KEWENANGAN PENYIDIK DALAM TINDAK PIDANA

KEWENANGAN PENYIDIK DALAM TINDAK PIDANA
PENCUCIAN UANG YANG DIKAITKAN DENGAN RAHASIA
BANK
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan
Memenuhi Syarat-Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum

OLEH :
YESNITA GRACETRE SITOMPUL
070200020
DEPARTEMEN HUKUM PIDANA
KETUA DEPARTEMEN

DR.MUHAMMAD HAMDAN,S.H.,M.H
NIP:195703261986011001

PEMBIMBING

Dr.Mahmud Mulyadi,S.H.,M.Hum
NIP: 197404012002121001


KEWENANGAN PENYIDIK DALAM TINDAK PIDANA
PENCUCIAN UANG YANG DIKAITKAN DENGAN RAHASIA
BANK

OLEH :
YESNITA GRACE TRE SITOMPUL
NIM : 070200020

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2012

ABSTRAK
KEWENANGAN PENYIDIK DALAM TINDAK PIDANA PENCUCIAN
UANG YANG DIKAITKAN DENGAN RAHASIA BANK

Tindak pidana pencucian uang merupakan tindak pidana yang timbul

seiring perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi, serta
memanfaatkan sistem keuangan termasuk sistem perbankan untuk
menyembunyikan atau mengaburkan asal-usul dana hasil tindak pidana pencucian
uang. Disatu sisi kerahasiaan bank dalam melindungi nasabahnya ,dianggap
merupakan faktor yang dapat proses penyidikan yang dilakukan penyidik terhadap
tindak pidana pencucian uang.
Penulisan skripsi ini membahas beberapa permasalahan yaitu bagaimana
pengaturan rahasia bank di Indonesia dalam peraturan perundangundangan,bagaimana kewenangan penyidik dalam tindak pidana pencucian uang
di Indonesia dan kerjasama internasional antara penyidik Indonesia dengan
lembaga penyedia jasa keuangan negara lain,kemudian badan-badan apa saja yang
berwenang dalam tindak pidana pencucian uang. Dalam mengkaji permasalahan
tersebut menggunakan teknik pengumpulan dan penelitian kepustakaan dan
dianalisis dengan teknik analisis deskriptif.
Dalam Pencucian uang terdapat pihak-pihak yang sangat berperan dalam
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana tersebut,bukan hanya Kepolisian
melainkan pihal Kejaksaaan,KPK,BNN dan Direktorat Jenderal Pajak dan
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sangat diperlukan dalam memberantas Tindak
Pidana Pencucian Uang. Beserta masih adanya Konvensi maupun Treaty
kerjasama internasional yang belum diratifikasi terkait dengan pencucian uang

maka kerjasama internasional di bidang kejahatan lintas negara khususnya
pencucian uang.
.
Kata Kunci:Kewenangan,Rahasia Bank,Pencucian Uang

BAB I
Latar Belakang
Perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya
dibidang komunikasi telah menyebabkan terintegrasinya sistem keuangan
termasuk sistem perbankan yang menawarkan mekanisme lalu lintas antar negara
yang dapat dilakukan dalam waktu yang sangat singkat. Keadaan ini disamping
mempunyai dampak positif juga membawa dampak negatif bagi kehidupan
masyarakat, yaitu dengan semakin meningkatnya tindak pidana berskala nasional
maupun internasioanal dengan memanfaatkan sistem keuangan , termasuk sistem
perbankan untuk menyembunyikan atau mengaburkan asal-usul dana hasil tindak
pidana (money laundry).
Sistem kerahasiaan bank yang dianut suatu negara salah satu faktor untuk
melakukan pencucian uang. Semakin ketat sistem kerahasiaan perbankan suatu
negara maka semakin sering dipergunakan sebagai sarana melakukan pencucian
uang. Swiss dan Austria tergolong menerapkan ketentuan perbankan secara ketat.

