Pengaruh Jenis Perangsang Pematangan Terhadap Mutu Buah Terung Belanda (Cyphomandra Betacea)

  TINJAUAN PUSTAKA Terung Belanda Terung belanda (Cyphomandra betacea) termasuk keluarga Solanaceae.

  Buah ini berasal dari Peru yang masuk ke Indonesia dan dikembangkan di beberapa daerah seperti Bali, Jawa Barat, dan Tanah Karo Sumatera Utara.

  Buah ini bentuknya bulat panjang berasa kombinasi antara tomat dan jambu biji (Kumalaningsih dan Suprayogi, 2006).

  Terung belanda memiliki nama yang berbeda di setiap negara. Tamarillo merupakan nama yang dipakai dalam perdagangan internasional, dan pertama kali digunakan di New Zealand dengan nama tree tomato pada tahun 1967. Di Indonesia dikenal dengan nama terung belanda, terung menen, atau tiung, Malaysia (pokok tomato), Thailand (makhua-thetton), Australia, Amerika, Inggris, Argentina dan Bolivia (tomate de monte), Brazil (tomate frances), Columbia (pepino de Arbol), Peru (yuncatomate), Portugis (tomate frances), Belanda (struiktomaat, Tamarillo), dan Spanyol (tomate de palo) (Danga, 2002).

  Terung belanda berkulit halus, berbentuk oval, pada ujungnya tertutup oleh kelopak. Berdasarkana warna kulit dan isinya, terung belanda digolongkan pada 3 kelompok yaitu merah, hitam merah, dan kuning. Kualitas terung belanda yang baik pada saat matang adalah berair, kandungan gula sedang, dan total asam tinggi. Tingkat kematangan yang baik dinilai dari warna kulit dan isinya. Penentu tingkat kematangan yang lain berkorelasi dengan warna kulit adalah kekerasan dan total padatan terlarut (Cantwell, 2002).

  Indikator kematangan buah yang akan dipanen adalah terbentuknya warna merah atau kuning secara penuh, bergantung pada kultivarnya, atau berumur 21-24 minggu setelah penyerbukan, tergantung jenis dan area tumbuhnya. Pencapaian warna merah dan kuning yang menyeluruh (tergantung jenisnya) adalah salah satu indeks kematangan yang utama (Kader, 2001).

  Komposisi Kimia Buah Terung Belanda

  Terung belanda (tamarillo) merupakan buah yang mempunyai kandungan gizi dan vitamin yang sangat penting bagi kesehatan tubuh manusia seperti antosianin, vitamin A, B

  6 Tabel 1. Komposisi kimia buah terung belanda per 100 g bahan , C, dan E serta kaya akan besi dan potassium dan serat.

  Terung belanda mempunyai kandungan sodium yang rendah. Rata-rata buah terung belanda mempunyai kalori kurang dari 40 kalori (± 160 KJ) (Kumalaningsih dan Suprayogi, 2006). Hasil analisis lengkap kandungan gizi buah terung belanda dapat dilihat pada Tabel 1.

  Kandungan Nutrisi Jumlah Kadar air (%) 82,7 - 87,8 Protein (g)

  1,5 Karbohidrat (g) 10,3 Lemak (g)

  0,1 - 1,2 Serat (g)

  1,4 - 4,2 Nitrogen (g)

  0,2 - 0,5 Abu (g)

  0,6 - 0,8 Kalsium (mg) 3,9 - 11,3 Fospor (dengan biji) (mg) 52,5 - 65,5 Iron (mg)

  0,7 - 0,9 Karoten (mg) 0,4 - 0,7 Vitamin A (IU) 540 Tiamin (mg)

  0,1 - 0,1 Asam askorbat (mg) 23,3 - 33,9 Sumber : Morton (1987).

