MAKALAH PELAKSANAAN DAN OTONOMI DAERAH

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Republik Indonesia sebagai negara kesatuan menganut asas desentralisasi
dalam penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan kesempatan dan
keleluasaan kepada daerah untuk menyelengarakan otonomi daerah. Otonomi
daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 18 UUD 1945 dan
perubahannya menyatakan pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan
daerah kecil, dengan bentuk dan susunan pemerintahannya ditetapkan dengan
undang-undang.
Secara anatomis, urusan pemerintah dibagi dua yakni absolut yang merupakan
urusan mutlak pemerintah pusat (hankam, moneter, yustisi, politik luar negeri, dan
agama), serta Concurrent (urusan bersama pusat, provinsi dan kabupaten/kota).
Urusan pemerintah yang bersifat concurrent artinya urusan pemerintahan yang
penanganannya dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah. Dengan demikian setiap urusan yang bersifat concurrent
senantiasa ada bagian urusan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat, ada
bagian urusan yang diserahkan kepada provinsi, dan ada bagian urusan yang
diserahkan kepada kabupaten/kota. Pemerintah pusat berwenang membuat normanorma, standar, prosedur, monitoring dan evaluasi, supervisi, fasilitasi dan urusanurusan pemerintahan dengan eksternalitas nasional. Pemerintah provinsi berwenang

mengatur dan mengurus urusan-urusan pemerintahan dengan eksternal regional,
dan kabupaten/kota berwenang mengatur dan mengurus urusan-urusan
pemerintahan dengan eksternalitas lokal. Urusan yang menjadi kewenangan daerah,
meliputi urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan pemerintahan wajib adalah suatu
urusan pemerintahan yang berkaitan dengan pelayanan dasar seperti pendidikan
dasar, kesehatan, pemenuhan kebutuhan hidup minimal, prasarana lingkungan
dasar; sedangkan urusan pemerintahan yang bersifat pilihan terkait erat dengan
potensi unggulan dan kekhasan daerah.
Penyelenggaraan pemerintahan daerah disesuaikan dengan amanat UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu pemerintahan daerah,
yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi
dan tugas pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan
masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta
masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip
demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah
dalam sistem Negara Republik Indonesia.
Namun, ditengah pelaksanaan Otonomi Daerah yang telah dilaksanakan tersebut
terdapat pertanyaan apakah pelaksanaanya akan lancar hingga akan membawa
dampak positif bagi daerah tersebut atau malah pelaksanaan Ontonomi Daerah

tersebut akan berjalan dengan kacau sehingga malah akan membuat daerah

tersebut semakin terpuruk. Oleh karena itu, perlu ditelaah dengan lebih lanjut
bagaimana pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia, karena pelaksanaan
Otonomi Daerah merupakan sesuatu yang vital bagi jalannya roda pemerintahan.
B. Pokok Permasalahan
Adapun ruang lingkup pokok permasalahan yang akan dibahas, terdiri atas:
1. Bagaimana pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia?
2. Apa yang menyebabkan pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia menjadi tidak
optimal?
3. Apa yang harus ditempuh oleh pemerintah untuk mengoptimalkan pelaksanaan
Otonomi Daerah?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia
Sejak diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
banyak aspek positif yang diharapkan dalam pemberlakuan Undang-Undang
tersebut. Otonomi Daerah memang dapat membawa perubahan positif di daerah
dalam hal kewenangan daerah untuk mengatur diri sendiri. Kewenangan ini menjadi
sebuah impian karena sistem pemerintahan yang sentralistik cenderung
menempatkan daerah sebagai pelaku pembangunan yang tidak begitu penting atau

sebagai pelaku pinggiran. Tujuan pemberian otonomi kepada daerah sangat baik,
yaitu untuk memberdayakan daerah, termasuk masyarakatnya, mendorong prakarsa
dan peran serta masyarakat dalam proses pemerintahan dan pembangunan.
Pada masa lalu, pengerukan potensi daerah ke pusat terus dilakukan dengan dalih
pemerataan pembangunan. Alih-alih mendapatkan manfaat dari pembangunan,
daerah justru mengalami proses pemiskinan yang luar biasa. Dengan kewenangan
yang didapat daerah dari pelaksanaan Otonomi Daerah, banyak daerah yang
optimis bakal bisa mengubah keadaan yang tidak menguntungkan tersebut.
Beberapa contoh keberhasilan dari berbagai daerah dalam pelaksanaan otonomi
daerah yaitu:

