihan yang tidak sejalan. Lewis A.
Coser ingin membangun suatu teori yang didasarkan pada pemikiran George Simmel.

Menurut pendapatnya dinyatakan bahwa konflik adalah perselisihan mengenai nilai-nilai atau
tuntutan-tuntutan yang berkenaan dengan status, kuasa dan sumber-sumber kekayaan yang

persediaannya tidak mencukupi. Konflik dapat terjadi antarindividu, antarkelompok dan
antarindividu dengan kelompok.
Berdasarkan beberapa defenisi di atas, dapat disimpulkan bahwa konflik merupakan
suatu keadaan yang terjadi karena seseorang berada di bawah tekanan untuk merespon
stimulus-stimulus yang muncul akibat adanya dua motif yang saling bertentangan dimana
antara motif yang satu akan menimbulkan frustasi pada motif yang lain.
Berdasarkan pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik, Stoner dan Freeman
(1989:393) membagi konflik menjadi 6 (enam) macam, yaitu: Konflik dalam diri individu
(conflict within the individual), Konflik antar-individu (conflict among individuals), Konflik
antara individu dan kelompok (conflict among individuals and groups), Konflik antar
kelompok dalam organisasi yang sama ( conflict among groups in the same organization ),
Konflik antar organisasi (conflict among organizations), Konflik antar individu dalam
organisasi yang berbeda (conflict among individuals in different organizations).
Konflik dalam organisasi sering terjadi tidak simetris terjadi hanya satu pihak yang
sadar dan memberikan respon terhadap konflik tersebut. Atau, satu pihak mempersepsikan
adanya pihak lain yang telah atau akan menyerang secara negatif (Robbins, 1993). Konflik
merupakan ekspresi pertikaian antara individu dengan individu lain, kelompok dengan
kelompok lain karena beberapa alasan. Dalam pandangan ini, pertikaian menunjukkan adanya
perbedaan antara dua atau lebih individu yang diekspresikan, diingat, dan dialami (Pace &
Faules, 1994:249).


2. Teori kebijakan publik
Chandler dan Plano (1988) Kebijakan publik adalah pemanfaatan yang strategis
terhadap sumberdaya sumberdaya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik atau
pemerintah. Kebijakan publik merupakan suatu bentuk intervensi yang dilakukan secara terus
menerus oleh pemerintah demi kepentingan kelompok yang kurang beruntung dalam
masyarakat agar mereka dapat hidup, dan ikut berpartisipasi dalam pembangunan secara luas.
Pengertian kebijakan publik menurut Chandler dan Plano dapat diklasifikasikan kebijakan
sebagai intervensi pemerintah. Dalam hal ini pemerintah mendayagunakan berbagai
instrumen yang dimiliki untuk mengatasi persoalan publik
Menurut Woll (1966), Kebijakan publik adalah sejumlah aktivitas pemerintah untuk
memecahkan masalah di masyarakat, baik secara langsung maupun melalui berbagai lembaga

yang mempengaruhi kehidupan masyarakat. Adapun pengaruh dari tindakan pemerintah
tersebut adalah :
1) Adanya pilihan kebijakan yang dibuat oleh politisi, pegawai pemerintah atau yang
lainnya yang bertujuan menggunakan kekuatan publik untuk mempengaruhi
kehidupan masyarakat.
2) Adanya output kebijakan, dimana kebijakan yang diterapkan pada level ini
menuntut pemerintah untuk melakukan pengaturan, penganggaran, pembentukan

personil dan membuat regulasi dalam bentuk program yang akan mempengaruhi
kehidupan masyarakat.
3) Adanya dampak kebijakan yang merupakan efek pilihan kebijakan yang
mempengaruhi kehidupan masyarakat. Definisi kebijakan publik menurut Woll ini
dapat diklasifikasikan sebagai intervensi pemerintah ( intervensi sosio kultural )
yaitu dengan mendayagunakan berbagai instrumen untuk mengatasi persoalan
publik. Definisi ini juga dapat diklasifikasikan sebagai serangkaian kerja para
pejabat publik untuk menyelesaikan persoalan di masyarakat.
Jones memandang kebijakan publik sebagai suatu kelanjutan kegiatan pemerintah di
masa lalu dengan hanya mengubahnya sedikit demi sedikit. Definisi ini dapat diklasifikasikan
sebagai decision making, yaitu ketika pemerintah membuat suatu keputusan untuk suatu
tindakan tertentu. Klasifikasi ini juga dapat didefinisikan sebagai intervensi negara dengan
rakyatnya ketika terdapat efek dari akibat suatu program yang dibuat oleh pemerintah yang
diterapkan dalam masyarakat.
3. Teori Aktor Kebijakan Publik
Menurut Howlet dan Ramesh, aktor-aktor dalam kebijakan terdiri atas lima kategori,
yaitu sebagai berikut:
1) Aparatur yang dipilih (elected official) yaitu berupa eksekutif dan legislative;
2) Aparatur yang ditunjuk (appointed official), sebagai asisten birokrat, biasanya
menjadi kunci dasar dan sentral figure dalam proses kebijakan atau subsistem kebijakan;

3) Kelompok-kelompok kepentingan (interest group),Pemerintah dan politikus
seringkali membutuhkan informasi yang disajikan oleh kelompok-kelompok kepentingan
guna efektifitas pembuatan kebijakan atau untuk menyerang oposisi mereka;
4) Organisasi-organisasi penelitian ( research organization), berupa Universitas,
kelompok ahli atau konsultan kebijakan;

5) Media massa (mass media ), sebagai jaringan hubungan yang krusial diantara
Negara dan masyarakat sebagai media sosialisasi dan komunikasi melaporkan permasalahan
yang dikombinasikan antara peran reporter dengan peran analis aktiv sebagai advokasi solusi.
Long & Long (1992) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa perumusan
kebijakan publik yang partisipatif, interaksi aktor harus berlangsung secara setara, intersif
dan interface. Model inilah yang oleh kedua penulis disebut sebagai model orientasi aktor.
Sementara de Zeeuw (2001), seorang psikolog menyimpulkan bahwa perumus kebijakan
publik seharusnya memperhatikan potensi dan kemampuan masyarakat anggota kolektivitas
secara keseluruhan sehingga kebijakan yang ditentukan tidak memihak dan dapat diakses
oleh seluruh aktor yang terlibat dalam kolektivitas tersebut.
Harmon (1969) meneliti tentang kepentingan publik yang merupakan konsekuensi
yang muncul dalam proses formulasi kebijakan publik yang ditentukan oleh orientasi dan
kepentingan aktor yang terlibat di dalamnya, baik aktor pemerintah (administrator) maupun
aktor masyarakat yang terdiferensiasi berdasar kelompok-kelompok kepentingan yang ada di