  Manfaat Buah Terung Belanda

  Ditinjau dari aspek fungsionalnya ternyata buah terung belanda mempunyai khasiat yang sangat unggul sebagai sumber antioksidan alami. Buah terung belanda mengandung berbagai macam bentuk vitamin, seperti vitamin A, vitamin B

  6 , vitamin C, vitamin E, senyawa karotenoid, anthosianin, dan serat (Kumalaningsih dan Suprayogi, 2006).

  Buah terung belanda mengandung vitamin C yang cukup tinggi, yaitu sekitar 42 mg/100 g bahan , jumlah ini cukup untuk mencegah penyakit.

  Vitamin C merupakan antioksidan alami yang mudah dan murah bila dikonsumsi dari alam. Vitamin C sebagai sumber antioksidan memiliki manfaat bagi tubuh antara lain membantu menjaga sel, meningkatkan penyerapan asupan zat besi, dan memperbaiki sistem kekebalan tubuh (Kumalaningsih dan Suprayogi, 2006).

  Terung belanda yang mengkal dapat diolah menjadi sambal dengan cara tertentu. Terung belanda juga dapat digunakan sebagai campuran untuk es krim,

  

sandwich filling, puding, dan pie. Buah terung belanda dapat diolah menjadi

  produk-produk seperti chutney yaitu salah satu makanan yang terkenal di New Zealand. Karena kandungan pektin yang tinggi maka buah ini sangat cocok dijadikan jelli, jam, akan tetapi buah terung belanda mudah teroksidasi dan kehilangan warnanya (Morton, 1987).

  Proses Terjadinya Pematangan Buah

  Umumnya tahapan proses pertumbuhan hasil pertanian meliputi tahap- tahap pembelahan sel, pendewasaan sel, pembesaran sel (maturation), pematangan (ripening), kelayuan (senescence), dan pembusukan (deterioration). Pada buah pembelahan sel terjadi setelah terjadinya pembuahan kemudian diikuti dengan pembesaran dan pengembangan sel sampai mencapai volume maksimum. Selanjutnya sel buah berturut-turut mengalami pendewasaan, pematangan, kelayuan, dan pembusukan (Syarief dan Irawati, 1988).

  Respirasi adalah suatu proses metabolisme biologis dengan menggunakan oksigen dalam pembakaran senyawa makromolekul (seperti karbohidrat, protein, dan lemak) untuk menghasilkan energi, CO

  2 , air, dan lainnya. Klimakterik adalah

  suatu periode mendadak yang khas (pola respirasi yang meningkat pada saat pematangan) pada buah tertentu, dimana selama proses tersebut terjadi perubahan biologis seperti proses pembentukan etilen. Sedangkan buah yang tidak mengalami proses tersebut digolongkan ke dalam golongan non klimakterik. Pada buah klimakterik proses respirasi pada saat pematangan mempunyai pola yang sama, yaitu adanya peningkatan CO

  2 yang mendadak, seperti pada buah apel,

  pisang dan mangga. Pada buah-buahan non klimakterik setelah dipanen, CO

  2

  yang dihasilkan menurun secara perlahan-lahan (respirasi menurun) seperti pada ketimun, jeruk, dan nenas (Syarief dan Irawati, 1988).

  Pematangan adalah proses perubahan susunan yang terjadi dari tingkat akhir pertumbuhan dan perkembangan yang terus-menerus akan menyebabkan kelayuan dan menentukan kualitas, yang ditandai dengan perubahan komposisi, warna, tekstur, dan sifat sensorik lainnya. Buah digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu : 1) buah yang tidak mengalami proses pematangan ketika sudah dipetik, dan 2) buah yang dapat dipanen dalam keadaan optimal dan akan melanjutkan proses pematangan ketika sudah dipetik. Pada kelompok pertama, buah akan memproduksi etilen dalam jumlah yang sangat sedikit dan tidak merespon perlakuan terhadap etilen kecuali dalam proses degreening

  (perombakan klorofil) sehingga harus dipanen dalam keadaan matang optimal yang mentukan kualitas flavor. Sedangkan kelompok kedua, buah akan menghasilkan etilen dalam jumlah yang besar untuk proses pematangannya dan perlakuan dengan etilen dapat mempercepat pematangan (Kader,1999).

