Efek Antiinflamasi Ekstrak Jahe Merah (Zingiber officinalle roscoe) pada Gigi Kelinci (Oryctolagus cuniculus) (Penelitian In Vivo)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pulpa adalah jaringan lunak yang terletak di bagian tengah gigi. Pulpa

  memiliki empat fungsi yaitu membentuk dentin, mensuplai nutrisi, mempertahankan gigi, serta sebagai persarafan dan sensori. Sel pulpa yang berfungsi membentuk

  4

  dentin adalah odontoblas. Odontoblas menghasilkan komponen matriks organik

  23

  yaitu kolagen, proteoglycans, dan noncollagenous proteins. Odontoblas juga menghasilkan dentin tersier sebagai respon dari injuri akibat trauma. Jaringan pulpa

  4

  juga mensuplai nutrisi untuk pembentukan dentin. Pemberian nutrisi pada dentin merupakan fungsi odontoblas dan pembuluh darah. Pertukaran nutrisi terjadi melalui

  24

  pembuluh darah dan menuju ke dentin melalui tubulus dentin. Saraf pada jaringan pulpa dapat merespon terhadap nyeri melalui rangsangan terhadap jaringan atau melalui enamel dan dentin. Saraf pada jaringan pulpa terdiri dari dua tipe saraf sensori yaitu saraf myelinated dan saraf non-myelinated. Stimulasi saraf myelinated

  22

  cepat dan tajam, sedangkan saraf non-myelinated lambat dan tumpul. Jaringan pulpa adalah jaringan yang terkurung oleh dinding yang kaku dan membentuk suatu keadaan yang low-compliance. Peningkatan tekanan jaringan yang kecil pun, akibat vasodilatasi dan eksudasi pada saat inflamasi, akan menyebabkan kompresi dan kolapsnya venul secara total di area cedera pulpa. Meningkatnya tekanan jaringan, ketidaksanggupan pulpa untuk berekspansi, dan tidak adanya sirkulasi kolateral dapat

  2 menyebabkan terjadinya nekrosis pulpa.

2.1 Pulpa

  22 Pulpa terdiri dari komponen ekstraseluler, pembuluh darah, saraf, dan sel.

  Komponen ekstraseluler terdiri dari protein fibril dan substansi dasar. Terdapat dua jenis protein fibril yaitu kolagen dan elastin. Kolagen merupakan komponen terbanyak dari serat kolagen yang memberikan kekuatan pada jaringan. Elastin adalah

  23 komponen utama dari serat elastik yang memberikan elastisitas pada jaringan.

2.1.1 Sel Pulpa Normal

  Sel yang ada di dalam jaringan pulpa di antaranya adalah sel odontoblas, sel

  25 fibroblas, sel mesenkhim, sel dendritik, sel mast, dan sel imunokompeten.

  2.1.1.1 Sel Odontoblas

  Odontoblas adalah sel karakteristik pada pulpa, yang membentuk lapisan tunggal pada perifer pulpa, mensintesa matriks, dan mengontrol mineralisasi dentin. Sel odontoblas terdiri dari dua komponen yaitu badan sel dan prosesus odontoblas. Badan sel terletak di bawah matriks dentin yang tidak mengalami mineralisasi

  22 (predentin), sedangkan prosesus meluas ke sepertiga bagian dalam dentin.

  Odontoblas membentuk suatu lapisan di daerah perifer dan mesintesa matriks yang akan menjadi dentin, sehingga sering disebut sel dentinoblas karena sel ini

  25 menunjukkan fungsi utamanya membentuk dentin.

  Odontoblas memproduksi komponen matriks organik predentin dan dentin, termasuk kolagen (umumnya tipe 1) dan proteoglycans. Secara fisiologis, odontoblas primer pada gigi dewasa memproduksi dentin yang baru (dentin sekunder). Ketika odontoblas primer mengalami injuri, produksi dentin dapat dipercepat sebagai suatu pertahanan/perbaikan. Odontoblas ini akan digantikan oleh odontoblas sekunder yang memproduksi matriks dentin yang baru. Dentin baru yang dihasilkan dinamakan

  23 dentin tersier.

