Hubungan Peran Sekolah dalam Pemantauan Status Gizi dengan Pola Makan dan Status Gizi Anak Sekolah Dasar di Kota Medan

  

HUBUNGAN PERAN SEKOLAH DALAM PEMANTAUAN STATUS GIZI

DI KOTA MEDAN

  1

  2

  3 1 Ernawati Nasution , Fitri ardiani , Rusmalawati 2 Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat, FKM USU, Medan,

3 Departemen Administrasi Kebijakan Kesehatan, FKM USU, Meda

ABSTRAK

  Sekolah saat ini merupakan salah satu faktor lingkungan yang memengaruhi status gizi anak sekolah. Tujuan penelitian mengetahui peran sekolah dalam pemantauan status gizi dengan pola makan anak sekolah dasar di Kota Medan. Sekolah di Kota Medan dipilih menjadi lokasi penelitian karena memiliki ketersediaan pusat pelayanan kesehatan di sekolah dalam bentuk Unit Kesehatan Sekolah (UKS) dan anak sekolah dapat mengakses berbagai macam makanan. Teknik pengambilan sampel dengan metode purposive samplingdengan pertimbangan sekolah yang memiliki UKS, kantin sekolah, dan mewakili sekolah dasar di Kota Medan dengan besar sampel 60 orang a nak dari dua sekolah dasar di Kota Medan. Pola makan anak dikumpulkan melalui wawancara menggunakan form food recall. Pengukuran status gizi secara antropometri (berat dan tinggi badan). Peran sekolah dalam pemantauan status gizi dilakukan dengan observasi terhadap kegiatan UKS. Data dianalisis secara deskriptif dan menggunakan Uji Chi

  

Square untuk melihat hubungan peran sekolah dalam pemantauan status gizi dengan pola makan dan status gizi

anak.

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kedua sekolah yang sudah mempunyai UKS ternyata tidak melakukan pemantauan status gizi, padahal UKS sudah menyediakan timbangan berat badan dan microtoiseuntuk mengukur tinggi badan sehingga data status gizi anak sekolah tidak tersedia. Berdasarkan pengukuran status gizi yang dilakukan oleh peneliti menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pola makan anak yang dilihat dari jumlah makan berdasarkan kecukupan energi, protein, dan lemak dengan status gizi anak (p < 0,05). Disimpulkan bahwa sekolah tidak berperan dalam pemantauan status gizi anak sekolah. Maka disarankan su atu upaya pembentukan kegiatan pemantauan status gizi dalam kegiatan UKS.

  Kata kunci : Peran sekolah, pemantauan status gizi, pola makan, status gizi, anak sekolah 1. nasional prevalensi status gizi pada anak usia 6012

LATAR BELAKANG

  Sumber daya manusia yang berkualitas harus terdiri dari 4,6% sangat kurus, 7,6% kurus, 78,6% disiapkan sejak dini. Oleh karena itu, masyarakat normal, dan 9,2% gemuk. Sedangkan di Provinsi maupun pemerintah harus memberikan perhatian Sumatera Utara mengalami 5% sangat kurus, 7%

  1

  yang optimal khususnya masalah gizi pada anak. kurus, 77,5% normal dan, 10,5% gemuk. Secara Anak yang berusia sekolah jika mendapatkan asupan nasional pada Riskesdas 2013 prevalensi kurus pada gizi yang baik akan mengalami tumbuh kembang anak umur 5012 tahun adalah 11.2 %, terdiri dari 4,0 yang optimal. % sangat kurus dan 7,2 % kurus. masalah gemuk pada

  Banyak studi yang menunjukkan persentase anak umur 5012 tahun masih tinggi yaitu 18,8 %, anak sekolah Amerika yang kelebihan berat terdiri dari gemuk 10,8 % dan sangat gemuk

  2 badanbertambah hampir tiga kali lipat dalam 20 tahun (obesitas) 8,8 %.

  terakhir. Kecenderungan tersebut diduga akibat Anak sekolah dasar baik laki-laki dan makananfast food (junk food) dan kurang olahraga.Di perempuan sedang mengalami masa pertumbuhan Indonesia orang yang mengalami kelebihan berat adalah modal dasar dan asset yang sangat berharga badan (overweight) mencapai 21,7% dan terus bagi pembangunan bangsa di masa depan. Status gizi yang seimbang, selain peran orang tua, kesadaran anak sekolah dasar juga sangat diperlukan.

  3 2.

