PENDEKATAN SOSIOLOGI SASTRA DALAM ANALIS
PENDEKATAN SOSIOLOGI SASTRA
DALAM ANALISIS CERPEN WARUNG ‘PENAJEM’ DAN KANG SAPRIN
MINTA DIKEBIRI KARYA AHMAD TOHARI
Wiradita Sawijiningrum
[email protected]
Abstrak
Kata kunci : Sosiologi Sastra, Warung ‘Penajem’, Kang Saprin Minta Dikebiri, cerpen
Cerpen karya Ahmad Tohari banyak dibicarakan akhir-akhir ini, sebab tiap karyanya tidak
lepas dari peran masyarakat aktif di dalamnya. Ahmad Tohari mengenal dengan baik objek
tulisannya. Tidak heran bila mereka serasa jadi bagian nyata dalam realitas sehari-hari. Ahmad
Tohari masih memegang pakem cerita yang berkisar seputar masalah orang-orang kecil,
kalangan bawah, dan kaum marjinal dengan segala problematika dan dialektikanya masingmasing. Ahmad Tohari pun seperti sengaja memadukan unsur simpati dan empati dalam cerpen
yang ditulisnya. Alhasil, kisah-kisah tersebut mampu memperkaya batin, mengasah nurani, dan
menguji kepedulian pembaca.
Sosiologi sastra dipilih sebagai pendekatan dalam analisis cerpen karya Ahmad Tohari
yang berjudul Warung ‘Penajem’ dan Kang Saprin Minta Dikebiri dalam kumpulan cerpen “Mata
yang Enak Dipandang”. Cerpen karya Ahmad Tohari ini mampu mengusik pembaca atas citraan
yang diusung dalam cerpen tersebut. Dalam cerpen yang berjudul Warung ‘Panajem’ dan Kang
Saprin Minta Dikebiri terlihat sekali bahwa latar belakang cerpen ini adalah daerah pedesaan dan
tokoh-tokoh dalam cerpen ini adalah ‘wong cilik’ atau orang-orang kecil atau miskin. Pada cerpen
ini kehidupan pedesaan sangat ditonjolkan oleh pengarang. Banyak deskripsi-deskripsi yang
menunjukan keadaan latar pedesaan.
A. Pendahuluan
Ahmad Tohari merupakan salah satu sastrawan yang terkenal. Ahmad Tohari
banyak membuat karya yang mengangkat tentang kehidupan orang kecil atau orang
miskin. Salah satunya adalah cerpen Warung ‘Penajem’ dan Kang Saprin Minta
Dikebiri. Dalam cerpen yang termasuk dalam kumpulan cerpen “Mata yang Enak
Dipanang” akan dianalis menggunakan pendekatan sosiologi. Dengan menganailis
karya Ahmad Tohari menggunakan pendekatan sosiologi sastra maka akan terlihat
bagaimana karya sastra tersebut barkaitan dengan kehidupan sosial masyarakat. Selain
itu dapat melihat sosok Ahmad Tohari dalam kehidupannya.
Sosiologi sastra Indonesia dengan sendirinya mempelajari hubungan yang terjadi
antara masyarakat Indonesia dengan sastra di Indonesia, gejala-gejala baru yang
timbul sebagai akibat antar hubungan tersebut. Oleh karena itu, pendekatan sosiologi
ini sangat cocok digunakan dalam analisis cerpen karya Ahmad Tohari. Dengan
pendekatan sosiologi ini dapat juga diketahui di balik penciptaan sebuah karya sastra.
Dalam hal ini cerpen karya Ahmad Tohari yang banyak menceritakan tentang
kehidupan rakyat kecil yang menjadi sentral ceritanya dan tokoh-tokohnya yang
merupakan rakyak kecil yang mengalami permasalahan dengan kemiskinan tersebut.
Menurut A. Teeuw (dalam Nyoman, 2013) penelitian terhadap aspek-aspek
kemasyatrakatan dipicu oleh stagnasi analisis strukturalisme, analisis yang sematamata didasarkan atas hakikat otonomi karya. Sebaliknya, karya sastra dapat dipahami
secara lengkap hanya dengan mengembalikannya pada latar belakang sosial yang
menghasilkannya, melalui analisis dalam kerangka penulis, pembaca, dan kenyataan.
Maka sosiologi sastra ini tepat untuk menganalisis dua cerpen karya Ahmad Tohari ini.
B. Kajian Teoritis
Menurut Edgar Allan Poe mengatakan bahwa cerpen adalah sebuah cerita yang
selesai dibaca dalam sekali duduk, kira-kira berkisar antara setengah sampai dua jam.