Tidak heran penyimpanan dari banyak negara termasuk negarawan korup
menggunakan jasa bank kedua bank tersebut sebagai tempat persembunyian uang
kotornya.
Salah satu faktor pendukung kepercayaan nasabah pada bank adalah
ketentuan rahasia bank,yaitu ketentuan mengatur kerahasiaan data keuangan
nasabah. Dasar hukum ketentuan bank diatur dalam undang-undang no.7 tahun
1992 tentang perbankan yang diubah dengan undang- undang no.10 tahun 1998.
Ketentuan rahasia bank diatur dalam bab vii dan bab viii pasal 40, pasal 45 , pasal
47 dan pasal 47a undang-undang no.10 tahun 1998.
Kerahasiaan ini untuk menjaga privasi nasabah dan keamanan dana dari
kemungkinan dimanfaatkan pihak tidak berhak dengan cara-cara canggih melalui
komputer dan identitas si pemilik dana. Bank sangat memahami perlunya menjaga

kerahasiaan bank sehingga menciptakan sistem pengawasan yang baik sesuai
dengan kemampuan bank bersangkutan. 1
Rahasia bank adalah seluruh data dan informasi mengenai sesuatu yang
berhubungan dengan keuangan dan hal-hal lain dari orang dan badan yang
diketahui bank karena kegiatan usahanya.
Masyarakat akan mempercayakan uangnya pada bank atau memanfaatkan
jasa bank apabila dari bank ada jaminan,bahwa pengetahuna bank tentang

simpanan dan keuangan nasabah tidak akan disalah gunakan. Dengan ketentuan
tersebut ditegaskan bahwa bank harus memegang teguh rahasia bank. Namun
disisi lain ketentuan rahasia bank menimbulkan benturan kepentingan misalnya
berkaitan dengan pemberantasan

kriminal seperti kejahatan pencucian uang

(money laundry).
Sehubungan dalam rangka penegakan hukum sesuai dengan sistem
peradilan pidana terpadu, kepolisian republik Indonesia

bertugas melakukan

penyidikan yang dilaksanakan oleh penyidik/ penyidik pembantu pada fungsi
intelijen dalam bidang keamanan maupun fungsi operasional kepolisian Republik
Indonesia lainnya yang diberi wewenang melakukan penyidikan serta melakukan
koordinasi dan pengawasan terhadap pejabat pegawai negeri sipil. Pasal 74 UU
No.8 tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang berbunyi “ Penyidikan tindak pidana pencucian uang dilakukan
oleh penyidik tindak pidana asal sesuai dengan ketentuan hukum acara dan

ketentuan peraturan perundang-undangan kecuali ketentuan lain menurut undangundang ini”.
Berkenaan dengan tugas penyidikan,polisi harus memperoleh alat bukti
alat bukti yang akan diajukan pada jaksa untuk selanjutnya diungkapkan di
persidangan dan untuk perkara penncucian uang bukan hal mudah apalagi harus
dikaitkan dengan kejahatan asalnya. Polisi harus menemukan fakta untuk
1

Sut edi,2008:212.

dibuktikan jaksa yang meliputi unsur subjektif dan unsur objektif. Kedua unsur
tersebut berkaitan dengan unsur terdakwa “mengetahui bahwa dana tersebut
berasal dari hasil kejahatan” dan “terdakwa mengetahui tentang atau maksud
untuk untuk melakukan transaksi”.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas yang menjadi permasalahan dalam penulisan
ini adalah:
a. Bagaimana pengaturan rahasia bank di Indonesia dalam peraturan
Perundang-undangan Indonesia
b. Badan-badan Penyidik apa saja yang berwenang dalam Tindak Pidana
Pencucian Uang

c. Bagaimana kewenangan penyidik dalam tindak pidana pencucian uang di
Indonesia dan bentuk kerjasama internasional antara penyidik Indonesia
dengan Lembaga Penyedia Jasa Keuangan di Negara lain
Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan penulisan ini adalah:
1. Mengetahui pengaturan rahasia bank dalam sistem hukum perbankan
nasional.
2. Mengetahui Badan-badan Penyidik apa saja yang berwenang dalam
Tindak Pidana Pencucian Uang
3. Mengetahui kewenangan penyidik dalam tindak pidana pencucian uang di
Indonesia dan bentuk kerjasama internasional antara penyidik Indonesia
dengan Lembaga Penyedia Jasa Keuangan di Negara lain

