PENGELOLAAN PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SAN (1)

Tugas Mata Kuliah Analisa Kebijakan Spasial
MTSL - 2015

Pengelolaan Penyediaan Air Minum dan
Sanitasi Berbasi Masyarakat (PAMSIMAS)
Kabupaten Sampang
Oleh : Fauzan Andikha

PENDAHULUAN
1.

Latar Belakang
Pembangunan

infrastruktur

sarana

sanitasi

merupakan


salah

satu

elemen

pembangunan yang menjadi perhatian nasional dan internasional. Pembangunan Sanitasi di
Indonesia telah ditetapkan dalam misi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
(RPJMPN)

tahun

2005–2025

Pemerintah

Indonesia.

Berbagai


langkah

terhadap

implementasi Program Nasional tersebut telah ditetapkan pada Rencana Pembangunan
Nasional Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2010-2014 yang difokuskan pada
Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP).
Sebagai wujud komitmen yang tinggi untuk pembangunan sektor sanitasi lokal dan
penyediaan layanan sanitasi yang semakin baik di daerah, Pemerintah pusat telah
menyiapkan bantuan teknis kepada Pemerintah Provinsi dan pemerintah Kabupaten/Kota.
Disamping hal tersebut, Pemerintah Pusat telah mendukung dan mendorong Pemerintah
Daerah untuk menyusun perencanaan pembangunan sanitasi yang komprehensif,
terkoordinasi dan terencana untuk seluruh wilayah perkotaan dengan prioritas yang terukur,
tanggap kebutuhan, berdasarkan kondisi aktual dengan melibatkan seluruh pemangku
kepentingan di daerah.
Salah satu aspek penting yang menunjang tingkat kesejahteraan masyarakat adalah
sanitasi, karena sanitasi berhubungan langsung dengan masalah kesehatan, kondisi
lingkungan permukiman, pola hidup masyarakat dan kenyamanan dalam kehidupan seharihari, sehingga dalam pembangunan suatu daerah kabupate/kota sanitasi sangat
diprioritaskan dan diperhatikan. Sampai saat ini masih bayak dijumpai aspek –aspek

pembangunan sanitasi dari pengelolaan air limbah cair, pengelolaan persampahan
pengelolaan drainase serta penyediaan air bersih masih berjalan sendiri-sendiri dan belum
terintegrasi dengan baik.
Pembangunan

sanitasi

di

Kabupaten

Sampang

juga

mengalami

berbagai

permasalahan utama yaitu rendahnya akses penduduk terhadap air minum dan sanitasi.

Fauzan Andikha - 3314202804

Tugas Mata Kuliah Analisa Kebijakan Spasial
MTSL - 2015
Dalam upaya mengatasi berbagai permasalahan tersebut maka perlu gerakan yang
menyeluruh dan jangka menengah salah satunya melalui agenda global Millennium
Development Goals (MDGs).
Pembangunan sanitasi termasuk salah satu sasaran MDGs yaitu memastikan
kelestarian lingkungan hidup melalui penurunan separuh proporsi penduduk tanpa akses
terhadap air minum layak dan sanitasi layak pada tahun 2015.
Penyediaan air minum dan penurunan kualitas lingkungan di Kabupaten Sampang
saat ini sangat memprihatinkan. Saat ini masih banyak masyarakat Kabupaten Sampang
yang masih kekurangan pelayanan air bersih ataupun air minum dikarenakan eksplorasi
sumber air yang berlebihan dan kehidupan masyarakatnya yang tidak bisa memberdayakan
sumber air. Sehingga kerusakan lingkungan terjadi disetiap daerah. Padahal apabila diteliti
secara seksama lingkungan sangat berpengaruh terhadap kehidupan dalam masyarakat
terutama masalah kesehatan. Tetapi meskipun demikian masih banyak masyarakat
indonesia yang belum sadar akan pentingnya lingkungan sekitar dan selalu meremehkan
masalah lingkungan. Dalam Pasal 5 Undang-Undang No 7 Tahun 2004 tentang Sumber
Daya Air menyatakan bahwa negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air

bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupannya yang sehat,
bersih, dan produktif.

2.

Gambaran Umum Kabupaten Sampang
Kabupaten Sampang terletak pada 113 008’ – 113039’ Bujur Timur dan 06 005’–

07013’ Lintang Selatan, dengan luas wilayah 1.233,33 Km 2. Batas wilayah Kabupaten
Sampang adalah sebagai berikut :


Sebelah Utara

: Laut Jawa



Sebelah Timur


: Kabupaten Pamekasan



Sebelah Selatan : Selat Madura



Sebelah Barat

: Kabupaten Bangkalan.

Secara keseluruhan Kabupaten Sampang mempunyai luas wilayah sebanyak
1233,30 Km 2. Sebelum otonomi daerah, Kabupaten Sampang terdiri atas 12 Kecamatan.
Namun sejak dikeluarkan Perda No. 2 tahun 2003 tentang Pembentukan Kecamatan
Pangarengan dan Perda No. 3 tahun 2003 tentang Pembentukan Kecamatan
Karangpenang, Kabupaten Sampang terdiri dari 14 Kecamatan dengan 6 kelurahan (di
Kecamatan Sampang) dan 180 desa.

Fauzan Andikha - 3314202804


Tugas Mata Kuliah Analisa Kebijakan Spasial
MTSL - 2015
Kabupaten Sampang terdiri dari 14 Kecamatan, dengan 6 kelurahan dan 180 desa.
Adapun kecamatan yang ada di wilayah Kabupaten Sampang

tersebut meliputi

Kecamatan Sreseh, Kecamatan Torjun, Kecamatan Omben, Kecamatan Pangarengan,
Kecamatan

Sampang,

Kecamatan

Camplong,

Kecamatan

Jrengik,


Kecamatan

Kedungdung, Kecamatan Tambelangan, Kecamatan Banyuates, Kecamatan Robatal,
Kecamatan Karang Penang, Kecamatan Ketapang, Kecamatan Sokobanah.
Wilayah administrasi Kabupaten Sampang dan nama, Luas Wilayah Per
Kecamatan,

Jumlah Desa/Kelurahan, serta jumlah penduduk per kecamatan, dapat

dilihat pada tabel 1
Tabel 1. Nama, Jumlah Penduduk Per Kecamatan, Luas Wilayah Per Kecamatan, Dan
Jumlah Kelurahan/Desa

Nama
No

Kecamatan

Jumlah


Luas wilayah

Penduduk Per
Kecamatan

Km

% thd
total

Jumlah
Kelurahan/desa

1.