1. Di Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, masyarakat lokal dan LSM yang
mendukung telah berkerja sama dengan dewan setempat untuk merancang suatu
aturan tentang pengelolaan sumber daya kehutanan yang bersifat kemasyarakatan
(community-based). Aturan itu ditetapkan pada bulan Oktober yang memungkinkan
bupati mengeluarkan izin kepada masyarakat untuk mengelola hutan milik negara
dengan cara yang berkelanjutan.
2. Di Gorontalo, Sulawesi, masyarakat nelayan di sana dengan bantuan LSM-LSM
setempat serta para pejabat yang simpatik di wilayah provinsi baru tersebut berhasil
mendapatkan kembali kontrol mereka terhadap wilayah perikanan tradisional/adat

mereka.
Kedua contoh di atas menggambarkan bahwa pelaksanaan Otonomi Daerah dapat
membawa dampak positif bagi kemajuan suatu daerah. Kedua contoh diatas dapat
terjadi berkat adanya Otonomi Daerah di daerah terebut.
Selain membawa dampak positif bagi suatu daerah otonom, ternyata pelaksanaan
Otonomi Daerah juga dapat membawa dampak negatif. Pada tahap awal
pelaksanaan Otonomi Daerah, telah banyak mengundang suara pro dan kontra.
Suara pro umumnya datang dari daerah yang kaya akan sumber daya, daerahdaerah tersebut tidak sabar ingin agar Otonomi Daerah tersebut segera
diberlakukan. Sebaliknya, bagi daerah-daerah yang tidak kaya akan sumber daya,
mereka pesimis menghadapi era otonomi daerah tersebut. Masalahnya, otonomi
daerah menuntut kesiapan daerah di segala bidang termasuk peraturan perundangundangan dan sumber keuangan daerah. Oleh karena itu, bagi daerah-daerah yang
tidak kaya akan sumber daya pada umumnya belum siap ketika Otonomi Daerah
pertama kali diberlakukan.
Selain karena kurangnya kesiapan daerah-daerah yang tidak kaya akan sumber
daya dengan berlakunya otonomi daerah, dampak negatif dari otonomi daerah juga
dapat timbul karena adanya berbagai penyelewengan dalam pelaksanaan Otonomi
Daerah tersebut.
Berbagai penyelewengan dalam pelaksanan otonomi daerah:
1. Adanya kecenderungan pemerintah daerah untuk mengeksploitasi rakyat melalui
pengumpulan pendapatan daerah.

Keterbatasan sumberdaya dihadapkan dengan tuntutan kebutuhan dana
(pembangunan dan rutin operasional pemerintahan) yang besar. Hal tersebut
memaksa Pemerintah Daerah menempuh pilihan yang membebani rakyat, misalnya
memperluas dan atau meningkatkan objek pajak dan retribusi. Padahal banyaknya
pungutan hanya akan menambah biaya ekonomi yang akan merugikan
perkembangan ekonomi daerah. Pemerintah daerah yang terlalu intensif memungut
pajak dan retribusi dari rakyatnya hanya akam menambah beratnya beban yang
harus ditanggung warga masyarakat.
2. Penggunaan dana anggaran yang tidak terkontrol
Hal ini dapat dilihat dari pemberian fasilitas yang berlebihan kepada pejabat daerah.
Pemberian fasilitas yang berlebihan ini merupakan bukti ketidakarifan pemerintah
daerah dalam mengelola keuangan daerah.

3. Rusaknya Sumber Daya Alam
Rusaknya sumber daya alam ini disebabkan karena adanya keinginan dari
Pemerintah Daerah untuk menghimpun pendapatan asli daerah (PAD), di mana
Pemerintah Daerah menguras sumber daya alam potensial yang ada, tanpa
mempertimbangkan dampak negatif/kerusakan lingkungan dan prinsip
pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Selain itu, adanya kegiatan
dari beberapa orang Bupati yang menetapkan peningkatan ekstraksi besar-besaran

