PENDIDIKAN DALAM AL QURAN Perspektif Sur
PENDIDIKAN DALAM AL-QURAN
Perspektif Surat Al-Alaq Ayat 1-5, Surat At-Taubah Ayat 122, Surat AlMuzammil Ayat 20, dan Surat Muhammad Ayat 24
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Qiroatul Qutub Tafsir Tarbawi
Dosen : Darul Muntaha. S. Sos. I, M. Pd. I
Disusun Oleh :
Fahrul Abas
Erma Zaimah
Alfin Musfiah
(2014010230)
(2014010099)
(2014010039)
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN (FITK)
UNIVERSITAS SAINS AL-QUR’ANۡ(UNSIQ)
JAWA TENGAH DI WONOSOBO
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Quran merupakan firman Allah yang selanjutnya dijadikan pedoman hidup
(way of life) kaum muslim yang tidak ada lagi keraguan di dalamnya. Di dalamnya
terkandung ajaran-ajaran pokok (prinsip dasar) menyangkut segala aspek kehidupan
manusia yang selanjutnya dapat dikembangkan sesuai dengan nalar masing-masing
bangsa dan kapanpun masanya dan hadir secara fungsional memecahkan problem
kemanusiaan. Salah satu permasalah yang tidak sepi dari perbincangan umat adalah
masalah pendidikan.
Kita sepakat bahwa pendidikan merupakan sesuatu yang tidak asing bagi kita,
terlebih lagi karena kita bergerak di bidang pendidikan. Pendidikan diperlukan oleh
semua orang. Dapat dikatakan pula bahwa pendidikan dialami oleh semua manusia dari
semua golongan.
Dalam Al-Qur an sendiri telah memberi isyarat bahwa permasalahan pendidikan
sangat penting, jika Al-Quran dikaji lebih mendalam maka kita akan menemukan
beberapa prinsip dasar pendidikan, yang selanjutnya bisa kita jadikan inspirasi untuk
dikembangkan dalam rangka membangun pendidikan yang bermutu.
Ada beberapa indikasi yang terdapat dalam Al- Quran yang berkaitan dengan
pendidikan antara lain; Menghormati akal manusia, bimbingan ilmiah, fitrah manusia,
penggunaan cerita (kisah) untuk tujuan pendidikan dan memelihara keperluan sosial
masyarakat .
Dalam makalah ini akan dijelaskan makna pendidikan dalam Al-Quran perspektif
surat Al-Alaq ayat 1-5, surat At-Taubah ayat 122, surat Al-Muzammil ayat 20, dan surat
Muhammad ayat 24.
B. Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.
Bagaimana tafsir surat Al-Alaq ayat 1-5?
Bagaimana tafsir surat At-Taubah ayat 122?
Bagaimana tafsir surat Al-Muzammil ayat 20?
Bagaimana tafsir surat Muhammad ayat 24?
C. Tujuan
1.
2.
3.
4.
Untuk mengetahui tafsir surat Al-Alaq ayat 1-5,
Untuk mengetahui tafsir surat At-Taubah ayat 122,
Untuk mengetahui tafsir surat Al-Muzammil ayat 20,
Untuk mengetahui tafsir surat Muhammad ayat 24.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Surat Al-Alaq ayat 1-5
1. Tafsir Surat Al-Alaq ayat 1-5
ۡقۡ ۡ قك ق ذ
ق قق ۡ قٰ ق ۡ ق ق
ق ق
ۡقۡ ق قُ ق
ق
ۡݚ ۡمقݚ ۡعݖ فݎ ۡ ۡ ۡٱقܱۡأ ۡوربݑ
ۡ ٱۡنس
ٱقܱۡأ ۡۡب قٱس قۡݗ ۡربقݑ ۡٱَقي ۡخݖݎ ۡ ۡ ۡخݖݎ ۡ ق
ذ
ق ذق ۡ قٰ ق ق قۡ ق ۡ ق
ق ذق ۡق ق
ۡ ۡق
ۡ
ق
ۡ ۡ ۡݚۡماۡ ݗۡيعݖݗ
ۡ ٱۡنس
ٱۡ ܱمۡۡ ۡۡٱَقيۡعݖݗۡۡب قٱلݐݖ قۡݗۡ ۡعݖ ۡݗۡ ق
1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan
2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah
3. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah
4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam
5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya
Tafsir Al-Maraghi
ۡ ۡٱقرۡۡأۡب
ۡٱسمۡۡ بكۡۡٱل ۡخ ق
Jadilah engkau orang yang bisa membaca berkat kekuasaan dan kehendak
Allah yang telah menciptakanmu. Sebelum itu beliau tidak pandai membaca dan
menulis. Kemudian datang perintah Illahi agar beliau membaca, sekalipun tidak
bisa menulis. Dan Allah menurunkan sebuah kitab kepadanya untuk dibaca,
sekalipun ia tidak bisa menulisnya.
ٰ ۡخ قۡۡ ۡٱ
ۡنۡع ق
ۡۡ نسنۡۡم
Sesungguhnya zat yang maha menciptakan manusia, sehingga menjadi
Makhluknya yang paling mulia ia menciptakan dari segumpal darah ('Alaq).
Kemudian membekalinya dengan kemampuan menguasai alam bumi, dan dengan
ilmu pengetahuan bisa mengolah bumi serta menguasai aa yang ada padanya untuk
kepentingan umat manusia. Oleh sebab itu Zat Yang menciptakan manusia, mampu
menjadikan manusia yang paling sempurna, yaitu Nabi SAW bisa membaca,
sekalipun beliau belum pernah belajar membaca.
ۡۡٱقر ۡأ
Perintah ini diulang-ulang, sebab membaca tidak akan bisa meresap ke
dalam jiwa, melainkan setelah di ulang ulang dan dibiasakan. Berulang ulangnya
perintah Illahi sama bepengertian sama dengan berulang ulangnya membaca.
Dengan demikian maka membaca itu merupakan bakat Nabi SAW.
Perhatikan firman Allah berikut ini.
ٰۡ س ۡ رئكۡۡفلۡۡت س
"kami akan membacakan (Al-Qur'an) kepadamu (Muhammad) maka kamu
tidak akan lupa". (Al-A'la, 87:6)
Kemudian Allah menyingkirkan halangan yang dikemukakan oleh
Muhammad SAW kepada Malaikat Jibril, yaitu tatkala malaikat berkata
kepadanya, "Bacalah!" Kemudian Muhammad menjawab, "Saya tidak bisa
membaca". Artinya, saya ini buta huruf, tidak bisa membaca dan menulis. Untuk
itu Allah berfirman :
ۡ بكۡۡ ۡٱۡ ۡكر
Tuhanmu maha pemurah kepada orang yang memohon pemberian-Nya.
Baginya amat mudah menganugerahkan kepandaian membaca kepadamu, berkat
kemurahan-Nya. Kemudian Allah menambahkan ketentraman Nabi SAW. Atas
bakat baru yang ia miliki melalui firman-Nya :
ۡٱل ۡع مۡۡب ۡٱل م
Yang menjadikan pena sebagai sarana berkomunikasi antar sesama
manusia, sekalipun letaknya saling berjauhan. Dan ia tak ubahnya lisan yang
bicara. Qalam atau pena, adalah benda mati yang tidak bisa memberikan
pengertian. Oleh karena itu Zat yang menciptakan benda mati bisa menjadi alat
komunikasi – sesungguhnya tidak ada kesulitan bagi-Nya menjadikan dirimu
(Muhammad) bisa membaca dan memberi penjelasan serta pengajaran. Apalagi
engkau manusia yang sempurna.
Disini Allah menyatakan bahwa dirinyalah yang telah menciptakan
manusia dari 'alaq, kemudian mengajari manusia dengan perantara qalam.
Demikian itu agar manusia menyadari bahwa dirinya diciptakan dari sesuatu yang
paling hina, hingga ia mencapai kesempurnaan kemanusiaannya dengan
pengetahuannya tentang hakekat segala sesuatu. Seolah-olah ayat ini mengatakan
"Renungkanlah wahai manusia! Kelak engkau akan menjumpai dirimu telah
berpindah dari tingkatan yang paling randah dan hina, kepada tingkatan paling
mulia. Demikian itu tentu ada kekuatan yang mengaturnya dan kekuatan yang
menciptakan kesemuanya dengan baik". Kemudian Allah menambahkan
penjelasan-Nya dengan menyebutkan nikmat-nikmat-Nya kepada manusia melalui
firmannya :
ٰ ۡع مۡۡ ۡٱ
ۡۡنسنۡۡم ۡلمۡۡۡي ۡعۡ م
Sesungguhnya Zat yang memerintahkan Rasul-Nya membaca Dia lah yang
mengajarkan berbagai ilmu yang dinikmati oleh umat manusia, sehingga manusia
berbeda dari makhluk lainnya. Pada mulanya manusia itu bodoh, ia tidak
mengetahui apa-apa. Lalu apakah mengeherankan jika ia mengajarimu
(Muhammad) membaca dan mengajarimu berbagai ilmu selain membaca,
sedangkan engkau memiliki bakat unutk menerimanya? Ayat ini merupakan dalil
yang menunjukkan tentang keutamaan membaca, menulis, dan ilmu pengetahuan.
2. Tafsir pendidikan surat Al-Alaq ayat 1-5
Ada beberapa hal yang bisa diambil untuk dijadikan pedoman hidup dalam
lingkungan pendidikan dari surat Al-Alaq ayat 1-5 yaitu :
1. Ayat 1
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Ayat
pertama ini mengandung arti bahwa :
a. Ummat Islam seharusnya pandai baca tulis
b. Umat Islam harus antusias membaca dan meneliti, mengembangkan ilmu
pengetahuan
c. Perintah membaca ini meliputi yang tersurat (Al-Qur’an) dan yang tersirat
(Alam semesta)
2. Ayat 2
Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Manusia disebut
khusus dalam ayat ini, karena manusia manusia diberi kedudukan istimewa, dengan
tubuh, panca indera, akal dan hati yang sempurna. Alaqah adalah zygote yang sudah
menempel di rahim ibu, yang secara phisik tidak ada artinya dan lemah dan labil
karena sewaktu-waktu dapat gugur dari rahim ibunya.
3. Ayat 3
Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, Perintah membaca ini untuk
memantapkan bahwa pengetahuan yang dibaca, minimal satu objek dibaca dua kali,
inipin diakui oleh para psikologi membaca.
4. Ayat 4
Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Maksudnya : Allah
mengajar manusia dengan perantaraan tulis baca. Allah menciptakan alam untuk
dijadikan pena, dan memberikan kemampuan kepada manusia untuk menggunakan
pena tersebut.
5. Ayat 5
Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. Dengan adanya
baca tulis manusia berkembang ilmu pengetahunnya, agar dapat bermanfaat bagi
generasi berikutnya .