  2.1.1.2 Sel Fibroblas

  Fibroblas merupakan sel yang paling banyak ditemukan di dalam pulpa, dapat berasal dari sel mesenkhim pulpa yang tidak berkembang atau dari bagian fibroblas yang ada. Sel ini berada di seluruh pulpa tetapi cenderung berkonsentrasi pada daerah

  22 kaya sel, terutama di bagian koronal.

  Fungsi utama fibroblas adalah pembuatan substansi dasar dan serabut kolagen, yang merupakan matriks pulpa. Matriks protein yang dihasilkan terlibat dalam proses penyembuhan luka dan perbaikan jaringan epitel. Selain mensintesis juga mempertahankan matriks jaringan ikat yang secara konstan berubah. Fibroblas juga terlibat dalam degradasi kolagen dan deposisi jaringan yang mengalami kalsifikasi. Selain itu dapat membuat dentikel dan dapat berkembang untuk menggantikan odontoblas yang lisis, dengan membentuk dentin reparatif. Fibroblas mempunyai bentuk yang bervariasi, dari bentuk seperti sigaret sampai bentuk seperti bintang dengan cabangnya yang pendek. Hal ini tergantung pada keadaan sel yang meliputi usia, tingkatan vitalitas jaringan pulpa, serta kemampuan daya pertahanan

  25 terhadap lingkungan.

  2.1.1.3 Sel Mesenkhim

  Sel mesenkhim terdapat pada jaringan pulpa, yang mempunyai fungsi multipoten dan sewaktu-waktu diperlukan sebagai sel pengganti dari berbagai macam sel yang telah rusak atau mati. Penggantian ini terjadi dengan mengadakan diferensiasi antara lain menjadi sel fibroblas, odontoblas, dan dapat juga menjadi makrofag. Makrofag atau histiosit merupakan salah satu sel pertahanan pulpa yang dalam keadaan aktif bergerak menuju ke tempat inflamasi dan berfungsi sebagai sel fagositik terhadap bakteri, benda asing dan sel mati.

  Lokasi sel ini terutama di sekitar pembuluh darah pada daerah kaya sel dan sukar dikenali. Sel mesenkhim ini biasanya berada di bagian luar pembuluh darah, sebelum ada radang tampak agak memanjang dan pada saat timbul radang sel tersebut

  25 berdiferensiasi menjadi makrofag.

  2.1.1.4 Sel Dendritik

  Sel dendritik seperti sel makrofag, merupakan sel imunokompeten yang dijumpai pada epidermis, sel membran dan disebut sebagai sel Langerhans. Sel dendritik terutama didapatkan dalam jaringan limfoid, tetapi juga banyak tersebar di jaringan ikat termasuk jaringan pulpa. Sel dendritik disebut sebagai Antigen

  Presenting Cells (APC), seperti makrofag karena dapat mengekspresikan antigen klas

  II. Sel dendritik bersama sel makrofag dan limfosit lainnya berperan dalam

  

immunosurvillance jaringan pulpa. Sel ini tersebar dalam jaringan pulpa seperti pada

  jaringan ikat lainnya, dan mempunyai daya fagositik yang lebih lemah atau sama

  25 sekali tidak mempunyai daya fagositik dibandingkan dengan sel lain.

2.1.1.5 Sel Imuno Kompeten

  Sel imuno kompeten yang ditemukan pada jaringan pulpa normal adalah makrofag, limfosit T, limfosit B, dan sel plasma. Sel ini merupakan bagian dari mekanisme pertahanan dan respons awal yang terjadi di dalam jaringan pulpa. Sel ini akan menghancurkan mikroorganisme, imunogen, sel mati dan benda asing. Sel makrofag adalah sel fagosit yang berada dalam jaringan dan berasal dari pembuluh darah yang dikenal sebagai monosit. Limfosit berperan penting dalam sistem imun, yang merupakan derivat dari limfoid stem cell di dalam sumsum tulang. Limfosit mengalami diferensiasi menjadi limfosit T dan limfosit B, kemudian limfosit B

  25 berdiferensiasi menjadi sel plasma.

