PERAN NEGARA NEGARA BESAR DI ASIA TENGGA

MAKALAH KELOMPOK
PERAN NEGARA-NEGARA BESAR DI ASIA TENGGARA PASCA
KOLONIALISME
Mata Kuliah :
Hubungan Internasional di Asia Tenggara

Disusun Oleh :


Dwi Rachmawati (2011230001)



Redita Adenisty (2011230006)



Fransisca Shintawati K. (2011230072)




Anissa Cinde K. (2011230084)

BAB 1
Pendahuluan

1.1.

Latar Belakang
Dalam pembahasan mengenai peran negara-negara besar di kawasan Asia Tenggara
pasca kolonialisme, maka fokus pembahasan pun akan secara otomatis tertuju pada
peristiwa pasca Perang Dunia II. Hal ini disebabkan oleh fakta yang ada bahwa banyak
negara-negara di kawasan Asia Tenggara yang baru terbebas dan merdeka dari penjajahan
karena masa kolonialisme dan imperialisme ini berakhir seiring dengan selesainya Perang
Dunia II. Fenomena umum setelah Perang Dunia II (PD II) adalah pesatnya pertumbuhan
kerjasama regional yang sifatnya merata di seluruh kawasan dunia. Hal ini disebabkan
karena kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang telah membuat dunia bertambah
kecil, sehingga hampir menghilangkan jarak-jarak antarnegara (Sabir, 1992).
Dalam keadaan demikian, tidak ada lagi satu bangsa atau negara yang dapat
melepaskan diri dari perkembangan yang tengah terjadi di dunia internasional. Hubungan
yang ‘mau tidak mau’ harus terjalin erat antarnegara, serta kehidupan negara dan bangsa

yang saling bergantung satu sama lainnya, menuntut adanya kerjasama antar bangsa-bangsa
dalam suatu sistem kerjasama yang berskala kawasan (regional). Bagi negara-negara kecil,
terlebih yang memiliki posisi penting karena letak negaranya yang strategis ataupun karena
memiliki sumber daya alam yang berlimpah, akan mempunyai kesempatan yang lebih baik
dalam menghadapi tekanan negara-negara besar bila mereka bernaung dalam sebuah
kelompok. Mereka akan lebih mampu memperkuat posisi tukar (bargaining position)
dalam menghadapi raksasa ekonomi dunia, seperti Amerika Serikat, Cina, Jepang dan
Australia, yang notabenenya pada saat itu tengah menduduki posisi penting di Asia
Tenggara pasca PD II (Ibid, 1992).
Organisasi regional pertama yang dikenal oleh negara-negara Asia Tenggara adalah
SEATO (South East Asia Treaty Organization). Disinilah awal mula Amerika Serikat (AS)
mulai merambah kawasan Asia Tenggara. Melalui SEATO, AS berupaya untuk
membendung pengaruh komunis di kawasan Asia sehingga lebih merupakan prakarsa dari
luar kawasan Asia Tenggara (Cipto, 2007: 12). Sedangkan organisasi pertama yang

sepenuhnya dibentuk oleh negara-negara Asia Tenggara adalah ASA (Association of
Southeast Asia) pada 1961 yang beranggotakan Malaysia, Philipina dan Thailand. Tak
bertahan lama, kemudian dibentuklah MAPHILINDO (Malaysia, Philipina dan Indonesia)
yang kembali bernasib sama seperti ASA dikarenakan konflik yang terjadi antara Malaysia
dan Indonesia.

