STUDI KERENTANAN LONGSOR PADA RUAS JALAN

STUDI KERENTANAN LONGSOR PADA RUAS JALAN DEPOSISI
INTRUSI BATUAN BEKU
INTERAKSI STRUKTUR SESAR
Agustinus T1, Lawalenna Samang2, Herman Parung3 dan Tri Harianto4
1

Mahasiswa Program Doktor Teknik Sipil, Universitas Hasanuddin
Jalan Perintis Kemerdekaan KM-10, Email:agustinustupenalay@ymail.com
2
Dosen Jurusan Teknik Sipil, Universitas Hasanuddin
Jl. Perintis Kemerdekaan, Km. 10, Telp 0411-587636, Email:samang_l@yahoo.com
3
Dosen Jurusan Teknik Sipil, Universitas Hasanuddin
Jalan Perintis Kemerdekaan KM.10,Telp0411587636,Email:hermanparung@yahoo.com
4
Dosen Jurusan Teknik Arsitektur, Universitas Hasanuddin
Jalan Perintis Kemerdekaan KM-10, Telp 0411-587636, Email: triharianto@ymail.com
ABSTRAK

Peristiwa tanah longsor pada ruas jalan didaerah Parangloe menuju ke kota Malino yang
sering terjadi pada waktu musim hujan dengan curah hujan yang cukup tinggi sudah

perlu menjadi perhatian untuk diteliti terutama dibeberapa titik dari khususnya dari Km
+62 kearah kota Malino yang terletak di kecamatan Parangloe. Tujuan dari penelitian
ini dapat ditinjau dari pengaruh kontrol topografi yang memiliki variasi dan kondisi
geologi yang tersusun oleh tubuh tanah atau batuan residual vulkanik berumur PliosenMiosen, berasal dari hasil aktivitas vulkanik terdiri dari tanah dan batuan tufa, breksi,
tufa berlapis, batuan beku serta keterkaitannya dengan adanya tubuh intrusi batuan beku
dan struktur sesar. Ditunjang dengan metodologi startigrafi terukur, pemboran dan hasil
dari pengamatan laboratorium yang terdiri dari petrografi, diharapkan dari penelitian ini
dapat menjelaskan bahwa longsor yang terjadi di daerah Parangloe ada hubungan
korelasi Interaksi sesar dan intursi batuan beku terhadap tubuh tanah atau batuan
vulkanik.
Kata Kunci : Longsor, Tanah dan Batuan Vulkanik, Intrusi, Sesar, Parangloe.
1.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bumi sebagai tempat berpijak manusia merupakan wujud deformasi dari tanah atau
batuan yang telah mengalami perubahan bentuk pada lapisan litosfir. Deformasi
tersebut dapat dilihat dari bentuk bentang alam sebagai morfologi yang ada sekarang
berupa tanah atau batuan yang tersingkap pada permukaan bumi dapat mencerminkan
keadaan tanah atau batuan yang ada dibawah permukaan bumi.
Longsor merupakan proses perpindahan massa tanah atau batuan penyusun lereng,

akibat terjadi gangguan kestabilan pada lereng tersebut. Menurut Varnes, 1978.
Selanjutnya Cruden & Varnes, 1996, membedakan gerakan tanah ini menjadi beberapa
jenis berdasarkan mekanisme gerakan dan jenis massa yang bergerak. Istilah gerakan
dan jenis massa tanah atau batuan ini dikalangan masyarakat lebih dikenal atau acapkali
disebut sebagai tanah longsor.

Morfologi pada ruas jalan di daerah Parangloe menuju kekota Malino di kabupaten
Gowa Propinsi Sulawesi Selatan (Ibrahim Djamaluddin, 2011), didominasi oleh
morfologi perbukitan tersusun oleh tanah dan batuan residual vulkanik yang terdiri dari
tanah dan batuan tufa, breksi, tufa berlapis, lava dan intrusi batuan beku (Sukamto Rab,
1982)yang telah mengalami proses pensesaran dan tingkat pelapukan yang tinggi
(Keinosuke, 1997) dimana shear streangth dapat dilihat dari ukuran butir batuan
vulkanik. Hal inilah yang menyebabkan sering terjadinya peristiwa tanah longsor pada
lereng potongan (gambar 1) dan keretakan pada badan jalan (gambar 2).

