REPRESENTASI ADEGAN KEKERASAN DALAM FILM THE RAID 2 “Berandal”[Model Semiotika Jhon Fiske].

(1)

REPRESENTASI ADEGAN KEKERASAN DALAM FILM THE RAID 2

(Model Semiotika Jhon Fiske)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi (S.I.Kom dalam

Bidang Ilmu Komunikasi

Oleh : ADE IRFAN

B06211002

Dosen Pembimbing Wahyu Ilaihi .MA NIP : 197008252005011004

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

JURUSAN KOMUNIKASI

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

2015


(2)

(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

Ade Irfan, B06211002, 2015. Representasi Adegan Kekerasan Dalam Film The Raid 2 “Berandal”. Skripsi Program StudiI lmu Komunikasi Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Ampel Surabaya

Kata Kunci : Kode Televisi, Adegan Kekerasan, Representasi

Dalam penelitian ini, peneliti mengangkat rumusan masalah yaitu (1) bagaimana level realitas adegan kekerasan dalam film The Raid 2 dan (2) bagaimana level representasi adegan kekerasan dalam film The Raid 2. Untuk mengungkap persoalan adegan adegan kekerasan yang terkandung dalam film tersebut secara menyeluruh dan mendalam dalam penelitian ini digunakanlah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan Analisis Semiotika Jhon Fiske, jenis penelitian ini untuk mengetahui kode-kode televisi dari setiap scene adegan kekerasan dalam film The Raid 2

“Berandal”, kemudian data tersebut dianalisis dengan teori The Codes Of Televisian dari teori Jhon Fiske. Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa (1) Konflik yang muncul dalam film ini di antaranya saling berebut kekuasaan atas wilayah yang ada. Dalam konflik ini cenderung melakukan hal-hal kekerasan. Kehidupan sosialnya melahirkan konflik. (2) Kekuasaan yang terjadi dalam film The Raid 2 “Berandal” ini, memperebutkan wilayah kekuasaan atas kelompok -kelompok mafia atau Geng. Di dalam film ini, ada beberapa kelompok organisasi mafia yang saling berebut kekuasaan tempat wilayah. Kekuasaan dan Otoritas merupakan sumber - sumber yang menakutkan dan mereka yang memegangnya memiliki kepentingan untuk mempertahankan status quo. (3) dari beberapa scene dalam film ini terdapat kejahatan kekerasan seperti pembunuhan, penganiayaan, penembakan, kekerasan fisik dan non fisik.

Bertitik tolak dari penelitian ini, beberapa saran yang diperkirakan dapat dijadikan pertimbangan bagi (1) para penikmat film action, bisa mengambil positifnya dari film ini. Memang dari film ini sangat mengerikan bagaimana perkelahian dipertontonkan apa adanya, tebasan dan tusukan senjata mengenai tubuh, kepala dan darah muncrat kemana - mana. Film ini menyingkapi realitas film sebagai realitas riil dalam kehidupan sehari-hari. Harapan dan keyakinan masyarakat agar film dan karya seni pada umumnya mengirim makna dan pesan moral dari film tersebut. (2) untuk pihak kepolisian, bahwa dalam menjalani tugas harus bertindak sejujur-jujurnya jangan sampai terlena dengan uang. Jangan pernah mau menerima sogokan dari pihak-pihak yang ingin berbuat kejahatan. (3) Di tengah kian semaraknya kekerasan, kekuasaan dan penyimpangan sosial dalam berbagai bentuk merupakan produk dari akumulasi banyak faktor yang melekat dalam sistem kehidupan masyarakat saat ini. Sementara sekularisasi kebudayaan melalui media massa, seperti televisi, film dan proses interaksi sosial yang tinggi dalam era globalisasi ini juga semakin nyata. Secara normatif, Islam diyakini oleh para pemeluknya sebagai agama (wahyu Allah) yang menjadi pedoman hidup (Way Of Life) yang total atau kaffah dalam seluruh aspek kehidupan. Aspek-aspek ajaran islam yaitu aqidah, ibadah, akhlaq, dan muamalat dunyawiyah atau kemasyarakatan tidak dapat dipisahkan satu sama lain.


(6)

Daftar Isi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………....i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ………ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI………..iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ………...iv

KATA PENGANTAR ………..vi

ABSTRAK ………...vii

DAFTAR ISI………..x

DAFTAR TABEL ………xii

DAFTAR GAMBAR ………...xiv

DAFTAR GRAFIK ………..xv

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah... 8

C.Tujuan Penelitian... 8

D.Manfaat Penelitian... 8

E. Penelitian Terdahulu... 9

F. Definisi Konsep... 10

G.Kerangka Penelitian... 14

H.Metode Penelitian... 16

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian... 16

2. Subyek, Obyek dan Lokasi Penelitian... 17

3. Jenis dan Sumber Data... 18

4. Tahap – Tahap Penelitian... 19

5. Tehnik Pengumpulan Data... 20

6. Tehnik Analisis Data... 20

I. Sistematika Pembahasan... 23

BAB II KAJIAN TEORITIK A. Kajian Pustaka 1. Kekerasan ... 26


(7)

3. Representasi ……... 38

4. Adegan Kekerasan ………... 44

5. Pesan Seni Bela diri dalam Film The Raid 2 “Berandal” ... 49

6. Film sebagai kajian Semiotika ……… 51

B. Kajian Teori 1. Teori Anomie... 54

2. Kode kode Sosial Televisi ... 55

3. Teori Semiotika Fiske ... 59

BAB III PENYAJIAN DATA A. Deskripsi Subyek, Obyek, dan Lokasi Penelitian ... 61

1. Subyek Penelitian ... 61

a. Profil Film The Raid 2 “Berandal” ... 61

b. Sinopsis Film The Raid 2 “Berandal”... 66

c. Tim Produksi Film The Raid 2 “Berandal” ... 70

2.Obyek Penelitian ... 74

a. Komunikasi Massa ... 74

3.Lokasi Penelitian ... 76

B. Deskripsi Data Penelitian ... 76

1. Level Realitas ……… 77

2. Level Representasi ………... 77

3. Level Realitas Scene 1-3 ... 78

4. Level Representasi Scene 1-3 ... 80

5. Level Realitas Scene 4-6 ... 82

6. Level Representasi Scene 4-6 ... 83

7. Level Realitas Scene 7-9 ... 86

8. Level Representasi Scene 7-9 ... 86

9. Level Realitas Scene 10-12 ... 89

10. Level Representasi Scene 10-12 ... 90

11. Level Realitas Scene 13-15 ... 92

12. Level Representasi Scene 13-15 ... 92

13. Level Realitas Scene 16-19 ... 95


(8)

BAB IV ANALISIS DATA

A. Analisis Data ……….. 98

1. Senjata Sebagai Jalan Keluar Dari Setiap Penyelesaian Masalah ... 99

2. Ambisi Terhadap Kekuasaan Melalui Kekerasan ... 101

3. Konflik Bernuansa Kekerasan Sebagai Gaya Hidup ... 102

4. Kekerasan Melalui Perkataan ... 103

B. Konfirmasi Hasil Temuan Dengan Teori ………... 104

a. Kejahatan Kekerasan ... 105

C. Kaitannya dengan Ajaran Islam ………. 113

a. Kejahatan Kekerasan kaitannya dengan Al-Qur‘an ………... 113

b. Hegemoni (Kekuasaan) kaitannya dengan Al-Qur‘an ……….. 114

c. Konflik kaitannya dengan Al-Qur‘an ………. 116

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan... 119

1. Level Realitas Adegan Kekerasan………... 119

2. Level Representasi Adegan Kekerasan……….. 119

B. Rekomendasi ... 120 DAFTAR PUSTAKA

A. Buku... B. Internet... LAMPIRAN


(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di dalam UU No.23 Tahun 2009 tentang Perfilman pasal 1 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan film adalah karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dan media komunikasi massa yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan atau tanpa suara dan dapat dipertunjukkan1.oleh pita seluloid, pita video, piringan video dan bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan dan ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik, elektronik, dan sistem lainnya. Film memiliki pengertian yang beragam,tergantung sudut pandang orang yang membuat definisi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh pusat Bahasa pada tahun 2008, film adalah selaput tipis yang dibuat seluloid untuk tempat gambar negatif (yang akan dibuat potret).