Saat Indonesia dipimpin oleh Soeharto yang cenderung anti komunis, Indonesia
kembali berpeluang untuk terlibat dalam perkembangan dikawasan Asia Tenggara.
Indonesia, bersama dengan empat negara lainnya, yaitu Malaysia, Thailand, Singapura, dan
Philipina memprakarsai berdirinya ASEAN (Association South East Asian Nations) pada
tahun 1967 (Ibid, 2007: 13). Tak lama kemudian bergabunglah lima negara lainnya yaitu
Myanmar, Laos, Kamboja, Brunei Darussalam, dan Vietnam, dan baru-baru ini Timor Leste
dan Papua Nugini turut bergabung dalam ASEAN. Jika kita berbicara mengenai kawasan
Asia Tenggara, maka perhatian bahasan selanjutnya juga tak akan lepas dari pembahasan
tentang ASEAN. ASEAN sendiri dibentuk antara lain untuk menumbuhkan dan
mengembangkan otonomi regional mengingat besarnya dampak negatif dari
ketergantungan yang berlebihan terhadap negara-negara besar (Ibid, 2007: 163).

BAB 2
ASEAN DENGAN AMERIKA SERIKAT, CINA, JEPANG SERTA AUSTRALIA

Berakhirnya Perang Dunia II melahirkan negara Dunia Ketiga di kawasan Asia Tenggara
yang baru saja merdeka terlepas dari penjajahan. Kolonialisme Barat memberikan pengaruh
terhadap pembentukan negara merdeka beserta bentuk dan sistem pemerintahan yang bekerja di
dalamnya. Pasca kolonialisme, negara-negara ini kemudian bersepakat untuk menentukan nasib
bangsa mereka sendiri. Adanya Perang Dingin yang terjadi antara tahun 1947-1991 memiliki

implikasi tersendiri terhadap negara Asia Tenggara. Adam Malik, yang pada saat itu menjabat
sebagai Menteri Luar Negeri RI, berpendapat bahwa kawasan Asia Tenggara yang terwakili oleh
ASEAN merupakan tempat bertemunya kepentingan negara-negara besar (Ibid, 2007: 42). Jadi,
sungguh tak mengherankan jika negara-negara maju seperti AS, Cina, Jepang dan Australia ingin
ikut andil dalam proses pengembangan dalam kubu ASEAN.
Hubungan Internasional di Asia tenggara setelah berakhirnya PD II ditandai dengan
terjadinya perang Vietnam dan invasi Vietnam ke Kamboja serta upaya pembentukan organisasi
regional. Sejak PD II berakhir Asia Tenggara adalah subsistem dari tatanan global yang mana ada
peran AS, Uni Soviet dan Cina menjadi pembentuk utama dinamika Hubungan Internasional di
kawasan ini. Negara-negara dikawasan Asia Tenggara sebenarnya berusaha menghindar dari
jepitan persaingan keras antara Uni Soviet, yang berambisi menyebarkan komunisme di kawasan
tersebut, dengan AS yang bersemangat untuk menghalau pengaruh komunisme agar tidak
menyebar luas dikawasan Asia Tenggara (Ibid, 2007:163-164).
2.1.

Peran Amerika di Asia Tenggara (Studi Kasus: Perang Vietnam)
Sesudah PD II, kehadiran AS dikawasan Asia Tenggara sangat menonjol diantara
negara-negara besar lain. Kehadiran AS sangat dominan di kawasan ini. Campur tangan AS
dikawasan ini dimulai dari adanya konflik perang saudara yang terjadi di Vietnam.
Pertemuan kepentingan negara besar ini terlihat secara jelas di Vietnam yang saat itu

menjadi perebutan pengaruh wilayah antara Amerika Serikat dan Uni Soviet. Vietnam
terbagi menjadi 2 bagian yaitu Republik Demokrasi Vietnam (Vietnam Utara) yang
berpaham komunis dipimpin oleh Ho Chi Minh dan Vietnam Selatan didukung oleh