Sreseh

36.699


71,95

5,83

12

2.

Torjun

38.532

44,20

3,58

12

3.


Pangarengan

20.309

42,69

3,46

6

4.

Sampang

117.509

70,01

5,68

18

5.

Camplong

73.306

69,93

5,67

14

6.

Omben

77.296

116,31

9,43

20

7.

Kedungdung

80.236

123,08

9,98

18

8.

Jrengik

34.036

65,35

5,30

14

9.

Tambelangan

53.977

89,97

7,30

10

10.

Banyuates

73.484

141,23

11,45

20

11.

Robatal

53.609

80,54

6,53

9

12.

Karang penang

63.559

84,25

6,83

7

13.

Ketapang

81.924

125,28

10,16

14

14.

Sokobanah

67.058

108,51

8,80

12

871.534

1233,30

100

186

Jumlah

Sumber : Kabupaten Sampang dalam angka 2013

Fauzan Andikha - 3314202804

Tugas Mata Kuliah Analisa Kebijakan Spasial
MTSL - 2015
a.

Kondisi fisik
i. Topografi

Topografi atau bentang alam merupakan kawasan perencanaan, yang dapat
dijelaskan tanpa melalui pengukuran lapangan, hal ini menyangkut tinggi
rendahnya atau datar tidaknya suatu kawasan. Keadaan topografi dapat
digambarkan melalui kelerengan beberapa wilayah. Lereng adalah gambaran
perbedaan ketinggian dari dua tempat yang berbeda dan dinyatakan dalam suatu
persen. Faktor kemiringan tanah merupakan unsur yang penting dalam
merencanakan peruntukan penggunaan tanah, khususnya di bidang pertanian.
Kelerengan wilayah Kabupaten Sampang bervariasi antara datar, bergelombang,
curam dan sangat curam dimana klasifikasi kelerengan tanah tersebut adalah
sebagai berikut ini :
• Kelerengan 0-2 % meliputi luas 37.785,64 Ha atau 31,40 % dari luas wilayah
keseluruhan kecuali daerah genangan air, pada wilayah ini sangat baik untuk
pertanian tanaman semusim
• Kelerengan 2-15 % meliputi luas 67.807,14 Ha atau 53,86 % dari luas wilayah
keseluruhan, baik sekali untuk usaha pertanian dengan tetap mempertahankan
usaha pengawetan tanah dan air. Selain itu pada kemiringan ini cocok juga
untuk konstruksi/ permukiman
• Kelerengan 15-25 % dan 25-40 % meliputi luas 15.246,93 Ha atau 12,67 % dari
luas wilayah keseluruhan. Daerah tersebut baik untuk pertanian tanaman
keras/tahunan, karena daerah tersebut mudah terkena erosi dan kapasitas
penahan air yang rendah. Karenanya lahan ini pun tidak cocok untuk konstruksi.
• Kelerengan > 40% meliputi luas 2.490,03 Ha atau 2,07% dari luas wilayah
keseluruhan. Daerah ini termasuk kedalam kategori kemiringan yang sangat
terjal (curam) dimana lahan pada kemiringan ini termasuk lahan konservasi
karena sangat peka terhadap erosi, biasanya berbatu diatas permukaannya,
memiliki run off yang tinggi serta kapasitas penahan air yang rendah. Karenanya
lahan ini tidak cocok untuk konstruksi.Daerah ini harus merupakan daerah yang
dihutankan agar dapat berfungsi sebagai perlindungan hidrologis serta menjaga
keseimbangan ekosistem dan lingkungan.
Pada daerah tropis, ketinggian wilayah merupakan unsur penting yang menentukan
persediaan fisik tanah. Dengan adanya perbedaan tinggi akan menentukan
perbedaan suhu yang berperan dalam menentukan jenis tanaman yang cocok

Fauzan Andikha - 3314202804

Tugas Mata Kuliah Analisa Kebijakan Spasial
MTSL - 2015
untuk diusahakan. Disamping itu ketinggian juga erat hubungannya dengan unsur
kemampuan tanah yang lain, misalnya lereng dan drainase.
ii.Geologi

Berdasarkan geologinya, Kabupaten Sampang terdiri atas 5 macam batuan yaitu,
alluvium, pliosen fasies sedimen, plistosen fasies sedimen, pliosen fasies batu
gamping, dan mioses fasies sedimen. Jenis geologi alluvium dan mioses fasies
sedimen banyak digunakan oleh masyarakat untuk tegalan dan sawah, serta
sebagian kecil jenis batuan plistosen fasies sedimen yang seluruhnya untuk tegalan.
iii.Jenis Tanah

Dilihat dari jenis tanah yang ada di Kabupaten Sampang bagian yang terluas adalah
tanah dari jenis Komplek Mediteran Grumosol, Regosol dan Litosol yakni seluas
54.335 Ha. Diikuti oleh jenis tanah alluvial hidromorf dengan luas sekitar 10.720 Ha.
Sementara untuk proporsi jenis tanah terendah adalah jenis grumosol kelabu yang
hanya terdapat di Kecamatan Sampang dan Kecamatan Camplong, dengan luasan
2.125 Ha. Kedalaman efektif tanah sangat penting bagi pertumbuhan tanaman.
Kedalaman efektif adalah tebalnya lapisan tanah dari permukaan sampai kelapisan
bahan induk atau tebalnya lapisan tanah yang dapat ditembus perakaran tanaman.
Makin dalam lapisan tanah, maka kualitas tanah makin baik untuk usaha pertanian.
Kedalaman efektif tanah di wilayah Kabupaten Sampang dapat diklasifikasikan
dalam 5 (lima) kategori, yaitu : < 30 Cm, 30 - 60 Cm, 60 - 90 Cm, 90 - 120 Cm dan >
120 Cm. Kedalaman efektif tanah di Kabupaten Sampang didominasi oleh tanah
yang mempunyai kedalaman efektif tanah > 120 Cm, yakni seluas 74.796 Ha atau
60,65 %. Tanah dengan kedalaman efektif tanah terendah adalah sebanyak 986 Ha
atau sekitar 0,79 % dari seluruh luas wilayah Kabupaten Sampang yang mencapai
123.330 Ha.
b.

