PENGARUH BAHASA ASING DALAM PERKEMBANGAN

PENGARUH BAHASA ASING DALAM PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA
2 Votes

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Zaman sekarang yang hanya bisa menggunakan satu bahasa saja sangatlah sulit
untuk bisa masuk dalam kompetisi global. Apalagi posisi negara kita yaitu
sebagai negara berkembang yang masih memerlukan bantuan dan kontribusi
dari negara lain khususnya negara maju. Perkembangan bahasa banyak
dipengaruhi oleh perkembangan zaman dan dari berbagai banyak pihak dan
negara. pihak – pihak tersebut ingin mengembangkan dan mendeterminasikan
bahasanya sebagai suatu bahasa yang dapat dikenal oleh semua pihak diseluruh
belahan dunia dan berikut adanya penulisan ini agar masyarakat dapat
mengetahui peran serta pengaruh bahasa asing dalam bahasa Indonesia. Setiap
negara mempunyai media komunikasi yang mana dapat meperlancar suatu
hubungan antar individu. Alat komunikasi ini kita sebut bahasa. Bahasa adalah
suatu sistem dari lambang bunyi arbitrer yang dihasilkan oleh alat ucap manusia
dan dipakai oleh masyarakat komunikasi, kerja sama dan identifkasi diri.


Bahasa lisan merupakan bahasa primer, sedangkan bahasa tulisan adalah
bahasa sekunder. Arbitrer yaitu tidak adanya hubungan antara lambang bunyi
dengan bendanya. Bahasa Indonesia merupakan media komunikasi yang
digunakan oleh rakyat Indonesia dalam berbahasa antar daerah. Bahasa
Indonesia juga bisa disebut sebagai jati diri bangsa Indonesia itu sendiri. Bahasa
Indonesia sudah dikenal dari anak-anak hingga dewasa karena merupakan suatu
media yang nasional. Keadaan ini sungguh memprihatinkan. Jika generasi
penerus masa depan bangsa Indonesia sudah tidak bisa menghargai bahasa
sendiri maka bahasa Indonesia tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai
bahasa Nasional. Sudah saatnya pemerintah bertindak dalam menyelamatkan
bahasa Indonesia dari keterpinggiran. Setidaknya penyelamatan ini dimulai dari
pemerintah uang mengeluarkan kebijakan agar Bahasa Indonesia tetap dapat
menjalankan fungsinya walaupun terdapat sekolah yang di anggap memenuhi
standart internasional. Tidak hanya pemerintah tetapi masyarakat yang
berpendidikan harus membantu dalam menyelamatkan bahasa Indonesia, agar
bahasa Indonesia bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Sehingga Bangsa
Indonesia bisa maju dengan tetap menghargai bahasa sendiri.

B. RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana kedudukan antara bahasa asing dan bahasa Indonesia?

2. Bagaimana jati diri dan fungsi bahasa Indonesia?

3. Apa pengaruh bahasa asing dalam perkembangan bahasa Indonesia ?

4. Apa dampak positif dan negatif dari adanya bahasa asing dalam
perkembangan bahasa Indonesia?

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Untuk mengetahui kedudukan bahasa asing dan bahasa Indonesia

2. Untuk mengetahui jati diri dan fungsi bahasa Indonesia

3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh bahasa asing dalam
perkembangan bahasa Indonesia

4. Untuk mengetahui dampak positif dan negatif adanya bahasa asing dalam
perkembangan bahasa Indonesia


II. PEMBAHASAN

A. Kedudukan Bahasa Nasional dan Bahasa Asing

Biasanya bahasa yang sering dipelajari anak setelah bahasa ibunya pasti
digunakan dalam lingkungan masyarakat sekitar. Sedangkan bahasa asing
adalah bahasa negara lain yang tidak digunakan secara umum dalam interaksi
sosial. Kedudukan Bahasa asing di Indonesia tersebut mengakibatkan jarang
digunakannya Bahasa asing dalam interaksi sosial di lingkungan anak. Hal

tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi lembaga Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD) yang menggunakan bahasa pengantar contohnya Bahasa Inggris karena
pemerolehan bahasa asing bagi anak berbanding lurus dengan volume,
frekuensi dan penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari.

Pelaksanaan program pembelajaran dengan pengantar tersebut mendapat
berbagai kendala mengingat kedudukan Bahasa asing di Indonesia Artinya,
Bahasa asing hanya menjadi bahasa pada kalangan tertentu, tidak digunakan
oleh masyarakat umum seperti jika kedudukannya sebagai bahasa kedua

(bahasa Ibu). Hal ini menyebabkan kurangnnya interaksi anak terhadap Bahasa
asing. Selain itu terdapat juga berbagai pendapat mengenai pemerolehan
bahasa kedua atau bahasa asing yang bisa mempengaruhi perkembangan
bahasa ibu.

Pendapat tersebut mengungkapkan bahwa secara umum terjadi masalah jika
anak dikenalkan pada dua bahasa secara bersamaan pada usia dini. Terutama
ketika dikenalkan pada usia pra sekolah setelah bahasa ibu sudah sering
digunakan. Pendapat lainnya menjelaskan bahwa jika bahasa kedua dikenalkan
sebelum bahasa pertama benar-benar terkuasai, maka bahasa pertama
perkembangannya akan lambat dan bahkan mengalami regresi. Selain itu, ada
juga yang berpendapat bahwa bahasa kedua akan terperoleh ketika bahasa
pertama sudah dikuasai.

B. Jati Diri Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia mempunyai ciri-ciri umum dan kaidah-kaidah pokok tertentu
yang membedakannya dengan bahasa-bahasa lainnya di dunia ini, baik bahasa
asing maupun bahasa daerah. Dengan ciri-ciri umum dan kaidah-kaidah pokok
ini pulalah dapat dibedakan mana bahasa Indonesia dan mana bahasa asing

ataupun bahasa daerah. Oleh karena itu, ciri-ciri umum dan kaidah-kaidah pokok
tersebut merupakan jati diri bahasa Indonesia. Ciri-ciri umum dan kaidah-kaidah
pokok yang dimaksud adalah antara lain sebagai berikut.

a. Bahasa Indonesia tidak mengenal perubahan bentuk kata untuk menyatakan
jenis kelamin.

Kalau kita ingin menyatakan jenis kelamin, cukup diberikan kata keterangan
penunjuk jenis kelamin, misalnya:

-Untuk manusia dipergunakan kata laki-laki atau pria dan perempuan atau
wanita.