  Proses pematangan buah, banyak dihubungkan dengan timbulnya etilen, perubahan-perubahan zat-zat tertentu, dan perubahan fisik hasil pertanian. Untuk buah klimakterik, pemberian etilen dapat memajukan fase klimakterik yaitu menjadi lebih awal. Pada buah non klimakterik, pemberian etilen mempengaruhi aktivitas respirasinya menjadi lebih meningkat (Hadiwiyoto dan Soehardi, 1981).

  Selama pematangan, buah mengalami beberapa perubahan nyata dalam warna, tekstur, dan bau yang menunjukkan bahwa terjadi perubahan dalam susunannya. Mutu konsumsi maksimal buah tercapai jika perubahan-perubahan kimiawi selesai. Hal tersebut dapat dicapai ketika buah dipanen pada saat kematangan yang tepat, namun jika buah dipanen pada kondisi yang tidak tepat seperti terlalu muda maka akan menghasilkan buah dengan mutu yang tidak memuaskan, meskipun terjadi proses pematangan. Perubahan warna dapat terjadi baik oleh proses perombakan, proses sintetik, atau keduanya. Melunaknya buah disebabkan oleh perombakan protopektin yang tidak larut menjadi pektin yang larut, hidrolisis zat pati, atau lemak. Pematangan biasanya meningkatkan jumlah gula-gula sederhana yang memberi rasa manis, penurunan asam-asam organik, dan kenaikan zat-zat atsiri yang memberikan flavor khas pada buah (Phan, dkk., 1993).

  Karbohidrat dibentuk melalui proses fotosintesa kemudian disimpan pada sel-sel penyimpan (storage cells) dalam bentuk tepung. Kemudian tepung dapat diubah menjadi sukrosa dan gula-gula reduksi (glukosa dan fruktosa). Perubahan ini tergantung pada suhu, waktu, dan tingkat fisiologis hasil pertanian, misalnya saat pemetikan, tingkat pemasakan, dan lain-lain. Perubahan protein dimulai sejak fase pra-klimakterik sampai fase klimakterik. Skema perubahan tepung menjadi gula reduksi dapat dilihat pada Gambar 1.

  Tepung Maltosa Sukrosa

  Maltase Invertase Glukosa

  Glukosa + Fruktosa Gambar 1. Skema perubahan tepung menjadi menjadi gula-gula reduksi pada hasil pertanian menjelang dan sesudah panen (Hadiwiyoto dan Soehardi,

  1981). Selama proses pemasakan buah terjadi perubahan warna kulit buah terung belanda dari hijau menjadi merah, sehingga perubahan warna kulit dapat digunakan sebagai indikator pematangan pada buah terung belanda. Perubahan warna ini terjadi akibat degradasi klorofil. Indeks kematangan buah yang terbaik untuk terung belanda adalah warna kulit dan daging buah (pulp). Indikator lainnya yang berhubungan dengan warna kulit adalah perubahan kekerasan, kandungan juice, dan total padatan terlarut (El-Zeftawi, dkk., 1988).

  Perbedaan tingkat kematangan buah pada saat panen menyebabkan terjadinya perbedaan mutu pada saat penyimpanan. Semakin tinggi tingkat kematangan buah maka kadar air, total padatan terlarut, nilai warna akan semakin meningkat, sedangkan kandungan vitamin C, total asam, dan nilai kekerasan akan menurun (Julianti, 2011).

  Perubahan Fisik dan Kimia Buah

  Perubahan-perubahan sifat fisiko-kimia akan tetap terjadi pada proses pematangan buah-buahan. Umumnya perubahan fisik yang terjadi meliputi perubahan warna, teksturdan aroma. Perubahan kimia yang terjadi meliputi pH, keasaman, kandungan gula, kandungan vitamin C, dan asam-asam organik.