Gambar 1. Tanah Longsor di daerah
Parangloe KM 62 + 700

Gambar 2. Keretakan pada badan jalan
di daerah Parangloe Km 62+ 850.


2. LANDASAN TEORI
A. Longsor
Permukaan tanah yang miring, berlereng, memiliki komponen gravitasi yang
cenderung menggerakkan massa tanah arah ke bawah. Jika komponen gravitasi
sedemikian besar dibandingkan kemampuan perlawanan geser tanah pada bidang
longsornya, maka akan terjadi kelongsoran pada lereng tersebut. Analisis stabilitas
tanah dengan bidang permukaan datar atau miring disebut analisis stabilitas lereng.
Dalam bidang rekayasa sipil konseps ini sering diaplikasikan untuk rancangan seperti;
jalan kereta api, jalan raya, bandara, bendungan urugan, dan sebagainya.
Pemerintah Indonesia, dalam hal ini Badan Geologi pada Unit Pusat Vulkanologi
dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) yang berkedudukan di Bandung, Jawa Barat,
telah melakukan usaha-usaha penanggulangan dan pencegahan akibat gerakan tanah
atau longsor, yang antara lain dengan melaksanakan, penyusunan peta zonasi
kerentanan gerakan tanah, pemantauan gerakan tanah pada zona yang aktif bergerak,
penelitian-penelitian mengenai gerakan tanah, penyebaran informasi mengenai gerakan
tanah, penyuluhan langsung kepada masyarakat sekitar daerah rawan bencana longsor.
Peta kerentanan bahaya gerakan tanah atau longsor dapat dikatakan sebagai salah satu
usaha untuk mengatasi bencana yang diakibatkan oleh gerakan tanah atau longsor.
B. Penyebab Longsoran Lereng Alami

Longsoran yang sering terjadi biasanya disebabkan oleh beberapa faktor yang
terjadi secara bersamaan. Adapun faktor-faktor penyebab

longsoran yang sering terjadi adalah :
1.
Bertambahnya beban pada lereng seperti bangunan, beban dinamis yang
disebabkan tiupan angin pada pepohonan dan yang lainnya.
2.
Penggalian atau pemotongan kaki lereng.
Longsoran akibat penggalian kaki lereng dapat mengurangi tekanan
overburden atau lapisan tanah penutup, sehingga tanah atau batuan
mengembang dan kuat gesernya turun.
3. Penggalian yang mempertajam kemiringan lereng.
Banyak kejadian longsoran dipicu oleh penggalian lereng untuk jalan raya, jalan
setapak yang dibuat oleh manusia dan pembangunan pemukiman di atas lereng.
4. Perubahan posisi muka air secara cepat, ditinjau dari jenis dan pola aliran
sungai setempat.
5. Tekanan lateral yang diakibatkan oleh air terutama air hujan.
Hujan pemicu gerakan tanah (Matthew C.L, 1993) adalah hujan yang mempunyai
curah tertentu dan berlangsung selama periode waktu tertentu, sehingga air yang jatuh

akan berinfiltrasi ke dalam tanah. Tipe hujan deras hanya akan efektif memicu
longsoran pada lereng-lereng yang tanahnya mudah menyerap air (Premchit, 1995;
Karnawati, 1996, 1997, dalam Karnawati, 2005), seperti misalnya pada tanah lempung
pasiran atau tanah pasir yang besifat permeable.
6. Penurunan tahanan geser tanah pembentuk lereng akibat kenaikan kadar air kenaikan
tekanan air pori, tekanan rembesan oleh genangan air di dalam tanah, tanah pada
lereng mengandung lempung yang mudah mengembang dan lain-lain.
7. Getaran atau gempa bumi.
Getaran atau gempa bumi dapat menyebabkan terjadinya liquefaction pada pasir atau
lanau longgar yang jenuh air, dapat pula memicu bidang-bidang geser pada sesar
yang telah ada sehingga seiring berjalannya waktu lambat laun akan memicu terjadi
gerakan tanah melalui bidang diskontinuitas.
C. Kerentanan Longsor Pada Lereng Jalan Raya
Lokasi-lokasi yang rentan longsor pada jalan raya pada umumnya dipengaruhi oleh
kondisi geometri lokasi, pola drainase, dan kondisi geologi lokal atau kondisi tanah atau
batuan, hujan serta getaran (Fadly Achmad, 2010). Berikut ini akan diuraikan hal yang
berkaitan dengan faktor tersebut:
1.
Lereng di sisi jalan bekas galian badan jalan merupakan lokasi yang rawan
longsor. Kaki lereng disepanjang galian sangat mudah tergerus air sehingga