Cerpen memiliki kelebihan yang khas yaitu kemampuannya mengemukakan secara
lebih banyak secara implisit dari sskedar apa yang diceritakan (Nurgiyantoro, 2010:
11)
Pendekatan sosiologi sastra merupakan perkembangan dari pendekatan
memetik yang memahami karya sastra dalam hubungannya dengan realitas dan aspek
sosial kemasyarakatan. (Wiyatmi, 2008: 97) munculnya pendekatan sosiologi sastra
dilatarbelakangi oleh keberadaan karya sastra yang tidak dapat terlepas dari realitas
social yang berada pada masyarakat. Sosiologi sastra dapat mengacu pada cara
memahami dan menilai sastra yang mempertimbangkan segi kemasyarakatan.
Sosiologi sastra menurut Wellek dan Warrren (1990) menklasifikasikan
menjadi tiga tipe, yaitu sosiologi pengarang, sosiologi karya, dan sosiologi pembaca.
Dalam sosiologi pengarang ditelaah latar belakang sosial, status sosial pengarang dan
ideologi pengarang yang terlihat dari berbagai kegiatan pengarang di luar karya sastra.
Dalam sosiologi karya ditelaah isi karya sastra, tujuan, serta hal-hal yang tersirat
dalam karya sastra itu sendiri dan yang berkaitan dengan masalah sosial. Dalam
sosiologi pembaca karya sastra ditelaah sejauhmana sastra ditentukan atau tergantung
dari latar sosial, perubahan dan perkembangan sosial.
Dalam perkembangan selanjutnya pendekatan sosiologi sastra memiliki
berbagai varian yang masing-masing memiliki kerangka teori dan metode sendiri.
Dalam hal ini Junus (1986) dalam Wiyatmi membedakan sejumlah pendekatan
sosiologi sastra ke dalam beberapa macam, yaitu:
1) sosiologi sastra yang mengkaji karya sastra sebagai dokumen sosial budaya,
2) sosiologi sastra yang mengkaji penghasilan dan pemasaran karya sastra,
3) sosiologi sastra yang mengkaji penerimaan masyarakat terhadap karya sastra
seorang penulis tertentu dan apa sebabnya,
4) sosiologi sastra yang mengkaji pengaruh sosial budaya terhadap penciptaan karya
sastra,
5) sosiologi sastra yang mengkaji mekanisme universal seni, termasuk karya sastra,
dan
6) Struktualisme genetic yang dikembangkan oleh Lucien Goldman dari Perancis.
Sastra menyajikan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri sebagian
besar terdiri dari kenyataan sosial. Dalam pengertian ini, kehidupan mencakup
hubungan antarmasyarakat dengan orang-orang, antarmanusia, antarperistiwa yang
terjadi dalam batin seseorang. Keseluruhan itu saling berkaitan.
C. Metode
Dalam penelitian ini, menggunakan metode deskriptif kualitatif. Metode
deskriptif kualitatif dalam penelitian ini digunakan untuk mendeskripsikan
problematika-problematika yang berkenaan dengan sosiologi sastra, baik sosiologi
karya, pembaca maupun pengarang. Metode kualitatif ini yaitu metode yang pada
dasarnya untuk menemukan pengetahuan baru, serta merumuskan teori berdasarkan
data yang dikumpulkan serta mnjelaskan suatu masalah yang diteliti. Adapun metode
pengumpulan data yang digunakan :
a. Observasi
Observasi merupakan kegiatan pengamatan secara cermat dalam situasi yang
sebenarnya yang berada didalam konteks yang lengkap.
b. Studi Kepustakaan
Mencari informasi dari buku, jurnal, artikel, dan internet yang berkaitan
dengan analisis yang dilaksanakan, sehingga dapat dijadikan acuhan pembanding
dari hasil analisis.
Teknik menganalisis berpusat pada satu karya sastra berupa cerpen Warung ‘Panajem’.
Dengan maksud mempermudah mencari nilai-nilai yang terkandung yang dapat
diangkat sebagai masalah.
D. Pembahasan
Analisis Warung ‘Penajem’ dan Kang Saprin Minta Dikbiri menggunakan Pendekatan
Sosiologi Sastra
1.
