IDEOLOGI DALAM KONTEKS KOMUNIKASI POLITI

Fellicia Eveline Hasang / Shidarta / G.Genep Sukendro: Ideologi Dalam Konteks Komunikasi Politik (Kajian
Semiotik Terhadap Iklan Nasional Demokrat Versi “Himne”)

IDEOLOGI DALAM KONTEKS KOMUNIKASI POLITIK
(KAJIAN SEMIOTIK TERHADAP IKLAN NASIONAL
DEMOKRAT VERSI “HIMNE”)
Fellicia Eveline Hasang*/Shidarta**/G.Genep Sukendro***
email : [email protected]

ABSTRACT: This study discusses the Democratic National advertising version
of "Hymn" which was launched by the national community organization.
Democratic National is community organizations that want to realize a
"Restoration in Indonesia" to all areas of life, whether political, economic,
social, and cultural. In plain view, when looking at the Democratic National
advertising version of "Hymn" is not a lot of politics in terms of display
impressions and words in his ads. This is because politics is abstract, but it
can be seen from the symbols used in the ad. Therefore, the authors use
Roland Barthes's semiotics to reveal the myth of political communication or
anything that is actually contained in images and words in the ad. Thus, it can
be seen that there is a political purpose to be conveyed by the National
Democrats to all Indonesian people through these ads.

Key words: Advertising, Political Ideology, Semiotics Roland Barthes,
Symbol, Myth.

Pendahuluan

P

eriklanan pada saat ini sedang berada di puncak kejayaan, ditandai dengan
iklan-iklan yang semakin banyak dan semakin berkembang di berbagai media
yang ada pada saat ini. Iklan-iklan yang ada semakin kreatif dan berbobot
sehingga berhasil mempengaruhi pikiran masyarakat untuk membeli dan
mengkonsumsi produk atau jasa yang diiklankan tersebut.
Salah satunya adalah iklan organisasi masyarakat (Ormas) Nasional
Demokrat yang sekarang sedang memperlihatkan eksistensinya di stasiun Metro
TV. Ormas Nasional Demokrat atau Nasdem dibentuk pada tahun 2010 dan
dipimpin oleh Surya Paloh, yang juga memimpin stasiun televisi di Indonesia yaitu
Metro TV. Oleh karena kesamaan kepemilikan inilah, iklan Nasional Demokrat tidak
pernah keluar dari stasiun Metro TV.
Iklan Nasional Demokrat selalu berada di dalam stasiun Metro TV, salah
satunya adalah iklan televisi Nasional Demokrat versi “Himne” yang di tayangkan

pada tahun 2010. Dalam iklan Nasional Demokrat ini menggambarkan negara
Indonesia yang indah dan mempesona dengan memperlihatkan daerah-daerah di
Indonesia, kebudayaan yang dimiliki, dan masyarakat yang bahagia. Nasional
*

Fellicia Eveline Hasang adalah alumnus Fakultas Ilmu Komunikasi Universitras Tarumanagara Jakarta. Tulisan ini dibuat
dari pengembangan skripsi penulis.
**
Shidarta adalah dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Tarumanagara, Jakarta.
***
G.Genep Sukendro dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Tarumanagara, Jakarta.

42

ISSN : 2085 1979

Jurnal Komunikasi Universitas Tarumanagara, Tahun III/02/2011

Demokrat dalam iklan ini juga memperlihatkan bahwa ormas tersebut ingin
menyejahterakan masyarakat Indonesia bersama dengan generasi-generasi muda

bangsa.

Dalam arti yang lebih luas, “kata-kata” politik menjangkau
melewati ungkapan yang dikatakan atau dituliskan, kepada
gambar, lukisan, foto, film (kata orang, gambar sama nilainya
dengan seribu kata); dan kepada gerak tubuh, ekspresi wajah,
dan segala cara bertindak (menurut peribahasa, tindakan
berbicara lebih nyaring daripada kata-kata). Jenis kata-kata”
politik yang lain ini adalah lambang (simbol)… Singkatnya,
pembicaraan politik adalah kegiatan simbolik (Nimmo, 2005: 79).

