PENGARUSUTAMAAN KONSTITUSI DALAM PEMBENT. dcox

PENGARUSUTAMAAN KONSTITUSI DALAM PEMBENTUKAAN
HUKUM
(Sebuah Telaah Hukum Pengelolaan Sumber Daya Alam)
Oleh Galang Taufani

SDA dalam Curuk Kepahitan
Pada tahu 2002, Bank Dunia membuat suatu laporan khusus ber-title “Mining in
Developing Countries: Treasure or Trouble?”. Dalam laporan setebal 32 halaman
tersebut, institusi ini meranking negara dalam hal national income per capita.
Hasilnya, ditengah peringkat mereka yang kaya dan miskin, ditemukan sebuah
fakta menarik. Ternyata setengah dari 25 negara terkaya (The world’s most
prosperous nations) adalah mereka yang tidak memiliki kekayaan alam yang luar
biasa, yang kekayaan alamnya tidak berlimpah (natural resource-poor). Jepang,
Switzerland, Irlandia, Hong Kong, dan Singapura adalah contoh resource-poor
yang makmur.1
Sebaliknya, kebanyakan negara miskin

adalah mereka yang miskin adalah

mereka yang kaya akan sumber daya alam (natural resource-rich). Negara-negara
di kawasan Afrika, Amerika Latin, serta Asia adalah representasi dari kelompok

ini.
Pertambangan dan juga sumber daya alam Indonesia lainnya adalah harta karun
yang luar biasa, maka kenapa rakyat Indonesia tidak dapat makmur? Kenapa tidak
sekaya negara-negara lain yang resource poor kekayaan alamanya sangat minim?
Barangkali jawabanya adalah kekayaan alam tidak dapat memakmurkan rakyat
karena lebih banyak dieksploitasi perusahaan asing sehingga tidak menimbulkan
trickle down effect bagi masyarakat Indonesia. Pihak asing itu sendiri
mengeksploitasi karenda pendekatan pemerintah Indonesia adalah liberalisasi
pertambangan dengan mengundang investor mancanegara.

1 Simon Felix Sembiring, Jalan Baru untuk Tambang: Mengalirkan Berkah Bagi Anak Bangsa,
Jakarta: Elex Computindo, 2009, hal. XXI.

Indonesia merupakan negara kaya dengan sumber daya alam yang dimiliki dengan
sangat melimpah. Berada di tengah jalur khatulistiwa, Indonesia berada diantara
benua Asia dan Australia serta antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia.
Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 13.466
pulau2, kemudian populasi lebih dari 258 juta jiwa pada tahun 2016. 3 Oleh karena
itu, dapat dipastikan sejatinya Indonesia merupakan negara yang memiliki basis
sumber daya alam dan manusia yang mumpuni di jagat dunia ini.

Kekayaan alam Indonesia menjadi kiasan dan dinyanyikan dengan baik oleh Koes
Ploes melalui metofora sebuah lagu yang sangat apik:
Bukan lautan hanya kolam susu/kail dan jala cukup menghidupimu/tiada badai
tiada topan kautemui/ikan dan udang menghampiri dirimu//Orang bilang tanah
kita tanah surga tongkat kayu dan batu jaditanaman//
Oleh karena itu, maka sudah sejatinya menjadi keniscayaan bagi negara Indonesia
terwujud kesejahteraan umum bagi seluruh warga negara dalam terselenggaranya
bernegara di Indonesia. Hal ini dijelaskan dengan sangat gamblang dalam
pembukaan aline ke IV UUD 1945. 4
Tulisan ini dalam penjelasakannya hendak berangkat dari dua hal: Pertama,
bagaimana persoalan faktual dalam hukum sumber daya alam di Indonesia dilihat
dari perspektif hukum dan konstitusi. Kedua, bagaimana penerapan Pasal 33
UUD 1945 sebagai landasan pengelolaan yang ditafsirkan dalam pengelolaan
SDA dalam pertambangan di Indonesia.
2 Metrotvnews
Jumlah
Pulau
di
Indonesa
Berkurang

dalam
“http://news.metrotvnews.com/read/2013/10/18/188980/jumlah-pulau-di-indonesia-berkurang4-042-buah” diakses pada Jum'at, 17 Juni 2016.
3 Badan Pusat Statistik, diakses pada 17 Juni 2016.
4 Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum,mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah
kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia,
yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yangberkedaulatan rakyat
dengan berdasar kepada Ketuhan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan berasab,
Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwa-kilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan srosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.