dalam komunitas masyarakat. Dari berbagai sifat kepentingan publik yang diuraikan tersebut,
Harmon membuat model gaya atau karakter kebijakan publik yang mempertemukan antara
tingkat responsibilitas kebijakan (policy responsiveness) dengan tingkat dukungan kebijakan
(policy advocacy) dalam proses formulasi kebijakannya.
Almond & Verba (1985) meneliti perbandingan orientasi aktor yang disebut sebagai
budaya politik di berbagai negara menyimpulkan bahwa ada keterkaitan yang erat antara
penampilan rezim politik yang tergambar dalam model-model dan sifat kebijakan yang
dibuatnya

dengan tipologi

budaya

politik

masyarakatnya. Sinclair

(2002)

dalam


penelitiannya di Brazilia menekankan pentingnya peran dan keterlibatan masyarakat dalam
segala proses pembangunan. Dalam model yang disebut “Manitoba Approach” ini
disimpulkan bahwa, konsultasi masyarakat merupakan bagian integral yang harus dilakukan
dalam setiap tahapan pembangunan, baik proses perencanaan, pelaksanaan maupun
pelestarian keberlangsungan hasil pembangunan (Sustainable development).
Analisis kebijakan publik dengan menggunakan pendekatan orientasi aktor ini
memiliki asumsi-asumsi dasar sebagai berikut:
(1) logika yang mendasarinya adalah setiap individu memperoleh kemampuan dan
kesempatan berperan dalam proses kemasyarakatan dan kehidupan. Dalam konteks
pembangunan ini bermakna sebagai pembangunan yang partisipatif:

(2) dalam model ini, pembangunan berarti untuk semua (semua kelompok sasaran
seperti wanita, anak-anak, penduduk miskin dan lainnya) dan pembangunan bermakna
pemerataan:
(3) pembangunan didasarkan pada logika keseimbangan ekologi lingkungan, yang
berarti tidak hanya mementingkan generasi sekarang, tetapi juga generasi mendatang; dalam
konteks ini berarti bermakna pembangunan yang berkelanjutan ( sustainable development).
Pendekatan ini memberikan makna bahwa persoalan bersama termasuk di dalamnya
adalah persoalan perencanaan, pelaksanaan dan pelestarian pembangunan harus merupakan

hasil orientasi masing-masing aktor, karena tidak bisa aktor tertentu seperti negara sebagai
misalnya dengan begitu saja mengatas namakan masyarakat sebagai pihak yang pasti
memahami dan menerima perencanaan pembangunan yang dilaksanakan.

E. Metode Penelitian
Fenomena yang diteliti adalah dinamika dalam perumusan kebijakan RUU
Pertembakauan. Fokus penelitian ini adalah: (1) Siapa saja aktor-aktor yang terlibat di dalam
perumsan RUU Pertembakauan, dan (2) seperti apa bentuk-bentuk konflik yang terjadi di
dalamnya.
Jika dilihat dari ciri-ciri pendekatan kualitatif menurut Bogdan & Bliken (1998), maka
dalam penelitian ini dapat digambarkan dengan ciri-ciri sebagai berikut: (1) Penelitian ini
mempunyai latar yang alami yakni fenomena pro dan kontra yang tercipta dengan munculnya
proses pembuatan kebijakan ini. (2) Bersifat deskriptif yang menggambarkan orientasi (sikap
dan kepentingan) masing-masing aktor tentang fenomena yang diteliti secara deskriptif: (3)
Lebih mementingkan proses dari pada hasil. Dalam hal ini hasil merupakan konsekuensi
langsung dari proses penelitian yang dilaksanakan. Artinya kualitas proses penelitian
merupakan legitimasi bagi validitas hasil penelitian: (4) Cenderung menganalisa data secara
induktif. (5)Makna merupakan hal yang esensial. Keterlibatan peneliti secara intensif dalam
waktu yang lama dilakukan untuk memahami makna orientasi, tidak hanya yang tampak di
permukaan saja (formalisme).

Penelitian ini dilakukan dengan studi literatur khususnya kajian teori tentang
kebijakan serta observasi ulang terhadap artikel dalam media massa mengenai topik terkait
sejak bulan Desember 2012 hingga bulan September 2013. Pada tahap ini peneliti melakukan
kajian teoretik khususnya orientasi aktor di samping mereferensi penelitian terdahulu yang
relevan.

Dalam penelitian ini data utama dan data suplemen dikumpulkan melalui Studi
Dokumentasi, teknik studi dokumentasi ini bertujuan untuk menggali data non-insani,
misalnya

buku

pedoman,

catatan,

surat-surat

keputusan,

laporan

kegiatan

dan

sebagainya. Data hasil studi dokumentasi ini digunakan untuk mengecek kebenaran hasil
wawancara dan observasi. Selain itu, bahan yang didapat dari studi dokumentasi dijadikan
penguat data–data lainnya. Untuk data yang bersifat dokumenter yang dinilai penting
dilampirkan dalam penyusunan laporan penelitian.
Analisis data dalam laporan penelitian ini disusun pembahasannya berdasarkan tahaptahap yang ada dalam proses perumusan kebijakan, untuk menggambarkan mekanisme
orientasi aktor dalam setiap tahapan sekaligus melihat kecenderungan perubahan akibat dari
interaksi yang berlangsung intensif dan lama. Proses analisis data ini dilakukan melalui tiga
alur kegiatan yang berlangsung secara bersamaan, yaitu: (1) reduksi data atau
penyederhanaan data, (2) paparan data, (3) penarikan simpulan atau verifikasi (Miles &
Huberman 1984).
F. Pembahasan
1. Aktor-Aktor Yang Terlibat Di Dalam Kebijakan Pengendalian Tembakau
Tidak bisa dipungkiri bahwa dalam setiap kebijakan yang dirumuskan tidak lepas
dari kepentingan para aktor yang ingin mendapat keuntungan dengan menumpang pada
setiap kebijakan yang dibuat. Menumpangnya para aktor ini dalam setiap kebijakan
akan menyebabkan sulitnya dalam mengimplementasikan kebijakan yang ingin
dijalankan. Hal ini berlaku sama terhadap setiap kebijakan, juga kepada kebijakan
Rancangan Undang Undang Pertembakauan. Kebijakan ini sudah menuai pro dan
kontra bahkan sebelum dia ada.
Gagasan tentang Rancangan Undang Undang Pengendalian Tembakau atau RUU
Pertembakauan pertama kali muncul pada awal bulan Desember 2012. Para aktivis anti
tembakau terkejut dengan munculnya RUU Pertembakauan yang mendadak masuk ke
dalam daftar prioritas Prolegnas (Program Legislasi Nasional) DPR RI untuk tahun
20131. Penetapannya dilakukan dalam rapat pembahasan prioritas Prolegnas 2013
antara pimpinan Badan Legislatif DPR yang diketuai Ignatius Mulyono dan
Kementerian Hukum dan HAM pada hari Senin 10 Desember 2012.