Secara singkat Nimmo (1993: 8) menyebutkan bahwa, komunikasi politik
merupakan komunikasi yang mengacu pada kegiatan politik. Artinya setliap
pembicaraan yang mengandung bobot politik dapat dikelompokkan dalam
komunikasi politik, terlepas dari yang melakukan hanya sebatas berdiskusikan,
tanpa terlibat langsung dalam aktivitas sebuah partai politik maupun kelompokkelompok politik yang ada dalam masyarakat.
Menurut Lee and Johnson (2007: 3) dalam bukunya Prinsip-prinsip Pokok
Periklanan dalam Perspektif Global:

“Periklanan adalah komunikasi komersil dan nonkomersil tentang

sebuah organisasi dan produk-produknya yang ditransmisikan ke
suatu khalayak target melalui media bersifat missal, seperti
televisi, radio, koran, majalah, direct mail (pengeposan langsung),
reklame, luar ruang, atau kendaraan umum.”

Periklanan politik seringkali digunakan para politisi untuk membujuk orang
untuk memilih mereka. Para pengkritik merasa prihatin bahwa periklanan politik
cenderung lebih berfokus pada pencitraan ketimbang isu-isu (Lee dan Johnson,
2007: 7).
Politikus kerap kali mempergunakan jenis iklan ini untuk mempengaruhi
masyarakat guna memberikan dukungan. Visi dan misi kandidat serta berbagai
janji-janji manis selalu dimuat dalam pesan iklan ini (Harianto, 2010: 105).
Dengan perkembangan baru di bidang teknologi komunikasi, mereka
kemudian membuat defenisi iklan politik yang lebih luas, yaitu any controlled

message communicated through any channel designed to promote the political
interest of individuals, parties, groups, goverments or other organizations.
Van Zoest (1996: 5) mengartikan semiotik sebagai:

“Ilmu tanda dan segala yang berhubungan dengannya: cara

berfungsinya, hubungannya dengan kata lain, pengirimannya, dan
penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya”.

Roland Barthes (1915-1980) adalah sosok penting dalam kehidupan
intelektual internasional. Barthes lahir 12 November 1915 di Cherbourg,
Normandia. Menurutnya, semiotik adalah “ilmu mengenai bentuk (form)”. Semiotik
dapat meneliti bermacam-macam teks seperti berita, film, iklan, fashion, fiksi, puisi
dan drama (Sobur, 2009: 123)
Secara teoritik, menurutnya, semiologi merupakan ilmu yang mempelajari
tanda. Semiologi sebagai cabang ilmu bahasa terbagi dua, yakni semiologi tingkat
pertama yang disebut dengan linguistic, dan semiologi tingkat kedua yang disebut

ISSN : 2085 1979

43

Fellicia Eveline Hasang / Shidarta / G.Genep Sukendro: Ideologi Dalam Konteks Komunikasi Politik (Kajian
Semiotik Terhadap Iklan Nasional Demokrat Versi “Himne”)

'mitos'. Mitos-mitos yang menyelimuti hidup kita bekerja sedemikian halus, justru

karena mereka terkesan benar-benar alami.
Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan cara ilmiah yang digunakan untuk
mendapatkan data yang objektif, valid, dan reliabel, dengan tujuan dapat
ditemukan, dibuktikan dan dikembangkan suatu pengetahuan, sehingga dapat
digunakan untuk memahami, memecahkan dan mengantisipasi masalah dalam
bidang tertentu (Sugiyono, 2006: 1).
Penelitian ini menggunakan data primer berupa film iklan yang diproduksi
Canting Rumah Kreasi, yaitu biro iklan yang memproduksi iklan televisi Nasional
Demokrat. Video iklan yang dianalisis adalah iklan televisi Nasional Demokrat versi
“Himne” dengan durasi 60” (satu menit). Selain itu berupa, data sekunder adalah
data sudah tersedia dari berbagai sumber sehingga penulis hanya perlu mencari
dan mengumpulkan data-data tersebut. Jenis sumber data sekunder yang akan
digunakan oleh penulis berasal dari studi kepustakaan, yakni data-data yang
berasal dari buku, internet (blog dan website), dan juga jurnal penelitian.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif metode
deskriptif. Oleh sebab itu metode pengumpulan data yang dipakai adalah
dokumentasi. Dokumen yang telah diperoleh kemudian dianalisis (diurai),
dibandingkan dan dipadukan (sintesis) membentuk satu hasil kajian yang
sistematis, padu, dan utuh. Jadi studi dokumenter bukan sekedar mengumpulkan,

menuliskan, dan melaporkan dalam bentuk kutipan-kutipan tentang sejumlah
dokumen yang dilaporkan dalam penelitian, melainkan hasil analisis terhadap
dokumen-dokumen tersebut.
Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja
dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang
dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan
apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat
disampaikan kepada orang lain. (Bogdan & Biklen, 1982)
Proses analisis data dapat dilihat dalam tabel di bawah ini :
No

