PENGUATAN PERAN KELUARGA DALAM PENDIDIKA

“PENGUATAN PERAN KELUARGA DALAM PENDIDIKAN ANAK”
OPINI
“KELUARGA AKTIF, GENERASI KREATIF”

Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukkan pribadi manusia. Pendidikan
sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi manusia menurut ukuran
normatif. Menyadari akan hal tersebut, pemerintah sangat serius menangani bidang pendidikan,
sebab dengan sistem pendidikan yang baik diharapkan muncul generasi penerus bangsa yang
berkualitas dan mampu menyesuaikan diri untuk hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu usaha pengembangan sumber daya manusia
(SDM), walaupun usaha pengembangan SDM tidak hanya dilakukan melalui pendidikan
khususnya pendidikan formal (sekolah). Tetapi sampai detik ini, pendidikan masih dipandang
sebagai sarana dan wahana utama untuk pengembangan SDM yang dilakukan dengan sistematis,
programatis, dan berjenjang.
Kemajuan pendidikan dapat dilihat dari kemampuan dan kemauan dari masyarakat untuk
menangkap proses informatisasi dan kemajuan teknologi. Karena Proses informatisasi yang
cepat karena kemajuan teknologi semakin membuat horizon kehidupan didunia semakin meluas
dan sekaligus semakin mengerut. Hal ini berarti berbagai masalah kehidupan manusia menjadi
masalah global atau setidak-tidaknya tidak dapat dilepaskan dari pengaruh kejadian dibelahan
bumi yang lain, baik masalah politik, ekonomi , maupun sosial.
Permasalahan muncul ketika sebagaian besar masyarakat masih beranggap bahwa

tanggung jawab pendidikan anak-anak akan berahir ketika mereka memasuki masa sekolah
(formal) dan saat itu juga tanggung jawab orang tua (keluarga) berahir seiring dengan masuknya
anak-anak mereka kebangku sekolah. Pemahaman ini menjadikan keluarga cendrung hanya
sebagai controlling dalam pendidikan anak-anak mereka, bukan lagi sebagai relasi (formal)
dalam membina, membangun pendidikan anak itu sendiri.
Kebiasaan ini mengakar di tengah-tengah masyarakat kita, memiliki persepsi bahwa
Pendidikan anak-anak adalah tanggung jawab guru di lingkungan sekolah saja. Hal ini dapat kita
lihat di tengah-tengah masyarakat yang cenderung mengabaikan perkembangan pendidikan

anak-anak mereka. Kejadian ini sering kita temukan pada masyarkat , ekonomi menengah
kebawah, pada keluarga broken home, dan lebih sering pada keluarga yang tingkat
pendidikannya rendah. Hal ini yang memicu motivasi anak-anak untuk belajar menjadi rendah,
support dari keluarga sangat minim.
Perlu kita sadari anak merupakan asset terbesar daeri sebuah keluarga, sekaligus sebagai
generasi penerus amanat kehidupan sekaligus cerminan masa depan bangsa. Jika sejak dini anakanak mendapatkan perawatan dan pendidikan yang salah, maka akan terlahir generasi yang tidak
sehat, korup, dan perusak. Sebaliknya, jika sejak dini anak-anak mendapatkan perawatan dan
pendidikan dengan baik dan tepat dari keluarga, maka akan terlahir generasi yang alim, saleh
sehat, dan berguna bagi diri sendiri (mandiri), lingkungan sekitar, bangsa serta agama. Karna itu
perlu adanya perawatan dan pendidikan anak sebaik mungkin. Ada pepatah Mandailing “ Eme di
suan tubu duhut” (Padi di tanam Tumbuh Rumput) artinya kebaikan yang di ajarkan terkadang

tumbuh kejahatan.
Lantas bagaimana perawatan pendidikan anak yang ideal?

