LAPORAN PENDAHULUAN KATARAK DI POLI MATA
LAPORAN PENDAHULUAN KATARAK DI POLI MATA DI
RSD dr. SUBANDI JEMBER
Disusun untuk memenuhi tugas pada Pendidikan Profesi Ners
Stase Keperawatan Medikal Bedah
Oleh
Winda Sulistya Safitri
NIM 102311101036
KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JEMBER
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
Alamat : Jl. Kalimantan No. 37 Telp./Fax (0331) 323450 Jember
A. Tinjauan Teori Katarak
1.
Definisi
Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih. Biasanya
terjadi akibat proses penuaan tapi dapat timbul pada saat kelahiran (katarak
kongenital). Dapat juga berhubungan dengan trauma mata tajam maupun tumpul,
penggunaan kortikosteroid jangka panjang, penyakit sistemik, pemajanan radiasi,
pemajanan yang lama sinar ultraviolet, atau kelainan mata lain seperti uveitis
anterior (Smeltzer & Bare, 2002).
Menurut Mansjoer (2000), katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada
lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi
protein lensa, atau akibat kedua-duanya. Biasanya mengenai kedua mata dan
berjalan progresif. Katarak adalah penurunan progresif kejernihan lensa. Lensa
menjadi keruh atau berwarna putih abu-abu, dan ketajaman penglihatan
berkurang. Katarak terjadi apabila protein-protein lensa yang secara normal
transparan terurai dan mengalami koagulasi (Corwin, 2001).
2.
Klasifikasi
Berdasarkan usia yang mengalami katarak dapat diklasifikasikan menjadi
katarak kongenital, katarak juvenil, dan katarak senil (Ilyas, 2004).
a.
Katarak Kongenital
Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera
setelah lahir dan bayi berusia kurang dari satu tahun. Katarak kongenital
sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang mengalami
penyakit
rubella,
galaktosemia,
homosisteinuri,
diabetes
mellitus,
hipoparatirodism, homosisteinuri, toksoplasmosis, inklusi sitomegalik, dan
histopalsmosis. Penyakit lain yang menyertai katarak kongenital biasanya
merupakan penyakit-penyakit herediter seperti mikroftalmus, aniridia,
koloboma iris, keratokonus, iris heterokrimia, lensa ektopik, displasia retina,
dan megalo kornea.
b.
Katarak Juvenil
Katarak yang mulai terbentuk pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3
bulan. Katarak juvenil biasanya merupakan penyulit penyakit sistemik
ataupun metabolik dan penyakit lainnya seperti:
1) Katarak metabolic
a) Katarak diabetik dan galaktosemik (gula)
b) Katarak hipokalsemik (tetanik)
c) Katarak defisiensi gizi
d) Katarak aminoasiduria (termasuk sindrom Lowe dan homosistinuria)
e) Penyakit Wilson
f) Katarak berhubungan dengan kelainan metabolik lain.
2) Katarak traumatic
3) Katarak komplikata
a) Kelainan kongenital dan herediter (siklopia, koloboma, mikroftalmia,
aniridia, pembuluh hialoid persisten, heterokromia iridis).
b) Katarak degeneratif (dengan miopia dan distrofi vitreoretinal), seperti
Wagner dan retinitis pigmentosa, dan neoplasma).
c) Katarak anoksik
d) Toksik (kortikosteroid sistemik atau topikal, ergot, naftalein,
dinitrofenol, triparanol, antikholinesterase, klorpromazin, miotik,
klorpromazin, busulfan, dan besi).
e) Lain-lain kelainan kongenital, sindrom tertentu, disertai kelainan kulit
(sindermatik), tulang (disostosis kraniofasial, osteogenesis inperfekta,
khondrodistrofia kalsifikans kongenita pungtata), dan kromosom.
f) Katarak radiasi
c.
Katarak senil
adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu usia diatas
50 tahun. Perubahan lensa pada usia lanjut:
1) Kapsul
a) Menebal dan kurang elastis (1/4 dibanding anak).
b) Mulai presbyopia
c) Bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur.
d) Terlihat bahan granular
2) Epitel – makin tipis
a) Sel epitel (germinatif) pada equator bertambah besar dan berat.
b) Bengkak dan vakuolisasi mitokondria yang nyata.
3) Serat lensa :
a) Lebih irregular
b) Pada korteks jelas kerusakan serat sel.
c) Brown sclerotic nucleus, sinar ultraviolet lama kelamaan merubah
protein nukleus ( histidin, triptofan, metionin, sistein, tirosin) lensa,
sedang warna coklat protein lensa nukleus mengandung histidin dan
triptofan dibanding normal.
4) Korteks tidak berwarna karena:
a) Kadar asam askorbat tinggi dan menghalangi fotooksidasi.
b) Sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda.
Katarak senil biasanya berkembang lambat selama beberapa tahun, kekeruhan
lensa dengan nukleus yang mengeras akibat usia lanjut yang biasanya mulai
terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. Katarak senil secara klinik dibagi menjadi
empat stadium yaitu:
1) Insipien
Kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeriji menuju korteks anterior
dan posterior (katarak kortikal). Vakuol mulai terlihat di dalam korteks.
Katarak
subkapsular
posterior,
kekeruhan
mulai
terlihat
anterior
subkapsular posterior, celah terbentuk antara serat lensa dan dan korteks
berisi jaringan degeneratif (benda Morgagni) pada katarak insipien.
Kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi
yang tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang
menetap untuk waktu yang lama.
2) Intumesen
Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa degeneratif
yang menyerap air. Masuknya air ke dalam celah lensa disertai
pembengkakan lensa menjadi bengkak dan besar yang akan mendorong iris
sehingga bilik mata menjadi dangkal dibanding dengan keadaan normal.
Pencembungan lensa ini akan dapat memberikan penyulit glaukoma.
Katarak intumesen biasanya terjadi pada katarak yang berjalan cepat dan
mengakibatkan miopia lentikular. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi
korteks sehingga akan mencembung dan daya biasnya akan bertambah,
yang memberikan miopisasi. Pada pemeriksaan slitlamp terlihat vakuol
pada lensa disertai peregangan jarak lamel serat lensa.
