IMBIBISI PADA BENIH HIDUP DAN MATI UMA R

IMBIBISI BENIH MATI DAN HIDUP PADA BENIH JAGUNG (Zea mays) DAN
KACANG TANAH (Arachis hypogea)

Uma Rindy Pangestu
201410200311087
Jurusan Agronomi, Fakultas Pertanian-Peternakan, Universitas Muhammadiyah Malang
Jl. Raya Tlogomas No. 246 Malang Telp. 0341-464318-319 Fax. 0341-460435, 460782 Malang 65144

ABSTRAK
Benih merupakan biji yang digunakan sebagai sumber perbanyakan tanaman atau berkaitan dengan
perbanyakan tanaman. Ciri utama benih ialah kalau benih itu dapat dibedakan dari biji karena mempunyai daya
hidup yang disebut viabilitas. Namun, semua insane benih, apapun fungsi yang disandangnya, senantiasa
mendambakan benih vigor, tidak sekedar benih yang hidup (viable). Sekadar benih yang mempunyai potensi hidup
normal pun tidak cukup. Mengenai benih yang hidup, kalau dibatasi secara negatif menjadi gampang. Indikasi
bahwa benih itu mati. Faktor yang mempengaruhi perkecambahan benih antara lain: tingkat kematangan benih,
ketidak sempurnaan embrio, daya tembus air dan oksigen terhadap kulit biji. Di samping faktor internal, faktor
eksternal seperti suhu, air, dan oksigen maupun cahaya juga mempengaruhi perkecambahan biji. Metode dalam
pratikum kali ini Menimbang dua kelompok benih dan mencatat hasil pertimbangannya. Kelompok benih petama
dimasukan oven selama 24 jam dengan suhu 170̊C dan kelompok kedua dibirkan tidak dipanasi. Kelompok benih
kemudian direndam dengan air destilasi selama asatu jam. Masing masing ditimbang kembali dan dicatat hasilnya
dan tentukan presentasi peningkatan bobot benih yang disebabkan tambahan air. Hasil menujukkan pada bobot

awal, bobot setelah perendaman dan persentase peningkatan ttertinggi terdapat pada benih kacang tanah (hidup).
Benih hidup memiliki bobot yang lebih besar daripada benih mati dan persentasi peningkatan pada benih hidup
dan mati hampir sama, karena ada benih mati masih bisa melakukan proses imbibisi, namun mengalami kebocoran
saat akan berkecambah
Kata Kunci: Benih Jagung, Benih Kacang Panjang , Imbibisi.

potensi hidup normal pun tidak cukup.
Mengenai benih yang hidup, kalau dibatasi
secara negatif menjadi gampang. Indikasi
bahwa benih itu mati. Kalaupun benih itu
menunjukkan gejala hidup saja, misalnya
yang ditunjukkan oleh tingkat pernapasannya,
bahkan oleh sel-sel embrio yang tidak mati.
Benih dapat dikategorikan mempunyai daya
hidup sekalipun benih itu tidak menunjukkan
pertumbuhan. Kalau benih itu menumbuhkan
akar embrionalnya, benih itu hidup
(Sjamsoe’oed Sadjad, 1999).
Air merupakan bahan yang sangat
penting dalam kehidupan, karena tidak ada

kehidupan yang dapat berlangsung tanpa
adanya air. Banyak fungsi dalam biologi yang
sepenuhnya tergantung pada air seperti yang
terlihat pada reaksi-reaksi biokimia dalam
protqplasma yang dikendalikan oleh enzim.
Selain itu molekul air dapat berinteraksi
secara langsung sebagai komponen reaktif
dalam
proses
metabolisme
sel.
(Sasmitamihardja dan Siregar, 1996).
Demikian pula halnya dengan tumbuhan yang
akan mengalami cekaman kekeringan atau
mati jika kekurangan air. Sehubungan dengan

PENDAHULUAN
Benih merupakan biji yang digunakan
sebagai sumber perbanyakan tanaman atau
berkaitan dengan perbanyakan tanaman.