2.1.2 Sel Inflamasi Pulpa

  Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa iritan sekecil apapun dalam

  2

  enamel telah mampu menarik sel-sel inflamasi di dalam pulpa. Reaksi tersebut berupa terdapatnya limfosit di jaringan pulpa, dan mulai terlihatnya lapisan odontoblas yang cedera. Bila intensitas rangsang lebih besar, maka dapat timbul cedera pada jaringan pulpa yang lebih luas dan dalam. Pada pulpa, inflamasi dapat terjadi secara akut atau kronis. Kedua tingkat ini dapat dikenal secara histologi atau

  3

  pemeriksaan mikroskopis. Sel utama inflamasi akut pada pulpa adalah neutrofil polimorfonuklear. Sedangkan pada inflamasi kronis adalah limfosit, sel-sel plasma,

  2 dan makrofag.

2.1.2.1 Neutrofil Polimorfonuklear

  Neutrofil polimorfonuklear merupakan sel leukosit yang paling sering dijumpai pada inflamasi pulpa. Neutrofil merupakan sel yang memfagositosis bakteri, fibrin dan debris selular. Selain itu juga ditarik ke daerah inflamasi oleh faktor kemotaktik, yang dihasilkan oleh bakteri atau oleh komplemen, dan merupakan sel

  24

  pertama yang melakukan migrasi dari pembuluh. Sel ini memiliki bentuk seperti tapal kuda, dengan diameter 9-12

  μm dan memiliki nukleus yang berisi 2-5 lobus

  yang terikat oleh benang kromatin. Inti terisi penuh oleh butir kromatin sehingga

  26,27

  sangat mengikat zat warna basa menjadi biru atau ungu. (Gambar 1)

  Gambar 1. Sel Neutrofil (panah hitam), memiliki inti sel yang 28 berlobus-lobus.

2.1.2.2 Limfosit

  Limfosit muncul setelah invasi daerah injuri oleh neutrofil. Sel ini berhubungan dengan injuri dan respon imun, berfungsi menghancurkan maupun

  24

  merusak substansi asing. Terdapat dua jenis limfosit, sel T dan sel B, limfosit T bertindak sebagai imunitas yang dimediasi sel (cell-mediated immune response). Sedangkan limfosit B akan berkembang menjadi sel plasma yang menghasilkan antibodi. Limfosit yang dominan dalam darah memiliki ukuran yang kecil dengan diameter 8-10

  μm dan berinti bulat dan berwarna gelap. Sitoplasmanya basofilik dan

  26

  sedikit, serta mengelilingi nukleus. (Gambar 2) Gambar 2. Sel Limfosit, memiliki inti bulat yang gelap. Berukuran 28 lebih kecil dari makrofag dan neutrofil.

  2.1.2.3 Sel Plasma

  Secara morfologis sel plasma dikenal melalui inti selnya yang berbentuk radier, yang letaknya ke tepi, sehingga sitoplasmanya terlihat agak luas. Sel plasma

  26

  merupakan diferensiasi limfosit B yang dipicu oleh subset limfosit T helper. Sel plasma memiliki bentuk lonjong dan besar, diameter 20

  μm dengan nukleus yang

  terletak eksentris, dengan heterokromatin yang mengelilingi nukleus dan terlihat terang. Sitoplasmanya basofilik yang merupakan hasil dari banyaknya retikulum

  26,27

  endoplasma yang kasar. (Gambar 3)

  28 Gambar 3. Sel Plasma (panah hitam), memiliki inti esentris dan bulat

  2.1.2.4 Makrofag

  Makrofag merupakan salah satu sel mononuklear fagosit yang berperan pada proses radang kronik. Setelah 24 jam, sel monosit akan bermigrasi dari pembuluh ‘clockface’ darah ke tempat tujuan di berbagai jaringan dan disana berdiferensiasi sebagai makrofag. Makrofag adalah sel fagositik yang mencerna debris seluler, mikroorganisme, dan bahan particulate (tersusun dari partikel terpisah). Makrofag mensekresi mediator inflamasi tertentu, seperti enzim lisosomal, komplemen protein, dan prostaglandin. Makrofag adalah sel bernukleus tunggal, yang dapat menyatu dengan makrofag lain untuk memproduksi sel besar yang bernukleus banyak yang

  26,27

  disebut giant cells. Makrofag mempunyai ukuran 10 sampai 30

  μm dan memiliki

  27 bentuk ireguler, dengan nukleus berbentuk seperti ginjal yang terletak eksentris.