3) Imatur
Sebagian lensa keruh atau katarak. Katarak yang belum mengenai seluruh
lapis lensa. Pada katarak imatur akan dapat bertambah volume lensa akibat
meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang degeneratif. Pada keadaan
lensa mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil, sehingga
terjadi glaukoma sekunder.
4) Matur
Pada keadaan matur kekeruhan telah mengenai seluruh masa lensa.
Kekeruhan ini bisa terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila
katarak imatur atau intumesen tidak dikeluarkan maka cairan lensa akan
keluar, sehingga lensa kembali pada ukuran yang normal. Akan terjadi
kekeruhan seluruh lensa yang bila mana akan mengakibatkan kalsifikasi
lensa. Bilik mata depan akan berukuran kedalaman normal kembali, tidak
terdapat bayangan iris pada lensa yang keruh, sehingga uji bayangan iris
negatif.
5) Hipermatur morgagni
Katarak hipermatur adalah katarak yang mengalami proses degenerasi
lanjut, dapat menjadi keras atau lembek dan mencair. Masa lensa yang
berdegenerasi keluar dari kapsul lensa sehingga lensa menjadi mengecil,
berwarna kuning dan kering. Pada pemeriksaan terlihat bilik mata dalam
dan lipatan kapsul lensa. Kadang-kadang pengkerutan berjalan terus
sehingga hubungan dengan zonula zinn menjadi kendor. Bila proses katarak
berjalan lanjut disertai dengan kapsul yang tebal maka korteks yang
berdegenerasi
dan cair tidak
dapat keluar, maka
korteks akan
memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan nukleus
yang terbenam di dalam korteks lensa karena lebih berat. Keadaan ini
disebut katarak Morgagni.
3.
Etiologi
Menurut Mansjoer (2000), faktor risiko terjadinya katarak bermacam-
macam, yaitu sebagai berikut:
a. Usia lanjut
Katarak umumnya terjadi pada usia lanjut (katarak senil). Dengan
bertambahnya usia lensa akan mengalami proses menua, di mana dalam
keadaan ini akan menjadi katarak.
b. Kongenital
Katarak dapat terjadi secara kongenital akibat infeksi virus di masa
pertumbuhan janin
c. Genetic
Pengaruh genetik dikatakan berhubungan dengan proses degenerasi yang
timbul pada lensa.
d. Diabetes mellitus
Diabetes mellitus dapat mempengaruhi kejernihan lensa, indeks refraksi, dan
amplitudo akomodatif. Dengan meningkatnya kadar gula darah, maka
meningkat pula kadar glukosa dalam akuos humor. Oleh karena glukosa dari
akuos masuk ke dalam lensa dengan cara difusi, maka kadar glukosa dalam
lensa juga meningkat. Sebagian glukosa tersebut dirubah oleh enzim aldose
reduktase menjadi sorbitol, yang tidak dimetabolisme tapi tetap berada dalam
lensa.
e. Merokok
Merokok dan mengunyah tembakau dapat menginduksi stress oksidatif dan
dihubungkan dengan penurunan kadar antioksidan, askorbat dan karetenoid.
Merokok menyebabkan penumpukan molekul berpigmen 3 hydroxykhynurine
dan chromophores, yang menyebabkan terjadinya penguningan warna lensa.
Sianat dalam rokok juga menyebabkan terjadinya karbamilasi dan denaturasi
protein.
f. Konsumsi alcohol
Peminum alkohol kronis mempunyai risiko tinggi terkena berbagai penyakit
mata, termasuk katarak. Dalam banyak penelitian alkohol berperan dalam
terjadinya katarak. Alkohol secara langsung bekerja pada protein lensa dan
secara tidak langsung dengan cara mempengaruhi penyerapan nutrisi penting
pada lensa.
4.
Tanda dan gejala
Katarak didiagnosis terutama dengan gejala subjektif. Biasanya, pasien
melaporkan penurunan ketajaman fungsi penglihatan, silau, dan gangguan
fungsional sampai derajat tertentu yang diakibatkan karena kehilangan
penglihatan. Temuan objektif biasanya meliputi pengembunan seperti mutiara
keabuan pada pupil sehingga retina tidak akan tampak dengan oftalmoskop.
Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya yang seharusnya ditransmisikan dengan
tajam menjadi bayangan terfokus pada retina akan dipendarkan. Hasilnya adalah
pandangan kabur atau redup, dan menyilaukan dengan distorsi bayangan dan
susah melihat di malam hari. Pupil yang normalnya hitam, akan tampak
kekuningan, abu-abu atau putih. Katarak biasanya terjadi bertahap selama
bertahun-tahun , dan ketika katarak sudah sangat memburuk, lensa koreksi yang
lebih kuat pun tidak mampu memperbaiki penglihatan (Smeltzer, 2002).
5.
Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan,
berbentuk seperti kancing baju dan mempunyai kekuatan refraksi yang besar.
Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus,
di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan
posterior. Dengan bertambahnya usia, nucleus mengalami perubahan warna
menjadi coklat kekuningan. Disekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di
anterior dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk
katarak yang paling bermakna, nampak seperti kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya
transparansi. Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjang
dari badan silier ke sekitar daerah di luar lensa, misalnya dapat menyebabkan
penglihatan mengalami distorsi. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat
menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat
jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa
normal terjadi disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut
lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa
suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah
enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan
pasien yang menderita katarak.
Katarak biasanya terjadi bilateral, namun memiliki kecepatan yang
berbeda. Dapat disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemik, seperti
diabetes. Namun kebanyakan merupakan konsekuensi dari proses penuaan yang
normal. Kebanyakan katarak berkembang secara kronik ketika seseorang
memasuki dekade ketujuh. Katarak dapat bersifat kongenital dan harus
diidentifikasi awal, karena bila tidak terdiagnosa dapat menyebabkan ambliopia
dan kehilangan penglihatan permanen. Faktor yang paling sering berperan dalam
terjadinya katarak meliputi radiasi sinar ultraviolet B, obat-obatan, alkohol,
merokok, diabetes, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka
waktu lama (Smeltzer, 2002).
6.
