SEJARAH PERADABAN ISLAM ISLAM DI ASIA TE

SEJARAH PERADABAN ISLAM
ISLAM DI ASIA TENGGARA
Diajukan Guna Memenuhi Tugas Terstruktur
Mata Kuliah : Sejarah Peradaban Islam
Dosen Pengampu : Dr. H. Saifuddin, M.Ag

Disusun Oleh :
Pipit Damayanti

(1415106093)

Reni Yuliyaningsih

(1415106099)

Rifa Nurjanah

(1415106102)

Kelompok 10
Kelas : T.IPA-Biologi C


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
TADRIS IPA-BIOLOGI / II
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI CIREBON

BAB X
ISLAM DI ASIA TENGGARA
A. Pendahuluan
Umat islam merupakan mayoritas penduduk Asia Tenggara, khususnya di negara
Indonesia, Malaysia, Thailand, Myanmar, Philiphina, Singapura, Vietnam dan Kamboja.
Proses konversi massal masyarakat dunia melayu ke dalam islam berlangsung secara damai.
Konversi ke dalam Islam merupakan proses panjang, yang masih terus berlangsung sampai
sekarang. Di Asia Tenggara, Islam merupakan kekuatan sosial yang patut diperhitungkan,
karena hampir seluruh negara yang yang ada di Asia Tenggara penduduknya baik mayoritas
ataupun minoritas memeluk agama Islam. Misalnya Islam menjadi agama resmi Negara
Federasi Malaysia, kerajaan Brunei Darussalam, negara Indonesia (penduduknya mayoritas
atau sekitar 90% beragama Islam), Brunei (sebagian kecil penduduknya beragama Islam)
dan seperti negara-negara Asia Tenggara lainnya.
Asia Tenggara dianggap sebagai wilayah yang paling banyak pemeluk agama Islam.

Termasuk wilayah ini adalah pulau-pulau yang terletak di sebelah timur India sampai lautan
Cina dan mencangkup Indonesia, Malaysia, dan Filipina.
Sejarah

masuknya islam di Asia Tenggara

sampai saat ini merupakan polemik

panjang yang menimbulkan pro dan kontra antara sejarawan agamawan, arkeolog dan
intelektual. Namun yang menjadi referensi umum masuknya islam di Asia Tenggara adalah
melalui proses perdagangan internasional yang berpusat diselat malaka

melalui para

pedagang muslim Persia dan Arab.
Namun proses masuknya islam di negara-negara bagian Asia Tenggara tidak
sepenuhnya sama. Semuanya memiliki karakteristik masing-masing budaya yang sama sekali
berbeda. Ada juga Negara yang sudah menggunakan tradisi islam ala Persia dan Islam ala
Arab. Oleh karena itu muncullah beberapa hal yang melatarbelakangi proses berkembangnya
Islam di Asia Tenggara yang sangat penting untuk kita ketahui. Islam berkembang di Asia

Tenggara melalui beberapa proses saluran, diantaranya saluran perdagangan, perkawinan,
tasawuf, pendidikan, seni, dan politik.
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, dapat dirumuskan beberapa
permasalahan, diantaranya ialah : (1) Kapan mulai masuk Penyebaran Islam di Asia
Tenggara? (2) Bagaimanakah Proses Islamisasi di Asia Tenggara ? (3) Seperti apakah
Perkembangan Lembaga Sosial dan Politik di Masa itu ? (4) Bagaimanakah Perkembangan

Keagamaan dan Peradaban Ketika itu ? (5) Negara apa saja yang mewakili Islam di Asia
Tenggara ?
B. Penyebaran Islam di Asia Tenggara
Sejak abad pertama, kawasan laut Asia Tenggara, khususnya Selat Malaka sudah
mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam kegiatan pelayaran dan perdagangan
internasional yang dapat menghubungkan negeri-negeri di Asia Timur Jauh, Asia Tenggara
dan Asia Barat. Perkembangan pelayaran dan perdagangan internasional yang terbentang jauh
dari Teluk Persia sampai China melalui Selat Malaka itu kelihatan sejalan pula dengan
muncul dan berkembangnya kekuasaan besar, yaitu China dibawah Dinasti Tang (618-907),
kerajaan Sriwijaya (abad ke-7-14), dan Dinasti Umayyah (660-749).
Mulai abad ke-7 dan ke-8 (abad ke-1 dan ke-2 H), orang Muslim Persia dan Arab sudah
turut serta dalam kegiatan pelayaran dan perdagangan sampai ke negeri China. Pada masa
pemerintahan Tai Tsung (627-650) kaisar ke-2 dari Dinasti Tang, telah datang empat orang

Muslim dari jazirah Arabia. Yang pertama, bertempat di Canton (Guangzhou), yang kedua
menetap dikota Chow, yang ketiga dan keempat bermukim di Coang Chow. Orang Muslim
pertama, Sa’ad bin Abi Waqqas, adalah seorang muballigh dan sahabat Nabi Muhammad
SAW dalam sejarah Islam di China. Ia bukan saja mendirikan masjid di Canto, yang disebut
masjid Wa-Zhin-Zi (masjid kenangan atas nabi). (Al-Usairy, 2013 : 104)
C. Proses Islamisasi di Asia Tenggara
Masuknya agama Islam kedalam negeri Melayu ini nampaknya mempunyai
keistimewaan sendiri, yaitu dengan jalan damai dan berangsur. Jarang sekali dengan
kekerasan dan diterima dengan sukarela oleh penduduk meskipun tidak dengan sekaligus.
Islam masuk ke Asia Tenggara disebarluaskan melalui kegiatan kaum pedagang dan
para sufi. Hal ini berbeda dengan daerah Islam di Dunia lainnya yang disebarluaskan melalui
penaklulan Arab dan Turki. Islam masuk di Asia Tenggara dengan jalan damai, terbuka dan
tanpa pemaksaan sehingga Islam sangat mudah diterima masyarakat Asia Tenggara.
Mengenai kedatangan Islam di negara-negara yang ada di Asia Tenggara hampir
semuanya didahului oleh interaksi antara masyarakat di wilayah kepulauan dengan para
pedagang Arab, India, Bengal, Cina, Gujarat, Iran, Yaman dan Arabia Selatan. Pada abad
ke-5 sebelum Masehi Kepulauan Melayu telah menjadi tempat persinggahan para pedagang
yang berlayar ke Cina dan mereka telah menjalin hubungan dengan masyarakat sekitar
Pesisir. Kondisi semacam inilah yang dimanfaatkan para pedagang Muslim yang singgah
untuk menyebarkan Islam pada warga sekitar pesisir.