-Untuk hewan dipergunakan kata jantan dan betina.

Dalam bahasa asing (misalnya bahasa Ingris, bahasa Arab, dan bahasa
Sanskerta) untuk menyatakan jenis kelamin digunakan dengan cara perubahan
bentuk.
Contoh:


Bahasa Inggris : lion – lioness, host – hostess, steward -stewardness.

Bahasa Arab : muslimi – muslimat, mukminin – mukminat, hadirin – hadirat

Bahasa Sanskerta : siswa – siswi, putera – puteri, dewa – dewi. .

Dari ketiga bahasa tersebut yang diserap ke dalam bahasa Indonesia adalah
beberapa kata yang berasal dari bahasa Arab dan bahasa Sanskerta; sedangkan
perubahan bentuk dalam bahasa Inggris tidak pernah diserap ke dalam bahasa
Indonesia. Penyerapan dari bahasa Arab dan bahasa Sanskerta pun dilakukan
secara leksikal, bukan sistem perubahannya. Dengan demikian, dalam bahasa
Arab, selain kata muslim, diserap juga kata muslimin dan muslimat; selain
mukmin, diserap juga kata mukminin dan mukminat; selain hadir (yang
bermakna ‘datang’, bukan ‘orang yang datang’), diserap juga kata hadirin dan
hadirat. Dalam bahasa Sanskerta, selain dewa, diserap juga dewi; selain siswa
diserap juga siswi. Karena sistem perubahan bentuk dari kedua bahasa tersebut
tidak diserap ke dalam bahasa Indonesia, maJati Diri Bahasa Indonesia pada Era
Globalisasi.

Dalam era globalisasi ini, jati diri bahasa Indonesia perlu dibina dan

dimasyarakatkan oleh setiap warga negara Indonesia. Hal ini diperlukan agar
bangsa Indonesia tidak terbawa arus oleh pengaruh dan budaya asing yang
jelas-jelas tidak sesuai dan (bahkan) tidak cocok dengan bahasa dan budaya
bangsa Indonesia. Pengaruh dari luar atau pengaruh asing ini sangat besar
kemngkinannya terjadi pada era globalisasi ini. Batas antarnegara yang sudah

tidak jelas dan tidak ada lagi, serta pengaruh alat komunikasi yang begitu
canggih harus dihadapi dengan mempertahankan jati diri bangsa Indonesia,
termasuk jati diri bahasa Indonesia. Sudah barang tentu, hal ini semua
menyangkut tentang kedisiplinan berbahasa nasional, yaitu pematuhan aturanaturan yan berlaku dalam bahasa Indonesia dengan memperhatikan siatuasi dan
kondisi pemakaiannya. Dengan kata lain, pemakai bahasa Indonesia yang
berdisiplin adalah pemakai bahasa Indonesia yang patuh terhadap semua kaidah
atau aturan pemakaian bahasa Indonesia yang sesuai dengan situasi dan
kondisinya.

Setiap warga negara Indonesia, sebagai warga masyarakat, pada dasarnya
adalah pembina bahasa Indonesia. Hal ini tidak berlebihan karena tujuan utama
pembinaan bahasa Indonesia ialah menumbuhkan dan membina sikap positif
terhadap bahasa Indonesia. Untuk menyatakan sikap positif ini dapat dilakukan
dengan (1) sikap kesetiaan berbahasa Indonesia dan (2) sikap kebanggaan

berbahasa Indonesia. Sikap kesetiaan berbahasa Indonesia terungkap jika
bangsa Indonesia lebih suka memakai bahasa Indonesia daripada bahasa asing
dan bersedia menjaga agar pengaruh asing tidak terlalu berlebihan. Sikap
kebanggan berbahasa Indonesia terungkap melalui kesadaran bahwa bahasa
Indonesia pun mampu mengungkapkan konsep yang rumit secara cermat dan
dapat mengungkapkan isi hati yang sehalus-halusnya. Yang perlu dipahami
adalah sikap positif terhadap bahasa Indonesia ini tidak berarti sikap berbahasa
yang tertutup dan kaku. Bangsa Indonesia tidak mungkin menuntut kemurnian
bahasa Indonesia (sebagaimana aliran purisme) dan menutup diri dari saling
pengaruh dengan bahasa daerah dan bahasa asing. Oleh karena itu, bangsa
Indonesia harus bisa membedakan mana pengaruh yang positif dan mana
pengaruh yang negatif terhadap perkembangan bahasa Indonesia. Sikap positif
seperti inilah yang bisa menanamkan percaya diri bangsa Indonesia bahwa
bahasa Indonesia itu tidak ada bedanya dengan bahasa asing lain. Masingmasing bahasa mempunyai kelebihan dan kekurangannya. Sikap positif terhadap
bahasa Indonesia memberikan sumbangan yang signifkan bagi terciptanya
disiplin berbahasa Indonesia. Selanjutnya, disiplin berbahasa Indonesia akan
membantu bangsa Indonesia untuk mempertahankan dirinya dari pengaruh
negatif asing atas kepribadiannya sendiri. Hal ini sangat diperlukan untuk
menghadapi pergaulan antarbangsa dan era globalisasi ini.


Di samping itu, disiplin berbahasa nasional juga menunjukkan rasa cinta kepada
bahasa, tanah air, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Setiap warga
negara Indonesia mesti bangga mempunyai bahasa Indonesia dan lalu
menggunakannya dengan baik dan benar. Rasa kebanggaan ini pulalah yang
dapat menimbulkan rasa nasionalisme dan rasa cinta tanah air yang mendalam.
Setiap warga negara yang baik mesti malu apabila tidak dapat menggunakan
bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Sikap pemakai bahasa Indonesia
demikian ini merupakan sikap yang positif, baik, dan terpuji. Sebaliknya, apabila

yang muncul adalah sikap yang negatif, tidak baik, dan tidak terpuji, akan
berdampak pada pemakaian bahasa Indonesia yang kurang terbina dengan baik.
Mereka menggunakan bahasa Indonesia “asal orang mengerti”.

Era globalisasi merupakan tantangan bagi bangsa Indonesia untuk dapat
mempertahankan diri di tengah-tengah pergaulan antarbangsa yang sangat
rumit. Untuk itu, bangsa Indonesia harus mempersiapkan diri dengan baik dan
penuh perhitungan. Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah masalah jati
diri bangsa yang diperlihatkan melalui jati diri bahasa. Jati diri bahasa Indonesia
memperlihatkan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa yang sederhana, Tata
bahasanya mempunyai sistem sederhana, mudah dipelajari, dan tidak rumit.