  Peran sekolah sangat penting dalam menentukan gizi anak sekolah. Keberadaan fasilitas kesehatan dalam sekolah sangat membantu untuk mengadakan pemantauan status gizi anak sekolah. Adanya UKS, kantin sekolah, ekstrakulikuler dan kegiatan lainnya sangat berperan penting untuk membuat keberhasilan dalam melakukan pemantauan gizi. Fungsi UKS bukan lagi merawat yang sakit, tetapi menyehatkan yang sakit dan meningkatkan kesehatan yang sudah sehat. UKS juga berperan dalam menghasilkan derajat kesehatan yang optimal. Dalam menghasilkan derajat kesehatan, UKS berperan dalam memantau status gizi para peserta didik.

  Namundari sebuah kegiatan pengembangan UKS kurang mendapatkan perhatian dari tiap sekolah untuk dimanfaatkan dengan semestinya.Berdasarkan masalah-masalah diatas perlu diadakan penelitian tentang peran sekolah dalam pemantauan status gizi anak sekolah untuk mencegah bertambahnya prevalensi gizi lebih khususnya di Kota Medan.

  Jenis penelitian yang dipakai adalah studi observasional dengan desain cross sectional.Lokasi yang dipilih adalah Kota Medan Provinsi Sumatera Utara dengan alasan banyak sekolah yang memiliki UKS tetapi tidak digunakan. Waktu penelitian direncanakan selama enam bulan dengan rincian untuk mengetahui keaktifan sekolah dalam memantau kesehatan siswa dan menganalisa peran sekolah dalam memantau status gizi.

  Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive samplingdengan pertimbangan sekolah yang memiliki UKS, kantin sekolah, dan mewakili sekolah dasar di Kota Medan. Karena SDN 060843 berada di Barat Kota Medan yang dianggap mewakili sekolah dasar yang berada dipinggiran kota, sedangkan SDN 060827 berada di Selatan Kota Medan yang dianggap mewakili sekolah dasar yang berada di tengah kota. Pengambilan sampel siswa dengan besar sampel 60 orang dari dua sekolah dasar di Kota Medan dengan pertimbangan siswa hadir saat melakukan wawancara dan bersedia menjadi responden.

  Cara mengumpulkan data dilakukan terhadap data primer dan data sekunder. Data primer meliputi semua variabel penelitian yaitu data tentang pola makan diukur dengan menggunakan formulir

  food recall 24 jam dan food frequency untuk melihat

  jumlah, jenis, dan frekuensi. Jumlah konsumsi makanan dilihat dari jumlah energi, protein, dan lemak disesuaikan dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG). Frekuensi makan dilihat dari sering dan jarangnya mengonsumsi makanan tertentu, jenis makanan dilihat dari keberagaman makanan yang dikonsumsi.Data tentang peran sekolah diambil dengan cara wawancara menggunakan kuesioner terbuka.Data sekunder adalah data-data terkait, yang diambil dari catatan sekolah tentang jumlah siswa.Analisis data dilakukan secara univariat dan bivariat. Analisisbivariat dilakukan dengan menggunakan Uji Chi Square.

BAHAN DAN METODE

3. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Anak Sekolah

  1 Lengkap 31 51,7

  2 Tidak Lengkap 29 48,3

  Jumlah 60 100,0 Kecukupan Energi

  Untuk tingkat kecukupan energi pada kategori baik terdapat sebanyak 43 responden (71,7%), pada kategori kurang sebanyak 10 responden (16,7%), dan kategori lebih sebanyak 7

  Kecukupan Protein

  Untuk tingkat kecukupan protein pada kategori baik sebanyak 28 responden (46,6%), kategori kurang dan lebih masing- masing terdapat

  Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa berdasarkan jenis kelamin jumlah siswa laki- laki dan perempuan sama banyaknya. Padakategori umur responden terbanyak berada pada kategori umur 10 tahun yaitu sebanyak 47 responden (78,3%).

  Pola Makan Anak Sekolah Tabel 1. Distribusi Frekuensi Pola Makan Responden Berdasarkan Jenis Makanan No Jenis Makanan Frekuensi %

  Kecukupan Lemak

  Untuk tingkat kecukupan protein pada kategori lebih terdapat sebanyak 20 responden (33,3%), dan kategori kurang sebanyak 17 responden (28,3%).

  Anak usia sekolah membutuhkan konsumsi makanan yang seimbang baik jenis maupun jumlahnya. Kenaikan kebutuhan zat gizi diperlukan untuk pertumbuhan dan untuk kegiatan fisik dan mental yang meningkat pada anak usia sekolah.