Film terdiri dari beberapa macam genre diantaranya genre aksi (action), Petualangan (Adventure), komedi, drama, epik, musikal dan sains fiksi. diantara beberapa macam film genre tersebut banyak dampak positif dan negative bagi para penikmatnya. Terutama dalam genre film aktion, satu pengaruh buruk film aktion adalah pada penyebaran nilai nilai kekerasan dalam setiap adegannya. Film aksi (action) adalah jenis film yang banyak mengandung gerakan dinamis para aktor dan aktris dalam sebagian besar adegan film seperti halnya, adegan baku tembak, perkelahian,kejar-kejaran,ledakan,perang, dll.

1


(10)

2

Hampir semua fitur pada dasarnya adalah narasi visual. Oleh karena itu menurut para ahli semiotika film2, itu semua dapat dilihat sebagai hal yang memiliki struktur sama dengan ciri struktur bahasa. Film yang secara alamiah bersifat campuran itu membuat representasi sinema menjadi kuat. Musik bisa memberi penekanan aspek dramatis dan emosional dari teks. Semua pengalaman

dari teks menjadi sinestesis, membaurkan berbagai moda menjadi

pengindra.aktualisasi perkembangan kehidupan masyarakat pada masanya. Dari zaman ke zaman film mengalami perkembangan baik dari teknologi yang digunakan maupun tema yang diangkat. Bagaimanapun film telah merekam sejumlah unsur-unsur budaya yang melatar belakanginya, termasuk pemakaian bahasa yang tampak pada dialog antar tokoh dalam film.

Ini salah satu media komunikasi massa yang sudah sangat dikenal. Dengan caranya sendiri, film memiliki kemampuan untuk mengantar pesan secara unik; dapat juga dipakai sebagai sarana pameran bagi media lain dan juga sebagai sumber budaya yang berkaitan erat dengan buku, film kartun, bintang televisi, film seri, serta lagu.

Dalam perkembangan media komunikasi masa sekarang ini, film menjadi salah satu media yang efektif untuk menyampaikan pesan-pesan. Film berperan sebagai sarana modern yang digunakan untuk menyebarkan hiburan yang sudah menjadi kebiasaan dan diakrabi oleh khalayak umum. Di samping itu film juga menyajikan cerita, peristiwa, musik, drama, komedi, dan sajian lainnya kepada masyarakat umum.

2


(11)

3

Film sebagai salah satu jenis media massa yang menjadi saluran berbagai macam gagasan, konsep, serta dapat memunculkan dampak dari penayangannya. Ketika seseorang melihat sebuah film, maka pesan yang disampaikan oleh film tersebut secara tidak langsung akan berperan dalam pembentukan persepsi seseorang terhadap maksud pesan dalam film. Seorang pembuat film merepresentasikan ide-ide yang kemudian dikonversikan dalam sistem tanda dan lambang untuk mencapai efek yang diharapkan. Representasi dalam kehidupan masyarakat proses komunikasi lewat media membantu menciptakan makna makna vital dalam kehidupan masyarakat. Bahkan pada level sederahana,ide tentang apakah yang dimaksud dengan hiburan dapat didefinisikan secara demikian. Film juga dapat sebagai hiburan maupun komunikasi yang dapat pelajari dan telaah,baik dalam pengkodeannya dan pendekodeannya. Makna dan tanda dalam komunikasi media diisyaratkan sebagai signaling dan penandaan (signing)3 ini memang berlangsung dengan berbagai cara seperti di dalam kehidupan sendiri.

Kaitannya dalam kehidupan sehari hari, kekerasan pun tidak dapat dihindari diwaktu seseorang tersebut mendapatkan masalah dalam kehidupannya. Manusia adalah makhluk yang memiliki rasa dan emosi. Hidup manusia diwarnai dengan emosi dan berbagai macam perasaan. Emosi dapat memotivasi perilaku,dapat bereaksi dalam menghadapi situasi tersebut. Seseorang tidak perlu untuk mempersiapkan segala sesuatunya untuk menghadapi situasi tersebut karena emosi akan mempersiapkan segalanya untuk dapat melewati rintangan yang ada dalam pikiran dan yang ada di lingkungan. Selain itu efek seseorang sebelum melakukan tindakan kekerasan juga dipengaruhi oleh stress dan kecemasan dalam

3


(12)

4

kehidupannya. Keadaan yang mengancam sering kali akan membuat seseorang merasa tertekan sehingga dapat menimbulkan ketegangan secara fisik dan psikologis. Saat individu mengalami stress, dirinya akan menganggap situasi yang membuat dirinya sebagai suatu ancaman sehingga akan menyebabkan dirinya merasa cemas. Sedangkan apabila individu merasa situasi yang membuatnya cemas berulangkali tentu dirinya akan menjadi stress.4

Kemudian marah merupakan sesuatu yang bersifat sosial dan biasanya terjadi jika mendapat perlakuan tidak adil atau tidak menyenangkan dalam interaksi sosial. Pada saat seseorang marah maka denyut jantung menjadi lebih cepat dan tekanan darah menjadi naik, napas tersenggal – senggal dan pendek, serta otot-otot menjadi tegang. Ciri-ciri seseorang marah dapat dilihat pada wajah,pada lidah,pada anggota tubuh, dan pada hati. Seseorang yang marah biasanya menimbulkan keinginan untuk memukul, membunuh, melukai, merobek5. Makna kekerasan di Negara Indonesia sangat berbeda dengan negara barat. Negara barat tidak begitu mempersalahkan tindak kekerasan dalam kehidupan masyarakatnya, apalagi segala bentuk kekerasan yang terjadi dalam dunia perfilman. Mereka cukup bebas mengapresiasikan kehidupan mereka. Sedangkan Indonesia merupakan negara yang memiliki keberagaman budaya yang harmoni yang melahirkan kebahagiaan dan dibingkai oleh tujuan hukum yang menjamin kedamaian dan ketentraman masyarakat. karena alasan itulah adegan kekerasan dalam film The raid 2 terjadi pro dan kontra dalam masyarakat perfilman di Indonesia dibandingkan oleh perfilman mancanegara.

4

Triantoro Safaria dan Nofrans Eka Saputra. Manajemen Emosi (Jakarta : Bumi Aksara 2012) Hlm 42

5


(13)

5

Film The Raid 2 “Berandal” merupakan film aksi seni bela diri dari Indonesia yang disutradarai oleh Gareth Evans dan dibintangi oleh Iko Uwais. Film ini adalah sekuel dari film The Raid pertama. Film ini tayang perdana di festival Film Sundance pada 21 Februari 2014 dan akhirnya ditayangkan serentak di Indonesia dan Amerika Serikat pada tanggal 28 Maret 2014. Iko Uwais berperan kembali sebagai rama. Perwira pemula satuan senjata dan taktik khusus sekaligus seorang calon ayah. Selain itu film ini dibintangi juga oleh Alex Abbad, Julie Estelle, Roy Marten, Tio Pakusadewo, Arifin Putra, Cecep Ari Rahman. Aktor mancanegara dari Jepang seperti Ryuhei Matsuda, Kenichi Endo, Kazuki Kitamura ikut bergabung dalam film ini.