Hukum dan Perubahan Sosial
Hukum tidak hanya seperangkat undang-undang yang berisikan barisan rumusan
pasal yang beirisikan teks an sich. Hukum sejatinya tidak terlepas dari anasiranasir sosial yang ada. Hal ini adalah sebuah keniscayaan dalam masyarakat.
Satjipto Rahardjo mengatakan bahwa perubahan sosial yang ada merupakan ciri
dari sebuah negara modern.5 Hukum hadir selalu dengan alasan dan perubahan
sosial yang ada, begitupan adanya perubahan sosial dan pembangunan sosial

selalu membutuhkan hukum untuk menjaga harmoni sosial didalam masyarakat.
Oleh karena itu, melihat kondisi sosial yang ada, maka ada kepentingan bahwa
realitas harus menjadi basis sosial yang digunakan untuk membangun
kesejahteraan melalui hukum. Hukum dapat digunakan sebagai mekanisme
rekayasa sosial (social of engineering) agar tercapai sebuah cita-cita masyarakat.6
Hal ini diungkapan sangat jelas oleh Roscoe Pound, bahwa tugas utama hukum
adalah rekayasa sosial. Sebab, Pound sadar, bahwa hukum hendaknya memiliki
perspektif politik ekonomi dalam merekayasa sosial, karena itulah, cita-cita
mewujudkan hak asasi bisa diimplementasikan. 7 Melalui pendapatnya itulah maka
dikenal bahwa hukum sebagai alat rekayasa sosial (law as a tool of social
engineering).

Pasal 33 UUD 1945: Manifestasi Ideologis Bangsa Dalam Pengelolaan SDA

5 Satjipto Rahardjo, Pemanfaatan Ilmu-ilmu Sosial bagi pengembangan Ilmu Hukum, Jakarta:
Genta Publishing.
6 Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum, PT Citra Aditya
Bakti: Bandung, 2007.
7 Dengan semboyan ala masyarakat Amerika, yakni ‘liberty’, Pound percaya bahwa hukum
memiliki dimensi politik ekonomi yang bertujuan untuk melaksanakan perlindungan hak asasi

(bills of right). Lihat Roscoe Pound, The Formative Era of American Law. Boston: Little, Brown,
and Company, 1938, p. 98.

Pasal 33 ayat (1) UUD 1945 berbunyi: “ Perekonomian disusun sebagai usaha
bersama berdasar atas asas kekeluargaan”. Di dalam Penjelasan pada Naskah
Asli UUD 1945 disebutkan bahwa:
Dalam Pasal 33 tercantum dasar Demokrasi ekonomi. Produksi dikerjakan oleh
semua untuk semua dibawah pimpinan atau pemilikan anggota-anggota
masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran
orang seorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama atas asas
kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi.
Jadi, asas kekeluargaan memiliki keterkaitan dengan sistem demokrasi ekonomi
yang menghendaki kemakmurab atau kesejahteraan bersama, bukan kemakmuran
orang perorangan. Asas kekeluargaan merupakan asas yang menegaskan bahwa
sisten demokrasi yang dikehendaki oleh UUD 1945 bukan sistem demokrasi
liberal melainkan demokrasi sosial atau demokrasi ekonomi.
Dalam hukum tata negara Indonesia, asas kekeluargaan diwujudkan dalam
perencanaan ekonomi oleh negara. Hal itu sesuai dengan kalimat pada ketentuan
Pasal 33 ayat (1) UUD 1945 yang menyebutkan “perekonomian disusun” yang
mengimplikasikan adanya penyusunan ekonomi secara terencana oleh negara.