Proses Islamisasi dan intensifikasi ke-Islaman banyak dipengaruhi oleh situasi dan
faktor-faktor lokal yang menyebabkan timbulnya perbedaan-perbedaan dalam tingkat
presentrasi Islam di kawasan Asia Tenggara yang berakibat perbedaan pandangan,
penghayatan, dan pengamalan Islam oleh penganutnya. Islamisasi dan intensifikasi
merupakan proses konversi kepada Islam dan peningkatan kesadaran serta upaya untuk
memahami dan mengamalkan Islam sesuai dengan doktrin-doktrin yang sebenarnya, yang
bersih dari bid’ah dan percampuran dengan unsur-unsur non Islam lainnya. Proses ini disebut
sebagai kembali kepada Al-Quran dan Hadits.
Pembentukan kebudayaan dan tatanan politik Islam di dunia dapat berkembang karena
adanya tasawwuf. Proses internasionalisasi Islam tasawwuf tidaklah berjalan sendiri, karena
diperlukan adanya keterikatan tasawwuf kepada shari’ah secara sufistik. (Hamka, 2006 : 203)
D. Pertumbuhan Lembaga Sosial Dan Politik
Awalnya pemerintah kolonial memberikan kemerdekaan kepada umat Islam untuk
melaksanakan ajaran agamanya sepanjang tidak mengganggu kekuasaan pemerintah Belanda.
Sedangkan dalam bidang politik, pemerintah melarang keras orang Islam membahas hukum
Islam baik dari Al-qur’an maupun Sunnah yang menerangkan tentang politik kenegaraan atau
ketatanegaraan.
Pengaruh politik Islam yang semakin kuat serta posisi ekonomi Indonesia yang
berkembang, akibat pelayaran internasional dengan pedagang muslim Arab, membuat

pemerintah Portugis dan Belanda mulai tergoda untuk menjalin hubungan dengan penguasa
pedagang di Indonesia (Asia Tenggara). Lambat laun mereka berkeinginan menguasai
Indonesia dengan cara permainan politik.
Dengan pengalaman itu, orang Islam bangkit dengan menggunakan taktik baru, bukan
dengan perlawanan fisik tetapi dengan membangun organisasi. Akibat dari situasi ini
timbullah perkumpulan-perkumpulan politik baru dan muncullah pemikir-pemikir politik
yang sadar diri. Seperti Budi Utomo, Serikat Islam, Taman Siswa, Muhammadiyah, Nahdatul
Ulama, Dll. (Ajid, 2002 : 297)
E. Perkembangan Keagamaan Dan Peradaban
Ketika Islam datang, sebenarnya kepulauan nusantara (Indonesia) sudah mempunyai
peradaban yang bersumber kebudayaan asli pengaruh dari peradaban hindu-budha di India.
Meskipun demikian Islam cepat menyebar. Hal ini disebabkan Islam yang dibawa oleh
kaum pedagang maupun para Da’i dan ulama masa awal, mereka semua menyiarkan suatu
rangkaian ajaran dan cara serta gaya gaya hidup yang secara kuantitatif lebih maju dari

peradaban yang ada. Bukti-bukti Perkembangan peradaban dan keagamaan di Indonesia
adalah :
1.Sebelum Kemerdekaan
Sebelum Indonesia merdeka Islam telah berkembang dan mempunyai peradaban yang
mencerminkan kemuliaan agama Islam, diantaranya adalah:

a. Adanya birokrasi keagamaan, dimana kedudukan ulama sebagai penasehat raja, terutama
dalam bidang keagamaan terdapat di kerajaan-kerajaan Islam.
b. Ulama dan ilmu-ilmu keagamaan, Penyebaran dan pertumbuhan kebudayaan Islam di
Indonesia terletak di pundak para ulama. Ada dua cara yang dilakukan para ulama dalam
pengembangan ilmu-ilmu keagamaan, yaitu: membentuk kader-kader ulama dan
menyebarkan karya-karya ke berbagai tempat yang jauh.
c. Adanya arsitek bangunan yang menghasilkan seni-seni bangunan yang bercorak Islam
seperti masjid, ukiran, candi dan sebagainya.
2. Setelah Kemerdekaan
a. Berdirinya departemen agama
b. Berdirinya lembaga-lembaga pendidikan
c. Adanya hukum Islam
d. Terlaksananya haji
e. Berdirinya majelis ulama Indonesia (MUI). (Supriyadi, 2008 : 299)
F. Negara-Negara Islam di Asia Tenggara
Umat islam merupakan mayoritas penduduk Asia Tenggara, anatara lain : di negara
Indonesia, Malaysia, Thailand, Myanmar, Philiphina,Singapura, Vietnam dan Kamboja.
1. Perkembangan Islam di Indonesia
Islam di Indonesia mulai berkembang mulai abad ke 1-5 H/7-8 M, cikal bakal kekuasaan
islam telah dirintis pada priode abad ini, tetapi semuanya tenggelam dalam hegemoni maritim