Kondisi Hidrologi
Kabupaten Sampang memiliki 34 buah Sungai yang mana dibagi menjadi dua, yaitu:

• Kabupaten Sampang Selatan terdapat 25 Sungai.
• Kabupaten Sampang Utara terdapat 9 Sungai:
Sungai yang terdapat di Kabupaten Sampang sebagian besar merupakan Sungai
musiman yang ada airnya pada musim penghujan. Sungai yang mengalir sepanjang tahun
antara lain. Sungai Klampis dengan Waduk Klampis yang dapat dipergunakan untuk
mengairi sawah di Kecamatan Torjun, Sampang dan Jrengik.
Sungai Marparan dan Disanah bermuara di Kali Blega, sehingga dipengaruhi oleh
pasang surut air laut dan telah banyak dimanfaatkan untuk tambak dan penggaraman.
Fauzan Andikha - 3314202804

Tugas Mata Kuliah Analisa Kebijakan Spasial
MTSL - 2015
Sungai Kamoning bersumber di Kecamatan Robatal dan melewati dan bermuara di Kota
Sampang dipergunakan untuk sandaran perahu/pelabuhan.
a.

Klimatologi

Sebagaimana daerah di Indonesia pada umumnya, Kabupaten Sampang
mempunyai iklim tropis yang ditandai dengan adanya 2 (dua) musim, yaitu musim hujan
dan kemarau. Musim hujan berlangsung mulai dari bulan Oktober s.d. dengan Maret, dan
musim kemarau berlangsung mulai dari butan April s.d. dengan September.
Keadaan udara di Kabupaten Sampang umumnya relatif bersih, segar dan sehat.
Kondisi ini disebabkan belum banyak sumber-sumber polusi udara, baik yang berasal dari
industri, kendaraan bermotor, maupun aktivitas pembakaran yang melampaui daya
dukung alam. Suhu udara relatif panas, berkisar antara 28°C - 32°C.

Fauzan Andikha - 3314202804

Tugas Mata Kuliah Analisa Kebijakan Spasial
MTSL - 2015
DASAR TEORI
1.

Pamsimas
Berdasarkan laporan WHO-Unicef joint monitoring 2004 kinerja sektor Air Minum &

Sanitasi di Indonesia dinilai masih rendah dibandingkan dengan negara lain di Asia
Tenggara. Diperkirakan penduduk Indonesia pada tahun 2015 adalah 218 Juta jiwa, dimana
103 Juta jiwa atau 47% belum memiliki akses terhadap sanitasi dan 47 Juta jiwa atau 22%
belum memiliki akses terhadap air bersih. Angka yang lebih besar terlihat pada penduduk
perdesaan, dimana diperkirakan 62% atau 73 Juta jiwa yang belum memiliki akses terhadap
sanitasi dan 31% atau 36 Juta Jiwa yang tidak memiliki akses terhadap air bersih. Hanya
50% dari seluruh penduduk Indonesia yang mendapatkan akses air minum (Susenas, 2002).
Di area perdesaan akses mendapatkan air bersih bahkan lebih rendah yaitu hanya
41%. Pada sektor sanitasi, hanya 10 kota di Indonesia yang memiliki jaringan air limbah
dengan tingkat pelayanan sekitar 1,3% dari seluruh jumlah populasi. Sedangkan di daerah
perdesaan dilaporkan 52% penduduk yang memiliki akses sanitasi dasar.
Cakupan pelayanan air minum dan sanitasi yang rendah ini, berdampak pada
kesehatan masyarakat, tingkat perekonomian dan kondisi lingkungan. Indonesia merupakan
salah satu negara yang tingkat kejadian typhoid yang tinggi, untuk mengatasi keterbatasan
akses terhadap air minum dan sanitasi perlu pendekatan bagi masyarakat perdesaan yaitu
dengan menggunakan Demand Responsive Approach (DRA) sebagai upaya menjamin
sustainabilitas program, selain harus berbasis masyarakat agar program ’Cost Effective’,
maka pembangunan infrastruktur harus disertai upaya perubahan nilai dan perilaku hidup
bersih masyarakat.
a.

Landasan Hukum Pamsimas

Landasan hukum pelaksanaan Program Nasional Pelayanan Air Minum dan Sanitasi
yang Berbasis Masyarakat adalah sebagai berikut:


UU No 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.



UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.



PP No. 16 tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air
Minum.



PP N0. 72 dan 73 tahun 2005 tentang Pemerintahan Desa dan Pemerintahan
Kelurahan.



PP No. 7 tahun 2004 tentang RPJMN Renstra 2004–2009 yaitu
Pembangunan Prasarana dan Sarana Air Minum dan Sanitasi yang
berkelanjutan

Fauzan Andikha - 3314202804

Tugas Mata Kuliah Analisa Kebijakan Spasial
MTSL - 2015


Kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan
Berbasis

Masyarakat,

tahun

2003.

Financing

Agreement

Financing

Agreement Credit No 42040 IND.
Dalam rangka untuk mencapai target Millennium Development Goals sektor Air
Minum dan Sanitasi ( WSS-MDG), yaitu menurunkan separuh dari proporsi penduduk
yang belum mempunyai akses air minum dan sanitasi
Sejalan

dengan

itu, Pemerintah

dasar

pada

Tahun

2015.

Indonesia melaksanakan Program Penyediaan Air

Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas), yaitu salah satu program nasional
(Pemerintah dan Pemerintah Daerah) untuk meningkatkan akses penduduk perdesaan dan
peri urban terhadap fasilitas air minum dan sanitasi yang layak dengan pendekatan berbasis
masyarakat.
Program Pamsimas tersebut dimulai pada Tahun 2007 dan mulai dilasanakan pada
tahun 2008 dimana

dari tahun 2008 sampai

dengan

Tahun

2012

telah berhasil

meningkatkan jumlah warga miskin perdesaan dan pinggiran kota yang dapat mengakses
pelayanan air minum dan sanitasi, serta meningkatkan nilai dan perilaku hidup bersih dan
sehat melalui upaya pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat ini telah
meningkatkan partisipasi masyarakat sebagai mitra strategis Pemerintah Daerah dan
Pemerintah dalam menyediakan dan meningkatkan kualitas pelayanan air minum dan
sanitasi.
Tujuan Pembangunan Millennium Indonesia menetapkan bahwa pada tahun 2015,
Indonesia menyediakan akses air minum yang layak bagi 68.87% penduduk dan akses
sanitasi layak bagi 62.41% penduduk. Untuk kebutuhan air minum, secara nasional sampai
dengan tahun 2011 Indonesia baru mampu menyediakan akses yang layak bagi 55.04%
dari total penduduk Indonesia, sedangkan untuk kebutuhan sanitasi dasar, Indonesia baru
mampu menyediakan akses sanitasi layak bagi 55.53% dari total penduduk Indonesia. Di
antara masyarakat yang belum terlayani, masyarakat berpenghasilan rendah di perdesaan
dan pinggiran kota termasuk kelompok yang rentan mengakses air minum dan sanitasi yang
layak tersebut.
Untuk terus meningkatkan akses penduduk perdesaan dan pinggiran kota terhadap
fasilitas air minum dan sanitasi dalam rangka pencapaian target MDGs, Program Pamsimas
dilanjutkan pada Tahun 2013 sampai dengan Tahun 2016. Program Pamsimas II (WSLIC-3
AF) dilaksanakan untuk mendukung dua agenda nasional untuk meningkatkan cakupan
penduduk terhadap pelayanan air minum dan sanitasi yang layak dan berkelanjutan, yaitu
Air Bersih untuk Rakyat dan Sanitasi Total

Fauzan Andikha - 3314202804

Tugas Mata Kuliah Analisa Kebijakan Spasial
MTSL - 2015
Program Pamsimas II merupakan kelanjutan dari program pamsimas pertama yang
mana pada tahun 2013-2016 sebagai instrument pelaksanaan dua agenda nasional untuk
meningkatkan cakupan penduduk terhadap pelayanan air minum dan sanitasi yang layak
dan berkelanjutan, yaitu:
a.

Air Bersih untuk Rakyat,

b.

Sanitasi Total Berbasis Masyarakat.
Program ini bertujuan untuk meningkatkan jumlah warga masyarakat kurang

terlayani termasuk masyarakat berpenghasilan rendah di wilayah perdesaan dan peri-urban
yang dapat mengakses pelayanan air minum dan sanitasi, meningkatkan penerapan nilai
dan perilaku hidup bersih dan sehat dalam rangka pencapaian target Milennium
Development Goals (sektor air minum dan sanitasi) melalui pengarusutamaan dan
perluasan pendekatan pembangunan berbasis masyarakat. Program Pamsimas II
dilaksanakan untuk menunjang pengembangan permukiman yang berkelanjutan pada 219
kabupaten/kota yang tersebar di 32 provinsi.
Sebagai pelayanan publik yang mendasar, berdasarkan Undang-Undang No. 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pelayanan air minum dan sanitasi telah menjadi
urusan wajib pemerintah daerah, dimana penyelenggaraan urusan wajib berpedoman pada
Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang ditetapkan Pemerintah. Untuk mendukung
kapasitas Pemerintah Daerah dalam menyediakan layanan air minum dan sanitasi yang
memenuhi SPM tersebut, Program Pamsimas berperan dalam menyediakan dukungan
finansial baik untuk investasi fisik dalam bentuk sarana dan prasarana, maupun investasi
non fisik dalam bentuk manajemen, dukungan teknis, dan pengembangan kapasitas.
Program Pamsimas dilaksanakan dengan pendekatan berbasis masyarakat melalui
pelibatan masyarakat (perempuan dan laki-laki, kaya dan miskin, dan lain-lain.) dan
pendekatan yang tanggap terhadap kebutuhan masyarakat (demand responsive approach).
Kedua pendekatan tersebut dilakukan melalui proses pemberdayaan masyarakat untuk
menumbuhkan prakarsa, inisiatif, dan partisipasi aktif masyarakat dalam memutuskan,
merencanakan, menyiapkan, melaksanakan, mengoperasikan dan memelihara sarana yang
telah dibangun, serta melanjutkan kegiatan peningkatan derajat kesehatan di masyarakat
termasuk di lingkungan sekolah.

Fauzan Andikha - 3314202804

Tugas Mata Kuliah Analisa Kebijakan Spasial
MTSL - 2015
Ruang lingkup program Pamsimas mencakup 5 (lima) komponen program :
1.

Pemberdayaan masyarakat dan pengembangan kelembagaan daerah;

2.

Peningkatan perilaku higienis dan pelayanan sanitasi;

3.

Penyediaan sarana air minum dan sanitasi umum;

4.

Insentif desa/kelurahan dan kabupaten/kota;

5.

Dukungan manajemen pelaksanaan program.

2.

Implikasi Kebijakan
a)

Penataan Ruang

Menurut UU Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, yang dimaksud
dengan Ruang adalah “wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,
termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk
lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.”
Pada umumnya, suatu ruang tertentu dapat digunakan untuk berbagai alternatif
kegiatan, seperti pemukiman, industri, pertanian dan sebagainya. Apabila suatu kegiatan
tertentu telah dilakukan di suatu ruang tertentu, pada waktu yang sama tidak dapat
dilakukan suatu kegiatan lain. Karena itu, dapat terjadi persaingan. Bahkan, terjadi konflik
dalam pemanfaatan ruang antara berbagai macam kegiatan, yang dapat menghambat
kelancaran kegiatan itu. Hak guna usaha, misalnya kegiatan pertanian, yang terdapat dalam
suatu ruang dapat terjadi tumpang tindih dengan kegiatan pertambangan berdasarkan hak
kuasa pertambangan.
Di samping itu, suatu kegiatan dapat mengganggu atau merugikan kegiatan lain yang
berada di dekatnya, seperti pengaruh kebisingan, asap tebal dan debu pada tempat
kediaman/pemukiman. Bahkan, suatu kegiatan wilayah meskipun jaraknya cukup jauh,
misalnya pengaruh industri di hulu sungai terhadap pemukiman atau penggundulan hutan
terhadap pemukiman di bawahnya karena erosi dan menurunnya air bawah tanah.
Menurut M. Dauh Silalahi, (2001) perubahan terhadap peruntukan lahan yang tidak
disertai dengan perencanaan yang matang dapat menimbulkan dampak yang merugikan
dan konflik-konflik yang mengganggu lancarnya kegiatan pembangunan. Sebagai contoh
konkret mengenai hal ini timbulnya masalah tata ruang di kawasan Puncak. Sebagai objek
wisata yang banyak dikunjungi orang, di daerah ini banyak pembangunan fasilitas seperti
Fauzan Andikha - 3314202804

Tugas Mata Kuliah Analisa Kebijakan Spasial
MTSL - 2015
bungalau, restoran yang tidak cocok untuk itu. Hal ini tidak saja menimbulkan konflik-konflik
dalam berbagai pemanfaatan yang berbeda, tetapi juga dapat mengancam rusaknya
keindahan alam yang menjadi objek utama dari para wisatawan.
Masalah tata ruang di kota-kota besar seperti di Jakarta, Surabaya, Bandung, dan
Medan merupakan contoh yang dapat disaksikan setiap hari. Berbaurnya kegiatan primer
dan kegiatan sekunder sekiat pusat kota menyebabkan campur baurnya lalu-lintas antar
kota dengan lalu-lintas menimbulkan kemacetan dan berbagai gangguan kegiatan lainnya.
Oleh karena itu, kebijakan penataan urang yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah
harus memperhatikan aspek lingkungan hidup, sebagaimana Mochtar Kusumaatmadja di
dalam buku M. Daud Silalahi (2001)
“karena pemerintah merupakan pengemban dan penjaga kepentingan umum
masyarakat, maka melalui pemerintahannya, masyarakat harus menuntut agar ongkosongkos sosial ini diperhitungkan dengan seksama dan ditentukan pula siapa-siapa saja
yang harus membayar ongkos-ongkos sosial ini”.
Selanjutnya M. Daud Silalahi (2001) mengatakan agar hal ini dapat terintegrasi
dalam suatu proses keputusan yang berwawasan lingkungan, beberpa hal perlu
dipertimbangkan, antara lain, sebagai berikut:
1.

Kuantitas dan kualitas sumber kekayaan alam yang diketahui dan diperlukan;

2.

Akibat-akibat dari pengambilan sumber kekayaan alam, di darat maupun di laut,
termasuk kekayaan hayati laut, dan habisnya deposit dan stok;

3.

alternatif cara pengambilan kekayaan hayati laut dan akibatnya terhadap keadaan
sumber kekayaan itu;

4.

ada tidaknya teknologi pengganti;

5.

kemungkinan perkembangan teknologi-teknologi pengganti termasuk biayanya masingmasing;

6.

adanya lokasi lain yang sama baiknya atau lebih baik;

7.

kadar pencemaran air dan udara, kalau ada;

8.

adanya tempat pembuatan zat sisa dan kotoran serta pengolahannya kembali
(recycling) sebagai bahan mentah; dan

9.

pengaruh proyek pada lingkungan, kecepatan dan sifat pemburukan lingkungan,
kemungkinan penghentian proses pemburukan lingkungan dan biaya alternatif lainnya.
Fauzan Andikha - 3314202804

Tugas Mata Kuliah Analisa Kebijakan Spasial
MTSL - 2015
Karena mengingat kenyataan bahwa di negara yang sedang berkembang sebagian
besar kegiatan pembangunan berada di bawah penguasan dan bimbingan pemerintah,
sudah selayaknya bahwa masalah perlindungan lingkungan ini diintegrasikan ke dalam
proses perencanaan pembangunan. Salah satu alat perlindungan dan pelestarian
lingkungan dalam rencana pembangunan adalah keharusan untuk melakukan analisis
mengenai dampak lingkungan (Amdal) yang merupakan konsep pengaturan hukum di
bidang hukum.
Berkaitan dengan kebijakan penataan ruang Handiman Rico dalam makalahnya
mengatakan :
Dalam rangka menerapkan penataan ruang untuk pada akhirnya mewujudkan
pengembangan wilayah seperti yang diharapkan, maka terdapat paradigma yang harus
dikembangkan sebagai berikut :


Otonomi Daerah (UU No.22/1999)/( UU 32/2004), mengatur kewenangan Pemerintah
Daerah dalam pembangunan Globalisasi



Pembangunan wilayah tidak terlepas dari pembangunan dunia, investor akan
menanamkan modalnya di daerah yang memiliki kondisi politik yang stabil dan didukung
sumberdaya yang memadai



Pemberdayaan masyarakat



Pendekatan pemberdayaan masyarakat merupakan tuntutan yang harus dipenuhi Good
Governance



Iklim dan kinerja yang baik dalam pembangunan perlu dijalankan. Karakteristiknya
adalah partisipasi masyarakat, transparasi, responsif dan akuntabilitas
b) Pola Ruang