Sosiologi Karya
Dalam cerpen yang berjudul Warung ‘Panajem’ terlihat sekali bahwa latar
belakang cerpen ini adalah daerah pedesaan dan tokoh-tokoh dalam cerpen ini adalah
‘wong cilik’ atau orang-orang kecil atau miskin. Pada cerpen ini kehidupan pedesaan
sangat ditonjolkan oleh pengarang. Banyak deskripsi-deskripsi yang menunjukan
keadaan latar pedesaan. Dalam cerpen Warung ‘Panajem’ terdapat kutipan yang
menunjukkan latar pedesaan dan para tokoh dalam cerpen ini adalah orang-orang yang
mengalami kemiskinan, seperti dalam kutipan-kutipan berikut:
“Bunyi yang kering dan tajam selalu terdengar setiap kali mata cangkul
Kartawi menhunjam tanah tegalan yang sudah lama kerontang. Debu tanah
kapur memercik. Pada setiap detik yang sama, Kartawi merasa ada sentakan
keras terhadap otot-otot tangan sampai ke punggungnya. Dan petani muda itu
terus mengayun cangkul. Atau segaka macam kebutuhan dapur para petani
tetangga. Jum yang punya hasrat besar punya rumah tembok, televise, dan
sepeda motor bebek.”(W‘P’)
Sama halnya dengan cerpen Warung ‘Panajem’ dalam cerpen Kang Saprin Minta
Dikebiri juga berlatar kehidupan pedesaan atau kehidupan ‘wong cilik’ seperti dalam
kutipan berikut:
“Ia dalam perjalanan ke pasar naik sepeda dengan beban skuintal beras melintang
pada bagasi” (KSMD)
“Tetapi mereka tidak jera.setiap hari mereka membeli padi dari petani, kemudian
mengolahnya di kilang lalu menjual berasnya ke pasar. Mereka tak peduli sekian
teman telah meninggal menjadi bea jalan raya yang kian sibuk dan kian sering
minta tumbal nyawa.” (KSMD)
Karena latar tempatnya di pedesaan dan dengan kehidupan pedesaan maka
bahasa daerah digunakan dalam percakapan mereka. Seperti tempat kelahiran sang
pengarang yaitu di Jawa Tengah maka banyak kata yang digunakan dalam cerpen ini
menggunakan kata dari bahasa Jawa.
“Kata Jum yang mengaku telah tahu ngelmu perwarungan, harus ada kayu dari
pohon buah-buahan dalam bangunan warung.” (W‘P’)
“Soalnya sederhana punya istri yang pergi kulak dagangan naik sepeda motor
sendiri adalah prestasi yang sulit disamai oleh sesame petani di kampungnya.”
(W‘P’)
“Kang, jika warung kita bertambah laris kita juga bakal enak-kepenak,
bukan?”
“Dengan warung itu ekonomi rumah tanggaku bisa sangat meningkat, “pikir
Kartawi. “ Keluargaku bisa hidup wareg, anget, rapet.” (W‘P’)
Pada cerpen yang berjudul Kang Saprin Minta Dikebiri juga banyak
menggunakan kata-kata bahasa Jawa. Hal tersebut sperti dalam kutipan berikut:
“Wajahnya tetap jernih. Kata-katanya tetap ringan. Mulutnya malah cengarcengir. Entahlah, kematian Kang Saprin tampaknya tidak menjadi kabar duka”.
(KSMD)
Ya orang-orang hanya nyengir dan mengaku kalah. Malu dan sebal. Sialnya
mereka harus mengumulkan uang lima ribu. Tetapi Yu Cablek, penjual pecel di
kilang padi yang melihat kegilaan Saprin berlari sambil berteriak, “Saprin
gemblung, dasar wong gemblung!” (KSMD)
“Kini suasana hening. Dalban yang sejak tadi ngoceh, juga diam.” (KSMD)
Tradisi khas orang-orang kampung atau pedesaan juga tak lupa dicantumkan
dalam cerpen ini. Salah satunya adalah dalam cerpen yang berjudul Warung ‘Penajem’
yang masih percaya dengan hal-hal yang bersifat tahayul dan masih percaya dengan
adanya ‘dukun’ atau orang pintar. Hal tersebut tergambar dalam kutipan berikut:
“Kang kata orang tua, kayu dari pohon buah-buahan bisa memancing para
pembeli.”kata Jum dulu pada suaminya. (W‘P’)
“Ya Kang, pecan lalu saya memang pergi ke Pak Koyor ,” kata Jum dalam gaya
tanpa beban.”Setiyar Kang, supaya warung kita tetap laris. Kamu tahu Kang,
sekarang sudah banyak saingan.” (W‘P’)
“Tujuan saya hanya untuk membayar penajem agar warung kita laris, tidak
lebih. Jadi, kamu tidak kehilangan apa-apa, Kang. Semuanya utuh. Kang, jika
earung kita bertambah laris, kita juga bakal enak-kepenak bukan?” (W‘P’)
2. Sosiologi Pembaca
Dalam sosiologi pembaca dalam cerpen karya Ahmad Tohari ini dapat menarik
para pembaca untuk membacanya. Hal itu disebabkan oleh judul cerpen yang menarik
yaitu Warung ‘Penajem’ dan Kang Saprin Minta Dikebiri. Membaca judul tersebut
maka para pembaca langsung berbikir apa sebenarnya makna dari kedua judul
tersebut. Jika para pembaca telah membaca cerpen tersebut maka para membaca dapat
menikmati isi dari cerpen tersebut. Dalam kedua cerpen tersebut cerita yang diusung
adalah cerita-cerita yang masih berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Sehingga para
pembaca dapat mencerna bacaan dengan mudah. Walaupun di dalam cerpen tersebut
diselipkan kata-kata menggunakan bahasa Jawa. Dalam cerpen Warung ‘Penajem’
pembaca akan disuguhkan tentang kehidupan di kampung yang masih percaya dengan
hal-hal tahayul yang pada zaman sekarangpun masih banyak juga yang percaya
dengan hal-hal tahayul. Dengan begitu para pembaca dapat menghubungkan cerita
dalam cerpen ke dalam kehidupan sekarang.