BAB II
Pengaturan Rahasia Perbankan di Indonesia
1.Undang-Undang No.6 Tahun 2009 Tentang Bank Indonesia
Peranan Bank Indonesia sebagai Bank Sentral di Indonesia adalah sebagai
Pengawas dan Pembina bagi Bank-bank lain untuk meningkatkan keyakinan dari
setiap orang yang mempunyai kepentingan dengan bank, mengenai pengawasan
dan pembinaan diatur dalam Undang-Undang No.23 tahun 1999 jo. Undangundang No.3 Tahun 2004 jo.Undang-undang No.6 Tahun 2009 Tentang Bank

Indonesia,dalam hal pengawasan Bank Sentral melakukannya secara langsung
maupun tidak langsung ,menurut undang-undang Bank Indonesia yang dimadsud
dengan pengawasan langsung adalah dalam bentuk pemeriksaan yang disertai
dengan tindakan perbaikan. Sedangkan yang dimadsud dengan pengawasan tidak
langsung terutama dalam bagian penjelasan dari ketentuan Pasal 29 ayat
(1),(2),dan (3) diatas,di kemukakan bahwa yang dimadsud dengan pembinaan
dalam ayat (1) adalah upaya-upaya yang dilakukan dengan cara menetapkan
peraturan

yang

menyangkut

aspek

kelembagaan

,kepemilikan

,kepengurusan,kegiatan usaha,pelaporan serta aspek lain yang berhubungan

dengan kegiatan operasional bank. Informasi mengenai kemungkinan timbulnya
resiko kerugian nasabah dimadsudkan agar akses untuk memperoleh informasi
perihal kegiatan usaha dan kondisi bank menjadi lebih terbuka yang sekaligus
menjadi adanya transparansi dalam dunia perbankan . Informasi tersebut dapat
memuat keadaan bank,termasuk kecukupan modal dan kualitas aset. Sedangkan
dalam penjelasan dari ketentuan pasal 29 ayat (5) dikemukakan bahwa pokokpokok ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia anatara lain:
1. Ruang lingkup pembinaan dan pengawasan;
2. Kriteria penilaian tingkat kesehatan;
3. Prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan;

4. Pedoman pemberian informasi kepada nasabah.
Berdasarkan

ketentuan

diatas

dapat

dikemukakan


bahwa

kewajiban penyampaian keterangan dan penjelasan yang berkaitan dengan
kegiatan usaha suatu bank Kepada Bank Indonesia diperlukan mengingat
keterangan tersebut dibutuhkan untuk memantau keadaan suatu bank dalam
rangka melindungi dana masyarakat menjaga keberadaan lembaga perbankan,
serta menemukan informasi mengenai adanya penyimpangan yang berindikasi
terjadinya tindak pidana,khususnya mengenai tinda pidana pencucian uang.
Walaupun informasi tersebut bersifat rahasia, Bank Indonesia menurut pasal 42
ayat (1) undang-undang No.10 tahun 1998 tentang Perbankan menentukan bahwa:
“Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana,Pimpinan
Bank Indonesiadapat memberikan ijin kepada polisi,jaksa,atau hakim untuk
memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan tersangka atau terdakwa
pada bank”
Jelaslah disini bahwa Bank Indonesia sebagai Bank sentral diantara bank-bank
lainnya mempunyai kewenangan untuk memberikan informasi kepada pihak
penyidik apabila berkaitan mengenai adanya tindak pidana yang menyangkut
bidang Perbankan. Walaupun kerahasiaan bank adalah suatu hal yang penting
sekali dalam hal menjaga kerahasiaan dari orang-orang yang mepercayakan

uangnya kepada bank.
2. Undang-Undang No.10 Tahun 1998 Tentang Perbankan
Menurut ketentuan pasal 1 angka 16 UU No. 7 tahun 1992,yang dimadsud
dengan rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan
dan hal-hal lainnya darinasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan
wajib dirahasiakan. Berkaitan dengan itu,ketentuan pasal 40 ayat(1) menentukan
bahwa bank dilarang memberikan keterangan yang dicatat pada bank tentang
keadaan keuangan dan hal-hal lain dari nasabahnya,yang wajib dirahasiakan oleh
bank menurut kelaziman dalam dunia perbankan,kecuali dalam hal sebagaimana
dimadsud dalam pasal 41,pasal 42, pasal 43, dan pasal 44.