Pengelolaan kawasan lindung di Kabupaten Sampang secara umum ditujukan untuk
mencegah kemungkinan timbulnya berbagai kerusakan fungsi lingkungan hidup terintegrasi
antara kepentingan pemanfaatan sumberdaya alam secara optimal dengan pelestariannya.
Dalam konteks ini diharapkan bahwa penempatan ruang dalam rangka pengembangan
wilayah diserasikan dengan kemampuan dan daya dukung wilayahnya.
Adapun di Kabupaten Sampang yang termasuk rencana kawasan lindung terdiri dari
kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya, kawasan
perlindungan setempat, kawasan pelestarian alam dan cagar budaya, kawasan rawan
bencana, kawasan lindung geologi dan kawasan lindung lainnya.
Fauzan Andikha - 3314202804

Tugas Mata Kuliah Analisa Kebijakan Spasial
MTSL - 2015
Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Terhadap Kawasan bawahannya di
Kabupaten Sampang antara lain berupa resapan air. Adapun kebijaksanaan ruang di
kawasan ini ditentukan berdasarkan tujuan pemantapannya, yaitu untuk mencegah
terjadinya bencana dan menjaga kelestarian kawasan.
Upaya pemantapan fungsi lindung pada kawasan yang memberikan perlindungan
pada kawasan bawahnya di Kabupaten Sampang dapat dilakukan dengan pendekatan
pengembangan daerah aliran sungai (DAS), yaitu untuk melindungi atau tetap terjaganya
kawasan yang berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area). Kawasan yang
menjadi perlindungan dari kawasan ini di dalamnya memiliki berbagai kegiatan strategis
yang berpengaruh luas jika tidak dilindungi.
1.

Faktor Pendukung dan Penghambat
a.

Faktor Pendukung
Faktor pendukung dalam program pengelolaan penyediaan air minum dan
sanitasi berbasis masyarakat di Kabupaten Sampang adalah :
• Adanya dukungan dari Kepala Daerah/Bupati sehingga instansi terkait
dengan program tersebut bisa bekerja secara maksimal
• Adanya sumber daya alam yang memadai di tiap lokasi yang dipilih
• Minimnya fasilitasi air bersih dan sanitasi

b.

Faktor Penghambat
• Kurangnya peran serta masyarakat serta pihak swasta di Kabupaten
Sampang terhadap kegiatan tersebut
• Kurangnya sosialisasi dan perhatian dari instansi terkait kepada masyarakat
setempat akan pentingnya sanitasi
• Keterbatasan dana yang dianggarkan dalam kegiatan sanitasi
• Belum adanya masterplan di sebagian sektor sanitasi
• Belum adanya Perda yang mengatur dan membahas tentang sanitasi secara
keseluruhan.
• Masih rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya sanitasi
• Sumber Daya Manusia yang tidak memadai dalam pengelolaan sanitasi
• Minimnya database yang mengkaji tentang sanitasi diberbagai sektor.

Fauzan Andikha - 3314202804

Tugas Mata Kuliah Analisa Kebijakan Spasial
MTSL - 2015
PEMBAHASAN

Masalah penyediaan air minum dan sanitasi di pedesaan ataupun diperkotaan
Kabupaten Sampang memang sangat diperlukan. Di Kabupaten Sampang masih ada
masyarakat yang masih terkendala dengan ketersediaan air bersih dan sarana prasarana
sanitasi. Kendala air bersih tersebut dikarenakan tidak tersedianya mata air ataupun sumber
air tanah yang ada di daerah tersebut. Sehingga pada musim kemarau daerah tersebut
susah mendapatkan air sehingga masyarakatnya menggunakan air seadanya yang masih
tersedia meskipun air tersebut dikatakan sudah tidak layak untuk di gunakan atau jauh dari
kata bersih.
Masalah sanitasi di Kabupaten Sampang juga begitu memprihatinkan karena dilihat
dari prilaku dan kehidupan masyarakatnya, masih banyak masyarakat Kabupaten Sampang
membuang sampah sembarangan dan tidak jarang pula masyarakat Kabupaten Sampang
membuang sampah ke sungai meskipun di Kecamatan Sampang sendiri untuk fasilitas
sarana dan prasarana sampah sudah tersedia, masih banyak masyarakat buang air besar
disembarang tempat contohnya di kebun dan sungai dimana kebiasaan tersebut sepertinya
sudah menjadi tradisi masyarakat di Kabupaten Sampang.
Pemerintah Kabupaten Sampang pada Tahun 2014 mulai melaksanakan program
Pamsimas II untuk pertama kalinya. Pemilihan lokasi program di Kabupaten Sampang untuk
tahun 2014, sebagaimana juga dilakukan di Kabupaten/Kota lain di Indonesia, dilakukan
dengan menggunakan kriteria sebagai berikut:
a)

Belum pernah mendapatkan program Pamsimas

b)

Cakupan akses air minum aman masih rendah, yaitu di bawah 68.87%,

c)

Cakupan akses sanitasi aman masih rendah, yaitu di bawah 62.41%

d)

Prevalensi penyakit diare (atau penyakit yang ditularkan melalui air dan lingkungan)
tergolong tinggi berdasarkan data Puskesmas

e)

Memenuhi biaya per penerima manfaat yang efektif dan efisien

f)

Adanya pernyataan kesanggupan masyarakat untuk:
i. Menyediakan Kader Pemberdayaan Masyarakat (KPM) bidang Air Minum dan
Peyehatan Lingkungan (selanjutnya disebut dengan Kader AMPL) minimal 3 orang
ii. Menyediakan kontribusi sebesar minimal 20% dari kebutuhan biaya RKM, yang
terdiri dari 4 % in cash dan 16 % in kind
iii. Menghilangkan kebiasaan buang air besar sembarangan.
Konfirmasi akhir desa/kelurahan sasaran selanjutnya ditentukan oleh kriteria respon

dan kesediaan masyarakat untuk berkontribusi sebesar minimal 20% (minimal 16% in-kind
dan minimal 4% in-cash).
Fauzan Andikha - 3314202804

Tugas Mata Kuliah Analisa Kebijakan Spasial
MTSL - 2015
1.