Komplikasi
Bila katarak dibiarkan maka akan terjadi komplikasi berupa glaukoma dan
uveitis. Glaukoma adalah peningkatan abnormal tekanan intraokuler yang
menyebabkan atrofi saraf optik dan kebutaan bila tidak teratasi (Doenges, 2000).
Uveitis adalah inflamasi salah satu struktur traktus uvea (Smeltzer, 2002).
7.
Penatalaksanaan
Pembedahan dilakukan bila tajam penglihatan sudah menurun sedemikian
rupa sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari atau bila telah menimbulkan
penyulit seperti glaukoma dan uveitis (Mansjoer, 2000). Dalam bedah katarak,
lensa diangkat dari mata (ekstraksi lensa) dengan prosedur intrakapsular atau
ekstrakapsular. Ekstraksi intrakapsular yang jarang lagi dilakukan saat ini adalah
mengangkat lensa in toto, yakni di dalam kapsulnya melaui insisi limbus superior
140-1600. Pada ekstraksi ekstrakapsular juga dilakukan insisi limbus superior,
bagian anterior kapsul dipotong dan diangkat, nukleus diekstraksi dan korteks
lensa dibuang dari mata dengan irigasi dan aspirasi atau tanpa aspirasi sehingga
menyisakan kapsul posterior.
Fakofragmentasi dan fakoemulsifikasi dengan irigasi atau aspirasi (atau
keduanya) adalah teknik ekstrakapsular yang menggunakan getaran-getaran
ultrasonik untuk mengangkat nukleus dan korteks melalui insisi lumbus yang
kecil (2-5 mm), sehingga mempermudah penyembuhan luka pasca operasi.
Teknik ini kurang bermanfaat pada katarak senilis yang padat dan keuntungan
insisi lumbus yang kecil agak berkurang jika dimasukkan lensa intraokuler. Pada
beberapa tahun silam, operasi katarak ekstrakapsular telah menggantikan prosedur
intrakapsular sebagai jenis bedah katarak yang paling sering. Alasan utamanya
adalah bahwa apabila kapsul posterior utuh, ahli bedah dapat memasukkan lensa
intra okuler ke dalam kamera posterior. Insiden komplikasi pasca operasi seperti
abasio retina dan edema makula lebih kecil bila kapsul posteriornya utuh.
Jika digunakan teknik insisi kecil, masa penyembuhan pasca operasi
biasanya lebih pendek. Pasien dapat bebas rawat jalan pada hari operasi itu juga,
tetapi dianjurkan untuk bergerak dengan hati- hati dan menghindari peregangan
atau mengangkat benda berat selama sekitar satu bulan. Matanya dapat dibalut
selama beberapa hari, tetapi kalau matanya terasa nyaman, balutan dapat dibuang
pada hari pertama pasca operasi dan matanya dilindungi dengan kacamata.
Perlindungan pada malam hari dengan pelindung logam diperlukan selama
beberapa minggu. Kacamata sementara dapat digunakan beberapa hari setelah
operasi, tetapi biasanya pasien melihat dengan cukup baik melalui lensa
intraokuler sambil menantikan kacamata permanen.(Vaughan, 2000).
8.
Pemeriksaan penunjang
Selain uji mata yang biasanya dilakukan menggunakan kartu snellen,
keratometri, pemeriksaan lampu slit dan oftalmoskopi, maka A-scan ultrasound
(echography) dan hitung sel endotel sangat berguna sebagai alat diagnostik,
khususnya bila dipertimbangkan akan dilakukan pembedahan. Dengan hitung sel
endotel 2000 sel/mm3, pasien ini merupakan kandidat yang baik untuk dilakukan
fakoemulsifikasi dan implantasi IOL (Smeltzer & Bare, 2002).
9.
Pathway
Terlampir
B. Asuhan Keperawatan
1.
Pengkajian
a.
Identitas Klien: nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, alamat,
pekerjaan, status perkawinan.
Katarak biasanya lebih banyak pada orang yang berusia lanjut. Pekerjaan
yang sering terpapar sinar ultraviolet akan lebih berisiko mengalami katarak.
b.
Riwayat kesehatan: diagnosa medis, keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, riwayat kesehatan terdahulu terdiri dari penyakit yang pernah
dialami, alergi, imunisasi, kebiasaan/pola hidup, obat-obatan yang digunakan,
riwayat penyakit keluarga.
Keluhan utama yang dirasakan yaitu penurunan ketajaman penglihatan dan
silau.
c. Riwayat penyakit saat ini
d. Riwayat penyakit dahulu
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya terdapat keluarga yang lain yang juga mengalami katarak.
f. Genogram
g. Pengkajian Keperawatan:
1)
Persepsi kesehatan & pemeliharaan kesehatan
Persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan berbeda pada setiap klien.
2)
Pola nutrisi/metabolik
Tidak ada gangguan terkait pola nutrisi dan metabolic klien.
3)
Pola eliminasi
Tidak ada gangguan pada pola eliminasi klien.
4)
Pola aktivitas & latihan
Perubahan aktivitas biasanya/ hobi sehubungan dengan gangguan
penglihatan.
5)
Pola tidur & istirahat
Tidak ada gangguan pola tidur dan istirahat yang disebabkan oleh katarak.
6)
Pola kognitif & perceptual
Gangguan penglihatan (kabur/tak jelas), sinar terang menyebabkan silau
dengan kehilangan bertahap, kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat/
merasa di ruang gelap.
7)
Pola persepsi diri
Klien berisiko mengalami harga diri rendah karena kondisi yang
dialaminya.
8)
Pola seksualitas & reproduksi
Tidak ada gangguan pada pola seksualitas dan reproduksi yang
diakibatkan oleh katarak.
9)
Pola peran & hubungan
Pola peran dan hubungan klien akan terganggu karena adanya gangguan
pada penglihatannya.
10)
Pola manajemen & koping stress
Klien dapat mengalami stress karena klien tidaka dapat melihat secara
jelas seperti sebelumnya.
11)
Sistem nilai dan keyakinan
System nilai dan keyakinan seseorang akan berbeda satu sama lain.
h. Pemeriksaan fisik
1)
Keadaan umum, tanda vital
2)
Pengkajian Fisik (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi): kepala, mata,
telinga, hidung, mulut, leher, dada, abdomen, urogenital, ekstremitas, kulit
dan kuku, dan keadaan lokal.