44

Proses Analisis

Deskripsi

1

Analisis pada level denotasi


Kata yang tidak mengandung makna atau perasaanperasaan tambahan. Setiap tanda dalam elemen visual
kan dimaknai menurut makna denotasinya yaitu makna
apa adanya atau makna yang melekat.

2

Analisis pada level konotasi

Makna kata yang mengandung arti tambahan, perasaan
tertentu, atau nilai rasa tertentu di samping makna
dasar yang umum
Setiap tanda dalam elemen visual yang
dimaknai menurut makna konotasinya, makna yang
perumusannya berkaitan dengan konteks dimana
tanda-tanda itu bekerja.

3

Analisis pada level mitos


Mitos menjadi pegangan atas tanda-tanda yang hadir
dan menciptakan fungsinya sebagai penanda pada
tingkatan yang lain dan membongkar budaya yang
tersembunyi dalam pesan iklan tersebut.
Barthes mencoba menguraikan betapa

ISSN : 2085 1979

Jurnal Komunikasi Universitas Tarumanagara, Tahun III/02/2011

kejadian keseharian dalam kebudayaan kita menjadi
seperti “wajar”, padahal itu mitos belaka akibat konotasi
yang menjadi mantap di masyarakat.

Alasan penulis menggunakan Analisis semiotik Roland Barthes, karena
semiotik tersebut memiliki penafsiran yang lebih mendalam tentang mitos-mitos di
masyarakat sehingga bisa digunakan untuk mengungkapkan mitos politik yang
ingin dikomunikasikan Nasional Demokrat dalam iklan televisi Nasional Demokrat
versi “Himne” tersebut.

Iklan ini ditujukan bagi masyarakat menengah ke bawah yang mirip
dengan penggambaran di dalam iklan tersebut yang masih hidup di bawah garis
kemiskinan dan menderita. Oleh karena itu, digunakan kalimat-kalimat yang
sederhana, penggambaran kehidupan pedesaan yang tradisional dan tertinggal,
dengan begitu, audiens yang dituju dapat mengerti dan memahami maksud iklan
tersebut karena kesamaan peristiwa dan kesederhanaan iklan tersebut.
Penggambaran pelepasan merpati dan simpati Surya Paloh dan Sri Sultan
Hameng Kubuwono X dalam balutan baju biru Nasional Demokrat kepada generasi
muda bangsa menjelaskan adanya niat baik dari Nasional Demokrat untuk
membebaskan Indonesia dari penderitaan, kedukaan, dan kemerosokan Indonesia
dalam berbagai bidang (pendidikan, ekonomi, sosial, budaya, dan politik) yang
sekarang dialami oleh seluruh masyarakat Indonesia.
Nasional Demokrat mempunyai lambang atau logo berwarna biru tua dan
oranye. Biru melambangkan ketenangan yang sempurna. Sifatnya: Konsentrasi,
kooperatif, cerdas, perasa, integratif. Pengaruhnya: tenang, bijaksana, tidak
mudah tersinggung, ramai kawan. Warna orange adalah kombinasi kuning dan
merah dan dianggap sebagai warna yang energik. Warna oranye dapat
membangkitkan kegembiraan, antusiasme, dan kehangatan, selain itu warna
oranye sering digunakan untuk menarik perhatian. Dari kedua pengertian warna ini
bisa dilihat bahwa Nasional Demokrat terbentuk dari jiwa yang tenang, bijaksana,