menghilangkan dukungan tanah terhadap longsoran.
2.
Lereng yang terjal, menurut Karnawati (2005) lereng dengan kemiringan < 400
sangat rentan terhadap longsor.
3.
Buruknya sistem drainase yang tidak berfungsinya dengan baik akan memicu
aliran air kemana-mana. Air akan berusaha mencari tempat yang lebih rendah
dan sebagian akan terserap masuk kedalam tanah.
4.
Muka air tanah memotong lereng akan menimbulkan munculnya mata air pada
daerah ini. Mata air ini diakibatkan oleh terakumulasinya air yang meresap
masuk ke dalam lereng yang akan melunakkan tanah atau batuan pembentuk
lereng.
5. Pengaruh musim hujan
6. Serta adanya gempa bumi

D. Intrusi Batuan Beku dan Struktur Sesar
1. Intrusi batuan beku merupakan bentuk konsolidasi magma kepermukaan bumi,
istilah lainnya disebut sebagai tubuh intrusi magma pluton (Billings,1982). Dasardasar klasifikasi magma pluton dapat ditinjau dari tiga faktor utama yaitu:
a. Hubungan kontak tanah atau batuan (backing effect) dari intrusi batuan beku

dengan tanah atau batuan yang di intrusi terutama pada tanah atau batuan yang
umur pembentukannya lebih tua dari pada intrusi batuan beku.
b. Ukuran butir tanah disekitar singkapan intrusi batuan beku dapat memberi
informasi dari permukaan bumi tentang hubungan kontak intrusi dengan batuan
disekitarnya kearah bawah permukaan bumi.
c. Bentuk intrusi batuan beku pada umumnya berbentuk tabular dapat ditilik dari
tanda arah dan dip pada lapisan tanah atau batuan terhadap batuan intrusi.
Terkadang satu tubuh intrusi batuan beku dapat berasosiasi dengan sesar, hal ini
dapat terjadi apabila magma yang menerobos kepermukaan bumi melewati sesar yang
telah ada, artinya kalau ditinjau berdasarkan umur kejadiannya, umur sesar lebih tua
dibandingkan umur intrusi batuan beku sehingga bidang dari sesar terhadap tubuh
intrusi dapat diketahui dengan jelas dan telah disesuaikan dengan kondisi geologi
setempat (Gambar 3).
Sesar
Tufa

Intrusi
Breksi

Tufa berlapis


Batuan beku

Gambar 3. Penampang Stratigrafi Hubungan antara Intrusi Batuan
Beku,Sesar dan lapisan tanah atau batuan yang diterobos
(Tupenalay A.,1985).
2. Struktur Sesar sering pula disebut patahan berasal dari kata fault diartikan sebagai

suatu bentuk gerak geser bidang batuan baik pada batuan yang tidak berlapis maupun
yang berlapis akibat adanya gaya geser sebelum terjadi proses pelapukan (Billings,
1982).
Hubungan antara bidang blok tanah atau batuan dengan blok tanah atau batuan
yang mengalami sesar disebut sebagai parameter koofisien friksi sesar. Mekanika
properti koofisien friksi sesar adalah wujud dari sifat fisik stress tanah atau batuan dapat

diamati dari bentuk retakan atau pecahan pada blok tanah atau batuan yang dijumpai
pada bidang horisontal dinyatakan sebagai :
F
μ=
….………………………...………………………..…..…..………… (1)