Begitu juga dengan cerpen Kang Saprin Minta Dikebiri pembaca tertarik dengan
ceritanya yang masih berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Suasana pemakaman
yang ramai karena prbincangan para pelayat terhadap sosok Kang Saprin dan gosipgosip yang menyertainya. Hal ini menjadi salah satu ketertarikan pembaca. Dimana
gosip masih menjadi satu hal yang menjadi ciri khas warga saat berkumpul hingga
zaman sekarang. Walaupun hal itu terjadi dalam acara pemakaman.
3. Sosiologi Pengarang
Berdasarkan beberapa karyanya juga hasil pengamatan dari beberapa blog yang
menuliskan biografi serta proses kreatif beliau, tersampaikan dengan jelas bagaimana
sosok Ahmad Tohari tanpa bertemu langsung. Ahmad Tohari adalah salah
satu
sastrawan yang banyak menggarang karya sastra khususnya novel dan cerpen dengan
latar belakang kehidupan orang kecil atau pedesaan. Sastrawan ini memang sangat
tertarik dengan kehidupan ‘wong cilik’. Banyak yang mengatakan bahwa ia dikenal
sangat alergi terhadap simbol-simbol kapitalisme yang konon sudah demikian kuat
membelit sendi-sendi kehidupan bangsa. Hal ini berkaitan dengan cerpen yang
berjudul Warung ‘Penajem’ dan Kang Saprin Minta Dikebiri yang berlatar belakang
kehidupan ‘wong cilik’ dan berlatar tempat di daerah Jawa. Ahmad Tohari seperti
ingin membangkitkan kembali budaya-budaya yang sekarang kurang diminati dengan
adanya era globalisasi. Selain menceritakan tentang kehidupan rakyat kecil dalam
karyanya, Ahmad Tohari juga member sentuhan budaya pada karyanya. Namun bukan
hanya pada karyanya saja namun juga pada kehidupannya yang sebenarnya.
E. Simpulan
Ahmad Tohari merupakan salah satu sastrawan yang terkenal. Ahmad Tohari
banyak membuat karya yang mengangkat tentang kehidupan orang kecil atau orang
miskin. Salah satunya adalah cerpen Warung ‘Penajem’ dan Kang Sarpin Minta
Dikebiri dalam kumpulan cerpen Mata yang Enak Dipandang.
Pendekatan sosiologi sastra merupakan perkembangan dari pendekatan memetik
yang memahami karya sastra dalam hubungannya dengan realitas dan aspek sosial
kemasyarakatan. Munculnya pendekatan sosiologi sastra dilatarbelakangi oleh
keberadaan karya sastra yang tidak dapat terlepas dari realitas social yang berada pada
masyarakat. Sosiologi sastra dapat mengacu pada cara memahami dan menilai sastra
yang mempertimbangkan segi kemasyarakatan. Dalam cerpen yang berjudul Warung
‘Panajem’ dan Kang Saprin Minta Dikebiri terlihat sekali bahwa latar belakang cerpen
ini adalah daerah pedesaan dan tokoh-tokoh dalam cerpen ini adalah ‘wong cilik’ atau
orang-orang kecil atau miskin. Pada cerpen ini kehidupan pedesaan sangat ditonjolkan
oleh pengarang. Banyak deskripsi-deskripsi yang menunjukan keadaan latar pedesaan.
Tradisi khas orang-orang kampung atau pedesaan juga tak lupa dicantumkan
dalam kedua cerpen ini. Hal ini juga dapat mencerminkan kehidupan sastrawan Ahmad
Tohari yang dalam kesehariaanya tetap peduli terhadap rakyat kecil dan budaya Jawa.
Ahmad Tohari seperti ingin membangkitkan kembali budaya-budaya yang sekarang
kurang diminati dengan adanya era globalisasi.
F. Daftar Pustaka
Faruk. 2013. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pengantar Pelajar.
Hakam, Anggi Hafiz Al. 2014. Selendang Warna-Mata yang Enak Dipandang online
http://selendangwarna.blogspot.co.id/2014/03/mata-yang-enak-dipandang.html
diakses pada tanggal 22 Oktober 2016 pukul 19.38 WIB.
Nurgiantro, Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press.
Oktiviyari, Ade. 2014. Mata yang Enak Dipandang: Menajamkan Kepedulian Sosial
Kita online http://Kumpulan Cerpen _ Jendela Pelangi.html diakses pada tanggal 22
Oktober 2016 pukul 19.38 WIB.
Ratna, Nyoman Kutha. 2013. Paradigma Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pengantar
Pelajar.
Yola. 2012. Kumpulan Cerpen online http://yolasastra.blogspot.co.id/2012/04/warungpenajem.html diakses pada tanggal 22 Oktober 2016 pukul 19.38 WIB.