Berdasarkan ketentuan diatas,dapat dikemukakan bahwa makna yang
terkandung didalam pengertian rahasia bank adalah larangan-larangan bagi
perbankan untuk memberi keterangan atau informasi kepada siapa pun juga
mengenai keadaan keuangan dan hal-hal lainnya, untuk kepentingan nasabah
maupun untuk kepentingan dari bank itu sendiri. Selanjutnya ketentuan pasal 1
angka 16 tersebut diubah menjadi pasal 1 angka 28 UU No. 10 tahun 1998,yang
mengemukakan bahwa yang dimadsud dengan yrahasia bank adalah segala
sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan
simpanannya. Sedangkan pasal 40 ayat (1) UU No.10 tahun 1998,yang
mengemukakan bahwa bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah
penyimpan dan simpanannya,kecuali dalam hal sebagaimana dimadsud dalam
pasal 41,41A,pasal 42,pasal 43,pasal 44 dan pasal 44 A.
Berdasarkan ketentuan diatas,menunjukkan bahwa pengertian dan ruang
lingkup mengenai rahasia bank yang diatur dalam UU No.10 tahun 1992 dan UU
No.10 tahun 1998 adalah berbeda. Dalam UU No. 7 tahun 1992 ketentuan rahsia
bank lebih luas,karena berlaku bagi setiap nasabah dengan tidak membedakan
antara nasabah penyimpan dan nasabah peminjam. Sedangkan ketentuan rahasia
bank yang ditentukan dalam UU No. 10 tahun 1998 lebih sempit karena hanya
berlaku bagi nasabah penyimpan dan simpanannya saja.
3.Undang-Undang 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah
Hubungan antara bank dengan nasabahnya tidaklah sebatas hubungan
kontraktual biasa,tapi dalam hubungan tersebut terdapata pula kewajiban bagi
bank untuk tidak membuka rahasia dari nasabahnya kepada pihak lain manapun
kecuali jika ditentukan oleh perundang-undangan yang berlaku2
Menurut pasal 1 angka 14 Undang-Undang Perbankan Syariah, yang dimadsud
dengan rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan
megenai nasabah penyimpan dan simpanannya serta nasabah investor dan
2

Adrian Sut edi, ,2008:5

investasinya. Dari pengertian yang diberikan pasal 1 ayat 14 dan pasal
lainnya,dapat ditarik unsur-unsur dari rahasia bank itu sendiri antara lain:
1. Rahasia Bank tersebut dengan keterangan mengenai nasabah penyimpasn
dan simpanannya
2. Hal tersebut wajib dirahasiakan oleh bank,kecuali termasuk ke dalam
kategori berdasarkan prosedur peraturan, peraturan perundang-undangan
dan yang berlaku
3. Pihak yang dilarang membuka rahasia bank adalah bank itu sendiri
dan/atau pihak terafiliasi3.yang dimadsaud pihak terafiliasi antara lain:
a. Komisaris,Direksi,atau Kuasanya,Pejabat,dan Karyawan Bank
Syariah atau Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS
b. Pihak yang memberikan jasanya kepada bank syariah atau
UUS,antara

lain

Dewan

Pengawas

Syariah,Akuntan

Publik,Penilai,Konsultan Hukum; dan atau
c. Pihak yang menurut penilaian bank Indonesia serta mempengaruhi
pengelolaan bank syariah atau UUS,baik langsung maupun tidak
langsung ,antara lain pengendali bank,pemegang saham dan
keluarganya,keluarga komisaris dan keluarga direksi.
Beberapa pengaturan mengenai rahasia bank dalam UU Perbankan Syariah
yang agak berlainan dengan UU Perbankan konvensional, antara lain:
1) Tidak diaturnya pengecualian rahasia bank untuk kepentingan piutang
yang sudah diserahkan kepada BUPLN/PUPN, seperti halnya yang diatur
dalam UU Perbankan konvensional. Dengandemikian pengecualian
rahasia bank yang dapat dimintakan izinnya ke BI terbatas hanyauntuk
kepentingan perpajakan, dan kepentingan peradilanndalam perkara pidana.
3