1

http://health.liputan6.com/read/467913/lho-kok-tiba-tiba-ada-ruu-pertembakauan diakses pada 27
September 2013 pukul 17:25

Munculnya RUU Pertembakauan ini membuat Komnas Pengendalian Tembakau
berang. Menurut salah seorang pengurus Komnas Pengendalian Tembakau, Dr Hakim
Sorimuda Pohan, Sp.OG (K), masuknya RUU Pertembakauan dalam Prolegnas 2012
sangat dipaksakan, dengan alasan: (1) RUU Pertembakauan tidak pernah tercantum
dalam Prolegnas 2009-2014, dan (2) dalam perjalanan masa bakti 5 tahun, bisa saja ada
RUU baru yang dimasukkan dengan alasan urgensi yang jelas. Namun untuk RUU ini
tidak pernah ada argumentasi yang pernah diajukan oleh Baleg. Kemudian (3)
seharusnya sesuai Tata Tertib DPR, setiap RUU yang diusulkan masuk Prolegnas
diwajibkan menyertai naskah akademik dan naskah undang-undangnya. Tapi RUU
Pertembakauan yang dimasukkan atas usulan Fraksi PDIP dan didukung Ketua Baleg
tanpa ada penjeladan apa urgensinya dan tanpa disertai naskah akademik serta draft
UU. Komnas Pengendalian Tembakau menduga RUU ini sarat dengan kepentingan
industri yang dimasukkan oleh fraksi PDIP atas usulan AMTI (Asosiasi Masyarakat
Tembakau Indonesia) yang di dalamnya ada salah satu nama perusahaan rokok besar.
Tidak hanya Komnas Pengendalian Tembakau, banyak pihak yang merasakan hal
serupa, yaitu adanya kongkalikong Badan Legislasi dengan AMTI. Ini menyebabkan
RUU Pertembakauan yang masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) 2013
diperdebatkan pada rapat paripurna di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis 13
Desember 20122. RUU Pertembakauan didesak untuk dihapus dari Prolegnas. Banyak
anggota dewan yang berpendapat bahwa mereka tidak dapat menangkap pesan dari
judul RUU tersebut. Disisi lain, banyak anggota dewan yang mengajukan keberatan
karena RUU tersebut akan memiskinkan petani tembakau di Indonesia. RUU
Pertembakauan juga diusulkan agar disosialisasikan ke komisi-komisi yang menangani
pertainan, seperti Komisi IV. Namun setelah perdebatan sengit, akhirnya RUU
Pertembakauan diloloskan dengan tanda bintang 3, yang berarti masih perlu kebulatan
suara antar fraksi mengenai judul dan substansi.
Semenjak beredar kabar di media massa mengenai disahkannya RUU
Pertembakauan masuk daftar prioritas Prolegnas 2013, banyak aliansi dan komunitas
masyarakat yang menunjukkan respon mereka. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia

2

http://nasional.kompas.com/read/2012/12/13/14502794/Sempat.Diprotes.RUU.Pertembakauan.Tetap.Masu
k.Prolegnas.2013 diakses pada 27 September 2013 pukul 17:25
3

http://www.tribunnews.com/nasional/2012/12/13/ruu-pertembakauan-akhirnya-lolos-prolegnas-2013
diakses pada 27 September 2013 pukul 17:18

bersama dengan Indonesian Tobacco Control Network misalnya, berencana melaporkan
Ketua Badan Legislasi DPR RI Ignatius Mulyono ke Badan Kehormatan DPR. Hal ini
dikarenakan mereka menilai RUU Pertembakauan masuk tanpa adanya Naskah
Akademik dan draft RUU. Efek penolakan juga muncul dari Ikatan Dokter Indonesia.
Ketua

Ikatan

Dokter

Indonesia,

Kartono

Muhammad,

mengatakan

RUU

Pertembakauan adalah upaya industri rokok untuk menggembosi Rancangan Peraturan
Pemerintah tentang Pengamanan Zat Aditif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan 4.
Tidak hanya masyarakat yang tergabung dalam aliansi, masyarakat umum pun banyak
yang tidak menyetujui dan bahkan menyerukan untuk menolak RUU Pertembakauan
dengan alasan bahwa pemerintah sudah seharusnya menyelamatkan kesehatan anak
cucu bangsa.
Tidak hanya menuai kontra, adapula komunitas masyarakat yang memberikan
dukungan terhadap lulusnya RUU Pertembakauan di prolegnas. Aliansi Masyarakat
Tembakau Indonesia (AMTI), misalnya. AMTI berharap agar Rancangan UndangUndang (RUU) Pertembakauan diharapkan dilakukan secara terbuka agar bisa menutup
celah-celah ataupun kemungkinan penyalahgunaan wewenang dari oknum anggota
DPR demi kepentingan kelompok-kelompok tertentu sehingga merugikan petani. Ketua
Dewan Pembina Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia, Muhaimin Moefti,
menyatakan bahwa setelah RUU tersebut masuk prolegnas, AMTI akan mendorong
proses pembahasan yang terbuka dan transparan serta konstruktif dengan mengikutkan
semua stakeholder yang ada5. Dengan mengusung semangat keterbukaan dalam setiap
pembahasan itulah, Muhaimin mengaku AMTI memang mendukung pembentukan
draft RUU tersebut. Muhaimin menegaskan, pihaknya memahami betul, dalam industri
tembakau banyak kepentingan yang harus diakomodasi maupun diperhatikan. Pada
rangkaian industri tembakau ini ada banyak pihak yang berkepentingan. Negara sendiri
berkepentingan dari cukai yang bisa diterima oleh kas negara. Selain itu harus pula
diingat sangat banyak tenaga kerja yang terlibat dalam suatu industri yang terkait
dengan tembakau itu sendiri. Menurut AMTI pengaturan yang akan dilakukan melalui
RUU pertembakauan tersebut, juga akan sangat membantu para petani tembakau secara
keseluruhan. Sebab, setelah RUU itu disahkan menjadi undang-undang nantinya,
4