Konsekuensinya, perokonomian tidak boleh boleh sepenuhnya diserahkan kepada
mekanisme pasar bebas sebagaimana sistem ekonomi liberal.
Dalam demokrasi ekonomi, tujuan negara bukan hanya untuk memberikan
kebebasan negatif dalam bentuk kebebasan politik kepada setiap individu,
melainkan bertujuan untuk memberikan kebebasan positif berupa kebebasan
kepada seluruh masyarakat untuk memebuhi seluruh kebutuhan hidupnya
sehingga terwujud kesejahteraan hidup bersama. Sistem demokrasi ekonomi
menuntut negara secara aktif melindungi kepentingan bersama seluruh masyarakat
dengan mengambil alih sebagian sektor ekonomi yang penting bagi negara dan
menyangkut hajat hidup orang banyk sehingga sektor-sektor tersebut tidak jatuh
kepada perusahaan perseorangan atau swasta.
Asas kekeluargaan pada dasarnya merupakan faham kolektivisme yang
memandang hakikatnya sebagai makhluk sosial, sehingga kepentingan masyarakat

lebih didahulukan daripada kepentingan individu. Dalam bentuk yang paling
ekstrem, kolektivisme berkembang dalam bentuk komunisme yang menolak sama
sekali hak-hak perseorangan. Tetapi, kolektivisme juga berkembang dalam bentuk
moderat seperti terwujud dalam negara sosial atau negara kesejahteraan.
Asas negara kekeluargaan adalah wujud dari faham kolektivisme bangsa
Indonesia yang memandang kehidupan negara seperti suatu keluarga besar yang

saling tolong menolong, saling membantu, bergotong royong, saling bekerjasama
satu sama lain. Dalam kehidupan ekonomi, asas kekeluargaan tersebut
diwujudkan dalam dengan mekanisme kerjasama dibandingkan persaingan atau
kompetisi yang menjadi dasar bagi sistem ekonomi liberal-kapitalis.
Mengacu pada ketentuan article 2 Universal Declaration of Human Rights/UDHR
1948, asas kekeluargaan pada hakikatnya adalah asas persaudaraan (brotherhood)
yang memandang seluruh manusia sebagai satu saudara yang memiliki kebebasan
dan martabat yang sama. Ketentuan tersebut adalah sebagai berikut:
All human being are born free and equal in dignity and rights. They are
endoweed with reason and consience and should act towards one another in a
spirit of brotherhood . (Semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai
martabat dan hak-hak yang sama. Mereka dikaruniai akal dan hati nurani dan
hendaknya bergaul satu sama lain dalam semangat persaudaraan).
Ketentuan UDHR 19488 pada dasarnya merupakan ungkapan dari tiga prinsip
dasar demokrasi yang berkembang selama Revolusi Prancis, yakni: kebebasan
(liberte), persamaan (egalite), dan persaudaraan (fraternite). Asas persaudaraan
tersebut melahirkan kesadaran bahwa manusia harus lebih mengedepankan
kerjasama dalam membangun peradaban yang lebih baik dan manusiawi. Dengan
demikian, persamaan dan kebebasan harus dilaksanakan dalam semangat
persaudaraan sehingga tidak berkembang menjadi bentuk-bentuk persaingan atau

8 UDHR
(Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia) adalah kesepakatan
internasional yang ditandatangani oleh para pihak (negara) yang menjadi
anggota PBB. Meskipun
Deklarasi itu berupa kesepakatan yang tidak
mengikat secara hukum
(not legally binding) dan tidak menyediakan
perlindungan yang dapat dipaksakan, akan tetapi merupakan pernyataan
definitif yang pertama tentang ‘hak asasi manusia’ dan yang menyebutkan
secara jelas hak-hak itu yang bersifat uiversal. Lihat Groome Dermot, The
Handbook of Human Rights Investigation : Northborough, 2001, p. 4.

kompetisi yang dapat menyebabkan ada sebagian golongan yang memperoleh
keuntungan dibandingkan golongan yang lain atau bahkan terjadi eksploitasi
terhadap golongan yang lain.
Perencanaan ekonomi itupun harus dilakukan “sebagai usaha bersama” yang
dilakukan secara bersama-sama secara kolektif oleh seluruh komponen bangsa.
Dalam pengertian lain, perencanaan ekonomi bukan hanya disusun oleh
pemerintah saja melainkan melibatkan partisipasi


aktif dari seluruh bangsa.