Batasan tentang pengertian benih dapat
dibedakan secara biologi, secara agronomi
dan secara fisiologis. Secara agronomis benih
didefinisikan sebagai biji tanaman yang
diperlukan untuk keperluan dan komponen
agronomis. Komponen agronomis ini lebih
berorientasi pada penerapan norma-norma
ilmiah, sehingga lebih bersifat teknologis
untuk mencapai produksi secaar\ra maksimal
(Kartasapoetra, 2003). Secara biologi benih
merupakan biji tumbuhan yang digunkana
untuk alat perkembangbiakan tanaman
(Sutopo, 2004).
Ciri utama benih ialah kalau benih itu
dapat dibedakan dari biji karena mempunyai
daya hidup yang disebut viabilitas. Namun,
semua insane benih, apapun fungsi yang
disandangnya, senantiasa mendambakan
benih vigor, tidak sekedar benih yang hidup
(viable). Sekadar benih yang mempunyai

1

perkecambahan, air juga berperin penting
untuk terjadinya perkecambahan, karena
sebagian besar biji mempunyai kandungan air
yang relatif rendah dan perkecambahan
dimulai dengan penyerapan air (Mayer dan
Mayber, 1963). Menurut Wilkins (1989) Biji
memerlukan sejumlah besar air yang harus
diserap, sebelum perkecambahan bisa terjadi,
yaitu sekitar dua atau tiga kali dari berat
keringnya, sekitar dua atau tiga kali dari berat
keringnya.
Menurut
Direktorat
Perbenihan
Tanaman Hutan (2004), perkecambahan
adalah proses fisiologi pada tahap awal
pertumbuhan benih. Pada perkecambahan
benih, kembali aktifnya pertumbuhan embrio

ditunjukan oleh munculnya radikula yang
menembus dan muncul dari benih.
Perkecambahan meliputi beberapa tahapan,
antara lain imbibisi, sekresi hormone dan
enzim, hidrolisis cadangan makanan,
pengiriman bahan makanan terlarut dan
hormon ke daerah titik tumbuh atau daerah
lainnya serta asimilasi atau fotosintesis
(Sudjadi, 2006). Perkecambahan dimulai
dengan proses penyerapan air ke dalam selsel
dan proses ini merupakan proses fisika. Proses
penyerapan air pada biji afau imbibisi terjadi
melalui mikropil. Air yang masuk ke dalam
kotiledon
menyebabkan
volumenya
bertambah, sehingga kotiledon membengkak.
Pembengkakan tersebut pada aktrimya
menyebabkan pecahnya testa (Sudjadi, 2006).
Ada

beberapa
faktor
yang
mempengaruhi perkecambahan benih antara
lain: tingkat kematangan benih, ketidak
sempurnaan embrio, daya tembus air dan
oksigen terhadap kulit biji. Di samping faktor
internal, faktor eksternal seperti suhu, air, dan
oksigen maupun cahaya juga mempengaruhi
perkecambahan biji. Perkecambahan tidak
dapat terjadi jika benih tidak dapat menyerap
air dari lingkungan (Ardian, 2008).
Menurut Schmidt (2000) Vigor adalah
kemampuan benih untuk tumbuh normal
dalam keadaan lapangan produksi sub

optimum atau kemampuan benih untuk
disimpan dalam kondisi simpan sub optimum
(terbuka). Dalam keadaan lapang ataupun
kondisi simpan optimum, benih memiliki

kemampuan tumbuh maupun simpan melebihi
normal. Vigor berkaitan dengan tingkat
keadaan lingkungan dimana benih yang tidak
dorman akan tidak berkecambah. Benih yang
memiliki kekuatan hidup rendah akan
berkecambah dan pembibitan hanya dapat
dilakukan dalam keadaan lingkungan yang
sempit atau dalam keadaan khusus yang baik.
Hal ini bisa saja mengacu pada media
perkecambahan, benih bisa saja berkecambah
dengan hasil baik tetapi mungkin memiliki
kekuatan terbatas untuk menembus tanah
lebih dalam atau menembus lapisan kertas
atau akar kecambah yang tumbuh keatas tidak
berhasil tumbuh ke dalam tanah (Schmidt,
2000).
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Praktikum
Pelaksanaan praktikum ini dilakukan di
Laboratorium Agronomi A dan dilaksanakan

pada tanggal Senin 8 November 2017.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum
kali ini adalah Pisau, Cawan Petri, Timbangan
Analitik, Oven, Gelas Ukur.
Sedangkan bahan yang digunakan
dalam praktikum kali ini adalah Benih Jagung
(Zea mays) dan Kacang Tanah (Arachis
hypogea)
Prosedur Praktikum
Pada praktikum kali ini dimulai
dengan menyiapkan alat dan bahan.
Menimbang dua kelompok benih dan
mencatat hasil pertimbangannya. Kelompok
benih petama dimasukan oven selama 24 jam
dengan suhu 170̊C dan kelompok kedua
dibirkan tidak dipanasi. Kelompok benih
kemudian direndam dengan air destilasi
2


selama satu jam. Masing masing ditimbang
kembali dan dicatat hasilnya dan tentukan
presentasi peningkatan bobot benih yang
disebabkan tambahan air.

