KEEFEKTIFAN MODEL EXPLICIT INSTRUCTION TERHADAP HASIL BELAJAR SENI BUDAYA DAN KETERAMPILAN KARYA TOPENG KELAS V SDN GUGUS SRIKANDI KOTA SEMARANG

(1)

KEEFEKTIFAN MODEL

EXPLICIT INSTRUCTION

TERHADAP HASIL BELAJAR SENI BUDAYA DAN

KETERAMPILAN KARYA TOPENG KELAS V SDN GUGUS

SRIKANDI KOTA SEMARANG

Skripsi

Diajukan sebagai salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Oleh: SIWI MITAYANI

NIM 1401412156

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


(2)

(3)

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi berjudul “Keefektifan Model Explicit Instruction terhadap Hasil belajar Seni Budaya dan Keterampilan Karya Topeng Kelas V SDN Gugus Srikandi Kota Semarang”, ditulis oleh Siwi Mitayani, NIM 1401412156 telah disetujui oleh dosen pembimbing untuk diajukan ke Sidang panitia Ujian Skripsi Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang pada:

hari : Rabu tanggal : 27 Juli 2016


(4)

(5)

iv

MOTO DAN PERSEMBAHAN

MOTO

Musuh yang paling berbahaya di atas dunia ini adalah penakut dan bimbang. Teman yang paling setia, hanyalah keberanian dan keyakinan yang teguh

PERSEMBAHAN

Tanpa mengurangi rasa syukur penulis kepada Allah Swt. karya tulis ini dipersembahkan untuk :

1. Ayahanda dan ibunda tercinta (Bapak Nurpatoni dan Ibu Nur Azizah), terimakasih atas kasih sayang, doa, semangat, motivasi, dan dukungan yang selalu menyertai langkahku


(6)

v

PRAKATA

Puji syukur peneliti ucapkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat, taufik, hidayah, dan inayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Keefektifan Model Explicit Instruction terhadap Hasil Belajar Seni Budaya dan Keterampilan Karya Topeng Siswa kelas V SDN Gugus Srikandi Kota Semarang”.

Penelitian ini tidak terlepas dari bimbingan, bantuan, dan sumbang saran dari segala pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum, Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan untuk bisa belajar di kampus tercinta ini; 2. Prof. Dr. Fakhrudin, M.Pd., Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas

Negeri Semarang yang telah memberikan ijin dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini;

3. Drs. Isa Ansori, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kelancaran dalam melaksanakan penelitian;

4. Dra. Yuyarti, M.Pd., dosen pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, dan motivasi kepada peneliti;

5. Harmanto, S.Pd, M.Pd., dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan motivasi kepada peneliti;


(7)

vi

6. Dr. Deni Setiawan, S.Sn., M.Hum., dosen penguji utama yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, masukan tentang ilmu seni rupa dan motivasi kepada peneliti;

7. Akhmad Mahfud, S.Pd., Kepala Sekolah SDN kandri 01 yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian;

8. Eko Prapti, S.Pd. SD., Guru Kelas V SDN Kandri 01 yang telah membantu peneliti dalam proses pembelajaran;

9. Bagiyono, M.Pd., Kepala Sekolah SDN Pongangan yang telah memberikan ijin untuk penelitian;

10. Siti Rohmah, S.Pd., Guru Kelas V SDN Pongangan yang telah membantu peneliti dalam kegiatan pembelajaran

Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia pada umumnya dan bermanfaat bagi para pembaca.

Semarang, 24 Juli 2016


(8)

vii

ABSTRAK

Mitayani, Siwi. 2016. Keefektifan Model Explicit Instuction terhadap Hasil Belajar Seni Budaya dan Keterampilan Karya Topeng Siswa kelas V SDN

Gugus Srikandi Kota Semarang. Skripsi. Jurusan Pendidikan Sekolah Dasar,

Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing: Dra. Yuyarti, M.Pd, Harmanto, S.Pd, M.Pd. 332 Halaman.

Pembelajaran Seni Budaya dan Keterampilan (SBK) Karya Topeng di kelas V SDN Gugus Srikandi berdasarkan pra penelitian hasil belajar siswa belum mencapai KKM. SD kandri 1 55,8 % belum mencapai KKM dan 44,2% sudah mencapai KKM. SD Pongangan 60% belum mencapai KKM dan 40% sudah mencapai KKM. Selama pembelajaran guru menggunakan metode ceramah mengakibatkan hasil belajar SBK belum optimal. Oleh karena itu guru perlu menggunakan model pembelajaran mengedepankan kegiatan praktik. Dapat dirumuskan masalah, bagaimanakah keefektifan model Explicit Instruction terhadap hasil belajar SBK materi karya topeng siswa kelas V SDN Gugus Srikandi. Tujuan penelitian untuk menguji keefektifan model explicit instruction terhadap hasil belajar SBK materi Karya Topeng kelas V SDN Gugus Srikandi.

Jenis penelitian yang digunakan eksperimen semu, desain penelitian

pretest-postest control group design, populasi seluruh siswa kelas V SDN Gugus

Srikandi, sampel menggunakan teknik cluster sampling hasil SDN Kandri 1 sebanyak 34 siswa sebagai kelas eksperimen dan SDN Pongangan terdiri dari 30 siswa sebagai kelas kontrol. Teknik pengumpulan data tes, observasi, dan dokumentasi. Analisis data menggunakan uji kolmogorov semirnov untuk normalitas data, uji levene untuk uji homogenitas dan uji independent sample t-test untuk uji hipotesis karena sampel berdistribusi normal dan homogen. Semua perhitungan menggunakan bantuan program SPSS versi 21

Hasil uji independent sample t-test Harga t-hitung < t-tabel (1,008 < 1,980) dan signifikansi (0,317 > 0,05) artinya Ho diterima, sehingga tidak ada perbedaan rata-rata hasil belajar SBK materi karya topeng antara kelas eksperimen dan kontrol pada saat pretest. Hasil posttest menunjukkan harga t-hitung > t-tabel (8,377 > 1,980) dan signifikansi (0,00 < 0,05), artinya Ha diterima sehingga ada perbedaan rata-rata skor posttest materi karya topeng nusantara antara kelas kontrol dan eksperimen, rata-rata skor posttest kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol dibuktikkan adanya (mean difference) sebesar 19,7. Besar peningkatan kelas eksperimen terlihat pada rata-rata gain 0,555 (kategori sedang) dan kelas kontrol 0,159 (kategori rendah) . Aktivitas siswa pada kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol.

Jadi dapat disimpulkan, model explicit instruction lebih efektif digunakan pada pembelajaran SBK materi Karya Topeng dibandingkan dengan metode ceramah.


(9)

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...

1. PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN ... i

2. PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

3. PENGESAHAN KELULUSAN ... iii

4. MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

5. PRAKATA ... v

6. ABSTRAK ... vii

7. DAFTAR ISI ... viii

8. DAFTAR TABEL ... xiii

9. DAFTAR GAMBAR ... xiv

10. DAFTAR BAGAN ... xv

11. DAFTAR DIAGRAM ... xvi

12. DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan ... 8

1.4 Manfaat ... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 11

2.1 Kajian Teori ... 11


(10)

ix

2.1.1.1 Prinsip Belajar ... 12

2.1.1.2 Faktor yang Mempengaruhi Belajar ... 13

2.1.1.3 Teori Belajar ... 13

2.1.2 Pembelajaran ... 15

2.1.3 Aktivitas Belajar ... 19

2.1.4 Hasil Belajar ... 21

2.1.5 Mata Pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan di SD ... 23

2.1.6 Pengertian Seni ... 24

2.1.7 Periodisasi Seni Rupa Anak ... 25

2.1.8 Pembelajaran Seni Rupa di SD ... 26

2.1.9 Materi Karya Topeng di SD ... 28

2.1.9.1 Bentuk Karakter Topeng ... 29

2.1.9.2 Jenis Karakter dan Teknik Pembuatan Topeng ... 31

2.1.9.3 Teknik Pembuatan Topeng ... 33

2.1.9.4 Sketsa Pengembangan Simbol pada Topeng ... 36

2.1.9.5 Komposisi ... 38

2.1.9.6 Berbagai Bentuk Topeng ... 38

2.1.9.7 Aneka Topeng Nusantara dalam Pertunjukkan ... 42

2.1.9.8 Pembuatan Topeng Bahan Koran Bekas ... 43

2.1.10 Metode Ceramah ... 44

2.1.11 Pengertian Model Pembelajaran ... 45

2.1.12 Model Pembelajaran Explicit Instruction ... 46


(11)

x

2.3 Kerangka Berpikir ... 52

2.4 Hipotesis Penelitian ... 53

BAB III METODE PENELITIAN ... 54

3.1 Jenis dan Desain Penelitian ... 54

3.1.1 Jenis Penelitian ... 54

3.1.2 Desain Penelitian Eksperimen ... 54

3.2 Prosedur Penelitian ... 55

3.3 Subjek, Lokasi dan Waktu Penelitian ... 56

3.3.1 Subjek Penelitian ... 56

3.3.2 Lokasi Penelitian ... 56

3.3.3 Waktu Penelitian ... 56

3.4 Populasi dan Sampel Penelitian ... 56

3.4.1 Populasi ... 57

3.4.2 Sampel ... 58

3.5 Variabel Penelitian ... 58

3.5.1 Variabel Bebas ... 58

3.5.2 Variabel terikat ... 58

3.5.3 Definisi Operasional Variabel ... 59

3.6 Teknik Pengumpulan Data ... 60

3.6.1 Observasi ... 60

3.6.2 Dokumentasi ... 60

3.6.3 Tes ... 61


(12)

xi

3.7.1 Uji Coba Instrumen ... 61

3.7.2 Validitas ... 62

3.7.3 Reliabilitas ... 65

3.7.4 Taraf Kesukaran Soal ... 66

3.7.5 Daya Beda Soal ... 67

3.8 Analisis Data ... 69

3.9 Analisis Data Awal ... 69

3.10 Analisis Data Akhir ... 72

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 77

4.1 Hasil Penelitian ... 77

4.1.1 Uji Normalitas Pretest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 77

4.1.2 Uji Homogenitas Pretest Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen . 78 4.1.3 Uji Perbedaan Rata-rata Pretest Kelas Kontrol dan Eksperimen 79 4.1.4 Uji Normalitas Postest Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen ... 80

4.1.5 Uji Homogenitas Postest Kelas Kontrol dan Eksperimen ... 81

4.1.6 Uji Perbedaan Rata-rata PostestKelas Kontrol dan Eksperimen 82 4.1.7 Uji Gain ... 83

4.1.8 Aktivitas Siswa Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen ... 85

4.1.9 Deskripsi Proses Pembelajaran ... 91

4.2 Pembahasan ... 93

4.2.1 Pemaknaan Temuan Penelitian ... 94

4.2.1.1 Hasil Belajar Kognitif ... 94


(13)

xii

4.2.2 Implikasi Hasil Penelitian ... 98

4.2.2.1 Implikasi Teoritis ... 98

4.2.2.2 Implikasi Praktis ... 99

4.2.2.3 Implikasi Pedagogis ... 100

BAB V PENUTUP ... 102

5.1 Simpulan ... 102

5.2 Saran ... 103

DAFTAR PUSTAKA ... 104


(14)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Simbol Bentuk dan Karakter Topeng ... 35

Tabel 2.2 Sintaks Model Explicit Instruction ... 46

Tabel 3.1 Populasi Kelas V SDN Gugus Srikandi ... 57

Tabel 3.2 Rekapitulasi Validitas Soal Uji Coba ... 63

Tabel 3.3 Rekapitulasi Taraf kesukaran Soal Pretest Postest ... 67

Tabel 3.4 Kriteria Skor Gain ... 76

Tabel 4.1 Uji Normalitas Pretest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol 78 Tabel 4.2 Uji Homogenitas Pretest Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 79