Kesederhanaan dan ketidakrumitan inilah salah satu hal yang mempermudah
bangsa asing ketika mempelajari bahasa Indonesia. Setiap bangsa asing yang
mempelajari bahasa Indonesia dapat menguasai dalam waktu yang cukup
singkat. Namun, kesederhaan dan ketidakrumitan tersebut tidak mengurangi
kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia dalam pergaulan dan dunia kehidupan
bangsa Indonesia di tengah-tengah pergaulan antarbangsa. Bahasa Indonesia
telah membuktikan diri dapat dipergunakan untuk menyampaikan pikiran-pikiran
yang rumit dalam ilmu pengetahuan dengan jernih, jelas, teratur, dan tepat.
Bahasa Indonesia menjadi ciri budaya bangsa Indonesia yang dapat diandalkan
di tengah-tengah pergaulan antarbangsa pada era globalisasi ini. Bahkan,
bahasa Indonesia pun saat ini menjadi bahan pembelajaran di negara-negara
asing seperti Australia, Belanda, Jepanh, Amerika Serikat, Inggris, Cina, dan
Korea Selatan.

Tidaklah mungkin kita menyatakan kuda betina dengan bentuk kudi atau
kudarat; domba betina dengan bentuk kata dombi atau dombarat. Untuk
menyatakan jenis kelamin tersebut dalam bahasa Indonesia, cukup dengan
penambahan jantan atau betina, yaitu kuda jantan, kuda betina, domba jantan,
domba betina. Oleh karena itu, kaidah yang berlaku dalam bahasa Arab dan
bahasa Sanskerta, dan juga bahasa Inggris tidan bisa diterapkan ke dalam

kaidah bahasa Indonesia. Kalau dipaksakan, tentu struktur bahasa Indonesia
akan rusak, yang berarti jati diri bahasa Indonesia akan terganggu.

b. Bahasa Indonesia mempergunakan kata tertentu untuk menunjukkan jamak
Artinya, bahasa Indonesia tidak mengenal perubahan bentuk kata untuk
menyatakan jamak. Sistem ini pulalah yang membedakan bahasa Indonesia
dengan bahasa sing lainnya, misalnya bahasa Inggris, bahasa Belanda, bahasa
Arab, dan bahasa-bahasa lain. Untuk menyatakan jamak, antara lain,
mempergunakan kata segala, seluruh, para, semua, sebagian, beberapa, dan
kata bilangan dua, tiga, empat, dan seterusnya; misalnya: segala urusan,
seluruh tenaga, para siswa, semua persoalan, sebagian pendapat, beberapa
anggota, dua teman, tiga pohon, empat mobil.

Bentuk boy dan man dalam bahasa Inggris yang berubah menjadi boys dan men
ketika menyatakan jamak, tidak pernah dikenal dalam bahasa Indonesia. Bentuk
bukus (jamak dari kata buku), mahasiswas (jamak dari mahasiswa), dan penas
(jamak dari pena), misalnya, tidak dikenal dalam bahasa Indonesia karena
memang bukan kaidah bahasa Indonesia.

c. Bahasa Indonesia tidak mengenal perubahan bentuk kata untuk menyatakan
waktu Kaidah pokok inilah yang juga membedakan bahasa Indonesia dengan
bahasa asing lainnya. Dalam bahasa Inggris,misalnya, kita temukan bentuk kata
eat (untuk menyatakan sekarang), eating (untuk menyatakan sedang), dan
eaten (untuk menyatakan waktu lampau). Bentukan kata seperti ini tidak
ditemukan dalam bahasa Indonesia. Bentuk kata makan tidak pernah
mengalamai perubahan bentuk yang terkait dengan waktu, misalnya menjadi
makaning (untuk menyatakan waktu sedang) atau makaned (untuk menyatakan
waktu lampau). Untuk menyatakan waktu, cukup ditambah kata-kaa aspek akan,
sedang, telah, sudah atau kata keterangan waktu kemarin, seminggu yang lalu,
hari ini, tahun ini, besok, besok lusa, bulan depan, dan sebagainya.

d. Susunan kelompok kata dalam bahasa Indonesia biasanya mempergunakan
hukum D-M (hukum Diterangkan – Menerangkan)

Yaitu kata yang diterangkan (D) di muka yang menerangkan (M). Kelompok kata
rumah sakit, jam tangan, mobil mewah, baju renang, kamar rias merupakan
contoh hukum D-M ini. Oleh karena itu, setiap kelompok kata yang diserap dari
bahasa asing harus disesuaikan dengan kaidah ini. Dengan demikian, bentukbentuk Garuda Hotel, Bali Plaza, International Tailor, Marah Halim Cup, Jakarta
Shopping Center yang tidak sesuai dengan hukum D-M harus disesuaikan
menjadi Hotel Garuda, Plaza Bali, Penjahit Internasional, Piala Marah Halim, dan
Pusat Perbelanjaan Jakarta. Saya yakin, penyesuaian nama ini tidak akan
menurunkan prestise atau derajat perusahaan atau kegiatan tersebut.
Sebaliknya, hal inilah yang disebut dengan penggunaan bahasa Indonesia yang
taat asas, baik dan benar.

e. Bahasa Indonesia juga mengenal lafal baku, yaitu lafal yang tidak dipengaruhi
oleh lafal asing dan/atau lafal daerah

Apabila seseorang menggunakan bahasa Indonesia lisan dan lewat lafalnya
dapat diduga atau dapat diketahui dari suku mana ia berasal,maka lafal orang
itu bukanlah lafal bahasa Indonesia baku. Dengan kata lain, kata-kata bahasa

Indonesia harus bebas dari pengaruh lafal asig dan/atau lafal daerah. Kesulitan
yang dialami oleh sebagian besar pemakai bahasa Indonesia adalah sampai saat
ini belum disusun kamus lafal bahasa Indonesia yang lengkap. Akibatnya,
sampai sekarang belum adapatokan yang jelas untuk pelafalan kata peka, teras,
perang, sistem, elang. Tetapi, pengucapan semangkin (untuk semakin),
mengharapken (untuk mengharapkan), semua (untuk semua), mengapa (untuk
mengapa), thenthu (untuk tentu), therima kaseh (untuk terima kasih),
mBandung (untuki Bandung), dan Demak (untuk Demak) bukanlah lafal baku
bahasa Indonesia.

C. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia

Secara formal sampai saat ini bahasa Indonesia mempunyai empat kedudukan,
yaitu sebagai bahasa persatuan, bahasa nasional, bahasa negara, dan bahasa
resmi. Dalam perkembangannya lebih lanjut, bahasa Indonesia berhasil
mendudukkan diri sebagai bahasa budaya dan bahasa ilmu. Keenam kedudukan
ini mempunyai fungsi yang berbeda, walaupun dalam praktiknya dapat saja
muncul secara bersama-sama dalam satu peristiwa, atau hanya muncul satu
atau dua fungsi saja.

Bahasa Indonesia dikenal secara luas sejak “Soempah Pemoeda”, 28 Oktober
1928, yang menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Pada saat
itu para pemuda sepakat untuk mengangkat bahasa Melayu-Riau sebagai
bahasa Indonesia. Para pemuda melihat bahwa bahasa Indonesialah yang
berpotensi dapat mempersatukan bangsa Indonesia yang terdiri atas ratusan
suku vangsa atau etnik. Pengangkatan status ini ternyata bukan hanya isapan
jempol. Bahasa Indonesia bisa menjalankan fungsi sebagai pemersatu bangsa
Indonesia. Dengan menggunakan bahasa Indonesia rasa kesatuan dan persatuan
bangsa yang berbagai etnis terpupuk. Kehadiran bahasaIndonesia di tengahtengah ratusan bahasa daerah tidak menimbulkan sentimen negatif bagi etnis
yang menggunakannya. Sebaliknya, justru kehadiran bahasa Indonesia dianggap
sebagai pelindung sentimen kedaerahan dan sebagai penengah ego kesukuan.

Dalam hubungannya sebagai alat untuk menyatukan berbagai suku yang
mempunyai latar belakang budaya dan bahasa masing-masing, bahasa
Indonesia justru dapat menyerasikan hidup sebagai bangsa yang bersatu tanpa
meinggalkan identitas kesukuan dan kesetiaan kepada nilai-nilai sosial budaya
serta latar belakang bahasa etnik yang bersangkutan. Bahkan, lebih dari itu,
dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan ini, kepentingan nasional
diletakkan jauh di atas kepentingan daerah dan golongan.

Latar belakang budaya dan bahasa yang berbeda-beda berpotensi untuk
menghambat perhubungan antardaerah antarbudaya. Tetapi, berkat bahasa
Indonesia, etnis yang satu bisa berhubungan dengan etnis yang lain sedemikian
rupa sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman. Setiap orang Indonesia apa
pun latar belakang etnisnya dapat bepergian ke pelosok-pelosok tanah air
dengan memanfaatkan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi. Kenyataan ini
membuat adanya peningkatan dalam penyebarluasan pemakaian bahasa
Indonesia dalamn fungsinya sebagai alat perhubungan antardaerah
antarbudaya. Semuanya terjadi karena bertambah baiknya sarana perhubungan,
bertambah luasnya pemakaian alat perhubungan umum, bertambah banyaknya
jumlah perkawinan antarsuku, dan bertambah banyaknya perpindahan pegawai
negeri atau karyawan swasta dari daerah satu ke daerah yang lain karena
mutasi tugas atau inisiatif sendiri.

Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional mulau dikenal sejak 17 Agustus 1945
ketika bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Dalam kedudukan
sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai lambang
kebanggaan nasional atau lambang kebangsaan. Bahasa Indonesia
mencerminkan nilai-nilai sosial budaya yang mendasari rasa kebangsaan. Melalui
bahasa nasional, bangsa Indonesia menyatakan harga diri dan nilai-nilai budaya
yang dapat dijadikan pegangan hidup. Atas dasar kebanggaan ini, bahasa
Indonesia dipelihara dan dikembangkan oleh bangsa Indonesia. Rasa
kebanggaan menggunakan bahasa Indonesia ini pun terus dibina dan dijaga oelh
bangsa Indonesia. Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia
dijunjung tinggi di samping bendera nasional, Merah Putih, dan lagu nasional
bangsa Indonesia, Indonesia Raya. Dalam melaksanakan fungsi ini, bahasa
Indonesia tentulah harus memiliki identitasnya sendiri sehingga serasi dengan
lambang kebangsaan lainnya. Bahasa Indonesia dapat mewakili identitasnya
sendiri apabila masyarakat pemakainya membina dan mengembangkannya
sedemikian rupa sehingga bersih dari unsur-unsur bahasa lain, yang memang
benar-benar tidak diperlukan, misalnya istilah/kata dari bahasa Inggris yang
sering diadopsi, padahal istilah.kata tersebut sudah ada padanannya dalam
bahasa Indonesia.

Sejalan dengan fungsinya sebagai alat perhubungan antardaerah dan
antarbudaya, bahasa Indonesia telah berhasil pula menjalankan fungsinya
sebagai alat pengungkapan perasaan. Kalau beberapa tahun yang lalu masih
ada orang yang berpandangan bahwa bahasa Indonesia belum sanggup
mengungkapkan nuansa perasaan yang halus, sekarang dapat dilihat kenyataan
bahwa seni sastra dan seni drama, baik yang dituliskan maupun yang dilisankan,
telah berkembang demikian pesatnya. Hal ini menunjukkan bahwa nuansa
perasaan betapa pun halusnya dapat diungkapkan secara jelas dan sempurna
dengan menggunakan bahasa Indonesia. Kenyataan ini tentulah dapat

menambah tebalnya rasa kesetiaan kepada bahasa Indonesia dan rasa
kebanggaan akan kemampuan bahasa Indonesia.

Dengan berlakunya Undang-undang Dasar 1945, bertambah pula kedudukan
bahasa Indonesia, yaitu sebagai bahasa negara dan bahasa resmi. Dalam
kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia dipakai dalam segala
upacara, peristiwa, dan kegiatan kenegaraan, baik secara lisan maupun tulis.
Dokumen-dokumen, undang-undang, peraturan-peraturan, dan surat-menyurat
yang dikeluarkan oleh pemerintah dan instansi kenegaraan lainnya ditulis dalam
bahasa Indonesia. Pidato-pidato kenegaraan ditulis dan diucapkan dengan
bahasa Indonesia. Hanya dalam kondisi tertentu saja, demi komunikasi
internasional (antarbangsa dan antarnegara), kadang-kadang pidato kenegaraan
ditulis dan diucapkan dengan bahasa asing, terutama bahasa Inggris. Warga
masyarakat pun dalam kegiatan yang berhubungan dengan upacara dan
peristiwa kenegaraan harus menggunakan bahasa Indonesia. Untuk
melaksanakan fungsi sebagai bahasa negara, bahasa perlu senantiasa dibina
dan dikembangkan. Penguasaan bahasa Indonesia perlu dijadikan salah satu
faktor yang menentukan dalam pengembangan ketenagaan, baik dalam
penerimaan karyawan atau pagawai baru, kenaikan pangkat, maupun pemberian
tugas atau jabatan tertentu pada seseorang. Fungsi ini harus diperjelas dalam
pelaksanaannya sehingga dapat menambah kewibawaan bahasa Indonesia.