Hasil pengamatan pada perlakuan
benih jagung mati dan hidup serta pada benih
kacang tanah mati dan hidup, dengan
parameter pengamatan bobot awal benih,
bobot setelah peendaman dan persentase
peningkatan. Hasil pengamatan dijelaskan
pada tabel 1 dibawah ini:

HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Imbibisi pada benih hidup dan mati

Perlakuan

Benih
Jagung

(mati)

Benih
jagung
(hidup)
Benih
kacang
tanah
(mati)
Benih
kacang
tanah
(hidup)

Ulangan

U1
U2
U3
U4

U5
U1
U2
U3
U4
U5
U1
U2
U3
U4
U5
U1
U2
U3
U4
U5

Bobot
Awal
(g)
2.951
3.110
3.130
3.057
2.793
2.810
3.384
3.557
2.897
4.021
3.285
3.285
3.235
3.285
3.285
3.837
3.100
3.557
3.825
3.809

Ratarata

3.008

3.333

3.275

3.625

Bobot setelah
Perendaman
(g)
3.253
3.460
3.600
3.192
2.920
3.110
3.580
3.670
3.124
4.422
3.673
3.253
3.253
3.253
3.353
4.246
3.522
3.322
4.515
4.612

Berdasarkan hasil diatas menunjukkan
bahwa pada parameter bobot awal benih,
antara benih hidup memiliki bobot awal yang
lebih tinggi dibandingkan benih mati, baik
pada benih jagung maupun benih kacang
tanah. 3.008 g pada benih jagung mati dan
3.333 g pada benih jagung hidup, sedangkan
pada benih kacang tanah mati sebesar 3.275 g
dan 3.625 g pada benih kacang tanah hidup
kemudian setelah mengalami perendaman
bobot benih bertambah, baik benih mati
maupun benih hidup. Sebesar 3.285 g benih
jagung (mati) dan 3.581 g pada benih jagung
(hidup), sedangkan pada benih kacang tanah

Ratarata

3.285

3.581

3.357

4.043

Peningkatan
(%)
14.10
35.00
15.61
4.40
4.50
8.30
47.00
3.18
8.09
0.97
11.81
0.97
0.97
0.97
0.97
10.6
42.00
12.20
18.04
21.20

Ratarata

14.72

13.51

3.14

20.81

mati sebesar 3.357 g dan 4.043 g pada benih
kacang tanah hidup.
Pada parameter persentase peningkatan
tertinggi terdapat pada benih kacang tanah
hidup yakni sebesar 20.81 % dan kedua
terdapat pada benih jagung mati yaitu sebesar
14.72 %, diikuti dengan benih jagung hidup
13.51% serta persentasi terendah pada benih
kacang tanah mati sebesar 3.14.
Benih mati sendiri didefinisikan
menurut Naemah (2012) bahwa benih yang
sampai pada akhir masa pengujian tidak keras,
tidak segar dan tidak berkecambah, sedangkan
benih hidup adalah benih yang memiliki
kapasitas vigor untuk berkecambah, yang
3