Tabel 4.3 Uji Perbedaan Rata-Rata Pretest SDN Gugus Srikandi... 80

Tabel 4.4 Uji Normalitas Postest Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 80

Tabel 4.5 Uji Homogenitas Postest Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 81

Tabel 4.6 Uji Perbedaan Rata-rata Postest SDN Gugus Srikandi ... 82

Tabel 4.7 Kriteria Skor Gain ... 83

Tabel 4.8 Data Peningkatan Skor Pretest dan Postest ... 83

Tabel 4.9 Skor Aktivitas Belajar Siswa Kelas Kontrol ... 85


(15)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skema Karakter Wajah Manusia ... 29

Gambar 2.2 Karakteter Binatang... 30

Gambar 2.3 Topeng Imajinatif ... 31

Gambar 2.4 Topeng Karakter Baik ... 32

Gambar 2.5 Topeng Karakter Jahat ... 32

Gambar 2.6 Topeng Karakter Lucu ... 33

Gambar 2.7 Topeng Karakter Baik ... 34

Gambar 2.8 Topeng Karakter Jahat ... 34

Gambar 2.9 Topeng Ksatria ... 36

Gambar 2.10 Topeng Raja Jahat ... 37

Gambar 2.11 Bentuk Topeng Upacara Adat ... 39

Gambar 2.12 Topeng Barong ... 40

Gambar 2.13 Topeng Kelinci ... 41

Gambar 2.14 Topeng Penghias Wajah ... 41


(16)

xv

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Kerangka Berpikir ... 53

Bagan 3.1 Bentuk Pretest-Postest Control Grup Design ... 54

Bagan 3.2 Alur Penelitian Eksperimen ... 55


(17)

xvi

DAFTAR DIAGRAM

Diagram 4.1 Rata-rata Aktivitas Siswa Kelas Kontrol ... 86 Diagram 4.2 Rata-rata Aktivitas Siswa Kelas Eksperimen ... 88 Diagram 4.3 Aktivitas Siswa Kelas Kontrol dan Eksperimen ... 91


(18)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kisi-kisi Instrumen Pengambilan Data ... 108

Lampiran 2 Pedoman Indikator Aktivitas Siswa ... 110

Lampiran 3 Lembar Observasi Aktivitas Siswa... 111

Lampiran 4 Kisi-kisi Tes Unjuk Kerja ... 115

Lampiran 5 Rubrik Penilaian Hasil Karya Siswa ... 116

Lampiran 6 Pedoman Penilaian ... 117

Lampiran 7 Perangkat Pembelajaran Kelas V Semester 2 ... 119

Lampiran 8 Kisi-kisi Soal Tes Objektif ... 245

Lampiran 9 Soal Seni Budaya dan Keterampilan Materi Kaya Topeng .. 247

Lampiran 10 Rekapitulasi Hasil Uji Validitas Soal ... 258

Lampiran 11 Hasil Uji Reliabilitas Soal Tes Tertulis ... 259

Lampiran 12 Rekapitulasi Analisis Daya Beda Soal ... 262

Lampiran 13 Rekapitulasi Analisis Taraf Kesukaran Soal ... 263

Lampiran 14 Surat Keterangan Validasi Instrumen Penelitian ... 264

Lampiran 15 Soal Pretest dan Postest SBK ... 265

Lampiran 16 Nilai Pretest SBK Kelas Eksperimen SDN kandri 01 ... 273

Lampiran 17 Nilai Pretest Praktik SBK Kelas Eksperimen ... 274

Lampiran 18 Nilai Pretest SBK Kelas Kontrol SDN Pongangan ... 275

Lampiran 19 Nilai Pretest Praktik SBK Kelas Kontrol ... 276

Lampiran 20 Nilai Postest Kelas Eksperimen SDN Kandri 01 ... 277

Lampiran 21 Nilai Postest Praktik SBK Kelas Eksperimen ... 278


(19)

xviii

Lampiran 23 Nilai Postest Praktik SBK Kelas Kontrol ... 280

Lampiran 24 Nilai Tertinggi Pretest Tertulis Kelas Eksperimen ... 281

Lampiran 25 Nilai Terendah Pretest Tertulis Kelas Eksperimen ... 282

Lampiran 26 Nilai Tertinggi Pretest Tertulis Kelas Kontrol ... 283

Lampiran 27 Nilai Terendah Pretest Tertulis Kelas Kontrol ... 284

Lampiran 28 Nilai Tertinggi Pretest Praktik Kelas Eksperimen ... 285

Lampiran 29 Nilai Terendah Pretest Praktik Kelas Eksperimen ... 286

Lampiran 30 Nilai Tertinggi Pretest Praktik Kelas Kontrol ... 287

Lampiran 31 Nilai Terendah Pretest Praktik Kelas Kontrol ... 288

Lampiran 32 Nilai Tertinggi Postest Tertulis Kelas Eksperimen ... 289

Lampiran 33 Nilai Terendah Postest Tertulis Kelas Eksperimen ... 290

Lampiran 34 Nilai Tertinggi PostestTertulis Kelas Kontrol ... 291

Lampiran 35 Nilai Terendah PostestTertulis Kelas Kontrol ... 292

Lampiran 36 Nilai Tertinggi PostestPraktik Kelas Eksperimen ... 293

Lampiran 37 Nilai Terendah PostestPraktik Kelas Eksperimen ... 294

Lampiran 38 Nilai Tertinggi PostestPraktik Kelas Kontrol ... 295

Lampiran 39 Nilai Terendah Postest Praktik Kelas Kontrol ... 296

Lampiran 40 Uji Normalitas Data Pretest ... 297

Lampiran 41 Uji Homogenitas Data Pretest ... 298

Lampiran 42 Uji Normalitas Data Postest ... 299

Lampiran 43 Uji Homogenitas Data Postest ... 300

Lampiran 44 Uji Perbedaan Rata-rata Data Pretest ... 301


(20)

xix

Lampiran 46 Uji N-Gain Pretest Postest ... 303

Lampiran 47 Rekapitulasi Aktivitas Siswa Kelas Kontrol Pertemuan 1 .. 304

Lampiran 48 Rekapitulasi Aktivitas Siswa Kelas Kontrol Pertemuan 2 .. 305

Lampiran 49 Rekapitulasi Aktivitas Siswa Kelas Kontrol Pertemuan 3 .. 306

Lampiran 50 Rekapitulasi Aktivitas Siswa Kelas Kontrol Pertemuan 4 .. 307

Lampiran 51 Rekapitulasi Aktivitas Siswa Kelas Eksperimen Pertemuan 1 .308 Lampiran 52 Rekapitulasi Aktivitas Siswa Kelas Eksperimen Pertemuan 2 .309 Lampiran 53 Rekapitulasi Aktivitas Siswa Kelas Eksperimen Pertemuan 3 .310 Lampiran 54 Rekapitulasi Aktivitas Siswa Kelas Eksperimen Pertemuan 4 311 Lampiran 55 Hasil Observasi Pra Penelitian di SDN Gugus Srikandi .... 312

Lampiran 56 Uji Normalitas dan Homogenitas Pengambilan Sampel .... 317

Lampiran 57 Surat Ijin Penelitian SDN Kandri 01 ... 321

Lampiran 58 Surat Ijin Penelitian SDN Pongangan ... 322

Lampiran 59 Surat Keterangan Telah Penelitian SDN Kandri 01 ... 323

Lampiran 60 Surat Keterangan Telah Penelitian SDN Pongangan ... 324

Lampiran 61 Daftar Nama Siswa Kelas V SDN Kandri 01 ... 325

Lampiran 62 Daftar Nama Siswa Kelas V SDN Pongangan ... 327


(21)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pendidikan mempunyai peranan penting dalam perkembangan suatu bangsa, pemerintah sendiri telah mengatur pendidikan dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 Ayat 1 disebutkan:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar serta proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (Riduwan, 2009:153).

Pendidikan memiliki tujuan terhadap kemajuan bangsa tercantum dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 pasal 3, menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara demokratis memiliki sikap tanggungjawab.

Upaya untuk mencapai tujuan pendidikan nasional untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di era globalisasi dengan mewujudkan pelaksanaan pembelajaran yang baik, karena merupakan salah satu kegiatan utama dari sebuah pendidikan, sebagaimana telah diketahui pembelajaran adalah sebuah sistem terdiri dari berbagai komponen, maka untuk mencapai suatu pembelajaran berhasil, diperlukan kerjasama, dan keselarasan antar kommponen.


(22)

2

Menurut Peraturan Pemerintah nomor 32 tahun 2013 tentang standar nasional pendidikan menyebutkan, proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi siswa untuk berpatisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis siswa. Paparan peraturan pemerintah menyebutkan, siswa merupakan inti dari proses pembelajaran, sehingga guru perlu memahami dan mengerti kebutuhan siswa.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 37 Ayat 1, menyatakan Kurikulum Pendidikan Dasar dan Menengah wajib memuat: (a) Pendidikan Agama; (b) Pendidikan Kewarganegaraan; (c) Bahasa; (d) Matematika; (e) Ilmu Pengetahuan Alam; (f) Ilmu Pengetahuan Sosial; (g) Seni dan Budaya; (h) Pendidikan Jasmani dan Olahraga; (i) Keterampilan/Kejuruan; dan (j) Muatan Lokal.

Mengacu tujuan nasional pendidikan dan paparan mengenai muatan materi pelajaran maka pembangunan dalam dunia pendidikan perlu dilakukan berbagai upaya terutama pada muatan Seni Budaya dan Keterampilan sebagaimana yang diamanatkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Seni Budaya dan Keterampilan tidak terdapat dalam satu mata pelajaran karena budaya meliputi segala aspek kehidupan.

Pendidikan seni di sekolah dasar tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006 dengan sebutan Seni Budaya dan


(23)

3

Keterampilan (SBK). Mata pelajaran SBK memiliki tujuan agar peserta didik memiliki kemampuan: (1) memahami konsep pentingnya SBK; (2) menampilkan sikap apresiasi terhadap SBK; (3) menampilkan peran serta dalam SBK dalam tingkat lokal, regional maupun global (BSNP, 2006:192).

Berdasarkan ayat tersebut, Seni Budaya dan Keterampilan merupakan salah satu mata pelajaran yang terdapat pada kurikulum pendidikan, sehingga harus dipelajari oleh siswa. Seni Budaya dan Keterampilan (SBK) termasuk dalam kelompok mata pelajaran berbasis pelatihan rasa (Pamadhi, 2009: 11.9). Kelompok mata pelajaran pelatihan pengembangan rasa dikemas dengan melatih rasa sosial, ke-Tuhan-an, dan keindahan. Menurut Pamadhi (2009: 11.11) mata pelajaran SBK dalam kurikulum pendidikan berusaha mengembangkan rasa keindahan yang berguna bagi siswa, karena melalui mata pelajaran ini kemampuan kreasi siswa dapat dikembangkan. Proses berkarya siswa dapat menggerakkan seluruh indera rasa, pikir dan karsa. Ki Hajar Dewantara dalam Pamadhi (2009: 11.12) menyatakan seni yaitu segala perbuatan manusia yang timbul dari hidup perasaannya dan bersifat indah, sehingga dapat menggerakkan jiwa dan perasaan manusia.

Dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia pada kenyataannya masih dijumpai masalah. Hal ini diperkuat dengan paparan kajian kebijakan kurikulum seni budaya (Depdiknas, 2007: 2) menyatakan, seringnya perubahan nama pada mata pelajaran Pendidikan Seni menimbulkan banyak kebingungan, karena sebelum nama Seni Budaya, bernama Mata Pelajaran Kerajinan Tangan dan Kesenian (Kertangkes), Pendidikan Seni, Pendidikan Kesenian, dan Kesenian,


(24)

4

selain itu banyak istilah-istilah asing yang ada pada Standar Isi mata pelajaran Seni Budaya, dan kurangnya guru yang mempunyai latar belakang pendidikan seni, sehingga menimbulkan pernafsiran berbeda mengakibatkan pembelajaran dilakukan kurang menarik bahkan tidak bermakna. Maka sangat jelas pendidikan Indonesia memerlukan perbaikan khususnya mata pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan.

Kenyataan kualitas pembelajaran Seni Budaya dan Keterampilan belum maksimal juga dijumpai di SDN Gugus Srikandi. Berdasarkan hasil pra penelitian di SDN Gugus Srikandi dengan menggunakan data dokumentasi nilai hasil belajar SBK, wawancara, dan observasi menunjukkan pembelajaran Seni Budaya dan Keterampilan (SBK) belum maksimal, dikarenakan selama proses pembelajaran masih terdapat kendala dari keterampilan guru, aktivitas siswa, dan hasil belajar siswa. Kendala keterampilan guru yaitu: (1) guru dalam menyampaikan materi belum menggunakan model pembelajaran inovatif sehingga selama ini masih menggunakan ceramah; (2) pembelajaran masih berpusat pada guru; (3) guru belum maksimal dalam mempersiapkan materi pembelajaran; (4) ketika pembelajaran berlangsung tidak memberi bimbingan pelatihan kepada siswa, menyebabkan ketika praktik siswa merasa kebingungan, selain ketrampilan guru juga muncul aktivitas siswa yang kurang berperan aktif dalam pembelajaran Seni Budaya dan Keterampilan.

Permasalahan tersebut juga didukung dengan data kuantitatif yang diperoleh peneliti berupa data dokumen. Data dokumen nilai hasil belajar Seni Budaya dan Keterampilan kelas V semester 1 tahun ajaran 2015/2016 SDN Gugus Srikandi


(25)

5

menunjukkan pemahaman siswa terhadap mata pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan materi Karya Topeng Nusantara masih rendah, sehingga siswa belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal yang telah ditetapkan sekolah yaitu 65. Ditunjukkan data kelas V SDN Kandri 1 berjumlah 34 siswa, 19 siswa (55,88%) mendapatkan nilai di bawah KKM dan 15 siswa (44,22%) sudah mencapai KKM, kemudian data kelas V SDN Pongangan berjumlah 30 siswa , 18 siswa sebesar (60 %) mendapatkan nilai di bawah KKM dan 12 siswa (40%) sudah mencapai KKM data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 55.

Berdasarkan permasalahan diperoleh peneliti setelah melakukan pra penelitian, maka perlu dilaksanakan proses pembelajaran untuk menunjang kegiatan pembelajaran Seni Budaya dan Keterampilan dengan menggunakan model pembelajaran inovatif mengedepankan kreativitas guru terutama pada kegiatan pendemonstrasian materi serta pembimbingan latihan materi Karya Topeng.

Salah satu model yang dinilai kondusif untuk menunjang kualitas pembelajaran Seni Budaya dan Keterampilan (SBK), peneliti ingin mengetahui keefektifan model pembelajaran Explicit Instruction terhadap hasil belajar Seni Budaya dan Keterampilan kelas V di SDN gugus Srikandi. Model Explicit

Instruction merupakan model pembelajaran khusus dirancang untuk

mengembangkan belajar siswa tentang pengetahuan prosedur yang diajarkan dengan pola selangkah demi selangkah (Trianto, 2007: 30). Sependapat dengan Kardi (dalam Trianto 2007:30) model Explicit Instruction dapat berbentuk ceramah, demonstrasi, pelatihan atau praktik dan kerja kelompok. Kegiatan pokok


(26)

6

model pembelajaran Explicit Instruction menurut suprijono (2014:130) ialah: (1) pemberian wawasan pengetahuan; (2) mempraktikkan suatu keterampilan oleh guru bersama dengan siswa; (3) bimbingan pelatihan dilanjutkan umpan balik; (4) memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan. Model ini memiliki kelebihan sehingga siswa benar-benar mengetahui materi pelajaran yang diberikan dan semua siswa aktif terlibat dalam pembelajaran dapat memberikan pengalaman langsung yaitu:

(1) guru bisa mengendalikan isi materi urutan informasi yang diterima oleh siswa sehingga guru dapat mempertahankan focus pencapaian; (2) dapat diterapkan secara efektif dalam kelas besar maupun kelas kecil; (3) baik digunakan untuk menekankan poin-poin penting atau kesulitan siswa sehingga hal tersebut dapat diungkapkan; (4) menjadi cara yang efektif untuk mengajarkan informasi dan pengetahuan faktual; (5) merupakan cara paling efektif mengajarkan konsep dan ketrampilan yang eksplisit kepada siswa berprestasi rendah; (6) menjadi cara menyampaikan informasi yang banyak dalam waktu singkat; (7) memungkinkan guru untuk menyampaikan ketertarikan pribadi mengenai mata pelajaran (melalui presentasi yang antusias) sehingga merangsang ketertarikan siswa (Huda 2013:187-188).

Penerapan model Explicit Instruction ini tidak terlepas dari suatu pendekatan pengalaman. Djamarah dan Zain (2010: 61) belajar dari pengalaman lebih baik daripada sekedar bicara, dan tidak pernah berbuat sama sekali. Belajar dari pengalaman tidak terbatas pada pengalaman sendiri tetapi juga dari orang lain. Pengalaman tersebut salah satunya dapat diwujudkan dengan berbagai aktivitas yang dilakukan oleh siswa baik secara individu maupun berkelompok, hal ini membuktikan pemberian pengalaman kepada siswa dalam pembelajaran itu penting.

Penggunaan model pembelajaran Explicit Instruction untuk mengetahui keefektifan pada materi Karya Topeng Nusantara didukung oleh beberapa


(27)

7

penelitian terdahulu antara lain, penelitian dilakukan oleh Sulistiyaningsih tahun 2013 dengan judul “Peningkatan Hasil Belajar Karya Topeng Nusantara Melalui Model Explicit Instruction pada Siswa kelas V SD negeri Kambangan 02 Kabupaten Tegal”. Hasil penelitian pada siklus I nilai performansi guru 80,82(A), persentase aktivitas siswa 62,17%, rata-rata nilai hasil belajar 71,21 dengan ketuntasan belajar klasikal 75,23% kemudian siklus II rata-rata nilai performansi guru 88,46(A) dan nilai hasil belajar 91,67% dengan ketuntasan belajar klasikal 78,20 hasil tersebut menunjukkan adanya peningkatan kualitas pembelajaran seni rupa materi karya topeng nusantara ketika menerapkan model pembelajaran

Explicit Instruction pada siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri Kambangan 02

Kabupaten Tegal.

Penelitian yang dilakukan oleh Fatimmah, Agus Wartiningsih, Winda Istiandini tentang “Pengaruh Penerapan Model Explicit Instruction pada Materi

Tari Serampang 12 terhadap Hasil Belajar Siswa SMP” dilakukan pada tahun

2014. Hasil penelitian ini terdapat perbedaan hasil belajar siswa yaitu KK=70,31 KE=78,44 yang menunjukkan penerapan model Explicit instruction memberikan pengaruh baik dalam meningkatkan hasil belajar khususnya materi tari serampang 12 di kelas VII SMP Negeri 11 Pontianak.

Data penelitian dapat dijadikan sebagai pendukung peneliti untuk mengetahui keefektifan model pembelajaran Explicit Instruction pada materi Karya Topeng Nusantara.

Berdasar latar belakang, maka peneliti mengkaji masalah dengan melakukan penelitian eksperimen tentang “Keefektifan Model Pembelajaran Explicit


(28)

8

Instruction Terhadap Hasil Belajar Seni Budaya dan Keterampilan Materi Karya

Topeng kelas V SDN Gugus Srikandi Kota Semarang”.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Sesuai dengan latar belakang masalah yang telah dipaparkan, kita dapat mengetahui kurang berhasilnya proses pembelajaran pada mata pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan, oleh karena itu peneliti akan mengemukakan rumusan masalah yaitu:

1. Bagaimanakah aktivitas siswa dalam pembelajaran Seni Budaya dan Keterampilan materi Karya Topeng dengan model Explicit Instruction di kelas V SDN Gugus Srikandi Semarang?

2. Apakah model Explicit Instruction lebih efektif dibandingkan dengan metode ceramah terhadap hasil belajar Seni Budaya dan Keterampilan materi karya topeng pada siswa kelas V SDN Gugus Srikandi Semarang?

1.3 TUJUAN

Pada bagian ini akan diuraikan mengenai tujuan dilaksanakannya penelitian di SD N Gugus Srikandi Semarang. Tujuan dari penelitian adalah sebagai berikut :

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui keefektifan model pembelajaran Explicit Instruction terhadap hasil belajar Seni Budaya dan Keterampilan materi Karya Topeng kelas V SDN Gugus Srikandi Kota Semarang


(29)

9

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mendeskripsikan peningkatan aktivitas siswa dalam pembelajaran Seni Budaya dan Keterampilan materi Karya Topeng dengan model Explicit

Instruction di kelas V SDN Gugus Srikandi Kota Semarang.

2. Mengetahui keefektifan model Explicit Instruction bila dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional ceramah terhadap hasil belajar Seni Budaya dan Keterampilan materi Karya Topeng di kelas V SDN Gugus Srikandi Kota Semarang.

1.4 MANFAAT

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik yang bersifat teoretis dan praktis.

1.4.1 Manfaat Teoretis

Hasil penelitian diharapkan dapat menambah pengalaman sekaligus kemampuan guru menjadi pendukung kegiatan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan kegiatan belajar mengajar Seni Budaya dan Keterampilan. Selebihnya menambah wawasan bagi dunia pendidikan.

1.4.2 Manfaat Praktis 1. Bagi Guru

Penerapan model Explicit Instruction diharapkan dapat membantu guru untuk berperan sebagai model, fasilitator, motivator, pembimbing, dan evaluator memungkinkan guru secara kreatif mengembangkan pengetahuan, keterampilan sehingga dapat terwujud pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, menyenangkan.


(30)

10

2 Bagi Siswa

Setelah diterapkan model pembelajaran Explicit Instruction diharapkan dapat meningkatkan aktivitas siswa dan kreativitas siswa untuk menuangkan ide idenya dalam pembuatan produk khususnya pada materi Karya Topeng. 3 Bagi Sekolah

Setelah diterapkan model pembelajaran Explicit Instruction diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah dan menjadi acuan untuk menetapkan kebijakan-kebijakan terutama yang berkaitan dengan proses belajar mengajar di kelas.


(31)

11

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 KAJIAN TEORI

Ada beberapa teori yang dijadikan landasan dalam penelitian ini: belajar, pembelajaran, aktivitas belajar, hasil belajar, model Explicit Instruction, mata pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan di SD, pengertian seni, pembelajaran seni rupa di SD, materi Karya Topeng di SD.

2.1.1 Belajar

Dalam dunia pendidikan, telah banyak definisi belajar yang dikemukakan oleh beberapa ahli, Jihad dan Haris (2012:1) menyatakan, belajar merupakan tahapan perilaku siswa yang relatif positif, mantap sebagai hasil interaksi sesuai lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Sependapat Geoch dalam Suprijono (2012: 2) belajar adalah perubahan performansi sebagai hasil latihan, sama seperti Uno (2006:22) belajar merupakan suatu proses perubahan perilaku seseorang berdasarkan interaksi antara individu dan lingkungannya dilakukan secara formal, informal, dan nonformal. Menurut pengertian ini, belajar merupakan proses kegiatan bukan suatu hasil atau tujuan akan tetapi lebih luas yaitu mengalami (Hamalik, 2013:27), secara umum belajar boleh dikatakan suatu proses interaksi antara diri manusia (id-ego-super ego) terhadap lingkungannya berwujud pribadi, fakta, konsep, atau teori (Sardiman, 2008:22).