Sriwijaya yang berpusat di Palembang dan kerajaan Hindu-Jawa seperti Singasari dan
MajaPahit di Jawa Timur. Pada priode ini para pedagang dan mubaligh muslim hanya
berbentuk komunitas-komunitas islam.
Islam tersebar di wilayah Indonesia pada pertengahan abad ke 8 H/ 14 setelah
berdirinya beberapa kerajaan Islam. Salah satunya adalah kerajaan Malaka yang memiliki
peranan besar dalam penyebaran Islam di Indonesia. Setelah itu para dai menyebarkannya ke
seluruh pulau-pulau Indonesia dan giat menyebarkannya sehingga Islam tersebar merata.
Pada abad ke-10 H/ 16 M Indonesia jatuh ke dalam penjajahan Portugis. Kemudian dikuasai
Belanda pada tahun 1230 H/1814 M.

Ilmuwan

Belanda lainnya, Moquette, menyimpulkan bahwa asal-usul Islam di

Nusantara adalah Gujarat di pesisir selatan India. Dia mendasarkan kesimpulannya setelah
mempertimbangkan gaya batu nisan yang ditemukan di Pasai, Sumatera Utara, khususnya
yang bertanggal 17 Dzuhijjah 831 H / 27 September 1428 M, yang identik dengan batu nisan
yang ditemukan di makam Maulana Malik Ibrahim (1419 M) di Gresik, Jawa timur. Dia
menyatakan lebih lanjut bahwa corak batu nisan yang ada di Pasai dan Gresik sama dengan
yang ditemukan di Cambay, Gujarat. Dia berspekulasi bahwa dari penemuan-penemuan itu,

batu nisan Gujarat tidak hanya diproduksi untuk pasar lokal, tetapi juga untuk pasar luar
negeri termasuk Sematera dan Jawa. Oleh karena itu, berdasarkan logika linier, Moquette
menyimpulkan bahwa karena mengambil batu nisan dari Gujarat, orang-orang MelayuIndonesia juga mengambil Islam dari wilayah tersebut. Dengan logika linier yang lemah itu
tidak heran kalau kesimpulan Moquette ditentang oleh Fatimi yang berpendapat bahwa salah
jika mengaitkan seluruh batu nisan yang ada di Pasai, termasuk batu nisan Malik Al-Shalih,
dengan Cambay. Menurut penelitiannya sendiri, gaya batu nisan Malik Al-Shalih sangat
berbeda dengan corak batu nisan Gujarat dan prototype Indonesianya. Fatimi berpendapat
bahwa pada kenyataannya bentuk batu nisan itu sama dengan yang ada di Bengal. Oleh
karena itu, sama dengan logika linier Moquette, Fatimi ironisnya menyimpulkan bahwa
semua batu nisan itu pasti diimpor dari Bengal. Ini menjadi alasan utamanya untuk
menyimpulkan lebih lanjut bahwa asal-asul Islam di Kepulauan Melayu-Indonesia adalah
daerah Bengal (Bangladesh).
Agaknya teori Fatimi sangat terlambat untuk menolak teori Moquette karena ada
sejumlah pakar lain yang telah mengambil alih

kesimpulan Moquette, yang menonjol

diantara mereka adalah Kern, Bousquet, Vlekke, Gonda, Schrieke dan Hall. Namun, sebagian
diantara mereka memberikan tambahan argumentasi untuk mendukung Moquette.


Ahli

sastra Melayu, William Winstedt, misalnya menunjukkan batu nisan yang sama di Bruas,
tempat sebuah kerajaan melayu Kuno di Perlak, Semenanjung Malaya. Dia menyatakan
bahwa semua batu nisan di Bruas, Pasai dan Gresik diimpor dari Gujarat, maka Islam pasti
pula dibawa dari sana. Dia juga menulis bahwa sejarah melayu mencatat adanya kebiasaan
lama di daerah Melayu tertentu untuk mengimpor batu nisan dari India.
Sosiolog asal Belanda, Schrieke, mendukung teori itu dengan menekankan peranan
penting yang dimainkan oleh para pedagang Muslim Gujarat dalam perdagangan di
Nusantara dan sumbangan mereka terhadap penyebaran Islam. Namun, sebagian ahli lain
memandang teori yang menyatakan asal-usul Islam di Nusantara adalah Gujarat tidak
terlampau kuat. Marison, misalnya berpendapat bahwa beberapa batu nisan di bagian tertentu

Nusantara mungkin berasal dari Gujarat, tetapi tidak selalu berarti bahwa Islam juga dibawa
dari sana ke kawasan ini. Morison membantah teori tersebut dengan menunjukkan kenyataan
bahwa selama masa Islamisasi Samudera Pasai, yang penguasa