Salah satu gambaran dari realitas yang berlaku ditengah masyarakat salah satunya adalah kekerasan. Kekerasan yang terjadi ini sering terjadi dalam masyarakat. Umumnya dalam jaringan antar Bandar narkoba dengan pihak kepolisian, antar pelajar sekolah antar suku bahkan antar kampung. Film ini penelitian ini menceritakan tentang upaya penyamaran Rama dalam sindikat kejahatan di Jakarta. Dia berhasrat melindungi keluarganya dari para penjahat dan berambisi untuk membongkar praktik korupsi di lembaga kepolisian tempatnya bernaung. Selain itu Rama balas dendam atas kematian kakaknya. Rama tampak meluapkan kemarahannya pada coretan kapur bergambar bayangan manusia pada dinding tahanan. Secara bertubi-tubi, Rama memukul dinding itu dengan tangan kosong hingga membuat permukaan dinding itu rusak. Beberapa adegan perkelahian diambil di dalam mobil. Trailer ini juga menampilkan adegan upaya penembakan sadis yang dilakukan di anak tangga eskalator. Adegan kekerasan yang terjadi dalam film ini sangat beragam. Rama sebagai tokoh utama yang


(14)

6

ditugaskan untuk menyamar dalam tahanan penjara hingga beberapa tahun hanya untuk mengintrogasi atau memata matai anak dari Bos Bandar narkoba. Di dalam penjara itu Rama seorang diri berkelahi dengan tahanan lainnya yang lebih dari 10 orang dengan tangan kosong, menghajar, memukul, menendang bahkan sampai dibantingkan ke tembok sampai berdarah. Adegan kekerasan yang dilakukan oleh tokoh tersebut tidak hanya satu kali namun beberapa kali. Dalam sekumpulan kelompok tahanan ketika itu sedang hujan dan berkumpul dilapangan. Dari kelompok lain ingin mencoba membunuh si anak Bos Bandar narkoba, dan rama melihat dia membawa pisau untuk membunuhnya. Beberapa saat kemudian terjadilah pertarungan sengit antar para tahanan. Ketika itu rama tidak tinggal diam, dia langsung memukul yang membawa pisau tersebut dan akhirnya terjadilah pertarungan. Para penjaga tahanan juga ikut memukul para tahanan yang sedang tawuran. Dalam perkelahian tersebut sangat sadis untuk dilihat. Ada beberapa macam senjata yang dipakai antara lain pisau, batu, senjata, alat pemukul dan lain sebagainya. .

Pengalaman dalam kehidupan akan membentuk diri pribadi setiap manusia, tetapi setiap orang juga harus menyadari apa yang sedang terjadi dan apa yang telah terjadi pada diri pribadinya.6 Kesadaran terhadap diri pribadi ini pada dasarnya adalah suatu presepsi yang ditunjukkan pada dirinya sendiri. Dalam hal ini orang akan berusaha untuk mengenali dan memahami siapa dirinya. Suatu tindakan di lingkungan mensyaratkan kehadiran objek eksternal untuk ditangkap oleh indera.

6

Djuarsa Sendjaja, Materi Pokok: Teori Komunikasi, (Jakarta: Universitas Terbuka, 1994), Hal: 52


(15)

7

Ketertarikan peneliti terhadap film ini sebagai penelitian karena makna

yang terkandung dalam film tersebut. Berandal adalah pertunjukan dan

pelampiasan pribadi Rama sebagai seorang individu yang hasrat bawah sadarnya terlalu kuat untuk ia taklukkan. Memang hampir semua pelaku dalam film ini adalah orang Indonesia. Ini merupakan situasi yang sangat potensial bagi munculnya kekerasan, yang sekali lagi tidak hanya dalam bentuk fisik, tapi dalam beragam bentuk seperti kata-kata.

Kecenderungan semacam ini tidak saja dimiliki oleh agen budaya yang dominan, tapi juga oleh sub-cultur yang muncul akibat ketidaksepakatannya dengan gagasan dan nilai-nilai yang selalu saja dipaksakan oleh budaya yang dominan.

Untuk itu kiranya perlu mendiskusikan berulang-ulang tentang nilai-nilai, tentang baik dan buruk dengan tidak saling mengisolasi diri apalagi membebani dengan penggolongan-penggolongan yang pada dasarnya tidak manusiawi. Jadi essensi manusia sama, yang berbeda hanyalah dalam superfisialnya saja tentang apa yang disenangi. Tak perlu untuk menciptakan permusuhan jika sekedar masalah senang dan tidak senang, dan upaya pemaksaan gagasan hanyalah tindakan ideologis yang mengingkari kemanusiaan.


(16)

8

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan konteks masalah di atas, maka peneliti mengajukan rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana level realitas adegan kekerasan dalam film The Raid 2

“Berandal” ?

2. Bagaimana level representasi adegan kekerasan dalam film The Raid 2

“Berandal” ?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah

1. Untuk mengetahui level realitas adegan kekerasan seperti apa yang ditampilkan dalam film The Raid 2 “Berandal”

2. Untuk mengetahui level representasi adegan kekerasan yang ditampilkan dalam film The Raid: Raid 2 “Berandal”

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis: Penelitian ini diharapkan dapat memperluas

pengetahuan penulis mengenai kajian Analisis semiotik.

2. Manfaat Praktis: Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan yang positif bagi semua kalangan pelajar atau mahasiswa, maupun orang dewasa karena adegan-adegan dalam film ini tidak boleh ditiru. Diharapkan dapat dijadikan referensi tentang film dan kekerasan kepada siapapun pemerhati kajian Ilmu Komunikasi.


(17)

9

E. Kajian Penelitian Terdahulu Yang Relavan

Untuk melengkapi referensi dan pengembangan penelitian ini. Maka, peneliti mempelajari penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti yang lain, yang terkait dengan fokus penelitian ini, serta menjadi bahan pertimbangan dan perbandingan dalam penelitian. Adapun penelitian yang terkait dengan penelitian penulis, antara lain:

1. Nama Peneliti : Lina Masruroh. Judul Karya Skripsi : Analisis Semiotik Iklan rokok A mild versi Taat Cuma Kalo Ada yang Liat . Tahun Penelitian : 2007. Metode Penelitiannya : Analisis Semiotik Roland Barthes. Hasil Temuan

penelitian : Membahas bagaimana iklan rokok A Mild Versi Taat Cuma Kalo

Ada Yang Liat diinterprestasikan sebagai representasi budaya masyarakat Indonesia. Perbedaannya Lina Masruroh menggunakan iklan rokok versi Taat Cuma kalo ada yang liat sebagai subjek penelitian. Sedangkan peneliti menggunakan Film The Raid 2 “Berandal” sebagai subjek penelitian.

2. Nama peneliti : Fitri Munhdiro. Judul karya Skripsi : Analisis Semiotika Program Talkshow Wak kaji Show. Tahun penelitian : 2008. Metode Penelitiannya : Analisis Semiotika Roland Barthes. Hasil temuan peneliti : membahas makna apa yang terkandung dalam nama program Wak Kaji Show. Perbedaannya Fitri Munhdiro menggunakan program Wak Kaji Show sebagai Subjek penelitian, sedangkan penelitian ini menggunakan Film The


(18)

10

F. Definisi Konsep

Pada dasarnya konsep merupakan unsur pokok dari penelitian dan suatu konsep sebenarnya definisi singkat dari sejumlah fakta atau gejala yang ada. Ditentukannya definisi konsep dalam penelitian ini supaya tidak terjadi salah pengertian dalam memahami konsep-konsep yang diajukan dalam penelitian dasar pemikiran bahwa film merupakan salah satu media komunikasi massa paling populer selain televisi. Film menjadi berbeda bentuknya dengan media audio-visual lainnya seperti televisi karena film yang mampu membentuk (mungkin juga dibentuk) identitas film itu sendiri. Sama artinya dengan menonton film berbeda dengan menonton televisi. Karena pembuatan film adalah upaya para sineas menyajikan representasi atau realitas ke dalam bentuk sinematografi.