DALAM ANALISIS CERPEN WARUNG ‘PENAJEM’ DAN KANG SAPRIN
MINTA DIKEBIRI KARYA AHMAD TOHARI
Wiradita Sawijiningrum
[email protected]
Abstrak
Kata kunci : Sosiologi Sastra, Warung ‘Penajem’, Kang Saprin Minta Dikebiri, cerpen
Cerpen karya Ahmad Tohari banyak dibicarakan akhir-akhir ini, sebab tiap karyanya tidak
lepas dari peran masyarakat aktif di dalamnya. Ahmad Tohari mengenal dengan baik objek
tulisannya. Tidak heran bila mereka serasa jadi bagian nyata dalam realitas sehari-hari. Ahmad
Tohari masih memegang pakem cerita yang berkisar seputar masalah orang-orang kecil,
kalangan bawah, dan kaum marjinal dengan segala problematika dan dialektikanya masingmasing. Ahmad Tohari pun seperti sengaja memadukan unsur simpati dan empati dalam cerpen
yang ditulisnya. Alhasil, kisah-kisah tersebut mampu memperkaya batin, mengasah nurani, dan
menguji kepedulian pembaca.
Sosiologi sastra dipilih sebagai pendekatan dalam analisis cerpen karya Ahmad Tohari
yang berjudul Warung ‘Penajem’ dan Kang Saprin Minta Dikebiri dalam kumpulan cerpen “Mata
yang Enak Dipandang”. Cerpen karya Ahmad Tohari ini mampu mengusik pembaca atas citraan
yang diusung dalam cerpen tersebut. Dalam cerpen yang berjudul Warung ‘Panajem’ dan Kang
Saprin Minta Dikebiri terlihat sekali bahwa latar belakang cerpen ini adalah daerah pedesaan dan
tokoh-tokoh dalam cerpen ini adalah ‘wong cilik’ atau orang-orang kecil atau miskin. Pada cerpen
ini kehidupan pedesaan sangat ditonjolkan oleh pengarang. Banyak deskripsi-deskripsi yang
menunjukan keadaan latar pedesaan.
A. Pendahuluan
Ahmad Tohari merupakan salah satu sastrawan yang terkenal. Ahmad Tohari
banyak membuat karya yang mengangkat tentang kehidupan orang kecil atau orang
miskin. Salah satunya adalah cerpen Warung ‘Penajem’ dan Kang Saprin Minta
Dikebiri. Dalam cerpen yang termasuk dalam kumpulan cerpen “Mata yang Enak
Dipanang” akan dianalis menggunakan pendekatan sosiologi. Dengan menganailis
karya Ahmad Tohari menggunakan pendekatan sosiologi sastra maka akan terlihat
bagaimana karya sastra tersebut barkaitan dengan kehidupan sosial masyarakat. Selain
itu dapat melihat sosok Ahmad Tohari dalam kehidupannya.
Sosiologi sastra Indonesia dengan sendirinya mempelajari hubungan yang terjadi
antara masyarakat Indonesia dengan sastra di Indonesia, gejala-gejala baru yang
timbul sebagai akibat antar hubungan tersebut. Oleh karena itu, pendekatan sosiologi
ini sangat cocok digunakan dalam analisis cerpen karya Ahmad Tohari. Dengan
pendekatan sosiologi ini dapat juga diketahui di balik penciptaan sebuah karya sastra.
Dalam hal ini cerpen karya Ahmad Tohari yang banyak menceritakan tentang
kehidupan rakyat kecil yang menjadi sentral ceritanya dan tokoh-tokohnya yang
merupakan rakyak kecil yang mengalami permasalahan dengan kemiskinan tersebut.
Menurut A. Teeuw (dalam Nyoman, 2013) penelitian terhadap aspek-aspek
kemasyatrakatan dipicu oleh stagnasi analisis strukturalisme, analisis yang sematamata didasarkan atas hakikat otonomi karya. Sebaliknya, karya sastra dapat dipahami
secara lengkap hanya dengan mengembalikannya pada latar belakang sosial yang
menghasilkannya, melalui analisis dalam kerangka penulis, pembaca, dan kenyataan.
Maka sosiologi sastra ini tepat untuk menganalisis dua cerpen karya Ahmad Tohari ini.
B. Kajian Teoritis
Menurut Edgar Allan Poe mengatakan bahwa cerpen adalah sebuah cerita yang
selesai dibaca dalam sekali duduk, kira-kira berkisar antara setengah sampai dua jam.
Cerpen memiliki kelebihan yang khas yaitu kemampuannya mengemukakan secara
lebih banyak secara implisit dari sskedar apa yang diceritakan (Nurgiyantoro, 2010:
11)
Pendekatan sosiologi sastra merupakan perkembangan dari pendekatan
memetik yang memahami karya sastra dalam hubungannya dengan realitas dan aspek
sosial kemasyarakatan. (Wiyatmi, 2008: 97) munculnya pendekatan sosiologi sastra
dilatarbelakangi oleh keberadaan karya sastra yang tidak dapat terlepas dari realitas
social yang berada pada masyarakat. Sosiologi sastra dapat mengacu pada cara
memahami dan menilai sastra yang mempertimbangkan segi kemasyarakatan.