Menurut Slameto (2003 : 2), Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi


(32)

12

dengan lingkungannya. Perubahan itu dapat dinyatakan sebagai suatu kecapakapan, kebiasaan, sikap, suatu pengetahuan atau apresiasi.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan belajar adalah suatu usaha dilakukan oleh siswa baik secara mental maupun secara fisik sebagai bentuk interaksi terhadap lingkungannya untuk menghasilkan pemahaman, kecakapan, sikap dan perubahan perilaku bersifat permanen.

2.1.1.1 Prinsip Belajar

Banyak teori dan prinsip-prinsip belajar yang dikemukakan oleh para ahli memiliki persamaan dan perbedaan. Dari berbagai prinsip belajar terdapat prinsip relatif berlaku umum dapat kita pakai sebagai dasar dalam upaya pembelajaran, baik bagi siswa perlu meningkatkan upaya belajar maupun bagi guru dalam meningkatkan pengajaran. Beberapa prinsip belajar berasal dari teori belajar masih relevan dengan prinsip lain yang dikembangkan, prinsip yang dimaksud yaitu: keterdekatan, pengulangan, dan penguatan (Rifa’I dan Chatarina, 2012:79). Menurut suprijono (2014:4) prinsip belajar adalah perubahan perilaku, proses sistemik yang dinamis, konstruktif, organik dan menuju pada pengalaman hasil interaksi peserta didik dengan lingkungannya.

Berdasarkan pendapat ahli dapat disimpulkan prinsip belajar merupakan tahapan perubahan perilaku dalam bentuk pengalaman yang terdiri dari keterdekatan, pengulangan, dan penguatan.


(33)

13

2.1.1.2 Faktor yang Mempengaruhi Belajar

Faktor belajar yang memberikan kontribusi terhadap proses dan hasil belajar adalah faktorinternal dan eksternal peserta didik. Menurut Achamd Rifa’I dan Catharina (2011 :97) faktor yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Faktor Internal

Faktor internal mencakup fisik, seperti kesehatan organ tubuh; psikis seperti kemampuan intelektual, emosional, dan sosial seperti kemampuan bersosialisasi dengan lingkungan.

2. Faktor eksternal

Beberapa faktor eksternal yang mempengaruhi siswa antara lain variasi dan tingkat kesulitan materi belajar, tempat belajar, iklim, suasana lingkungan dan budaya belajar.

Dari uraian diatas diketahui bahwa hasil belajar siswa dipengaruhi oleh kecerdasan (internal) dan kualitas pembelajaran di sekolah (eksternal). Keduanya sangat berkaitan.

2.1.1.3 Teori Belajar

Dalam perkembangan psikologi modern khususnya di bidang psikologi belajar, muncul berbagai macam teori. Menurut teori Belajar Kognitif, belajar adalah proses mental yang aktif untuk mencapai, mengingat, dan menggunakan pengetahuan (Suprijono, 2012:22). Teori Belajar Behavioristik menyatakan bahwa belajar merupakan proses perubahan perilaku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon (Budiningsih, 2012:20). Perubahan perilaku yang dimaksud dapat berwujud perilaku yang tampak atau perilaku yang tidak tampak.


(34)

14

Perilaku yang tampak yaitu menulis dan menggambar, sedangkan perilaku yang tidak tampak yaitu berfikir, bernalar serta berkhayal.

2.1.1.3.1 Teori Behaviorisme

Teori behaviorisme memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek–aspek mental.

2.1.1.3.2 Teori Konstruktivisme

Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan konstruksi (bentukan), sependapat dengan Bettencourt konstruktivisme tidak bertujuan mengerti hakikat realitas, tetapi melihat bagaimana proses menjadi tahu tentang sesuatu.

2.1.1.3.3 Teori Kognitif menurut Piaget

Menurut Budiningsih (2012:34) Piaget berpendapat bahwa proses berpikir manusia merupakan suatu perkembangan yang bertahap dari berpikir intelektual kongkret ke abstrak berurutan melalui empat tahap perkembangan, sebagai berikut.

a. Periode Sensori Motor (0 – 2) tahun.

Karateristik periode ini merupakan gerakan-gerakan sebagai akibat reaksi langsung dari rangsangan.

b. Periode Pra-operasional (2 – 7) tahun.

Pada periode ini anak di dalam berpikir tidak didasarkan pada keputusan yang logis melainkan didasarkan kepada keputusan yang dapat dilihat seketika, periode ini sering disebut juga periode pemberian simbol.


(35)

15

c. Periode operasi kongkret (7 – 12) tahun.

Periode ini disebut operasi kongkret sebab berpikir logis didasarkan atas manipulasi fisik dari objek-objek. Operasi kongkret hanyalah menunjukkan kenyataan adanya hubungan dengan pengalaman empirik-kongkret yang lampau dan masih mendapat kesulitan dalam mengambil kesimpulan yang logis dari pengalaman-pengamanan yang khusus.

d. Periode Operasi Formal (> 12) tahun.

Periode operasi formal ini disebut juga disebut periode operasi hipotetik-deduktif yang merupakan tahap tertinggi dari perkmbangan intelektual. Anak-anak pada periode ini sudah memberikan alasan dengan menggunakan lebih banyak simbol atau gagasan dalam cara berpikir.

Ketiga teori tersebut sangat erat kaitannya dengan keberhasilan proses dan hasil belajar, sehingga berpengaruh terhadap pembelajaran.

2.1.2 Pembelajaran

Pembelajaran berdasarkan makna leksikal berarti proses, cara, perbuatan mempelajari. Istilah “pembelajaran” sering dianggap memilki makna sama dengan istilah “pengajaran”, padahal keduanya memiliki makna berbeda. Perbedaan esensial dari pembelajaran dan pengajaran terletak pada tindak ajar.

Menurut Rusman (2012: 3) pembelajaran merupakan suatu sistem, terdiri dari berbagai komponen yang saling berhubungan satu sama lain yang meliputi: tujuan, materi, metode, dan evaluasi. Jihad dan Haris (2012: 11) menyatakan pembelajaran merupakan suatu proses terdiri dari kombinasi dua aspek yaitu


(36)

16

belajar tertuju hal yang harus dilakukan siswa dan mengajar berorientasi pada sesuatu yang harus dilakukan oleh guru sebagai pemberi pelajaran.

Menurut teori Behavioristik, pembelajaran sebagai usaha guru membentuk tingkah laku agar terjadi hubungan stimulus lingkungan dengan tingkah laku siswa. Menurut teori Kognitif, pembelajaran merupakan cara guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir dan memahami apa yang telah dipelajari. Menurut teori Humanistik pembelajaran memberikan kebebasan kepada siswa untuk memilih bahan pelajaran sesuai dengan minat dan kemampuan.

Dari pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah serangkaian komponen yang saling berkaitan sehingga menciptakan proses terjadinya interaksi antara siswa dan lingkungan untuk mencapai tujuan belajar. 2.1.2.3 Komponen Pembelajaran

Pembelajaran yang berkualitas terdapat beberapa komponen pembelajaran. Menurut Rifa’i dan Anni (2012:159) pembelajaran ditinjau dari pendekatan sistem maka akan melibatkan berbagai komponen, di antaranya: tujuan, subjek belajar, materi pelajaran, strategi, media, evaluasi dan penunjang.

1. Tujuan instructional effect berupa pengetahuan, keterampilan atau sikap yang dirumuskan semakin spesifik dan operasional.

2. Subjek belajar, siswa sebagai subjek belajar, karena merupakan individu yang melakukan proses pembelajaran.

3. Materi pelajaran, materi yang komperhensif, terorganisasi secara sistematis dan dideskripsikan dengan jelas akan berpengaruh pada intensitas proses pembelajaran.


(37)

17

4. Strategi pembelajaran, merupakan pola umum mewujudkan proses pembelajaran yang efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran.

5. Media pembelajaran, adalah alat yang digunakan pendidik dalam proses pembelajaran untuk membantu penyampaian pesan pembelajaran.

6. Penunjang, dalam pembelajaran yaitu fasilitas belajar, buku sumber, dan alat pelajaran. Komponen penunjang berfungsi untuk memperlancar, melengkapi dan mempermudah terjadinya proses pembelajaran, sehingga mempengaruhi kualitas pembelajaran.

2.1.2.4 Kualitas Pembelajaran

Menurut Hamdani (2011:194) kualitas pembelajaran adalah tingkat pencapaian tujuan yang berupa peningkatan pengetahuan dan keterampilan serta pengembangan sikap melalui proses pembelajaran. Depdiknas (2004:5) kualitas pembelajaran merupakan kemampuan lembaga pendidikan untuk menghasilkan “better student learning capacity” yang dapat menghasilkan proses, hasil dan dampak belajar optimal.

Jadi kualitas pembelajaran menurut peneliti merupakan tingkat keefektifan sehingga dapat mengoptimalkan komponen pembelajaran yang berdampak baik bagi tujuan pembelajaran.

Menurut Depdiknas (2008:6) Untuk mewujudkan kualitas pembelajaran yang baik maka diperlukan beberapa komponen, di antaranya: (1) perilaku pembelajaran guru; (2) perilaku dan dampak belajar siswa; (3) iklim pembelajaran; (4) materi pembelajaran; (5) media pembelajaran; (6) sistem pembelajaran.


(38)

18

1. Perilaku Pembelajaran Guru

Perilaku pembelajaran dapat dilihat dari kinerjanya: (1) membangun persepsi dan sikap positif terhadap pembelajaran; (2) menguasai disiplin ilmu yang diajarkan; (3) guru harus memahami keunikan setiap peserta didik; (4) menguasai pengelolaan pembelajaran yang tercermin dalam kegiatan perencanaan; (5) mengembangkan kepribadian untuk dapat mengetahui kemampuan secara mandiri.

2. Perilaku dan dampak belajar siswa

Perilaku dampak belajar dapat dilihat dari kompetensi memiliki persepsi dan sikap positif dalam belajar, mengintegrasikan pengetahuan serta membangun sikap, menerapkan pengetahuan, keterampilan secara nyata serta membangun kebiasaan bersikap produktif.

3. Iklim Pembelajaran

Iklim pembelajaran yang baik akan mendukung suasanaa yang kondusif, mencakup: 1) suasana kelas yang kondusif; 2) perwujudan nilai dan semangat ketauladanan.

4. Materi Pelajaran

Merupakan komponen utama dalam proses pembelajaran, karena akan memberi warna dan bentuk dari kegiatan belajar.

5. Media pembelajaran adalah alat yang digunakan guru dalam pembelajaran untuk membantu penyampaian pesan sebagai pendukung strategi pembelajaran selain metode dan waktu.


(39)

19

6. Sistem pembelajaran

Suatu sistem mampu menunjukkan kualitas jika: (1) sekolah menonjolkan ciri khas keunggulannya; (2) memiliki perencanaan yang matang dalam bentuk rencana strategis dan rencana operasional sekolah; (3) adanya semangat perubahan dalam visi dan misi yang dicanangkan sekolah.

2.1.3 Aktivitas Belajar

Aktivitas belajar terdapat dua kegiatan sinergis yaitu guru mengajar dan siswa belajar, guru mengajarkan bagaimana siswa harus belajar dan sebaliknya sehingga terjadi perubahan dalam dirinya dari aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 tahun 2007 tentang standar proses untuk satuan pendidikan dasar dan meengah dinyatakan “aktivitas belajar adalah kegiatan mengolah pengalaman atau praktik dengan cara mendengar, membaca, menulis, mendiskusikan, merefleksikan, dan memecahkan masalah”. Dierich dalam Sardiman (2008:101) mengklasifikasikan aktivitas belajar terbagi menjadi delapan kelompok, yaitu:

1. Kegiatan Visual

Meliputi kegiatan Membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, mengamati orang lain bekerja dan bermain.