  (Gambar 4)

  Gambar 4. Sel Makrofag (panah hitam), memiliki bentuk seperti ginjal, 28 sering berada di satu sisi dari sel.

2.1.2.5 Sel Mast

  Sel mast merupakan sel lain pada pulpa yang tersebar di dalam jaringan ikat, dan berada dalam kelompok kecil pada pulpa normal. Pada jaringan pulpa yang mengalami peradangan, sel tersebut penting sehubungan dengan perannya pada reaksi

  25

  inflamasi. Sel mast memiliki bentuk oval, dengan diameter 20-30 μm. Sitoplasmanya basofilik dengan inti berada di tengah dan seringkali tertutup oleh

  27

  granul sitoplasma. Terdapat banyak granula di sitoplasma, dimana granula mengandung heparin, histamin, neutral protease, aryl sulfatase, eosinophil

  chemotactic factor (ECF), dan neutrophil chemotactic factor (NCF). Substansi-

  substansi tersebut dinamakan mediator primer. Selain substansi yang ditemukan di granul, sel mast juga mensintesa beberapa mediator dari asam arakidonat, seperti leukotrien (LTC

  4 , LTD 4 , LTE 4 ), dan thromboksan (TXA 2 dan TXB 2 ), dan

  prostaglandin (PG). Selain itu sitokin lain juga dihasilkan, seperti platelet-activating factor (PAF), bradikinin, interleukin (IL-4, IL-5, IL-6), dan tumor necrosis factor-

  26,27

  alpha (TNF- α). Semua mediator tersebut dinamakan mediator sekunder. Peradangan dimulai ketika sel mast membebaskan kandungan intraseluler selama cedera jaringan, terpajan pada toksin, pengaktifan protein pada jenjang komplemen, dan pengikatan antigen antibodi. Proses pelepasan kandungan sel mast disebut degranulasi sel mast. Pada proses ini, histamin, serotonin, dan bahan lain yang disintesis oleh sel mast, merupakan penyebab vasodilatasi, peningkatan permeabilitas kapiler dan penarikan sel-sel darah putih dan trombosit ke daerah yang mengalami

  29 jejas.

2.2 Inflamasi Pulpa

  Inflamasi adalah reaksi lokal jaringan tubuh terhadap jejas. Keadaan ini bukanlah suatu penyakit namun merupakan manifestasi adanya penyakit. Reaksi ini merupakan upaya pertahanan tubuh baik untuk menghilangkan penyebab jejas maupun akibat jejas. Tanpa reaksi radang, maka penyebab jejas misalnya bakteri akan

  6 menyebar ke seluruh tubuh atau suatu luka tidak akan sembuh.

  Berbagai sebab terjadinya inflamasi pulpa adalah karena fisik/mekanik, bakteri dan kimia, namun umumnya disebabkan karena bakteri ataupun toksinnya, lewat proses karies. Apabila ada kerusakan enamel dan dentin karena proses karies atau fraktur mahkota sampai ke bagian dentin maka bakteri beserta toksinnya akan masuk ke dalam ruang pulpa baik melalui tubulus dentin atau melalui perforasi atap pulpa sehingga akan terjadi suatu proses inflamasi atau infeksi pada jaringan pulpa, dan mekanisme respons imun ini sama seperti pada jaringan tubuh lain yang

  25 mengalami inflamasi.

  Selain iritasi oleh bakteri, jaringan pulpa atau periradikuler dapat pula mengalami iritasi mekanik. Preparasi kavitas yang dalam, pembuangan struktur gigi tanpa pendingin merupakan iritan mekanik dan suhu yang berperan terhadap jaringan pulpa. Jika tindakan kewaspadaan diabaikan, preparasi kavitas atau mahkota akan merusak odontoblas. Makin dekat ke pulpa, jumlah tubulus per unit permukaan serta diameternya akan makin meningkat. Akibatnya, permeabilitas dentin akan lebih besar di daerah yang lebih dekat ke pulpa. Oleh karena itu, jika lebih banyak dentin

  2 terbuang, potensi iritasi pulpa makin besar pula.