Secara global Lima ayat yang telah lewat menunjukkan keutamaan membaca,
menulis dan ilmu. Demi Allah, jika tidaklah karena qolam (pena) niscaya kemu tidak
akan mendapat ilmu, dan tidak dapat mengendalikan bala tentara, agamapun akan
terbengkalai, orang yang akhir tidak dapat mengetahui keadaan orang yang terdahulu dari
segi keilmuannya, pekerjaannya dan bidang-bidangnya. Dan ketika semua keadaan orang
yang terdahulu sudah terbukukan baik yang baik maupun yang buruk, niscaya ilmu
mereka menjadi pelita yang memberikan petunjuk bagi pereode berikutnya, dan menjadi
tempat tolak untuk kemajuan kaum berikutnya dan kemajuan segala bidang. Begitu juga
ayat ini menjadi pengingat bahwa Allah telah menjadikan manusia hidup, bisa berfikir
dari yang sebelumnya tidak hidup dan tidak berfikir, tidak berbentuk dan tidak
mempunyai rupa, kemudian Allah mengajarkan hal penting yaitu tulisan dan
pengetahuan tentang segala sesuatu, betapa celakanya bagi orang-orang yang lalai
tentang hal ini.
B. Surat At-Taubah Ayat 122
1. Tafsir Surat At-Taubah ayat 122
ْ كققق ذٞ ك ۡق ك ۡ ۡ ق ك ق
ْ ق ذم ققۡق قق
قق ق ق ۡ ۡ ق
ق
ق
ِۡۡتݍݐݟݠا
ۡ ۞وماَۡنۡٱ ݙؤمقݜ
قݚۡكۡف قܱقةلۡمقݜݟݗۡطائقݍة ق
ݠنۡ قِݜݍقܱواۡكٓفةۚۡفݖݠَۡنݍܱۡم ق
ْ ق
ق ذ قۡ ق ق
ِۡ ك
قيݚۡ قو قِݜ قܰرواْۡقق ۡݠ ق ݟ ۡݗۡإ قم ق
ۡٱل ق
ۡ ۡ٢ۡاۡر قجع كݠاۡإقِۡ قݟ ۡݗۡل قعݖݟ ۡݗَۡܰرون
ق
ق
122. Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang).
Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk
memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan
kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat
menjaga dirinya
Tafsir Al-Azhar surat At-Taubah ayat 122
Dengan susun kalimat Falaulaa, yang berarti diangkat naiknya, maka Tuhan
telah menganjurkan pembagian tugas. Seluruh orang yang beriman diwajibkan
berjihad dan diwajibkan pergi berperang menurut kesanggupan masing-masing,
baik secara ringan maupun berat. Maka dengan ayat ini Tuhan pun menuntun,
hendaklah jihad itu dibagi kepada jihad bersenjata dan jihad memperdalam ilmu
pengetahuan dan pengertian tentang agama. Jika yang pergi ke medan perang itu
bertarung nyawa dengan musuh, maka yang tinggal digaris belakang memperdalam
pengertian (Fiqh) tentang agama. Sebab tidaklah pula kurang penting jihad yang
mereka hadapi. Ilmu agama wajib diperdalam. Dan tidak semua orang akan
sanggup mempelajari seluruh agama itu secara ilmiah. Ada pahlawan di medan
perang dengan pedang di tangan dan ada pula pahlawan digaris belakang merenung
kitab. Keduanya penting dan keduanya isi mengisi. Suatu hal yang terkandung
dalam ayat ini yang musti kita perhatikan yaitu alangkah baiknya keluar dari tiaptiap golongan itu, diantara mereka ada satu kelompok, supaya mereka
memperdalam pengertian tentang agama.
Jika dilihat sepintas, seakan-akan ada perlawanan diantara ayat 42 yang
menerangkan bahwa kalau seruan peperangan (nafir) telah datang, hendaklah pergi
berperang, biar ringan atau berat, muda ataupun tua, bujang atau sugah berkeluarga
dengan ayat 122 diatas. Sebab ayat 122 ini dijelaskan bahwa tidaklah baik jika
orang yang beriman itu turut semuanya. Padahal tidaklah kedua ayat ini
bertentangan atau berlawanan dan tidak pula terjadi nasikh-mansukh. Sebab di ayat
122 ini masih jelas diterangkan bahwa golongan-golongan itu keluar apabila
panggilan sudah datang. Mereka semuanya datang kepada Rasulullah untuk
mendaftarkan dirinya. Tetapi hendaklah dari golongan-golongan yang banyak itu,
yang di waktu itu datang berbondong kepada Rasulullah, ada satu kelompok
(Thaifatun), yang bersungguh-sungguh memperdalam pengetahuanya dalam hal
agama.
Tegasnya adalah bahwa semua golongan itu harus berjihad, turut berjuang.
Tetapi Rasulullah kelak membagi tugas mereka masing-masing. Ada yang berjihad
ke garis muka dan ada yang berjihad di garis belakang. Sebab itu maka kelompok
kecil yang memperdalam pengetahuanya tentang agama itu adalah sebagian
daripada jihad juga.
Ayat ini adalah tuntunan yang jelas sekali tentang pembagian pekerjaan di
dalam melaksanakan seruan perang. Alangkah baiknya keluar dari tiap golongangolongan itu, yaitu golongan kaum beriman yang besar bilanganya, yang berintikan
penduduk kota madinah dan kampung-kampung sekelilingnya. Dari golongan yang
besar itu adakan satu kelompok (cara sekarangnya suatu panitia), atau komisi atau
satu dan khusus, yang tidak terlepas dari ikatan golongan besar itu, dalam rangka
berperang. Tugas mereka adalah memperdalam pengertian, penyelidikan dalam
soal-soal keagamaan belaka.
Boleh dikatakan bahwa selama zaman Rasulullah Saw masih hidup,
keadaan selalu dalam keadaan perang. Cara sekarangnya adalah selalu berevolusi.
Musuh-musuh mengepung dari segala penjuru. Maka ayat ini memberi tuntunan
jangan lengah tentang nilai apa yang sebenarnya diperjuangkan. Yang
diperjuangkan adalah agama.
Zaman modern seperti sekarang inipun telah membuktikan lebih dalam lagi
kebenaran ayat 122 ini. Zaman modern adalah zaman specialisasi, kejurusan dan
kekhususan suatu ilmu. Ilmu-ilmu agama islam sendiri mempunyai bidang-bidang
khusus sendiri. Jarang seorang ulama yang ahli dalam segala ilmu. Sebab itu maka
pengertian terhadap cabang-cabangnya wajiblah diperdalam.
Pada ujung ayat 122 intinya adalah kewajiban dari kelompok yang tertentu
memperdalam faham agama itu, yaitu supaya dengan pengetahuan mereka yang
lebih dalam, mereka dapat memberikan peringatan dan ancaman kepada kaum
mereka sendiri apabila mereka kembali pulang supaya kaum itu berhati-hati.
Dengan adanya ujung ayat ini nampaklah tugas yang berat dari ulama dalam islam.
2. Tafsir Pendidikan Surat At-Taubah ayat 122
Surat at-Taubah ayat 122 merupakan ayat yang menjelaskan tentang
pentingnya menuntut ilmu agama. Nilai pendidikan yang terkandung dalam ayat itu
adalah sebagai berikut:
1. Kewajiban mendalami agama dan kesiapan untuk mengajarkannya. Maksudnya,
tidaklah patut bagi orang-orang mukmin, dan juga tidak dituntut supaya mereka
seluruhnya berangkat menyertai setiap utusan perang yang keluar menuju
medan perjuangan. Karena menuntut ilmu itu merupakan suatu kewajiban
sehinnga menuntut ilmu mempunyai derajat yang sangat tinggi. sehingga di
sejajarkan dengan orang yang perang dijalan Allah.
2. Hasil dari pembelajaran itu tidak hanya untuk dirinya sendiri tetapi diharapkan
mampu untuk menyampaikan terhadap orang lain.
C. Surat Al-Muzammil ayat 20
1. Tafsir Surat Al-Muzammil ayat 20
ك ق ذٞ ق ذۡ ق ۡ ق ق ق قق ك ق
قۡق
ذ قذ ق ق ۡ ق قذ ق ق
قيݚۡق
ٰ
ۡ َݔۡون قصݍݝۡۥۡوثݖثݝۡۥۡوطائقݍةۡمقݚۡٱ
َۡۡٱِ ق
۞إقنۡربݑۡيعݖݗۡأنݑۡتݐݠمۡألَۡمقݚۡثݖ ق
ْ قق ق ق قۡ ۡ ق ۡق
ۡ ق ق ق ق ذ ق ك ذۡق ق ذق ق ق ق ق ذ
ق
ۡوا ۡما
ۡ ۡفٱقܱء
ۡ ۖار ۚۡعݖقݗ ۡأنۡلݚُۡصݠه ۡ تاب ۡعݖيكݗ
ۡ ݔ ۡ ۡوٱنݟ
ۡ ِٱّ ۡيݐ قܯر ۡٱ
ۡ ۡو
ۡ ۚ معݑ
ۡق
ق ق ق
ق
ۡ ذۡ ق ٰ قق ق ق ق
ق
ق
تق قي ذ ق
َۡم ققݚۡ ۡٱلۡݐ ܱۡ ق
ۡي
ون
ܱ
اخ
ء
ۡو
ۡۡض
ۡ ِۡۡٱۡ ق
َ
ܱ
ݗۡم
قݜك
م
ۡ
ݠن
ݓ
ي
نۡس
ۡأ
ݗ
ݖ
ۡع
ان
ء
ق
ۚ
ۡبݠن ق
ق
ق
ۡ ذ ق
ذ ق ق ق ق قٰ ق
قۡق ق
ۡ ق
ݠن ِۡ ق
وا ْۡ قماۡتق قي ذ ق
ۡ يݔ ۡٱّۡقۖۡ ۡفٱق قܱء
َۡ ۡم ۡقݜ ۚݝ
ق
ۡي
ون
ܱ
اخ
ء
و
ۡ
ب
ۡس
ݖ
ت
ۡ
ّٱ
ۡ
ۡ
ݔ
ض
قݚۡف
م
ۡ
ݠن
يبتغ
ق
ق
ق
ق
ق
ق
ْ ذق قۡ ً ق ق م قق ق ك ْ ق
قق
ْۡ ذ قٰق ق ق ْ ذ قٰق قق
ۡسكݗ
ۡ ۡوأ قيݙݠاۡٱ صݖݠۡةۡوءاتݠاۡٱ ܲكݠۡةۡوأق قܱضݠا
ٱّۡقܱضاۡحسݜا ۚۡوماۡتݐ قܯ ݠا ق
ۡۡنݍ ق
ك ۡ قۡ ق
ۡ ق ذ ق ق ۡم قق ۡ ق ق ق ۡ م ق ۡ ق
ّۖۡإ ذن ۡ ذ ۡق
وا ْۡٱ ذ ۡق
ٞۡٱّ ۡ ق ݍݠر
ۡ
ۡو
ا
ܱ
ج
ۡأ
ݗ
ظ
أ
اۡو
ۡ
ّٱ
ۡ
ܱ
ݍ
غ
ت
ٱس
ۡ
ۡخ
ݠ
ه
ۡ
ۡ
قݜܯ
ع
ۡ
وه
ܯ
َۡ
ق
ق
ۚ
ق
ۡ ق
مقݚ ۡخ ل
ۡ ۡ٠ۡۢحيݗ
ذر ق
20. Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang)
kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian
pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. Dan Allah menetapkan
ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat
menentukan batas-batas waktu-waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepadamu,
karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran. Dia mengetahui bahwa
akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di
muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang
di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran dan dirikanlah
sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang
baik. Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu
memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang
paling besar pahalanya. Dan mohonlah ampunan kepada Allah; sesungguhnya Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang
Tafsir Ibnu Katsir surat Al-Muzammil ayat 20
{ۡنۡال ينۡۡمعك
ۡ ئف ۡۡم
ۡۡنۡث يۡۡال يْلۡۡ ن ْفهۡۡ ث ه
ْۡ كۡت و ۡۡأ ْن ۡم
ۡ }إ ۡۡ بكۡۡي ْع مۡۡأن
Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (salat)
kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam, atau sepertiganya dan
(demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. (AlMuzzainmil: 20)
Yakni adakalanya kurang dari dua pertiga, dan adakalanya kurang dari
seperduanya, demikianlah seterusnya tanpa kamu sengaja. Tetapi memang kamu
tidak mampu menunaikan qiyamul lail yang diperintahkan kepadamu dengan
sepenuhnya, mengingat pelaksanaannya terasa berat olehmu. Untuk itulah maka
disebutkan dalam firman berikutnya:
{ۡ
} اّۡۡي ۡۡال يْلۡۡ ال
Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. (Al-Muzzammil: 20)
Yaitu adakalanya antara siang dan malam hari sama panjangnya, dan
adakalanya malam hari mengambil sebagian waktu siang hari sehingga lebih
panjang daripada siang hari. Demikian pula sebaliknya, terkadang siang lebih
panjang daripada malam hari karena sebagian waktunya diambil oleh siang hari.