Perencanaan ekonomi secara kolektif itu secara kelembagaan dilakukan melalui
lembaga negara yang merepresentasikan seluruh bangsa, yaitu Manjelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Penguasaan negara atau hak menguasai negara terhadap cabang-cabang produksi
yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak serta
terhadap sumber daya alam untuk dipergunakan bagi sebesar-besar kemakmuran
rakyat (Pasal 33 ayat (2) dan (3) UUD 1945). Menurut Putusan MKRI No:
02/PPU-I/2003 tentang UU Minyak dan Gas Alam, hak menguasai negara
mengandung pengertian kekuasaan negara untuk menyusun kebijakan (beleid),
melaksanakan tindakan administrasi (bestruursdaad), mengatur (regelendaad),
mengelola (beherssdaad) dan mengawasi (toezincthoudensdaad).

UU Minerba dan Perwujudan Keadilan Pancasila
Pengelolaan SDA dalam bidang pertambangan bukanlah barang baru bagi negara
Indonesia. Sejak setelah merdeka barangkali Indonesia sudah banyak regulasi dan
UU yang telah dihasilkan di negara Indonesia. Pasca di zaman soekarno dalam era
demokrasi terpimpin tampak bahwa pengelolaan sumber daya ini dilakukan secara
mandiri dan nasional.

Namun dalam kancah politik hukum pertambangan di indonesia yang sangat
terasa adalah perkembangan hukum pertambangan di era orde baru dibawaha
Presiden Soeharto. Dimana dalam era ini muncullu UU No. 11 Tahun 1967
mengenai UU Pokok-Pokok Pertambangan. Dimana dalam UU ini mengatur

bagaimana kuasa pertambangan diberikan oleh pemerintah dalam pelaksanaan
pengelolaan SDA pertambangan di Indonesia.
Selain kekhasan kuasa pertambangan, sebagaimana dijelaskan dalam UU No.
11/1967 menjelaskan bahwa dalam pengaturan pengelolaan tambang berbentuk
kontrak karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara
(PKP2B). Perjanjian ini menjadi mekanisme bagi pemerintah dan kontraktor
dalam penyelenggaran dan mengusahakan pertambangan umum. Tidak hanya
kontraktor yang berasal dari dalam negeri, tetapi juga penanam modal asing. 9
Kontrak Karya merupakan sebuah perjanjian kerjasama antara Pemerintah dengan
perusahaan pertambangan yang di mana ketika perubahan sebuah subtansi kontrak
harus berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak sesuai dengan Pasal 1338 BW,
bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku bagi undang-undang bagi
mereka yang membuatnya (Pasal 1338 ayat (1) BW) dan suatu perjanjian tidak
dapat ditarik kembali selain dengan kata sepakat kedua belah pihak (Pasal 1338
ayat (2) BW).

Dengan keterikatan ini, apabila pemerintah mengingkari suatu perizinan atau
kontrak kerja sama, maka pemerintah bisa digugat di lembaga arbitrase
internasional. Dalam hukum perjanjian internasional terdapat adagium hukum
yang berbunya “Pacta Sunt Servanda10” yang juga dianut oleh hukum positif
Indonesia sebagaimana tercantum pada Pasal 1338 KUH Perdata yang
mengandung pengertian penghormatan terhadap kontrak kerja atau perjanjian
( the sanctity of contract).11
Model perjanjian ini menunjukkan bahwasannya dalam pelaksanannya pemerintah
dengan kontraktor pertambangan mengakibatkan posisi pemerintah menjadi
mendua: regulator sekaligus partner. Padahal sejatinya Indonesia merupakan
9 Ahmad Redi, Hukum Pertambangan, Gramata Publishing: Jakarta, 2014, hal. 50.
10 Pacta Sunt Servanda (agrements must be kept) adalah asas hukum yang menyatakan bahwa
“setiap perjanjian menjadi hukum yang mengikat bagi para pihak yang melakukan perjanjian Asa
ini menjadi dasar hukum Internasional karena termaktub dalam pasal 26 Konvensi Wina 196
yang menyatakan bahwa “every treaty in force is binding upon the parties to it and must be
performed by them in good faith” (setiap perjanjian mengikat para pihak dan harus dilaksanakan
dengaitikad baik). Lihat UN Conventions on the Laws of Treaties, Viena (23 May 1969), Article
26.
11 Simon Felix Sembiring, Op.Cit, hal. 51.