cinta damai, penuh keseimbangan (percampuran warna dingin dan hangat), dan
penuh kegembiraan. Sehingga dari logo Nasional Demokrat sendiri bisa terlihat niat
baik dari diri Nasional Demokrat itu sendiri. (kireinaputri.webnode.com)
Penggunaan keindahan serta masyarakat Indonesia yang sejahtera selalu
tergambar dalam iklan politik di Indonesia, berikut maksud dan fungsinya:
1. Penggunaan keindahan dan kesuburan tanah Indonesia serta masyarakat yang
sejahtera dan harmonis menjadi dambaan setiap masyarakat Indonesia.
Dengan demikian, partai politik atau suatu organisasi masyarakat seperti
Nasional Demokrat mempunyai pengharapan masyarakat akan terpancing
bahwa partai politik tersebut atau organisasi tersebut dapat membuat Indonesia
seperti yang digambarkan tersebut (diiming-imingi).
2. Penggambaran keindahan, keharmonisan, serta kata-kata indah dalam iklan
politik merupakan janji-janji manis yang sering kali diucapkan oleh partai polirik
atau oragnisasi tertentu untuk mendapatkan perhatian dan pilihan rakyat.
3. Dengan penggambaran keindahan dan kehidupan masyarakat yang bahagia
tersebut, masyarakat Indonesia menjadi sadar pada kenyataan bahwa
kehidupannya di Indonesia sekarang ini tidak seperti yang ditampilkan,

ISSN : 2085 1979

45

Fellicia Eveline Hasang / Shidarta / G.Genep Sukendro: Ideologi Dalam Konteks Komunikasi Politik (Kajian
Semiotik Terhadap Iklan Nasional Demokrat Versi “Himne”)

melainkan sebaliknya. Sehingga jika mereka ingin Indonesia yang baik
bergabunglah bersama partai atau organisasi tersebut.
Mitos yang terdapat dalam iklan Nasional Demokrat ini adalah kata-kata
Restorasi Indonesia yang menjadi slogan dari Nasional Demokrat sendiri. Kata
“restorasi” ini berarti mengembalikan seperti semula. Dengan maksud, ingin
mengembalikan semua bidang di Indonesia baik politik, ekonomi, sosial budaya ke
arah dahulu Indonesia yang jaya, bersih dari kejahatan politik (KKN), dan ekonomi
yang baik. Kata “restorasi” ini juga membentuk arti bahwa pemerintahan sekarang
ini tidak berjalan dengan baik, oleh sebab itu perlu direstorasi. Dengan demikian,
kata restorasi Indonesia yang diungkapkan oleh Nasional Demokrat adalah
menyampaikan maksud bahwa bergabunglah dengan Nasional Demokrat untuk
memperbaiki negara dan masyarakat Indonesia yang sekarang ini masih terpuruk
dan menderita dalam garis kemiskinan.
Nasional Demokrat dalam mengungkapkan Restorasi Indonesia tidak
hanya bertumpu dan berpusat di Jakarta, melainkan gerakan perubahan yang titiktitik sumbunya terpencar di seluruh penjuru Indonesia. Hal ini terlihat dari logo
Nasional Demokrat yang seperti kipas angin.

Gambar 1. Kesamaan Prinsip Logo Nasional Demokrat dengan kipas angin
Kemiripan bentuk inilah yang menggambarkan Nasional Demokrat ingin
melakukan perubahan atau perputaran (dinamika) terhadap Indonesia melalui titik
sumbu seperti kipas angin yang berputar ke segala arah (kiri, kanan, depan,
belakang).
Mitos lain yang juga disampaikan oleh Nasional Demokrat adalah
ideologinya sebagai organisasi masyarakat Nasionalis dan Demokratis yang berarti
cinta negeri dan bebas berpendapat, dalam arti tidak memihak pada apa pun (baik
agama, suku, ras, dan lain-lain), mencintai pluralisme (perbedaan) yang ada di
Indonesia, dan mendengarkan suara-suara masyarakat Indonesia yang mempunyai
aspirasi dan pemikiran positif untuk membangun negeri.
Mitos besar dalam iklan Nasional Demokrat versi “Himne” ini pada intinya
satu yaitu “Bergabunglah dalam Nasional Demokrat yang datang dengan
perpolitikan baru dan bersih, serta menjunjung Indonesia yang damai dan
sejahtera yang diimpikan oleh semua masyarakat Indonesia”. Nasional Demokrat
ingin menggabungkan seluruh masyarakat Indonesia yang memiliki impian dan
harapan akan Indonesia yang baik dan sejahtera ke dalam Nasional Demokrat.
Dengan demikian, jika nantinya seluruh masyarakat atau sebagian besar
46