{ۡ نۡتحْ و
ْۡ }ع مۡۡأ ْۡۡل
Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batasbatas waktu-waktu itu. (Al-Muzzammil: 20)
Yakni tidak dapat menentukan batas waktu kefarduan yang diwajibkan oleh
Allah kepadamu dalam qiyamul lail.
ۡ نۡ ْال رْ آ
ۡ }ف ْقرء اۡم ۡتيسرۡۡم
karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Qur’an. (AlMuzzammil: 20)
Maksudnya, tanpa batasan waktu. Tetapi kerjakanlah salat lail menurut
kemampuanmu dan yang mudah olehmu untuk dikerjakan. Dalam ayat ini salat
diungkapkan dengan kata-kata bacaan Al-Qur'an, yang berarti salatlah apa yang
mudah bagimu untuk dikerjakan tanpa batasan waktu. Hal yang semakna
disebutkan di dalam surat Al-Isra melalui firman-Nya:
ۡاۡتجْ رْۡۡب لتك
Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam salatmu. (Al-Isra: 110)
Yaitu bacaan Al-Qur'an dalam salatmu.
تۡب
ْۡ اۡت ف
Dan janganlah pula merendahkannya. (Al-Isra: 110)
Murid-murid Imam Abu Hanifah menyimpulkan dari makna ayat ini, yaitu
firman Allah Swt.: karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Qur’an.
(Al-Muzzammil: 20) Bahwa tidak wajib menentukan bacaan Al-Fatihah dalam
salat. Bahkan seandainya seseorang membacanya atau membaca surat lainnya,
sekalipun hanya satu ayat, itu sudah cukup baginya. Dan mereka memperkuat
pendapatnya dengan dalil hadis yang menceritakan seseorang yang berlaku buruk
terhadap salatnya. Hadisnya terdapat di dalam kitab Sahihain, yang antara lain
menyebutkan: Kemudian bacalah apa yang mudah bagimu dari Al-Qur’an.
Jumhur ulama menyanggah pendapat mereka dengan sebuah hadis yang
diriwayatkan oleh Ubadah ibnus Samit, yang juga terdapat di dalam kitab Sahihain,
bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda
«ۡ
نۡل ْمۡۡي ْرۡأْۡبف تح ۡۡ ْال
ْۡ »اۡۡصل ۡۡل
Tidaksah salat seseorang yang tidak membaca Fatihatul Kitab.
Di dalam kitab Sahih Muslim diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa
Rasulullah Saw. pernah bersabda:
«ۡ »كلۡۡصل ۡۡاۡۡي ْرأۡۡفي ۡبأ ۡال رآ ۡف يۡۡخ ا ۡۡف يۡۡخ ا ۡۡف يۡۡخ ا ۡۡغيْرۡۡت
Setiap salat yang tidak dibacakan padanya Ummul Qur’an, maka salat itu
cacat, maka salat itu cacat, maka salat itu cacat, tidak sempurna.
Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan dari Ibnu Khuzaimah, dari Abu
Hurairah r.a. secara marfu':
« نۡل ْۡمۡي ْرۡأْۡبأ ۡال رآ
ْۡ »اۡۡتجْ زئۡۡصل ۡۡم
Tidak cukup salat seseorang yang tidak membaca Ummul Qur’an.
Adapun firman Allah Swt.:
ۡ ّٱ
ۡۡۡي ۡ غو ۡۡمنۡف ۡ لۡۡٱّۡۡ ءاخر ۡۡي ٰ و ۡۡفيۡس يلۡۡ ه
ۡ ۡمرض ٰۡۡ ءاخر ۡۡي ۡ ربو ۡۡفيۡ ۡٱ
ۡ ۡع مۡۡأ ۡسي و ۡۡم م
Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan
orang-orang yang lain berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah, dan
orang-orang yang lain lagi yang berperang di jalan Allah. (Al-Muzzammil: 20)
Yakni Allah mengetahui bahwa di antara umat ini ada orang-orang
mempunyai 'uzur dalam meninggalkan qiyamul lail, seperti karena sakit hingga
tidak mampu mengerjakannya, juga orang-orang yang sedang mengadakan
perjalanan di muka bumi karena mencari sebagian dari karunia Allah dengan
bekerja dan berdagang, dan orang-orang yang lainnya sedang sibuk dengan urusan
yang lebih penting bagi mereka, yaitu berjihad di jalan Allah Swt. Ayat ini—dan
bahkan surat ini—secara keseluruhan adalah Makkiyyah. dan saat itu peperangan
masih belum disyariatkan. Dan hal ini merupakan salah satu dari bukti kenabian
yang paling besar, yaitu menyangkut pemberitaan kejadian yang akan datang.
Karena itulah maka disebutkan oleh firman-Nya: karena itu bacalah apa yang
mudah (bagimu) dari Al-Qur’an. (AL-Muzzammil: 20) Artinya, kerjakanlah salat
dengan membaca apa yang mudah dari Al-Qur'an bagimu.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya'qub, telah
menceritakan kepada kami Ibnu Aliyyah, dari Abu Raja alias Muhammad yang
mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Al-Hasan, "'Hai Abu Sa'id,
bagaimanakah pendapatmu tentang seorang lelaki yang hafal Al-Qur'an di luar
kepalanya, lalu ia tidak membacanya dalam salat malam hari kecuali hanya salat
fardu saja?" Al-Hasan menjawab, "Berarti ia menjadikan Al-Qur'an hanya sebagai
bantal tidurnya, semoga Allah melaknat orang yang seperti itu." Al-Hasan
melanjutkan, bahwa Allah telah berfirman sehubungan dengan seorang hamba
yang saleh: Dan sesungguhnya dia mempunyai pengetahuan, karena Kami telah
mengajarkan kepadanya. (Yusuf: 68) Dan firman Allah Swt.: padahal telah
diajarkan kepadamu apa yang kamu dan bapak-bapak kamu tidak mengetahui
(nya). (Al-An'am: 91) Aku bertanya, "Hai Abu Sa'id, Allah telah berfirman: karena
itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Qur’an. (Al-Muzzammil: 20) AlHasan menjawab, "Benar, sekalipun hanya lima ayat."
Ini jelas menggambarkan pendapat Al-Hasan, bahwa dia mempunyai
pendapat yang mewajibkan bagi orang yang hafal Al-Qur'an membacanya dalam
qiyamullail, sekalipun hanya dengan beberapa ayat darinya. Karena itulah
disebutkan dalam sebuah hadis, bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya mengenai
seseorang yang tidur sampai pagi hari. Maka beliau Saw. menjawab:
«ۡ» ا ۡۡ جلۡۡب ۡۡالشيْط ۡۡفيۡأ نه
Dia adalah orang yang setan telah mengencingi telinganya.a
Menurut suatu pendapat, makna yang dimaksud dari hadis ini ialah orang
yang meninggalkan salat fardu karena bangun kesiangan. Menurut pendapat yang
lain, karena meninggalkan qiyamul lail, Di dalam kitab sunan disebutkan:
«ۡ »أ ْ تر اۡي ۡأ ْهلۡۡ ْال رْ آ
Salat witirlah, hai ahli Al-Qur’an!
Di dalam hadis yang lain disebutkan:
« نۡل ْمۡۡيوترْۡۡف يْسۡۡم
ْۡ »م
Barangsiapa yang tidak salat witir, bukan termasuk golongan kami.
Dan yang lebih aneh dari semuanya itu adalah sebuah riwayat yang
bersumber dari Abu Bakar ibnu Abdul Aziz, salah seorang yang bermazhab
Hambali, ia mengatakan bahwa qiyam bulam Ramadan hukumnya wajib; hanya
Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu
Sa'id Farqadul Hadrad, telah menceritakan kepada kami Abu Ahmad alias
Muhammad ibnu Yusuf Az-Zubaidi, telah menceritakan kepada kami Abdur
Rahman, dari Muhammad ibnu Abdullah ibnu Tawus (salah seorang putra Tawus),
dari ayahnya, dari Tawus, dari Ibnu Abbas, dari Nabi sehubungan dengan makna
firman-Nya: karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Qur’an. (AlMuzzammil: 20) Maka Nabi Saw. bersabda
«ۡ »م ئ ۡۡآي
Seratus ayat.
Hadis ini garib sekali, kami belum pernah melihatnya selain dalam mu'jam
Imam Tabrani rahimahullah.
Firman Allah Swt.:
{ۡ } أقي واۡال ل ۡۡ آتواۡالزك
Dan dirikanlah salat dan tunaikanlah zakat. (Al-Muzzammil: 20)
Yakni dirikanlah salat wajib dan tunaikanlah zakat yang fardu. Dalam ayat
ini terkandung dalil bagi orang yang mengatakan bahwa perintah wajib zakat
diturunkan di Mekah, tetapi kadar-kadar nisab yang harus dikeluarkan masih belum
dijelaskan dengan rinci kecuali hanya di Madinah; hanya Allah-lah Yang Maha
Mengetahui.