2. Kegiatan Lisan

Meliputi fakta atau prinsip, kejadian, pertanyaan, memberi saran, pendapat, wawancara, diskusi, interupsi.


(40)

20

3. Kegiatan Mendengarkan

Di antaranya mendengarkan penyajian bahan, percakapan atau diskusi kelompok, permainan, dan radio.

4. Kegiatan Menulis

Meliputi kegiatan menulis cerita, laporan, memeriksa karangan, bahan-bahan kopi, membuat rangkuman, mengerjakan tes dan mengisi angket.

5. Kegiatan Menggambar

Berupa menggambar, membuat grafik, chart, diagram, peta dan pola. 6. Kegiatan Motorik

Berupa kegiatan melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, membuat model, menyelenggarakan permainan, menari dan berkebun.

7. Kegiatan Mental

Meliputi merenung, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis faktor-faktor, melihat hubungan-hubungan dan membuat keputusan.

8. Kegiatan Emosional

Berupa minat, membedakan, berani, tenang dan lain-lain

Aktivitas belajar menurut peneliti melibatkan seluruh potensi yang ada dalam diri siswa, meliputi potensi gerakan fisik, panca indera dan kemampuan intelektual, yang melibatkan aktivitas siswa secara langsung. Aktivitas langsung akan melibatkan gerakan fisik, indera, mental, dan intektual siswa secara bersamaan, siswa lebih banyak melakukan kegiatan sedangkan guru membimbing dengan mengarahkan.


(41)

21

Beberapa pendapat para ahli, dapat disimpulkan aktivitas belajar merupakan segala bentuk kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam proses belajar untuk mencapai tujuan belajar yang membentuk perubahan perilaku lebih baik. Aktivitas belajar tidak hanya terbatas pada fisik akan tetapi melibatkan psikis dilakukan oleh siswa selama proses pembelajaran berlangsung.

2.1.4 Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar, menurut Suprijono (2012:5) hasil belajar adalah pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian, sikap, apresiasi dan keterampilan.

Hasil belajar merupakan kompetensi atau kemampuan tertentu baik ranah kognitif, afektif, psikomotorik yang dicapai peserta didik setelah mengikuti proses belajar mengajar (Kunandar, 2013:62), sependapat dengan Rifa’i dan Anni (2012:69) hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh peserta didik setelah mengalami kegiatan belajar, sedangkan Benyamin S Bloom dalam Kunandar (2013:62) menyampaikan tiga taksonomi dalam ranah belajar: ranah kognitif, psikomotorik, afektif.

1. Ranah Kognitif

Dalam taksonomi Bloom terdapat enam tingkatan aspek kognitif dari C1 sampai C6 yaitu: (1) Remember (mengingat), (2) Understand (memahami), (3) Apply (menerapkan), (4) Analyze (menganalisis), (5) Evaluate (mengevaluasi), (6) Create (menciptakan).


(42)

22

2. Ranah Afektif

Berkaitan dengan sikap yang terdiri dari kegiatan emosional (emotional

activity), kegiatan mendengarkan (listening activity), kegiatan mental (mental

activity), kegiatan pengamatan media (visual activity), kegiatan bertanya

(oral activity), kegiatan motorik atau praktek (motor activity), kegiatan

menulis dan menyimpulkan (writing activity). 3. Ranah Psikomotorik

Ada beberapa aspek yang diamati diantaranya kesesuaian bentuk topeng dengan tema, warna, kerapihan topeng dan kebersihan.

Klasifikasi hasil belajar menurut Suprijono (2014: 6) menyatakan hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Domain kognitif adalah pengetahuan, ingatan, pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh, menerapkan, menguraikan, menentukan hubungan, mengorganisasikan, merencanakan, dan menilai.

Dari beberapa definisi, dapat disimpulkan hasil belajar merupakan segala sesuatu yang termasuk aspek kognitif, afektif, dan psikomotor baik berupa pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian, informasi, pengetahuan, sikap maupun keterampilan yang diperoleh siswa setelah melalui proses belajar.

Dalam penelitian ini peneliti mengambil penilaian kognitif dan psikomotorik, untuk domain kognitif melalui hasil belajar secara teori yang berupa tes tertulis dan praktek, untuk domain psikomotorik aspek yang diamati di antaranya ketepatan dalam melakukan prosedur kerja, hasil karya dan kesesuaian topeng dengan tema karena peneliti ingin mengetahui keefektifannya setelah dilakukan


(43)

23

perlakuan dengan model pembelajaran Explicit Instruction pada materi Karya Topeng.

2.1.5 Mata Pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan di SD

Mata pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan (SBK) merupakan salah satu pelajaran yang terdapat pada kurikulum pendidikan, sehingga harus dipelajari oleh siswa. Menurut Pamadhi (2009: 11.20) salah satu fungsi pendidikan seni adalah keseimbangan kinerja otak kanan (mengembangkan kedisiplinan, keteraturan dan berpikir sistematis) kemudian otak kiri (mengembangkan kemampuan kreasi yang

unstructured seperti ekspresi, kreasi, imajinasi agar terjadi perpaduan gerak

dinamis, keseimbangan segala aspek ada pada diri siswa sangat mutlak diperlukan.

Pendidikan seni mengembangkan rasa melalui produksi dan pelatihan kepekaan emosional yang berisi pengetahuan tentang keindahan. Ruang lingkup pendidikan seni meliputi: pengetahuan seni, apresiasi seni dan pengalaman kreasi seni (Pamadhi, 2009: 11.35).

Pendidikan seni di sekolah dasar tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006 dengan sebutan Seni Budaya dan Keterampilan (SBK). Pamadhi (2009: 11.24) menjelaskan seni sebagai bagian dari pendidikan memiliki fungsi perkembangan siswa, di antaranya pendidikan seni sebagai media ekspresi media komunikasi, media pembinaan kreativitas, serta sebgai media pengembangan hobi dan bakat. Ki Hajar Dewantara dalam Pamadhi (2009: 11.9) melalui kegiatan berkesenian dapat menghaluskan budi pekerti siswa.


(44)

24

Mata pelajaran SBK meliputi: Seni Rupa, Seni Musik, Seni Tari, Seni Drama, dan Keterampilan.

2.1.6 Pengertian Seni

Seni merupakan segala sesuatu yang diciptakan manusia mengandung unsur keindahan dan mampu membangkitkan perasaan orang lain. Menurut Sugriwa dalam Pamadhi (2009: 1.3) seni berasal dari sani dalam bahasa Sangsekerta berarti pemujaan, pelayanan, donasi, permintaan atau pencarian dengan hormat dan jujur. Soedarso dalam Pamadhi (2009: 1.3) seni disebut cilpa berarti berwarna (kata sifat) atau pewarna (kata benda), kemudian berkembang menjadi cilpacastra berarti segala macam kekriyaan (hasil keterampilan tangan) artistik. Dalam perkembangan selanjutnya dari asal kata seni muncul berbagai pengertian seni, yaitu: (a) seni sebagai karya seni; (b) seni sebagai kemahiran; (c) seni sebagai kegiatan manusia.

Menurut Ki Hajar Dewantara dalam Pamadhi (2009: 1.6) seni yaitu segala perbuatan manusia timbul dari hidup perasaannya dan bersifat indah, sehingga dapat menggerakkan jiwa perasaan manusia. Sependapat Akhdiat K. Miharja dalam Pamadhi (2009: 1.6) seni adalah kegiatan rohani manusia yang merefleksi realitas (kenyataan) dalam suatu karya yang berkat bentuk dan isinya mempunyai daya untuk membangkitkan pengalaman tertentu dalam alam rohani si penerimanya.

Berdasarkan teori, dapat disimpulkan seni adalah segala sesuatu bersifat indah baik berupa karya maupun kemahiran berasal dari tindakan manusia memiliki daya cipta, rasa dan karsa.


(45)

25

2.1.7 Periodesasi Seni Rupa Anak

Perkembangan fisik pada anak, seni rupa juga dapat diklasifikasikan dalam beberapa periode yang dikemukakan oleh Lansing dalam Pamadhi (2009: 3.32) sebagai berikut:

1. Masa coreng moreng, usia 2 sampai 4 tahun. 2. Masa figuratif, pada usia 3 sampai 12 tahun.

Masa figuratif terdiri dari permulaan usia 3 sampai 7 tahun, pertengahan pada usia 8 sampai 9 tahun, dan akhir pada usia 10 sampai 12 tahun.

3. Masa Artistik, usia 12 tahun keatas.

Klasifikasi lain oleh Lowenfeld dan Brittain dalam Pamadhi (2009:3.33) sebagai berikut:

1. Masa coreng moreng (2-4 tahun)

Usia 2 tahun atau sebelumnya, anak mulai memiliki hobi coret mencoret untuk melatih gerak tangan dan jarinya sesuai dengan perkembangan motoriknya, 2. Masa pra-bagan (4-7 tahun)

Perkembangan visual sudah mulai terarah ketika anak menginjak usia 4 tahun. ciri-ciri seni rupa mereka adalah bentuk geometri masih kabur, objek gambar tidak saling berhubungan, dan penempatan ukuran objek bersifat subjek sehingga menjadi tidak proporsional.

3. Masa bagan (7-9 tahun)

Usia ini, konsep bentuk mulai berkembang bahkan mereka sering mengulang bentuk namun pada masa ini konsep ruang belum berkembang.


(46)

26

4. Masa awal realisme (9-12 tahun)

Pada rentangan usia ini, kesadaran perspektif atau linear perspektif anak telah muncul, sehingga gambarnya mulai mendekati kenyataan dengan latar yang tepat.

5. Masa naturalisme (usia 12-14 tahun)

Pada rentang perkembangan berpikir abstrak terus berlangsung dengan pesat. Begitu pula perspektif tentang dunia dimana anak berpijak pada kesadaran sosialnya usia 12-14 mulai peka terhadap seni tidak hanya seni orang lain tetapi juga terhadap diri sendiri diperlihatkan dengan kepuasannya bila dapat menghasilkan karya lebih baik dari sebelumnya.

6. Masa dewasa

Masa ini, kesadaran perspektif, bentuk, ruang telah dimiliki. Perkembangan berpikir abstrak jauh lebih maju dibandingkan masa pseudo naturalistic. Jika dilihat dari klasifikasi, maka siswa kelas V termasuk dalam periode realisme awal. Periode ini ditandai adanya kesadaran perspektif, sehingga karya seni yang dibuat siswa mulai mendekati kenyataan dengan latar yang tepat. Objek dibuat sudah mulai memperlihatkan rincian dan detail-detail namun belum memperhatikan gerak atau aktivitas objek. Siswa mulai menggunakan konsep berpikir abstrak mengenali objek secara keseluruhan (Pamadhi, 2009: 3.34). 2.1.8 Pembelajaran Seni Rupa di SD

Menurut Lozanov dalam Pamadhi (2009: 8.2) pembelajaran adalah fenomena yang kompleks yang memiliki makna, misalnya setiap kata, pikiran, tindakan, dan asosiasi akan ditampilkan seorang guru secara simultan; sampai


(47)

27

sejauh mana guru menggubah lingkungan, presentasi, dan rancangan pengajaran, sejauh itu pula proses belajar berlangsung.