  Hasil observasi pada kedua sekolah yang memiliki UKS ditemukan ada timbangan berat badan dan mikrotoa.Timbangan berat badan dan mikrotoa ini tidak digunakan untuk memantau pertumbuhan status gizi anak sekolah.Hasil wawancara dengan Guru UKS dan Kepala Sekolah,menyatakan bahwa timbangan dan mikrotoa tersebut tidak pernah digunakan.Bahkan di kedua sekolah, timbangan dan mikrotoa tidak diizinkan dipakai oleh siswa.

  Peran Sekolah dalam Pemantauan Status Gizi

  Bakso adalah jenis makanan jajanan yang paling banyak dikonsumsi, sebanyak 33 siswa (55%) mengonsumsinya dengan frekuensi 4-6x seminggu.

4 Frekuensi Makan Responden Berdasarkan

  Pada kelompok makanan sayuran, daun ubi yang paling banyak dikonsumsi oleh 33 responden (55%) dengan frekuensi makan 4-6x seminggu dan sebanyak 25 responden (41,7%) mengonsumsi wortel dengan frekuensi makan yang sama.

  Untuk buah-buahan sebagian besar responden jarang (102 kali sebulan) mengonsumsi buah-buahan. Buah yang paling sering dikonsumsi responden adalah semangka sebanyak 29 responden (48,3%) dengan frekuensi makan 4-6x seminggu dan sebanyak 29 responden (48,3%) mengonsumsi pisang dengan frekuensi 1-3x seminggu.

  Untuk kelompok makanan lauk pauk hewani, telur dikonsumsi oleh 30 responden (50%) dengan frekuensi 4-6x seminggu.Untuk lauk pauk dari sumber nabati, tempe dikonsumsi oleh 33 responden (55%) dengan frekuensi 1-3x seminggu.

  Dari hasil penelitian yang telah dilakukan kepada 60responden di dua sekolah dasar, untuk kelompok makanan sumber karbohidrat, nasi merupakan jenis makanan yang selalu dikonsumsi, yaitu >1x sehari sebanyak 100%.

  Kelompok Makanan

  Kecukupan energi, protein, dan lemak pada anak sekolah diperoleh melalui recall makan 24 jam, baik yang berasal dari konsumsi makan di rumah maupun makan di sekolah.Penyediaan makan pada anak-anak yang sebenarnya tidak berbeda dengan penyediaan makanan pada orang dewasa, baik dalam hal jenis makanan, proporsi maupun cara penyajian. Namun yang perlu diperhatikan adalah zat gizi yang terkait dengan proses pertumbuhan yakni protein, oleh karena kekurangan protein akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tinggi badan, sehingga akan menyebabkan anak menjadi pendek.Protein sangat berguna bagi pertumbuhan tubuh seorang anak, disamping itu penyediaan makanan pada anak harus memperhatikan perkembangan otak.

  Berdasarkan wawancara dengan guru UKS dan kepala sekolah, didapatkan bahwa guru UKS tidak berperan dalam pemantauan status gizi. Guru UKS hanya mempunyai status sebagai pembina UKS yang tidak melakukan kegaiatan apapun di UKS yang berkaitan dengan pengukuran tinggi badan dan menimbang berat badan. Kepala sekolah dalam hal ini juga tidak mempunyai peran terhadap pemantauan status gizi.Arsip0arsip yang berkenaan dengan data antropometri yang didapat pada awal masuk sekolah hanya diarsipkan saja.Kepala sekolah tidak memahami data tersebut bisa digunakan sebagai alat untuk memantau status gizi anak sekolah.

  Status Gizi Responden

  Menurut hasil hasil pengukuran terhadap status gizi anak sekolah diketahui bahwa status gizi anak sekolah sebagian besar normal yaitu sebanyak 35 responden (58,3%), tetapi ada anak sekolah yang sangat kurus sebanyak 4 responden (6,7%) dan kurus sebanyak 10 responden (16,7%), gemuk sebanyak 8 responden (13,3%), dan sangat gemuk sebanyak 3 responden (5%).