Realitas sosial diartikan sebagai kualitas yang terdapat di dalam realitas-realitas yang diakui atau dimiliki keberadaannya (being) yang tidak tergantung terhadap kehendak kita sendiri. Sedangkan pengetahuan di definisikan sebagai kepastian bahwa realitas-realitas tersebut nyata (real) dan memiliki karakter yang spesifik. Realitas sosial di konstruksikan melalui proses ekternalisasi, objektivasi dan internalisasi.7

Ekternalisasi, obyektifasi dan internalisasi ketiganya merupakan dialektis dalam proses reproduksi realitas sosial. Tiap manusia adalah agen sosial yang mengeksternalisasikan realitas sosial. Hasil dari eksternalisasi tersebut membentuk obyektifasi pada masyarakat. Dan pada akhirnya eksternalisasi dan obyektifasi tersebut dalam suatu individu sebagai produk sosial menjadi

77

Burhan Bungin, Imaji Media Massa; Konstruksi dan Makna Realitas Sosial Iklan Televisi dalam masyarakat Kapitalistik,(Yogyakarta : Jendela, 2008),Hal: 14-15


(19)

11

pengetahuan dan identitas sosial sesuai dengan peran institusional yang terbentuk dan yang diperankan.

a. Representasi

Representasi adalah konsep yang digunakan dalam proses sosial pemaknaan melalui sistem penandaan yang tersedia: dialog, tulisan, video, film, fotografi, dan sebagainya. Secara ringkas, representasi adalah produksi makna melalui bahasa. Lewat bahasa (symbol-simbol dan tanda tertulis, lisan, atau gambar) tersebut itulah seseorang dapat mengungkapkan pikiran, konsep, dan ide-ide tentang sesuatu. Semua ini merujuk pada presentasi media terhadap pelbagai kelompok sosial yang dikategorikan dengan banyak cara antara lain melalui gender, umur dan kelas sosial8.

Isi atau makna dari sebuah film dapat dikatakan dapat mempresentasikan suatu realitas yang terjadi karena menurut Fiske, representasi ini merujuk pada proses yang dengannya realitas disampaikan dalam komunikasi, via kata-kata,

bunyi atau kombinasinya”.9

b. Adegan Kekerasan

Program siaran yang membenarkan kekerasan dan sadisme sebagai hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari.

a) Adegan adalah pengambilan gambar10 yang diatur oleh sutradara dengan mengfokuskan pada adegan yang tercantum dalam scene scenario tanpa mempedulikan situasi sekitar adegan. Yang berisi pertarungan fisik antara tokoh protagonist dengan antagonis. Dalam

8

Graeme Burton. Media dan Budaya Populer (Yogyakarta:Jalasutra 2012) Hlm 18

9

John Fiske, Cultural and Communication Studies: Sebuah Pengantar Paling Komprehensif,

(Yogyakarta: Jalasutra, 2004)hal.9

10

Bayu Widagdo & Winastwan Gora, Bikin Film Itu Mudah, (Yogyakarta : CV. Andi Offset, 2007), Hal: 130


(20)

12

setiap adegan-adegan yang muncul sering kali tedapat adegan pertarungan dengan suasana dramatis. Kemudian alur cerita akan terus bergerak dengan menyuguhkan adegan yang menegangkan antara kelompok satu dengan yang lain. Adegan –adegan ini membuat cerita lebih dramatis, maka konflik antara tokoh protagonis dan antagonis akan dikembangkan dengan memunculkan adegan pertarungan fisik. Disitulah adegan/action akan muncul dari genre film. Action memberikan keterangan mengenai aktifitas yang terjadi pada setiap scene termasuk informasi mengenai keadaan psikologis dari setiap karakter, lingkungan, suasana, dan tingkah laku tokohnya.

b) Kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik11 dan kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok orang atau masyarakat yang mengakibatkan atau kemungkinan besar mengakibatkan memar/trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan perkembangan atau perampasan hak.

c) Dalam penelitian ini yang dimaksud adegan kekerasan adalah Adegan

yang diantaranya adalah menampilkan secara detil (big close up, medium close up, extreme close up) korban yang berdarah-darah, menampilkan adegan penyiksaan secara close up dengan atau tanpa alat (pentungan/pemukul, setrum, benda tajam) secara nyata. Adegan kekerasan yang dramatis dari setiap scenenya membuat penonton melihat seperti nyata. Padahal dari setiap kekerasan itu hanyalah adegan yang sudah disiapkan oleh sutradara di dalam scenario. Pemain

11

Hendrarti dan Herudjati Purwoko, Aneka Sifat Kekerasan Fisik, Simbolik, Birokratik & Struktural, Cetakan Pertama, PT Indeks, Jakarta, 2008, hal 13


(21)

13

hanyalah tokoh yang harus mempunyai karakter dan ekspresi yang begitu menyakitkan, kesakitan, kepedihan dalam setiap melakukan adegan kekerasan.

c. Film The Raid 2 “Berandal”

Film adalah media komunikasi massa yang bersifat audio visual untuk menyampaikan suatu pesan kepada sekelompok orang yang berkumpul di suatu tempat tertentu. Pesan film pada komunikasi massa dapat berbentuk apa saja tergantung dari misi film tersebut. Akan tetapi, dapatnya sebuah film dapat mencakup berbagai pesan, baik itu pesan pendidikan, umum dan informasi.

film The Raid 2 berisi cerita yang dimulai dua jam setelah film pertama berakhir. Rama (Iko Uwais) keluar dari gedung apartemen kumuh yang menjadi neraka bagi kesatuannya. Sambil terluka dan membopong satu orang temannya yang selamat, ia menemui Bunawar (Cok Simbara), polisi bersih yang akan membantu membongkar skandal di kesatuannya, sekaligus menghindarkannya dari bahaya yang lebih besar. Hal pertama yang disampaikan Bunawar pada Rama adalah siapa, dan seberapa besar masalah yang akan mereka hadapi. Satu-satunya jalan untuk menyelesaikannya, Rama harus masuk ke dalam organisasi kriminal. Caranya, ia harus rela dipenjara agar bisa dekat dengan Uco (Arifin Putra), anak dari bos mafia Bangun (Tio Pakusadewo).12

12

Http:// 'The Raid 2 Berandal' 150 Menit Full Action.htm. Di akses pada tanggal 26 September 2014


(22)

14

G. Kerangka Pikir Penelitian

Bagan 1.1 Kerangka Pikir Peneliti

Penelitian ini menggunakan teori The Codes of Television oleh John Fiske. Peneliti memilih beberapa kode yang ada dalam teori the codes of television

John Fiske. Beberapa kode televisi ini akan lebih mempermudah dalam meneliti representasi adegan kekerasandalam film.