sumber daya alam di daerah mereka, di mana ekstraksi ini merupakan suatu proses
yang semakin mempercepat perusakan dan punahnya hutan serta sengketa
terhadap tanah. Akibatnya terjadi percepatan kerusakan hutan dan lingkungan yang
berdampak pada percepatan sumber daya air hampir di seluruh wilayah tanah air.
Eksploitasi hutan dan lahan yang tak terkendali juga telah menyebabkan hancurnya
habitat dan ekosistem satwa liar yang berdampak terhadap punahnya sebagian
varietas vegetasi dan satwa langka serta mikro organisme yang sangat bermanfaat
untuk menjaga kelestarian alam.
4. Bergesernya praktik korupsi dari pusat ke daerah
Praktik korupsi di daerah tersebut terjadi pada proses pengadaan barang-barang
dan jasa daerah (procurement). Seringkali terjadi harga sebuah barang dianggarkan
jauh lebih besar dari harga barang tersebut sebenarnya di pasar.
5. Pemerintahan kabupaten juga tergoda untuk menjadikan sumbangan yang
diperoleh dari hutan milik negara dan perusahaan perkebunaan bagi budget mereka.
B. Hal-Hal Yang Menyebabkan Pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia Menjadi
Tidak Optimal
Penyebab tidak optimalnya pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia:
1. Lemahnya pengawasan maupun check and balances.
Kondisi inilah kemudian menimbulkan penyimpangan-penyimpangan dan
ketidakseimbangan kekuasaan dalam pelaksanaan otonomi Daerah

2. Pemahaman terhadap Otonomi Daerah yang keliru, baik oleh aparat maupun oleh
warga masyarakat menyebabkan pelaksanaan Otonomi Daerah menyimpang dari
tujuan mewujudkan masyarakat yang aman, damai dan sejahtera.
3. Keterbatasan sumberdaya dihadapkan dengan tuntutan kebutuhan dana
(pembangunan dan rutin operasional pemerintahan) yang besar, memaksa Pemda
menempuh pilihan yang membebani rakyat, misalnya memperluas dan atau
meningkatkan objek pajak dan retribusi, dan juga menguras sumberdaya alam yang
tersedia.
4. Kesempatan seluas-luasnya yang diberikan kepada masyarakat untuk
berpartisipasi dan mengambil peran, juga sering disalah artikan, seolah-olah merasa
diberi kesempatan untuk mengekspolitasi sumber daya alam dengan cara masingmasing semaunya sendiri.
5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), yang seharusnya berperan
mengontrol dan meluruskan segala kekeliruan implementasi Otonomi Daerah tidak
menggunakan peran dan fungsi yang semestinya, bahkan seringkali mereka ikut

terhanyut dan berlomba mengambil untung dari perilaku aparat dan masyarakat
yang salah . Semua itu terjadi karena Otonomi Daerah lebih banyak menampilkan
nuansa kepentingan pembangunan fisik dan ekonomi.
6. Kurangnya pembangunan sumber daya manusia / Sumber Daya Manusia (moral,
spiritual intelektual dan keterampilan) yang seharusnya diprioritaskan. Sumber Daya

Manusia berkualitas ini merupakan kunci penentu dalam keberhasilan pelaksanaan
Otonomi Daerah. Sumber Daya Manusia yang tidak/belum berkualitas inilah yang
menyebabkan penyelenggaraan Otonomi Daerah tidak berjalan sebagaimana
mestinya, penuh dengan intrik, konflik dan penyelewengan serta diwarnai oleh
menonjolnya kepentingan pribadi dan kelompok.
C. Cara Mengoptimalkan Pelaksanaan Otonomi Daerah
Pelaksanaan Otonomi Daerah yang seharusnya membawa perubahan positif bagi
daerah otonom ternyata juga dapat membuat daerah otonom tersebut menjadi lebih
terpuruk akibat adanya berbagai penyelewengan yang dilakukan oleh aparat
pelaksana Otonomi Daerah tersebut.
Penerapan Otonomi Daerah yang efektif memiliki beberapa syarat yang sekaligus
merupakan faktor yang sangat berpengaruh bagi keberhasilan Otonomi Daerah,
yaitu:
1. Manusia selaku pelaksana dari Otonomi Daerah harus merupakan manusia yang
berkualitas.
2. Keuangan sebagai sumber biaya dalam pelaksanaan Otonomi Daerah harus
tersedia dengan cukup.
3. Prasarana, sarana dan peralatan harus tersedia dengan cukup dan memadai.
4. Organisasi dan manajemen harus baik.
Dari semua faktor tersebut di atas, “faktor manusia yang baik” adalah faktor yang