Pada inspeksi mata akan tampak pengembunan seperti mutiara keabuan
pada pupil sehingga retina tak akan tampak dengan oftalmoskop (Smeltzer,
2002). Katarak terlihat tampak hitam terhadap refleks fundus ketika mata
diperiksa
dengan
oftalmoskop
direk.
Pemeriksaan
slit
lamp
memungkinkan pemeriksaan katarak secara rinci dan identifikasi lokasi
opasitas dengan tepat. Katarak terkait usia biasanya terletak didaerah
nukleus, korteks, atau subkapsular. Katarak terinduksi steroid umumnya
terletak di subkapsular posterior. Tampilan lain yang menandakan
penyebab okular katarak dapat ditemukan, antara lain deposisi pigmen
pada lensa menunjukkan inflamasi sebelumnya atau kerusakan iris
menandakan trauma mata sebelumnya.
2.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada klien yang mengalami katarak
adalah:
a. Hambatan
berjalan
(00088) berhubungan dengan adanya
gangguan
penglihatan (katarak)
b. Risiko jatuh (00155) dengan faktor risiko fisiologis: kesulitan melihat
(katarak)
c. Risiko trauma (00038) dengan faktor risiko penglihatan yang buruk (katarak)
d. Ansietas (00146) berhubungan dengan stress situasional akibat prosedur
medis
e. Defisit pengetahuan (00126) berhubungan dengan kurangnya informasi
3.
Intervensi Keperawatan
No
Diagnosa
Tujuan
1. Hambatan berjalan Hambatan
Kriteria hasil
NOC:
(00088)
berjalan
berhubungan
akan dapat behaviour
dengan
adanya dikontrol
Fall
Intervensi
NIC: Fall prevention
prevention 1. Identifikasi
Rasional
kebiasaan
faktor-faktor
dan
yang
Indikator:
mengakibatkan risiko jatuh
klien a. Penggunaan
2. Kaji riwayat jatuh pada klien
gangguan
oleh
penglihatan
setelah
alat
(katarak)
diberikan
dengan benar
intervensi
b. Tidak
bantu
dan keluarga
jatuh pada klien
2. Mengetahui penyebab jatuh klien
untuk
selanjutnya
dapat
lingkungan
yang
dihindari
ada 3. Identifikasi
karakteristik 3. Memodifikasi
penggunaan
lingkungan
selama 1x24
karpet
meningkatkan terjadinya risiko
c. Hindari
kebiasaan-kebiasaan
klien yang berpotensi mengakibatkan
agar
keperawatan
jam
1. Mengetahui
yang
dapat
berisiko menyebabkan jatuh klien
jatuh (lantai licin)
barang-barang 4. Sediakan alat bantu (tongkat, 4. Membantu klien untuk berjalan, agar
berserakan di
walker)
dapat
lantai
menghindari
benda
yang
menghalangi klien ketika berjalan
5. Ajarkan cara penggunaan alat
bantu (tongkat atau walker)
5. Agar klien dapat menggunakan alat
bantu dengan tepat
6. Instruksikan pada klien untuk 6. Bantuan dibutuhkan klien untuk
meminta
bantuan
ketika
melakukan perpindahan, joka
melakukan
terganggunya
mobilitas
penglihatan
karena
klien
diperlukan
karena katarak
7. Ajarkan pada keluarga untuk 7. Lantai
rumah yang
licin
dapat
menyediakan lantai rumah yang
mengakibatkan klien tergelincir dan
tidak licin
jatuh
8. Ajarkan pada keluarga untuk 8. Keluarga juga harus berperan serta
meminimalkan risiko terjadinya
2.
Ansietas
Ansietas
NIC: Anxiety self
jatuh pada pasien
NIC: Anxiety reduction
berhubungan
klien
control
1. Berikan
faktual 1.
dengan
stress berkurang
Indikator:
meliputi
situasional
akibat setelah
1. mencari
dan terapi sesuai kondisi klien
prosedur medis
dilakukan
informasi
2. Dampingi
perawatan
untuk
1x24 jam
mengurangi
klien
untuk 2.
risiko
Agar
klien
dapat
memperoleh
informasi yang sesuai fakta
Pendampingan bertujuan agar klien
tidak
merasa
sendiri
sehingga
menimbulkan ketakutan
3. Kaji respon kecemasan verbal 3.
2. menggunakan
koping
prognosis,
mengurangi ketakutan klien
ansietas
meminimalkan
terjadinya jatuh pada klien
informasi
dignosa,
dalam
maupun non verbal klien
yang
Respon kecemasan digunakan untuk
mengetahui adanya perubahan emosi
pada klien
efektif
4. Gunakan komunikasi terapeutik 4.
3. mengontrol
dan pendekatan yang baik pada
membina hubungan saling percaya
klien
dan mengurangi kecemasan klien
respon
ansietas
Komunikasi
akan terapi
terapeutik
untuk
4. menggunakan
5. Berikan terapi nonfarmakologis 5.
teknik
untuk
relaksasi untuk
klien
mengurangi
ansietas
mengurani
ansietas
Terapi non farmakologis digunakan
untuk
membuat
sekaligus
klien
mengurangi
nyaman
kecemasan
yang dialami klien
6. Kolaborasi dengan tim medis 6.
Obat-obatan
digunakan
terkait pemberian obat untuk
kecemasan
menurunkan kecemasan klien
mengganggu kehidupan klien.
klien
meningkat
jika
dan
DAFTAR PUSTAKA
Bulechek, Gloria M., et al. Tanpa tahun. Nursing Interventions Classification
(NIC). Fifth Edition. Mosby Elsevier.
Ilyas, Sidarta. 2004. Ilmu Penyakit Mata. Edisi III. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Mansjoer, Arief. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jilid II. Media
Aesculapius: Jakarta.Moorhead, Sue., et al. Tanpa tahun. Nursing Outcomes
Classification (NOC). Mosby Elsevier.
NANDA. 2012. Nursing Diagnosis Definitions and Classification. WileyBlackwell.