  3 Inflamasi dibagi menjadi dua tahap yaitu inflamasi akut dan kronis. Secara

  makroskopis, tanda-tanda utama inflamasi akut dari Celcus yaitu tumor (pembengkakan), rubor (kemerahan), kalor (panas), dolor (sakit). Selain itu dapat pula terjadi functiolaesa (hilangnya fungsi). Secara mikroskopis, berkaitan dengan

  5 perubahan-perubahan di dalam pembuluh darah, aliran darah, dan aktivitas leukosit.

  Pada reaksi peradangan akut terdapat dua stadium yaitu vaskular dan selular. Stadium vaskular peradangan dimulai setelah cedera atau ketika terjadi infeksi atau terpajan

  29

  toksin. Mula-mula akan terjadi vasokonstriksi yaitu penyempitan pembuluh darah terutama pembuluh darah kecil (arteriol), mungkin disebabkan oleh reflek neurogenik setempat yang dapat berkembang, tetapi hanya bertahan dalam beberapa menit. Kemudian terjadi dilatasi arteriol berkepanjangan, maka aliran darah bertambah (hiperemi) sehingga pembuluh darah itu penuh berisi darah dan tekanan hidrostatik meningkat, yang selanjutnya dapat menyebabkan keluarnya cairan plasma. Aliran darah menjadi lambat karena permeabilitas kapiler bertambah, maka cairan darah dan

  6,29 protein akan keluar dari pembuluh darah dan mengakibatkan viskositas darah.

  Stadium seluler peradangan dimulai setelah sel PMN berpindah ke area infeksi atau cedera. Pada fase awal yaitu dalam 24 jam pertama, sel yang paling banyak bereaksi adalah sel neutrofil atau leukosit polimorfonukleus (PMN). Sesudah fase awal yang bisa berlangsung sampai 48 jam, mulailah sel makrofag dan sel yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh seperti limfosit dan sel plasma bereaksi. PMN berfungsi menelan dan merusak bakteri, kompleks imun dan debris yang berasal dari jaringan nekrotik. Selain itu leukosit juga dapat mengeluarkan enzim dan radikal beracun yang dapat menyebabkan makin luasnya reaksi radang atau makin banyaknya kerusakan jaringan. Urutan kejadian yang dialami oleh leukosit dimulai dari pergerakan leukosit ke pembuluh darah (margination), lalu leukosit melekat pada dinding pembuluh darah (sticking), lalu leukosit keluar dari pembuluh darah

  25

  (emigration). Hal ini mengakibatkan pengumpulan eksudat di jaringan untuk proses

  

fagositosis , keadaan ini disebut pulpitis akut yang secara klinik merupakan pulpitis

  3 reversibel.

  Inflamasi kronis terjadi apabila penyembuhan pada radang akut tidak sempurna, bila penyebab jejas menetap, atau bila penyebab ringan dan timbul berulang-ulang. Dapat pula diakibatkan oleh reaksi imunologik. Berbeda dengan inflamasi akut, radang kronik ditandai dengan infiltrasi sel mononuklear, yaitu makrofag monosit, histiosit yang aktif, limfosit dan sel plasma, kemudian kerusakan jaringan, dan terbentuknya jaringan granulasi dengan proliferasi fibroblas dan pengendapan kolagen. Bila sel utama pada radang akut ialah neutrofil maka pada radang kronik ialah sel makrofag. Sel makrofag dapat berasal dari pembuluh darah dan monosit yang mengalami proliferasi setelah keluar dari pembuluh darah atau sel

  

3,6

monosit yang menetap pada tempat radang.

  Inflamasi pulpa secara klinis dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu pulpitis reversibel dan pulpitis ireversibel. Pulpitis reversibel adalah suatu radang pulpa pada tingkat ringan sampai sedang, yang disebabkan oleh suatu rangsangan dan sistem pertahanan jaringan pulpa masih mampu mengatasinya, dan dapat sembuh kembali

  25

  bila rangsangan dihilangkan. Gejala pada pulpitis reversibel ditandai oleh rasa sakit yang tajam namun sebentar saat adanya rangsangan misalnya pada saat makan atau minum, namun rasa sakit akan hilang apabila rangsangan dihilangkan. Pada pulpitis

  3

  reversibel rasa sakit tidak terjadi secara spontan. Pulpitis ireversibel dapat terjadi bila rangsangan terhadap pulpa berlangsung lama dan merupakan perkembangan lebih lanjut dari pulpitis reversibel. Rasa nyeri tidak mereda walaupun penyebabnya dihilangkan. Keadaan ini disebabkan oleh bakteri atau toksin pada proses karies yang

  25 mengakibatkan reaksi inflamasi.