  Asam-asam organik yang terdapat pada buah merupakan sumber energi bagi buah. Kandungan asam buah mempengaruhi daya simpan buah. Semakin tinggi kandungan asam buah, maka semakin tinggi pula ketahanan simpan buah tersebut. Jumlah asam akan berkurang dengan meningkatnya aktivitas metabolisme buah. Total asam pada buah-buahan akan mencapai maksimum selama pertumbuhan dan perkembangan, kemudian menurun selama penyimpanan (Wills, dkk., 1981).

  Total asam pada buah meningkat sampai pada saat buah tersebut dipanen. Setelah buah tersebut dipanen dan dalam penyimpanan maka keasaman buah akan menurun. Dengan adanya aktivitas enzim asam askorbat oksidase pada buah yang telah dipanen akan mengalami penurunan kadar vitamin C (Kartasapoetra, 1994).

  Proses perubahan warna pada hasil pertanian seperti pada buah merupakan proses yang berkaitan langsung ke arah masaknya hasil tanaman tersebut, pada proses ini terjadi perombakan klorofil. Perombakan klorofil akan menimbulkan warna-warna lainnya yang menunjukkan tingkat masaknya hasil tanaman tersebut, antara lain wana kuning, merah jambu, dan merah tua (Kartasapoetra, 1994).

  Aroma yang khas timbul di sekitar buah-buah yang sedang masak. Senyawa-senyawa utama yang ditemukan adalah ester-ester alkohol alifatik dan asam-asam lemak berantai pendek. Senyawa atsiri yang dikeluarkan buah dihasilkan pada permulaan pematangan buah. Derajat kemasakan merupakan faktor fisiologis utama yang mempengaruhi produksi-produksi zat-zat atsiri dan komposisi aromanya sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan selama pematangan (Phan, dkk., 1993).

  Pada hasil tanaman terkandung pektin yaitu senyawa kimia golongan karbohidrat. Pektin terbentuk dari senyawa protopektin yaitu dengan adanya aktivitas enzim protopektinase. Aktifnya enzim pektinmetilesterase dan poligalakturonase pada buah yang berada dalam proses masak, ternyata telah melangsungkan pemecahan atau kerusakan pektin menjadi senyawa-senyawa lain, yang menyebabkan berubahnya tekstur hasil tanaman yang keras menjadi lunak.

  Perubahan tekstur akan berlangsung lebih cepat ketika berada dalam penyimpanan (Kartasapoetra, 1994).

  Penyusutan bobot dalam buah dipengaruhi oleh hilangnya cadangan makanan karena proses respirasi. Respirasi merupakan metabolisme utama yang terjadi pada buah setelah dipanen. Dalam proses respirasi terjadi pemecahan senyawa kompleks (karbohidrat, lemak, dan protein) menjadi senyawa yang lebih sederhana (CO

  2 , air, dan energi). Selama proses berlangsungnya proses respirasi, buah banyak menggunakan oksigen dan kehilangan substrat (Phan, dkk., 1993).

  Jenis-Jenis Perangsang Pematangan Buah

  Pematangan buah dengan menggunakan bahan perangsang pematangan bertujuan untuk mendapatkan buah dengan warna yang menarik dan rasa yang lebih enak. Pematangan dapat dilakukan dengan pengaturan suhu dan penggunaan bahan-bahan kimia. Beberapa bahan kimia yang digunakan untuk mempercepat pematangan buah dapat berbentuk larutan (cairan) atau gas, diantaranya adalah etilen (C

  2 H 4 ), CO 2 , karbit, sulfur oksida, dan sulfida-sulfida, sodium klorioda,

  beberapa asam tertentu, dan borat. Pematangan dapat juga menggunakan pengasapan (Hadiwiyoto dan Soehardi, 1981).