http://www.kabar24.com/nasional/read/20121229/9/119914/ruu-pertembakauan-oknum-dpr-didugabermain diakses pada 27 September 2013 pukul 17:18
5

http://www.indonesiatobacco.com/2012/12/pembahasan-ruu-pertembakauan-diharapkan.html diakses
pada 27 September 2013 pukul 17:18

diharapkan tidak akan ada lagi persoalan-persoalan terkait tembakau yang dikelola
menjadi konsumsi politik oleh pihak-pihak tertentu.
Dukungan serupa juga datang dari Masyarakat Pemangku Kepentingan Kretek
Indonesia (MPKKI) dan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri).
Masyarakat Pemangku Kepentingan Kretek Indonesia (MPKKI) menilai industri
nasional bidang tembakau yang ada di Indonesia masih memerlukan tembakau dan
industri tembakau sebagai produk yang harus dipertahankan bangsa ini. Untuk itu
pemerintah mutlak melindungi keberlangsungan industri nasional tembakau melalui
regulasi6. Data MPKKI menyebutkan, di Indonesia terdapat 20 provinsi yang menjadi
sentra penghasil tembakau, dimana masyarakat masih banyak yang membutuhkan
sebagai sumber penghidupan mereka. Fakta ini harus dibarengi adanya serapan industri
untuk bahan baku industri rokok. Sekjen Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok
Indonesia (Gappri) Hasan Aoni Aziz menyatakan dukungannya dengan mengatakan,
pernyataan Menteri Kesehatan, Nafsiah Mboi yang menilai RUU Pertembakauan
dibahas di DPR atas desakan pengusaha rokok, beberapa hari lalu, adalah upaya
pengalihan isu7. Tentunya dukungan juga datang dari Asosiasi Petani Tembakau
Indonesia (APTI). Ketua DPP Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Nurtantio
Wisnu Brata mengatakan, menghambat rencana UU Pertembakauan sama dengan
menyetujui hilangnya varietas tembakau lokal Indonesia dan seluruh usaha ekonomi
rakyat. Menurutnya, impor tembakau akan merajalela masuk ke Indonesia, dimana saat
ini lebih dari separuh kebutuhan tembakau dalam negeri diisi impor, dan tembakau
lokal mulai dikurangi akibat PP No. 81/19998.
Respon tidak hanya datang dari masyarakat anti rokok dan masyarakat tembakau,
melainkan juga dari para akademisi. Misalnya dari Badan Eksekutif Mahasiswa
Universitas Indonesia yang menemui DPR RI untuk memberikan masukan mengenai
RUU Pertembakauan. Tercatat dalam Laporan Singkat Rapat Dengar Pendapat Umum
Badan Legislasi dengan Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI)

6 http://jaringnews.com/ekonomi/umum/39617/masyarakat-pemangku-kepentingan-kretek-dukung-ruu-

pertembakauan diakses pada 27 September 2013 pukul 17:18
7

http://jaringnews.com/ekonomi/umum/39617/masyarakat-pemangku-kepentingan-kretek-dukung-ruupertembakauan diakses pada 27 September 2013 pukul 17:18
8 http://www.jaringnews.com/politik-peristiwa/umum/44100/apti-menjegal-ruu-tembakau-berarti-masa-

depan-tembakau-nasional-tinggal-cerita diakses pada 27 September 2013 pukul 17:18

dalam rangka penyusunan RUU tentang Pertembakauan pada tanggal 24 Juni 2013,
BEM UI memberikan masukan sebagai berikut:
1. RUU tentang Pertembakauan masuk dalam Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2013
secara tiba-tiba dan catat prosedur karena belum dilengkapi Naskah Akademik dan
draft RUU.
2. Diusulkan agar Badan Legislasi menghentikan penyusunan RUU tentang
Pertembakauan karena dalam Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2013 masih diberikan
tanda bintang.
3. Penyusunan RUU tentang Pertembakauan dapat dilaksanakan apabila sudah
dilaporkan dalam rapat Paripurna untuk mencabut tanda bintangnya.
4. RUU yang sedang dipersiapkan oleh Badan Legislasi tidak memberikan kepastian
terhadap perlindungan masyarakat dari bahaya akibat asap rokok.
5. RUU tentang Pertembakauan versi Badan Legislasi lebih mengutamakan
perlindungan terhadap petani tembakau dan pabrik rokok.
6. Pemberian perlindungan terhadap petani tembakau sebaiknya diatur dalam undangundang tersendiri yang mengatur pertanian.
Melalui perwakilan BEM UI, mahasiswa sudah menyatakan untuk tidak
memberikan dukungan mereka terhadap RUU Pertembakauan. Walaupun hal ini
dinyatakan secara implisit, namun sudah dapat dipastikan bahwa pihak mahasiswa lebih
mendukung masyarakat anti rokok dengan alasan bahwa industri rokok dapat
mengancam kesehatan masyarakat di Indonesia.
Dengan ini, dapat dilihat bahwa hampir seluruh elemen masyarakat memiliki
perhatian yang besar terhadap proses pembuatan kebijakan ini. Merunut kepada teori
Howlet dan Ramesh mengenai aktor-aktor dalam kebijakan, maka dalam perumusan
kebijakan RUU Tembakau terdiri lima kategori aktor, yaitu sebagai berikut:
1) Aparatur yang dipilih (elected official). Aparatur terpilih dalam kasus ini
adalah DPR RI dengan perwakilan Badan Legislasi DPR RI. Baleg memiliki peran
besar dalam memasukkan RUU Pertembakauan di dalam Prolegnas 2013. Sebagai
bentuk keseriusan dalam penyusunan RUU tentang Pengendalian Dampak Produk
Tembakau Terhadap Kesehatan, Badan Legislasi telah melakukan RDPU dengan
berbagai pihak dan stakeholder, seperti dengan ICTN (Indonesia Control Tobacco
Network), Komnas Pengendalian Tembakau, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Asosiasi