  Hubungan Kecukupan Energi, Protein, dan Lemak dengan Status Gizi

  Penelitian yang telah dilakukan menyebutkan bahwa dari 10 responden dengan jumlah kecukupan energi pada kategori kurang sebanyak 5 responden (50%) memiliki status gizi normal. Sedangkan dari 41 responden dengan kategori baik sebanyak 27 responden(65,8%) normal, 6 responden(17,4%) kurus, 5 responden (12,2) gemuk dan 3 responden (7,3%) sangat kurus. Pada kategori lebih terdapat 9 responden, masing-masing 3 responden (33,3%) untuk status gizi sangat gemuk, gemuk, dan normal. Berdasarkan hasil uji statistik

  Pada kelompok minuman nutrisari merupakan yang paling banyak dikonsumsi oleh frekuensi 1-3x seminggu. Sedangkan susu dikonsumsi sebanyak 30 siswa (50%) dengan hubungan antara kecukupan energi dengankejadian gizi lebih p= 0,001<0,005.

  Kecukupan Energi Status Gizi Total P Sangat Gemuk Gemuk Normal Kurus Sangat Kurus n % n % N % n % n % n %

  6

  Penelitian yang telah dilakukan menyebutkan bahwa 17respondendengan kecukupan lemak pada kategori kurang memiliki status gizi normal sebanyak 8 responden (47,1%). Sedangkan dari 23respondendengan kecukupan lemak pada kategori baik sebanyak19responden(82,6%) normal. Dan dari 52respondendengan kecukupan lemak pada kategori lebih sebanyak8responden(40%) status gizi normal dan7responden(35%) gemuk. Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan ujichi square diketahui bahwa terdapat hubungan antarakecukupan lemak dengan kejadian gizi lebih p= 0,001 < 0,005.

  Berdasarkan frekuensi makan anak sekolah dapat diketahui bahwa konsumsi makanan jajanan berupa gorengan dan bakso cukup sering dikonsumsi.

  Kebiasaan makan merupakan salah satu faktor terjadinya gizi lebih pada anak terutama kebiasaan makan junk food. Penelitian yang dilakukan oleh Jackson menunjukkan bahwa konsumsi junk food meningkatkan kejadian obesitas pada anak-anak.

  5 Pola makan junk food pada anak yang tinggi lemak

  jenuh dan gula tetapi rendah serat dan gizi mikro tentu saja jauh dari konsep gizi seimbang, hal ini akan berdampak negatif terhadap kesehatan dan status gizi anak.

  Frekuensi konsumsi junk food yang tinggi seperti minuman dan makanan ringan ( > 1x per hari) dapat menyebabkan gizi lebih. Peluang peningkatan gizi lebih dapat mencapai hingga 20,3%.

  7 Makanan yng dikonsumsi di rumah juga

  2

  dapat mempengaruhi gizi lebih. Selain faktor pola makan di rumah, faktor aktivitas fisik juga berpengaruh terhadap status gizi anak. Dalam penelitian ini kemungkinan responden memiliki aktivitas fisik yang belum sesuai dengan asupan energi dan lemak yang dikonsumsi, sehingga terjadi ketidakseimbangan antara asupan gizi dan output kalori tubuh.

  Hal lain juga disebutkan pada penelitian yang dilakukan oleh Bashkar di India pada tahun 2012, bahwa selain junk food yang berjenis minuman dan makanan ringan, jenis makanan manis seperti kue, biscuit dan sirup juga dapat menyebabkan gizi lebih (Bashkar & Ola, 2012).

  Kecukupan Protein Status Gizi Total P Sangat Gemuk Gemuk Normal Kurus Sangat Kurus n % n % N % n % N % n %

  Kurang 9 56,2 6 37,5 1 6,3 60 100 0.001

  Baik 2 7,1

  21

  10 60 100 Berdasarkan penelitian diketahui bahwa dari 16 responden dengan jumlah kecukupan protein pada kategori kurang sebanyak 9 responden(56,2%) memiliki status gizi normal, 6responden(37,5%) kurus, dan 1 responden (6,3%) sangat kurus. Pada kategori baik terdapat 28 respondendengan jumlah kecukupan protein pada kategori memiliki status gizi normal sebanyak 21 responden (75%).Untuk kategori lebih terdapat 16responden, pada kategori gemuk terdapat sebanyak 6 responden(37,5%) dan sebanyak 5responden (31,2%) normal. Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan uji chi square diketahui bahwaterdapat hubungan antarakecukupan protein dengan kejadian gizi lebih p= 0,001< 0,005.