Dalam teori semiotika pokok studinya adalah tanda atau bagaimana cara tanda – tanda itu bekerja juga dapat disebut semiologi. Tanda – tanda itu hanya mengemban arti pada dirinya sendiri, dengan kata lain jika diterapkan pada tanda

– tanda bahasa, maka huruf, kata, dan kalimat tidak memiliki arti pada dirinya sendiri. Tanda – tanda itu hanya mengemban arti (significant) dalam kaitan

Kekerasan

Semiotika

Kode-kode televisiFiske

Level Realitas Adegan Kekerasan Fiske

Level Representasi

Film The Raid 2 “Berandal”


(23)

15

dengan pembacanya. Pembaca itulah yang menghubungkan tanda dengan apa yang ditandakan (signified) sebagai konvensi dalam sistem bahasa yang bersangkutan. Segala sesuatu memiliki sistem tanda dapat dianggap teks. Semiotika adalah studi tentang pertandaan dan makna, ilmu tentang tanda, tentang bagaimana makna di bangun dalam “teks” media, atau studi tentang bagaimana tanda dari jenis karya apapun dalam masyarakat yang mengkomunikasikan makna.13

Tanda adalah sesuatu yang dikaitkan pada seseorang untuk sesuatu dalam beberapa hal atau kapasitas. Tanda menunjuk pada seseorang, yakni, menciptakan di benak orang tersebut suatu tanda yang setara, atau barangkali suatu tanda yang lebih berkembang. Tanda yang diciptakannya saya namakan interpretant dari tanda pertama.14

John Fiske mengungkapkan kode-kode televisi (Television Codes) atau yang biasa disebut kode-kode yang digunakan dalam dunia pertelevisian. Menurut John Fiske terdapat tiga bidang studi utama dalam semiotika, yakni : 1. Tanda itu sendiri. Hal ini terdiri atas studi tentang berbagai tanda yang

berbeda, dan cara tanda – tanda itu terkait dengan manusia yang

menggunakannya. Tanda adalah kontruksi manusia dan hanya bisa dipahami dalam artian manusia yang menggunakannya.

2. Kode atau sistem yang mengorganisasikan tanda. Studi ini mencakup cara berbagai kode dikembangkan guna memenuhi kebutuhan suatu masyarakat atau budaya atau mengeksploitasi saluran komunikasi yang tersedia untuk mentransmisikannya.

13

Jhon Fiske. Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta Edisi Ketiga 2012) hlm 68

14


(24)

16

3. Kebudayaan tempat kode dan tanda bekerja. Ini pada gilirannya bergantung pada penggunaan kode – kode dan tanda – tanda itu untuk keberadaan dan bentuknya sendiri.

Menurut teori ini pula, sebuah realitas tidak muncul begitu saja melalui kode-kode yang timbul, namun juga diolah melalui penginderaan serta referensi yang telah dimiliki oleh pemirsa televisi, sehingga sebuah kode akan dipersepsi secara berbeda oleh orang yang berbeda juga.

H. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. jenis penelitian yang digunakan adalah kajian analisis semiotik dengan Pendekatan yang digunakan adalah model Jhon Fiske. Jenis penelitian ini digunakan peneliti untuk mengatahui tanda-tanda dari setiap scene adegan kekerasan dalam film tersebut. Penelitian ini unsur utama yang sangat diperhatikan oleh peneliti dalam pendekatan semiotika adalah tanda. Dimana tanda-tanda tersebut membantu dalam memaknai sesuatu.

Suatu penelitian ilmiah, seorang peneliti harus memahami metodologi yang merupakan seperangkat pengetahuan tentang langkah (cara) sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan masalah-masalah tertentu untuk diolah dan dianalisis, diambil kesimpulan dan selanjutnya dicari pemecahannya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan semiotika yang menggunakan pengalaman hidup sebagai alat untuk memahami secara lebih baik tentang sosial budaya, politik untuk konteks adegan kekerasan dalam film itu.


(25)

17

2. Subyek, Obyek, dan Lokasi penelitian

a. Subyek Penelitian

Subyek pada penelitian ini adalah Video film The Raid 2 “Berandal” yang akan dilihat secara cermat adegan kekerasan dari setiap scene awal sampai scene akhir.

b. Obyek Penelitian

Obyek penelitian ini yaitu komunikasi massa yang diartikan sebagai proses komunikasi yang berlangsung dimana pesan dikirim dari sumber yang melembaga kepada khalayak yang sifatnya misal melalui alat-alat yang bersifat mekanis seperti radio, televisi, dan film.

Pengertian Saverin dan Tankard menyatakan bahwa komunikasi massa adalah sebagian keterampilan (skill), sebagian seni (art), dan sebagian ilmu

(science). Maksudnya, tanpa adanya dimensi menata pesan tidak mungkin media massa memikat khalayak yang pada akhirnya pesan tersebut dapat mengubah sikap, pandangan, dan perilaku komunikan.

c. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian pada penelitian ini yaitu Film The Raid 2 “Berandal” karya sutradara Gareth Evans yang penulis naskahnya adalah Gareth Evans dan di produseri oleh tiga orang yakni Rangga maya barrack evans, Irwan D.Mussry,Ario Sagantoro. Dengan mengambil tema Representasi Adegan Kekerasan dan mengenali Level Realitas dan Level Representasi yang tersirat pada film The Raid 2 “Berandal” tersebut.


(26)

18

3. Jenis dan Sumber Data

a. Jenis Data

1)Data Primer

Data primer adalah sumber data yang diperoleh langsung dari sumber asli (tidak melalui media perantara) yaitu berupa data kualitatif yang berasal dari data auidio dan visual yang terdapat

dalam Film The Raid 2 “Berandal”

2)Data Sekunder

Data sekunder adalah sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain) atau sumber sekunder.15 Yaitu yang

diperoleh dari buku-buku, makalah dan berbagai sumber dari internet yang berkaitan dengan penelitian ini.

b. Sumber Data

Setelah jenis data yang diperlukan telah ditentukan, maka langkah berikutnya adalah menentukan sumber data, yaitu dari mana data tersebut diperoleh.16 Adapun sumber data yang dipakai oleh peneliti dalam pengambilan data adalah:

a. Data diperoleh dari Video film The Raid 2 “Berandal” yang di dapat dari koleksi pribadi

b. Dokumen yang ada kaitannya dengan penelitian yaitu tentang

Film The Raid 2 “Berandal.

15

Rahmat kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Prenada Media Group, 2007),Hlm 42.

16


(27)

19

4. Tahapan Penelitian

a. Mencari tema

Dalam mencari tema, peneliti membaca dan melakukan eksplorasi topik dari berbagai macam media untuk menemukan dan memilih suatu fenomena yang menarik untuk diteliti dan sesuai dengan obyek kajian komunikasi. Setelah melakukan eksplorasi, peneliti mengumpulkan hasil dari eksplorasi untuk memilih salah satu topic yang menarik untuk diteliti, akhirnya peneliti memutuskan mengambil topik yang terkandung dalam film The raid 2

“Berandal”.

b. Merumuskan masalah

Masalah dirumuskan berdasarkan sisi menarik topik yang akan dikaji beserta dengan tujuan yang hendak dicapai.

c. Merumuskan manfaat

Manfaat dirumuskan berdasarkan dua pandangan,yakni pandangan teoritis dan praktis.

d. Menentukan metode penelitian

Mengingat tujuan penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menganalisa tanda-tanda yang terdapat pada film The Raid

2 “Berandal” maka peneliti memutuskan menggunakan analisis

semiotika Roland Barthes sebagai metode penelitian. e. Melakukan analisa data

Analisa data dilakukan dengan menjelaskan data audio dan visual yang ada dalam beberapa scene yang terdapat adegan kekerasan


(28)

20

dalam film The Raid 2 “Berandal”. Data-data tersebut

digolongkan menjadi dua makna tingkat yaitu denotasi dan konotasi

f. Menarik kesimpulan

Menarik kesimpulan dengan membuat laporan penelitian yang sudah dianalisa dan tersusun secara sistematis.

5. Teknik Pengumpulan Data

Adapapun langkah-langkah dalam menerapkan teknik pengumpulan data tersebut adalah sebagai berikut :

a) Menentukan sumber data

b) Membaca dan mencermati dialog dan gambar yang terdapat pada film The

Raid 2 “Berandal”.

c) Memilih dan menetapkan data sesuai dengan fokus penelitian. d) Menggolongkan data tersebut sesuai dengan masalah yang diteliti.

e) Mendeskripsikan dialog dan gambar pada film The Raid 2 “Berandal”

6. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan bagian terpenting dalam metode ilmiah. Karena dengan analisis, data tersebut dapat diberi arti dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian.