Bagaimana perawatan

keluarga terhadap pendidikan anak? Tulisan singkat ini, mencoba menganalisa tentang peran
keluarga dalam penguatan peran keluarga dalam pendidikan anak, sehingga dari keluarga yang
aktif akan lahir generasi yang aktif kreatif.
Perawatan dan pendidikan anak idealnya dimulai oleh sebuah keluarga sejak dini,
pemilihan jodoh, janin dalam kandungan, masa anak-anak, tentunya sesuai dengan agama,
psikologi anak, kesehatan, serta perkembangan anak. Hal-hal yang negative sangat merusak
pendidikan anak, perkembangan anak sehingga dapat memperkeruh pola piker dari anak.
Cara efektif untuk membentuk anak yang kreatif, pandai, aman, dan seterusnya adalah
dengan membentuk rasa tanggung jawab social yang tinggi, berjiwa pahlawan, berahlak baik.
Inilah yang terpenting dipahami oleh sebuah keluarga. Ilmu pengetahuan mudah di pelajari, jika
ingin anak pandai menghitung tinggal dikursuskan sempoa. Ingin anak pandai computer, tinggal
dikursuskan computer, ingin anak pandai bahasa inggris, arab. Cina. Tinggal dikursuskan.
Namun jika menginginkan anak yang tidak egois, berjiwa pahlawan, yang hebat sekaligus baik.

Maka perawataan dan pendididkan harus dimulai sejak dini. Karna dasar yang kuat itu, akan

menjadikan pondasi yang kuat terhadap perkembangan pendidikan anak tersebut hingga dewasa.
Demikian halnya dengan keluarga, adalah sebagai lembaga pendididkan pertama seorang
anak, sebuah keluarga yang cendrung jauh dari dunia ilmu pengetahuan akan menghasilkan
keluarga yang juga tidak menyukai ilmu pengetahuan itu sendiri. Lembaga pertama ini mestinya
proaktif terhadap pendidikan anak-anaknya. Dengan memperbanyak interaksi bersama keluarga
itu sendiri, kecenderungannya. Masyarakat kita mengahabiskan waktunya di warung-warung
kopi, berinteraksi dengan dunia mereka sendiri, sibuk dengan bisnis, mata pencaharian mereka
sendiri. Meskipun hal itu tidak dipungkiri sebagai sebuah kebutuhan keluarga. Namun
mengabaikan keluarga (anak-anak) mereka sebagai asset terbeser mereka.
Sebuah keluarga menjadi sekolah petama sianak dalam mengembangkan segenap potensi
yang mereka miliki, bukankan Keluarga lebih memahami psikologi anak tersebut? Dan lebih
mengerti sikap dan prilaku anak-anak mereka sendiri.
Disinilah peran utama keluarga harus di optimalkan, terlibat secara langsung dalam
peningkatan pendidikan anak. Keluarga menjadi rooler model bagi anak dalam memacu
semangat dalam meningkatkan pendidikannya.

Menjadi relasi (mitra) sekolah untuk

mengembangkan segenap potensi yang di miliki oleh si Anak. Tidak hanya sebatas pemberi
belanja. Namun lebih dari itu.

Keluarga yang aktif akan menghasilkan generasi yang kreatif, inovatif. Bukan lagi
keluarga yang hanya sekedar catatan di Dinas Kependudukan Dan Catatan Sipil setiap daerah,
namun keluarga harus bersinergi dengan mitranya untuk bersama membangun sebuah keluarga
yang hebat!
Melihat realita saat ini, keluarga cenderung beranggapan lembaga penddiidkanlah yang
lebih dominan dalam membentuk karakter si anak. Jika kita lihat di media social, media
elektronik,di jalanan, di kota dan bahkan di desa desa sekalipun anak menjadi terabaikan oleh
keluarganya, bahkan tidak jarang banyak keluarga yang meninggalkan keluarga untuk mencari
kebahagian lain. Fenomena ini semestinya menjadi peer besar bagi kita semua, apalagi

pemerintah. Semestinya hal ini menjadi prioritas dalam membangun karakter bangsa yang
memiliki norma norma agama, adat.

Wallohu a’lam bissowab, wailaihi marjiul maaf,
Taufik Akbar Hasibuan
Smp n 1 aek nabara barumun kabupaten padang lawas sumatera utara
Mei 2016, penulis Adalah Sekretaris IGI (Ikatan Guru Indonesia) Kabupaten Padang Lawas,
Sumatera Utara.