2.3 Bahan – Bahan Pereda Inflamasi

2.3.1 Eugenol Pereda nyeri yang biasanya digunakan pada saluran akar adalah eugenol.

  Eugenol banyak digunakan dalam dunia kedokteran gigi. Eugenol adalah derivat fenol yang bersifat sebagai antibakteria. Sifat antibakteria ini dapat menekan pertumbuhan bakteri sehingga mengurangi pertumbuhan metabolit yang toksin yang

  30

  mungkin menimbulkan inflamasi. Selain itu eugenol juga memiliki efek antiinflamasi dan analgesik. Eugenol dapat menghambat prostaglandin E2 (PGE

  2 )

  dan leukotrien (LTs). PGE

  2 dan LTs merupakan produk dari metabolisme asam

  9

  arakidonat yang merupakan prekursor sejumlah besar mediator inflamasi. Akan tetapi, eugenol dapat bersifat sitotoksin berupa alergenitas dan dapat menyebabkan

  8,30

  iritasi. Sifat ini dapat mengubah jaringan menjadi zat asing yang nantinya

  30

  membahayakan jaringan pulpa dan periapeks. Eugenol juga dapat menyebabkan

  10 terjadinya nekrosis sementum, tulang, dan peradangan periapikal.

2.3.2 Glukosteroid

  Steroid yang sering digunakan adalah glukosteroid. Glukosteroid dapat mengurangi rasa sakit dan inflamasi pulpa. Steroid telah menunjukkan bahwa material ini dapat menurunkan nyeri pasca perawatan. Steroid akan mengubah respon inflamasi dan vaskuler yang cukup menurunkan tingkatan nyeri. Namun steroid tidak dapat menurunkan nyeri parah. Dalam aplikasi endodontik, kerja obat ini hanya mengatasi nyeri yang derajatnya ringan. Glukosteroid memiliki kelemahan yang

  11 mempunyai efek imunosupresan.

2.4 Jahe Merah (Zingiber officinale Roscoe)

  31 Menurut taksonominya, Zingiber officinale diklasifikasikan dalam:

  : Plantae  Kingdom : Spermatophyta  Divisi : Monocotyledonae  Kelas : Zingiberales  Bangsa : Zingiberaceae  Suku : Zingiber  Marga : Zingiber Officinale  Spesies Ciri umum tanaman jahe adalah tumbuh berumpun. Batang semu, tidak bercabang, berbentuk bulat, tegak, tersusun dari lembaran pelepah daun, berwarna hijau pucat dengan pangkal batang kemerahan, tinggi dapat mencapai 1 meter. Bunga majemuk terdiri atas kumpulan bunga yang berbentuk kerucut kecil, warna kelopak

  31 putih kekuningan.

  Jahe merah memiliki nama latin Zingiber officinale Roscoe. Jahe merah merupakan tanaman dengan rimpang kuat dan menjalar. Jahe merah berbatang semu dan berwarna hijau kemerahan. Batang terdiri atas pelepah daun di pinggir yang posisinya berhadapan. Jahe merah mempunyai rimpang kecil berlapis-lapis dengan

  32 aroma yang sangat tajam, berwarna jingga muda sampai merah.

  Jahe memiliki efek farmakologis yang berkhasiat sebagai obat yang mampu memperkuat khasiat obat yang dicampurkannya. Menurut Lantera (2002), dari ketiga jenis jahe, jahe merah lebih banyak digunakan sebagai obat karena kandungan minyak atsiri dan oleoresinnya paling tinggi dibandingkan dengan jahe jenis

  33 lainnya.

  Minyak atsiri yang terkandung pada jahe merah sekitar 2,58-2,72%, termasuk volatile oil atau minyak yang mudah menguap. Minyak atsiri merupakan komponen yang memberikan bau atau aroma yang khas. Sementara itu, oleoresin termasuk non-

  32 volatile oil atau minyak yang tidak mudah menguap.