Menganalisa berdasarkan kode kode sosial pada pilihan scene yang

terdapat pada film The Raid 2 “Berandal”. Kemudian analisa ini dilanjutkan pada pemahaman langsung dari gambar dan audio visual yang ada dalam film tanpa mempertimbangkan kode sosial yang lebih luas. Pemahaman langsung


(29)

21

yang dimaksud ini adalah tanda atau penunjuk dari sebuah elemen dalam film, sehingga pembaca bisa langsung mengerti dan menyimpulkan hanya dengan melihat elemen dalam film tersebut. Analisa berikutnya yakni peneliti akan menganalisa level realitas dan level representasi dari setiap adegan kekerasan

yang muncul dalam gambar dan audio visual film The Raid 2 “Berandal” dengan

mempertimbangkan representasi adegan kekerasan yang ada dalam film.

Tabel 1.1 Tiga Level Pengkodean Jhon Fiske17

Pertama Realitas

Penampilan, Costum(Busana),make-up, Lingkungan,

Kelakuan,cara berbicara,gerak gerik bahasa tubuh,ekspresi dan suara.

Kedua Representasi

Elemen tadi ditandakan secara teknis. Dalam bahasa tulis seperti kata, proposisi, kalimat, foto, caption, grafik, dan sebagainya. Dalam TV seperti kamera, musik, tata cahaya, dan lain-lain). Elemen-elemen

tersebut di transmisikan ke dalam kode

representasional yang memasukkan diantaranya bagaimana objek digambarkan (karakter, narasi setting, dialog, dan lain lain)

17


(30)

22

Ketiga Ideologi

Individualisme,Patriarki,Ras, Kelas, Materialisme,Kapitalisme

Pertama, realitas, dalam proses ini peristiwa atau ide dikonstruksi sebagai realitas oleh media dalam bentuk bahasa gambar ini umumnya berhubungan dengan aspek seperti pakaian, lingkungan, ucapan ekspresi dan lain-lain. Disini realitas selalu siap ditandakan. Kedua, representasi, dalam proses ini realitas digambarkan dalam perangkat-perangkat teknis seperti bahasa tulis, gambar, grafik, animasi, dan lain lain. Ketiga, tahap ideologis, dalam proses ini peristiwa-peristiwa dihubungkan dan diorganisasikan ke dalam konvensi konvensi yang diterima secara ideologis. Bagaimana kode-kode representasi dihubungkan dan diorganisasikan ke dalam koherensi sosial atau kepercayaan dominan yang ada dalam masyarakat.

Peneliti melihat kedua aspek tersebut untuk menganalisis scene – scene yang mengacu pada rumusan masalah yakni adegan kekerasan dalam film The Raid 2 “berandal”. Pada level realitas, peneliti berusaha menjelaskan realitas dalam film tersebut, mulai dari pakaian yang dikenakan oleh pemain, make up, perilaku, ucapan, gesture, ekspresi, suara, dan sebagainya. Kemudian peneliti mengobservasi tataran level representasi, melalui elemen-elemen teknis yang meliputi


(31)

23

kerja kamera, pencahayaan, editing, musik, dan suara, sehingga peneliti mendapati kode representasional yang mampu menjelaskan bagaimana obyek digambarkan. Dua level tersebut akan digunakan peneliti untuk melakukan analisis data. Representasi bekerja pada hubungan tanda dan makna. Konsep representasi sendiri bisa berubah-ubah, selalu ada pemaknaan baru. Representasi berubah-ubah akibat makna yang juga berubah -ubah. Setiap waktu terjadi proses negoisasi dalam pemaknaan.

Jadi representasi itu suatu kegiatan atau proses statis tapi merupakan proses dinamis yang terus berkembang seiring dengan kemampuan intelektual dan kebutuhan para pengguna tanda yaitu manusia sendiri yang juga terus bergerak dan berubah. Representasi merupakan suatu proses usaha konstruksi. Karena pandangan-pandangan baru yang menghasilkan pemaknaan baru, juga merupakan hasil pertumbuhan konstruksi pemikiran manusia, melalui representasi makna diproduksi dan dikonstruksi. Ini menjadi proses penandaan, praktik yang membuat suatu hal bermakna sesuatu.

I. Sistematika Pembahasan

Agar memepermudah penelitian dibutuhkan sistematika pembahasan. Adapun sistematika pembahasan dalam penelitian ini dibagi menjadi lima bab meliputi:

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini terdiri dari Sembilan sub bab anatara lain konteks penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat


(32)

24

penelitian, kajian penelitian terdahulu, definisi konsep, kerangka pikir penelitian, metode penelitian, sistematika pembahasan dan jadwal penelitian.

BAB II : KAJIAN TEORITIS

Pada bab ini terdiri dari dua sub bab yaitu kajian pustaka dan kajian teori. Kajian pustaka berisi pembahasan tentang karya tulis para ahli yang memberikan teori atau opini yang berkaitan dengan rumusan masalah. Di antaranya yaitu Definisi Film, Definisi Representasi, Adegan kekerasan, Pesan seni bela diri dalam film, Film sebagai kajian semiotika. Kajian teori yang menjelaskan teori pendamping pola pikir penelitian dianataranya yaitu Cultural Studies dalam Film, Kode-kode Televisi Sosial dan Television Codes.

BAB III : DATA PENELITIAN

Pada bab ini terdiri dari dua sub bab, yang pertama deskripsi subyek penelitian,yang kedua Obyek penelitian,yang ketiga Wilayah penelitian dan yang ke empat deskripsi data penelitian. BAB IV : HASIL PENELITIAN

Pada bab ini terdiri dari dua sub bab, yang pertama mengupas tentang temuan penelitian yang terdiri dari, Realitas

dalam Film The Raid 2 ”Berandal”, Representasi dalam Film

The Raid 2 “Berandal”. dan yang kedua berisi tentang


(33)

25

Teori Hegemoni, dan Teori kejahatan kekerasan. Kemudian Kaitannya dengan Ajaran Islam.

BAB V : PENUTUP

Pada bab ini menjelaskan tentang kesimpulan dan rekomendasi dari penelitian ini.


(34)

26 BAB II

KAJIAN TEORITIK

A. Kajian Pustaka

1. Kekerasan

a. Definisi Kekerasan

Kekerasan atau (bahasa inggris: Violence berasal (dari bahasa latin: violentus yang berasal dari kata via berarti kekuasaan atau berkuasa) adalahdalam prinsip dasar dalam hukum public dan privat romawi yang merupakan sebuah ekspresi baik yang dilakukan secara fisik ataupun secara verbal yang mencerminkan pada tindakan agresi dan penyerangan pada kebebasan ayau martabat seseorang yang dapat dilakukan perorangan atau kelompok orang umumnya berkaitan dengan kewenangannya yakni bila diterjemahkan secara bebas dapat diartikan bahwa kewenangan tanpa mengindahkan keabsahan penggunaan atau tindakan kesewenang-wenangan itu dapat pula dimasukkan dalam rumusan kekerasan ini17. Teori kekerasan Anomie ini dicetuskan oleh Robert K Merton pada tahun 1968. Menurut Merton, dalam masyarakat terdapat dua jenis norma-norma sosial yaitu tujuan sosial dan sarana-sarana yang tersedia ( acceptable means).18 Permasalahan muncul di dalam menggunakan sarana-sarana tersebut,dimana tidak semua orang dapat menggunakan sarana yang tersedia. Keadaan tersebut tidak meratanya sarana-sarana serta perbedaan struktur kesempatan,akan menimbulkan frustasi dikalangan orang/kelompok yang tidak mempunyai

17

http;// id.wikipedia.org/wiki/kekerasan

18

Made Darma Weda, Kriminologi,Edisi 1, Cetakan 1, (Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada, 1996), Hal : 112


(35)

27

kesempatan pada tujuan tersebut. dengan demikian akan muncul konflik-konflik. Kondisi inilah yang menimbulkan perilaku deviasi atau kejahatan yang disebut kondisi Anomie.

a) Kekerasan Fisik

Kekerasan fisik ialah tindakan yang benar—benar merupakan gerakan fisik manusia untuk menyakiti tubuh atau merusak harta orang lain.19 Kekerasan fisik menyebabkann korban yang babak belur atau harta yang sudah lenyap dijarah.