W
dimana μ = koofisien friksi, w = berat bagian atas dari blok tanah atau batuan dan F =
gaya geser (Billings, 1982).Selain koefisien friksi dari blok tanah atau batuan, dimana μ
= koofisien friksi, w = berat bagian atas dari blok tanah atau batuan dan F = gaya geser
(Richard J. Lisle, 2004).Selain koefisien friksi dari blok tanah atau batuan,untuk
menentukan bidang sesar dapat ditinjau dari umur formasi geologi terhadap blok tanah
atau batuan untuk mengidentifikasi keberadaan bidang sesar terhadap kejadian gerakan
tanah (Salahuddin Husein 2010), mengatakan bahwa paleolandslide dapat dianalisis
dari paleostres yaitu striasi yang ada pada sesar juga dapat menjelaskan mekanisme
longsor berdasarkan keberadaan intrusi batuan beku.
E. Kestabilan Lereng Tanah
Analisis kestabilan lereng tanah tidak dapat dipisahkan dengan pengetahuan dasar
mekanisme keruntuhan lereng, jenis material dan asal usulnya, topografi, dan kondisi
geologi teknik setempat. Kondisi lapisan tanah, parameter kuat geser tanah, rembesan
air tanah, kondisi geometri, asumsi pola longsoran, dsb. Terzaghi (1950) membagi
penyebab longsoran lereng terdiri dari akibat pengaruh internal dan external. Pengaruh
internal dikondisikan oleh longsoran yang terjadi tanpa ada perubahan kondisi luar
seperti pengaruh gempa dan peningkatan tekanan air pori dalam lereng.
Penentuan analisis stabilitas lereng pada umummnya didasarkan pada kondisi
keseimbangan plastis batas (limit plastic equilibrium) yang diindikasikan oleh nilai

faktor aman dari bidang longsor. Kelongsoran lereng yang terjadi disepanjang
permukaan bidang longsor, massa tanah longsor dianggap masif, kuat geser tanah
dianggap isotropis, tegangan geser tanah rata-rata. Berdasarkan asumsi tersebut, maka
faktor aman (Safety Factor, SF) didefiniskan sebagai rasio :
c+(γ – m γ w ) h cos2 α tan φ
F=
μh sin α cos α

............................................................................ (2)

Rumus (2) tersebut diatas adalah perhitungan dasar untuk menyatakan nilai aman
(Safety ratio) pada blok material yang ada diatas permukaan lereng.
3. METODE PENELITIAN
3.1. Rancangan Penelitian
Secara umum rancangan penelitian adalah metode observasi yang dilakukan di
daerah penyelidikan yang akan dilaksanakan di daerah penelitian dibagi menjadi
beberapa tahapan yaitu ;
a.
Pemetaan
Pendahuluan

(reconnaissance geologic map) atau orientasi kondisi umum letak dan kondisi
geografis, geomorfologi, stratigrafi, geologi teknik di daerah penelitian.
b.
Pengamatan detail datadata geologi, pencatatan deskriptif, pengambilan data kwantitatif berupa data kondisi
topografi, Intrusi batuan beku, pengukuran strike dan dip lapisan tanah atau batuan,

struktur sesar, dengan menggunakan metode stratigrafi terukur (measure section)
untuk mendapatkan gambaran penampang dua dimensi data geologi secara vertikal.
c.
Pemboran
dilakukan
untuk pengambilan data contoh tanah atau batuan yang kemudian dilanjutkan dengan
pengamatan dan deskripsi data dimana pelaksananaannya sebagai berikut :
1.
Pengamatan petrografi (Locker.J.G, 1973) untuk memperoleh data hubungan
tekstur dan struktur batuan dilakukan di laboratorium mineral optik dijurusan
Geologi Unhas.
2.
Pemeriksaan contoh tanah yang diambil dari lubang bor (Wesley.L.D.,1977),
dilakukan untuk mengetahui nilai data kadar air lapangan (ω), berat isi (γ) sebagai
data kondisi alami, kemudian batas cair (LL), batas plastik (PL), indeks plastik (PI)
sebagai data persen batas Atterberg , kohesi (C), sudut geser (Ø), sebagai data direct
shear, dan berat jenis (Gs), gradasi , persen analisis saringan serta klasifikasi tanah
dari contoh tanah (Verhoef P.N.W., 1985), dilakukan di laboratorium geoteknik di
Dinas Pekerjaan Umum Binamarga Makassar.
d.
Penyelidikan koreksi dan
pemeriksaan ulang data akan dilaksanakan pada tahap
akhir observasi lapangan untuk mengoreksi dan melengkapi data yang masih
kurang, data-data yang diperoleh dari lapangan akan dianalisis dan
dikompilasikan untuk memperoleh hasil analisis yang saling terintegrasi antara data
sekunder dan data primer yang diperoleh dari lapangan.
3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian
Rencana lokasi daerah penelitian terletak pada ruas jalan Parangloe – Malino di
daerah Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan. Berdasarkan posisi astronomi
lintasan pengamatan dan pengambilan data daerah penelitian berada pada 119 0 34’
30,14” - 1190 45’ 33,50” BT dan 50 16’ 30,11” - 50 16’ 48,58” LS (Gambar 4), dan pada
lokasi ini akan dilakukan penelitian selama setahun.