Smeltzer, Suzzane C., dan Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medika
Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC.
RSD dr. SUBANDI JEMBER
Disusun untuk memenuhi tugas pada Pendidikan Profesi Ners
Stase Keperawatan Medikal Bedah
Oleh
Winda Sulistya Safitri
NIM 102311101036
KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JEMBER
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
Alamat : Jl. Kalimantan No. 37 Telp./Fax (0331) 323450 Jember
A. Tinjauan Teori Katarak
1.
Definisi
Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih. Biasanya
terjadi akibat proses penuaan tapi dapat timbul pada saat kelahiran (katarak
kongenital). Dapat juga berhubungan dengan trauma mata tajam maupun tumpul,
penggunaan kortikosteroid jangka panjang, penyakit sistemik, pemajanan radiasi,
pemajanan yang lama sinar ultraviolet, atau kelainan mata lain seperti uveitis
anterior (Smeltzer & Bare, 2002).
Menurut Mansjoer (2000), katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada
lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi
protein lensa, atau akibat kedua-duanya. Biasanya mengenai kedua mata dan
berjalan progresif. Katarak adalah penurunan progresif kejernihan lensa. Lensa
menjadi keruh atau berwarna putih abu-abu, dan ketajaman penglihatan
berkurang. Katarak terjadi apabila protein-protein lensa yang secara normal
transparan terurai dan mengalami koagulasi (Corwin, 2001).
2.
Klasifikasi
Berdasarkan usia yang mengalami katarak dapat diklasifikasikan menjadi
katarak kongenital, katarak juvenil, dan katarak senil (Ilyas, 2004).
a.
Katarak Kongenital
Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera
setelah lahir dan bayi berusia kurang dari satu tahun. Katarak kongenital
sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang mengalami
penyakit
rubella,
galaktosemia,
homosisteinuri,
diabetes
mellitus,
hipoparatirodism, homosisteinuri, toksoplasmosis, inklusi sitomegalik, dan
histopalsmosis. Penyakit lain yang menyertai katarak kongenital biasanya
merupakan penyakit-penyakit herediter seperti mikroftalmus, aniridia,
koloboma iris, keratokonus, iris heterokrimia, lensa ektopik, displasia retina,
dan megalo kornea.
b.
Katarak Juvenil
Katarak yang mulai terbentuk pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3
bulan. Katarak juvenil biasanya merupakan penyulit penyakit sistemik
ataupun metabolik dan penyakit lainnya seperti:
1) Katarak metabolic
a) Katarak diabetik dan galaktosemik (gula)
b) Katarak hipokalsemik (tetanik)
c) Katarak defisiensi gizi
d) Katarak aminoasiduria (termasuk sindrom Lowe dan homosistinuria)
e) Penyakit Wilson
f) Katarak berhubungan dengan kelainan metabolik lain.
2) Katarak traumatic
3) Katarak komplikata
a) Kelainan kongenital dan herediter (siklopia, koloboma, mikroftalmia,
aniridia, pembuluh hialoid persisten, heterokromia iridis).
b) Katarak degeneratif (dengan miopia dan distrofi vitreoretinal), seperti
Wagner dan retinitis pigmentosa, dan neoplasma).
c) Katarak anoksik
d) Toksik (kortikosteroid sistemik atau topikal, ergot, naftalein,
dinitrofenol, triparanol, antikholinesterase, klorpromazin, miotik,
klorpromazin, busulfan, dan besi).
e) Lain-lain kelainan kongenital, sindrom tertentu, disertai kelainan kulit
(sindermatik), tulang (disostosis kraniofasial, osteogenesis inperfekta,
khondrodistrofia kalsifikans kongenita pungtata), dan kromosom.
f) Katarak radiasi
c.
Katarak senil
adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu usia diatas
50 tahun. Perubahan lensa pada usia lanjut:
1) Kapsul
a) Menebal dan kurang elastis (1/4 dibanding anak).
b) Mulai presbyopia
c) Bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur.
d) Terlihat bahan granular
2) Epitel – makin tipis
a) Sel epitel (germinatif) pada equator bertambah besar dan berat.
b) Bengkak dan vakuolisasi mitokondria yang nyata.
3) Serat lensa :
a) Lebih irregular
b) Pada korteks jelas kerusakan serat sel.
c) Brown sclerotic nucleus, sinar ultraviolet lama kelamaan merubah
protein nukleus ( histidin, triptofan, metionin, sistein, tirosin) lensa,
sedang warna coklat protein lensa nukleus mengandung histidin dan
triptofan dibanding normal.
4) Korteks tidak berwarna karena:
a) Kadar asam askorbat tinggi dan menghalangi fotooksidasi.
b) Sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda.
Katarak senil biasanya berkembang lambat selama beberapa tahun, kekeruhan
lensa dengan nukleus yang mengeras akibat usia lanjut yang biasanya mulai
terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. Katarak senil secara klinik dibagi menjadi
empat stadium yaitu:
1) Insipien
Kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeriji menuju korteks anterior
dan posterior (katarak kortikal). Vakuol mulai terlihat di dalam korteks.
Katarak
subkapsular
posterior,
kekeruhan
mulai
terlihat
anterior
subkapsular posterior, celah terbentuk antara serat lensa dan dan korteks
berisi jaringan degeneratif (benda Morgagni) pada katarak insipien.
Kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi
yang tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang
menetap untuk waktu yang lama.
2) Intumesen
Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa degeneratif
yang menyerap air. Masuknya air ke dalam celah lensa disertai
pembengkakan lensa menjadi bengkak dan besar yang akan mendorong iris
sehingga bilik mata menjadi dangkal dibanding dengan keadaan normal.
Pencembungan lensa ini akan dapat memberikan penyulit glaukoma.
Katarak intumesen biasanya terjadi pada katarak yang berjalan cepat dan
mengakibatkan miopia lentikular. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi
korteks sehingga akan mencembung dan daya biasnya akan bertambah,
yang memberikan miopisasi. Pada pemeriksaan slitlamp terlihat vakuol
pada lensa disertai peregangan jarak lamel serat lensa.