Muslim

pertamanya


meninggal pada tahun 698 H/1298 M.
Gujarat masih merupakan kerajaan Hindu yang menunjukkan sikap bermusuhan
terhadap orang-orang Muslim. Baru pada tahun 699 H/1298 M wilayah Cambay dikuasai
oleh kaum Muslim. Jika Gujarat merupakan pusat para juru dakwah Islam dalam melakukan
perjalanan menuju kepulauan Melayu-Indonesia, maka Islam pasti telah tegak dan tumbuh
subur di Gujarat sebelum kematian Malik al-Shalih, persisnya, sebelum 698 H/1297 M.
Morison lebih jauh mencatat, bahwa meskipun kaum Muslim menyerang Gujarat beberapa
kali pada tahun 415 H/1024 M, 574 H /1178 M dan 695 H/1197 M, para raja Hindu mampu
mempertahankan kekuasaan disana sampai 698 H/1297 M. Kesimpulannya, Morison
mengemukakan teorinya bahwa Islam diperkenalkan dikepulauan Melayu-Indonesia oleh
para juru dakwah Muslim dari Coromandel pada akhir abad ke-13.
Penting dicatat bahwa menurut Arnold, Coromandel dan Malabar bukan satu-satunya
tempat asal kedatangan Islam, melainkan juga dari wilayah Arab. Dalam pandangannya,
padagang Arab juga membawa Islam ketika mereka menguasai perdagangan Barat-Timur
semenjak awal abad ke-7 dan ke-8. Meskipun tidak ada catatan sejarah ihwal penyebaran
Islam oleh mereka, adalah patut diduga bahwa dalam satu hal atau lainnya mereka terlibat
dalam penyebaran Islam kepada kaum pribumi. Argumen ini tampaknya lebih masuk akal
jika orang mempertimbangkan, misalnya, fakta yang disebutkan sebuah sumber di Cina
bahwa menjelang perempatan ketiga abad ke-7 seorang Arab pernah menjadi pemimpin
pemukiman Arab Muslim di pesisir Barat Sumatera. Beberapa orang Arab ini melakukan
kawin campur dengan penduduk pribumi sehingga kemudian membentuk sebuah komunitas
Muslim yang para anggotanya, ungkap Arnold telah memeluk Islam. Menurut Hikayat rajaraja Pasai yang ditulis setelah 1350 ,seseorang bernama Syaikh Ismail datang dengan perahu
dari Makkah lewat Malabar menuju Pasai, tempat dia menonversi Merah silau, penguasa
daerah tersebut ke dalam Islam. Merah Silau kemudian menggunakan gelar Malik Al-Shaleh,
meninggal Dunia 1297 M. Kira-kira satu abad kemudian, sekitar 1414 M, menurut sejarah
Melayu (yang dikompilasi setelah 1500), penguasa Malaka juga diislamkan oleh Sayyid Abd
Al-Aziz, seorang Arab berasal dari Jeddah. Sang penguasa, Para meswara menggunakan
nama dan gelar Sultan Muhammad Syah tidak lama setelah masuk Islam. (Tjandrasasmita,
1984 :12)

Ada empat hal utama yang ingin disampaikan historiografi tradisional lokal semacam
ini. Pertama, Islam di Nusantara dibawa langsung dari tanah Arab. Kedua, Islam
diperkenalkan oleh para guru atau Juru Dakwah ‘profesional”. Ketiga, orang-orang yang
pertama kali masuk Islam adalah para penguasa. Keempat, sebagian besar para juru dakwah
“professional” datang di Nusantara pada abad ke-12 dan ke-13. Orang-orang Muslim dari
luar memang telah ada di Nusantara sejak abad pertama Hijriah, sebagaimana yang
dinyatakan oleh Arnorld dan ditegaskan oleh kalangan ahli Melayu-Indonesia, tetapi jelas
bahwa hanya setelah abad ke-12 pengaruh Islam dikepulauan Melayu menjadi lebih jelas dan
kuat. Oleh karena itu, Islamisasi tampaknya baru mengalami percepatan khususnya selama
abad ke-12 sampai abad ke-16. (Hamka, 2006 : 670)
Islam disebarkan di Indonesia melalui tiga tahap : pertama, islam disebarkan di
pelabuhan-pelabuhan Nusantara, kedua, terbentuknya komunitas-komunitas Islam di
beberapa kepulauan Nusantara, ketiga, berdirinya kerajaan-kerajaan Islam. adapun saluransaluran dalam proses perkembangan Islam di Indonesia menurut Uka Tjandrasasmita ada
enam yaitu :
a. Saluran Perdangangan
Pada taraf permulaan, saluran Islamisasi adalah perdagangan. Kesibukan lalu lintas
perdagangan pada abad ke-7 hingga ke-16 M. membuat pedagang-pedagang muslim (Arab,
Persia dan India) tidak turut ambil bagian dalam perdagangan dari negeri-negeri bagian
barat, tenggara dan timur benua Asia. Saluran Islamisasi melalui perdagangan ini sangat
menguntungkan karena para raja dan bangsawan turut serta dalam kegiatan perdagangan,
bahkan mereka menjadi pemilik kapal dan saham. Mengutip pendapat Tome Pires berkenaan
dengan saluran Islamisasi melalui perdagangan ini di pesisir pulau Jawa, Uka
Tjandrasasmita menyebutkan bahwa para pedagang muslim banyak yang bermukim di
pesisir pulau Jawa yang penduduknya ketika itu masih kafir. Mereka berhasil mendirikan
masjid-masjid dan mendatangkan mullah-mullah dari luar sehingga jumlah mereka banyak,
dan karenanya anak-anak muslim itu menjadi orang Jawa dan kaya-kaya.
Di beberapa tempat, penguasa-penguasa Jawa yang menjabat sebagai bupati-bupati
Majapahit yang ditempatkan di pesisir utara Jawa banyak yang masuk Islam, bukan hanya
karena faktor politik dalam negeri yang sedang goyah, tetapi terutama karena faktor
hubungan ekonomi dengan pedagang-pedagang muslim. Dalam perkembangan selanjutnya,
mereka kemudian mengambil alih perdagangan dan kekuasaan di tempat-tempat tinggalnya.
b. Saluran Perkawian

Dari sudut pandang ekonomi, para pedagang muslim memiliki status sosial yang lebih
baik dari kebanyakan pribumi, sehingga penduduk pribumi terutama putra-putri bangsawan,
tertarik untuk menjadi istri saudagar-saudagar itu. Sebelum kawin, mereka diIslamkan lebih
dahulu. Setelah mereka mempunyai keturunan, lingkungan mereka makin luas. Akhirnya
timbul

kampung-kampung,

daerah-daerah,

dan

kerajaan-kerajaan

muslim.