Gambar. 4 Peta Lokasi Rencana Daerah Penelitian.
3.3. Alat dan Bahan Penelitian
Peralatan dan bahan yang digunakan selama proses kegiatan penelitian
berlangsung terdiri dari kompas geologi, palu geologi, roll meter, GPS, mesin bor
(Gambar. 5), Kamera, HCl, alat tulis menulis.

Gambar. 5 Peralatan Bor
3.4.

Analisis Data
Perolehan data kepustakaan, peta-peta tematik dan data raster diolah dengan
menggunakan software IFSAR (Jenkins, 2010) aplikasi untuk mendapatkan peta dasar
dalam bentuk peta topografi digital dibantu dengan menggunakan GIS 10.3 yang
kemudian dibuat peta pola intrusi batuan beku dan struktu sesar serta satuan formasi
geologi.
Data-data geologi teknik berupa tanah atau batuan, data bor yang diperoleh akan
dipergunakan untuk mendapatkan gambaran tentang hubungan kondisi tanah atau
batuan diatas dan dibawah permukaan bumi dari lokasi penelitian dan dari hasil
pengamatan dan deskripsi petrografi, dianalisis kemudian dilaboratorium dikompilasi
sehingga akan menghasilkan data tabulasi dan peta kerentanan longsor yang akan
dipergunakan sebagai bahan penulisan desertasi.
4.

Hasil Yang Diharapkan

Ditunjang dengan metodologi eksploratis terutama melakukan pengukuran stratigrafi
terukur secara detail, pemboran dan hasil dari pengamatan laboratorium yang terdiri
dari petrografi, diharapkan dari penelitian ini dapat menjelaskan bahwa longsor yang

terjadi di daerah Parangloe ada hubungan korelasi Interaksi sesar dengan intrusi batuan
beku terhadap tubuh tanah atau batuan vulkanik.
5. Hasil Penelitian
5.1. Analisis Geologi Teknik
5.1.1. Litologi
Batuan yang ditemukan di Parangloe km + kabupaten Gowa, tepatnya di Jalan
Parangloe – menuju kekota Malino termasuk dalam lembar Peta Geologi Ujung
Pandang (Sukamto Rab 1982) dan sekitarnya terdiri dari kelompok batuan vulkanik
yang terdiri dari batuan breksi vulkanik , batupasir, lumpur dan tanah liat
sertabatuan beku basa yang sebagian besar telah mengalami tingkat proses
pelapukan tinggi.
Meurut Yuwono, YS, 1989 Material tanah atau batuan yang umumnya ada dilokasi
penelitian telah mengalami gangguan struktur yang sangat kuat kuat dengan
hadirnya struktur en enchelon pada saat pembentukan batuan vulkanik adalah tanah
liat, lumpur, pasir dan batu vulkanik yang terpotong selama pembentukan jalan
(gambar 6) dan sampel petrografi dari tufa melihat komposisi mineral yang mudah
mengalami pelapukan (gambar 7). Pada Km + 62 juga dijumpai singkapan breksi
vulkanik (gambar 8), terlihat adannya tingkat pelapukan yang tinggi kemudian
dijumpai pula diloksi yang sama adanya Intrusi batuan beku basa (gambar. 9) dan
hasil mikrograf petrografi dari batuan beku basa (gambar. 10).
5.1.2. Boring Di KM 62 +700
Hasil bor pada daerah penelitian ini di KM 62 +700, dari kedalaman 0 - 0,20 meter
warna tanah bagisan atas adalah coklat gelap, dan dari kedalaman 0,20 - 1,50 meter
ditemukan Tanah Liat + fragmen batuan merupakan hasil pelapukan batuan tufa. Di
bawah itu pada kedalamam 1,50 - 6,00 meter Tanah Liat (tufaan), coklat abu-abu.
Lebih lanjut dari kedalamnan 6.00 - 9.60 meter adalah tanah liat Batu (tufaan)
padat dan keras.