Ibnu Abbas, Ikrimah, Mujahid, Al-Hasan, dan Qatadah serta selain mereka
yang bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf telah mengatakan bahwa
Sesungguhnya ayat ini telah me-mansukh (merevisi) hukum yang pada mulanya
Allah mewajibkan qiyamul lail atas kaum muslim. Tetapi mereka berbeda pendapat
tentang jarak tenggang masa di antara kedua hukum tersebut, ada beberapa
pendapat mengenainya di kalangan mereka. Di dalam kitab Sahihain telah
disebutkan bahwa Rasulullah Saw. menjawab lelaki tersebut melalui sabdanya:
«ۡ »خ ْ سۡۡص وا ۡۡفيۡ ْاليوْ ۡۡ ال ْي
Lima kali salat dalam sehari semalam.
Lelaki itu bertanya, "Apakah ada salat lain yang diwajibkan atas diriku?"
Rasulullah Saw. menjawab:
«ۡ »اۡۡإاۡۡأ ۡۡتطو
Tidak ada. terkecuali jika kamu hendak salat sunat.
Adapun firman Allah Swt:
ً ْاّۡقر
{ ً ض ۡحس
ۡ ۡ} أ ْقرضوا
Berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. (Al-Muzzammil:
20)
Yaitu dalam bentuk sedekah-sedekah, karena sesungguhnya Allah akan
membalasnya dengan balasan yang terbaik dan berlimpah. Sebagaimana yang
disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
ًۡ ضع فۡ ًۡك ير
ْ عفهۡۡلهۡۡأ
اّۡقرْ ضۡ ًۡحس ۡ ًۡفي
ۡ ۡۡ نۡ اۡال ۡي ْر
ْۡ م
Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik
(menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan memperlipatgandakan
pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. (Al-Baqarah: 245)
Adapun firman Allah Swt.:
ۡ ۡۡ ْ نۡخيْرۡۡتج ۡۡع
ْۡ } م ۡت مواۡۡ ْنفس ْۡمۡم
{اّۡه ۡوۡخي ًْراۡ أ ْع مۡۡأجْ ًرا
Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu, niscaya kamu
memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang
paling besar pahalanya. (Al-Muzzammil: 20)
Yakni semua sedekah yang kamu keluarkan dari tangan kalian, pahalanya
akan kalian peroleh, dan hal ini lebih baik daripada harta yang kamu simpan buat
dirimu sendiri di dunia.
ْ ۡ ،عن ۡإبْراهيم
ۡۡعن
ْۡ ۡ ،عن ۡ ْاۡ ْع ش
ۡ ۡ ، ۡح ث ۡجرير، ۡح ث ۡأبو ۡخ ْي:ۡقۡ ۡ ۡ ْالح فظۡ ۡأبو ۡي ْع ۡ ْال وْ ص ي
ۡۡ ن ۡ م
ْۡ ۡ"أي ْۡم ۡم لهۡ ۡأحبۡ ۡإليْهۡ ۡم:ۡاّ ۡع يْهۡ ۡ س م
ۡ ۡ ۡق ۡ ۡ سو ۡ ۡاّۡ ۡص:ّا
ۡ ۡ ۡ ْ ۡق ۡ ۡع:ۡ ْن ۡسوي ۡق
ۡ ْالح ۡ ۡب
ۡ."ۡ ۡ"ا ْع واۡم ۡت ولو:ۡ ۡق.ۡنۡم ۡۡ ا ثه
ْۡ نۡأح ۡۡإ ۡاۡم لهۡۡأحبۡۡإليْهۡۡم
ْۡ ۡم ۡم ۡم،ّۡي ۡ سو ۡۡا:ۡق لوا."ۡا ثه؟
ۡۡ"إن ۡم ۡۡأح ك ْۡمۡم ۡق ۡ م ۡۡ ا ثهۡۡم ۡأخر:ۡ ۡم ۡن ْع مۡۡإاۡۡ لكۡۡي ۡ سو ۡۡاّ؟ۡق:"ق لوا.
Al-Hafiz Abu Ya'la Al-Mausuli mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Abu Khaisamah, telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Al-A'masy, dari
Ibrahim ibnul Haris ibnu Suwaid yang mengatakan bahwa Abdullah pernah berkata
bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda, "Siapakah di antara kamu yang hartanya
lebih ia cintai daripada harta ahli warisnya?" Mereka menjawab, "Wahai
Rasulullah, tiada seorang pun dari kami melainkan hartanya lebih disukainya
ketimbang harta ahli warisnya." Rasulullah'Saw. bersabda, "Jelaskanlah alasan
kalian!" Mereka menjawab, "Kami tidak mengetahui selain itu, ya Rasulullah."
Rasulullah Saw. menjawab: Sesungguhnya harta seseorang dari kamu hanyalah apa
yang dia gunakan dan harta ahli warisnya adalah yang dia simpan.
Imam Bukhari meriwayatkan hadis ini melalui Hafs ibnu Gayyas, dan
Imam Nasai meriwayatkannya melalui Abu Mu'awiyah, keduanya dari Al-A'masy
dengan sanad yang sama.
Selanjutnya Allah Swt. berfirman:
ْ } ا
ۡ ۡۡ س ْغفر اۡاّۡۡإ
{ۡاّۡغفو ۡۡ حيم
Dan mohonlah ampunan kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-Muzzammil: 20)
Artinya, perbanyaklah berzikir kepada-Nya dan memohon ampun kepadaNya dalam semua urusanmu, karena sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang kepada siapa yang memohon ampun kepada-Nya.
2. Tafsir Pendidikan Surat Al-Muzammil ayat 20
Allah memerintahkan beberapa hal kepada Rasul-Nya :
1. Agar Beliau qiyamul lail, sepertiga, setengah, atau dua pertiga malam,
2. Agar Beliau membaca Al-Quran dengan pelan-pelan dan perlahan,
3. Agar beliau meringankan qiyamul lail dan mempersingkat bacaan.
Dari keterangan diatas, Allah memerintahkan kepada setiap makhluknya
untuk memulyakan serta membaca dan memaknai Al-Quran. Karna hal tersebut
dapat meringankan beban orang yang hidup di dunia ini, serta membaca Al-Quran
dapat memberikan petunjuk untuk bisa mendapatkan Ridho allah.
Membaca Al-Quran dapat menambah pengetahuan kita sebagai makhluk
allah dalam mengarungi perjalanan hidup di dunia ini yang penuh dengan teka teki,
jika kita tidak berpedoman terhadap Al-Quran maka kita tidak mempunyai dasar
untuk dapat menjawab segala pertanyaan yang ada pada teka teki tersebut, sehingga
kita bisa jadi salah langkah dalam mengarungi kehidupan di dunia ini.
D. Surat Muhammad ayat 24
1. Tafsir Surat Muhammad ayat 24
ققق قق ق ذ ق ۡ ۡ ق ق قۡ قق
قۡق ق ك
ٰ
ۡ ۡ٤ۡݠبۡأ ݍا ݟا
ۡ لۡيتܯبܱونۡٱلݐܱء
ۡ أف
انۡأمۡلۡقݖ ف
24. Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah hati mereka
terkunci
Tafsir Jalalain Surat Muhammad ayat 24
(Maka apakah mereka tidak memperhatikan Alquran) yang dapat
membimbing mereka untuk mengetahui perkara yang hak (ataukah) sebenarnya
(pada hati) mereka (terdapat kuncinya) karena itu mereka tidak dapat memahami
kebenaran.
Tafsir Ibnu Katsir Surat Muhammad ayat 24
Bahkan pada hati mereka terdapat kunci yang menutupnya. Karena itu, hati
mereka terkunci mati. Tiada sesuatu pun yang dapat menghidupkannya dapat masuk
ke dalamnya.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Bisyr, telah
menceritakan kepada kami Hammad ibnu Yazid, telah menceritakan kepada kami
Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya yang mengatakan bahwa pada suatu hari
Rasulullah Saw. membaca firman-Nya: Maka apakah mereka tidak memperhatikan
Al-Qur’an ataukah hati mereka terkunci? (Muhammad: 24) Maka seorang pemuda
dari Yaman berkata, "Bahkan hatinya memang terkunci hingga Allah sendirilah yang
membukanya atau menguakkannya." Perihal pemuda itu masih tetap berkesan di hati
Umar r.a. hingga ia menjabat sebagai khalifah, lalu Umar meminta bantuan darinya.
2. Tafsir Pendidikan Surat Muhammad ayat 24
a. Memperhatikan nasihat-nasihat Allah yang Dia nasihatkan pada ayat-ayat kitabNya dan memikirkan tentang hujjah-hujjah Allah yang telah Dia terangkan dalam
kitab-Nya.
b. Memeriksa nasihat-nasihat dan larangan- larangan yang terdapat dalam Al Quran,
sehingga manusia berhenti dari melakukan hal-hal yang menyebabkan
kebinasaan
Pada intinya ayat ini menerangkan bahwasannya kita harus selalu berpegang
teguh pada Al-Quran sebagai penunjuk setiap langkah kita agar selalu berada dalam
jalan yang benar. Dengan pedoman Al-Quran manusia akan mampu membedakan
perkara baik dan buruk. Dengan begitu hati mereka takkan terkunci.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari ayat-ayat diatas bisa kita ambil sebuah kesimpulan bahwasannya kedudukan ilmu
dalam Islam itu sangatlah tinggi. Dimulai dengan membaca sebuah kitab suci, sampai pada
akhirnya ialah membaca kehidupannya dengan petunjuk Al-Quran sebagai kitab sucinya yang
akan membimbing setiap muslim untuk menjadi seorang muslim sejati dengan intelektual
islami.
Kedudukan seorang yang menuntut ilmu bahkan sama dengan sorang yang pergi
berperang. Mereka yang dengan pena mencari wawasan keilmuannya sama dengan mereka
yang dengan pedang pergi ke medan perang untuk memerangi orang kafir. Tentu mereka yang
berperang dengan ilmu pula yang akan menang.