Dalam

perkembangan berikutnya, ada pula wanita muslim yang dikawin oleh keturunan
bangsawan, tentu saja setelah yang terakhir ini masuk Islam terlebih dahulu.
Jalur

perkawinan

ini lebih menguntungkan apabila terjadi antara saudagar muslim

dengan anak bangsawan atau anak raja dan anak adipati, karena raja adipati atau bangsawan
itu kemudian turut mempercepat proses Islamisasi. Demikian yang terjadi antara Raden
Rahmat atau Sunan Ngampel dengan Nyai Manila, Sunan Gunung Djati dengan Putri
Kawunganten, Brawijaya dengan Putri Campa yang menurunkan Raden Patah (raja pertama
Demak).
c. Saluran Tasawuf
Pengajaran-pengajaran tasawuf atau para sufi, mengajarkan teosofi yang bercampur
dengan ajaran yang sudah dikenal luas oleh masyarakat indonesia. Mereka mahir dalam
soal-soal magis dan mempunyai kekuatan-kekuatan menyembuhkan. Diantara mereka para
ada juga yang mengawini putri-putri bangsawan setempat.
Dengan tasawuf, bentuk Islam yang diajarkan kepada penduduk pribumi mempunyai
persamaan dengan alam fikiran mereka yang sebelumnya menganut agama hindu, sehingga
agama yang baru itu mudah dimengerti dan diterima. Diantara ahli-ahli tasawuf yang
memberikan ajaran yang mengandung persamaan dengan alam pikiran Indonesia pra-Islam
itu adalah Hamzah Fansuri di Aceh, Syaikh Lemah Abang, dan Sunan Panggung di Jawa.
Ajaran mistik seperti ini masih berkembang di abad ke-19 M bahkan di abad ke-20 M ini.
d. Saluran Pendidikan
Islamisasi juga dilakukan melalui pendidikan, baik pesantren maupun pondok yang
diselenggarakan oleh guru-guru agama, kiai-kiai dan ulama-ulama. Di pesantren atau
pondok itu, calon ulama, guru agama, dan kiai mendapat pendidikan agama. Setelah keluar
dari pesantren, mereka pulang ke kampung-kampung masing-masing kemudian berdakwah
ke tempat tertentu mengajarkan Islam. Misalnya, pesantren yang didirikan oleh Raden
Rahmat di Ampel Denta Surabaya dan Sunan Giri di Giri. Keluaran Pesantren Giri banyak
yang

diundang

e. Saluran Kesenian

ke

Maluku

untuk

mengajarkan

agama

Islam.

Saluran Islamisasi melalui kesenian yang paling terkenal adalah pertunjukan wayang.
Dikatakan, sunan kalijaga adalah tokoh yang paling mahir dalam mementaskan wayang. Dia
tidak pernah meminta upah pertunjukan, tetapi ia meminta para penonton untuk
mengikutinya mengucapkan kalimat syahadat. Sebagian besar cerita wayang masih dipetik
dari cerita mahabharata dan Ramayana, tetapi dari cerita itu disisipkan ajaran dan namanama pahlawan Islam. Kesenian-kesenian lain juga dijadikan alat Islamisasi, seperti sastra
(hikayat,

babad,

dan

sebagainya),

seni

bangunan,

dan

seni

ukir.

f. Saluran Politik
Di Maluku dan Sulawesi Selatan, kebanyakan rakyat masuk Islam setelah rajanya
memeluk Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya Islam di
daerah ini. Di samping itu, baik di sumatera dan Jawa maupun di Indonesia bagian timur,
demi kepentingan politik kerajaan-kerajaan Islam memerangi kerajaan-kerajaan non-Islam.
Kemenangan kerajaan Islam secara politis banyak menarik penduduk kerajaan bukan Islam
itu masuk Islam. (Badri, 2008 : 200)
2. Perkembangan Islam di Malaysia
Islam masuk ke wilayah ini lewat jalan pedagang-pedagang Arab. Disebutkan bahwa
mereka sampai ke Malaka pada tahun 675 H / 1276 M. Raja Malaka masuk Islam melalui
tangan mereka, dan mengganti namanya menjadi Muhammad Syah, lalu diikuti oleh
rakyatnya. Malaka merupakan kerajaan islam pertama di sana.
Islam sampai ke Malaysia belakangan dari sampainya Islam di Indonesia yang sudah
terlebih dahulu pada abad ke tujuh. Berdasarkan keterangan ini, maka asal usul masuknya
Islam ke Malaysia berdasar pada yang dikemukakan Azyumardi Azra bahwa Islam datang
dari India, yakni Gujarat dan Malabar.
Sebelum Islam datang wilayah Asia Tenggara, Malaysia adalah berada di jalur
perdagangan dunia yang Menghubungkan kawasan-kawasan di Arab dan India dengan
Wilayah China, dan dijadikan tempat persinggahan sekaligus pusat perdagangan yang amat
penting. Maka tidak heran jika wilayah ini juga menjadi pusat bertemunya berbagai
keyakinan dan agama (Across-Roads Of Religion) yang berinteraksi secara kompleks
lengkap. (Kenneth, 1949 : 30)
Pada abad ke-10 H/16 M, Protugis menginvansi Malaysia, kemudian diikuti oleh
orang-orang Belanda (1051-1210 H/1641-1795 M). Lalu Malaysia tunduk kepada
penjajahan Inggris pada tahun 1230 H/1814 M. Orang-orang Jepang sempat menguasai
negeri ini selama Perang Dunia II. Kemudian wilayah ini kembali kepada Inggris setelah
perang usai. Malaysia kemudian mengumumkan kemerdekaannya pada tahun 1377 H /