Gambar. 6 Litologi tufa dengan struktur berlapis ( N253 ° E / 30 °).
A B C D E F G H I J K L M N
1

1

2

2

3

3

4

4

5

5

6

6

7

7

8

8

9

9

1
0

1
0

A B C D E F G H I J K L M N

Gambar. 7 Mikrograf petrografi batu tufa AG / KM 62 / PK / TF terdiri dari
mineral plagioclase (10G), biotite (3C), piroksin (7B), opaque minerals
(9G), volcanic glass (10D), and rock fragments (5F) 50X pembesaran pada
cros nikol

Gambar. 8 Singkapan Breksi Vulkanik
KM + 6

Gambar. 9 Singkapan Intrusi Basal
KM + 62 Gambar.

A B C D E F G H I J K L M N
1

1

2

2

3

3

4

4

5

5

6

6

7

7

8

8

9

9

1
0

1
0

A B C D E F G H I J K L M N

Gambar. 10 Mikrograf Petrografi Batuan Beku Basal AG / KM + 62 / BB /
BV Tersusun oleh mineral plagioclase (4 F), piroksin (3I),
mineral opak (9F), plagioclase and piroksin mikrolit (8H), dan
mineral gelas (10F). 50X magnification on nikol cros
5.1.3. Struktur geologi
Menurut Sukamto & Supriatna (1982), aktivitas gunung berapi di daerah ini masih
berlangsung sampai waktu Pleistosen, menghasilkan batu vulkanik Lompobatang.
Berhentinya aktivitas magma di akhir Pleistosen, diikuti oleh kegiatan tektonik yang
mengakibatkan terjadi struktur en enchelon (merencong) melalui G. Lompobatang
berarah utara-selatan. Struktur Sesar En enchelon ini terjadi sebagai akibat dari gerakan
horisontal dari alas batu dekstral lembah Walanae. Sejak Pliosen ketika ujung barat
lengan pesisir- Sulawesi Selatan adalah dataran tinggi yang stabil, pada waktu Holocene
yang terjadi hanya ada endapan aluvium dan endapan rawa.
Struktur kekar yang ada dilokasi ini adalah retakan pada batuan yang tidak mengalami
pergeseran. (Billings, 1968). Struktur kekar di daerah ini terbagi menjadi dua yaitu
struktur kekar sistematis dan yang tidak sistematis. Dari hasil pengamatan lapangan net
slip dapat diperkirakan terjadi pada akhir pleistosen artinya struktur kekar mempunyai
kesamaan waktu pembentukan dengan struktur patahan yang terjadi didaerah
penelilitian ini. Dengan demikian sudah dapat diduga bahwa kemungkinan terjadi
kerentanan longsor didaerah ini ada kaitannya dengan deformasi batuan vulkanik yang
berumur Pleistosen kemudian terjadi kegiatan tektonik dengan adanya batuan alas

dekstral dari terban walanae sehingga terjadi sesar geser yang tak beraturan dengan
bukti adanya lapisan pada batuan tufa yang mudah hancur.
5.1.4. Hasil Analisis Geoteknik
Parameter mekanika tanah pada titik Boring KM 62 + 700 sebagai berikut:
 kedalaman 1,00 - 1,60 meter, air (W) = 35.97%, berat isi = 1,521 Kg / cm ², Gravity
(Gs) = 2656 klasifikasi tanah: MH (A - 7-5)
 kedalaman 1,60 - 6,00 meter, air (W) = 35,7 - 38,71%, berat isi = 1,520 - 1,902 Kg /
cm ², PI = 8,26 - 12,62, LL = 34,72 - 42,25 PL = 26,46 - 29,63, Gravity (Gs) =
2,650 - 2,668 Klasifikasi tanah: MH (A - 7-6) - ML (A - 4)
 kedalaman 4,60-10,60 meter adalah tanah liat atau lempung yang bersifat tufaan
5.1.5 Geoteknik Km 62 + 700
Lokasi ini tersusun oleh lempung yang bersifat tufaan, yang berlapis – lapis,
sangat rapuh dan yang telah banyak mengalami retakan (crack) akibat struktur sesar
geologi aktif pada masa lalu yaitu di akhir Pleistosen, diikuti oleh kegiatan tektonik
yang mengakibatkan terjadi struktur en enchelon (merencong) melalui G. Lompobatang
berarah utara-selatan (Sukamto & Supriatna. 1982) . Retakan dan perlapisan pada tubuh
batuan merupakan zona lemah dan merupakan alur pergerakan air (Gambar. 11a dan
11b). Karena gerusan air yang bekerja secara terus menerus mengakibatkan rongga
tersebut semakin lama semakin membesar sehingga batuan dengan cepat dapat
mengalami pelapukan dan merontokkan batuan sehingga terjadi seatle (penurun) terus
menerus. Jumlah dan intensitas rongga yang ada dibawah badan jalan tidak dapat
ditentukan, sebab arah retakan batuan tidak beraturan dan saling memotong.
Tipe longsoran yang banyak terjadi disekitar lokasi ini adalah longsoran
permukaan dengan tipe “ Slide “ pemicu utama gerakan tanah ini adalah air. Air yang
bergerak atau mengalir memotong permukaan jalan dan meng-erosi bahu jalan (sisi
sebelah kanan ke arah kota Malino). Air dengan mudah masuk kedalam tanah karena
umumnya batuan yang ada bersifat sangat porous dan berlapis-lapis serta struktur
batuan telah banyak mengalami retakan dan telah membentuk rongga dibawah
permukaan tanah.
5.1.6. GeoTeknik Km 62 + 850