3) Imatur
Sebagian lensa keruh atau katarak. Katarak yang belum mengenai seluruh
lapis lensa. Pada katarak imatur akan dapat bertambah volume lensa akibat
meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang degeneratif. Pada keadaan
lensa mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil, sehingga
terjadi glaukoma sekunder.
4) Matur
Pada keadaan matur kekeruhan telah mengenai seluruh masa lensa.
Kekeruhan ini bisa terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila
katarak imatur atau intumesen tidak dikeluarkan maka cairan lensa akan
keluar, sehingga lensa kembali pada ukuran yang normal. Akan terjadi
kekeruhan seluruh lensa yang bila mana akan mengakibatkan kalsifikasi
lensa. Bilik mata depan akan berukuran kedalaman normal kembali, tidak
terdapat bayangan iris pada lensa yang keruh, sehingga uji bayangan iris
negatif.
5) Hipermatur morgagni
Katarak hipermatur adalah katarak yang mengalami proses degenerasi
lanjut, dapat menjadi keras atau lembek dan mencair. Masa lensa yang
berdegenerasi keluar dari kapsul lensa sehingga lensa menjadi mengecil,
berwarna kuning dan kering. Pada pemeriksaan terlihat bilik mata dalam
dan lipatan kapsul lensa. Kadang-kadang pengkerutan berjalan terus
sehingga hubungan dengan zonula zinn menjadi kendor. Bila proses katarak
berjalan lanjut disertai dengan kapsul yang tebal maka korteks yang
berdegenerasi
dan cair tidak
dapat keluar, maka
korteks akan
memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan nukleus
yang terbenam di dalam korteks lensa karena lebih berat. Keadaan ini
disebut katarak Morgagni.
3.
Etiologi
Menurut Mansjoer (2000), faktor risiko terjadinya katarak bermacam-
macam, yaitu sebagai berikut:
a. Usia lanjut
Katarak umumnya terjadi pada usia lanjut (katarak senil). Dengan
bertambahnya usia lensa akan mengalami proses menua, di mana dalam
keadaan ini akan menjadi katarak.
b. Kongenital
Katarak dapat terjadi secara kongenital akibat infeksi virus di masa
pertumbuhan janin
c. Genetic
Pengaruh genetik dikatakan berhubungan dengan proses degenerasi yang
timbul pada lensa.
d. Diabetes mellitus
Diabetes mellitus dapat mempengaruhi kejernihan lensa, indeks refraksi, dan
amplitudo akomodatif. Dengan meningkatnya kadar gula darah, maka
meningkat pula kadar glukosa dalam akuos humor. Oleh karena glukosa dari
akuos masuk ke dalam lensa dengan cara difusi, maka kadar glukosa dalam
lensa juga meningkat. Sebagian glukosa tersebut dirubah oleh enzim aldose
reduktase menjadi sorbitol, yang tidak dimetabolisme tapi tetap berada dalam
lensa.
e. Merokok
Merokok dan mengunyah tembakau dapat menginduksi stress oksidatif dan
dihubungkan dengan penurunan kadar antioksidan, askorbat dan karetenoid.
Merokok menyebabkan penumpukan molekul berpigmen 3 hydroxykhynurine
dan chromophores, yang menyebabkan terjadinya penguningan warna lensa.
Sianat dalam rokok juga menyebabkan terjadinya karbamilasi dan denaturasi
protein.
f. Konsumsi alcohol
Peminum alkohol kronis mempunyai risiko tinggi terkena berbagai penyakit
mata, termasuk katarak. Dalam banyak penelitian alkohol berperan dalam
terjadinya katarak. Alkohol secara langsung bekerja pada protein lensa dan
secara tidak langsung dengan cara mempengaruhi penyerapan nutrisi penting
pada lensa.
4.
Tanda dan gejala
Katarak didiagnosis terutama dengan gejala subjektif. Biasanya, pasien
melaporkan penurunan ketajaman fungsi penglihatan, silau, dan gangguan
fungsional sampai derajat tertentu yang diakibatkan karena kehilangan
penglihatan. Temuan objektif biasanya meliputi pengembunan seperti mutiara
keabuan pada pupil sehingga retina tidak akan tampak dengan oftalmoskop.
Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya yang seharusnya ditransmisikan dengan
tajam menjadi bayangan terfokus pada retina akan dipendarkan. Hasilnya adalah
pandangan kabur atau redup, dan menyilaukan dengan distorsi bayangan dan
susah melihat di malam hari. Pupil yang normalnya hitam, akan tampak
kekuningan, abu-abu atau putih. Katarak biasanya terjadi bertahap selama
bertahun-tahun , dan ketika katarak sudah sangat memburuk, lensa koreksi yang
lebih kuat pun tidak mampu memperbaiki penglihatan (Smeltzer, 2002).
5.
Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan,
berbentuk seperti kancing baju dan mempunyai kekuatan refraksi yang besar.
Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus,
di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan
posterior. Dengan bertambahnya usia, nucleus mengalami perubahan warna
menjadi coklat kekuningan. Disekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di
anterior dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk
katarak yang paling bermakna, nampak seperti kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya
transparansi. Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjang
dari badan silier ke sekitar daerah di luar lensa, misalnya dapat menyebabkan
penglihatan mengalami distorsi. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat
menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat
jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa
normal terjadi disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut
lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa
suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah
enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan
pasien yang menderita katarak.
Katarak biasanya terjadi bilateral, namun memiliki kecepatan yang
berbeda. Dapat disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemik, seperti
diabetes. Namun kebanyakan merupakan konsekuensi dari proses penuaan yang
normal. Kebanyakan katarak berkembang secara kronik ketika seseorang
memasuki dekade ketujuh. Katarak dapat bersifat kongenital dan harus
diidentifikasi awal, karena bila tidak terdiagnosa dapat menyebabkan ambliopia
dan kehilangan penglihatan permanen. Faktor yang paling sering berperan dalam
terjadinya katarak meliputi radiasi sinar ultraviolet B, obat-obatan, alkohol,
merokok, diabetes, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka
waktu lama (Smeltzer, 2002).
6.