  Jahe merah memiliki efek antiinflamasi. Efek ini disebabkan komponen aktif jahe merah yang terdiri dari gingerol dan zingeron yang berfungsi menghambat

  32

  leukotrien dan prostaglandin yang merupakan mediator radang. Beberapa senyawa diantaranya gingerol, shogaol, dan zingeron memberi aktivitas farmakologi dan fisiologis seperti efek antioksidan, antiinflamasi, analgetik, antikarsinogenik, dan

  15

  kardiotonik. Jahe merah menghambat proses siklooksigenase-2 (COX2) dan

  18,34

  lipooksigenase. Kandungan yang mempunyai efek antiinflamasi tersebut adalah

  15

  gingerol dan shogaol. Gingerol dan shogaol mempunyai efek dalam menghambat produksi PGE . Kandungan [6]-gingerol,[8]-gingerol,[10]-gingerol, dan [6]-shogaol

  2

  mempunyai efek farmakologi mencakup antioksidan dan antiinflamasi. Kandungan [6]-shogaol lebih poten dibanding [6]-gingerol dalam menujukkan efek antiinflamasi. Kandungan yang mempunyai efek antiinflamasi [6]-shogaol > [10]-gingerol > [8]-

  18

  35

  gingerol > [6]-gingerol. Gingerol dan shogaol merupakan turunan alkaloid. Jahe

  36 merah juga mengandung saponin, tanin, dan flavonoid.

  Jahe memiliki efek antibakteri dan antifungal yaitu gingerol dan shogaol. Menurut penelitian rimpang jahe dapat menghambat pertumbuhan bakteri gram negatif diantaranya Porphyromonas gingivalis, Porphyromonas endodontalis, dan

  

Prevotella intermediate yang dapat menyebabkan penyakit periodontal. Kandungan

  [10]-gingerol dan [12]-gingerol dapat menghambat beberapa bakteri di rongga

  16 mulut.

2.5 Kelinci (Oryctolagus Cuniculus) Sebagai Hewan Coba

  Hewan coba memiliki peran penting dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan biomedis khususnya. Kelinci merupakan salah satu jenis hewan coba. Kelinci telah banyak digunakan pada penelitian biomedis. Penggunaan kelinci diperluas karena

  37 kemudahan dalam menangani dan harganya yang relatif murah.

  Seekor kelinci yang normal mempunyai intuisi, aktif, ingin tahu, memiliki bulu yang lebat dan kondisi tubuh yang baik (Gambar 5). Ketika kelinci dilakukan percobaan yang menyebabkan nyeri, kelinci akan menunjukkan perubahan jalan, penarikan diri dan perlindungan dari cedera, postur yang canggung, menjilat,

  37 menggosok, atau menggaruk areanya, atau bahkan penurunan nafsu makan.

  )

  Gambar 5. Kelinci (Oryctolagus cuniculus

  37 Kelinci memiliki densitas tulang yang mirip dengan manusia. Rumus gigi

  kelinci adalah 2 x (I2/2 C0/0 P3/2 M3/3). Kelinci memiliki 6 gigi insisivus. Terdapat 4 gigi insisivus maksila, 2 pada sisi labial yang memiliki groove vertikal pada garis tengahnya, dan 2 gigi rudimeter pada sisi palatalnya. Terdapat diastema yang besar diantara gigi insisivus dengan gigi premolar. Gigi premolar memiliki bentuk yang

  38 mirip dengan gigi molar, keduanya sering disebut gigi pipi.

2.6 Kerangka Teori

  Injuri pada pulpa mengakibatkan inflamasi pulpa. Inflamasi terbagi menjadi akut dan kronis. Pada fase awal yaitu dalam 24 jam pertama, sel yang paling banyak bereaksi adalah sel neutrofil atau leukosit polimorfonukleus (PMN). Sesudah fase awal yang bisa berlangsung sampai 48 jam, mulailah sel makrofag dan sel yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh seperti limfosit dan sel plasma bereaksi.