Dalam kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi, bahasa Indonesia
bukan saja dipakai sebagai alat komunikasi timbal balik antara pemerintah dan
masyarakat luas, dan bukan saja dipakai sebagai alat perhubungan antardaerah
dan antarsuku, tetapi juga dipakai sebagai alat perhubungan formal
pemerintahan dan kegiatan atau peristiwa formal lainnya. Misalnya, suratmenyurat antarinstansi pemerintahan, penataran para pegawai pemerintahan,
lokakarya masalah pembangunan nasional, dan surat dari karyawan atau
pagawai ke instansi pemerintah. Dengan kata lain, apabila pokok persoalan yang
dibicarakan menyangkut masalah nasional dan dalam situasi formal,
berkecenderungan menggunakan bahasa Indonesia. Apalagi, di antara pelaku
komunikasi tersebut terdapat jarak sosial yang cukup jauh,misalnya antara
bawahan – atasan, mahasiswa – dosen, kepala dinas – bupati atau walikota,
kepala desa – camat, dan sebagainya.

Akibat pencantuman bahasa Indonesia dalam Bab XV, Pasal 36, UUD 1945,
bahasa Indonesia pun kemudian berkedudukan sebagai bahasa budaya dan
bahasa ilmu. Di samping sebagai bahasa negara dan bahasa resmi. Dalam
hubungannya sebagai bahasa budaya, bahasa Indonesia merupakan satusatunya alat yang memungkinkan untuk membina dan mengembangkan
kebudayaan nasional sedemikian rupa sehingga bahasa Indonesia memiliki ciriciri dan identitas sendiri, yang membedakannya dengan kebudayaan daerah.

Saat ini bahasa Indonesia dipergunakan sebagai alat untuk menyatakan semua
nilai sosial budaya nasional. Pada situasi inilah bahasa Indonesia telah
menjalankan kedudukannya sebagai bahasa budaya. Di samping itu, dalam
kedudukannya sebagai bahasa ilmu, bahasa Indonesia berfungsi sebagai bahasa
pendukung ilmu pengetahuna dan teknologi (iptek) untuk kepentingan
pembangunan nasional. Penyebarluasan iptek dan pemanfaatannya kepada
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan negara dilakukan dengan
menggunakan bahasa Indonesia. Penulisan dan penerjemahan buku-buku teks
serta penyajian pelajaran atau perkuliahan di lembaga-lembaga pendidikan
untuk masyarakat umum dilakukan dengan menggunakan bahasa Indonesia.
Dengan demikian, masyarakat Indonesia tidak lagi bergantung sepenuhnya
kepada bahasa-bahasa asing (bahasa sumber) dalam usaha mengikuti
perkembangan dan penerapan iptek. Pada tahap ini, bahasa Indonesia
bertambah perannya sebagai bahasa ilmu. Bahasa Indonesia oun dipakai bangsa
Indonesia sebagai alat untuk mengantar dan menyampaian ilmu pengetahuan
kepada berbagai kalangan dan tingkat pendidikan.

Bahasa Indonesia berfungsi pula sebagai bahasa pengantar di lembaga-lembaga
pendidikan, mulai dari lembaga pendidikan terendah (taman kanak-kanak)
sampai dengan lembaga pendidikan tertinggi (perguruan tinggi) di seluruh
Indonesia, kecuali daerah-daerah yang mayoritas masih menggunakan bahasa
daerah sebagai bahasa ibu. Di daerah ini, bahasa daerah boleh dipakai sebagai
bahasa pengantar di dunia pendidikan tingkat sekolah dasar sampai dengan
tahun ketiga (kelas tiga). Setelah itu, harus menggunakan bahasa Indonesia.
Karya-karya ilmiah di perguruan tinggi (baik buku rujukan, karya akhir
mahasiswa – skripsi, tesis, disertasi, dan hasil atau laporan penelitian) yang
ditulis dengan menggunakan bahasa Indonesia, menunjukkan bahwa bahasa
Indonesia telah mampu sebagai alat penyampaian iptek, dan sekaligus menepis
anggapan bahsa bahasa Indonesia belum mampu mewadahi konsep-konsep
iptek.

D. Pengaruh bahasa asing dalam perkembangan bahasa Indonesia

Telah berabad-abad lamanya nenek moyang penutur bahasa Indonesia
berhubungan dengan berbagai bangsa di dunia. Bahasa Sanskerta tercatat
terawal dibawa masuk ke Indonesia yakni sejak mula tarikh Masehi. Bahasa ini
dijadikan sebagai bahasa sastra dan perantara dalam penyebaran agama Hindu
dan Buddha. Agama Hindu tersebar luas di pulau Jawa pada abad ke-7 dan ke-8,
lalu agama Buddha mengalami keadaan yang sama pada abad ke-8 dan ke-9.

Hubungan dengan penutur India dan persekitarannya. Beriringan dengan
perkembangan agama Hndu itu berlangsung pula perdagangan rempah-rempah

dengan bangsa India yang sebagian dari mereka penutur bahasa Hindi, sebagian
yang lain orang Tamil dari India bagian selatan dan Sri Lanka bagian timur yang
bahasanya menjadi perantara karya sastra yang subur. Bahasa Tamil pernah
memiliki pengaruh yang kuat terhadap bahasa Melayu.

Hubungan dengan penutur bahasa Tionghoa.

Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan
dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan
usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki
pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal.
Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang
menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi
motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan
spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan
keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.
Ada dua tujuan diselenggarakannya pendidikan anak usia dini yaitu:


Tujuan utama: untuk membentuk anak Indonesia yang berkualitas, yaitu anak yang tumbuh

dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga memiliki kesiapan yang
optimal di dalam memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan pada masa dewasa.