Petani Tembakau Indonesia (APTI) Jawa Tengah, Gabungan Pengusaha Pabrik Rokok

Indonesia (GAPPRI), Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), dan Indonesia
Berdikari. Selain itu, melakukan RDP dengan Ditjen Perkebunan (Kementerian
Pertanian), Ditjen Perdagangan Dalam Negeri (Kementerian Perdagangan), Badan
Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Ditjen Bea Cukai (Kementerian Keuangan),
dan Ditjen Ketenagakerjaan (Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi) 9.
2) Aparatur yang ditunjuk (appointed official), dalam hal ini RUU
Pertembakauan dirumuskan bersama dengan Kementerian Hukum dan HAM. Namun
disisi lain Komnas Pengendalian Tembakau dan Kementrian Kesehatan juga turut
ambil andil karena RUU ini sangat lekat dengan isu kesehatan masyarakat.
3) Kelompok-kelompok kepentingan (interest group), terdapat banyak kelompok
kepentingan seperti Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Indonesian Tobacco
Control Network, Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), Masyarakat
Pemangku Kepentingan Kretek Indonesia (MPKKI), Gabungan Perserikatan Pabrik
Rokok Indonesia (Gappri) dan Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI).
4) Organisasi-organisasi penelitian (research organization), berupa Universitas,
kelompok ahli atau konsultan kebijakan. Dalam kasus ini, terdapat berbagai Badan
Eksekutif Mahasiswa yang juga memberikan masukan dan pandangan terhadap kasus
ini, BEM UI adalah salah satunya.
5) Media massa (mass media ), sebagai jaringan hubungan yang krusial diantara
Negara dan masyarakat sebagai media sosialisasi dan komunikasi melaporkan
permasalahan yang dikombinasikan antara peran reporter dengan peran analis aktif
sebagai advokasi solusi. Terdapat berbagai media yang memberitakan mengenai kasus
ini, mulai dari berita di televisi nasional hingga di media online.

2. Bentuk-Bentuk Konflik Yang Terjadi Antar Aktor Dalam Pembuatan Kebijakan
Pengendalian Tembakau
Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengendalian Dampak Produk
Tembakau Terhadap Kesehatan atau RUU Pertembakauan merupakan salah satu RUU
yang telah diprogramkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Tahun 2010 2014. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa hal ini menimbulkan berbagai pro dan

99

Ignatius Mulyono, 2011, PERKEMBANGAN RUU TENTANG PENGENDALIAN DAMPAK PRODUK TEMBAKAU
TERHADAP KESEHATAN.

kontra dari banyak pihak. Namun sesungguhnya, apa faktor utama yang
melatarbelakangi dibuatnya RUU Pertembakauan?
Ketua Badan Legislasi, Ignatius Mulyono, memberikan pandangannya dalam
Executive Forum Media Indonesia 10, dengan topik Rancangan Undang-Undang

Tembakau di Indonesia, tentang empat faktor utama yang melatarbelakangi dibuatnya
RUU Pertembakauan. Keempat faktor tersebut adalah:
1.

Dari berbagai penelitian dan pengkajian tentang tembakau dan produk-produk
yang berasal dari tembakau disimpulkan bahwa tembakau membahayakan
kesehatan pengkonsumsi tembakau, terutama perokok dan lingkungannya. Dalam
kaitannya dengan aspek kesehatan, penggunaan tembakau sebagai bahan dasar
rokok menjadi masalah paling krusial. Berbagai literatur di bidang kesehatan dan
kefarmasian menyatakan bahwa produk tembakau yang dibakar terdapat zat
kimia

yang

mengandung

karbonmonoksida.

Zat-zat

racun

berbahaya,

seperti

yang

terkandung

dalam

nikotin,

tar

tembakau

dan
dapat

mengakibatkan berbagai penyakit, antara lain kanker, penyakit jantung,
impotensi, dan gangguan kehamilan dan janin. Orang yang tidak mengkonsumsi
produk tembakau apabila terkena paparan asap produk tembakau secara terus
menerus, akan menerima resiko lebih tinggi untuk terkena kanker paru, jantung,
dan kanker lain. Bagi bayi dan anak-anak yang terkena paparan asap produk
tembakau, akan terkena bronkhitis, pneumonia, infeksi telinga dan kelambatan
pertumbuhan paru-paru.
2.

Semua negara anggota yang tergabung dalam Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) dalam Sidang Majelis Umum atau World Health Assembly yang ke-56 di
Geneva bulan Mei 2003, secara aklamasi telah menyepakati naskah Framework
Convention on Tobacco Control (FCTC) atau Konvensi Pengendalian Masalah

Tembakau (KPMT). FCTC ini akan efektif sebagai instrumen hukum
internasional apabila minimal 40 negara telah meratifikasinya. Sebelum
meratifikasi, negara yang bersangkutan diharuskan menandatanganinya sebagai
bentuk endorsement. Sampai akhir Juli 2003 sebanyak 46 negara serta
Masyarakat Ekonomi Eropa telah menandatanganinya. Pemerintah Indonesia

10

Ignatius Mulyono, 2011, PERKEMBANGAN RUU TENTANG PENGENDALIAN DAMPAK PRODUK TEMBAKAU
TERHADAP KESEHATAN. Makalah disampaikan dalam Executive Forum Media Indonesia dengan topic
Pembahasan Rancangan Undang-Undang Tembakau di Indonesia di Millennium Hotel, Jakarta, 28 Juli 2011.

sampai batas waktu akhir penandatanganan FCTC belum menandatanganinya.
Langkah yang dapat ditempuh oleh Pemerintah Indonesia untuk menjadi negara
pihak dapat dilakukan melalui aksesi dan kemudian meratifikasinya dengan UU
tentang Pengesahan FCTC. Pada bulan Oktober 2007, sebanyak 152 negara
menjadi anggota FCTC dengan melakukan ratifikasi, termasuk Cina, India, dan
Brazil. Indonesia adalah satu- satunya dari 38 negara di wilayah Asia Tenggara
dan Pasifik Barat yang belum meratifikasi FCTC.
3.

Pada aspek lain, tembakau dan produk-produk yang berasal dari tembakau sudah
lama menjadi masalah yang bersifat kompleks, tidak hanya menyangkut masalah
di bidang kesehatan, namun ternyata juga menyangkut masalah ekonomi, tenaga
kerja, politik, dan sosial budaya. Masalah-masalah yang berkaitan dengan
tembakau dan produk-produk yang dihasilkan dari tembakau dalam tataran
nasional menyangkut masalah kesehatan, ketenagakerjaan, petani tembakau,
pajak dan cukai, perlindungan petani, yang tidak jarang berdampak panjang
kepada masalah sosial ekonomi bangsa. Sedangkan dalam tataran internasional
berkaitan dengan penanaman modal asing, hak cipta, dan budaya yang juga
berdampak ekonomi dan bahkan politik. Dalam kehidupan nasional dan
internasional sudah lama orang mengenal tembakau sebagai suatu bahan yang
dipergunakan untuk membuat rokok.