artinya benih yang meiliki viabilitas.
Berdasarkan hasil tabel 1 diatas menunjukkan
bahwa pada benih mati masih bisa melakukan
imbibisi dan persentasi peningkatannya juga
cukup besar. Menurut Ningrum, dkk (2013)
bahwa benih mati karena nirviabel yaitu benih
yang tidak mampu berimbibisi. Benih mati
karena leachate, benih tersebut berimbibisi
namun mengalami kebocoran dinding sel
sehingga tidak mampu berkecambah.
Menurut Berliando (2008) untuk benih
leachate dicirikan benih tidak berkecambah
dan
mengalami
pembengkakan
atau
bentuknya tidak sama dengan kondisi awal.
Nilai konduktivitas menandakan adanya
kebocoran benih. Semakin besar kebocoran
benih maka harapan benih untuk tumbuh akan
semakin kecil. Hal ini disebabkan benih akan
membocorkan senyawa kimiayang ada
didalamnya, seperti K, Cl, gula, dan asam
amino yang merupakan bahan baku
pembentukan energi yang akan digunakan
dalam proses perkecambahan.
Proses imbibsi ini merupakan tahap
awal dalam proses perkecambahan. Menurut
Naemah (2012) bahwa air mula-mula
diabsorpsi oleh biji kering menyebabkan
kandungan air biji-biji meningkat secara cepat
dan merata. Dalam kondisi absorpsi
(penyerapan) permulaan melibatkan imbibisi
air oleh koloid dalam biji kering, melunakkan
kulit biji dan menyebabkan hidrasi dalam
protoplasma, biji membengkak dan kulit biji
pecah. Imbibisi merupakan proses fisika dan
dapat terjadi juga dalam biji mati.
Oleh karena itu pada benih hidup bobot
lebih besar daripada benih yang mati, dan
benih mati tidak bisa berkecambah karena
banyaknya faktor yang menghambat, seta
banyaknya kehilangan unsur-unsur yang
dibutuhkan untuk berkecambah.

1. Benih hidup memiliki bobot yang lebih
besar daripada benih mati karena
kandungan bahan-bahan seperti K, Cl,
gula, dan asam amino yang diperlukan saat
berkecambah masih ada didalam benih
hidup
2. Persentasi peningkatan pada benih hidup
dan mati hampir sama, karena ada benih
mati masih bisa melakukan proses
imbibisi, namun mengalami kebocoran
saat akan berkecambah
DAFTAR PUSTAKA
Ardian. 2008. Pengaruh Perlakuan Suhu dan
Waktu Pemanasan Benih Terhadap
Perkecambahan Kopi Arabika (Coffea
arabica ) dalam Jurnal Akta Agrosia.
11(1):25-33.
Berliando, C. 2008. Keragaman Leachate,
Viabilitas Benih, dan Vigor Bibit
Jagung Manis yang Dipupuk dengan
Semen Portland. Skripsi. Universitas
Lampung. Lampung. 44 hlm.
Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan. 2004.
Informasi Singkat Benih. Direktorat
Perbenihan Tanaman Hutan. Bandung.
Kartasapoetra A.G., 2003. Teknologi Benih :
Pengolahan Benih dan Tuntunan
Praktikum. Rineka Cipta. Jakarta. Hal :
108-112.
Mayer, A.M. dan A. Poljakoff-Mayber. 1963.
The Germination of Seeds. Macmillan.
New York.
Naemah, Dina. 2012. Laporan Penelitian
Mandiri : Teknik lama perendaman
terhadap daya Kecambah Benih
Jelutung (Dryera polyphylla Miq.
Steenis).
Banjarbaru:
Fakultas
Kehutanan
Universitas
Lambung
Mangkurat
Ningrum, G. Ayu., Saiful Hikam., Paul B.
Timotiwu. 2013. Evaluasi Viabilitas
Benih, Ketahanan dan Pemulihan
Tanaman Empat Pedigri Inbred Jagung
yang disimpan lebih dari Dua Belas
Bulan dalam Jurnal Agrotek Tropika
Vol. 1, No. 1: 14 – 19, Januari 2013.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil imbibisi benih mati dan
hidup, dapat disimpulkan sebgai berikut :
4

Sasmitamihardja D. dan A.H. Siregar. 1996.
Fisiologi Tumbuhan. proyek pindidikan
Akademik Dirjen Dikri. Depdikbud.
Bandung.
Schmidt, L. 2000. Pedoman Penanganan
Benih Tanaman Hutan Tropis dan
Suptropis.
Derektorat
Jendral
Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan
Sosial. Departemen Kehutanan. Buku.
Gramedia. Jakarta. 185 p.
Sjamsoe'oed Sadjad, dkk. 1999. Parameter
Pengujian Vigor Benih. Jakarta :
Grasindo
Sudjadi, Bagod dan Siti Laila. 2006. Biologi
SMA/MA Kelas X. Jakarta: Yudhistira.
Sutopo L., 2004. Teknologi Benih. Rajawali
Press. Jakarta. Hal : 161.
Wilkins, M. B. 1989. Fisologi Tanaman.
Bumi Aksara. Jakarta.

4

Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN BIJI PEPAYA (Carica Papaya L) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

23 199 21

KEPEKAAN ESCHERICHIA COLI UROPATOGENIK TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG (PERIODE JANUARI-DESEMBER 2008)

2 106 1

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25