1957M dan mendirikan Federasi Malaysia yang terdiri dari 11 provinsi. Sabah dan Serawak
serta Singapura tergabung ke dalam wilayah ini. Kemudian Malaysia mengumumkan negeri
itu sebagai Monarki Konstitusional pada tahun 1383 H / 1962 M.
Azyumardi Azra menyatakan bahwa tempat asal datangnya islam ke Asia Tenggara
termasuk di Malaysia, setidaknya ada tiga teori. Pertama teori yang menyatakan bahwa
Islam datang langsung dari Arab (Hadramaut). Kedua, islam datang dari india, yakni Gujarat
dan Malabar. Ketiga Islam datang dari Benggali (Banglades).
Pola pertama Islam masuk ke Nusantara termasuk Malaysia melalui jalur perdagangan
dan ekonomi yang melibatkan orang dari berbagai etnik dan ras yang berbeda-beda bertemu
dan berinteraksi, serta bertukar pikiran tentang masalah perdagangan, politik, sosial, dan
keagamaan. Seiring itu pola kedua mulai menyebar melalui pihak penguasa dimana istana
sebagai pusat kekuasaan berperan dibidang politik dan penataan kehidupan sosial, dengan
dukungan ulama yang terlibat langsung dalam biroksasi pemerintahan, hukum Islam
dirumuskan dan diterapkan, kitab sejarah ditulis sebagai landasan legitimasi bagi penguasa
muslim.
Memasuki abad ke-20, bertepatan dengan masa pemerintahan Inggris, urusan-urusan
agama dan adat Melayu lokal di Malaysia di bawah koordinasi sultan-sultan dan hal itu
diatur melalui sebuah departemen , sebuah dewan ataupun kantor sultan. Setelah tahun 1984,
setiap negara bagian dalam federasi Malaysia telah membentuk sebuah departemen urusan
agama. Orang-orang muslim di Malaysia juga tunduk pada hukum Islam yang ditetapkan
sebagai hukum status pribadi, dan tunduk pada yurisdiksi pengadilan agama (mahkamah
syariah) yang diketua hakim agama. Bersamaan dengan itu, juga ilmu pengetahuan semakin
mengalami perkembangan dengan didirikannya perguruan tinggi Islam dan dibentuk fakultas
dan jurusan agama. Perguruan tinggi kebanggaan Malaysia adalah Universitas Malaya yang
kini kita kenal Universitas Kebangsaan Malaysia.
Memasuki masa pasca kemerdekaan, jelas sekali bahwa pola perkembangan Islam
tetap dipengaruhi oleh pihak penguasa (top down). Sebab, penguasa atau pemerintah
Malaysia menjadikan Islam sebagai agama resmi negara. Warisan undang-undang Malaka
yang berisi tentang hukum Islam yang berdasarkan konsep Qur’aniy berlaku di Malaysia.
Malaysia merupakan negara yang multi etnis, terdiri atas orang Melayu, Cina, India, dan
Pakistan. Mayoritas penduduknya beragama Islam, dan bahkan Islam merupakan agama
resmi negara. Namun agama-agama lain dapat diamalkan dengan aman di Malaysia.
Dengan adanya perhatian pemerintahan terhadap Islam dan konstitusi negara yang
banyak menguntungkan kepentingan umat Islam dan dengan adanya lembaga-lembaga dan

organisasi Islam, pendidikan-pendidikan Islam serta kegiatan-kegiatan dakwah Islam, maka
perkembangan Islam di Malaysia memiliki prospek yang sangat cerah. (Azyumardi, 2005 :
2-9).
3. Perkembangan Islam di Thailand
Di Muangthai (Thailand) terdapat sekitar 2,2 juta kaum muslimin atau 4% dari
penduduk umumnya. Muangthai dibagi menjadi 4 propinsi, yang paling banyak menganut
Islam yaitu di propinsi bagian selatan tepatnya di kota Satun, Narathiwat, Patani dan Yala.
Pekerjaan kaum muslimin Muangthai cukup beragam, namun yang paling dominan adalah
petani, pedagang kecil, buruh pabrik, dan pegawai pemerintahan. Agama Islam di
Muangthai, merupakan minoritas yang paling kuat di daerah Patani pada awal abad ke-17
pernah menjadi salah satu pusat penyebaran Islam di Asia Tenggara dan menghasilkan
ulama besar seperti Daud bin Abdillah bin Idrisal-Fatani.
Umat Islam memiliki sejarah yang panjang dalam kerajaan Thailand. Hubungan
mereka dengan masyarakat Thailand serta peran mereka dalam negara dapat ditelusuri
kezaman kerajaan ayyuthaya. Kedatangan Islam di negeri Muanghtai telah terasa pada masa
kerajaan Sukhathai diabad ke-13, yang merupakan buah dari hubungan dagang yang dibagun
oleh para saudagar muslim. Hal ini bermula dari dua orang bersaudara dari persia yaitu
Syeikh Ahmad dan Muhammad syaid yang juga disebut Khaek Chao Sen (satu cabang
mazhab syiah), menetap di kerajaan tersebut yang terus melakukan perdagangan sekaligus
menyebarkan agama Islam. Sebelum berdirinya kerajaan Ayyuthaya sebagai pengganti
kerajaan Shukhotai setelah yang terakhir ini runtuh pada abad ke-14, Islam telah memiliki
kekuatan politik yang sangat besar. Perdagangan merupakan perintis proses islamisasi dan
perkembangan politik kerajaan-kerajaan maritim diwilayah kepulauan di abad ke-15, 16, dan
17. Perdagangan juga pulalah yang merupakan faktor dominan yang mendekatkan Islam
dengan kerajaan Ayyuthaya.
Sekelompok Islam lainnya, yang menjadi penduduk mayoritas di negeri ini sekarang
tinggal di empat provinsi bagian selatan, yaitu Pattani, Yala, Naratiluat, dan Satul. Juga
termasuk bagian dari provinsi Shongkala. Seluruh provinsi ini dahulunya masuk wilayah
kerajaan Pattani pada abad ke-12, sebelum kerajaan Sukhotai berdiri. Daerah ini merupakan
wilayah muda di negara Thailand, baik secara politik maupun administratif. Pencaplakan
yang dilakukan oleh kerajaan Thailand telah melahirkan masalah utama mengenai minoritas
muslim di Thailand. Orang-orang muslim yang berasal dari