sebuah negara yang berdaulat terhadap kewilayahan yang dimiliki Indonesia. Hal
ini jelas sangat tidak relevan dengan model pengelolan sumber daya alam yang
termaktub dalam Pasal 33 UUD 1945.
Terbitnya UU No. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
(Minerba) menjadi momentum pembaharuan hukum di Indonesia. Dimana ada
perubahan mendasar dan fundamental dalam pelakasanaan pengelolaan dan
pengusahaan pertambangan yang ada di Indonesia.
Adapun enam materi renegosiasi yang diajukan oleh Pemerintah kepada para
perusahaan tambang pemegang Kontrak Karya dalam menyesuaikan Undangundang Minerba dan peraturan pelaksananya, yaitu : Luas Wilayah Kerja diatur
pada Pasal 53 dan Pasal 171 Undang-undang Minerba; Jangka waktu dan bentuk
perpanjangan diatur pada Pasal 112 angka 2 Peraturan Pemerintah Nomor 23
Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan
Batubara; Penerimaan negara (Pajak dan Royalti) diatur pada Pasal 128 -129
Undang-undang Minerba, dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2012 tentang
Penerimaan Negara bukan Pajak; Kewajiban pengolahan dan pemurnian dalam
negeri diatur pada Pasal 103 dan Pasal 170 Undang-undang Minerba; Kewajiban
divestasi saham diatur pada Pasal 112 Undang-undang Minerba dan Pasal 97
Peraturan pemerintah Nomor 24 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha
Pertambangan Mineral dan Batubara; dan Kewajiban penggunaan tenaga kerja,
barang dan jasa pertambangan dalam negeri diatur pada Pasal 106 UU Minerba.12
Pada tanggal 10 Januari tahun 2012, Pemerintah Republik Indonesia
mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 2012 yang secara resmi
membentuk tim evaluasi Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan
Pertambangan Batubara (PKP2B) yang ada untuk menyesuaikan dengan
ketentuan Undang-undang Minerba, Undang-undang mengharuskan semua
Kontrak Karya dan PKP2B yang ada agar diubah dan diharmonisasikan sesuai
dengan Undang-undang Minerba. Tujuan pemerintah melakukan renegosiasi atau
12 Data Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral
Republik Indonesia, Tahun 2012.

peninjauan kembali Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan
Pertambangan Batubara untuk menyesuaikan isi kontrak dan perjanjian dengan
sejumlah perusahaan pertambangan pemegang Kontrak Karya dan Perjanjian
Pengusahaan

Pertambangan

Batubara

agar

kontrak

sebelumnya

dapat

menyesuaikan dengan Undang-undang Minerba dengan kesepakatan kedua belah
pihak. Untuk itu Pemerintah Republik Indonesia melakukan renegosiasi atau
peninjauan kembali pada Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan
Pertambangan Batubara (PKP2B) kepada para pemegang Kontrak Karya dan
PKP2B dalam rangka memberikan kepastian hukum terhadap kontrak yang telah
ada sebelumnya dan tentunya secara yuridis.13

DAFTAR PUSTAKA
Groome, Dermot, The Handbook of Human Rights Investigation: Northborough,
2001.
Pound, Roscoe, The Formative Era of American Law. Boston: Little, Brown,
and Company, 1938.
Rahardjo, Satjipto, Pemanfaatan Ilmu-ilmu Sosial bagi pengembangan Ilmu
Hukum, Jakarta: Genta Publishing.
Rasjidi, Lili dan Ira Thania Rasjidi, Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum, PT
Citra Aditya Bakti: Bandung, 2007.
Redi, Ahmad, Hukum Pertambangan, Gramata Publishing: Jakarta, 2014.
Sembiring, Simon Felix, Jalan Baru untuk Tambang: Mengalirkan Berkah Bagi
Anak Bangsa, Jakarta: Elex Computindo, 2009.
Murtafiah, Intan Pertama,et al, Implikasi Hukum Kontrak Karya Antara
Pemerintah Indonesia dengan PT Vale Indonesia, Tbk Setelah Berlakunya
Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009, Fakultas Hukum Universitas
Hasanuddin Makassar, hal. 6.

13

Nuryanti Wijayanti dalam Intan Pertama Murtafiah,et al. Implikasi Hukum Kontrak Karya
Antara Pemerintah Indonesia dengan PT Vale Indonesia, Tbk Setelah Berlakunya Undangundang Nomor 4 Tahun 2009, Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar, hal. 6.