1) Pembunuhan adalah setiap pembunuhan orang lain oleh

tindakan orang itu sendiri.20

2) Serangan dengan memukul(assault) merupakan kategori hukum

yang mengacu pada tindakan illegal yang melibatkan ancaman dan aplikasi actual kekerasan fisik kepada orang lain.

3) Forcible rape (pemerkosaan dengan paksaan) ialah tindakan hubungan seksual dimana salah satu partner menggunakan beberapa bentuk kekerasan agar partner lainnya menyerah.21

4) Menyiksa ialah menghukum dengan menyengsarakan

(menyakiti, menganiaya,dsb)

5) Sadisme ialah kekejaman, kebuasan, dan kekasaran. 6) Melukai ialah membuat luka pada atau menyakiti hati.

7) Menangkap ialah memegang (binatang,pencuri,penjahat,dsb)

8) Mengurung ialah membiarkan ada didalam saja.

19

Hendrarti dan Herudjati Purwoko, Aneka Sifat Kekerasan Fisik, Simbolik, Birokratik & Struktural, Cetakan Pertama, PT Indeks, Jakarta, 2008, hal vi.

20

Ibid. hal 24

21

Thomas Santoso, Teori-Teori Kekerasan, Cetakan Pertama, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2002, hal 24


(36)

28

b) Kekerasan Simbolik

Kekerasan simbolik ialah tindakan yang memanfaatkan berbagai sarana (media) untuk menyakiti hati dan merugikan kepentingan orang lain. Akibat dari kekerasan simbolik memang tidak langsung mengenai fisik korban namun sangat menyakiti hati dan berlangsung sangat lama, bahkan beberapa dekade.

Berbagai sarana (Media) yang dipakai orang untuk berinteraksi dengan orang lain bervariasi. Sarana itu bersifat non linguistic, seperti gerak isyarat, kontak badan, ekspresi wajah, sikap tubuh, jarak antara badan, benda sebagai alat peraga atau sarana linguistic yang berupa bahasa verbal.

Kekerasan simbolik menurut Bourdieu,dilakukan untuk

mendapatkan imbalan berupa kepercayaan, kewajiban, kesetiaan, ketaatan dan keramah tamahan.

Salah satu teori yang bersifat makro tentang kejahatan kekerasan adalah Teori Anomie. Teori ini pada awalnya dikemukakan oleh E. Durkheim dan kemudian dikembangkan dalam versi yang berbeda oleh Robert K. Merton. perlu diketahui bahwa teori ini lahir di masyarakat Amerika,yang pada waktu itu sangat erat berkaitan dengan kondisi dan budaya mereka yang dikenal sebagai American dreams.22

Menurut Merton, dalam masyarakat terdapat dua jenis norma-norma sosial yaitu tujuan sosial dan sarana-sarana yang tersedia (

22

Made Darma Weda, Kriminologi,Edisi 1, Cetakan 1, (Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada, 1996) Hal. 107-111


(37)

29

acceptable means). Permasalahan muncul di dalam menggunakan sarana-sarana tersebut,dimana tidak semua orang dapat menggunakan sarana-sarana yang tersedia. Keadaan tersebut tidak meratanya sarana-sarana serta perbedaan struktur kesempatan,akan menimbulkan frustasi dikalangan orang/kelompok yang tidak mempunyai kesempatan pada tujuan tersebut. dengan demikian akan muncul konflik-konflik. Kondisi inilah yang menimbulkan perilaku deviasi atau kejahatan yang disebut kondisi Anomie.

b. Film

Film pertama kali lahir di pertengahan kedua abad 19, dibuat dengan bahan dasar seluloid yang sangat mudah terbakar bahkan oleh percikan abu rokok sekalipun. Sejalan dengan waktu para ahli berlomba-lomba untuk menyempurnakan film agar lebih aman, lebih mudah diproduksi dan enak di tonton.23 Film adalah serangkaian gambar diam yang bila ditampilkan pada layar, menciptakan ilusi gambar karena bergerak. Film sendiri merupakan jenis dari komplikasi visual yang menggunakan gambar bergerak dan suara untuk bercerita atau memberikan informasi pada khalayak. Setiap orang di belahan dunia melihat film salah satunya sebagai jenis hiburan, cara untuk bersenang-senang bagi sebagian orang dapat berarti tertawa, sementara yang lainnya dapat diartikan menangis, atau merasa takut. Kebanyakan film dibuat sehingga film tersebut dapat

23


(38)

30

ditayangkan di bioskop. Untuk beberapa waktu (mulai dari beberapa minggu sampai beberapa bulan).

c. Sejarah Film

Dalam buku Ardiantio Elvinaro, dkk. “Komunikasi Massa

Suatu Pengantar.” Film atau motion pictures ditemukan dari hasil pengembangan prinsip-prinsip fotografi dan proyektor. Film yang pertama kali diperkenalkan kepada publik Amerika Serikat adalah

The Life of an American Fireman dan film The Great Train Robbery yang dibuat oleh Edwin S. Porter pada tahun 1903. Tetapi film The Great Train Robbery yang masa putarnya hanya 11 menit dianggap sebagai film cerita pertama, karena telah menggabarkan situasi secara ekspresif, dan menjadi peletak dasar teknik editing yang baik.

Tahun 1906 sampai tahun 1916 merupakan periode paling penting dalam sejarah perfilman di Amerika Serikat, karena pada decade ini lahir film feature, lahir pula bintang film serta pusat perfilman yang kita kenal sebagai Hollywood. Periode ini juga disebut sebagai the age of Griffith karena David Wark Griffith lah yang telah membuat film sebagai media yang dinamis. Diawali dengan film The Adventures of Dolly (1908) dan puncaknya film

The Birth of a Nation (1915) serta film Intolerance (1916). Griffith memelopori gaya berakting yang lebih alamiah, organisasi cerita yang makin baik, dan yang paling utama mengangkat film sebagai media yang memiliki karakteristik unik, dengan gerakan kamera


(39)

31

yang dinamis, sudut pengambilan gambar yang baik, dan teknik editing yang baik.