4.

Produk tembakau dan cengkeh sebagai sumberdaya yang unik dan memiliki
potensi bagi segenap aspek ekonomis, kesehatan, lingkungan, budaya, perlu
diatur agar dapat tergali dan terberdayakan secara optimal dan berkelanjutan.
Pengaturan dan pengendalian yang tidak terintegrasi dan dilakukan secara
serampangan bukan saja menurunkan potensi produk tembakau, wibawa
pemerintah, dan permasalahan politik, namun juga menimbulkan kerugian yang
tidak sederhana.
Setelah mengetahui empat faktor utama yang mendorong dibuatnya RUU

Pertembakauan, maka kita dapat dengan mudah menarik benang merah konflik yang
terjadi di antara para aktor pembuat kebijakan. Dalam penyusunan RUU tentang
Pengendalian Dampak Produk Tembakau Terhadap Kesehatan terdapat dua
kepentingan yang saling bertentangan. Kepentingan pertama melihat dari aspek
kesehatan, sedangkan kepentingan yang lain melihat dari aspek ekonomi, tenaga kerja,
sosial dan politik, serta secara khusus kepentingan petani.
Salah satu permasalahan kesehatan di Indonesia yang berhubungan dengan isu ini

adalah meningkatnya prevalensi merokok dari tahun ke tahun, setidaknya menunjukkan
bahwa perokok merasakan keuntungan dari rokok secara individual. Para perokok
merasakan keuntungan yang dirasakan lebih besar jika dibandingkan dari biaya yang
dikeluarkan, sehingga terdapat anggapan keliru bahwa merokok merupakan hak asasi
dan larangan merokok di tempat umum dianggap melanggar hak asasi seseorang.
Namun, banyak perokok tidak sepenuhnya sadar akan risiko penyakit dan kematian
dini akibat merokok (private cost). Dengan demikian, rokok membahayakan kesehatan
perokoknya sendiri dan lingkungannya. Konsumsi produk tembakau terutama rokok
menjadi masalah tersendiri, karena sebenarnya di dalam produk tembakau yang dibakar
terdapat kurang lebih 4000 (empat ribu) zat kimia yang mengandung racun berbahaya,
antara lain nikotin yang bersifat adiktif, tar yang bersifat karsinogenik, dan
karbonmonoksida. Ketiga zat ini dapat mengakibatkan berbagai penyakit, antara lain
kanker, penyakit jantung, impotensi, dan gangguan kehamilan. Di samping itu, bagi
orang yang tidak merokok apabila terkena paparan asap rokok secara terus menerus,
akan menerima resiko lebih tinggi untuk terkena kanker paru, jantung, dan kanker lain.
Bagi bayi dan anak-anak yang terkena paparan asap rokok, akan terkena bronkhitis,
pneumonia, infeksi telinga dan kelambatan pertumbuhan paru-paru. Kurangnya
kesadaran dari masyarakat awam secara tidak langsung mengakibatkan dukungan agar
RUU Pertembakauan dapat terbentuk. Karena itu, komunitas-komunitas peduli
kesehatan, ikatan dokter dan mahasiswa berjuang mati-matian untuk mensosialisasikan
dampak buruk dari merokok, serta menolak RUU Pertembakauan yang dinilai akan
mempermudah peredaran rokok di masyarakat.
Meskipun dampak negatif produk tembakau terhadap kesehatan sangat besar,
ternyata konsumsi rokok di Indonesia terus meningkat secara persisten. Hal ini sangat
mempengaruhi industri rokok di Indonesia. Selain kesehatan, masalah-masalah yang
berkaitan dengan tembakau dan produk-produk yang dihasilkan dari tembakau dalam
tataran nasional menyangkut masalah ketenagakerjaan, petani tembakau, pajak dan
cukai, perlindungan petani, yang tidak jarang berdampak panjang kepada masalah
sosial ekonomi bangsa. Sedangkan dalam tataran internasional berkaitan dengan
penanaman modal asing, hak cipta, dan budaya yang juga berdampak ekonomi dan
bahkan politik. Dari aspek ekonomi melihat bahwa penerimaan negara dari cukai dan
belanja iklan sangat besar. Sedangkan dari sisi kepentingan petani melihat bahwa
keberadaan RUU ini akan mengganggu kepentingan industri yang saat ini merupakan
penyerap terbesar hasil produksi tembakau dari petani. Menurut Direktorat Jenderal

Perkebunan, Kementerian Pertanian, jumlah petani tembakau tahun 2010 mencapai 6,1
juta orang, baik di on farm maupun off farm. Sedangkan menurut Kementerian Tenaga
Kerja dan Transmigrasi, jumlah tenaga kerja yang terlibat, baik dalam produksi
maupun pengecer mencapai 7,5 juta orang. Data MPKKI menyebutkan, di Indonesia
terdapat 20 provinsi yang menjadi sentra penghasil tembakau, dimana masyarakat
masih banyak yang membutuhkan sebagai sumber penghidupan mereka. Fakta ini
harus dibarengi adanya serapan industri untuk bahan baku industri rokok11.
Berdasarkan kepada pendapat Stoner dan Freeman (1989:393), pihak-pihak yang
terlibat di dalam konflik terbagi menjadi 6 (enam) macam, yaitu: Konflik dalam diri
individu (conflict within the individual), Konflik antar-individu (conflict among
individuals), Konflik antara individu dan kelompok ( conflict among individuals and
groups), Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama ( conflict among groups
in the same organization), Konflik antar organisasi (conflict among organizations),

Konflik antar individu dalam organisasi yang berbeda ( conflict among individuals in
different organizations). Berdasarkan hasil temuan dari Badan Legislasi, muncul

beberapa bentuk permasalahan atau konflik yang harus dikaji kembali demi tercapainya
RUU Pertembakauan, yaitu:
(1)