  PMN berfungsi menelan dan merusak bakteri, kompleks imun dan debris yang berasal dari jaringan nekrotik. Selain itu PMN juga dapat mengeluarkan enzim dan radikal beracun yang dapat menyebabkan makin luasnya reaksi radang atau makin banyaknya kerusakan jaringan. Urutan kejadian yang dialami oleh leukosit dimulai dari leukosit bergerak ke pembuluh darah (margination), lalu perlekatan, leukosit melekat pada dinding pembuluh darah (sticking), lalu diapedesis, leukosit keluar dari pembuluh darah (emigration), dan fagositosis, leukosit menelan bakteri dan debris jaringan. Inflamasi akut yang berlangsung lama dapat menjadi inflamasi kronis dimana sel-sel yang berperan adalah limfosit, sel-sel plasma, dan makrofag.

  Pereda nyeri yang biasanya digunakan dalam kedokteran gigi dalam permasalahan endodontik adalah eugenol. Eugenol adalah derivat fenol yang bersifat sebagai antibakteria dimana dapat mengurangi pertumbuhan metabolit yang toksin yang mungkin menimbulkan inflamasi. Akan tetapi, eugenol dapat bersifat sitotoksin berupa alergenitas dan dapat menyebabkan iritasi. Sifat ini dapat mengubah jaringan menjadi zat asing yang nantinya membahayakan jaringan pulpa dan periapeks.

  Jahe merah memiliki efek anti radang. Efek ini disebabkan komponen aktif jahe merah yang terdiri dari gingerol dan zingeron yang berfungsi menghambat leukotrien dan prostaglandin yang merupakan mediator radang dengan menekan proses siklooksigenase dan lipoksigenase. Gingerol dan shogaol mempunyai efek dalam menghambat produksi prostaglandin yang diekspresikan oleh sel makrofag dan sel mast, sedangkan leukotrien diekspresikan oleh sel mast, neutrofil, eosinofil, dan basofil sehingga jahe merah mempunyai efek antiinflamasi.

Dokumen yang terkait

Hubungan Status Gizi dan Asupan Energi Dengan Kelelahan kerja pada Pekerja di PT. Perkebunan Nusantara I Pabrik Kelapa Sawit Pulau Tiga Tahun 2015

1 0 17

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Motivasi dan Kompetensi Bidan terhadap Kualitas Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil pada Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Puskesmas di Kabupaten Aceh Barat

0 1 10

BAB 2 TINJAUAN PUSATAKA 2.1 Resin Akrilik Polimerisasi Panas 2.1.1 Komposisi - Pengaruh Perendaman Basis Gigitiruan Resin Akrilik Polimerisasi Panas Dalam Ekstrak Kayu Manis Terhadap Jumlah Candida albicans

0 0 25

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Perendaman Basis Gigitiruan Resin Akrilik Polimerisasi Panas Dalam Ekstrak Kayu Manis Terhadap Jumlah Candida albicans

0 0 8

Pengaruh Perendaman Basis Gigitiruan Resin Akrilik Polimerisasi Panas Dalam Ekstrak Kayu Manis Terhadap Jumlah Candida albicans

0 0 15

Judul Efek Analgesik Ekstrak Jahe Merah (Zingiber officinale roscoe ) Terhadap Inflamasi Pulpa pada Gigi Kelinci (Oryctolagus cniculus) (Penelitian In Vivo)

0 0 23

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nyeri Pulpa - Efek Analgesik Ekstrak Jahe Merah (Zingiber officinalle roscoe) Terhadap Inflamasi Pulpa pada Gigi Kelinci (Oryctolagus cuniculus) (Penelitian in vivo)

0 2 12

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Efek Analgesik Ekstrak Jahe Merah (Zingiber officinalle roscoe) Terhadap Inflamasi Pulpa pada Gigi Kelinci (Oryctolagus cuniculus) (Penelitian in vivo)

0 0 6

Efek Analgesik Ekstrak Jahe Merah (Zingiber officinalle roscoe) Terhadap Inflamasi Pulpa pada Gigi Kelinci (Oryctolagus cuniculus) (Penelitian in vivo)

0 0 15

Efek Antiinflamasi Ekstrak Jahe Merah (Zingiber officinalle roscoe) pada Gigi Kelinci (Oryctolagus cuniculus) (Penelitian In Vivo)

0 0 20