Strategi
Untuk mencapai tujuan dan sasaran dalam program penyediaan air minum dan

sanitasi berbasis masyarakat maka diterapkan strategi sebagai berikut :
1.

Melalui pembangunan sistem air minum dan sanitasi berbasis masyarakat, membangun
masyarakat hidup bersih dan sehat

2.

Memprioritaskan pendekatan pembangunan berbasis masyarakat dalam pembangunan
sistem air minum dan sanitasi

3.

Melalui sharing program APBN dan APBD; dimana dana APBN membiayai BLM untuk
sejumlah 80% dari kebutuhan pendanaan desa sasaran, dan APBD wajib membiayai
BLM minimal 20% kebutuhan pendanaan desa sasaran.

4.

Penerapan tiga pilihan pembangunan SPAM pada desa sasaran, sebagai berikut:
• optimalisasi yaitu kegiatan pemulihan SPAM yang tidak/ berfungsi sebagian untuk
menambah jumlah penerima manfaat.
• pengembangan yaitu kegiatan peningkatan kapasitas SPAM pada desa /kelurahan
yang telah memiliki SPAM dengan tingkat keberfungsian yang baik untuk menambah
jumlah penerima manfaat.
• perluasan yaitu kegiatan pembangunan SPAM baru pada desa yang belum memiliki
SPAM.

5.

Penerapan pagu BLM pada tingkat kabupaten/kota; pagu BLM diterapkan di tingkat
kabupaten/kota dengan jumlah sesuai dengan usulan target tambahan penerima
manfaat program lingkup kabupaten/kota. Alokasi BLM pada setiap desa sasaran
Pamsimas II selanjutnya diputuskan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota berdasarkan
hasil evaluasi RKM desa/kelurahan.

6.

Penerapan pendekatan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM); pendekatan STBM
diterapkan pada skala kabupaten/kota dengan pelibatan aktif dan intensif para
Sanitarian, Promkes, Puskesmas, bidan desa, kader kesehatan, dan Fasilitator STBM di
tingkat kabupaten/kota.

7.

Penguatan kelembagaan; penguatan kelembagaan di tingkat kabupaten/kota dilakukan
sebagai bagian dari fungsi Panitia Kemitraan pada Pokja AMPL dan Asosiasi Pengelola
SPAM perdesaan. Kedua lembaga/organisasi ini akan tetap terus berperan dalam
membantu Pemerintah Kabupaten/Kota dalam pengelolaan air minum dan sanitasi

Fauzan Andikha - 3314202804

Tugas Mata Kuliah Analisa Kebijakan Spasial
MTSL - 2015
perdesaan berbasis masyarakat, memastikan keberlanjutan program, dan menfasilitasi
kemitraan pembangunan air minum dan sanitasi berbasis masyarakat.
8.

Penguatan peran Kader AMPL di perdesaan untuk mampu berperan aktif mulai dari
tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pasca konstruksi di tingkat masyarakat sampai
dengan tahap pemutakhiran informasi/data pengelolaan air minum dan sanitasi
perdesaan berbasis masyarakat serta prioritisasi program air minum dan sanitasi
perdesaan pada Musrenbang Kecamatan, Forum SKPD, dan forum pembangunan
lainnya.

2.

Rekomendasi Pengelolaan Penyediaan Air Minum dan Sanitasi di Kabupaten
Sampang
Untuk itu upaya konservasi air tanah untuk melindungi keseimbangan tata hidrologi

serta melindungi sumber-sumber air merupakan upaya yang harus dilakukan terus menerus.
Untuk pemanfaatan sungai sebagai sumber air bersih harus selalu diingat daya “self
purification” atau kemampuan sungai untuk mengadakan pemurnian sendiri terhadap
polutan-polutan yang masuk ke badan sungai. Hal ini harus disadari mengingat yang terjadi
saat ini adalah sungai selain sebagai sumber air baku, air bersih juga menjadi outlet
pembuangan limbah.
Sumber air bersih pada kondisi eksisting terlayani dari:


sumber air Banyuanyar;



sumber air Omben;



sumber air Pangilen



sumber air Sumber Payung Ketapang; dan



sumber-sumber air baku lainnya.
Masyarakat Kabupaten Sampang yang tidak terjangkau jaringan air bersih PDAM

Trunojoyo lebih banyak menggunakan sumur gali dan mata air, sebagian lagi menggunakan
sumur bor dengan pompa submersible bantuan dari Proyek Pengembangan Air Tanah
(P2AT) Wilayah Madura, APBD Kabupaten Sampang dan APBN.
Berdasarkan kondisi tersebut maka untuk penyediaan air bersih di Kabupaten
Sampang dapat direkomendasikan:

Fauzan Andikha - 3314202804

Tugas Mata Kuliah Analisa Kebijakan Spasial
MTSL - 2015


Untuk memenuhi sasaran nasional pada Tahun 2015 (MDG’s), biaya yang dibutuhkan
sangat besar, sehingga untuk merealisasi cukup berat bagi PDAM Kabupaten Sampang
maupun Pemerintah Kabupaten Sampang. Oleh karena itu ada 2 (dua) kemungkinan
yang bisa di tempuh, yaitu:
• Tidak harus seluruh wilayah dikembangkan sesuai sasaran/target nasional, dipilih
untuk wilayah/unit yang diprioritaskan.
• Setiap wilayah/unit dilakukan pemilahan dengan menurunkan biaya investasi,
disesuaikan dengan kemampuan keuangan. Namun secara teknis maupun finansial
memungkinkan untuk dilaksanakan, dalam rangka pengembangan dan perbaikan
pelayanan.
• Mengembangkan penyediaan air bersih non PDAM di perdesaan.
Kemungkinan tersebut di atas dapat dilakukan dengan sharing pembiayaan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Propinsi Jawa Timur.