paling penting karena berfungsi sebagai subjek dimana faktor yang lain bergantung
pada faktor manusia ini. Oleh karena itu, sangat penting sekali untuk meningkatkan
kualitas Sumber Daya Manusia karena inilah kunci penentu dari berhasil tidaknya
pelaksanaan Otonomi Daerah.
Selain itu, untuk mengoptimalkan pelaksanaan Otonomi Daerah harus ditempuh
berbagai cara, seperti:
1. Memperketat mekanisme pengawasan kepada Kepala Daerah.
Hal ini dilakukan agar Kepala Daerah yang mengepalai suatu daerah otonom akan
terkontrol tindakannya sehingga Kepala Daerah tersebut tidak akan bertindak
sewenang-wenang dalam melaksanakan tugasnya tersebut. Berbagai
penyelewengan yang dapat dilakukan oleh Kepala Daerah tersebut juga dapat
dihindari dengan diperketatnya mekanisme pengawasan ini.
2. Memperketat pengawasan terhadap Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Pengawasan terhadap Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dapat dilakukan oleh
Badan Kehormatan yang siap mengamati dan mengevaluasi sepak terjang anggota
Dewan.
3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah wajib menyusun kode etik untuk menjaga

martabat dan kehormatan dalam menjalankan tugasnya
Dengan berbekal ketentuan yang baru tersebut, anggota Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah yang telah jelas-jelas terbukti melanggar larangan atau kode etik dapat
diganti.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas, dapat kita ambil kesimpulan bahwa pelaksanaan
Otonomi Daerah di Indonesia masih belum optimal. Walaupun di daerah Wonosobo
dan Gorontalo terdapat contoh nyata keberhasilan pelaksanaan Otonomi Daerah,
tetapi kedua daerah tersebut hanya merupakan contoh keberhasilan kecil dari
pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia. Secara keseluruhan, pelaksanaan
Otonomi Daerah di tempat-tempat lain di seluruh pelosok Indonesia masih belum
dapat berjalan dengan optimal.
Belum optimalnya pelaksanaan Otonomi Daerah antara lain disebabkan karena
adanya berbagai macam penyelewengan yang dilakukan oleh berbagai pihak yang
terlibat dalam pelaksanaan Otonomi Daerah di daera-daerah otonom.
Banyak hal yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan pelaksanaan Otonomi
Daerah, tetapi hal yang paling penting yang harus dilakukan untuk meningkatkan
pelaksanaan Otonomi Daerah itu adalah dengan meningkatkan kualitas Sumber
Daya Manusia sebagai pelaksana dari Otonomi Daerah tersebut. Sumber Daya

Manusia yang berkualitas merupakan subjek dimana faktor-faktor lain yang ikut
menentukan keberhasilan dalam pelaksanaan Otonomi Daerah ini bergantung. Oleh
karena itu, sangat penting sekali untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya
Manusia karena inilah kunci penentu dari berhasil tidaknya pelaksanaan Otonomi
Daerah di Indonesia.

B. Saran
Dari kesimpulan yang dijabarkan diatas, maka dapat diberikan saran antara lain:
1. Pemerintahan daerah dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas
penyelenggaraan otonomi daerah, perlu memperhatikan hubungan antarsusunan
pemerintahan dan antarpemerintah daerah, potensi dan keanekaragaman daerah.
2. Konsep otonomi luas, nyata, dan bertanggungjawab tetap dijadikan acuan dengan
meletakkan pelaksanaan otonomi pada tingkat daerah yang paling dekat dengan
masyarakat.
3. Keterlibatan masyarakat dalam pengawasan terhadap pemerintah daerah juga
perlu diupayakan. Kesempatan yang seluas-luasnya perlu diberikan kepada
masyarakat untuk berpartisipasi dan mengambil peran. Masyarakat dapat
memberikan kritik dan koreksi membangun atas kebijakan dan tindakan aparat
pemerintah yang merugikan masyarakat dalam pelaksanaan Otonomi Daerah.
Karena pada dasarnya Otonomi Daerah ditujukan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat juga perlu bertindak aktif
dan berperan serta dalam rangka menyukseskan pelaksanaan Otonomi Daerah.
4. Pihak-pihak yang berkepentingan dalam pelaksanaan Otonomi Daerah sebaiknya
membuang jauh-jauh egonya untuk kepentingan pribadi ataupun kepentingan
kelompoknya dan lebih mengedepankan kepentingan masyarakat. Pihak-pihak
tersebut seharusnya tidak bertindak egois dan melaksanakan fungsi serta
kewajibannya dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA
A. Perundang-undangan
Indonesia. Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah. UU No. 32 tahun 2004.
Pasal 1 butir 5.