Komplikasi
Bila katarak dibiarkan maka akan terjadi komplikasi berupa glaukoma dan
uveitis. Glaukoma adalah peningkatan abnormal tekanan intraokuler yang
menyebabkan atrofi saraf optik dan kebutaan bila tidak teratasi (Doenges, 2000).
Uveitis adalah inflamasi salah satu struktur traktus uvea (Smeltzer, 2002).
7.
Penatalaksanaan
Pembedahan dilakukan bila tajam penglihatan sudah menurun sedemikian
rupa sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari atau bila telah menimbulkan
penyulit seperti glaukoma dan uveitis (Mansjoer, 2000). Dalam bedah katarak,
lensa diangkat dari mata (ekstraksi lensa) dengan prosedur intrakapsular atau
ekstrakapsular. Ekstraksi intrakapsular yang jarang lagi dilakukan saat ini adalah
mengangkat lensa in toto, yakni di dalam kapsulnya melaui insisi limbus superior
140-1600. Pada ekstraksi ekstrakapsular juga dilakukan insisi limbus superior,
bagian anterior kapsul dipotong dan diangkat, nukleus diekstraksi dan korteks
lensa dibuang dari mata dengan irigasi dan aspirasi atau tanpa aspirasi sehingga
menyisakan kapsul posterior.
Fakofragmentasi dan fakoemulsifikasi dengan irigasi atau aspirasi (atau
keduanya) adalah teknik ekstrakapsular yang menggunakan getaran-getaran
ultrasonik untuk mengangkat nukleus dan korteks melalui insisi lumbus yang
kecil (2-5 mm), sehingga mempermudah penyembuhan luka pasca operasi.
Teknik ini kurang bermanfaat pada katarak senilis yang padat dan keuntungan
insisi lumbus yang kecil agak berkurang jika dimasukkan lensa intraokuler. Pada
beberapa tahun silam, operasi katarak ekstrakapsular telah menggantikan prosedur
intrakapsular sebagai jenis bedah katarak yang paling sering. Alasan utamanya
adalah bahwa apabila kapsul posterior utuh, ahli bedah dapat memasukkan lensa
intra okuler ke dalam kamera posterior. Insiden komplikasi pasca operasi seperti
abasio retina dan edema makula lebih kecil bila kapsul posteriornya utuh.
Jika digunakan teknik insisi kecil, masa penyembuhan pasca operasi
biasanya lebih pendek. Pasien dapat bebas rawat jalan pada hari operasi itu juga,
tetapi dianjurkan untuk bergerak dengan hati- hati dan menghindari peregangan
atau mengangkat benda berat selama sekitar satu bulan. Matanya dapat dibalut
selama beberapa hari, tetapi kalau matanya terasa nyaman, balutan dapat dibuang
pada hari pertama pasca operasi dan matanya dilindungi dengan kacamata.
Perlindungan pada malam hari dengan pelindung logam diperlukan selama
beberapa minggu. Kacamata sementara dapat digunakan beberapa hari setelah
operasi, tetapi biasanya pasien melihat dengan cukup baik melalui lensa
intraokuler sambil menantikan kacamata permanen.(Vaughan, 2000).
8.
Pemeriksaan penunjang
Selain uji mata yang biasanya dilakukan menggunakan kartu snellen,
keratometri, pemeriksaan lampu slit dan oftalmoskopi, maka A-scan ultrasound
(echography) dan hitung sel endotel sangat berguna sebagai alat diagnostik,
khususnya bila dipertimbangkan akan dilakukan pembedahan. Dengan hitung sel
endotel 2000 sel/mm3, pasien ini merupakan kandidat yang baik untuk dilakukan
fakoemulsifikasi dan implantasi IOL (Smeltzer & Bare, 2002).
9.
Pathway
Terlampir
B. Asuhan Keperawatan
1.
Pengkajian
a.
Identitas Klien: nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, alamat,
pekerjaan, status perkawinan.
Katarak biasanya lebih banyak pada orang yang berusia lanjut. Pekerjaan
yang sering terpapar sinar ultraviolet akan lebih berisiko mengalami katarak.
b.
Riwayat kesehatan: diagnosa medis, keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, riwayat kesehatan terdahulu terdiri dari penyakit yang pernah
dialami, alergi, imunisasi, kebiasaan/pola hidup, obat-obatan yang digunakan,
riwayat penyakit keluarga.
Keluhan utama yang dirasakan yaitu penurunan ketajaman penglihatan dan
silau.
c. Riwayat penyakit saat ini
d. Riwayat penyakit dahulu
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya terdapat keluarga yang lain yang juga mengalami katarak.
f. Genogram
g. Pengkajian Keperawatan:
1)
Persepsi kesehatan & pemeliharaan kesehatan
Persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan berbeda pada setiap klien.
2)
Pola nutrisi/metabolik
Tidak ada gangguan terkait pola nutrisi dan metabolic klien.
3)
Pola eliminasi
Tidak ada gangguan pada pola eliminasi klien.
4)
Pola aktivitas & latihan
Perubahan aktivitas biasanya/ hobi sehubungan dengan gangguan
penglihatan.
5)
Pola tidur & istirahat
Tidak ada gangguan pola tidur dan istirahat yang disebabkan oleh katarak.
6)
Pola kognitif & perceptual
Gangguan penglihatan (kabur/tak jelas), sinar terang menyebabkan silau
dengan kehilangan bertahap, kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat/
merasa di ruang gelap.
7)
Pola persepsi diri
Klien berisiko mengalami harga diri rendah karena kondisi yang
dialaminya.
8)
Pola seksualitas & reproduksi
Tidak ada gangguan pada pola seksualitas dan reproduksi yang
diakibatkan oleh katarak.
9)
Pola peran & hubungan
Pola peran dan hubungan klien akan terganggu karena adanya gangguan
pada penglihatannya.
10)
Pola manajemen & koping stress
Klien dapat mengalami stress karena klien tidaka dapat melihat secara
jelas seperti sebelumnya.
11)
Sistem nilai dan keyakinan
System nilai dan keyakinan seseorang akan berbeda satu sama lain.
h. Pemeriksaan fisik
1)
Keadaan umum, tanda vital
2)
Pengkajian Fisik (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi): kepala, mata,
telinga, hidung, mulut, leher, dada, abdomen, urogenital, ekstremitas, kulit
dan kuku, dan keadaan lokal.