Pattani yang dibawa ke

Bangkok oleh tentara Thailand sebagai tawanan perang pada awal masa perang pertama dan

kedua. Dan orang-orang ini lah kemudian menjadi bagian utama dari masyarakat Islam di
Thailand Tengah dan sebagian dari mereka tetap memelihara budaya dan bahasa mereka.
Secara historis kelompok masyarakat muslim telah ada sejak awal berdirinya negara
Thailand dan memiliki peran penting dalam masyarakat. Pada perkembangan selanjutnya
Muanghtai dikenal secara luas sebagai negara yang mengalami perkembangan yang sangat
cepat dibidang ekonomi sosial, budaya. Sementara itu, komunitas muslim merupakan
komunitas minoritas yang secara umum dianggap salah satu yang paling konservatif dan
tradisional dari masyarakat Thailand sehubungan dengan lingkungan yang sedang
mengalami perubahan. Untuk itu relegio kultural merupakan identitas yang paling penting
dalam jaringan hubungan umat Islam dan Budha di Thailand. Karena perkembangan dan
dinamisasi masyarakat muslim Thailand banyak diwarnai oleh masalah tersebut. (Wahyu,
2007 : 161 )
4. Perkembangan Islam di Philiphina
Hampir semua silsilah bermula pada masa raja sipad (Bahasa Sansekerta: Raja
Shiripaduka). Pada masa pemerintahan di pulau Jolo, datanglah seorang muslim bernama
Tuanku Masha’ika ke suatu tempat yang disebut Maimbuang (bagian selatan pulau Jolo).
Sebuah batu nisan atas nama Maqhealhe ditemukan di Badatto, tidak jauh dari Jolo pulau
Sulu. Penemuan batu nisan inilah yang dijadikan salah satu bukti Arkeologis masuk dan
berkembangnya Islam di Filipina, pada waktu itu masyarakat pulau Jolo masih menganut
Animisme dan Dinamisme.
Masuknya agama Islam di pulau Mindanao adalah di dalam abad kelima belas juga.
Yang mula-mula membawanya ialah ‘Syarif’ Kebungsuan yang datang dari negeri Johor.
Kapten Thomas Forst, yang menulis ceritanya dalam tahun 1775 M. Mengakui bahwa orang
Arab yang mula-mula masuk pulau Mindanao 300 tahun yang lalu, adalah keturunanketurunan syarif dari Mekah.
Dalam catatan sejarah pulau Sulu (Filipina) memeluk islam, yang datang ke sana ialah
Sayid Abdul Aziz yang dahulu telah mengislamkan Sultan Muhammad Syah di Melaka
(permaisura itu juga). Kemudian itu datanglah penyair Islam yang kedua, orang Arab juga,
namanya Abu Bakar. Dia datang kesana sudah melalui Palembang dan Brunei. Sesudah dia
barulah datang seorang bangsawan dari Minangkabau, bernama Rajo Bagindo.
Para peneliti sejarah menyebutkan bahwa Islam masuk ke wilayah Filipina melalui
jalan Sumatra dan Melayu, ini dimulai Sekitar Tahun 270 H/883 M. (Munzir, 2006 : 32)
5. Perkembangan Islam di Myanmar

Agama Islam pertama kali tiba di Myanmar pada tahun 1055. Para saudagar Arab
beragama Islam ini mendarat di delta Sungai Ayeyarwady, semenanjung Tanintharyi, dan
daerah Rakhin. Kedatangan umat Islam ini dicatat oleh orang-orang Eropa, Cina dan Persia.
Populasi umat Islam yang ada di Myanmar saat ini terdiri dari keturunan Arab, Persia, Turki,
Moor , Pakistan dan Melayu. Selain itu, beberapa warga Myanmar juga menganut agama
Islam seperti dari etnis Rakhin dan Shan. Populasi Islam di Myanmar sempat meningkat
pada masa penjajahan Britania Raya, dikarenakan banyaknya umat Muslim India yang
bermigrasi ke Myanmar. Tapi, populasi umat Islam semakin menurun ketika perjanjian
India-Myanmar ditandatangani pada tahun 1941.
Sebagian besar umat Muslim di Myanmar bekerja sebagai penjajah, pelaut, saudagar
dan tentara. Beberapa diantaranya juga bekerja sebagai penasehat politik Kerajaan Burma.
Muslim Persia menemukan Myanmar setelah menjelajahi daerah selatan Cina. (Ajid, 2002 :
268).
6. Perkembangan Islam di Singapura
Islam masuk ke Singapura tidak dapat dipisahkan dari proses masuknya islam ke Asia
Tenggara secara umum, karena secara geografis Singapura hanyalah salah satu pulau kecil
yang terdapat di tanah Semenanjung Melayu. Penyebaran Islam pada fase awal kepada
masyarakat Asia Tenggara lebih kental dengan nuansa tasawuf. Karena itu, penyebaran
Islam di Singapura juga tidak terlepas dari corak tasawuf. Buktinya pelajaran tasawuf
sangat diminati oleh ulama-ulama tempatan dan raja-raja Melayu. Kumpulan tarekat sufi
terbesar di Singapura yang masih ada sampai sekarang ialah Tariqah ‘Alawiyyah yang
terdapat di Masjid Ba’lawi. Tarekat ini dipimpin oleh Syed Hasan bin Muhammad bin Salim
al-Attas.
Selain tarekat itu, juga dijumpai tarekat Al-Qadariyyah Wa al-Naqshabandiyyah yang
berpusat di Geylang Road yang dikelola oleh organisasi PERPTAPIS (Persatuan Taman
Pengajian Islam), tarekat ini berasal dari Suryalaya, Tasik Malaya, Jawa Barat. Gurunya
bernama K.H Ahmad Tajul ‘Ariffin dan Haji Ali bin Haji Muhammad. Tarekat lainnya yang
diamalkan di Republik Singapura ialah Al-Shaziliyyah, Al-Idrisiyyah, Al-Darqawiyyah dan
Al-Rifa’iyyah.
Wajah Islam di Singapura tidak jauh beda dari wajah muslim di negeri jirannya,
Malaysia. Banyak kesamaan, baik dalam praktek ibadah maupun dalam kultur kehidupan
sehari-hari.
7. Perkembangan Islam di Vietnam dan Kamboja

Komunitas Camp adalah warga kerajaan Campa, suatu kerajaan besar di Asia
Tenggara pada abad ke-17. Kontak dagang dengan berbagai negara tetangga telah membuka
jalan bagi masuknya agama Islam di kerajaan ini. Islam masuk ke Campa diperkirakan
pada tahun 1607. Banyak warga Campa yang kemudian memeluk Islam, tak hanya warga
biasa, keluarga kerajaan banyak yang memeluk Islam. Campa, terletak di Vietnam tengah,
garis lintang 17 utara hingga Saigon, merupakan sebuah kerajaan tertua yang pernah ada dan
disinggung dalam satu teks Cina pada akhir abad ke-11 Masehi. Di bagian akhir tulisannya
tentang Kedatangan Islam ke Campa- “ The Introduction of Islam to Campa”, Doctor
Pierre-Yves menyatakan bahwa yang meyakinkan ialah bahwa pemerintahan Campa
memeluk Islam pada akhir abad ke-17 Masehi. Kemudian oleh karena gangguan Vietnam,
proses pengislaman itu berlaku sebagian saja dan tidak menyeluruh. Seandainya golongan
pendatang Camp ke Kamboja diambil maka hampir 80% dari keseluruhan penduduk Camp
memeluk agama Islam.
Bukti-bukti tentang adanya hubungan negeri Campa dengan kawasan lain Asia,
khususnya Asia Tenggara, menunjukan dan menyanggahi kenyataan yang menyebutkan
hilangnya negeri Campa dari sejarah. (Munzir, 2006 : 32-33)
G. Simpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Penyebaran Islam di Asia Tenggara Melalui Perkembangan pelayaran dan perdagangan
internasional yang terbentang jauh dari Teluk Persia sampai China melalui Selat Malaka
itu kelihatan sejalan pula dengan muncul dan berkembangnya kekuasaan besar, yaitu
China dibawah Dinasti Tang (618-907), kerajaan Sriwijaya (abad ke-7-14), dan Dinasti
Umayyah (660-749).
2. Proses Masuk dan Berkembangnya Islam di Asia Tenggara karena Islam masuk ke Asia
Tenggara disebarluaskan melalui kegiatan kaum pedagang dan para sufi. Hal ini berbeda
dengan daerah Islam di Dunia lainnya yang disebarluaskan melalui penaklulan Arab dan
Turki. Islam masuk di Asia Tenggara dengan jalan damai, terbuka dan tanpa pemaksaa
3. Pengaruh politik Islam yang semakin kuat serta posisi ekonomi Indonesia yang
berkembang, akibat pelayaran internasional dengan pedagang muslim Arab, membuat
pemerintah Portugis dan Belanda mulai tergoda untuk menjalin hubungan dengan
penguasa pedagang di Indonesia (Asia Tenggara). Sehingga Islam sangat mudah diterima
masyarakat Asia Tenggara
4. Perkembangan Keagamaan Dan Peradaban disebabkan Islam yang dibawa oleh kaum
pedagang maupun para Da’i dan ulama masa awal, mereka semua menyiarkan suatu

rangkaian ajaran dan cara serta gaya gaya hidup yang secara kuantitatif lebih maju dari
peradaban yang ada.
5. Umat islam merupakan mayoritas penduduk Asia Tenggara, khususnya di negara
Indonesia, Malaysia, Thailand, Myanmar, Philiphina, Singapura, Vietnam dan Kamboja.
DAFTAR PUSTAKA
Ajid, Thohir. 2002 . Perkembangan Peradaban Islam di Kawasan Dunia Islam.Jakarta:
RajaGrafindo Persada.
Al-Usairy, Ahmad. 2013 . Sejarah Islam . Jakarta: Akbar Media.
Azyumardi, Azra. (2005).Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepualuan Nusantara Abad
XVII & XVII. Jakarta : Prenada Media.
Badri, Yatim. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Hamka. 2006. Sejarah Umat Islam. Singapura: Pustaka Nasional.
Kenneth, Perry. 1949. Southeast Asia: Cross-roads of Religion. Chicago : University of
Chicago Press
Munzir, Hitami. 2006.Sejarah Islam Asia Tenggara.Riau: Alaf
Supriyadi, Dedi. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Setia.
Tjandrasasmita, Uka. 1984. Sejarah Nasional Indonesia III. Jakarta: Balai Pustaka.
Wahyu, Ilahi. 2007. Sejarah Dakwah. Jakarta: RajaGrafindo Persada.