Lokasi ini tersusun oleh lempung yang bersifat tufaan, dan fragmen batuan yang
berukuran kerikil. Tipe longsoran adalah “Debris slide” pemicu utama gerakan tanah
ini adalah air. Air yang bergerak/ mengalir memotong permukaan jalan dan meng-erosi
bahu jalan (sisi sebelah kanan arah Malino). Air dengan mudah masuk kedalam tanah
karena umumnya batuan yang ada bersifat sangat porous, air yang masuk kedalam
tanah melakukan proses pencucian material pengikat butiran antar batuan sehingga
sudut geser menjadi semakin besar (Gambar. 12a dan 12b). Pencucian material yang
terjadi pada lokasi ini berada pada kedalaman 15 meter dibawah muka jalan pada KM
62 + 850 di daerah Parangloe.

a

b

Foto. 11a dan 11b Batuan Berlapis – lapis dan mudah hancur (Km. 62 +
700)

a

Longsoran pada bahu
jalan

Pencucian
Material

Rongga

b

Gambar. 12a Longsoran pada Lereng bawah (Km. 62 + 850) dan 11b proses leaching
serta pembentukan rongga antar batu

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
o Kerentanan Longsor sepanjang akses jalan dari KM + 62 menuju kedaerah Malino
dapat terjadi karena tinggi tingkat pelapukan batuan hal ini dapat juga dilihat dari
hasil uji tanah dari laboratorium yakni dari parameter mekanika tanah bahwa pada :
 kedalaman 1,00 - 1,60 meter, air (W) = 35.97%, berat isi = 1,521 Kg / cm ², Gravity
(Gs) = 2656 klasifikasi tanah: MH (A – 7 - 5)
 kedalaman 1,60-6,00 meter, air (W) = 35,7 - 38,71%, berat isi = 1,520 - 1,902 Kg /
cm², PI = 8,26-12,62, LL = 34,72-42,25 PL = 26,46-29,63, Gravity (Gs) = 2,6502,668 Klasifikasi tanah: MH (A - 7-6) - ML (A - 4)
 kedalaman 4,60-10,60 meter adalah tanah liat (tufaan) menunjukkan bahwa tingkat
kerentanan terhadap longsor perlu menjadi perhatian serius dari pemerintahan di
Kabupaten Gowa sehingga kejadian tanah longsor selama musim hujan dapat
diminimalisir.

o Lempung yang bersifat tufaan, yang berlapis – lapis, sangat rapuh dan yang telah
banyak mengalami retakan (crack) akibat struktur sesar geologi aktif pada masa
lalu. Karena adanya gerusan air yang bekerja secara terus menerus mengakibatkan
rongga tersebut semakin lama semakin membesar sehingga batuan dengan cepat
dapat mengalami pelapukan dan merontokkan batuan sehingga terjadi seatle
(penurun).
o Air yang terus menerus bergerak/ mengalir memotong permukaan jalan dan mengerosi bahu jalan (sisi sebelah kanan arah Malino). Air dengan mudah masuk
kedalam tanah karena umumnya batuan yang ada bersifat sangat porous, air yang
masuk kedalam tanah melakukan proses pencucian material pengikat butiran antar
batuan sehingga sudut geser menjadi semakin besar menyebabkan kerentanan
longsor adalah “Debris slide” .
DAFTAR PUSTAKA
1. Billings, M.P., 1982, Structural Geology, 3rd Ed., Prentice-Hall of India, Private
Limited, New Delhi.
2