Pamadhi (2009: 2.58) mengemukakan bahwa seni rupa sebagai salah satu cabang seni memiliki unsure yang membangun meliputi:

2.1.8.1 Garis

Merupakan perpanjangan dari susunan titik-titik yang memiliki panjang namun tidak memiliki lebar memiliki posisi atau menunjukkan arah dan berperan sebagai peghubung dua titik menjadi sumbu penyilang atau pembatas bidang. Dari perpaduan ujung garis satu ke ujung garis berikutnya akan terbentuklah sebuah bentuk.

2.1.8.2 Warna

Menurut Teori Brewster dalam Pamadhi (2009:2.59), warna terdiri 3 (tiga) kelompok, yaitu: warna primer, sekunder, dan tersier.

1. Warna Primer

Warna pokok atau warna dasar yang terdiri atas: merah, biru, dan kuning. 2. Warna sekunder

Dapat dibuat dengan cara mencampur dua warna primer dengan perbandingan yang sama, sekunder terdiri dari: campuran merah dengan kuning menjadi orange, merah dicampur dengan biru menjadi ungu dan kuning dicampur dengan biru menjadi hijau.

3. Warna tersier

Dapat dibuat dengan cara mencampur dua atau lebih dari warna sekunder, warna sekunder dengan warna primer.


(48)

28

2.1.8.3 Tekstur

Tekstur adalah sifat dan keadaan suatu permukaan bidang benda yang mempunyai sifat berbeda, sifat benda ini juga disebut barik. Permukaan itu kasar, licin, mengkilat, kusam, berkembang-kembang, polos tergantung dari bahan, tekstur bisa memberikan kesan berat atau ringannya suatu benda.

2.1.8.4 Ruang

Bagian benda yang tampak keras disebut pukal, ruang kosong disebut rongga. Pukal tidak perlu benar-benar pejal, dapat pula berongga.

2.1.8.5 Bayangan

Bayangan terjadi karena adanya pencahayaan yang dapat memberikan efek gelap dan terang, dalam seni rupa, efek cahaya ini memberi kesan suram atau terang

2.1.9 Materi Karya Topeng di SD

Topeng merupakan karya seni yang mudah dijumpai di lingkungan sekitar, selain sebagai hiasan, topeng berfungsi sebagai pelengkap tarian, cerita bahkan untuk mainan anak-anak. Menurut Harjo, Hartanto dan Wijayanti (2009:56) topeng adalah karya seni tiga dimensi meniru objek wajah dengan karakter tertentu dapat berupa wajah manusia, binatang atau bentuk khayalan yang dikenal pada banyak kesenian daerah.

Topeng seringkali dihubungkan dengan seni pertunjukan dan dunia panggung biasanya disebut ‘kedok’ atau dalam bahasa bali tapel artinya penutup muka, bahan digunakan untuk topeng antara lain emas, kertas, tanah liat,


(49)

29

tembikar, anyaman umumnya menggambarkan raut muka atau wajah manusia, binatang dan makhluk lainnya (Sunaryo, 2012:54).

2.1.9.1 Bentuk Karakter Topeng

Topeng adalah karya seni tiga dimensi yang meniru objek wajah dengan karakter tertentu dapat berupa wajah manusia, binatang, ataupun bentuk khayalan dikenal banyak kesenian daerah.

1. Gambar wajah manusia dan karakternya

Gambar wajah adalah dasar untuk pembuatan seni topeng, ada berbagai cara menggambar wajah seperti pada gambar (Harjo dkk, 2009:56)

Gambar 2.1: Skema Karakter Wajah Manusia (Sumber: Foto Buku Harjo dkk, 2009:56) 2. Gambar Rupa Binatang dan Karakternya

Banyak topeng yang dibuat dengan meniru karakter binatang, topeng di negeri ini biasanya berobjek kera, harimau, singa, naga, dan kuda yang digunakan untuk tarian atau drama tradisional (Harjo dkk 2009:56).


(50)

30

Gambar 2.2 :Karakter Binatang (Sumber: www.us.123rf.com, tahun 2016 )

3. Topeng Imajinatif

Ragam ini berhubungan dengan cerita daerah tertentu, di Jawa Tengah ada bermacam-macam bentuk topeng seperti danawa, raksasa, pentul,

punakawan, dewa dewi, siluman, dan buto ijo di Jawa Barat ada istilah

sisingaan, daerah Jawa Timur ada singo, barong dan warok begitupun daerah

Bali ada bentuk leak dan barongan. Negara Indonesia sangat kaya akan budaya yang khas dengan daerahnya masing-masing (Harjo dkk 2009:56).


(51)

31

Gambar 2.3: Topeng Imajinatif

(Sumber: www.cinderamatacirebon.wordpress.com, diunduh tahun 2016) 2.1.9.2 Jenis Karakter dan Teknik Pembuatan Topeng

Karakter topeng adalah ungkapan bentuk sifat dasar yang dimiliki oleh model, hal ini perlu diketahui agar topeng berkesan hidup dan ada kemiripan (Harjo dkk 2009:57).

1. Jenis karakter topeng

Perlambangan sifat manusia ataupun ciri khas binatang, ada topeng melambangkan kebaikan, kejahatan, atau kelucuan.


(52)

32

Gambar 2.4: Topeng Karakter Baik

(Sumber: www.yokimiranto.blogspot.com, tahun 2016)

Topeng karakter jahat biasanya berbentuk raksasa atau denawa, bentuk khayalan seperti leak melambangkan kejahatan.

Gambar 2.5: Topeng Karakter Jahat


(53)

33

Topeng karakter lucu bersifat mengundang kelucuan serta menghibur bahkan menyindir, ada badut, pentul, punakawan, dan bentuk binatang.

Gambar 2.6: Topeng Karakter Lucu

(Sumber: www.sanggarsekarpandan.wordpress.com, diunduh tahun 2016) 2.1.9.3 Teknik Pembuatan Topeng

Ada tiga tahap membuat topeng, yaitu: membuat rancangan, proses pembuatan topeng, dan penyelesaian (Harjo dkk, 2009:58).

1. Rancangan (Desain)

Dalam merancang menentukan pilihan bentuk topeng manusia, binatang, dan imajinatif karakter baik, jahat, lucu kemudian menyusun mata, hidung, mulut, dan pendukung lainnya sesuai karakter yang diharapkan.

Topeng berkarakter kebaikan posisi mulut terkatup, bibir tipis, hidung biasa, mata redup, dan ada yang terpejam.


(54)

34

Gambar 2.7:Topeng Karakter Baik

(Sumber: www.timur-angin.com, diunduh tahun 2016)

Topeng berkarakter jahat, tamak, sombong memiliki ciri mulut tertawa lebar, senyum sinis, gigi bertaring, bibir besar, mata terbelalak.

Gambar 2.8 Topeng Karakter Jahat


(55)

35

2. Simbol Bentuk dan Karakter

Tabel 2.1

Simbol Bentuk dan Karakter Topeng

Bentuk Lambang bentuk Karakter

Kepala: - Oval - Kotak - Bulat Raja, Bangsawan, Satria Kekerasan Saudagar kaya

Baik: arif dan bijaksana Buruk: kikir Baik: tegas dan berani

Buruk: kejam dan jahat

Baik: dermawan Buruk: tamak dan malas Mata: - Terbuka - Terpejam - Terbelalak - Juling Raja, Bangsawan, Satria Raja, Bangsawan, dewa-dewi Raksasa, Penjahat Kelucuan Cerdas Bijaksana Jahat, Pemarah Penghibur Hidung : - Mancung - Bulat Bangsawan, Raja, dewa dewi

Raja, Buto, setan

Baik Jahat Mulut: - Tersenyum - Tertawa - Melongo - Cemberut

Raja, Dewa, Satria Punakawan, Lucu Buto, Jin, Penggoda Raksasa, Penjahat

Baik Penghibur

Bodoh, Menakutkan Jahat


(56)

36

2.1.9.4 Sketsa Pengembangan Simbol-Simbol pada Topeng

Berbagai karakter dan keunikan wajah manusia dapat dilihat pada karya topeng ekspresi ataupun sifat-sifat manusia diwujudkan dalam simbol-simbol unsur jenis topeng yang melambangkan kebaikan, kejahatan dan jenaka (Harjo dkk 2009:62)

Bentuk mata :lancip, anggun, wibawa

Bentuk hidung : mancung Bentuk mulut : tersenyum

Gambar 2.9:Topeng Ksatria

(Sumber: www.budaya-indonesia.org, diunduh tahun 2016)

Pengembangan dari topeng jenis kebaikan terlihat pada bentuk dagelan, punakawan, tokoh-tokoh pewayangan kelompok Pandawa, ataupun jenis karakter binatang. Topeng jenis kejahatan dapat dilihat dari bentuk yang seram, bergigi taring, mata melotot, bentuk tersebut melambangkan setan, raja-raja jahat, perampok, dan tokoh bersifat tidak baik.


(57)

37

Bentuk mata : melotot Bentuk hidung : besar

Bentuk mulut : menyeringai

Gambar 2.10: Topeng Raja Jahat

(Sumber: www.negerikuindonesia.com, diunduh tahun 2016)

Bentuk topeng tersebut dapat dilihat pada bentuk raksasa, tokoh pewayangan kurawa, dan jenis binatang buas.

Kini bentuk topeng baru muncul berbagai fungsi terbuat dari beberapa bahan, topeng dalam pengertian luas atau sempit, berbentuk besar maupun kecil memiliki keterkaitan dengan wayang, patung, dan rias. Topeng kecil hanya menutupi muka atau sebagian muka, tetapi ada pula yang dikenakan tidak untuk menutup muka seperti ogoh-ogoh, barong landing, ondel-ondel, sisingan, wayang

golek tampil seperti patung.

Pada awalnya topeng berfungsi sebagai alat untuk berhubungan dengan arwah nenek moyang, dapat dilihat pada upacara adat suku batak dan masyarakat sekitar Tolage- Alfur (Sulawesi Tengah), dan pada acara tiwah suku dayak di Kalimantan, topeng tertentu sering digunakann secara magis untuk menghormati


(58)

38

nenek moyang dalam upacara ngunjung, yakni upacara menghormati arwah leluhur dengan pertunjukan topeng untuk memohon berkah dari buyut serta leluhur di makam keramat. Secara luas topeng nusantara digunakan dalam tari topeng yang menjadi bagian dari upacara adat atau penceritaan kembali cerita kuno para leluhur, diyakini topeng berkaitan erat dengan roh-roh leluhur yang dianggap sebagai intepretasi dewa. Beberapa suku topeng masih menghiasi kegiatan seni (Sunaryo, 2012:56).

2.1.9.5 Komposisi

Berbagai unsur seperti mata, hidung, mulut, dan bentuk wajah dapat dikomposisikan sesuai karakter yang dinginkan, yang perlu diperhatikan saat menggambar topeng adalah:

1. bentuk dasar wajah topeng

2. keseimbangan kanan kiri, letak idung, mulut dan mata

3. simbolisasi atau perlambangan unsure bentuk indera dan warna perlu dipertimbangkan untuk menimbulkan kesan tertentu.

4. Motif penghias disesuaikan dengan karakter. 2.1.9.6 Berbagai bentuk topeng

Topeng merupakan tiruan wajah digunakan untuk memerankan suatu karakter, ekspresi bentuk beraneka ragam, ada yang berbentuk menyerupai manusia, hewan dan mahluk lain (Murtono, 2011:68)

1. Topeng hudog

Topeng ini biasanya digunakan pada saat upacara keagamaan di daerah Kalimantan Timur, terbuat dari kayu menyerupai binatang buas untuk


(59)

39

mengusir hama tanaman digunakan penari yang melambangan dewa pemelihara tanaman padi.