Perancis dan Inggris. Vietnam Utara dikomandoi oleh Uni Soviet, sedangkan Vietnam
Selatan yang liberalis memperoleh bantuan dari Amerika Serikat. Pada tahun 1959, perang
saudara yang terjadi di antara keduanya menimbulkan banyak kerugian yang berujung pada
kekalahan Amerika Serikat. Akhirnya AS terlibat dalam perang Vietnam dan melakukan
pemboman besar- besaran terhadap basis Vietnam Utara pada tahun 1965. Akan tetapi tak
lama kemudian Vietnam Utara berhasil mengalahkan pasukan AS dan pasukan AS pun
berangsur- angsur menarik mundur pasukannya. Pasukan Vietnam Utara akhirnya berhasil
merebut ibukota Vietnam Selatan, Saigon, dan akhirnya Republik sosialis Vietnam
didirikan pada tahun 1975.
Setelah kejadian konflik ini, terdapat banyak fakta yang mencatat liku perjalanan
AS dalam upayanya untuk berkontribusi dalam proses pengembangan, baik dari sektor
politik dan ekonomi, negara-negara di kawasan Asia Tenggara, seperti halnya konflik Laut
Cina Selatan, penempatan basis militer AS di Philipina, dan lain sebagainya. Hal ini
dilakukan AS guna melancarkan aksi pencapaian kepentingan nasionalnya dan menjaga
eksistensi AS sebagai negara adidaya yang memenangkan PD II.
2.2.


Peran Cina di Asia Tenggara (Studi Kasus: Usaha Cina dalam Melakukan Kerjasama
dengan ASEAN)
Hubungan Cina dan ASEAN ditandai dengan kecurigaan satu sama lain pada awalnya.
Negara- negara ASEAN juga mencurigai Cina sebagai induk dari gerakan komunis di Asia
Tenggara. Lebih dari itu mayoritas penduduk negara- negara ASEAN sendiri adalah
Muslim dan Kristen. Sementara Cina adalah komunis atheis. Tidak mengherankan jika
ideologi dan agama menjadi penghalang Cina bagi ASEAN pada awalnya. Hingga dekade
70-an Cina tidak menarik perhatian negara- negara ASEAN sebagai model yang dapat
ditiru walaupun barang- barang produk Cina sudah memasuki pasar Asia Tenggara.
Titik perubahan hubungan ASEAN- Cina dimulai setelah Deng Xiou Ping melancarkan
reformasi ekonomi politik sejak akhir dekade 70-an, Deng membuat Cina mulai terbuka
dengan dunia luar dan membuka pintu bagi investasi asing. Cina mulai mendekati ASEAN
dengan dukungan gerakan komunis di negara- negara ASEAN. Upaya pertama dilakukan
dengan menutup Radio Rakyat Thailand di provinsi Yunan tahun 1979. Kebijakan ini
mengurangi pengaruh Cina terhadap gerakan komunis di Thailand. Tahun 1983 Cina

kembali menutup siaran radio komunis (Suara Demokrasi Malaya), ini juga merupakan
langkah- langkah awal yang diambil Cina untuk membuka hubungan dengan ASEAN dan
sekaligus mengimbangi kehadiran Uni Soviet yang mendukung invasi Vietnam ke

Kamboja.
Pada Juli 1951 Menteri Luar Negeri Cina, Qian Qi Chen, menghadiri pembukaan
ASEAN Ministerial Meeting ke 24. Cina memanfaatkan moment ini untuk menyampaikan
niatnya untuk bekerja sama dengan ASEAN yang ditanggapi positif oleh ASEAN dengan
memberikan status Mitra Konsultasi kepada Cina. Terobosan ini dimanfaatkan untuk segera
meningkatkan hubungan dengan ASEAN pada Juli 1996. Cina akhirnya mendapatkan
status penuh sebgai Mitra Dialog. Cina juga mulai terlibat dalam ASEAN Plus Three pada
1997, pertemuan ini sangat penting bagi Cina karena mempercepat pendekatan dengan
ASEAN yang diharapkan. Pertemuan puncak ASEAN- Cina akhirnya berlangsung pada
tahun 2003. Dalam pertemuan ini kedua belah pihak menandatangani kerangka
kesepakatan kerjasama ekonomi ASEAN- Cina yang merupakan persiapan perjanjian
perdagangan bebas ASEAN- Cina yang diharapkan akan terealisir dalam waktu 10 tahun.
2.3.