3

Cruden, D.M., Varnes, DJ. 1996 Investigation and Mitigation, in
Turner, Keith A., and Schuster, Robert L., Landslides:
investigation and mitigation, Transportation Research Board,
National Research Council, National Academy Press
Fadly Achmad, 2010, Tinjauan Longsoran Pada Ruas Jalan Akses Pelabuhan Gorontalo, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas
Negeri Gorontalo,
Simposium XIII FSTPT, Universitas Katolik
Soegijapranata Semarang.

2. Ibrahim Djamaluddin,et. Al., 2011,Geographic Information Systems (GIS) and its
application for three-dimensional stability analysis of pre-existing landslides.
Doctor Engineering, Environmental Geotechnology Laboratory, Institute of
Environmental Systems, Department of Civil Engineering, Faculty of Engineering,
Kyushu University.
3. Jenkins,et all, 2010, Topographic Mapping Using IFSAR Data in a 3D Desktop
GIS Environment, Photogrametric Engineering & Romote Sensing,ESRI, Canada.
4. Karnawati, 2005., Bencana Alam Gerakan Massa Tanah Di Indonesia Dan
Upaya Penanggu-langannya, Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik,
Universitas Gajah Mada, Indonesia.
5. Keinosuke et. al., 1997., Shear Strength Of The Volcanic Coarse-Grained Soil,
Nagasaki University's Academic.
6. Locker.J.G, 1973, Petrgraphic and Engineering Properties And Fine-Grained,
Alberta Geological Survey, Canadian.
7. MATTHEW C. LARSEN, et. Al.,1993, A Rainfall Intensity - Duration Threshold
For Lanslide In A Humid - Tropical Environment, Puerto Rico, Geografiska
Annaler. Series A, Physical Geography, Swedish.
8. Richard J. Lisle, 2004, Geological Structures and Maps, Elsevier ButterworthHeinemann, Cardiff University, Great Britain
9. Salahuddin Husein, et. Al.,2010, Paleostress Analysis To Interpret The Landslide
Mechanism : A Case Study In Parangtritis, Yogyakarta, J. SE Asian Appl. Geol.,

May–Aug 2010, Vol. 2(2), pp. 104-109, Department of Geological Engineering,
Faculty of Engineering, Universitas Gadjah Mada, Indonesia.
10. Samang L, dkk, 2006, Identifikasi Dan Pemetaaan Ruas Jalan Rawan Bencana
Longsor Dengan Basis SIG Di Sulawesi Selatan, Badan Penelitian Daerah,
Propinsi Sulawesi Selatan.
11. Sukamto Rab, 1982, Geologi Lembar Pangkajene dan Watampone Bagian
Barat, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Direktorat Pertambangan
Umum Departemen Pertambangan dan Energi Bandung, Indonesia.
12. Tohari, A., dan Sarah, D., 2006, Assessment of the Stability of Steep Volcanic
Residual Soil Slopes under Rainfall infiltration, Jurnal Media Teknik Sipil, Tahun
ke-6, No. 2, 61-135.
13. Tupenalay, A., 1985, Pemetaan Geologi Daerah Pakatto dan sekitarnya, Kabupaten
Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan.
14. Varnes, D.J. (1978) Slope movement types and processes, in Schuster, R.L., and
Krizek, R.J., eds., Landslides: Analysis and control, National Research Council,
15. Verhoef P.N.W., 1985 Geologi Untuk Teknik Sipil, Penerbit Erlangga, Jakarta.
16. Wesley.L.D.,1977, Mekanika Tanah, Badan Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta,
Indonesia.
Lampiran.
Peta Geomorfolog
Peta Geologi

Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN BIJI PEPAYA (Carica Papaya L) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

23 199 21

KEPEKAAN ESCHERICHIA COLI UROPATOGENIK TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG (PERIODE JANUARI-DESEMBER 2008)

2 106 1

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

PROSES KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM SITUASI PERTEMUAN ANTAR BUDAYA STUDI DI RUANG TUNGGU TERMINAL PENUMPANG KAPAL LAUT PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA

97 602 2

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25