Konflik antar organisasi (conflict among organizations). Potensi pertentangan
peraturan draft RUU Pertembakauan yang disusun oleh Badan Legislasi
mengenai penyamarataan kemasan rokok dengan peraturan dari Kementrian
Keuangan dalam bidang cukai, yaitu peraturan bidang cukai yang mengizinkan
kemasan golongan perusahaan rokok tertentu berisi 10 batang per kemasan. Hal
ini juga akan mengubah secara signifikan tata cara Pemerintah dalam menghitung
dan menerima pembayaran cukai, membutuhkan berbagai perubahan dan
pertimbangan terhadap peraturan cukai yang berlaku. Produk tembakau
merupakan barang yang harus diawasi dan dikendalikan peredarannya. Untuk itu,
pemerintah menggunakan instrumen cukai dengan cara menaikkan cukai pada
produk tembakau. Instrumen cukai merupakan salah satu cara yang sangat efektif
dalam mengendalikan peredaran tembakau. Namun upaya untuk mengendalikan
cukai selalu berbenturan dengan kepentingan industri rokok yang sangat

11 http://jaringnews.com/ekonomi/umum/39617/masyarakat-pemangku-kepentingan-kretek-dukung-ruu-

pertembakauan diakses pada 27 September 2013 pukul 20:32

menginginkan harga rokok dapat dijangkau oleh masyarakat. Jumlah pabrik
rokok di Indonesia menurut data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mempunyai
sedikitnya 3.800 pabrik rokok, termasuk kelas rumahan. Sekitar 3.000 pabrik
rokok ada di dua provinsi, yakni Jawa Tengah dan Jawa Timur. Dua daerah itu
juga termasuk sebagai penghasil tembakau terbesar di Jawa ataupun secara
nasional. Menurut Dirjen Bea dan Cukai, Indonesia termasuk jumlah pabrik
rokok terbesar di seluruh dunia. Tidak dapat dipungkiri bahwa penerimaan cukai
pada saat ini telah menjadi tulang punggung perekonomian negara. Setiap
tahunnya penerimaan cukai berada diatas target. Sebagai contoh pada tahun 2011
ini, menurut Direktur Cukai Bachtiar, penerimaan cukai di Kuartal I 2011 telah
melewati target yang ditetapkan. Target yang telah ditetapkan untuk kuartal I ini
adalah 24,75% dari target tahunan yang nilainya sebesar Rp 62,7 triliun, namun
realisasinya saat ini sudah mencapai 27,78% atau setara dengan Rp 17,4 triliun.
Bachtiar mengakui, pencapaian itu mayoritas didorong dari hasil cukai rokok.
Kontribusi rokok sebesar 95,94%, sementara lainnya seperti Etil Alkohol sebesar
0,22%, dan minuman mengandung Etil Alkohol (MMEA) mencapai 3,9% 12.
(2)

Konflik antar organisasi (conflict among organizations). Potensi pertentangan
peraturan draft RUU Pertembakauan yang disusun oleh Badan Legislasi
mengenai pelarangan secara total terhadap iklan, promosi, dan sponsorsip dengan
putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 6/PUU-VII/2009 mengenai iklan dan
promosi rokok perlu menjadi pertimbangan. Dalam putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 6/PUU-VII/2009 mengenai iklan dan promosi disebutkan
bahwa permasalahan hukum iklan rokok, tidaklah adil (unfair ) apabila
pertimbangan dibuat dengan hanya memfokuskan pada rokok itu sendiri dan
dampak negatif dari rokok semata dengan mengabaikan pertimbanganpertimbangan dari perspektif kehidupan para petani tembakau, petani cengkeh,
pelaku industri rokok, industri iklan, industri perfilman, industri percetakan, jasa
transportasi serta kehidupan budaya lainnya yang di dalamnya terkait pelaku
usaha, tenaga kerja yang menggantungkan hidupnya pada industri rokok dan
industri-industri lain yang terkait. Terhadap sikap yang tidak akan melarang
pabrik rokok atau pembudidayaan tembakau tetapi menekan iklan rokok sama

12

http//www.detik.com//cukai-rokok-penyumbang-terbesar-penerimaan-negara.html diakses pada 30
Oktober 2013 pukul 14:28

saja dengan sikap hipokritisme dan sifat iklan jenis apapun selalu bersifat
membujuk13. Mahkamah Konstitusi juga berpendapat bahwa kegiatan beriklan
dan mempromosikan produk melalui media penyiaran hanyalah mata rantai
terakhir dari seluruh investasi yang dikeluarkan oleh pengusaha industri rokok,
sehingga kegiatan mengkomunikasikan dan menyampaikan informasi dalam
bentuk iklan promosi rokok dijamin oleh konstitusi sebagaimana diatur dalam
Pasal 28F UUD 1945 yang berbunyi bahwa “Setiap orang berhak untuk
berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan
lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki,
menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan
segala jenis saluran yang tersedia." Dengan demikian, larangan iklan rokok

melanggar hak konstitusional setiap orang untuk berkomunikasi dan memperoleh
informasi sebagaimana dijamin oleh Pasal 28F UUD 1945. Seandainya pun iklan
rokok dilarang dalam iklan siaran niaga, industri rokok tetap dapat melakukan
iklan produknya melalui media periklanan yang lain seperti melalui event-event
olah raga, musik, internet, satelit, media cetak, ataupun media luar ruang. Oleh
karena itu, melarang iklan rokok pada media penyiaran tetapi tetap
memperbolehkan melalui media lain, selain tidak efektif juga merupakan
pelanggaran terhadap Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi, “Setiap
orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang

adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”.
(3)

Konflik antara individu dan kelompok (conflict among individuals and groups).
Adanya pro dan kontra terhadap RUU ini, yang mengakibatkan telah terjadinya
gesekan dalam masyarakat, baik bagi masyarakat yang peduli terhadap kesehatan
yang diakibatkan dari akibat produk tembakau/rokok, maupun dari kelompok
masyarakat petani tembakau yang merasa dirugikan karena adanya RUU ini,
pelaku usaha dan produsen produk tembakau. Penolakan terhadap RUU ini,
terjadi di saat kunjungan kerja Badan Legislasi di daerah penghasil tembakau di
Indonesia seperti Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Nusa
Tenggara Barat.