Peran Jepang di Asia Tenggara (Studi Kasus: Pengembalian Citra Jepang)
Dibandingkan dengan bangsa-bangsa Barat (Belanda, Perancis, Spanyol, Portugis, dan
Amerika, Jepang belum terlalu lama menjalin hubungan dengan negara-negara di Asia
Tenggara yang merupakan kawasan dimana negara-negara inti berada di ASEAN.
Sekalipun demikian, Jepang adalah satu-satunya bangsa dari Asia yang pernah menjajah
negara sesama di kawasan Asia Tenggara. Walaupun hanya bertahan kurang dari empat

tahun, akan tetapi Jepang tetap saja meninggalakan kesan dan ingatan yang teramat buruk
bagi bangsa Asia Tenggara. Jepang adalah mantan penjajah tetapi gagal menanamkan
pengaruh budayanya di kawasan Asia Tenggara. Perilaku kejam Jepang di masa PD II tidak
hanya dirasakan dan diingat oleh negara-negara Asia Tenggara tetapi juga masih
membayangi ingatan lalu bangsa Cina dan Korea Selatan. Hal ini menunjukkan dengan
jelas betapa Jepang tetap dikenang sebagai negara penjajah yang jahat dan sulit dimaafkan
walaupun pemerintah Jepang selalu berusaha untuk menghilangkan masa lalu tersebut
dengan berbagai cara, antara lain, dengan tetap menaati konstitusi yang melarang Jepang
untuk mempersenjatai diri (Konstitusi Jepang artikel 9).

Politik luar negeri Jepang pasca PD II terhadap Asia khususnya Asia Tenggara, lebih
banyak diperuntukkan untuk kepentingan ekonomi Jepang. Kehancuran Jepang pasca PD
II, menjadikan urusan pembangunan ekonomi menempati urutan pertama dalam pemikiran
para pengambil keputusan luar negeri Jepang. Jepang banyak menolak ajakan Amerika
untuk terlibat dalam beberapa perang penting agar tetap fokus pada upaya memperkuat
perekonomian Jepang. Sepanjang dekade 50-an hingga 60-an Jepang mulai mengalirkan
bantuan ekonomi ke Asia Tenggara. Disamping upaya Jepang memberikan kompensasi
bagi negara bekas jajahannya, Jepang juga menyiapkan Asia Tenggara sebagai salah satu
pasar bagi ekspor barang-barang yang diproduksinya. Sebagai contoh, Jepang membantu
pembangunan transportasi yang diarahkan untuk membantu Asia Tenggara sekaligus

memperlancar aliran masuk barang-barang ekspornya.
2.4.

Peran Australia di Asia Tenggara (Studi Kasus: Menjalin Kerjasama dengan ASEAN)
Peran Australia dalam kawasan Asia Tenggara telah bermula sejak dibentuknya
Five Power Defence Arrangements (Susunan Lima Kekuatan Pertahanan). Australia
sebagai bekas jajahan Inggris juga secara otomatis memiliki hubungan dengan anggota
persemakmuran, yakni Malaysia dan Singapura. Dalam kerangka kerjasama keamanan ini,
Singapura adalah negara anggota ASEAN yang memiliki hubungan paling erat dengan
Australia. Sebagai negara kecil, Singapura sudah tentu paling membutuhkan perlindungan
Australia dan juga AS dari ancaman negara-negara tetangga yang besar seperti Indonesia
dan Malaysia. Oleh karena itu, Singapura-lah negara yang paling banyak membina
hubungan militer dengan Australia dibanding dengan negara anggota ASEAN lainnya.
Hubungan Australia – ASEAN sempat memanas akibat munculnya dukungan total
Australia terhadap kampanye penyerbuan Amerika ke Afghanistan dan Irak. Akibatnya,
tumbuh semacam kesan dikalangan negara anggota ASEAN bahwa Australia cenderung
bertindak sebagai kaki tangan AS di Asia. Sekalipun demikian, Australia berusaha keras
untuk tidak sepenuhnya terisolir dari tetangganya di kawasan Asia Tenggara dan berusaha
untuk tidak tergantung sepenuhnya pada AS. Untuk mengurangi ketegangan yang
menyelimuti hubungan Australia-ASEAN pasca invasi Irak dan Afghanistan, Australia