  Etilen adalah zat yang berwujud gas pada suhu dan tekanan ruangan (ambien). Peran senyawa ini sebagai perangsang pemasakan buah telah diketahui sejak lama meskipun orang hanya tahu dari praktek tanpa mengetahui penyebabnya. Pematangan dengan menggunakan karbit adalah tindakan pembentukan asetilen (etuna atau gas menjadi etilen. Berbagai substansi dibuat orang sebagai senyawa pembentuk etilena, seperti ethephon diperdagangkan dengan nama Etrel) dan beta-hidroksil-etilhidrazina (BOH). Senyawa BOH bahkan juga dapat memicu pembentukan bunga padadiketahui juga merangsang pemasakan buah, mungkin dengan cara merangsang pembentukan etilena secara endogen (Wikipedia, 2008).

  Ethepon

  Ethepon merupakan penghasil etilen (Ethylene Realising Agent) dengan bahan aktif asam 2-kloroetil fosponat yang memiliki rumus bangun seperti pada Gambar 2.

  O

  2

2 Cl CH CH P OH

  OH Gambar 2. Struktur kimia ethephon (Abeles, 1973). Ethepon merupakan bahan kimia yang dapat menghasilkan etilen dan digunakan untuk menyeragamkan kematangan dan warna pada buah. Mekanisme pembentukan etilen dapat dilihat pada Gambar 3:

  O Cl CH

  2 CH

  2 P OH + H

  2 O HCl+ CH

  2 CH 2 + H

  2 PO

  4 O

  Gambar 3. Pembentukan etilen dari ethephon (Abeles, 1973) Pemeraman menggunakan ethepon dilakukan Suyanti dan Rani (1989) pada pisang raja sere. Penggunaan ethepon 1000 ppm dapat mempercepat pematangan buah pisang pada hari ke-4, sedangkan kontrol menjadi matang pada hari ke-10. Semakin tinggi konsentrasi ethepon yang digunakan, perubahan warna dan pelunakan buah semakin cepat, dan pemacuan tersebut mempercepat penurunan kadar pati diiringi dengan peningkatan kadar gula dan kadar asamnya.

  Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa penggunaan ethepon dapat menyeragamkan kematangan pada pisang raja sere yang seringkali tidak merata.

  Cara penerapan ethepon ini adalah dengan pencelupan buah dalam larutan ethepon selama 30 detik (1 ml dalam 1 liter air bersih), dan menjadi matang penuh dalam waktu 3-4 hari.

  Etilen

  Etilen adalah zat pengatur tumbuh yang berperan penting dalam proses pasca panen produk hortikultura. Etilen dalam buah matang berperan mempercepat pemasakan dan penuaan. Keuntungan dari penggunaan etilen dapat memperbaiki kualitas produk dan menyeragamkan pemasakan (Reid, 1992).

  Menurut Chocker (1934) etilen aktif sebagai hormon dalam pemasakan buah pada tanaman. Etilen terbentuk dalam buah yang sedang mengalami proses pemasakan. Produksi etilen erat kaitannya dengan respirasi. Jika produksi etilen banyak maka biasanya aktivitas respirasinya itu meningkat.

  Struktur kimia etilen sangat sederhana yaitu terdiri dari 2 atom karbon dan 4 atom hidrogen seperti gambar di bawah ini : H H

  C=C H H

  Pematangan hasil tanaman yang distimulasi dengan perlakuan etilen eksogen pada umumnya dinilai sama dengan masaknya buah itu yang berlangsung secara alami. Peningkatan produksi etilen endogen yang mendahului pemasakan alami, dapat menjadi bukti bahwa etilen adalah unsur yang digunakan untuk pemasakan buah (Kartasapoetra, 1994).

  Asetilen

  Asetilen (C

  2 H 2 ) atau CH = CH mempunyai bobot molekul 26,04

  merupakan gas yang tidak berwarna. Asetilen (acetylene) dapat dihasilkan dari campuran air dengan kalsium karbida sebagai pengganti etilen. Gas asetilen juga dapat merangsang pembentukan C H dalam buah (Rimando, 1980).