Pasal 1 angka 15 UU Perbankan Syariah no.21 t ahun 2008

Disamping itu terdapat pengecualian lainnya yang tidak memerlukan izin
dari BI, yaitu dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya,
dalam rangka tukar menukar informasi antar bank, dan atas permintaan,
persetujuan atau kuasa dari nasabah, serta bagi ahli waris yang sah dalam
hal nasabah telah meninggal dunia.
2) Pengaturan mengenai penyidik diperluas, tidak hanya terbatas pada jaksa
atau polisi, tetapi berlaku juga bagi penyidik lain yang diberi wewenang
berdasarkan UU (Pasal 43).Dengan demikian para penyidik di luar polisi
atau jaksa dapat meminta keterangan mengenai rahasia bank, namun
permintaan tersebut tetap diajukan oleh pimpinan instansi/departemen atau
setingkat

menteri.

Hal

tersebut

menunjukkan

sikap

masih

dipertahankannya sifat kerahasiaan bank, walaupun diperluas kepada
penyidik diluar polisi atau jaksa, tetapi hanya tingkat pimpinan
instansi/departemen yang dapat mengajukan permintaan izin dimaksud.
4.Peraturan Bank Indonesia nomor 2/19/PBI/2000 tentang Persyaratan dan
Tata Cara Pemberian Perintah atau Ijin Tertulis Membuka Rahasia Bank
Ketentuan mengenai rahasia bank diatur dalam UU Perbankan dan
kemudian diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor
2/19/PBI/2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Ijin
Tertulis Membuka Rahasia Bank. Berdasarkan ketentuan tersebut ,pada
prinsipnya setiap bank dan afiliasinya wajib merahasiakan keterangan mengenai
nasabah penyimpan dan simpanannya. Sedangkan keterangan mengenai nasabah
selain sebagai nasabah penyimpan, tidak wajib dirahasiakan.
Terhadap rahasia bank dapat disimpangi dengan izin terlebih dahulu dari
pimpinan Bank Indonesia untuk kepentingan perpajakan,penyelesaian piutang
oleh BUPN/PUPLN dan kepentingan peradilan perkara pidana dimana status
nasabah penyimpan yamg akan dibuka rahasia bank harus tersangka atau
terdakwa. Terhadap rahasia bank dapat juga disimpangi tanpa ijin terlebih dahulu
dari Pimpinan Bank Indonesia yakni untuk kepentingan perkara perdata antara

bank

dengan

nasabahnya,tukar

menukar

informasi

antar

bank,atas

permintaan/persetujuan dari nasabah dan untuk kepentingan ahli waris yang sah.
Dalam hal diperlukan pemblokiran dan atau penyitaan simpanan atas nama
seorang nasabah penyimpan yang telah dinyatakan sebagai tersangka atau
terdakwa oleh pihak aparat penegak hukum,berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan,berdasarkan ketentuan pasal 12 ayat (1) PBI Rahasia
bank,dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku tanpa memerlukan ijin terlebih dahulu dari Pimpinan Bank
Indonesia. Namun demikian untuk memperoleh keterangan mengenai nasabah
penyimpan dan simpanan nasabah yang diblokir dan atau disita pada bank,
menurut Pasal 12 ayat (2) PBI Rahasia bank ,tetap berlaku ketentuan mengenai
pembukaan Rahasia Bank dimana memerlukan ijin terlebih dahulu dari Pimpinan
Bank Indonesia.

BAB III
BADAN-BADAN PENYIDIK YANG BERWENANG DALAM TINDAK
PIDANA PENCUCIAN UANG DI INDONESIA
A.Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia
Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), salah
satu institusi yang diberi kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan
penyidikan adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia. Selain dalam KUHAP,
kewenangan polisi sebagai penyelidik dan penyidik untuk mengungkap tindak
pidana, ditegaskan kembali dalam Pasal 1 angka 8 dan 9, dan Pasal 14 ayat (1)
huruf g Undang- Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia yang menyatakan: melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap
semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundangundangan lainnya.
B. Peran Kejaksaan dalam Kepentingan Penuntutan
Bahwa kewenangan melakukan penyelidikan terhadap atau untuk Tindak
Pidana,bagi Penyidik Kejaksaan didasarkan pada Pasal 30 Undang-Undang
Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Selanjutnya dasar
hukum untuk melaksanakan Penyidikan untuk Tindak Pidana Pencucian Uang
yang berasal dari Tindak Pidana yang penyidikannya ditangani oleh Penyidik
Kejaksaan merujuk pada Undang-Undang Nomor 16 tahun 2004 Tentang
Kejaksaan Republik Indonesia dan selebihnya mengacu pada KUHAP.
Penyidikan,penuntutan, dan pemeriksaan di sidang peradilan serta
pelaksanaan putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap terhadap
tindak pidana sebagaimana yang dimadsud dalam Undang-Undang ini dilakukan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,kecuali ditentukan lain
dalam Undang-Undang ini.4