Gambar 2.11:Bentuk Topeng Upacara Adat

(Sumber: www.negerikuindonesia.com, diunduh tahun 2016) 2. Topeng barong

Topeng barong biasa digunakan untuk pertunjukkan tari barong dari Bali yang memiliki arti raja roh-roh pelindung atau melambangkan kebaikan, topeng ini berbentuk binatang seperti harimau, babi hutan, naga, atau ular dengan mata melotot dan taring yang tajam


(60)

40

Gambar 2.12: Topeng Barong

(Sumber: www.negerikuindonesia.com, diunduh tahun 2016) 3. Topeng kelinci

Topeng kelinci ini terbuat dari kertas biasanya untuk perayaan ulang tahun anak-anak dengan berbagai macam bentuk binatang lainnya

Gambar 2.13: Topeng Kelinci


(61)

41

4. Topeng penghias wajah

Topeng seperti ini digunakan pada acara pesta, bentuk seperti wajah wanita namun tidak menutupi seluruh bagian wajah hanya bagian mata yang tertutup, dapat dibuat dari bahan kertas atu kain.

Gambar 2.14: Topeng Penghias Wajah (Sumber: www.nitharta.org, diunduh tahun 2016)


(62)

42

5. Topeng penghias ruangan

Terbuat dari kayu dan untuk penghias ruangan

Gambar 2.15:Topeng Penghias Ruangan (Sumber: www.kayubatik.com, diunduh tahun 2016) 2.1.9.7 Aneka Topeng Nusantara dalam Pertunjukkan

Menurut Sunaryo (2013:57) berdasarkan tradisi jawa, pertunjukkan topeng diciptakan pada tahun 1586 oleh Sunan Kalijaga, Putra Bupati Tuban yang sangat gemar akan kesenian dan ahirnya menjadi salah seorang wali penyebar agama Islam di Pulau Jawa. Tradisi seni topeng yang sudah berakar sejak zaman prasejarah dan berkembang saat zaman Hindu, seni topeng kemudian memiliki nilai baru yaitu sebagai simbolik dari perwatakan manusia sesuai dengan ajaran moral, berikut ini merupakan aneka topeng nusantara dalam pertunjukkan:


(63)

43

x Topeng Yogyakarta kumis dibuat dengan cara menyungging warna hitam, sedangkan topeng gaya Surakarta hampir sama dengan gaya Yogyakarta hanya terdapat perbedaan pada kumisnya

x Topeng Malang Jawa Timur digunakan dalam pementasan wayang Gedog yang mana para pemainnya memakai topeng, pementasan mengandung cerita panji, dengan tokoh- tokohnya Panji Inu Kertapati, Klana Swandana, Dewi Ragil Kuning, Raden Gunungsari dan yang lain.

x Topeng Bali juga merupakan suatu bentuk drama tari ang semua pelakunya mengenakan topeng dengan cerita sejarah dikenal dengan sebutan Babad, para penari memerankan drama menggunakan topeng bungkulan dan topeng subakan.

2.1.9.8 Pembuatan Topeng berbahan kertas koran bekas

Menurut Solich (2007:22) membuat suatu topeng bukanlah hal mudah khususnya topeng berbahan kertas karena menggambar sebuah topeng merupakan suatu keahlian tersendiri maka dari itu harus memahami dan mengetahui alat, bahan serta teknik pembuatan topeng berbahan kertas, alat dan bahan yang dibutuhkan adalah:

1. Kertas koran

2. Bahan pewarna (cat air/ cat poster) 3. Lem sagu

4. Sedikit minyak goreng 5. Gunting


(64)

44

7. Karet gelang atau tali

Setelah mempersiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan, maka langkah selaanjutnya yaitu harus memahami teknik serta prosedur pembuatan topeng berbahan kertas koran yaitu:

1. Ambil koran dan gunting menjadi bujur sangkar

2. Ambil cetakan (menggunakan cetakan setengah bola plastic) 3. Olesi cetakan menggunakan minnyak goreng

4. Olesi cetakan dengan lem sagu menggunakan kuas

5. Tempelkan potongan kertas lalu olesi dengan lem sagu sampai merata 6. Bentuk hidung sesuai karakter lalu olesi lem sagu secara merata agar

menempel dengan kuat

7. Lakukan berlapis-lapis hingga ketebalan yang diinginkan 8. Jemur topeng hingga kering

9. Setelah mongering lepaskan topeng dari cetakan

10. Beri warna dasar putih kemudian warnai topeng sesuai bentuk karakter, beri lukisan bentuk alis, mata, hidung sesuai karakter topeng nusantara

11. Lubangi bagian mata dan hidung serta telinga sebagai tempat pengikat 12. Pasang karet atau tali pengait pada lubang telinga

13. Topeng hasil karya siap digunakan 2.1.10 Metode Ceramah

Metode ceramah merupakan cara penyampaian materi melalui penuturan secara lisan melalui penjelasan langsung kepada sekelompok siswa. Menurut Sanjaya (2007:148) metode ceramah merupakan cara yang digunakan untuk


(65)

45

mengimplementasikan strategi pembelajaran ekspositori, metode yang menggunakan indera pendengaran sebagai alat belajar mempunyai kelemahan menurut Zaini dkk (2008: 91) kelemahan ceramah adalah mudah terganggu oleh hal-hal visual dan rentan terhadap kebisingan, selain itu faktor otak yang cepat melupakan informasi dianggap sebagai hal dominan.

Sependapat dengan Sanjaya (2007:148) metode ceramah memiliki beberapa kelemahan antara lain: 1) keterbatasan materi yang dikuasai siswa; 2) menyebabkan verbalisme; 3) ceramah sering dianggap sebagai metode yang membosankan.

2.1.11 Pengertian Model Pembelajaran

Model pembelajaran merupakan pola yang digunakan sebagai pedoman merencanakan pembelajaran dikelas. Mills dalam Suprijono (2012: 45) berpendapat model adalah bentuk representasi akurat sebagi proses aktual yang memungkinkan seseorang atau sekelompok orang mencoba bertindak. Arends dalam Suprijono (2012: 46) menyatakan model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang digunakan, termasuk tujuan pembelajaran, tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan pengelolaan kelas. Joyce dan Weil dalam Rusman (2012: 133) mengungkapkan model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana jangka panjang), merancang bahan-bahan pelajaran, dan membimbing di kelas atau yang lain. Trianto (2010:51) model adalah suatu perencanaan atau pola yang dapat kita gunakan untuk mendesain pola mengajar secara tatap muka didalam kelas atau mengatur tutorial untuk menentukan perangkat pembelajaran.


(66)

46

Beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah seperangkat pedoman untuk merencanakan pelaksanaan yang berisi cara, prosedur, dan langkah teknis yang harus dilakukan dalam rangka proses dan mencapai tujuan belajar yang diinginkan.

2.1.12 Model Pembelajaran Explicit Instruction

Model pembelajaran explicit instruction merupakan model yang memiliki langkah-langkah mengedepankan kegiatan praktik. Menurut Kardi (dalam Trianto, 2007:30) model explicit instruction dapat berbentuk ceramah, demonstrasi, pelatihan atau praktik dan kerja kelompok. Kegiatan pokok dalam model pembelajaran explicit instruction menurut suprijono (2014:130): (1) pemberian wawasan pengetahuan; (2) mempraktikkan suatu keterampilan oleh guru bersama dengan siswa; (3) bimbingan pelatihan dilanjutkan umpan balik; (4) memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan.

Model Pembelajaran explicit instruction khusus dirancang untuk mengembangkan belajar siswa tentang pengetahuan prosedural dan pengetahuan yang dapat diajarkan dengan pola selangkah demi selangkah. Kardi dalam Trianto (2007: 31) mengemukakan sintaks dalam explicit instruction sebagai berikut:

Tabel 2.2

Sintaks model explicit instruction

Fase Peran Guru

Fase 1

Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa

Guru menjelaskan Informasi latarbelakang pelajaran, pentingnya pelajaran, mempersiapkan siswa untuk

belajar. Fase 2

Mendemonstrasikan

pengetahuan dan ketrampilan

Guru mendemonstrasikan ketrampilan dengan benar, atau menyajikan informasi


(67)

47

tahap demi tahap. Fase 3

Membimbing pelatihan

Guru merencanakan dan member bimbingan pelatihan awal.

Fase 4

Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik

Mengecek apakah siswa telah berhasil melakukan tugas dengan baik, memberik umpan balik.

Fase 5

Memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan

Guru mempersiapkan kesempatan melakukan pelatihan lanjutan, dengan perhatian khusus pada penerapan situasi lebih kompleks terhadap kehidupan sehari hari.

Sumber: (Trianto, 2007:31)

Model ini memiliki kelebihan sehingga siswa benar-benar mengetahui materi pelajaran yang diberikan dan semua siswa aktif terlibat dalam pembelajaran dapat memberikan pengalaman langsung, menurut Huda (2013:187-188) model pembelajaran explicit instruction memiliki beberapa kelebihan, yaitu: (1) guru bisa mengendalikan isi materi urutan informasi yang diterima oleh siswa sehingga guru dapat mempertahankan fokus pencapaian; (2) dapat diterapkan secara efektif dalam kelas besar maupun kelas kecil; (3) baik digunakan untuk menekankan poin-poin penting atau kesulitan siswa, sehingga hal tersebut dapat diungkapkan; (4) menjadi cara yang efektif untuk mengajarkan informasi dan pengetahuan faktual; (5) merupakan cara paling efektif mengajarkan konsep dan ketrampilan yang eksplisit kepada siswa berprestasi rendah; (6) menjadi cara menyampaikan informasi yang banyak dalam waktu singkat; (7) memungkinkan guru untuk menyampaikan ketertarikan pribadi mengenai mata pelajaran (melalui presentasi yang antusias) sehingga merangsang ketertarikan siswa.


(68)

48

2.2 KAJIAN EMPIRIS

Ada beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian antara lain:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Fatimmah, Agus Wartiningsih, Winda Istiandini tentang “Pengaruh Penerapan Model Explicit Instruction pada Materi Tari Serampang 12 terhadap Hasil Belajar Siswa SMP” dilakukan pada tahun 2014. Hasil penelitian ini terdapat perbedaan hasil belajar siswa yaitu KK=70,31 KE=78,44 yang menunjukkan penerapan model Explicit

instruction memberikan pengaruh baik dalam meningkatkan hasil belajar

khususnya materi tari serampang 12 di kelas VII SMP Negeri 11 Pontianak. 2. Sulistiyaningsih tahun 2013 dengan judul “Peningkatan Hasil Belajar Karya

Topeng Nusantara Melalui Model Explicit Instruction pada Siswa kelas V SD

negeri Kambangan 02 Kabupaten Tegal”. Hasil penelitian ini pada siklus I

nilai performansi guru 80,82(A), persentase aktivitas siswa 62,17%, rata-rata nilai hasil belajar 71,21 dengan ketuntasan belajar klasikal 75,23% kemudian siklus II rata-rata nilai performansi guru 88,46(A) dan nilai hasil belajar 91,67% dengan ketuntasan belajar klasikal 78,20 hasil tersebut menunjukkan adanya peningkatan kualitas pembelajaran seni rupa materi karya topeng nusantara ketika menerapkan model pembelajaran Explicit Instruction pada siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri Kambangan 02 Kabupaten Tegal.

3. L. Ayu Dewi Mustika, Nym Jampel, Nym Kusmariyatni berjudul “ Pengaruh Model Pembelajaran Explicit Instruction Berbantuan Media Gambar

terhadap Hasil Belajar IPA Kelas V SD Gugus 1 Kecamatan Buleleng” .


(69)

49

tergolong tinggi dengan rata-rata (M) 16,48. Hasil belajar IPA siswa kelompok kontrol tergolong sedang dengan rata-rata (M) 14,45. Berdasarkan hasil analisis data diperoleh thitung > ttabel, thitung = 2,374 dan ttabel = 2,000). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA siswa kelas V SD gugus I antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model Explicit Instruction berbantuan media gambar dengan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran model konvensional. 4. Putu Wira Dharma Yuda, Dr. I Putu Suka Arsa, ST.,MT, I Wayan Sutaya, ST.