(4)

Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama (conflict among groups in
the same organization). Pada saat ditetapkannya RUU Pertembakauan ke dalam

13

Lihat halaman 227 dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 6/PUU-VII/2009

daftar Prolegnas 2013, terjadi pro dan kontra di dalam DPR RI sendiri, dimana
RUU Pertembakauan yang masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas)
2013 diperdebatkan pada rapat paripurna di Kompleks Parlemen Senayan,
Jakarta, Kamis 13 Desember 2012 14. Namun pada Rapat Pleno Badan Legislasi
DPR RI tanggal 7 Juli 2011 memutuskan penyusunan RUU tentang Pengendalian
Dampak

Produk

Tembakau

Terhadap

Kesehatan

ditunda/diendapkan/ditangguhkan pembahasannya untuk memperoleh kajian
yang lebih mendalam terhadap judul RUU dan materi/substansi yang diatur
dalam RUU. Meskipun dilakukan penundaan, seluruh Fraksi bersepakat bahwa
jaminan kesehatan bagi masyarakat akibat produk tembakau/rokok sangat penting
untuk diatur dalam rangka memberikan perlindungan kepada masyarakat.

G. Kesimpulan
Merumuskan sebuah kebijakan publik bukanlah hal yang mudah, sebagaimana
perumusan RUU Pertembakauan. Perumusan RUU Pertembakauan memakan proses yang
panjang dan melibatkan banyak aktor kepentingan, mulai dari aparatur yang dipilih,
kelompok-kelompok kepentingan dan media massa. Aparatur terpilih dalam kasus ini adalah
DPR RI dengan perwakilan Badan Legislasi DPR RI. Aparatur yang ditunjuk (appointed
official), adalah Kementerian Hukum dan HAM. Kelompok-kelompok kepentingan (interest
group) yang berkaitan dengan RUU Pertembakauan ini sangat banyak dan memiliki fungsi

penting dalam menjadi jembatan penyampai aspirasi masyarakat kepada DPR RI. Perumusan
draft RUU Pertembakauan pun tidak akan mungkin dilakukan tanpa bantuan dan masukan
dari organisasi-organisasi penelitian (research organization), berupa Universitas, kelompok
ahli atau konsultan kebijakan. Terakhir, media massa (mass media ) membantu sosialisasi
mengenai RUU Pertembakauan langsung kepada masyarakat, sehingga sangat membantu
DPR RI dalam mengumpulkan feedback atau reaksi dari masyarakat.
Mengingat terdapat banyak sekali konflik yang muncul dalam pembentukan RUU
Pertembakauan ini, RUU ini perlu dikaji dengan lebih mendalam agar tidak mengganggu
produksi produk tembakau/rokok, dan bukan saja hanya mengatur tentang pengendalian
dampak produk tembakau, tetapi juga harus mengatur tentang pengelolahan tembakau mulai
dari hulu hingga ke hilir, sehingga jika RUU ini digunakan, tidak membahayakan
14

http://nasional.kompas.com/read/2012/12/13/14502794/Sempat.Diprotes.RUU.Pertembakauan.Tetap.Mas
uk.Prolegnas.2013 diakses pada 27 September 2013 pukul 17:25

kepentingan rakyat banyak atau bahayanya pada level yang terendah. Perlu diadakan
peninjauan kembali terhadap aspek filosofis, sosiologis, dan yuridis, termasuk konsideran
pertimbangan RUU ini yang seakan-akan menjustifikasi pengendalian produk tembakau/
rokok memiliki peran strategis dalam mewujudkan lingkungan hidup yang sehat. Tentunya,
diperlukan pengaturan yang lebih berimbang terhadap semua faktor yang terkait termasuk
perlindungan petani, cukai, tenaga kerja, industri, pertanian, perlindungan konsumen dan
lain-lain.

H. Daftar Pustaka
1. Website

 Aby.

2012.

RUU

Pertembakauan

Masuk

DPR

Mirip

Siluman

(online)

(http://m.poskotanews.com/2012/12/16/ruu-pertembakauan-masuk-dpr-mirip-siluman/),
diakses pada 27 September 2013.
 Admin. 2011. Cukai Rokok Penyumbang Terbesar Penerimaan Negara (online)
(http//www.detik.com//cukai-rokok-penyumbang-terbesar-penerimaan-negara.html)
diakses pada 30 Oktober 2013.
 Admin.

2012.

Lho,

Kok

Tiba-Tiba

Ada

RUU

Pertembakauan?

(online)

(http://health.liputan6.com/read/467913/lho-kok-tiba-tiba-ada-ruu-pertembakauan),
diakses pada 27 September 2013.

 Admin. 2012. RUU Pertembakauan Akhirnya

Lolos

Prolegnas 2013

(online)

(http://www.tribunnews.com/nasional/2012/12/13/ruu-pertembakauan-akhirnya-lolosprolegnas-2013), diakses pada 27 September 2013.
 Admin. 2012. RUU Tembakau Dibintangi DPR dalam Prolegnas RUU 2013 (online)
(http://www.pedomannews.com/politik-hukum-dan-keamanan/18294-ruu-tembakaudibintangi-dpr-dalam-prolegnas-ruu-2013) diakses pada 27 September 2013.

 Antara.

2012.

RUU

PERTEMBAKAUAN:

Oknum DPR Diduga

"Bermain"

(online)

(http://www.kabar24.com/nasional/read/20121229/9/119914/ruu-pertembakauan-oknumdpr-diduga-bermain), diakses pada 27 September 2013.
 Gatra, Sandro. 2012. Sempat Diprotes, RUU Pertembakauan Tetap Masuk Prolegnas 2013 (online)
(http://nasional.kompas.com/read/2012/12/13/14502794/Sempat.Diprotes.RUU.Pertembak
auan.Tetap.Masuk.Prolegnas.2013), diakses pada 27 September 2013.

 Indonesia Tobacco. 2012. Pembahasan RUU Pertembakauan Diharapkan Terbuka

(online)

(http://www.indonesiatobacco.com/2012/12/pembahasan-ruu-pertembakauandiharapkan.html) diakses pada 27 September 2013.

 Nikky Sirait. 2013. APTI: Menjegal RUU Tembakau Berarti Masa Depan Tembakau
Nasional

Tinggal

Cerita

(online)

(http://www.jaringnews.com/politik-

peristiwa/umum/44100/apti-menjegal-ruu-tembakau-berarti-masa-depan-tembakaunasional-tinggal-cerita) diakses pada 27 September 2013.

 Nikky Sirait. 2013. Masyarakat Pemangku Kepentingan Kretek Dukung RUU
Pertembakauan

(online)

(http://jaringnews.com/ekonomi/umum/39617/masyarakat-

pemangku-kepentingan-kretek-dukung-ruu-pertembakauan) diakses pada 27 September
2013.

2. Makalah

 Mulyono, Ignatius. Perkembangan RUU Tentang Pengendalian Dampak Produk
Tembakau Terhadap Kesehatan. Jakarta, 2011.