Dari hasil analisa, ada beberapa wilayah yang menjadi prioritas pengembangan sistem
penyediaan air bersih/minum, yaitu:
• Pelayanan Wilayah Kecamatan Ketapang, Robatal dan Karangpenang dengan
mengelola dan mengoptimalkan Sumber Payung di Desa Ketapang Timur.
• Untuk wilayah Sokobanah dan Banyuates, dapat dipenuhi dengan memanfaatkan
sumber-sumber air di sekitar wilayah tersebut.
• Pelayanan Wilayah Terintegrasi dari Sumber/Mata Air Omben.
• Pelayanan Wilayah Kecamatan Sampang yang perkembangannya cukup baik. Pada
wilayah ini direncanakan agar sistem penyediaan air bersih dapat menjangkau
semua lokasi perkotaan yaitu dengan menerapkan sistem Blok.
Setelah dilakukan proses pemilihan lokasi program, terpilih 8 desa di Kabupaten

Sampang yang memenuhi kriteria yang diprioritaskan sebagai desa penerima program
Pamsimas 2014, 8 Desa tersebut adalah:
1.

Desa Jrengik kecamatan Jrengik

2.

Desa Bira Tengah Kecamatan Sokobanah

3.

Desa Paopale Daya Kecamatan Ketapang

4.

Desa Pandiyangan Kecamatan Robatal

5.

Desa Plampaan Kecamatan Camplong

6.

Desa Kamondung Kecamatan Omben
Fauzan Andikha - 3314202804

Tugas Mata Kuliah Analisa Kebijakan Spasial
MTSL - 2015
7.

Desa Napo daya Kecamatan Omben

8.

Kelurahan Banyuanyar Kecamatan Sampang

3.

Kesimpulan
A. Program Penyediaan Air Minum Berbasis Masyarakat merupakan salah satu
kebijakan yang dikelola oleh lintas kementerian dan yaitu Bappenas, Kementerian
Dalam Negeri, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Pekerjaan Umum.
Sedangkan di tingkat desa program ini menganut pendekatan berbasis masyarakat
dimana masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan
B. Tahap Persiapan, program Pamsimas Khususnya penyediaan air minum berbasis
masyarakat yang melibatkan banyak pihak diantaranya Tim Kelompok Kerja yang
berasal dari SKPD yang ada di Kabupaten Sampang bersama seluruh lapisan
masyarakat dimulai dengan tahapan persiapan yaitu tahap pemilihan desa sasaran
program Pamsimas. Dalam pemilihan desa sasaran program Pamsimas.
C. Tahap perencanaan Program Penyediaan Air Minum Berbasis Masyarakat
merangkum seluruh proses perencanaan dari tingkat masyarakat dalam menentukan
permasalahan, pengorganisasian masyarakat sampai susunan rencana kerja dan
pengumpulan kontribusi.
D. Tahap pelaksanaan program meliputi tahapan pencairan dana dan pembangunan
infrastruktur akses air minum/bersih di Kabupaten Sampang dengan membuat
Penangkap Mata Air. Pelaksanaan diikuti dengan operasional dan pemeliharaannya
baik segi fisik maupun dari segi peningkatan PHBS.
E. Tahap Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan meliputi kegiatan pemantauan program
mulai dari pemilihan desa sampai dengan terminasi. Hasil pemantauan dan evaluasi
menunjukkan bahwa secara garis besar program berjalan dengan baik berdasarkan
capaian indikator program dan disajikan di laporan yang dibuat tim pokja kepada
pemerintah.
F. Tipe terminasi yang digunakan adalah reformer dimana dilakukan adopsi program
baru dengan menghentikan program lama. Dan cakupan terminasi meliputi aspek
fungsional yaitu penyerahan tanggung jawab kepada pelaksana tingkat desa, serta
aspek

program

dimana

dilakukan

penghentian

program

lama

untuk

mengimplementasikan inovasi pada program baru.

Fauzan Andikha - 3314202804

Tugas Mata Kuliah Analisa Kebijakan Spasial
MTSL - 2015
G. Faktor Pendukung dan Pengambat Program:
i.

Faktor pendukungnya adalah profesionalisme dari tim pelaksana baik dari pihak
pemerintah maupun tingkat masyarakat. Dan dengan didukung oleh jiwa gotong
royong sebagai bentuk kesadaran dalam membangun desa

ii.

Faktor Penghambatnya adalah banyaknya tim yang memiliki peran ganda selain
itu tingkat kesadaran masyarakat penerima program yang masih belum terbentuk
kesadarannya semakin mempersulit tujuan program ini. Karena masih saja ada
beberapa aktifitas mandi cuci kakus yang dilakukan di sungai

4.

Saran
a.

Pengembangan infrastruktur perpipaan untuk pemerataan supaya manfaat dari
program tersebut menjadi lebih besar.

b.

Akan lebih baik apabila penanggung jawab dilimpahkan ke tingkat desa.

c.

Pembangunan infrastruktur jangan berfokus pada penyediaan air bersih saja
karena dalam sanitasi semua sektor sangat penting dimana semua sektor
saling mendukung.

d.

Perlunya evaluasi dari pihak pemerintah setiap tahun untuk mengetahui
perkembangan masyarakat dalam mengelolaan penyediaan air bersih dan
sanitasi dilingkungannya.

e.

Membuat kebijakan – kebijakan yang lebih menekan kepada masyarakat
supaya hidup bersih dan sehat.

Fauzan Andikha - 3314202804

Tugas Mata Kuliah Analisa Kebijakan Spasial
MTSL - 2015
DAFTAR PUSTAKA

Undang - Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang
M. Daud Silalahi, Hukum Lingkungan: dalam sistem penegakan Hukum Lingkungan
Indonesia, Edisi Revisi, Alumni, Bandung, 2001.
Pedoman

Pelaksanaan

Kegiatan

Pamsimas

Di

Tingkat

Masyarakat

http://new.pamsimas.org/
Buku Putih Sanitasi Kabupaten Sampang, PPSP, 2013
Buku Strategi Sanitasi Kabupaten Sampang, PPSP, 2013

Fauzan Andikha - 3314202804