M.T berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Explicit Instruction pada Praktek Pemasangan Instalasi Listrik Penerangan Bangunan Sederhana Kelas X di SMK N 3 Singaraja Guna Meningkatkan Hasil Belajar Siswa”. Hasil penelitian menyatakan adanya peningkatan hasil belajar pada akhir siklus I didapat angka pencapaian nilai rata-rata sebesar 70,89 dengan daya serap (DS) 70,89% dan ketuntasan Belajar (KB) sebesar 56,6%. Sedangkan pada akhir siklus II angka pencapaian nilai rata-rata sebesar 82,76 dengan daya serap (DS) 82,76% dan ketuntasan Belajar (KB) sebesar 83,3%. Sedangkan untuk resspon siswa tehadap model pembelajaran Explicit Instruction dapat dilihat bahwa dari 30 orang siswa, sebanyak 11 orang siswa atau 36,6% dari jumlah siswa memberikan respon yang sangat positif terhadap penerapan metode Eplicit Instruction ini dengan rentangan skor 45-50. Sedangakan sebanyak 19 orang siswa atau sekitar 63,3% memberikan respon positif dengan rentangan skor 40-44,5. Dengan jumlah skor respon


(70)

50

siswa diperoleh sebesar 1339 sehingga skor rata-rata respon siswa sebesar 44, 63 dengan kategori positif.

5. Eli Santi berjudul “ Peningkatan Kualitas Pembelajaran Materi Membuat Benda Kontruksi melalui model explicit Instruction”. Hasil menunjukkan siklus I nilai performansi guru 87,84, presentase keaktifaan siswa dalam proses pembelajaran 63,38 %, hasil belajar siswa 79,41, siklus II rata rata nilai performansi guru 94, presentase keaktifan siswa 81,54 % dan nilai hasil belajar menjadi 78,46, hal ini menunjukkan adanya peningkatan dari siklus I ke siklus II, kesimpulannya model pembelajaran Explicit Instruction dapat meningkatkan kualitas pembelajaran Seni Budaya dan Ketrampilan materi pembuatan benda kontruksi.

6. Nunung Adik Permana, Siswandari, Elvia Ivada yang berjudul “Upaya meningkatkan keaktifan dan hasil belajar aplikasi pengolah angka melalui model pembelajaran explicit instruction berbasis ICT” tahun 2015, hasil penelitian menunjukkan melalui model explicit Instruction dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa dari pra siklus ke siklus I dan sampai Siklus II dari 40,97% meningkat menjadi 60,80% dan siklus II meningkat lagi menjadi 84,02%.

7. Megawati dengan judul “ Penerapan Model Pembelajaran Explicit Instruction untuk meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran IPA di kelas V SDN Ginunggung Tolitoli” hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan setelah menerapkan model pembelajaran explicit instruction, hasil penelitian pada siklus 1 diperoleh nilai 66,4 sedangkan pada


(1)

102

BAB V

PENUTUP

5.1 SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan uraian pembahasan yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa:

1. Keefektifan model Explicit Instruction dilihat dari skor aktivitas siswa pada kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan skor aktivitas kelas kontrol. Hal ini menunjukkan, bahwa pembelajaran menggunakan model pembelajaran Eksplicit Instruction cenderung meningkatkan aktivitas siswa, dibandingkan pembelajaran menggunakan metode ceramah yang tidak memberikan bimbingan pelatihan praktik pembuatan topeng.

2. Model pembelajaran explicit instruction efektif digunakan pada mata pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan materi Karya Topeng pada siswa kelas V SDN Gugus Sri Kandi yaitu SDN kandri 01 sebagai kelas eksperimen. Keefektifan model explicit instruction didasarkan pada uji perbedaan rata rata yaitu signifikansi menunjukkan (0,000 < 0,05), artinya Ho ditolak yang berarti ada perbedaan rata-rata skor postest materi Karya Topeng antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.

3. Peningkatan penguasaan materi Karya Topeng terlihat pada perhitungan rata-rata gain. Rata rata-rata gain pada kelas eksperimen menunjukkan 0,555 termasuk peningkatan dalam kategori sedang, sedangkan rata rata gain pada kelas


(2)

kontrol sebesar 0,158 termasuk dalam kategori rendah. Rata- rata gain yang lebih tinggi pada kelas eksperimen menunjukkan bahwa peningkatan ketrampilan pembuatan Karya Topeng pada siswa kelas V SDN kandri 01 merupakan pengaruh dari penerapan model explicit instruction.

5.2 SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka saran yang dapat diajukan sebagai berikut.

1. Bagi Guru model pembelajaran explicit instructionsebaiknya diterapkan pada mata pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan khususnya pada materi praktek seni rupa karena melalui model Explicit Instruction siswa diberi kesempatan untuk bimbingan pelatihan secara lebih lanjut.

2. Bagi Siswa model pembelajaran Explicit Instruction sebaiknya diterapkan pada mata pelajaran seni yang mengedepankan praktek karena dengan begitu siswa akan menuangkan ide-idenya dalam embuatan produk, khususnya Karya Topeng

3. Bagi Sekolah model pembelajaran Explicit Instruction sebaiknya digunakan sebagai salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat diterapkan untuk meningkatkan keterampilan dalam bidang seni siswa agar kualitas pembelajaran disekolah meningkat.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Alhossaini, Nazekat , Youhannae Manijeh. 2014. “Impact of explicit instruction

on EFL learners’ implicit and explicit knowledge: A case of English relative clauses” dalam Journal of Language and Linguistic Studies. Vol 10, No 2, hal 183-199. Iran: University of Isfahan

Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian. Edisi Revisi. Cetakan Keempat belas. Rineka Cipta. Jakarta.

Arikunto, S. 2013. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikam. Edisi Kedua. Cetakan Kedua. Bumi Aksara. Jakarrta.

BSNP. 2006. Panduan Menyusun Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang

Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Departemen Pendidikan

Nasional

Budiningsih, Asri. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta

Depdiknas. 2008. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah

Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Fatimah, Wartiningsih, Istiandini. 2014. Pengaruh penerapan Model Explicit Instruction pada Materi Tari Serampang 12 terhadap Hasil Belajar Siswa SMP.Jurnal FKIP Untan. 1:1-13

Hamdani. 2011. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia Hamalik, Oemar. 2013.Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

Harjo, Tugimin dkk. 2009. Saya Bangga Kebudayan Indonesia. Semarang: Aneka Ilmu

Huda, Miftahul. 2013. Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Jihad, Asep dan Abdul Haris. 2012. Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Multi Persindo

Kunandar. 2013.Penilaian Autentik. Edisi Revisi.Cetakan Ketiga. Rajawali Pers. Jakarta


(4)

Megawati. 2013. “Penerapan Model pembelajaran Explicit Instruction Untuk

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dalam Mata Pelajaran IPA di Kelas V

SDN Ginunggung Tolitoli” dalam Jurnal Kreatif Tadulako Online. Vol 4, No 10

Murtono, Sri. 2011. Seni Budaya dan Ketrampilan. Bogor: Yudhistira

Mustika, Dewi, Jampel, Kusmariyatni.2012. “Pengaruh Model Pembelajaran

Explicit Instruction berbantuan Media Gambar terhadap hasil Belajar IPA

kelas V SD Gugus kecamatan buleleng” dalam journal Universitas

Pendidikan Ganesha. Vol 1. Singaraja: UPG

Pamadhi, Hadjar. 2009. Pendidikan Seni di SD. Jakarta: Universitas Terbuka.

Permana, Adik, Siswandari, Ivada Elvina. 2015. “ Upaya Meningkatkan

Keaktifan dan Hasil belajar Aplikasi Pengolah Angka Melalui Model pembelajaran Explicit Instruction berbasis ICT” dalam Jurnal Tata Arta. Vol 1, No 3, hlm 371-382

Priyatno, Dwi. 2010. Paham Analisa Statistika Data dengan SPSS. Jakarta: PT Buku Seru

Putu Wira, Putu Suka, Wayan. 2014. “Penerapan Model Pembelajaran Explicit

Instruction pada Praktek Pemasangan Instalasi Listrik Penerangan Bangunan Sederhana Kelas X di SMK N 3 Singaraja Guna Meningkatkan

Hasil belajar Siswa” dalam Jurnal Universitas Pendidikan Ganesha. Vol 3. Singaraja:JJPTE

Riduwan. 2009. Metode dan Teknik Menyusun Proposal Penelitian. Bandung: Alfabeta

Rifa’i Achmad dan Chatarina Tri Anni. 2009. Psikologi Pendidikan. Semarang: UNNES Press

Rusman. 2012. Model-model pembelajaran mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Raja Grafindo persada

Sadhegi, kargar. 2014. “The Effect of Explicit Instruction of Discourse Markers

on EFL leaners Writing Ability” dalam International Journal of

Educational Investigations, Vol 1, No 1, Hlm 328-338

Sadler, Bruce, Tammy. 2014. “The Effect of Explicit Instruction on The Writing

Ability of a Student with Noonan Syndrome” dalam International Journal


(5)

Sanjaya, Wina. 2007. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses

Pendidikan. Jakarta: Kencana

Santi, Elly. 2014. “Peningkatan Kualitas Pembelajaran Materi membuat benda

kontruksi melalui Model Explicit Instruction” dalam Jurnal of Elementary

Education. Vol 3, No 2. Semarang: UNNES

Sardiman. 2008. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada

--- 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya .Rineka Cipta. Jogjakarta

Sohimin, A. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: A-Ruzz Media

Solich, Sadono dkk. 2007. Seni Budaya dan Ketrampilan. Jakarta: Erlangga Sugiyono. 2010. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta

Sukardi. 2015. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Sulistiyaningsih. 2013. “Peningkatan Hasil Belajar Karya Topeng Nusantara

Melalui Model Explicit Instruction” dalam Jurnal of Elementary

Education. Vol 2, No 2. Semarang: UNNES

Sunaryo, Aryo. 2012. Seni Rupa Nusantara. Semarang: DIPA UNNES Suprijono, Agus. 2012.Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar --- 2014.Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi

Konstruktifistik. Jakarta: Prestasi Pustaka

Trianto. 2010. Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara

Uno B, Hamzah. 2015. Teori Motivasi dan Pengukurannya Analisis Bidang

Pendidikan.Jakarta: Bumi Aksara

Wahyono, Teguh. 2012. Analisis Statistik Mudah Dengan SPSS 20. Jakarta: PT Elex Media Komputindo


(6)

Zaini, Hisyam. 2008. Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani


Dokumen yang terkait

EFEKTIFITAS BERBAGAI KONSENTRASI DEKOK DAUN KEMANGI (Ocimum basilicum L) TERHADAP PERTUMBUHAN JAMUR Colletotrichum capsici SECARA IN-VITRO

4 157 1

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

PENYESUAIAN SOSIAL SISWA REGULER DENGAN ADANYA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SD INKLUSI GUGUS 4 SUMBERSARI MALANG

64 523 26

STRATEGI PEMERINTAH DAERAH DALAM MEWUJUDKAN MALANG KOTA LAYAK ANAK (MAKOLA) MELALUI PENYEDIAAN FASILITAS PENDIDIKAN

73 431 39

KEBIJAKAN BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN DAERAH (BAPEDALDA) KOTA JAMBI DALAM UPAYA PENERTIBAN PEMBUANGAN LIMBAH PABRIK KARET

110 657 2

PROSES KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM SITUASI PERTEMUAN ANTAR BUDAYA STUDI DI RUANG TUNGGU TERMINAL PENUMPANG KAPAL LAUT PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA

97 602 2

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25