Meskipun kedudukan mencari ilmu sama dengan orang berperang jihad fisabilillah,
akan tetapi tetaplah kita perpegang teguh pada Al-Quran. Ilmu yang kita cari ialah ilmu yang
bisa bermanfaat untuk umat manusia kedepannya, dan bukan sesuatu yang merugikan, dan
akan merendahkan martabat manusia sebagai makhluk paling sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
Al maraghi,(1987) Terjemah Tafsir Al Maraghi jilid 11, 26, 29, dan 30
CV. Toha Putra : Semarang
Al Qur’an Digital Terbitan King Saud University
Terjemah Tafsir Ibnu Katsir terbitan Kampungsunnah.org
http://mambaulhikaminduk.blogspot.co.id/2011/09/tafsir-tarbawi-menuntut-ilmudan.html?m=1
http://moechrizal.blogspot.co.id/2012/01/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html?m=1
http://sebastianwisnuaji.blogspot.co.id/2015/11/tafsir-tarbawi-qs-at-taubah-ayat122.html?m=1
Perspektif Surat Al-Alaq Ayat 1-5, Surat At-Taubah Ayat 122, Surat AlMuzammil Ayat 20, dan Surat Muhammad Ayat 24
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Qiroatul Qutub Tafsir Tarbawi
Dosen : Darul Muntaha. S. Sos. I, M. Pd. I
Disusun Oleh :
Fahrul Abas
Erma Zaimah
Alfin Musfiah
(2014010230)
(2014010099)
(2014010039)
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN (FITK)
UNIVERSITAS SAINS AL-QUR’ANۡ(UNSIQ)
JAWA TENGAH DI WONOSOBO
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Quran merupakan firman Allah yang selanjutnya dijadikan pedoman hidup
(way of life) kaum muslim yang tidak ada lagi keraguan di dalamnya. Di dalamnya
terkandung ajaran-ajaran pokok (prinsip dasar) menyangkut segala aspek kehidupan
manusia yang selanjutnya dapat dikembangkan sesuai dengan nalar masing-masing
bangsa dan kapanpun masanya dan hadir secara fungsional memecahkan problem
kemanusiaan. Salah satu permasalah yang tidak sepi dari perbincangan umat adalah
masalah pendidikan.
Kita sepakat bahwa pendidikan merupakan sesuatu yang tidak asing bagi kita,
terlebih lagi karena kita bergerak di bidang pendidikan. Pendidikan diperlukan oleh
semua orang. Dapat dikatakan pula bahwa pendidikan dialami oleh semua manusia dari
semua golongan.
Dalam Al-Qur an sendiri telah memberi isyarat bahwa permasalahan pendidikan
sangat penting, jika Al-Quran dikaji lebih mendalam maka kita akan menemukan
beberapa prinsip dasar pendidikan, yang selanjutnya bisa kita jadikan inspirasi untuk
dikembangkan dalam rangka membangun pendidikan yang bermutu.
Ada beberapa indikasi yang terdapat dalam Al- Quran yang berkaitan dengan
pendidikan antara lain; Menghormati akal manusia, bimbingan ilmiah, fitrah manusia,
penggunaan cerita (kisah) untuk tujuan pendidikan dan memelihara keperluan sosial
masyarakat .
Dalam makalah ini akan dijelaskan makna pendidikan dalam Al-Quran perspektif
surat Al-Alaq ayat 1-5, surat At-Taubah ayat 122, surat Al-Muzammil ayat 20, dan surat
Muhammad ayat 24.
B. Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.
Bagaimana tafsir surat Al-Alaq ayat 1-5?
Bagaimana tafsir surat At-Taubah ayat 122?
Bagaimana tafsir surat Al-Muzammil ayat 20?
Bagaimana tafsir surat Muhammad ayat 24?
C. Tujuan
1.
2.
3.
4.
Untuk mengetahui tafsir surat Al-Alaq ayat 1-5,
Untuk mengetahui tafsir surat At-Taubah ayat 122,
Untuk mengetahui tafsir surat Al-Muzammil ayat 20,
Untuk mengetahui tafsir surat Muhammad ayat 24.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Surat Al-Alaq ayat 1-5
1. Tafsir Surat Al-Alaq ayat 1-5
ۡقۡ ۡ قك ق ذ
ق قق ۡ قٰ ق ۡ ق ق
ق ق
ۡقۡ ق قُ ق
ق
ۡݚ ۡمقݚ ۡعݖ فݎ ۡ ۡ ۡٱقܱۡأ ۡوربݑ
ۡ ٱۡنس
ٱقܱۡأ ۡۡب قٱس قۡݗ ۡربقݑ ۡٱَقي ۡخݖݎ ۡ ۡ ۡخݖݎ ۡ ق
ذ
ق ذق ۡ قٰ ق ق قۡ ق ۡ ق
ق ذق ۡق ق
ۡ ۡق
ۡ
ق
ۡ ۡ ۡݚۡماۡ ݗۡيعݖݗ
ۡ ٱۡنس
ٱۡ ܱمۡۡ ۡۡٱَقيۡعݖݗۡۡب قٱلݐݖ قۡݗۡ ۡعݖ ۡݗۡ ق
1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan
2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah
3. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah
4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam
5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya
Tafsir Al-Maraghi
ۡ ۡٱقرۡۡأۡب
ۡٱسمۡۡ بكۡۡٱل ۡخ ق
Jadilah engkau orang yang bisa membaca berkat kekuasaan dan kehendak
Allah yang telah menciptakanmu. Sebelum itu beliau tidak pandai membaca dan
menulis. Kemudian datang perintah Illahi agar beliau membaca, sekalipun tidak
bisa menulis. Dan Allah menurunkan sebuah kitab kepadanya untuk dibaca,
sekalipun ia tidak bisa menulisnya.
ٰ ۡخ قۡۡ ۡٱ
ۡنۡع ق
ۡۡ نسنۡۡم
Sesungguhnya zat yang maha menciptakan manusia, sehingga menjadi
Makhluknya yang paling mulia ia menciptakan dari segumpal darah ('Alaq).
Kemudian membekalinya dengan kemampuan menguasai alam bumi, dan dengan
ilmu pengetahuan bisa mengolah bumi serta menguasai aa yang ada padanya untuk
kepentingan umat manusia. Oleh sebab itu Zat Yang menciptakan manusia, mampu
menjadikan manusia yang paling sempurna, yaitu Nabi SAW bisa membaca,
sekalipun beliau belum pernah belajar membaca.
ۡۡٱقر ۡأ
Perintah ini diulang-ulang, sebab membaca tidak akan bisa meresap ke
dalam jiwa, melainkan setelah di ulang ulang dan dibiasakan. Berulang ulangnya
perintah Illahi sama bepengertian sama dengan berulang ulangnya membaca.
Dengan demikian maka membaca itu merupakan bakat Nabi SAW.
Perhatikan firman Allah berikut ini.
ٰۡ س ۡ رئكۡۡفلۡۡت س
"kami akan membacakan (Al-Qur'an) kepadamu (Muhammad) maka kamu
tidak akan lupa". (Al-A'la, 87:6)
Kemudian Allah menyingkirkan halangan yang dikemukakan oleh
Muhammad SAW kepada Malaikat Jibril, yaitu tatkala malaikat berkata
kepadanya, "Bacalah!" Kemudian Muhammad menjawab, "Saya tidak bisa
membaca". Artinya, saya ini buta huruf, tidak bisa membaca dan menulis. Untuk
itu Allah berfirman :
ۡ بكۡۡ ۡٱۡ ۡكر
Tuhanmu maha pemurah kepada orang yang memohon pemberian-Nya.
Baginya amat mudah menganugerahkan kepandaian membaca kepadamu, berkat
kemurahan-Nya. Kemudian Allah menambahkan ketentraman Nabi SAW. Atas
bakat baru yang ia miliki melalui firman-Nya :
ۡٱل ۡع مۡۡب ۡٱل م
Yang menjadikan pena sebagai sarana berkomunikasi antar sesama
manusia, sekalipun letaknya saling berjauhan. Dan ia tak ubahnya lisan yang
bicara. Qalam atau pena, adalah benda mati yang tidak bisa memberikan
pengertian. Oleh karena itu Zat yang menciptakan benda mati bisa menjadi alat
komunikasi – sesungguhnya tidak ada kesulitan bagi-Nya menjadikan dirimu
(Muhammad) bisa membaca dan memberi penjelasan serta pengajaran. Apalagi
engkau manusia yang sempurna.
Disini Allah menyatakan bahwa dirinyalah yang telah menciptakan
manusia dari 'alaq, kemudian mengajari manusia dengan perantara qalam.
Demikian itu agar manusia menyadari bahwa dirinya diciptakan dari sesuatu yang
paling hina, hingga ia mencapai kesempurnaan kemanusiaannya dengan
pengetahuannya tentang hakekat segala sesuatu. Seolah-olah ayat ini mengatakan
"Renungkanlah wahai manusia! Kelak engkau akan menjumpai dirimu telah
berpindah dari tingkatan yang paling randah dan hina, kepada tingkatan paling
mulia. Demikian itu tentu ada kekuatan yang mengaturnya dan kekuatan yang
menciptakan kesemuanya dengan baik". Kemudian Allah menambahkan
penjelasan-Nya dengan menyebutkan nikmat-nikmat-Nya kepada manusia melalui
firmannya :
ٰ ۡع مۡۡ ۡٱ
ۡۡنسنۡۡم ۡلمۡۡۡي ۡعۡ م
Sesungguhnya Zat yang memerintahkan Rasul-Nya membaca Dia lah yang
mengajarkan berbagai ilmu yang dinikmati oleh umat manusia, sehingga manusia
berbeda dari makhluk lainnya. Pada mulanya manusia itu bodoh, ia tidak
mengetahui apa-apa. Lalu apakah mengeherankan jika ia mengajarimu
(Muhammad) membaca dan mengajarimu berbagai ilmu selain membaca,
sedangkan engkau memiliki bakat unutk menerimanya? Ayat ini merupakan dalil
yang menunjukkan tentang keutamaan membaca, menulis, dan ilmu pengetahuan.
2. Tafsir pendidikan surat Al-Alaq ayat 1-5
Ada beberapa hal yang bisa diambil untuk dijadikan pedoman hidup dalam
lingkungan pendidikan dari surat Al-Alaq ayat 1-5 yaitu :
1. Ayat 1
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Ayat
pertama ini mengandung arti bahwa :
a. Ummat Islam seharusnya pandai baca tulis
b. Umat Islam harus antusias membaca dan meneliti, mengembangkan ilmu
pengetahuan
c. Perintah membaca ini meliputi yang tersurat (Al-Qur’an) dan yang tersirat
(Alam semesta)
2. Ayat 2
Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Manusia disebut
khusus dalam ayat ini, karena manusia manusia diberi kedudukan istimewa, dengan
tubuh, panca indera, akal dan hati yang sempurna. Alaqah adalah zygote yang sudah
menempel di rahim ibu, yang secara phisik tidak ada artinya dan lemah dan labil
karena sewaktu-waktu dapat gugur dari rahim ibunya.
3. Ayat 3
Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, Perintah membaca ini untuk
memantapkan bahwa pengetahuan yang dibaca, minimal satu objek dibaca dua kali,
inipin diakui oleh para psikologi membaca.
4. Ayat 4
Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Maksudnya : Allah
mengajar manusia dengan perantaraan tulis baca. Allah menciptakan alam untuk
dijadikan pena, dan memberikan kemampuan kepada manusia untuk menggunakan
pena tersebut.
5. Ayat 5
Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. Dengan adanya
baca tulis manusia berkembang ilmu pengetahunnya, agar dapat bermanfaat bagi
generasi berikutnya .