Pada inspeksi mata akan tampak pengembunan seperti mutiara keabuan
pada pupil sehingga retina tak akan tampak dengan oftalmoskop (Smeltzer,
2002). Katarak terlihat tampak hitam terhadap refleks fundus ketika mata
diperiksa
dengan
oftalmoskop
direk.
Pemeriksaan
slit
lamp
memungkinkan pemeriksaan katarak secara rinci dan identifikasi lokasi
opasitas dengan tepat. Katarak terkait usia biasanya terletak didaerah
nukleus, korteks, atau subkapsular. Katarak terinduksi steroid umumnya
terletak di subkapsular posterior. Tampilan lain yang menandakan
penyebab okular katarak dapat ditemukan, antara lain deposisi pigmen
pada lensa menunjukkan inflamasi sebelumnya atau kerusakan iris
menandakan trauma mata sebelumnya.
2.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada klien yang mengalami katarak
adalah:
a. Hambatan
berjalan
(00088) berhubungan dengan adanya
gangguan
penglihatan (katarak)
b. Risiko jatuh (00155) dengan faktor risiko fisiologis: kesulitan melihat
(katarak)
c. Risiko trauma (00038) dengan faktor risiko penglihatan yang buruk (katarak)
d. Ansietas (00146) berhubungan dengan stress situasional akibat prosedur
medis
e. Defisit pengetahuan (00126) berhubungan dengan kurangnya informasi
3.
Intervensi Keperawatan
No
Diagnosa
Tujuan
1. Hambatan berjalan Hambatan
Kriteria hasil
NOC:
(00088)
berjalan
berhubungan
akan dapat behaviour
dengan
adanya dikontrol
Fall
Intervensi
NIC: Fall prevention
prevention 1. Identifikasi
Rasional
kebiasaan
faktor-faktor
dan
yang
Indikator:
mengakibatkan risiko jatuh
klien a. Penggunaan
2. Kaji riwayat jatuh pada klien
gangguan
oleh
penglihatan
setelah
alat
(katarak)
diberikan
dengan benar
intervensi
b. Tidak
bantu
dan keluarga
jatuh pada klien
2. Mengetahui penyebab jatuh klien
untuk
selanjutnya
dapat
lingkungan
yang
dihindari
ada 3. Identifikasi
karakteristik 3. Memodifikasi
penggunaan
lingkungan
selama 1x24
karpet
meningkatkan terjadinya risiko
c. Hindari
kebiasaan-kebiasaan
klien yang berpotensi mengakibatkan
agar
keperawatan
jam
1. Mengetahui
yang
dapat
berisiko menyebabkan jatuh klien
jatuh (lantai licin)
barang-barang 4. Sediakan alat bantu (tongkat, 4. Membantu klien untuk berjalan, agar
berserakan di
walker)
dapat
lantai
menghindari
benda
yang
menghalangi klien ketika berjalan
5. Ajarkan cara penggunaan alat
bantu (tongkat atau walker)
5. Agar klien dapat menggunakan alat
bantu dengan tepat
6. Instruksikan pada klien untuk 6. Bantuan dibutuhkan klien untuk
meminta
bantuan
ketika
melakukan perpindahan, joka
melakukan
terganggunya
mobilitas
penglihatan
karena
klien
diperlukan
karena katarak
7. Ajarkan pada keluarga untuk 7. Lantai
rumah yang
licin
dapat
menyediakan lantai rumah yang
mengakibatkan klien tergelincir dan
tidak licin
jatuh
8. Ajarkan pada keluarga untuk 8. Keluarga juga harus berperan serta
meminimalkan risiko terjadinya
2.
Ansietas
Ansietas
NIC: Anxiety self
jatuh pada pasien
NIC: Anxiety reduction
berhubungan
klien
control
1. Berikan
faktual 1.
dengan
stress berkurang
Indikator:
meliputi
situasional
akibat setelah
1. mencari
dan terapi sesuai kondisi klien
prosedur medis
dilakukan
informasi
2. Dampingi
perawatan
untuk
1x24 jam
mengurangi
klien
untuk 2.
risiko
Agar
klien
dapat
memperoleh
informasi yang sesuai fakta
Pendampingan bertujuan agar klien
tidak
merasa
sendiri
sehingga
menimbulkan ketakutan
3. Kaji respon kecemasan verbal 3.
2. menggunakan
koping
prognosis,
mengurangi ketakutan klien
ansietas
meminimalkan
terjadinya jatuh pada klien
informasi
dignosa,
dalam
maupun non verbal klien
yang
Respon kecemasan digunakan untuk
mengetahui adanya perubahan emosi
pada klien
efektif
4. Gunakan komunikasi terapeutik 4.
3. mengontrol
dan pendekatan yang baik pada
membina hubungan saling percaya
klien
dan mengurangi kecemasan klien
respon
ansietas
Komunikasi
akan terapi
terapeutik
untuk
4. menggunakan
5. Berikan terapi nonfarmakologis 5.
teknik
untuk
relaksasi untuk
klien
mengurangi
ansietas
mengurani
ansietas
Terapi non farmakologis digunakan
untuk
membuat
sekaligus
klien
mengurangi
nyaman
kecemasan
yang dialami klien
6. Kolaborasi dengan tim medis 6.
Obat-obatan
digunakan
terkait pemberian obat untuk
kecemasan
menurunkan kecemasan klien
mengganggu kehidupan klien.
klien
meningkat
jika
dan
DAFTAR PUSTAKA
Bulechek, Gloria M., et al. Tanpa tahun. Nursing Interventions Classification
(NIC). Fifth Edition. Mosby Elsevier.
Ilyas, Sidarta. 2004. Ilmu Penyakit Mata. Edisi III. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Mansjoer, Arief. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jilid II. Media
Aesculapius: Jakarta.Moorhead, Sue., et al. Tanpa tahun. Nursing Outcomes
Classification (NOC). Mosby Elsevier.
NANDA. 2012. Nursing Diagnosis Definitions and Classification. WileyBlackwell.
Smeltzer, Suzzane C., dan Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medika
Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC.