TAFSIR DAN TAWIL UPAYA MEMAHAMI AYAT AYA (1)

TAFSIR DAN TA’WIL
UPAYA MEMAHAMI AYAT-AYAT AL QUR’AN
I.

PENDAHULUAN
Ada pandangan teologis dalam Islam bahwa Islam adalah agama yang
paling sempurna dengan kitab sucinya al Qur’an adalah wahyu Tuhan tiada
keraguan sama sekali di dalamnya, ia merupakan petunjuk jalan hidup bagi
orang-orang bertakwa. Al Qur’an merupakan kitab suci terbesar terlengkap,
teragung yang akan terjaga otentisitasnya hingga akhir zaman, rujukan yang
selalu up to date dan mampu memberikan beraneka solusi bagi segenap
permasalahan manusia, berlaku sesuai segala zaman dan tempat (salih li
kulli zaman wa makan). Al Qur’an juga sebagai warisan berharga
peninggalan Nabi akhir zaman Muhammad SAW yang dijamin kita tidak
akan tersesat selama kita berpegang teguh padanya.
Akan tetapi kita juga menyadari betul bahwa Kitab Suci Al Qur’an
bersifat universal, dalam arti ia dikhithobkan tidak hanya kepada bangsa
Arab, orang Islam atau non muslim saja, tetapi diperuntukan bagi semua
bangsa, semua umat di jagad raya ini. Disamping itu al Qur’an turun di

 Oleh Imam Tobroni Disampaikan dalam diskusi mata kuliah Studi Qur’an PPs

IAIN Waisongo Semarang
 Q.S. Almaidah (5) : 3 (pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu
agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai
Islam itu Jadi agama bagimu)

       
   

 Q.S. Al Baqarah (2) : 2 (Kitab Al Quran ini tidak ada keraguan
padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa)

         

 Q.S. An Nahl (16) : 89
      
  
 Abdul al Rahman Hamad Ali Imran, Din al Haq, Saudi Arabia, Wazirah
al Syu’un al Islamiyah, 1420 H, hlm. 79-80 dalam Maktabah Syamela versi
3.48
 Imam Malik bin Anas, Muwaththa’, 2004, juz 5, hlm. 1323 dalam


‫تركممت فيكممم أمريممن لممن تضمملوا ممما‬
‫ كتاب الله وسنة نبيه‬:‫ تمسكتم بهما‬lihat juga dalam kitab Sunan Tirmidzi

Maktabah Syamela versi 3.48,

no. 3718, yang menurut Hasan al Bani derajat hadits ini adalah shohih
 Q.S. Shaad (38) : 87
  dan Q.S. Al
Qalaam (68) : 52    . Lihat juga M.H.
Thabathaba’i, Mengungkap Rahasia Al Qur’an (terj. A. Malik Madaniy dan Hamim Iiyas),
Bandung, Mizan, 1997. Dalam file kompilasi

1

zaman yang sangat berbeda dengan kondisi sekarang, dengan setting sosial
dan kultur budaya yang jauh berbeda dengan kita. Zaman sekarang
perkembangan teknologi sangat pesat banyak hal baru yang tidak ada
ketentuannya dalan teks atau nash. Kita juga hidup di kultur yang tidak sama
dengan kultur tempat di mana al-Qur’an diturunkan. Al-Qur’an juga menjadi

pegangan dan pedoman umat Islam di seluruh belahan bumi ini.
Kepercayaan teologis di atas seyogyanya tidak membuat umat Islam
menutup diri dari perkembangan zaman yang tak terelakkan. Justru
pandangan teologis tersebut seharusnya membuat kita semakin tertantang
untuk

membuktikan akan

keagungan

kitab

suci

al-Qur’an.

Untuk

membuktikannya kita harus mempelajari dan memahami isi kandungan
makna terdalam dari ayat-ayat al-Qur’an dengan bantuan tafsir dan takwil.

Menurut Muhamad bin Abdullah Darraz sebagaimana yang dikutip
oleh Nashruddin Baidan bahwa ayat-ayat suci al-Qur’an bagaikan batu
permata yang setiap sudutnya memantulkan cahaya. Cahaya dari masingmasing sudutnya memberikan kesan yang berbeda-beda tergantung dari sudut
pandang mana orang yang melihatnya. Itulah sebabnya kemungkinan al
Qur’an ditafsirkan dalam berbagai bentuk, beragam makna, dan beraneka
metode pendekatan sesuai latarbelakang dan tujuan orang yang akan
menafsirkannya.
Kajian terhadap al-Qur’an dan metode penafsiran masa sekarang
mengalami perkembangan yang cukup signifikan, produk-produk tafsir dari
suatu generasi kepada generasi berikutnya memiliki corak dan karakteristik
yang berbeda seiring dengan akselerasi perkembangan kondisi sosial budaya
dan peradaban manusia, sejak turunnya al-Qur’an hingga sekarang.
Fenomena tersebut merupakan konsekuensi logis dari adanya keinginan umat
Islam untuk selalu mendialogkan antara al-Qur’an sebagai teks (nash),
dengan perkembangan problem sosial kemanusiaan yang dihadapi manusia
sebagai konteks (waqa’i) yang terus berkembang. Hal itu juga merupakan
salah satu usaha untuk membuktikan

bahwa al-Qur’an itu salih li kulli


zaman wa makan.
 Prof. Dr. Nashiruddin Baidan, Tafsir Maudhu’i, Yogyakarta, Pustaka
Pelajar, 2001, cet.ke 1, hlm. 227

2

Sebagai langkah awal untuk lebih memahami ayat-ayat al Qur’an,
penulis mencoba menulis makalah mengenai Tafsir dan Ta’wil Upaya
Memahami Ayat-Ayat al-Qur’an. Untuk membatasi kajian ini agar fokus
maka penulis akan membahas beberapa masalah berkenaan dengan tafsir dan
ta’wil, yaitu 1. Pengertian Tafsir dan Ta’wil, 2. Perbedaan Tafsir dan Ta’wil,
3. Sumber-sumber Tafsir.
II. PEMBAHASAN MASLAH
A. Pengertian Tafsir dan Ta’wil
Kata tafsir berasal dari bahasa Arab berakar dari kata (fasara)

‫سممرر‬
‫ فر ر‬mengikuti bentuk ‫ تفعيممل‬yang secara lughah berarti ‫البانممة‬
‫( والكشف وإظهار المعنى المعقول‬menjelaskan, mengungkap dan
menerangkan makna yang masuk akal), atau berarti juga al-bayan dan

al-kasyf



(penjelasan dan keterangan), sebagaimana tersebut dalam Q.S.

al-Furqan (25) : 33

     

  

Artinya: tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu
(membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu
suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya .
Menurut para ahli tafsir kata tafsir juga berasal dari kata safara (sf-r) yang berarti al-kasyf (menyingkap) seperti dikatakan safarat almar’atu sufuran atau asfara al-shubhu. Kata al-Raghib ‫الفسر والسفر‬
berdekatan maknanya sebagimana berdekatan lafadznya, hanya saja kata
al-fasr dipergunakan untuk pengertian menampakkan atau menjelaskan

 Muhammad Ahmad Ma’bad, Nafakhatu min Ulumi al Qur’an,

Madinah, Maktabah Thayyibah, 1986, cet.ke 1, hlm. 149. Menurut al-Atsimin
dalam Ushul fi al-Tafsir, secara etimologi kata tafsir berarti menyibak,
mengungkap atau membuka dari sesuatu yang tertutup.
 Muhammad Baqir Hakim, Ulumu Quran, Terj. Nashirul Haq,
dkk.,Jakarta, Al Huda, 2006, hlm. 321
 Departemen Agama, Al Qur’an dan Terjemahnya, Semarang; CV. Asy
Syifa’. 2001, hlm. 794

3

makna yang logis, sedangkan kata al-safar dipergunakan untuk pengertian
menampakkan atau memperlihatkan sesuatu yang nyata.
Dalam lisanul Arab dikatakan “al-fasr” berarti menyingkap
sesuatu yang tertutup, sedang kata “al-tafsir” berarti menyingkap lafadz
suatu yang musykil atau pelik. Pengertian ini senada dengan hadits yang
diriwayatkan oleh Nafi’ dari Abdullah :

‫ر‬
‫ي‬
‫ل ال ل ر‬

‫جززوُرر إ برلممى ر‬
‫ن ال ل ر‬
‫كاعنوا ي رت ررباي رععو ر‬
‫حب ررلممةب فرن ررهممى الن نببمم ي‬
‫حربمم ب‬
‫ر‬
‫م عرن لعه ر‬
‫ة‬
‫ج النناقرمم ع‬
‫ن ت عن لت رمم ر‬
‫رهز رنافبعع أ ل‬
‫ه ع رل ري لهب ور ر‬
‫ف س‬
‫سل ن ر‬
‫صنلى الل ن ع‬
‫ر‬
‫س ر‬

‫ل‬
,

‫ما بفي ب رطن برها‬
‫ر‬

Artinya : "Dahulu orang-orang Jahiliyah mempraktekkan jual beli al
Jazur hingga unta itu melahirkan, kemudian Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam melarangnya. Nafi' menafsirkan yang dimaksud dengan lafadz
Al Jazur adalah: Unta melahirkan apa yang ada di dalam perutnya".
(H.R. Bukhari)
Imam Al-Zarkasyi mengatakan bahwa kata tafsir berasal dari kata
tafsirah, yang berarti air sedikit (sebagai sample, bisa berupa air kencing
atau air ludah) dari seorang pasien yang digunakan oleh seorang dokter

sebagai medium untuk mendiagnosa agar diketahui penyakitnya. Dalam
hal ini tafsir merupakan kegiatan untuk diagnosis yang tentunya tidak
semua orang dapat melaksanakan kecuali dokter “mufassir” atau orang
yang mempunyai kemampuan yang dapat mendukung terlaksananya
kegiatan tafsir.
Dari bebarapa pendapat tentang pengertian tafsir secara etimologi,
dapat diketahui bahwa tafsir berarti usaha menjelaskan, menerangkan,
menyingkap dan mengungkap makna lafadz.

Secara istilah kata tafsir berarti mengungkap makna-makna dan
menjelaskan apa yang dimaksud atau dikandung lafadz-lafadz al-Qur’an.
Menurut al-Zarkasyi sebagaimana dikutip oleh Muhammad Ahmad
 Manna bin Khalil al Qattan, Mabāhits fī Ulum al-Qur’an, Maktabah
Ma’arif, 2000, hlm. 335
 Manna bin Khalil al Qattan, Ibid
 Al Imam Abi Abdillah Muhammad ibn Ismail al Bukhari, Shahih
Bukhari, Beirut; Daar ibn Katsir.2002, Cet. Ke-1, hlm.587, hadits ke 2256
 Badr al Din Muhammad bin Abdullah al-Zarkasyi, Al-Burhan fi ‘Ulum
al-Qur’an, Juz II, Dar Ihya al-Kutub, Arab, cet. I, 1957, hlm. 147.
 Ibnu Qasim al Ashimi, Khasyiyah Muqaddimah al Tafsir, Budun Nasyir,
cet.ke 2, 1990, hlm. 141, dalam Maktabah Syamela v.3.48

4

Ma’bad secara istilah dalam Ulumul Qur’an tafsir berarti ilmu yang
memahami Kitabullah (al-Qur’an) yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW, menjelaskan makna-maknanya dan menggali hukumhukum dan hikmah-hikmah yang terkandung di dalamnya.
Menurut Abu Hayyan dalam Manna bin Khalil al Qaththan tafsir
berarti ilmu yang membahas tata cara melafadzkan, petunjuk-petunjuk

dan hukum-hukum ifrad dan tarkibnya, makna-makna yang dikandung
oleh lafadz-lafadz murakab dan ilmu-ilmu pendukungnya.
Dari beberapa definisi kata tafsir di atas baik dari segi etimologi
maupun terminologi hampir semuanya mengacu pada pengertian yang
senada yaitu ilmu untuk memahami, menjelaskan, mengungkap maknamakna terdalam yang terkandung dalam lafadz-lafadz ayat al-Qur’an
dengan didukung ilmu-ilmu terkait.
Sedangkan kata ta’wil berakar kata dari al-awl yang berarti (i) al –
ruju’ kembali kepada asalnya, (ii) tadbir (mempertimbangkan), (iii)
taqdir (memperkirakan), atau (iv) tafsir (menjelaskan) atau ‘ibarah al
ru’ya (ungkapan, penjelasan dari visi, mimpi). Menurut orang Arab kata
ta’wil dalam penggunaannya mempunyai dua makna yaitu pertama berarti
ar-ruju’, ma-âl, al ‘aqibah, al ‘ûd dan al mashír, kata ta’wil berasal dari
kata âla – yaǔlu – aulan. Kedua berarti al tafsir dan al bayan, dalam
pengertian ini kata tafsir dengan ta’wil adalah semakna.
Secara istilah kata ta’wil diartikan berbeda-beda oleh para
ulama. Muhammad Husain al-Zahabi berusaha merangkum berbagai
pendapat tersebut lalu mengelompokkan ulama menjadi dua kelompok
yaitu ulama salaf dan ulama khalaf. Menurut ulama salaf bahwa
pengertian ta’wil mengandung dua pengertian, yaitu : 1) ta’wil merupakan
 Muhammad Ahmad Ma’bad, Op.Cit., hlm.149
 Manna bin Khalil al Qaththan, Op.Cit., hlm. 335
 Manna bin Khalil al Qaththan, Op.Cit, hlm. 336
 Dr. Muhamad Husain az Zahabi, Al Tafsir wa al Mufassirun, al
Maktabah al Wahbah, juz 1, hlm. 14, dalam Maktabah Syamela v.3.48
 Abu Bakar Muhamad ibn Abdillah ibn Araby al Ma’afiri al Isybily,
Qonun al Ta’wil, Jeddah, Dar al Qablah, 1986, hlm. 230-231, dalam bentuk file
pdf dari www.waqfeya.com. Kata Ta’wil dalam arti ar-ruju’ atau al-mashir
sebagaimana dalam Q.S. al An’âm : 66, sedangkan dalam arti tafsir atau
bayan sebagaimana dalam do’a Nabi Muhammad SAW kepada Ibn ‘Abbas

‫اللهم فقهه في الدين وعلمه التأويل‬
5

keterangan dan penjelasan arti suatu kalimat, 2) ta’wil berarti kalimat
yang dimaksudkan itu sendiri. Sedangkan menurut ulama khalaf, ta’wil
adalah suatu upaya memalingkan atau mengembalikan suatu lafaz dari
makna biasanya ke makna lain yang memungkinkan karena ada dalil atau
argumentasi yang menyertainya. Pendapat lain mengartikan kata ta’wil
berarti mengalihkan kata dari makna lahiriahnya menuju makna lain yang
masih dapat dikandungnya, yang sesuai dengan al-Kitab dan as-Sunnah.
Jadi berdasarkan pengertian-pengertian ta’wil di atas pada mulanya
ta’wil berusaha mencari makna lain yang tersirat dari lahiriyah ayat.
Pengertian ini sebagaimana hadits Nabi SAW :

‫قممال رسممول اللممه بينمما أ رنمما نممائ ب ع‬
‫ر‬
‫ن‬
‫ت بب ر‬
‫رلر‬
‫م أت بيمم ع‬
‫ر ر ع‬
‫قممد ربح لب رمم ن‬
‫شربت منه ث ع ر‬
‫خ ن‬
‫ب‬
‫ن ال ل ر‬
‫ت فر ل‬
‫ضبلي ع ع ر‬
‫م أع لط ري ل ع‬
‫فر ر ب ل ع ب ل ع ن‬
‫طمما ب‬
‫مرر ب ل ر‬
‫ر‬
‫ل الل نممهب قرمما ر‬
‫سممو ر‬
‫م )رواه‬
‫ه ي رمما رر ع‬
‫ل ال لعبل لمم ر‬
‫ما أونل لت ر ع‬
‫رقاعلوا فر ر‬
(‫البخاري‬

Artinya: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Ketika aku
tidur, aku diberi segelas susu, lalu aku meminumnya, kemudian
aku berikan sisanya kepada Umar bin khattab." Mereka
bertanya; 'bagaimana engkau takwilkan mimpimu ya Rasulullah?
' Beliau menjawab; "ilmu” (H.R. Bukhari)
Pada perkembangan ‘Ulum al-Qur’an hingga sekarang, kata tafsir
lebih populer daripada kata ta’wil, dan dalam prakteknya wilayah tafsir
merambah ke ranah ta’wil. Sehingga kita tidak akan asing jika ada orang
yang mengatakan tafsir mimpi.
B. Perbedaan Tafsir dan Ta’wil
Dalam al-Qur’an kata tafsir disebutkan hanya sekali, yakni dalam
Q.S. 25 (al-Furqan) : 33 yang berarti penjelasan atau keterangan.
Sedangkan kata ta’wil disebutkan 17 kali, dalam 15 ayat berbeda dan
 Dr. Muhamad Husain az Zahabi, Op.Cit.,hlm. 15
 Abu Bakar Muhamad ibn Abdillah ibn Araby al Ma’afiri al Isybily,
Op.Cit., hlm. 233
 al Bukhari, Op.Cit,. hadits ke 6512
 Dr. A. Luthfi Hamidi, M.Ag, Semantik Al-Qur’an dalam Perspektif
Toshihiko Izutzu, Purwokerto, STAIN Press, 2010, hlm. 215. Az Zahabi dalam Al
Tafsir wa al Mufassirun hanya menyebutkan 13 kata ta’wil, tidak menyebutkan
Q.S. Yusuf : 21, 36, 101, dan Q.S. al-Isra : 35

6

dalam 7 surat yang berbeda dengan makna yang berbeda-beda juga.
Untuk lebih jelasnya perhatikan tabel berikut ini:
N
o
1

2

3
4

5

Ayat
Q.S. Ali Imran (3) : 7

Arti Ta’wil

Tafsir
atau


 penjelasan
  





  
   
. ...  
Q.S. An-Nisa’ (4) : 59
Akibat atau



 akhirnya








    
   
Q.S. Al-A’raf (7) : 53
Terjadinya
     kabar berita
  
Q.S. Yunus (10) : 39
Terjadinya
     kabar berita



 
Q.S. Yusuf (12) : 6
Maksud dari
 

 mimpi


 

Q.S. Yusuf (12) : 21
    



  
Q.S. Yusuf (12) : 36



    
   









Q.S. Yusuf (12) : 37

7

   
  




Q.S. Yusuf (12) : 44

   


 
 
Q.S. Yusuf (12) : 45










 
Q.S. Yusuf (12) : 100











   

Q.S. Yusuf (12) : 101
    



    

6

7

Q.S. al-Isra’ (17) : 35



  


 

  
Q.S. al-Kahfi (18) : 78

Akibat

Penjelasan
     atas
suatu
   perbuatan
Q.S. al-Kahfi (18) : 82

      
 
Kata Tafsir dan Ta’wil merupakan istilah teknis yang seringkali
digunakan untuk menggambarkan suatu usaha atau hal-hal yang
berhubungan dengan penjelasan, pengungkapan, atau pengalihan makna
yang tersurat atau yang tersirat dalam lafadz atau teks dari ayat-ayat alQur’an.
Meskipun memiliki makna yang sama atau berdekatan, kata tafsir
dan ta’wil, dipergunakan oleh ahli tafsir dalam pengertian teknis yang
 Dr. Muhamad Husain az Zahabi, Op.Cit.,hlm. 14-15

8

berbeda-beda antara yang satu dengan yang lainnya. Menurut al-Raghib
kata tafsir lebih umum daripada kata ta’wil. Tafsir menjelaskan makna
kata per kata (alfadz), sedangkan ta’wil menjelaskan makna ungkapan
atau kalimat. Menurut Abu Thalib al-Tsa’laby, al-Baghawi, dan alKawasyi lebih menekankan perbedaan antara tafsir dan ta’wil pada aspek
konotatif makna kosa kata. Tafsir adalah menjelaskan makna leksikal dan
relasional kata, sedangkan ta’wil menjelaskan makna emosional dan
kontekstualnya. Menurut Abu Mansur al-Maturidi, al-Alusi, dan alZahabi, perbedaan tafsir dan ta’wil terletak pada sumber penafsiran.
Tafsir menjelaskan kosa kata dengan riwayat, seperti kata yaum al hajji al
akbar ditafsiri atau dijelaskan dengan yaumu al-nahr berdasarkan hadits
Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Ali RA. Sedangkan ta’wil adalah
menjelaskan makna kosa kata dengan dirayah. Tafsir adalah menemukan
dan menjelaskan makna ayat sesuai yang dikehendaki Allah, dan oleh
karenanya harus bersumber dari Rasulullah dan para sahabat yang
mengetahui asbab al-nuzul. Sedangkan ta’wil menjelaskan makna yang
tepat dari kemungkinan-kemungkinan makna yang tekandung dalam ayat
al-Qur’an. Mengenai perbedaan tafsir dan ta’wil, berikut ini disajikan
dalam bentuk tabel :
Pembed
a
Orientasi
Aktivitas
Objek
Sumber

Tafsir

Ta’wil

Memastikan makna yang
tepat
-Menjelaskan makna tersurat
-Membutuhkan tafsirah
(medium)
Kata
Riwayat

Memperoleh makna yang
tepat
- Menjelaskan makna tersirat
- Tidak selalu membutuhkan
medium
Kalimat
Dirayah

 Q.S. al-Taubah (9) : 3

     
  
 Lidwa Pustaka Program Ensiklopedi Hadits

‫ر‬
‫سو ر‬
‫ي رقا ر‬
‫ج‬
‫ح ج‬
‫ن ي رولم ب ال ل ر‬
‫ه ع رل ري لهب ور ر‬
‫ت رر ع‬
‫ل ر‬
‫سل ن ر‬
‫صنلى الل ن ع‬
‫سأل ل ع‬
‫ل الل نهب ر‬
‫م عر ل‬
‫ن ع رل ب ي‬
‫عر ل‬
‫ل‬
‫قا ر‬
‫الل ركب ررب فر ر‬
‫م الن ن ل‬
‫ل ي رول ع‬
‫حرب‬
 Dr. Muhamad Husain az Zahabi, Op.Cit.,hlm. 16-18

9

Untuk lebih jelas memahami perbedaan tafsir dan ta’wil, berikut
ini disajikan contoh tafsir dan ta’wil dari bebarapa ayat al-Qur’an, sebagai
berikut :
Ayat al-Qur’an
Tafsir
Ta’wil

 Allah
benar-benar Anjuran untuk bersikap

mengawasi segala pe- waspada dari sikap me
rilaku hambanya
remehkan
perintah
Allah dan melupakan
kenikmatan-kenikmatannya serta mempersiapkan

diri

untuk

menghadap

kepada-

nya
Q.S. al-Baqarah : 2

 


   



Q.S. al-An’am : 95


 



  

Tidak

ada

kebim- Tidak

bangan di dalamnya

ada

keraguan

dikalangan kaum beriman

Allah

mengeluarkan Allah

burung

(yang

ber- orang

mengeluarkan
mukmin

dari

nyawa) dari telur (yang orang kafir atau orang
mati/tidak bernyawa)

berilmu

dari

orang

bodoh.

Meskipun terdapat perbedaan yang sangat beragam
C. Sumber-sumber Tafsir
Salah satu syarat atau kualifikasi sebagai mufassir adalah
mengetahui sumber-sumber tafsir yang dapat dijadikan rujukan atau
 Ibid
 Imam Jalaluddin As Suyuthi, Al-Itqan fi Ulumil Qur’an, diterjemahkan
oleh Farikh Marzuqi Ammar dan Imam Fauzi Ja’iz dengan judul Samudera
Ulumul Qur’an, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 2008), Jilid 4, h. 238

10

referensi bagi produk-produk penafsirannya. Hal ini tentu dimaksudkan
agar hasil penafsirannya daapat dipertanggugjawabkan kebenarannya.
Adapun sumber-sumber tafsir yang harus diketahui dan dijadikan
dasar dalam usaha menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an adalah sebagai
berikut:
1. Kalamullah, artinya menafsirkan al-Qur’an dengan al-Qur’an, karena
Allah yang menurunkannya maka Allah-lah yang lebih tahu apa yang
dikehendaki dalam ayat al-Qur’an. Disamping bahwa sebagian alQur’an menafsirkan sebagian yang lain. Mengingat bahwa apa yang
dijelaskan secara global dalam satu ayat bisa jadi dirinci dalam ayat
yang lain.
2. Sunnah Nabawiyyah, artinya menafsirkan al-Qur’an dengan hadits
atau sunnah, karena Nabi Muhammad adalah orang yang langsung
diberi wahyu oleh Allah sehingga dia merupakan manusia yang paling
mengerti apa yang dikehendaki oleh Kalamullah. Hal ini sesuai sesuai
dengan kehendak Allah SWT yang tertuang dalam al-Qur’an surat anNahl (16) : 44 sebagai berikut :




    
.  
Artinya : “Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu
menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada
mereka dan supaya mereka memikirkan”. (Q.S. 16 : 44)
Oleh karena itu Nabi SAW bersabda :