  2

4 Degreening jeruk sitrum yang dilakukan oleh Tsai dan Chiang (1970)

  menggunakan 500 ppm asetilena selama 2 hari ternyata kalah efektif ibandingkan dengan perlakuan serupa dengan 10 ppm etilen, akan tetapi masih dapat menghilangkan warna hijau setelah seminggu.

  Kalsium karbida

  Kalsium karbida adalahdengan rumus kimia CaC 2 . Kalsium karbida digunakan dalam prosesdan juga dapat mempercepat pematangan buah. Kalsium karbida berupa batu berwarna abu-abu dimana bersama air atau ruang lembab, batu karbit akan terurai menjadi gas asetilen (C

  2 H 2 ) dan air kapur yang berwarna putih (Ca(OH) 2 ), gas asetilen akan

  merangsang aktivitas sel buah sehingga akan memacu kematangan buah (Sunarjono, 2002).

  Kalsium karbida (CaC ) adalah sumber yang dapat menyediakan C H .

  2

  2

  2 Reaksi dari CaC 2 dengan air yang diabsorbsi dari hasil transpirasi buah-buahan

  dan menghasilkan C

  2 H

2 seperti ditunjukk an sebagai berikut:

  CaC

  2 + 2 H

2 O

  

  

   Kegunaaan C

2 H 2 yang dihasilkan dari CaC 2 sebagai salah satu zat perangsang kematangan pada buah pisang, mangga dan alpukat (Sarananda, 1990).

  Pada pemeraman buah pisang menggunakan asap (empos), daun Albizzia, daun Gliricidia dan batu karbit pernah di dibandingkan pengaruhnya terhadap pematangan, buah rontok dan kerusakan pisang Ambon. Penelitian menunjukka n bahwa buah yang lebih cepat matang buahnya juga cepat rontok dan rusak, seperti pemeraman menggunakan batu karbit. Pemeraman menggunakan cara pengemposan terlihat memberikan kualitas hasil buah matang lebih baik dan tidak cepat rontok (Prabawati, dkk., 2008).

  Perlakuan Pendahuluan Pascapanen

  Penanganan lepas panen bertujuan untuk memperbaiki sifat hasil pertanian. Salah satu perlakuan yang sering dilakukan adalah pencucian dan perendaman. Tujuan perlakuan ini adalah untuk menghilangkan bahan-bahan asing, mengurangi jumlah bakteri atau jenis mikroba lainnya, menginaktifkan enzim, dan mendapatkan kenampakan hasil pertanian yang lebih bersih dan menarik (Hadiwiyoto dan Sooehardi, 1981).

  Pemanasan dilakukan untuk menginaktifkan enzim, menghindari kerusakan buah yang disebabkan oleh larva, lalat buah, dan mengurangi organisme perusak. Perlakuan dengan air panas (heat water treatment) untuk pengendalian hama atau penyakit. Prosesnya dapat dilakukan dengan cara memanaskan buah pada suhu tertentu selama periode waktu tertentu yang bertujuan untuk membunuh lalat buah atau mengendalikan penyakit antraknosa dan busuk pangkal buah (stem end rot) tanpa menyebabkan kerusakan pada buah tersebut (Setyabudi, 2009).

  Aplikasi perendaman mangga dalam air panas (53-55°C) selama 5 menit dapat menunda timbulnya gejala penyakit antraknosa dan busuk pangkal buah masing-masing 9,4 hari dan 9,2 hari lebih lama dibanding tanpa perlakuan. Mangga varietas Irwin dari Okinawa pada suhu 46,5°C selama 30 menit telah cukup efektif dalam menekan perkembangan penyakit antraknosa dan busuk pangkal buah (stem end rot) serta dapat mempertahankan mutu buah hingga 21 hari selama penyimpanan pada 13°C (Rokhani, 2002).