Sosiologi sastra menurut Wellek dan Warrren (1990) menklasifikasikan
menjadi tiga tipe, yaitu sosiologi pengarang, sosiologi karya, dan sosiologi pembaca.
Dalam sosiologi pengarang ditelaah latar belakang sosial, status sosial pengarang dan
ideologi pengarang yang terlihat dari berbagai kegiatan pengarang di luar karya sastra.
Dalam sosiologi karya ditelaah isi karya sastra, tujuan, serta hal-hal yang tersirat
dalam karya sastra itu sendiri dan yang berkaitan dengan masalah sosial. Dalam
sosiologi pembaca karya sastra ditelaah sejauhmana sastra ditentukan atau tergantung
dari latar sosial, perubahan dan perkembangan sosial.
Dalam perkembangan selanjutnya pendekatan sosiologi sastra memiliki
berbagai varian yang masing-masing memiliki kerangka teori dan metode sendiri.
Dalam hal ini Junus (1986) dalam Wiyatmi membedakan sejumlah pendekatan
sosiologi sastra ke dalam beberapa macam, yaitu:
1) sosiologi sastra yang mengkaji karya sastra sebagai dokumen sosial budaya,
2) sosiologi sastra yang mengkaji penghasilan dan pemasaran karya sastra,
3) sosiologi sastra yang mengkaji penerimaan masyarakat terhadap karya sastra
seorang penulis tertentu dan apa sebabnya,
4) sosiologi sastra yang mengkaji pengaruh sosial budaya terhadap penciptaan karya
sastra,
5) sosiologi sastra yang mengkaji mekanisme universal seni, termasuk karya sastra,
dan
6) Struktualisme genetic yang dikembangkan oleh Lucien Goldman dari Perancis.
Sastra menyajikan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri sebagian
besar terdiri dari kenyataan sosial. Dalam pengertian ini, kehidupan mencakup
hubungan antarmasyarakat dengan orang-orang, antarmanusia, antarperistiwa yang
terjadi dalam batin seseorang. Keseluruhan itu saling berkaitan.
C. Metode
Dalam penelitian ini, menggunakan metode deskriptif kualitatif. Metode
deskriptif kualitatif dalam penelitian ini digunakan untuk mendeskripsikan
problematika-problematika yang berkenaan dengan sosiologi sastra, baik sosiologi
karya, pembaca maupun pengarang. Metode kualitatif ini yaitu metode yang pada
dasarnya untuk menemukan pengetahuan baru, serta merumuskan teori berdasarkan
data yang dikumpulkan serta mnjelaskan suatu masalah yang diteliti. Adapun metode
pengumpulan data yang digunakan :
a. Observasi
Observasi merupakan kegiatan pengamatan secara cermat dalam situasi yang
sebenarnya yang berada didalam konteks yang lengkap.
b. Studi Kepustakaan
Mencari informasi dari buku, jurnal, artikel, dan internet yang berkaitan
dengan analisis yang dilaksanakan, sehingga dapat dijadikan acuhan pembanding
dari hasil analisis.
Teknik menganalisis berpusat pada satu karya sastra berupa cerpen Warung ‘Panajem’.
Dengan maksud mempermudah mencari nilai-nilai yang terkandung yang dapat
diangkat sebagai masalah.
D. Pembahasan
Analisis Warung ‘Penajem’ dan Kang Saprin Minta Dikbiri menggunakan Pendekatan
Sosiologi Sastra
1.