menjadikan hubungan kerjasama dengan Indonesia sebagai salah satu jalan keluarnya.

Perdana Menteri Australia menyempatkan diri hadir dalam peresmian pemerintahan
baru Indonesia dibawah kepemimpinan presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Australia
juga aktif membantu beberapa negara dikawasan Asia Tenggara saat bencana tsunami
melanda pada akhir tahun 2004. Interaksi dibidang non politik ini, diharapkan akan
mengurangi ketegangan hubungan dengan negara-negara ASEAN lainnya.

BAB 3
Penutup

Kesimpulan:
Kepentingan negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Cina, Jepang dan Australia guna
memenuhi kepentingan nasional negara masing-masing terhadap negara-negara di kawasan Asia
Tenggara, yang terwakili oleh organisasi internasional ASEAN, memang sangat jelas terlihat. Hal
ini dapat dimaknai dari sekian banyak upaya-upaya yang mereka lakukan guna menjaga hubungan
kerjasama dengan negara-negara anggota ASEAN terkait agar tetap berjalan lancar sebagaimana
mestinya seperti yang mereka inginkan, terlepas dari banyaknya konflik yang terjadi di dalam
kubu ASEAN sendiri.
Negara-negara di kawasan Asia Tenggara ini memang masih tergolong sebagai negara

berkembang (negara-negara Dunia Ketiga) yang pada saat itu baru saja mulai bangkit terlepas dari
era kolonialisme dan imperialisme. Implikasinya terlihat dalam peranan penting Amerika Serikat
dan negara-negara maju lainnya untuk membantu kelangsungan perekonomian negara-negara
Dunia Ketiga tersebut yang tergolong baru dan masih miskin (Kolko, 1969). Industrialisasi negara
besar khususnya berkembang amat pesat seiring dengan perbaikan stabilitas dunia, yang tentu
memerlukan sumber bahan industri.
Ketergantungan negara-negara kecil yang ada di kawasan Asia Tenggara ini terhadap
bantuan dari negara-negara besar terus meningkat akibat kemiskinan yang tidak kunjung berakhir.
Namun hal ini tidak terjadi di semua negara kawasan Asia Tenggara karena beberapa negaranya
merupakan negara industri, seperti Singapura.
Banyak negara-negara maju yang memilih untuk berinvestasi di negara berkembang,
khususnya di negara yang berada di kawasan Asia Tenggara. Pembangunan di negara berkembang
terus ditingkatkan seiring dengan banyaknya perusahaan yang bermunculan melalui besarnya
investasi. Hal ini pada akhirnya akan memperkuat hegemoni negara-negara maju dalam
berinteraksi dalam kancah internasional.

DAFTAR PUSTAKA



Sabir, M. 1992. ASEAN: Harapan dan Kenyataan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.



Cipto, Bambang. 2007. Hubungan Internasional di Asia Tenggara: Teropong Terhadap
Dinamika, Realitas, dan Masa Depan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.



Kolko, Gabriel. (1969). The Roots of American Foreign Policy. Boston: Beacon Press.



Tarling, Nicholas. 1999. The Cambridge of Southeast Asia Vol. Three, From 1800 to the 1930.
Cambridge: Cambridge University Press.