‫ع رن ع ربد الرحمن ب ر‬
‫ن‬
‫م ل‬
‫ن ال ل ب‬
‫ق ر‬
‫ن أببي ع رول ن‬
‫ف عر ل‬
‫دام ب لبمم ب‬
‫ل ل ب ن ل ر ب ل ب‬
‫ب ر‬
‫ه ع رل رليمهب‬
‫مع ل ب‬
‫دي ك ررب ر‬
‫ن رر ع‬
‫صمنلى الل ن ع‬
‫ر‬
‫ل الل ن هب ر‬
‫سمو ب‬
‫عم ل‬
‫ع‬
‫وسل نم أ رنه رقا ر ر‬
‫ه‬
‫ب ور ب‬
‫ت ال لك برتا ر‬
‫مث لل ر ع‬
‫ل أرل إ بجني أوبتي ع‬
‫ر ر ر ن ع‬
 Muhammad Ahmad Ma’bad, Op.Cit., hlm. 157
 Muhammad bin Saleh bin Muhammad al-Atsimin, Ushulu fi al-Tafsir,
Maktabah al-Islamiyah, 2001, hlm.25 dalam Maktabah Syamela v.3.48
 Muhammad Ahmad Ma’bad, Op.Cit., hlm. 157
 Departemen Agama, Al Qur’an dan Terjemahnya, Semarang; CV. Asy
Syifa’. 2001, hlm. 581

11

Artinya : “Dari 'Abdurrahman bin Abu Auf dari Al Miqdam bin Ma'di
Karib dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda:
"Ketahuilah, sesungguhnya aku diberi al-Qur'an dan yang semisal
bersamanya (as-Sunnah)
3. Kalam atau aqwal al-shahabah, artinya menafsirkan al-Qur’an dengan
qaul shahabah karena mereka adalah saksi hidup bagi kondisi dan
situasi yang melingkupi turunny al-Qur’an, paling tahu tentang tradisi
bangsa Arab pada saat itu. Mereka mempunyai kekhususan berupa
pemahaman yang sempurna, ilmu yang shahih, dan amal yang shaleh
beserta keihlasan yang sempurna kepada Allah dan Rasulullah.
Sebagaimana diriwayatkan oleh al-Hakim dalam Mustadraknya,
bahwa tafsir sahabat yang menyaksikan proses turunnya wahyu adalah
marfu’ karena mereka generasi awal yang terpercaya dalam menjaga
Risalah Islam. Imam Ahmad dalam Musnadnya menceritakan bahwa
para sahabat yang belajar kepada Nabi tidak akan lebih dari sepuluh
ayat, sehingga mereka mengetahui ilmu dan amal yang terkandung di
dalamnya.
4. Qaul tabi’in, artinya menafsirkan ayat al-Qur’an berdasarkan
pendapat Tabi’in, karena mereka sangat memperhatikan tafsir dari
para sahabat, mengingat mereka generasi terbaik setelah sahabat, dan
keahlian mereka dalam bahsa arab tentunya belum banyak berubah,
dan mereka dekat pemahamannya terhadap ayat al-Qur’an ketimbang
generasi setelah mereka. Banyak dari kalangan ulama yang apabila
tidak menemukan sumber tafsir dari Kitabullah, Sunnah atau Qaul
sahabat, maka mereka merujuk kepada qaul tabi’in, diantara mereka
adalah Imam Mujahid, Sa’id bin Jubair, ‘Ikrimah, ‘Atho bin Abi
Rabbah, Qatadah dan Hasan Bashri.

 Lidwa Pustaka Program Ensiklopedi Hadits, dalam Sunan Abu Daud
no. 3988, dalam musnad Imam Ahmad no. 16546
 Muhammad Ahmad Ma’bad, Op.Cit., hlm. 158
 Lidwa Pustaka Program Ensiklopedi Hadits, dalam musnad Imam
Ahmad no. 22384
 Muhammad bin Saleh bin Muhammad al-Atsimin, Op.Cit., hlm. 26
 Muhammad Ahmad Ma’bad, Loc.Cit.

12

5. Makna syar’iyyah atau lughawiyah yang dikehendaki oleh ayat
dengan mempertimbangkan kontekstual ayat. Hal ini sebagaimana
ditegaskan dalam Q.S. an-Nisa’(4) : 105 , Q.S. az-Zukhruf (43) : 3 
dan Q.S. Ibrahim : 3.