Sosiologi Karya
Dalam cerpen yang berjudul Warung ‘Panajem’ terlihat sekali bahwa latar
belakang cerpen ini adalah daerah pedesaan dan tokoh-tokoh dalam cerpen ini adalah
‘wong cilik’ atau orang-orang kecil atau miskin. Pada cerpen ini kehidupan pedesaan
sangat ditonjolkan oleh pengarang. Banyak deskripsi-deskripsi yang menunjukan
keadaan latar pedesaan. Dalam cerpen Warung ‘Panajem’ terdapat kutipan yang
menunjukkan latar pedesaan dan para tokoh dalam cerpen ini adalah orang-orang yang
mengalami kemiskinan, seperti dalam kutipan-kutipan berikut:
“Bunyi yang kering dan tajam selalu terdengar setiap kali mata cangkul
Kartawi menhunjam tanah tegalan yang sudah lama kerontang. Debu tanah
kapur memercik. Pada setiap detik yang sama, Kartawi merasa ada sentakan
keras terhadap otot-otot tangan sampai ke punggungnya. Dan petani muda itu
terus mengayun cangkul. Atau segaka macam kebutuhan dapur para petani
tetangga. Jum yang punya hasrat besar punya rumah tembok, televise, dan
sepeda motor bebek.”(W‘P’)
Sama halnya dengan cerpen Warung ‘Panajem’ dalam cerpen Kang Saprin Minta
Dikebiri juga berlatar kehidupan pedesaan atau kehidupan ‘wong cilik’ seperti dalam
kutipan berikut:
“Ia dalam perjalanan ke pasar naik sepeda dengan beban skuintal beras melintang
pada bagasi” (KSMD)
“Tetapi mereka tidak jera.setiap hari mereka membeli padi dari petani, kemudian
mengolahnya di kilang lalu menjual berasnya ke pasar. Mereka tak peduli sekian
teman telah meninggal menjadi bea jalan raya yang kian sibuk dan kian sering
minta tumbal nyawa.” (KSMD)
Karena latar tempatnya di pedesaan dan dengan kehidupan pedesaan maka
bahasa daerah digunakan dalam percakapan mereka. Seperti tempat kelahiran sang
pengarang yaitu di Jawa Tengah maka banyak kata yang digunakan dalam cerpen ini
menggunakan kata dari bahasa Jawa.
“Kata Jum yang mengaku telah tahu ngelmu perwarungan, harus ada kayu dari
pohon buah-buahan dalam bangunan warung.” (W‘P’)
“Soalnya sederhana punya istri yang pergi kulak dagangan naik sepeda motor
sendiri adalah prestasi yang sulit disamai oleh sesame petani di kampungnya.”
(W‘P’)
“Kang, jika warung kita bertambah laris kita juga bakal enak-kepenak,
bukan?”
“Dengan warung itu ekonomi rumah tanggaku bisa sangat meningkat, “pikir
Kartawi. “ Keluargaku bisa hidup wareg, anget, rapet.” (W‘P’)
Pada cerpen yang berjudul Kang Saprin Minta Dikebiri juga banyak
menggunakan kata-kata bahasa Jawa. Hal tersebut sperti dalam kutipan berikut:
“Wajahnya tetap jernih. Kata-katanya tetap ringan. Mulutnya malah cengarcengir. Entahlah, kematian Kang Saprin tampaknya tidak menjadi kabar duka”.
(KSMD)
Ya orang-orang hanya nyengir dan mengaku kalah. Malu dan sebal. Sialnya
mereka harus mengumulkan uang lima ribu. Tetapi Yu Cablek, penjual pecel di
kilang padi yang melihat kegilaan Saprin berlari sambil berteriak, “Saprin
gemblung, dasar wong gemblung!” (KSMD)
“Kini suasana hening. Dalban yang sejak tadi ngoceh, juga diam.” (KSMD)
Tradisi khas orang-orang kampung atau pedesaan juga tak lupa dicantumkan
dalam cerpen ini. Salah satunya adalah dalam cerpen yang berjudul Warung ‘Penajem’
yang masih percaya dengan hal-hal yang bersifat tahayul dan masih percaya dengan
adanya ‘dukun’ atau orang pintar. Hal tersebut tergambar dalam kutipan berikut:
“Kang kata orang tua, kayu dari pohon buah-buahan bisa memancing para
pembeli.”kata Jum dulu pada suaminya. (W‘P’)
“Ya Kang, pecan lalu saya memang pergi ke Pak Koyor ,” kata Jum dalam gaya
tanpa beban.”Setiyar Kang, supaya warung kita tetap laris. Kamu tahu Kang,
sekarang sudah banyak saingan.” (W‘P’)
“Tujuan saya hanya untuk membayar penajem agar warung kita laris, tidak
lebih. Jadi, kamu tidak kehilangan apa-apa, Kang. Semuanya utuh. Kang, jika
earung kita bertambah laris, kita juga bakal enak-kepenak bukan?” (W‘P’)
2. Sosiologi Pembaca
Dalam sosiologi pembaca dalam cerpen karya Ahmad Tohari ini dapat menarik
para pembaca untuk membacanya. Hal itu disebabkan oleh judul cerpen yang menarik
yaitu Warung ‘Penajem’ dan Kang Saprin Minta Dikebiri. Membaca judul tersebut
maka para pembaca langsung berbikir apa sebenarnya makna dari kedua judul
tersebut. Jika para pembaca telah membaca cerpen tersebut maka para membaca dapat
menikmati isi dari cerpen tersebut. Dalam kedua cerpen tersebut cerita yang diusung
adalah cerita-cerita yang masih berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Sehingga para
pembaca dapat mencerna bacaan dengan mudah. Walaupun di dalam cerpen tersebut
diselipkan kata-kata menggunakan bahasa Jawa. Dalam cerpen Warung ‘Penajem’
pembaca akan disuguhkan tentang kehidupan di kampung yang masih percaya dengan
hal-hal tahayul yang pada zaman sekarangpun masih banyak juga yang percaya
dengan hal-hal tahayul. Dengan begitu para pembaca dapat menghubungkan cerita
dalam cerpen ke dalam kehidupan sekarang.