Tujuan penyerta: untuk membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar (akademik)
di sekolah.
Rentangan anak usia dini menurut Pasal 28 UU Sisdiknas No.20/2003 ayat 1 adalah 0-6 tahun.
Sementara menurut kajian rumpun keilmuan PAUD dan penyelenggaraannya di beberapa negara,
PAUD dilaksanakan sejak usia 0-8 tahun.
Ruang Lingkup Pendidikan Anak Usia Dini


Infant (0-1 tahun)



Toddler (2-3 tahun)



Preschool/ Kindergarten children (3-6 tahun)



Early Primary School (SD Kelas Awal) (6-8 tahun)

Sekarang ini si prasekolah sudah dituntut untuk belajar bahasa Inggris.
Apakah anak usia 5 tahun sudah perlu kursus?
Berbagai studi menemukan, masa keemasan perkembangan bahasa adalah selama
usia balita, yaitu sejak tahun pertama hingga usia enam tahun. Pembelajaran
bahasa pada balitadiketahui berlangsung efektif melalui kegiatan bermain dan
mendengarkan secara intens. Artinya, tanpa perlu stimulasi berlebih, balita dapat
belajar bahasa ibu secara alami dengan baik.
Karena globalisasi, bahasa kedua terutama bahasa Inggris, ditawarkan melalui
kursus-kursus sejak sangat dini. Asumsinya, di usia balita, anak-anak dapat
menyerap dan belajar bahasa kedua sama baiknya dengan bahasa ibu.
Saat tepat. Akhir-akhir ini marak prasekolah menawarkan program bilingual.
Program yang ditawarkan terbilang beragam, dari program untuk bayi usia enam
bulan, sampai program untuk anak TK. Menurut para ahli neurologi, dugaan masa
emas perkembangan bahasa anak itu memang ada, yaitu sejak tahun pertama usia
anak hingga awal usia sekolah.
Namun hingga usia lima tahun anak belajar bahasa secara berbeda. Hanya hingga
usia empat atau lima tahun, anak belajar bahasa (baik bahasa ibu maupun bahasa
kedua) tanpa aksen, jelas Prof. Wolf Singer, Direktur Penelitian Otak pada MaxPlanck Institut , Jerman.
Beberapa orang tua merasa cemas si lima tahunnya terlambat memulai belajar
bahasa asing. Padahal, menurut para pengajar bahasa Inggris untuk anak-anak di
Jerman, tidaklah demikian. Berbeda dengan anak usia 3 - 4 tahun, si lima tahun
lebih cermat dan teliti mengamati aturan tata bahasa.
Biasanya anak lebih siap mengikuti pendidikan di luar rumah dan mengikuti aturanaturan di tempat kursus. Seperti halnya Indonesia, Jerman adalah negara yang
bukan berbahasa utama Inggris, sehingga ada kecemasan pada beberapa kalangan
bahwa belajar bahasa Inggris terlalu dini membawa dampak buruk pada
perkembangan kognitif anak.
"Asalkan orang tua jeli memilih program yang sesuai untuk anak, tidak perlu terlalu
khawatir," jelas Karin Jampert , ilmuwan bidang pendidikan pada Deutschen
Jugendinstitut (institut penelitian anak dan remaja Jerman), Munchen.

Hubungan ini sudah terjadi sejak abad ke-7 ketika para saudagar Cina
berdagang ke Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur, bahkan
sampai juga ke Maluku Utara. Pada saat Kerajaan Sriwijaya muncul dan kukuh,
Cina membuka hubungan diplomatik dengannya untuk mengamankan usaha
perdagangan dan pelayarannya. Pada tahun 922 musafr Cina melawat ke
Kerajaan Kahuripan di Jawa Timur. Sejak abad ke-11 ratusan ribu perantau
meninggalkan tanah leluhurnya dan menetap di banyak bagian Nusantara

(Kepulauan Antara, sebutan bagi Indonesia). Yang disebut dengan bahasa
Tionghoa adalah bahasa di negara Cina (banyak bahasa). Empat di antara
bahasa-bahasa itu yang di kenal di Indonesia yakni Amoi, Hakka, Kanton, dan
Mandarin. Kontak yang begitu lama dengan penutur bahasa Tionghoa ini
mengakibatkan perolehan kata serapan yang banyak pula dari bahasa Tionghoa,
namun penggunaannya tidak digunakan sebagai perantara keagamaan,
keilmuan, dan kesusastraan di Indonesia sehingga ia tidak terpelihara
keasliannya dan sangat mungkin banyak ia berbaur dengan bahasa di Indonesia.
Contohnya anglo, bakso, cat, giwang, kue/ kuih, sampan, dan tahu.

Hubungan dengan penutur Arab dan Persia.

Bahasa Arab dibawa ke Indonesia mulai abad ketujuh oleh saudagar dari Persia,
India, dan Arab yang juga menjadi penyebar agama Islam. Kosakata bahasa Arab
yang merupakan bahasa pengungkapan agama Islam mula berpengaruh ke
dalam bahasa Melayu terutama sejak abad ke-12 saat banyak raja memeluk
agama Islam. Kata-kata serapan dari bahasa Arab misalnya abad, bandar, daftar,
edar, fasik, gairah, hadiah, hakim, ibarat, jilid, kudus, mimbar, sehat, taat, dan
wajah. Karena banyak di antara pedagang itu adalah penutur bahasa Parsi, tidak
sedikit kosakata Parsi masuk ke dalam bahasa Melayu, seperti acar, baju,
domba, kenduri, piala, saudagar, dan topan.

Hubungan dengan penutur Portugis

Bahasa Portugis dikenali masyarakat penutur bahasa Melayu sejak bangsa
Portugis menduduki Malaka pada tahun 1511 setelah setahun sebelumnya ia
menduduki Goa. Portugis dikecundangi atas saingan dengan Belanda yang
datang kemudian dan menyingkir ke daerah timur Nusantara. Meski demikian,
pada abad ke-17 bahasa Portugis sudah menjadi bahasa perhubungan antaretnis
di samping bahasa Melayu. Kata-kata serapan yang berasal dari bahasa Portugis
seperti algojo, bangku, dadu, gardu, meja, picu, renda, dan tenda.

Hubungan dengan penutur Belanda.