  40

  Kurang

  Baik 5 12,2 27 65,8 6 14,7 3 7,3 60 100 Lebih 3 33,3 3 33,3 3 33,4 60 100

  5

  50

  4

  40

  1

  10 60 100 0,001

  Kecukupan Lemak Status Gizi Total P Sangat Gemuk Gemuk Normal Kurus Sangat Kurus n % n % N % n % n % n %

  8

  Kurang 8 47,1 6 35,3 3 17,6 60 100 0,001 Baik 1 4,3 19 82,6

  2 8,7 1 4,3 60 100 Lebih

  3

  15

  7

  35

  75 4 14,3 1 3,6 60 100 Lebih 3 18,8 6 37,5 5 31,2 2 12,5 60 100 Hasil penelitian di Cina pada anak usia 7-17 tahun menyatakan bahwa terdapat hubungan yang resiko gizi lebih akan meningkat pada anak yang mengonsumsi energy lebih tinggi. Dalam penelitian tersebut diungkapkan bahwa anak gizi lebih mengonsumsi lebih tinggi energy terutama dari protein dan lemak.

  Berkaitan dengan konsumsi protein, hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan pada anak 5-8 tahun di Irlandia yang tidak menemukan hubungan bermakna antara asupan protein dengan gizi lebih. Protein mempunyai hubungan dengan gizi lebih dimana protein menghasilkan energy sebanyak 17kJ/g. Kelebihan konsumsi protein dapat menyebabkan energi yang masuk dalam tubuh menjadi berlebih. Hal ini mengekibatkan tubuh menyimpan kelebihan energy tersebut menjadi lemak tubuh.

  Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa kesimpulansekolah tidak berperan dalam pemantauan status gizi anak sekolah.

  2012;2(3): 67-73.

  8. Bhaskar R, Ola Monika. Junk food: impact on health. Journal of Drug Delivery & Therapeutics.

  2012;2(3): 67-73.

  9. Li, Y. et al. (2007). Determinantsof childhood overwight and obesity in China. British Journal of Nutrition, 97, 210-215.

  Berdasarkan kesimpulan diatas, maka dapat disarankan untuk melakukan suatu upaya kegiatan pemantauan status gizi dalam kegiatan UKS.

  Saran

   KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

  9

  12 4.

  menunjukkan bahwa anak yang mengonsumsi 36,5% total energy dari lemak terlihat gemuk.

  11 Penelitian pada anak SD di Texas

  9

  konsumsi protein lebih tinggi pada anak yang mengalami gizi lebih dibandingkan konsumsi protein pada anak yang mempunyai berat badan normal. Konsusmi lemak menimbulkan peningkatan asupan energy yang dapat menyebabkan gizi lebih, hal ini dikarenakan lemak mengandung dua kali lebih banyak energy daripada karbohidrat dan protein. Selain itu, makanan tinggi lemak mempunyai rasa yang lebih lezat dibandingkan makanan yang rendah lemak sehingga memicu seseorang untuk makan lebih banyak.

  10 Hasil penelitian di

  7. Taber DS, June S, Kelly RE, Dianne SW, Charles P, Matthew LM. State policies targeting junk food in schools: racial/ethnic differences in the effect of policy change on soda consumption. Am J Public Healtd. 2007;101(9):1769–75. 16. Bhaskar R, Ola Monika. Junk food: impact on health. Journal of Drug Delivery & Therapeutics.

DAFTAR PUSTAKA 1.

  Kompas Media Nusantara.

  4. Suhardjo. 2003. Berbagai cara pendidikan gizi.

  Jakarta. Bumi Aksara.

  5. Jackson P. Childhood obesity risk factors; junk food consumption increasing obesity in children of Chile. 2005 Tersedia dari: URL: HYPERLINK http://search.Proquest.com/ docview/207875306? Accountid=5 0268 6.

  6. Baliwati YF, Ali K, Dwiriani CM. Pengantar pangan dan gizi. Jakarta:; 2004.

  2016Atkinson, R.L. (2005). Etiologies of obesity. Totowa, New Jersey: Humana Press.

  Akses: 25 Mei

  2. Riskesdas (2013). Riset Kesehatan Dasar 2013.

  Akses: 25 Mei 2016.

  Riskesdas (2010). Riset Kesehatan Dasar 2010.

  10. McGloin et al. (2001). Energy and fat intake in obese and lean children at varying risk of obesity. International Journal of Obesity, 26,200- 207.

  11. Atkinson, R.L. (2005). Etiologies of obesity.

  Totowa, New Jersey: Humana Press.

  12. Cullen, K.W., K.M. lara. & Carl de Moor.

  (2002). Children’s dietary fat intake and fat practice vary by meal and day. Journal of the American Dietetic Assosiation, 102, 12, 1773- 1778.

  3. Devi N. 2012. Gizi Anak Sekolah. Jakarta .