Secara global Lima ayat yang telah lewat menunjukkan keutamaan membaca,
menulis dan ilmu. Demi Allah, jika tidaklah karena qolam (pena) niscaya kemu tidak
akan mendapat ilmu, dan tidak dapat mengendalikan bala tentara, agamapun akan
terbengkalai, orang yang akhir tidak dapat mengetahui keadaan orang yang terdahulu dari
segi keilmuannya, pekerjaannya dan bidang-bidangnya. Dan ketika semua keadaan orang
yang terdahulu sudah terbukukan baik yang baik maupun yang buruk, niscaya ilmu
mereka menjadi pelita yang memberikan petunjuk bagi pereode berikutnya, dan menjadi
tempat tolak untuk kemajuan kaum berikutnya dan kemajuan segala bidang. Begitu juga
ayat ini menjadi pengingat bahwa Allah telah menjadikan manusia hidup, bisa berfikir
dari yang sebelumnya tidak hidup dan tidak berfikir, tidak berbentuk dan tidak
mempunyai rupa, kemudian Allah mengajarkan hal penting yaitu tulisan dan
pengetahuan tentang segala sesuatu, betapa celakanya bagi orang-orang yang lalai
tentang hal ini.
B. Surat At-Taubah Ayat 122
1. Tafsir Surat At-Taubah ayat 122
ْ كققق ذٞ ك ۡق ك ۡ ۡ ق ك ق
ْ ق ذم ققۡق قق
قق ق ق ۡ ۡ ق
ق
ق
ِۡۡتݍݐݟݠا
ۡ ۞وماَۡنۡٱ ݙؤمقݜ
قݚۡكۡف قܱقةلۡمقݜݟݗۡطائقݍة ق
ݠنۡ قِݜݍقܱواۡكٓفةۚۡفݖݠَۡنݍܱۡم ق
ْ ق
ق ذ قۡ ق ق
ِۡ ك
قيݚۡ قو قِݜ قܰرواْۡقق ۡݠ ق ݟ ۡݗۡإ قم ق
ۡٱل ق
ۡ ۡ٢ۡاۡر قجع كݠاۡإقِۡ قݟ ۡݗۡل قعݖݟ ۡݗَۡܰرون
ق
ق
122. Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang).
Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk
memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan
kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat
menjaga dirinya
Tafsir Al-Azhar surat At-Taubah ayat 122
Dengan susun kalimat Falaulaa, yang berarti diangkat naiknya, maka Tuhan
telah menganjurkan pembagian tugas. Seluruh orang yang beriman diwajibkan
berjihad dan diwajibkan pergi berperang menurut kesanggupan masing-masing,
baik secara ringan maupun berat. Maka dengan ayat ini Tuhan pun menuntun,
hendaklah jihad itu dibagi kepada jihad bersenjata dan jihad memperdalam ilmu
pengetahuan dan pengertian tentang agama. Jika yang pergi ke medan perang itu
bertarung nyawa dengan musuh, maka yang tinggal digaris belakang memperdalam
pengertian (Fiqh) tentang agama. Sebab tidaklah pula kurang penting jihad yang
mereka hadapi. Ilmu agama wajib diperdalam. Dan tidak semua orang akan
sanggup mempelajari seluruh agama itu secara ilmiah. Ada pahlawan di medan
perang dengan pedang di tangan dan ada pula pahlawan digaris belakang merenung
kitab. Keduanya penting dan keduanya isi mengisi. Suatu hal yang terkandung
dalam ayat ini yang musti kita perhatikan yaitu alangkah baiknya keluar dari tiaptiap golongan itu, diantara mereka ada satu kelompok, supaya mereka
memperdalam pengertian tentang agama.
Jika dilihat sepintas, seakan-akan ada perlawanan diantara ayat 42 yang
menerangkan bahwa kalau seruan peperangan (nafir) telah datang, hendaklah pergi
berperang, biar ringan atau berat, muda ataupun tua, bujang atau sugah berkeluarga
dengan ayat 122 diatas. Sebab ayat 122 ini dijelaskan bahwa tidaklah baik jika
orang yang beriman itu turut semuanya. Padahal tidaklah kedua ayat ini
bertentangan atau berlawanan dan tidak pula terjadi nasikh-mansukh. Sebab di ayat
122 ini masih jelas diterangkan bahwa golongan-golongan itu keluar apabila
panggilan sudah datang. Mereka semuanya datang kepada Rasulullah untuk
mendaftarkan dirinya. Tetapi hendaklah dari golongan-golongan yang banyak itu,
yang di waktu itu datang berbondong kepada Rasulullah, ada satu kelompok
(Thaifatun), yang bersungguh-sungguh memperdalam pengetahuanya dalam hal
agama.
Tegasnya adalah bahwa semua golongan itu harus berjihad, turut berjuang.
Tetapi Rasulullah kelak membagi tugas mereka masing-masing. Ada yang berjihad
ke garis muka dan ada yang berjihad di garis belakang. Sebab itu maka kelompok
kecil yang memperdalam pengetahuanya tentang agama itu adalah sebagian
daripada jihad juga.
Ayat ini adalah tuntunan yang jelas sekali tentang pembagian pekerjaan di
dalam melaksanakan seruan perang. Alangkah baiknya keluar dari tiap golongangolongan itu, yaitu golongan kaum beriman yang besar bilanganya, yang berintikan
penduduk kota madinah dan kampung-kampung sekelilingnya. Dari golongan yang
besar itu adakan satu kelompok (cara sekarangnya suatu panitia), atau komisi atau
satu dan khusus, yang tidak terlepas dari ikatan golongan besar itu, dalam rangka
berperang. Tugas mereka adalah memperdalam pengertian, penyelidikan dalam
soal-soal keagamaan belaka.
Boleh dikatakan bahwa selama zaman Rasulullah Saw masih hidup,
keadaan selalu dalam keadaan perang. Cara sekarangnya adalah selalu berevolusi.
Musuh-musuh mengepung dari segala penjuru. Maka ayat ini memberi tuntunan
jangan lengah tentang nilai apa yang sebenarnya diperjuangkan. Yang
diperjuangkan adalah agama.
Zaman modern seperti sekarang inipun telah membuktikan lebih dalam lagi
kebenaran ayat 122 ini. Zaman modern adalah zaman specialisasi, kejurusan dan
kekhususan suatu ilmu. Ilmu-ilmu agama islam sendiri mempunyai bidang-bidang
khusus sendiri. Jarang seorang ulama yang ahli dalam segala ilmu. Sebab itu maka
pengertian terhadap cabang-cabangnya wajiblah diperdalam.
Pada ujung ayat 122 intinya adalah kewajiban dari kelompok yang tertentu
memperdalam faham agama itu, yaitu supaya dengan pengetahuan mereka yang
lebih dalam, mereka dapat memberikan peringatan dan ancaman kepada kaum
mereka sendiri apabila mereka kembali pulang supaya kaum itu berhati-hati.
Dengan adanya ujung ayat ini nampaklah tugas yang berat dari ulama dalam islam.
2. Tafsir Pendidikan Surat At-Taubah ayat 122
Surat at-Taubah ayat 122 merupakan ayat yang menjelaskan tentang
pentingnya menuntut ilmu agama. Nilai pendidikan yang terkandung dalam ayat itu
adalah sebagai berikut:
1. Kewajiban mendalami agama dan kesiapan untuk mengajarkannya. Maksudnya,
tidaklah patut bagi orang-orang mukmin, dan juga tidak dituntut supaya mereka
seluruhnya berangkat menyertai setiap utusan perang yang keluar menuju
medan perjuangan. Karena menuntut ilmu itu merupakan suatu kewajiban
sehinnga menuntut ilmu mempunyai derajat yang sangat tinggi. sehingga di
sejajarkan dengan orang yang perang dijalan Allah.
2. Hasil dari pembelajaran itu tidak hanya untuk dirinya sendiri tetapi diharapkan
mampu untuk menyampaikan terhadap orang lain.
C. Surat Al-Muzammil ayat 20
1. Tafsir Surat Al-Muzammil ayat 20
ك ق ذٞ ق ذۡ ق ۡ ق ق ق قق ك ق
قۡق
ذ قذ ق ق ۡ ق قذ ق ق
قيݚۡق
ٰ
ۡ َݔۡون قصݍݝۡۥۡوثݖثݝۡۥۡوطائقݍةۡمقݚۡٱ
َۡۡٱِ ق
۞إقنۡربݑۡيعݖݗۡأنݑۡتݐݠمۡألَۡمقݚۡثݖ ق
ْ قق ق ق قۡ ۡ ق ۡق
ۡ ق ق ق ق ذ ق ك ذۡق ق ذق ق ق ق ق ذ
ق
ۡوا ۡما
ۡ ۡفٱقܱء
ۡ ۖار ۚۡعݖقݗ ۡأنۡلݚُۡصݠه ۡ تاب ۡعݖيكݗ
ۡ ݔ ۡ ۡوٱنݟ
ۡ ِٱّ ۡيݐ قܯر ۡٱ
ۡ ۡو
ۡ ۚ معݑ
ۡق
ق ق ق
ق
ۡ ذۡ ق ٰ قق ق ق ق
ق
ق
تق قي ذ ق
َۡم ققݚۡ ۡٱلۡݐ ܱۡ ق
ۡي
ون
ܱ
اخ
ء
ۡو
ۡۡض
ۡ ِۡۡٱۡ ق
َ
ܱ
ݗۡم
قݜك
م
ۡ
ݠن
ݓ
ي
نۡس
ۡأ
ݗ
ݖ
ۡع
ان
ء
ق
ۚ
ۡبݠن ق
ق
ق
ۡ ذ ق
ذ ق ق ق ق قٰ ق
قۡق ق
ۡ ق
ݠن ِۡ ق
وا ْۡ قماۡتق قي ذ ق
ۡ يݔ ۡٱّۡقۖۡ ۡفٱق قܱء
َۡ ۡم ۡقݜ ۚݝ
ق
ۡي
ون
ܱ
اخ
ء
و
ۡ
ب
ۡس
ݖ
ت
ۡ
ّٱ
ۡ
ۡ
ݔ
ض
قݚۡف
م
ۡ
ݠن
يبتغ
ق
ق
ق
ق
ق
ق
ْ ذق قۡ ً ق ق م قق ق ك ْ ق
قق
ْۡ ذ قٰق ق ق ْ ذ قٰق قق
ۡسكݗ
ۡ ۡوأ قيݙݠاۡٱ صݖݠۡةۡوءاتݠاۡٱ ܲكݠۡةۡوأق قܱضݠا
ٱّۡقܱضاۡحسݜا ۚۡوماۡتݐ قܯ ݠا ق
ۡۡنݍ ق
ك ۡ قۡ ق
ۡ ق ذ ق ق ۡم قق ۡ ق ق ق ۡ م ق ۡ ق
ّۖۡإ ذن ۡ ذ ۡق
وا ْۡٱ ذ ۡق
ٞۡٱّ ۡ ق ݍݠر
ۡ
ۡو
ا
ܱ
ج
ۡأ
ݗ
ظ
أ
اۡو
ۡ
ّٱ
ۡ
ܱ
ݍ
غ
ت
ٱس
ۡ
ۡخ
ݠ
ه
ۡ
ۡ
قݜܯ
ع
ۡ
وه
ܯ
َۡ
ق
ق
ۚ
ق
ۡ ق
مقݚ ۡخ ل
ۡ ۡ٠ۡۢحيݗ
ذر ق
20. Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang)
kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian
pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. Dan Allah menetapkan
ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat
menentukan batas-batas waktu-waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepadamu,
karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran. Dia mengetahui bahwa
akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di
muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang
di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran dan dirikanlah
sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang
baik. Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu
memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang
paling besar pahalanya. Dan mohonlah ampunan kepada Allah; sesungguhnya Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang
Tafsir Ibnu Katsir surat Al-Muzammil ayat 20
{ۡنۡال ينۡۡمعك
ۡ ئف ۡۡم
ۡۡنۡث يۡۡال يْلۡۡ ن ْفهۡۡ ث ه
ْۡ كۡت و ۡۡأ ْن ۡم
ۡ }إ ۡۡ بكۡۡي ْع مۡۡأن
Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (salat)
kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam, atau sepertiganya dan
(demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. (AlMuzzainmil: 20)
Yakni adakalanya kurang dari dua pertiga, dan adakalanya kurang dari
seperduanya, demikianlah seterusnya tanpa kamu sengaja. Tetapi memang kamu
tidak mampu menunaikan qiyamul lail yang diperintahkan kepadamu dengan
sepenuhnya, mengingat pelaksanaannya terasa berat olehmu. Untuk itulah maka
disebutkan dalam firman berikutnya:
{ۡ
} اّۡۡي ۡۡال يْلۡۡ ال
Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. (Al-Muzzammil: 20)
Yaitu adakalanya antara siang dan malam hari sama panjangnya, dan
adakalanya malam hari mengambil sebagian waktu siang hari sehingga lebih
panjang daripada siang hari. Demikian pula sebaliknya, terkadang siang lebih
panjang daripada malam hari karena sebagian waktunya diambil oleh siang hari.