Belanda mendatangi Nusantara pada awal abad ke-17 ketika ia mengusir
Portugis dari Maluku pada tahun 1606, kemudian ia menuju ke pulau Jawa dan
daerah lain di sebelah barat. Sejak itulah, secara bertahap Belanda menguasai
banyak daerah di Indonesia. Bahasa Belanda tidak sepenuhnya dapat
menggeser kedudukan bahasa Portugis karena pada dasarnya bahasa Belanda

lebih sukar untuk dipelajari, lagipula orang-orang Belanda sendiri tidak suka
membuka diri bagi orang-orang yang ingin mempelajari kebudayaan Belanda
termasuklah bahasanya. Hanya saja pendudukannya semakin luas meliputi
hampir di seluruh negeri dalam kurun waktu yang lama (350 tahun penjajahan
Belanda di Indonesia). Belanda juga merupakan sumber utama untuk menimba
ilmu bagi kaum pergerakan. Maka itu, komunikasi gagasan kenegaraan pada
saat negara Indonesia didirikan banyak mengacu pada bahasa Belanda. Katakata serapan dari bahasa Belanda seperti abonemen, bangkrut, dongkrak,
ember, formulir, dan tekor.

Hubungan dengan penutur Inggris

Bangsa Inggris tercatat pernah menduduki Indonesia meski tidak lama. Rafes
menginvasi Batavia (sekarang Jakarta) pada tahun 1811 dan beliau bertugas di
sana selama lima tahun. Sebelum dipindahkan ke Singapura, dia juga bertugas
di Bengkulu pada tahun 1818. Sesungguhnya pada tahun 1696 pun Inggris
pernah mengirim utusan Ralph Orp ke Padang (Sumatra Barat), namun dia
mendarat di Bengkulu dan menetap di sana. Di Bengkulu juga dibangun Benteng
Marlborough pada tahun 1714-1719. Itu bererti sedikit banyak hubungan dengan
bangsa Inggris telah terjadi lama di daerah yang dekat dengan pusat pemakaian
bahasa Melayu.

Hubungan dengan penutur Jepang

Pendudukan Jepang di Indonesia yang selama tiga setengah tahun tidak
meninggalkan warisan yang dapat bertahan melewati beberapa angkatan. Katakata serapan dari bahasa Jepang yang digunakan umumnya bukanlah hasil
hubungan bahasa pada masa pendudukan, melainkan imbas kekuatan ekonomi
dan teknologinya.

Perbendaharaan kata

Di antara bahasa-bahasa di atas, ada beberapa yang tidak lagi menjadi sumber
penyerapan kata baru yaitu bahasa Tamil, Parsi, Hindi, dan Portugis. Kedudukan
mereka telah tergeser oleh bahasa Inggris yang penggunaannya lebih mendunia.
Walaupun begitu, bukan bererti hanya bahasa Inggris yang menjadi rujukan
penyerapan bahasa Indonesia pada masa yang akan datang.

Penyerapan kata dari bahasa Cina sampai sekarang masih terjadi di bidang
pariboga termasuk bahasa Jepang yang agaknya juga potensial menjadi sumber
penyerapan.
Di antara penutur bahasa Indonesia beranggapan bahwa bahasa Sanskerta yang
sudah ’mati’ itu merupakan sesuatu yang bernilai tinggi dan klasik. Alasan itulah
yang menjadi pendorong penghidupan kembali bahasa tersebut. Kata-kata
Sanskerta sering diserap dari sumber yang tidak langsung, yaitu Jawa Kuna.
Sistem morfologi bahasa Jawa Kuna lebih dekat kepada bahasa Melayu. Katakata serapan yang berasal dari bahasa Sanskerta-Jawa Kuna misalnya acara,
bahtera, cakrawala, darma, gapura, jaksa, kerja, lambat, menteri, perkasa,
sangsi, tatkala, dan wanita.

Bahasa Arab menjadi sumber serapan ungkapan, terutama dalam bidang agama
Islam. Kata rela (senang hati) dan korban (yang menderita akibat suatu
kejadian), misalnya, yang sudah disesuaikan lafalnya ke dalam bahasa Melayu
pada zamannya dan yang kemudian juga mengalami pergeseran makna,
masing-masing adalah kata yang seasal dengan rida (perkenan) dan kurban
(persembahan kepada Tuhan). Dua kata terakhir berkaitan dengan konsep
keagamaan. Ia umumnya dipelihara betul sehingga makna (kadang-kadang juga
bentuknya) cenderung tidak mengalami perubahan.

Sebelum Ch. A. van Ophuijsen menerbitkan sistem ejaan untuk bahasa Melayu
pada tahun 1910, cara menulis tidak menjadi pertimbangan penyesuaian kata
serapan. Umumnya kata serapan disesuaikan pada lafalnya saja.

Meski kontak budaya dengan penutur bahasa-bahasa itu berkesan silih berganti,
proses penyerapan itu ada kalanya pada kurun waktu yang tmpang tindih
sehingga orang-orang dapat mengenali suatu kata serapan berasal dari bahasa
yang mereka kenal saja, misalnya pompa dan kapten sebagai serapan dari
bahasa Portugis, Belanda, atau Inggris. Kata alkohol yang sebenar asalnya dari
bahasa Arab, tetapi sebagian besar orang agaknya mengenal kata itu berasal
dari bahasa Belanda.

Kata serapan dari bahasa Inggris ke dalam kosa kata Indonesia umumnya terjadi
pada zaman kemerdekaan Indonesia, namun ada juga kata-kata Inggris yang
sudah dikenal, diserap, dan disesuaikan pelafalannya ke dalam bahasa Melayu
sejak zaman Belanda yang pada saat Inggris berkoloni di Indonesia antara masa
kolonialisme Belanda.. Kata-kata itu seperti kalar, sepanar, dan wesket. Juga
badminton, kiper, gol, bridge.

Sesudah Indonesia merdeka, pengaruh bahasa Belanda mula surut sehingga
kata-kata serapan yang sebetulnya berasal dari bahasa Belanda sumbernya
tidak disadari betul. Bahkan sampai dengan sekarang yang lebih dikenal adalah
bahasa Inggris.

Metode penyerapan kata asing

Senarai kata serapan dalam bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia adalah bahasa
yang terbuka. Maksudnya ialah bahwa bahasa ini banyak menyerap kata-kata
dari bahasa lainnya.