4

Pasal 68 Undang-Undang RI No. 8 t ahun 2010 Tent ang Pencegahan dan

Pemberant asan Tindak Pidana Pencucian Uang

C. Peran Komisi Pemberantasan Korupsi
Bahwa kewenangan melakukan penyelidikan terhadap atau untuk Tindak
Pidana Korupsi,bgi penyidik KPK didasarkan pada pasal 6 Undang-Undang
Nomor 30 tahun 2002 tenyang Komisi Pemberantasan Korupsi. Selanjutnya dasar
hukum untuk melaksanakan Penyidikan untuk Tindak Pidana Pencucian Uang
yang berasal dari tindak pidana korupsi

yang penyidikannya ditangani oleh

Penyidik KPK merujuk pada Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang
Komisi Pemberantasan Korupsi, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 Tentang Pemberantsan
Tindak Pidana Korupsi dan selebihnya mengacu pada KUHAP.
Penyidikan,penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan serta pelaksanaan
putusan yang telah mempperoleh kekuatan hukum tetap terhadap Tindak Pidana
sebagaimana dimadsud dalam undang-undang ini dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan
D. Peran Badan Narkotika Nasional
Bahwa kewenangan melakukan penyelidikan terhadap atau untuk tindak
pidana narkotika,bagi penyidik BNN didasarkan pada pasal 71 Undang-undang
Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Selanjutnya dasar hukum untuk
melaksanakan Penyidikan untuk Tindak Pidana Pencucian Uang yang bersal dari
Tindak Pidana Narkotika yang Penyidikannya ditangani oleh Penyidik BNN
merujuk pada undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika dan
selebihnya mengacu pada KUHAP.
E. Peran Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
Kementerian Keuangan Republik Indonesia
Pasal 74 UU PPTPPU menyebutkan bahwa penyidikan TPPU dilakukan
oleh penyidik tindak pidana asal sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Dari pasal ini dapat dipahami bahwa penyidikan TPPU yang tindak
pidana asalnya adalah tindak pidana

perpajakan menjadi kewenangan dari

penyidik pajak (PPNS DJP) saja, tidak bisa diintervensi oleh penyidik yang lain
misalnya penyidik polisi atau jaksa penyidik. Di sinilah letak pentingnya dan
fungsi vital yang dimiliki oleh DJP dalam pemberantasan TPPU.

BAB IV
KEWENANGAN PENYIDIK DALAM TINDAK PIDANA PENCUCIAN
UANG
A. Wewenang dan Kewajiban Penyidik dalam KUHAP
Proses penyelesaian suatu perkara pidana berdasarkan KUHAP dibagi ke
dalam4 (empat) tahap yaitu:5
1. Penyelidikan
2. Penangkapan
3. Penahanan
4. Pemeriksaan di muka sidang pengadilan.
Wewenang dan kewajiban penyelidik diatur dalam Pasal 5 KUHAP yang
berbunyi:
a. Karena kewajibannya mempunyai wewenang:
1) Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya
tindak pidana
2) Mencari keterangan dan barang bukti
3) Menyuruh berhenti seseorang yang dicurigai dan menanyakan serta
memeriksa identitas tanda pengenal diri.
4) Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab
b. Atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa:
1) Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan ,
penyitaan.
2) Pemeriksaan dan penyitaan surat
5