{ۡ نۡتحْ و
ْۡ }ع مۡۡأ ْۡۡل
Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batasbatas waktu-waktu itu. (Al-Muzzammil: 20)
Yakni tidak dapat menentukan batas waktu kefarduan yang diwajibkan oleh
Allah kepadamu dalam qiyamul lail.
ۡ نۡ ْال رْ آ
ۡ }ف ْقرء اۡم ۡتيسرۡۡم
karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Qur’an. (AlMuzzammil: 20)
Maksudnya, tanpa batasan waktu. Tetapi kerjakanlah salat lail menurut
kemampuanmu dan yang mudah olehmu untuk dikerjakan. Dalam ayat ini salat
diungkapkan dengan kata-kata bacaan Al-Qur'an, yang berarti salatlah apa yang
mudah bagimu untuk dikerjakan tanpa batasan waktu. Hal yang semakna
disebutkan di dalam surat Al-Isra melalui firman-Nya:
ۡاۡتجْ رْۡۡب لتك
Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam salatmu. (Al-Isra: 110)
Yaitu bacaan Al-Qur'an dalam salatmu.
تۡب
ْۡ اۡت ف
Dan janganlah pula merendahkannya. (Al-Isra: 110)
Murid-murid Imam Abu Hanifah menyimpulkan dari makna ayat ini, yaitu
firman Allah Swt.: karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Qur’an.
(Al-Muzzammil: 20) Bahwa tidak wajib menentukan bacaan Al-Fatihah dalam
salat. Bahkan seandainya seseorang membacanya atau membaca surat lainnya,
sekalipun hanya satu ayat, itu sudah cukup baginya. Dan mereka memperkuat
pendapatnya dengan dalil hadis yang menceritakan seseorang yang berlaku buruk
terhadap salatnya. Hadisnya terdapat di dalam kitab Sahihain, yang antara lain
menyebutkan: Kemudian bacalah apa yang mudah bagimu dari Al-Qur’an.
Jumhur ulama menyanggah pendapat mereka dengan sebuah hadis yang
diriwayatkan oleh Ubadah ibnus Samit, yang juga terdapat di dalam kitab Sahihain,
bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda
«ۡ
نۡل ْمۡۡي ْرۡأْۡبف تح ۡۡ ْال
ْۡ »اۡۡصل ۡۡل
Tidaksah salat seseorang yang tidak membaca Fatihatul Kitab.
Di dalam kitab Sahih Muslim diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa
Rasulullah Saw. pernah bersabda:
«ۡ »كلۡۡصل ۡۡاۡۡي ْرأۡۡفي ۡبأ ۡال رآ ۡف يۡۡخ ا ۡۡف يۡۡخ ا ۡۡف يۡۡخ ا ۡۡغيْرۡۡت
Setiap salat yang tidak dibacakan padanya Ummul Qur’an, maka salat itu
cacat, maka salat itu cacat, maka salat itu cacat, tidak sempurna.
Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan dari Ibnu Khuzaimah, dari Abu
Hurairah r.a. secara marfu':
« نۡل ْۡمۡي ْرۡأْۡبأ ۡال رآ
ْۡ »اۡۡتجْ زئۡۡصل ۡۡم
Tidak cukup salat seseorang yang tidak membaca Ummul Qur’an.
Adapun firman Allah Swt.:
ۡ ّٱ
ۡۡۡي ۡ غو ۡۡمنۡف ۡ لۡۡٱّۡۡ ءاخر ۡۡي ٰ و ۡۡفيۡس يلۡۡ ه
ۡ ۡمرض ٰۡۡ ءاخر ۡۡي ۡ ربو ۡۡفيۡ ۡٱ
ۡ ۡع مۡۡأ ۡسي و ۡۡم م
Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan
orang-orang yang lain berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah, dan
orang-orang yang lain lagi yang berperang di jalan Allah. (Al-Muzzammil: 20)
Yakni Allah mengetahui bahwa di antara umat ini ada orang-orang
mempunyai 'uzur dalam meninggalkan qiyamul lail, seperti karena sakit hingga
tidak mampu mengerjakannya, juga orang-orang yang sedang mengadakan
perjalanan di muka bumi karena mencari sebagian dari karunia Allah dengan
bekerja dan berdagang, dan orang-orang yang lainnya sedang sibuk dengan urusan
yang lebih penting bagi mereka, yaitu berjihad di jalan Allah Swt. Ayat ini—dan
bahkan surat ini—secara keseluruhan adalah Makkiyyah. dan saat itu peperangan
masih belum disyariatkan. Dan hal ini merupakan salah satu dari bukti kenabian
yang paling besar, yaitu menyangkut pemberitaan kejadian yang akan datang.
Karena itulah maka disebutkan oleh firman-Nya: karena itu bacalah apa yang
mudah (bagimu) dari Al-Qur’an. (AL-Muzzammil: 20) Artinya, kerjakanlah salat
dengan membaca apa yang mudah dari Al-Qur'an bagimu.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya'qub, telah
menceritakan kepada kami Ibnu Aliyyah, dari Abu Raja alias Muhammad yang
mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Al-Hasan, "'Hai Abu Sa'id,
bagaimanakah pendapatmu tentang seorang lelaki yang hafal Al-Qur'an di luar
kepalanya, lalu ia tidak membacanya dalam salat malam hari kecuali hanya salat
fardu saja?" Al-Hasan menjawab, "Berarti ia menjadikan Al-Qur'an hanya sebagai
bantal tidurnya, semoga Allah melaknat orang yang seperti itu." Al-Hasan
melanjutkan, bahwa Allah telah berfirman sehubungan dengan seorang hamba
yang saleh: Dan sesungguhnya dia mempunyai pengetahuan, karena Kami telah
mengajarkan kepadanya. (Yusuf: 68) Dan firman Allah Swt.: padahal telah
diajarkan kepadamu apa yang kamu dan bapak-bapak kamu tidak mengetahui
(nya). (Al-An'am: 91) Aku bertanya, "Hai Abu Sa'id, Allah telah berfirman: karena
itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Qur’an. (Al-Muzzammil: 20) AlHasan menjawab, "Benar, sekalipun hanya lima ayat."
Ini jelas menggambarkan pendapat Al-Hasan, bahwa dia mempunyai
pendapat yang mewajibkan bagi orang yang hafal Al-Qur'an membacanya dalam
qiyamullail, sekalipun hanya dengan beberapa ayat darinya. Karena itulah
disebutkan dalam sebuah hadis, bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya mengenai
seseorang yang tidur sampai pagi hari. Maka beliau Saw. menjawab:
«ۡ» ا ۡۡ جلۡۡب ۡۡالشيْط ۡۡفيۡأ نه
Dia adalah orang yang setan telah mengencingi telinganya.a
Menurut suatu pendapat, makna yang dimaksud dari hadis ini ialah orang
yang meninggalkan salat fardu karena bangun kesiangan. Menurut pendapat yang
lain, karena meninggalkan qiyamul lail, Di dalam kitab sunan disebutkan:
«ۡ »أ ْ تر اۡي ۡأ ْهلۡۡ ْال رْ آ
Salat witirlah, hai ahli Al-Qur’an!
Di dalam hadis yang lain disebutkan:
« نۡل ْمۡۡيوترْۡۡف يْسۡۡم
ْۡ »م
Barangsiapa yang tidak salat witir, bukan termasuk golongan kami.
Dan yang lebih aneh dari semuanya itu adalah sebuah riwayat yang
bersumber dari Abu Bakar ibnu Abdul Aziz, salah seorang yang bermazhab
Hambali, ia mengatakan bahwa qiyam bulam Ramadan hukumnya wajib; hanya
Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu
Sa'id Farqadul Hadrad, telah menceritakan kepada kami Abu Ahmad alias
Muhammad ibnu Yusuf Az-Zubaidi, telah menceritakan kepada kami Abdur
Rahman, dari Muhammad ibnu Abdullah ibnu Tawus (salah seorang putra Tawus),
dari ayahnya, dari Tawus, dari Ibnu Abbas, dari Nabi sehubungan dengan makna
firman-Nya: karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Qur’an. (AlMuzzammil: 20) Maka Nabi Saw. bersabda
«ۡ »م ئ ۡۡآي
Seratus ayat.
Hadis ini garib sekali, kami belum pernah melihatnya selain dalam mu'jam
Imam Tabrani rahimahullah.
Firman Allah Swt.:
{ۡ } أقي واۡال ل ۡۡ آتواۡالزك
Dan dirikanlah salat dan tunaikanlah zakat. (Al-Muzzammil: 20)
Yakni dirikanlah salat wajib dan tunaikanlah zakat yang fardu. Dalam ayat
ini terkandung dalil bagi orang yang mengatakan bahwa perintah wajib zakat
diturunkan di Mekah, tetapi kadar-kadar nisab yang harus dikeluarkan masih belum
dijelaskan dengan rinci kecuali hanya di Madinah; hanya Allah-lah Yang Maha
Mengetahui.