ISSN : 2085 1979

Jurnal Komunikasi Universitas Tarumanagara, Tahun III/02/2011

masyarakat bergabung dalam Nasional Demokrat, ormas ini mempunyai kekuatan
dan kekuasaan untuk memimpin Indonesia. Pada akhirnya komunikasi yang ingin
disampaikan oleh Nasional Demokrat adalah pengumpulan kekuasaan (politik).
Belum ada yang tahu pasti jawaban dari pertanyaan tesebut, tetapi
dengan gerakan-gerakan Nasional Demokrat yang semakin gencar dan cepat untuk
menarik perhatian dan mengajak seluruh masyarakat Indonesia bergabung
bersama dirinya, kemungkinan jawaban ya dari pertanyaan tersebut cukup besar
adanya. Alasanya karena, untuk apa sekarang ini Nasional Demokrat sangat gencar
dan berusaha sekuat tenaga untuk mengumpulkan massa dan kekuasaan sebesarbesarnya selain untuk memenuhi syarat menjadi partai politik dan mencalonkan
diri sebagai Presiden dan Wakil Presiden pada tahun 2014 nanti.
Walaupun dalam berbagai wawancara dengan Surya Paloh yang ditulis
oleh republika.co.id dan nasionaldemokrat.com selalu menyampaikan ketegasan
bahwa Nasional Demokrat tidak akan berubah menjadi partai politik, tapi
kemungkinan tersebut bisa saja terjadi tiba-tiba menjelang pemilu 2014. Karena
sebenarnya Nasional Demokrat merupakan “kendaraan baru” yang dipersiapkan
oleh para tokoh politik Indonesia yang sudah tersingkir dari partai-partainya.
Maksudnya, dengan membentuk Nasional Demokrat ada tempat baru untuk para
tokoh yang tidak mendapatkan jabatan di partainya sekarang ini untuk kembali
berkarya dalam dunia perpolitikan di Indonesia.
Kesimpulan
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, maka diperoleh kesimpulan
bahwa ada berbagai komunikasi politik yang terkandung dalam iklan Nasional
Demokrat versi “Himne” tersebut, yang dalam semiotik Roland Barthes disebut
sebagai mitos politik. Lewat tanda-tanda yang ada di dalam iklan bisa diartikan
sebagai komunikasi untuk mengumpulkan kekuasaan (politik) dengan mengajak
seluruh masyarakat Indonesia bergabung ke dalam Nasional Demokrat. Tandatanda tersebut seperti naik ke sebuah tangga di candi, melepaskan burung
merpati, penggunaan pakaian berlambangkan logo Nasional Demokrat, pengibaran
bendera Nasional Demokrat dan bendera Merah Putih secara bersamaan.
Terdapat dua buah komunikasi atau mitos politik di dalam iklan Nasional
Demokrat versi “Himne” tersebut, yang pertama yaitu mitos politik yang pertama
adalah kata Restorasi Indonesia yang berarti pengembalian Indonesia seperti
semula, dengan memberikan angan-angan dan impian Indonesia yang kembali
bangkit dan jaya dalam semua bidang baik ekonomi, politik, sosial, dan budaya.
Kata “restorasi” ini juga membentuk arti bahwa pemerintahan sekarang ini tidak
berjalan dengan baik, oleh sebab itu perlu direstorasi. Dengan demikian, kata
Restorasi Indonesia yang diungkapkan oleh Nasional Demokrat adalah
menyampaikan maksud bahwa bergabunglah dengan Nasional Demokrat untuk
memperbaiki negara dan masyarakat Indonesia yang sekarang ini masih terpuruk
dan menderita dalam garis kemiskinan.
Mitos yang kedua yaitu ideologinya sebagai organisasi masyarakat
nasionalis dan demokratis yang berarti cinta negeri dan bebas berpendapat, dalam
arti tidak memihak pada apa pun baik agama, suku, ras, dan lain-lain (semua sama
dan setara), mencintai pluralisme (perbedaan), dan mendengarkan suara
masyarakat Indonesia yang mempunyai aspirasi dan pemikiran positif untuk
membangun negri.
ISSN : 2085 1979