Romli Atmasasmita ,1983:17-23

3) Mengambil sidik jari dan memotret seseorang
4) Membawa dan menghadapkan seorang pada penyidik.
Sebagaimana telah dikemukakan di atas Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara
Indonesia atau Pejabat Pegawai Negeri sipil tertentu yang diberi kewenangan
Khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.
B .Tugas dan Fungsi Penyidik dalam Tindak Pidana Khusus
Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya Penyidik harus melakukan
proses hukum yang dimulai dari menerima hasil analisis dari PPATK, penyidik
kepolisian selanjutnya melakukan penyelidikan dan penyidikan. Penyelidikan dan
penyidikan tindak pidana pencucian uang dengan mendasarkan pada Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana seperti proses penanganan tindak pidana
lainnya, kecuali yang secara khusus diatur dalam UU TPPU. Ketentuan-ketentuan
khusus ini tentu memberikan keuntungan atau kemudahan bagi penyidik, yaitu
1. Dari hasil analisis PPATK yang bersumber dari berbagai laporan atau
informasi, seperti LTKM, LTKT dan laporan pembawaan uang tunai ke dalam
atau ke luar wilayah RI, akan sangat membantu penegak hukum dalam
mendeteksi upaya penjahat untuk menyembunyikan atau menyamarkan uang atau
harta yang merupakan hasil tindak pidana korupsi pada sistem keuangan atau
perbankan. Hal ini karena hasil analisis tersebut merupakan filter dari seluruh
laporan-laporan yang ada dan memberikan informasi mengenai indikasi hasil
tindak pidana, perbuatan pidana, dan pelaku serta jaringan pidana yang terkait.
2. Pasal 39 sampai 43 UU TPPU memberikan perlindungan saksi dan pelapor
dalam tindak pidana pencucian uang pada setiap tahap pemeriksaan: penyidikan,
penuntutan dan peradilan, sehingga mendorong masyarakat untuk menjadi saksi
atau melaporkan tindak pidana yang terjadi. Hal tersebut mengakibatkan upaya
pemberantasan tindak pidana pencucian uang menjadi lebih efektif. Perlindungan
ini antara lain berupa kewajiban merahasiakan identitas saksi dan pelapor dengan
ancaman pidana bagi pihak yang membocorkan dan perlindungan khusus oleh
negara terhadap kemungkinan ancaman yang membahayakan diri, jiwa, dan atau

hartanya termasuk keluarganya. 3. Adanya pembuktian terbalik, yaitu terdakwa di
sidang pengadilan wajib membuktikan bahwa harta kekayaannya bukan
merupakan hasil tindak pidana. (Pasal 35 UU TPPU). 4. Dalam penyidikan, dapat
memanfaatkan FIU/PPATK untuk memperoleh keterangan dari FIU negara lain
atau memanfaatkan data base dan hasil analisis yang dimiliki FIU/PPATK.Di
samping ketentuan yang telah diuraikan di atas, pasal 30 sampai dengan 38 UU
TPPU secara khusus telah mengatur proses hukum tindak pidana pencucian uang
sejak penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan. Ketentuan
mengenai hukum acara (proses hukum) tersebut sengaja dibuat secara khusus
karena tindak pidana pencucian uang merupakan tindak pidana baru yang
memiliki kharakteristik tersendiri dibandingkan dengan tindak pidana pada
umumnya.
C. Tugas dan Wewenang Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
PPATK saat ini bertugas mencegah dan memberantas tindak pidana
pencucian uang. Kewenangan PPATK juga diperluas, antara lain dengan
ditambahkan kewenangan untuk melakukan pemeriksaan laporan dan informasi
Transaksi Keuangan yang terindikasi tindak pidana pencucian uang. Kewenangan
PPATK diatur dalam pasal 39 sampai dengan pasal 46 Undang-Undang 8 Tahun
2010, sedangkan fungsi PPATK diatur pada pasal Pasal 40 yang berbunyi sebagai
berikut :
a) Pencegahan dan pemberantasan tidak pidana pencucian uang
b) Pengelolaan data dan informasi yang diperoleh PPATK
c) Pengawasan terhadap kepatuhan pihak pelapor dan,
d) Analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi transaksi
keuangan yang berindikasi tindak pidana pencucian uang dan/atau
tindak pidana lain

Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 UU
PPTPPU tersebut, PPATK mempunyai wewenang sebagaimana yang diuraikan
dibawah ini :
1. meminta dan mendapatkan data dan informasi dari instansi pemerintah
dan/atau lembaga swasta yang memiliki kewenangan mengelola data dan
informasi, termasuk dari instansi pemerintah dan/atau lembaga swasta
yang menerima laporan dari profesi tertentu;
2. menetapkan pedoman identifikasi Transaksi Keuangan Mencurigakan;
3. mengoordinasikan upaya pencegahan tindak pidana pencucian uang
dengan instansi terkait;
4. memberikan rekomendasi kepada pemerintah mengenai upaya pencegahan
tindak pidana pencucian uang;
5. mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi dan forum
internasional yang berkaitan dengan pencegahan dan pemberantasan
tindak pidana pencucian uang;
6. menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan antipencucian uang;
dan menyelenggarakan sosialisasi pencegahan dan pemberantasan tindak
pidana pencucian uang.
(2) Penyampaian data dan informasi oleh instansi pemerintah dan/atau lembaga
swasta kepada PPATK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikecualikan
dari ketentuan kerahasiaan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyampaian data dan informasi
oleh instansi pemerintah dan/atau lembaga swasta sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a diatur dengan Peraturan Pemerintah. Undang-Undang No 8 Tahun
2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
memberikan perluasan terhadap fungsi dan kewenangan PPATK.

Perluasan kewenangan PPATK tersebut, antara lain adalah dengan
ditambahkannya kewenangan PPATK untuk melakukan penghentian sementara
transaksi keuangan yang mencurigakan selama 5 hari dan dapat diperpanjang
selama 15 hari sebagaimana yang diuraikan pada Pasal 65 dan Pasal 66 UndangUndang No 8 tahun 2010, disamping melakukan pemeriksaan terhadap laporan
dan informasi transaksi keuangan yang terindikasi tindak pidana pencucian uang.

BAB V
KESIMPULAN
A.Kesimpulan
1) Pengaturan rahasia bank dalam sistem hukum perbankan nasional masih
perlu disempurnakan,walaupun didalam pasal 1 angka (28) Undangundang Nomor 7 tahun 1992 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang
Nomor 10 tahun 1998,telah dikatakan Rahasia Bank adalah segala sesuatu
yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan
simpanannya,namun kurang memberikan kepastian hukum bagi pihakpihak terkait. Ketidakpastian ini menimbulkan inefisiensi. Terhadap Bank
Indonesia adalah Pihak yang tidak termasuk ke dalam pengecualian untuk
dapat memperoleh informasi dari bank mengenai keadaanp keuangan
nasabah-nasabah bank tersebut, hanya ditafsirkan secara gramatikal.
Mengingat bahwa tujuan dari ketentuan Pasal 30 tersebut adalah agar
Bank Indonesia dapat menjalankan fungsi pembinaan dan pengawasan
bank sebagaimana mestinya, maka sudah barang tentu segala keterangan
dan penjelasan serta pemeriksaan buku-buku dan berkas-berkas yang ada
dibank harus dapat diakses secara bebas oleh Bank Indonesia.
2) Peningkatan kerjasama antar instansi yang terkait dengan Tindak Pidana
Pencucian Uang saling membutuhkan database (basis data) untuk
kepentingan pelaksanaan tugas instansi lain,namun akses terhadap
database instansi lain dapat dilakukan atas dasar permintaan yang
sebelumnya didahului dengan Memorandum of Understanding (MoU)

dirasakan cukup membutuhkan waktu yang lama. Sehingga efektivitas
ketersediaan informasi belum maksimal,dan masih terdapat instansi yang
belum menerapkan pengelolaan database secara elektronisasi dan
tersentralisasi.

DAFTAR PUSTAKA
Atmasasmita,Romli. Bunga Rampai Hukum Acara Pidana, Cet.-1, (Bandung:
Binacipta,1983).
Sutedi,Adrian.Tindak Pidana Pencucian Uang, (Bandung:PT.Citra Aditya Bakti,
2008)
---------------,

Hukum

dan

Perbankan

suatu

tinjauan

Pencucian

Uang,merger,likuidasi dan kepailitan,(Jakarta:Sinar Grafika,2008)
Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang
Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Bank Syariah