Hal ini membutuhkan keahlian khusus

dibidang Bahasa Arab dan ilmu-ilmu pendukung lainnya.
Apabila ada pertentangan dua makna dalam satu kata, maka yang
diambil adalah makna syar’i karena al-Qur’an diturunkan untuk
menjelaskan syariat bukan makna kata, kecuali ada dalil yang
merajihkan makna kata yang terkandung tersebut. Contohnya adalah
pertentangan kata as-salat dalam Q.S. at-Taubah (9) : 84 , kata salat
dari segi bahasa berarti mendo’akan, sedangkan dalam arti syara’
berarti menyalati atau menyembahyangkan jenazahnya. Dalam hal ini
yang diambil adalah makna syara’nya.
Kalau sumber-sumber tafsir tersebut dipegang secara konsisten
oleh para mufassir maka akan menghasilkan penafsiran yang hidup. Ini
tersirat dalam ungkapan sebagian ulama al-Qur’an nuzul wa tanazzul, fa
 Q.S. an-Nisa’ : 105
     








 
Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan
membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan
apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu
menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela)
orang-orang yang khianat.
 Q.S. az-Zukhruf (43) : 3
     
Sesungguhnya Kami menjadikan Al Quran dalam bahasa Arab supaya
kamu memahami(nya).
 Q.S. Ibrahim (14) : 3
      
        
    
Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa
kaumnya[779], supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang
kepada mereka. Maka Allah menyesatkan[780] siapa yang Dia
kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki.
dan Dia-lah Tuhan yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.
 Q.S. at-Taubah (9) : 84
      
dan janganlah kamu sekali-kali menyembahyangkan (jenazah) seorang
yang mati di antara mereka, …
 Muhammad bin Saleh bin Muhammad al-Atsimin, Op.Cit., hlm. 27

13

al nuzul qad madla wa al tanazzul baqin ila qiyam al sa’ah. Bahwa alQur’an dapat dipahami dan tafsirkan secara tektual dan kontekstual.
Pemahaman

al-Qur’an

secara

tekstual

telah

berlalu,

sedangkan

pemahaman secara kontekstual akan terus berlangsung sepanjang masa
sesuai perkembangan zaman.
III. KESIMPULAN
Dari pembahasan mengenai tafsir dan ta’wil di atas dapat disimpulkan
bahwa:
Dari bebarapa pendapat tentang pengertian tafsir secara etimologi,
dapat diketahui bahwa tafsir berarti usaha menjelaskan, menerangkan,
menyingkap dan mengungkap makna lafadz, adapun secara terminologi yaitu
ilmu untuk memahami, menjelaskan, mengungkap makna-makna terdalam
yang terkandung dalam lafadz-lafadz ayat al-Qur’an dengan didukung ilmuilmu terkait. Sedangkan ta’wil berarti usaha mencari makna lain yang tersirat
dari lahiriyah ayat.
Perbedaan antara tafsir dan ta’wil terletak pada yaitu orientasi, aktifitas,
obyek dan sumbernya. Tetapi pada kenyataannya banyak produk tafsir yang
dalam karyanya melampaui makna tafsir sehingga merambah pada wilayah
tafsir. Demikian juga ta’wil, yang seharusnya orang mena’wili mimpi tetapi
dikatakan tafsir mimpi.
Sumber-sumber tafsir ada lima yaitu secara urutan adalah kitabullah, assunnah, qaul sahabat, qaul tabi’in dan makna yang dikehendaki oleh ayat
(makna syar’i atau lughawi).
Kegiatan penafsiran terhadap kitab suci al-Qur’an akan terus berlanjut,
dan berkembang sepanjang zaman.
IV. PENUTUP
Puji syukur makalah ini dapat selesai, walaupun saya menyadari betul
banyak kekurangan dan jauh dari sempurna oleh karena itu kritik dan saran

 Akhmad Arif Junaidi, Pembaruan
Semarang, CV. Gunungjati, 2000, hlm. 22-23

14

Metodologi

Tafsir al-Qur’an,

sangat saya harapkan demi perbaikan kajian yang sederhana ini. Semoga
bermanfaat. Amiin

15