Asal Bahasa Jumlah Kata

Arab 1.495 kata

Belanda 3.280 kata

Tionghoa 290 kata

Hindi 7 kata

Inggris 1.610 kata

Parsi 63 kata

Portugis 131 kata

Sanskerta-Jawa Kuno 677 kata

Tamil 83 kata

E. Dampak positif dan negatif adanya bahasa asing dalam perkembangan
bahasa Indonesia

Pengaruh bahasa asing sangat berdampak dalam perkembangan bahasa
Indonesia. Dampak itu ada yang positif dan ada yang negatif. Berikut beberapa
contoh dampak postif dan negatif adanya bahasa asing dalam perkembangan
bahasa Indonesia.

Dampak negatif masuknya bahasa asing selain diatas antara lain:

Anak-anak mulai mengentengkan/menggampangkan untuk belajar bahasa
Indonesia.

Rakyat Indonesia semakin lama kelamaan akan lupa kalau bahasa Indonesia
merupakan bahasa persatuan.
Anak-anak mulai menganggap rendah bacaan Indonesia.
Lama kelamaan rakyat Indonesia akan sulit mengutarakan bahasa Indonesia
yang baik dan benar.
Mampu melunturkan semangat nasionalisme dan sikap bangga pada bahasa dan
budaya sendiri.

Dampak positif bahasa asing bagi perkembangan anak antara lain :

Mampu meningkatkan pemerolehan bahasa anak.
Semakin banyak orang yang mampu berkomunikasi dalam bahasa Inggris maka
akan semakin cepat pula proses transfer ilmu pengetahuan
Menguntungkan dalam berbagai kegiatan (pergaulan internasional, bisnis,
sekolah).
Anak dapat memperoleh dua atau lebih bahasa dengan baik apabila terdapat
pola sosial yang konsisten dalam komunikasi, seperti dengan siapa berbahasa
apa, di mana berbahasa apa, atau kapan berbahasa apa.

III. PENUTUP
A. Kesimpulan
Bahasa asing adalah bahasa negara lain yang tidak digunakan secara umum
dalam interaksi sosial. Kedudukan Bahasa Asing di Indonesia tersebut
mengakibatkan jarang digunakannya bahasa asing dalam interaksi sosial di
lingkungan anak. Hal tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi lembaga
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang menggunakan bahasa pengantar Bahasa
Inggris karena pemerolehan bahasa asing bagi anak berbanding lurus dengan
volume, frekuensi dan penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari.

Pada dasarnya sumber – sumber bahasa asing yang masuk ke Indonesia kurang
lebih dapat mempengaruhi penggunaan dan perkembangan bahasa Indonesia.
Perkembangan bahasa asing yang masuk tersebut tentunya dapat menambah
perbendaharaan bahasa Indonesia itu sendiri dengan pola yang terpantau
tentunya ( tidak menyingkirkan nilai budaya dari bahasa Indonesia itu sendiri).
Bahasa Indonesia mempunyai ciri-ciri umum dan kaidah-kaidah tertentu yang
membedakannya dengan bahasa-bahasa lainnya di dunia ini, baik bahasa asing
maupun bahasa daerah. Dengan ciri-ciri umum dan kaidah-kaidah pokok ini
pulalah dapat dibedakan mana bahasa Indonesia dan mana bahasa asing
ataupun bahasa daerah.

Dengan berlakunya Undang-undang Dasar 1945, bertambah pula kedudukan
bahasa Indonesia, yaitu sebagai bahasa negara dan bahasa resmi. Warga
masyarakat pun dalam kegiatan yang berhubungan dengan upacara dan
peristiwa kenegaraan harus menggunakan bahasa Indonesia. Untuk
melaksanakan fungsi sebagai bahasa negara, bahasa perlu senantiasa dibina
dan dikembangkan. Penguasaan bahasa Indonesia perlu dijadikan salah satu
faktor yang menentukan dalam pengembangan ketenagaan, baik dalam
penerimaan karyawan atau pagawai baru, kenaikan pangkat, maupun pemberian
tugas atau jabatan tertentu pada seseorang. Fungsi ini harus diperjelas dalam
pelaksanaannya sehingga dapat menambah kewibawaan bahasa Indonesia.

B. Saran

Dengan adanya bahasa–bahasa asing tersebut masyarakat Indonesia diharapkan
dapat berkomunikasi dengan cukup baik dengan masyarakat asing jikalau
diperlukan.

DAFTAR PUSTAKA

Barus, Sanggup. 2011. Diktat. SEMINAR. Medan

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1999. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Balai Pustaka :Jakarta

Dikutip dari http://odhepriyamona.wordpress.com/2009/10/20/bahasa-indonesiadan-era-globalisasi/

Dikutip dari http://silviarasyid.blogspot.com/2010/04/pengaruh-penerapanpenggunaan

bahasa.html

Dikutip dari http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/04/pengaruh-bahasa-asingdalam-perkembangan-bahasa-indonesia-2/

“Selain itu penghapusan mata pelajaran bahasa Inggris juga bertujuan untuk memberi
waktu kepada siswa sekolah dasar untuk memperkuat kemampuan Bahasa Indonesia
sebelum mempelajari bahasa asing. Dalam rangka itu mungkin Bahasa Inggris masih
dipertimbangkan untuk ditiadakan dulu,” ujar Ibnu.
Pakar sosio-linguistik dari Universitas Gajah Mada, Kunjana Rahardi, menyetujui
rencana pemerintah itu karena menurutnya, pengenalan bahasa asing yang terlalu dini
berdampak buruk pada penguasaan bahasa anak.
“Sudah selayaknya anak di usia kelas satu sampai kelas 3 sekolah dasar memang tidak
dikenalkan dengan bahasa asing lebih dahulu. Sebaliknya harus difokuskan pada
bahasa ibu baik Bahasa Indonesia ataupun bahasa daerah terlebih dahulu,” ujarnya.
Penguasaan bahasa ibu yang bagus akan membantu ketika anak belajar bahasa kedua
dan ketiga, kata Kunjana.
“Jadi belajar bahasa kedua itu dasarnya adalah pengembangan dari penguasaan
bahasa pertama. Jadi sebelum bahasa pertamanya sampai pada tahapan yang cukup
bagus, tidak mungkin seorang anak bisa belajar bahasa kedua dan ketiga,” tegasnya.
“Yang ada di anak-anak Indonesia, karena terlalu prematur dikenalkan bahasa asing

dan bahasa kedua di usia sebelum waktunya, penguasaan bahasa mereka tidak matang
sepenuhnya. Bahasa Indonesianya kacau balau, bahasa daerahnya tidak menguasai
apa-apa, Bahasa Inggris setengah matang.”