Begitu juga dengan cerpen Kang Saprin Minta Dikebiri pembaca tertarik dengan
ceritanya yang masih berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Suasana pemakaman
yang ramai karena prbincangan para pelayat terhadap sosok Kang Saprin dan gosipgosip yang menyertainya. Hal ini menjadi salah satu ketertarikan pembaca. Dimana
gosip masih menjadi satu hal yang menjadi ciri khas warga saat berkumpul hingga
zaman sekarang. Walaupun hal itu terjadi dalam acara pemakaman.
3. Sosiologi Pengarang
Berdasarkan beberapa karyanya juga hasil pengamatan dari beberapa blog yang
menuliskan biografi serta proses kreatif beliau, tersampaikan dengan jelas bagaimana
sosok Ahmad Tohari tanpa bertemu langsung. Ahmad Tohari adalah salah
satu
sastrawan yang banyak menggarang karya sastra khususnya novel dan cerpen dengan
latar belakang kehidupan orang kecil atau pedesaan. Sastrawan ini memang sangat
tertarik dengan kehidupan ‘wong cilik’. Banyak yang mengatakan bahwa ia dikenal
sangat alergi terhadap simbol-simbol kapitalisme yang konon sudah demikian kuat
membelit sendi-sendi kehidupan bangsa. Hal ini berkaitan dengan cerpen yang
berjudul Warung ‘Penajem’ dan Kang Saprin Minta Dikebiri yang berlatar belakang
kehidupan ‘wong cilik’ dan berlatar tempat di daerah Jawa. Ahmad Tohari seperti
ingin membangkitkan kembali budaya-budaya yang sekarang kurang diminati dengan
adanya era globalisasi. Selain menceritakan tentang kehidupan rakyat kecil dalam
karyanya, Ahmad Tohari juga member sentuhan budaya pada karyanya. Namun bukan
hanya pada karyanya saja namun juga pada kehidupannya yang sebenarnya.
E. Simpulan
Ahmad Tohari merupakan salah satu sastrawan yang terkenal. Ahmad Tohari
banyak membuat karya yang mengangkat tentang kehidupan orang kecil atau orang
miskin. Salah satunya adalah cerpen Warung ‘Penajem’ dan Kang Sarpin Minta
Dikebiri dalam kumpulan cerpen Mata yang Enak Dipandang.
Pendekatan sosiologi sastra merupakan perkembangan dari pendekatan memetik
yang memahami karya sastra dalam hubungannya dengan realitas dan aspek sosial
kemasyarakatan. Munculnya pendekatan sosiologi sastra dilatarbelakangi oleh
keberadaan karya sastra yang tidak dapat terlepas dari realitas social yang berada pada
masyarakat. Sosiologi sastra dapat mengacu pada cara memahami dan menilai sastra
yang mempertimbangkan segi kemasyarakatan. Dalam cerpen yang berjudul Warung
‘Panajem’ dan Kang Saprin Minta Dikebiri terlihat sekali bahwa latar belakang cerpen
ini adalah daerah pedesaan dan tokoh-tokoh dalam cerpen ini adalah ‘wong cilik’ atau
orang-orang kecil atau miskin. Pada cerpen ini kehidupan pedesaan sangat ditonjolkan
oleh pengarang. Banyak deskripsi-deskripsi yang menunjukan keadaan latar pedesaan.
Tradisi khas orang-orang kampung atau pedesaan juga tak lupa dicantumkan
dalam kedua cerpen ini. Hal ini juga dapat mencerminkan kehidupan sastrawan Ahmad
Tohari yang dalam kesehariaanya tetap peduli terhadap rakyat kecil dan budaya Jawa.
Ahmad Tohari seperti ingin membangkitkan kembali budaya-budaya yang sekarang
kurang diminati dengan adanya era globalisasi.
F. Daftar Pustaka
Faruk. 2013. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pengantar Pelajar.
Hakam, Anggi Hafiz Al. 2014. Selendang Warna-Mata yang Enak Dipandang online
http://selendangwarna.blogspot.co.id/2014/03/mata-yang-enak-dipandang.html
diakses pada tanggal 22 Oktober 2016 pukul 19.38 WIB.
Nurgiantro, Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press.
Oktiviyari, Ade. 2014. Mata yang Enak Dipandang: Menajamkan Kepedulian Sosial
Kita online http://Kumpulan Cerpen _ Jendela Pelangi.html diakses pada tanggal 22
Oktober 2016 pukul 19.38 WIB.
Ratna, Nyoman Kutha. 2013. Paradigma Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pengantar
Pelajar.
Yola. 2012. Kumpulan Cerpen online http://yolasastra.blogspot.co.id/2012/04/warungpenajem.html diakses pada tanggal 22 Oktober 2016 pukul 19.38 WIB.