47

Fellicia Eveline Hasang / Shidarta / G.Genep Sukendro: Ideologi Dalam Konteks Komunikasi Politik (Kajian
Semiotik Terhadap Iklan Nasional Demokrat Versi “Himne”)

Mitos besar dalam iklan Nasional Demokrat versi “Himne” ini pada intinya
satu yaitu: “Bergabunglah dalam Nasional Demokrat yang datang dengan

perpolitikan baru dan bersih, serta menjunjung Indonesia yang damai dan
sejahtera yang diimpikan oleh semua masyarakat Indonesia ”. Nasional Demokrat
ingin menggabungkan seluruh masyarakat Indonesia yang memiliki impian dan
harapan akan Indonesia yang baik dan sejahtera ke dalam Nasional Demokrat.
Dengan demikian, jika nantinya seluruh masyarakat atau sebagian besar
masyarakat bergabung dalam Nasional Demokrat, Nasional Demokrat mempunyai
kekuatan dan kekuasaan untuk memimpin negara. Pada akhirnya komunikasi yang
ingin disampaikan oleh Nasional Demokrat adalah pengumpulan kekuasaan
(politik).

Daftar Pustaka:
Barthes, Roland. (2007). Membedah Mitos-mitos Budaya Massa. Yogyakarta:
Jalasutra.
Budiardjo, Miriam. (2008). Dasar-dasar Ilmu Politik. Edisi Revisi. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Danial, Ahmad. (2009). Iklan Politik Televisi: Modernisasi Kampanye Politik
Pasca Orde Baru. Yogyakarta: LKiS Printing Cemerlang.
Effendy, Onong Uchjana. (2003). Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi.
Bandung: Citra Aditya Bakti.
Firmansyah. (2008). Marketing Politik. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Fiske, John. (2010). Cultural and Communication Studies : Suatu Pengantar
Komphensif. Yogyakarta: Jalasutra.
Harianto, Dedi. (2010). Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap
Iklan Yang Menyesatkan. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Hoed, Benny H. (2011). Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya. Edisi ke-2.
Jakarta: Komunitas Bambu.
Ibrahim, Idi Subandy. (2007). Kecerdasan Komunikasi. Bandung: Simbiosa
Rekatama Media.
Kountour, Ronny. (2004). Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi dan
Tesis. Teruna Grafica.
Lee, Monle., dan Carla Johnson. (2007). Prinsip-prinsip Pokok Periklanan
Dalam Perspektif Global. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Maelong, Lexy J. (2007). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya Offset.
Morrisan. (2008). Jurnalistik Televisi Mutakhir. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
Mulyana, Deddy., dan Jalaluddin Rackhmat. (2006). Komunikasi Antarbudaya.
Bandung: Remaja Rosdakarya Offset.
Mulyana, Deddy,. dan Solatun. (2007). Metode Penelitian Komunikasi.
Bandung: Remaja Rosdakarya Offset.
Nimmo, Dan. (2005). Komunikasi Politik. Bandung: Remaja Rosdakarya Offset.
Norris. (2000). Manajemen Penjualan Produk. Yogjakarta: Kanisius.
Rahardiansah, Trubus. 2006. Pengantar Ilmu Politik. Jakarta: Universitas
Trisakti.
Shimp, Terence A. (2003). Periklanan Promosi. Edisi ke-5. Jakarta: Erlangga.
48

ISSN : 2085 1979

Jurnal Komunikasi Universitas Tarumanagara, Tahun III/02/2011

Sobur, Alex. (2009). Analisis Teks Media. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Offset.
Sobur, Alex. (2009). Semiotika Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Offset
Sugiyono. (2006). Metode Penelitian Administrasi. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Susanto, Eko Harry. (2009). Komunikasi Politik dan Otonomi Daerah. Jakarta:
Mitra Wacana Media.
West, Richard., dan Lynn H, Turner. (2008). Pengantar Teori Komunikasi.
Edisi ke-3. Jakarta: Salemba Humanika.
Zoes, Aart Van. (1992). Serba-serbi Semiotik. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.

ISSN : 2085 1979

49