Ibnu Abbas, Ikrimah, Mujahid, Al-Hasan, dan Qatadah serta selain mereka
yang bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf telah mengatakan bahwa
Sesungguhnya ayat ini telah me-mansukh (merevisi) hukum yang pada mulanya
Allah mewajibkan qiyamul lail atas kaum muslim. Tetapi mereka berbeda pendapat
tentang jarak tenggang masa di antara kedua hukum tersebut, ada beberapa
pendapat mengenainya di kalangan mereka. Di dalam kitab Sahihain telah
disebutkan bahwa Rasulullah Saw. menjawab lelaki tersebut melalui sabdanya:
«ۡ »خ ْ سۡۡص وا ۡۡفيۡ ْاليوْ ۡۡ ال ْي
Lima kali salat dalam sehari semalam.
Lelaki itu bertanya, "Apakah ada salat lain yang diwajibkan atas diriku?"
Rasulullah Saw. menjawab:
«ۡ »اۡۡإاۡۡأ ۡۡتطو
Tidak ada. terkecuali jika kamu hendak salat sunat.
Adapun firman Allah Swt:
ً ْاّۡقر
{ ً ض ۡحس
ۡ ۡ} أ ْقرضوا
Berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. (Al-Muzzammil:
20)
Yaitu dalam bentuk sedekah-sedekah, karena sesungguhnya Allah akan
membalasnya dengan balasan yang terbaik dan berlimpah. Sebagaimana yang
disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
ًۡ ضع فۡ ًۡك ير
ْ عفهۡۡلهۡۡأ
اّۡقرْ ضۡ ًۡحس ۡ ًۡفي
ۡ ۡۡ نۡ اۡال ۡي ْر
ْۡ م
Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik
(menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan memperlipatgandakan
pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. (Al-Baqarah: 245)
Adapun firman Allah Swt.:
ۡ ۡۡ ْ نۡخيْرۡۡتج ۡۡع
ْۡ } م ۡت مواۡۡ ْنفس ْۡمۡم
{اّۡه ۡوۡخي ًْراۡ أ ْع مۡۡأجْ ًرا
Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu, niscaya kamu
memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang
paling besar pahalanya. (Al-Muzzammil: 20)
Yakni semua sedekah yang kamu keluarkan dari tangan kalian, pahalanya
akan kalian peroleh, dan hal ini lebih baik daripada harta yang kamu simpan buat
dirimu sendiri di dunia.
ْ ۡ ،عن ۡإبْراهيم
ۡۡعن
ْۡ ۡ ،عن ۡ ْاۡ ْع ش
ۡ ۡ ، ۡح ث ۡجرير، ۡح ث ۡأبو ۡخ ْي:ۡقۡ ۡ ۡ ْالح فظۡ ۡأبو ۡي ْع ۡ ْال وْ ص ي
ۡۡ ن ۡ م
ْۡ ۡ"أي ْۡم ۡم لهۡ ۡأحبۡ ۡإليْهۡ ۡم:ۡاّ ۡع يْهۡ ۡ س م
ۡ ۡ ۡق ۡ ۡ سو ۡ ۡاّۡ ۡص:ّا
ۡ ۡ ۡ ْ ۡق ۡ ۡع:ۡ ْن ۡسوي ۡق
ۡ ْالح ۡ ۡب
ۡ."ۡ ۡ"ا ْع واۡم ۡت ولو:ۡ ۡق.ۡنۡم ۡۡ ا ثه
ْۡ نۡأح ۡۡإ ۡاۡم لهۡۡأحبۡۡإليْهۡۡم
ْۡ ۡم ۡم ۡم،ّۡي ۡ سو ۡۡا:ۡق لوا."ۡا ثه؟
ۡۡ"إن ۡم ۡۡأح ك ْۡمۡم ۡق ۡ م ۡۡ ا ثهۡۡم ۡأخر:ۡ ۡم ۡن ْع مۡۡإاۡۡ لكۡۡي ۡ سو ۡۡاّ؟ۡق:"ق لوا.
Al-Hafiz Abu Ya'la Al-Mausuli mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Abu Khaisamah, telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Al-A'masy, dari
Ibrahim ibnul Haris ibnu Suwaid yang mengatakan bahwa Abdullah pernah berkata
bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda, "Siapakah di antara kamu yang hartanya
lebih ia cintai daripada harta ahli warisnya?" Mereka menjawab, "Wahai
Rasulullah, tiada seorang pun dari kami melainkan hartanya lebih disukainya
ketimbang harta ahli warisnya." Rasulullah'Saw. bersabda, "Jelaskanlah alasan
kalian!" Mereka menjawab, "Kami tidak mengetahui selain itu, ya Rasulullah."
Rasulullah Saw. menjawab: Sesungguhnya harta seseorang dari kamu hanyalah apa
yang dia gunakan dan harta ahli warisnya adalah yang dia simpan.
Imam Bukhari meriwayatkan hadis ini melalui Hafs ibnu Gayyas, dan
Imam Nasai meriwayatkannya melalui Abu Mu'awiyah, keduanya dari Al-A'masy
dengan sanad yang sama.
Selanjutnya Allah Swt. berfirman:
ْ } ا
ۡ ۡۡ س ْغفر اۡاّۡۡإ
{ۡاّۡغفو ۡۡ حيم
Dan mohonlah ampunan kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-Muzzammil: 20)
Artinya, perbanyaklah berzikir kepada-Nya dan memohon ampun kepadaNya dalam semua urusanmu, karena sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang kepada siapa yang memohon ampun kepada-Nya.
2. Tafsir Pendidikan Surat Al-Muzammil ayat 20
Allah memerintahkan beberapa hal kepada Rasul-Nya :
1. Agar Beliau qiyamul lail, sepertiga, setengah, atau dua pertiga malam,
2. Agar Beliau membaca Al-Quran dengan pelan-pelan dan perlahan,
3. Agar beliau meringankan qiyamul lail dan mempersingkat bacaan.
Dari keterangan diatas, Allah memerintahkan kepada setiap makhluknya
untuk memulyakan serta membaca dan memaknai Al-Quran. Karna hal tersebut
dapat meringankan beban orang yang hidup di dunia ini, serta membaca Al-Quran
dapat memberikan petunjuk untuk bisa mendapatkan Ridho allah.
Membaca Al-Quran dapat menambah pengetahuan kita sebagai makhluk
allah dalam mengarungi perjalanan hidup di dunia ini yang penuh dengan teka teki,
jika kita tidak berpedoman terhadap Al-Quran maka kita tidak mempunyai dasar
untuk dapat menjawab segala pertanyaan yang ada pada teka teki tersebut, sehingga
kita bisa jadi salah langkah dalam mengarungi kehidupan di dunia ini.
D. Surat Muhammad ayat 24
1. Tafsir Surat Muhammad ayat 24
ققق قق ق ذ ق ۡ ۡ ق ق قۡ قق
قۡق ق ك
ٰ
ۡ ۡ٤ۡݠبۡأ ݍا ݟا
ۡ لۡيتܯبܱونۡٱلݐܱء
ۡ أف
انۡأمۡلۡقݖ ف
24. Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah hati mereka
terkunci
Tafsir Jalalain Surat Muhammad ayat 24
(Maka apakah mereka tidak memperhatikan Alquran) yang dapat
membimbing mereka untuk mengetahui perkara yang hak (ataukah) sebenarnya
(pada hati) mereka (terdapat kuncinya) karena itu mereka tidak dapat memahami
kebenaran.
Tafsir Ibnu Katsir Surat Muhammad ayat 24
Bahkan pada hati mereka terdapat kunci yang menutupnya. Karena itu, hati
mereka terkunci mati. Tiada sesuatu pun yang dapat menghidupkannya dapat masuk
ke dalamnya.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Bisyr, telah
menceritakan kepada kami Hammad ibnu Yazid, telah menceritakan kepada kami
Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya yang mengatakan bahwa pada suatu hari
Rasulullah Saw. membaca firman-Nya: Maka apakah mereka tidak memperhatikan
Al-Qur’an ataukah hati mereka terkunci? (Muhammad: 24) Maka seorang pemuda
dari Yaman berkata, "Bahkan hatinya memang terkunci hingga Allah sendirilah yang
membukanya atau menguakkannya." Perihal pemuda itu masih tetap berkesan di hati
Umar r.a. hingga ia menjabat sebagai khalifah, lalu Umar meminta bantuan darinya.
2. Tafsir Pendidikan Surat Muhammad ayat 24
a. Memperhatikan nasihat-nasihat Allah yang Dia nasihatkan pada ayat-ayat kitabNya dan memikirkan tentang hujjah-hujjah Allah yang telah Dia terangkan dalam
kitab-Nya.
b. Memeriksa nasihat-nasihat dan larangan- larangan yang terdapat dalam Al Quran,
sehingga manusia berhenti dari melakukan hal-hal yang menyebabkan
kebinasaan
Pada intinya ayat ini menerangkan bahwasannya kita harus selalu berpegang
teguh pada Al-Quran sebagai penunjuk setiap langkah kita agar selalu berada dalam
jalan yang benar. Dengan pedoman Al-Quran manusia akan mampu membedakan
perkara baik dan buruk. Dengan begitu hati mereka takkan terkunci.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari ayat-ayat diatas bisa kita ambil sebuah kesimpulan bahwasannya kedudukan ilmu
dalam Islam itu sangatlah tinggi. Dimulai dengan membaca sebuah kitab suci, sampai pada
akhirnya ialah membaca kehidupannya dengan petunjuk Al-Quran sebagai kitab sucinya yang
akan membimbing setiap muslim untuk menjadi seorang muslim sejati dengan intelektual
islami.
Kedudukan seorang yang menuntut ilmu bahkan sama dengan sorang yang pergi
berperang. Mereka yang dengan pena mencari wawasan keilmuannya sama dengan mereka
yang dengan pedang pergi ke medan perang untuk memerangi orang kafir. Tentu mereka yang
berperang dengan ilmu pula yang akan menang.
Meskipun kedudukan mencari ilmu sama dengan orang berperang jihad fisabilillah,
akan tetapi tetaplah kita perpegang teguh pada Al-Quran. Ilmu yang kita cari ialah ilmu yang
bisa bermanfaat untuk umat manusia kedepannya, dan bukan sesuatu yang merugikan, dan
akan merendahkan martabat manusia sebagai makhluk paling sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
Al maraghi,(1987) Terjemah Tafsir Al Maraghi jilid 11, 26, 29, dan 30
CV. Toha Putra : Semarang
Al Qur’an Digital Terbitan King Saud University
Terjemah Tafsir Ibnu Katsir terbitan Kampungsunnah.org
http://mambaulhikaminduk.blogspot.co.id/2011/09/tafsir-tarbawi-menuntut-ilmudan.html?m=1
http://moechrizal.blogspot.co.id/2012/01/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html?m=1
http://sebastianwisnuaji.blogspot.co.id/2015/11/tafsir-tarbawi-qs-at-taubah-ayat122.html?m=1