Pada periode ini pula perlu dicatat nama Mack Sennet dengan Keystone Company, yang telah membuat film komedi bisu dengan bintang legendaris Charlie Chaplin. Apabila film permulaannya merupakan film bisu, maka pada tahun 1927 di Broadway Amerika Serikat muncul film bicara yang pertama meskipun belum sempurna. Jika diingat, setiap pembuat film hidup dalam masyarakat atau dalam lingkungan budaya tertentu, proses kreatif yang terjadi merupakan pergulatan antara dorongan subyektif dan nilai-nilai yang mengendap dalam diri24

d. Perkembangan film

Para teoritikus film menyatakan, film yang dikenal dewasa ini merupakan perkembangan lanjut dari fotografi.25seiring perkembangan teknologi fotografi dan sejarah fotografi tidak bisa lepas dari peralatan pendukungnya seperti kamera. Kamera pertama didunia ditemukan oleh seoarang ilmuwan Muslim, Ibnu Haitham. Fisikawan ini pertama kali menemukan kammera obscura dengan dasar kaji ilmu optik menggunakan bantuan energi cahaya matahari. Mengembangkan ide kamera sederhana tersebut,mulai ditemukan kamera-kamera yang lebih praktis,bahkan inovasinya demikian pesat berkembang sehingga kamera mulai bisa digunakan

24

Marselli Sumarno. Dasar-Dasar Apresiasi Film. (Jakarta: PT Grasindo. 1996), hal. 11-12

25


(40)

32

untuk merekam gambar gerak. Ide dasar sebuah film sendiri, terfikir secara tidak sengaja pada tahun 1878 ketika beberapa orang pria Amerika kumpul dan dari perbincangan ringan menimbulkan

sebuah pertanyaan: “ apakah ke empat kaki kuda berada pada posisi melayang pada saat bersamaan ketika kuda berlari ?” pertanyaan

itu terjawab ketika Eadweard Muybridge membuat 16 frame gambar kuda yang sedang berlari. Dari 16 frame gambar kuda yang sedang berlari tersebut, dibuat rangkaian gerakan secara urut sehingga gambar kuda terkesan sedang berlari. Terbuktilah bahwa ada satu momen dimana kaki kuda tidak menyentuh tanah ketika kuda tengah berlari kencang konsepnya hampir sama dengan konsep film kartun.

Gambar gerak kuda tersebut menjadi gambar pertama di dunia. Karena pada masa itu belum tercipta yang bisa merekam gerakan dinamis. Setelah penemuan gambar bergerak Muybridge pertama kalinya, inovasi kamera mulai berkembang ketika Thomas

Alfa Edison mengembangkan fungsi kamera26 gambar biasa

menjadi kamera yang mampu merekam gambar gerak pada tahun 1966 hingga kamera mulai bisa merekam objek yang bergerak dinamis. Maka dimulailah era baru sinematografi yang ditandai dengan diciptakannya sejenis film dokumenter singkat oleh Lumiere bersaudara. Film yang diakui sebagai sinema pertama di dunia tersebut diputar di Boulevard des Capucines, paris,Prancis dengan

26


(41)

33

judul Workers Leaving the Lumiere‘s Factory pada tanggal 28 Desember 1895 yang kemudian ditetapkan bagai hari lahirnya sinematografi.

Film inaudibel yang hanya berdurasi beberapa detik itu menggambarkan bagaimana pekerja pabrik meninggalkan tempat kerja mereka disaat waktu pulang. Pada awal lahirnya memang tampak belum ada tujuan dan alur cerita yanng jelas. Namun ketika ide pembuatan film mulai tersentuh oleh ranah industri,mulailah film dibuat lebih terkonsep, memiliki alur dan cerita yang jelas. Meskipun pada era baru dunia film,gambarnya masih tidak berwarna alias hitam-putih, dan belum didukung oleh efek audio. Ketika itu,saat orang-orang tengah menyaksikan pemutaran sebuah film,akan ada pemain musik yang mengiringi secara langsung gambar gerak yang ditampilkan dilayar sebagai efek suara.27

Pada awal 1960-an banyak teknik film yang dipamerkan terutama teknik-teknik penyuntingan untuk menciptakan adegan-adegan yang menegangkan. Penekanan juga diberikan lewat berbagai gerak kamera serta tarian para pendekar yang sungguh-sungguh bisa bersilat. Juga menambahkan trik penggunaan tali temali, yang tertangkap oleh kamera yang memungkinkan para pendekar itu terbang atau melenting-lenting dengan nyaman dari satu tempat ke tempat lain. Akhirnya, teknik-teknik mutakhir

27

LaRose,et.al.media now.(Boston, USA.2009). [Online] Tersedia:


(42)

34

dengan memanfaatkan sinar laser, seni memamerkan kembang api dan berbagai peralatan canggih yang lain.

Jika diingat, setiap pembuat film hidup dalam masyarakat atau dalam lingkungan budaya tertentu jadi proses kreatif yang terjadi merupakan pergulatan antara dorongan subyektif dan nilai-nilai yang mengendap dalam diri.28 Yang menarik adalah bahwa Shaffer berkomentar pada sebuah catatan akhir dari versi cetak lakon itu bahwa : “Sinema adalah medium yang merisaukan para penulis naskah panggung. Esensinya yang tidak verbal menyulitkan orang-orang yang lebih banyak hidup dalam dunia lisan. Semakin lama, seiring berkembangnya popularitas film diseluruh dunia. Tampak bahwa yang paling berhasil adalah yang diucapkan dalam teater layar (Screenspeak), suatu bentuk Esperanto sinematik yang

sama-sama dipahami di Bogota dan Bulaway.”29

Dari pernyataan ini, pandangan Shuffer yang sangat dalam menunjukkan bahwa film telah memperkenalkan bahasa baru pada diskursus sosial yang berlandaskan pada citra dan popularisasi secara umum ungkapan pembicaraan yang tidak formal. Implikasi dari tutur layar dalam perkembangan teater dan film sudah jelas.

28

Marselli Sumarno. Dasar-Dasar Apresiasi Film. (Jakarta: PT. Grasindo. 1996), hal. 11-12.

29


(43)

35

e. Jenis Film

Seiring perkembangan zaman, film pun semakin

berkembang, tak menutup kemungkinan berbagai variasi baik dari segi cerita, aksi para aktor dan aktris, dan segi pembuatan film

semakin berkembang. Dengan berkembangnya teknologi

perfilman, produksi film pun menjadi lebih mudah, film-film pun akhirnya dibedakan dalam berbagai macam menurut cara pembuatan, alur cerita dan aksi para tokohnya. Adapun jenis-jenis film yaitu:

1) Film Laga (Action Movies)

Film laga memiliki banyak efek menarik seperti kejar-kejaran mobil dan perkelahian senjata, melibatkan stuntmen. Mereka biasanya melibatkan kebaikan dan kejahatan, perang kebaikan dan kejahatan adalah bahassan yang umum di film jenis ini. Film laga biasanya perlu sedikit usaha untuk menyimak, karena plotnya biasanya sederhana.

2) Petualangan (Adventure)

Film ini biasanya menyangkut seorang pahlawan yang menetapkan pada tugas untuk menyelamatkan dunia atau orang-orang yang dicintai.

3) Animasi (Animated)

Teknik pemakaian ini untuk menciptakan ilusi gerakan dari serangkaian gambaran benda dua atau tiga dimensi.30 Penciptaan

30


(44)

36

tradisional dari animasi gambar bergerak selalu diawali hampir bersamaan dengan penyusunan Storyboard, yaitu serangkaian sketsa yang menggambarkan bagian penting dari cerita. Snow White and the Seven Dwarfs (1937), How to Train Your Dragon

(2010).

4) Komedi (Comedies)

Film lucu tentang orang-orang yang bodoh atau melakukan hal-hal yang tidak biasa yang membuat penonton tertawa.

5) Dokumenter

Film jenis ini sedikit berbeda dengan film-film kebanyakan. Jika rata-rata film adalah fiksi, maka film ini termasuk film non fiksi yang menyajikan realita melalui berbagai cara dan dibuat untuk berbagai macam tujuan.31

6) Horor

Menggunakan rasa takut untuk merangsang penonton. Musik, pencahayaan dan set (tempat buatan manusia di studio film tempat pembuatannya) yang semuanya dirancang untuk menambah perasaan takut para penonton.

7) Romantis

Film percintaan membuat kisah cinta romantis atau mencari cinta yang kuat dan murni dan asmara merupakan alur utama dari film ini. Kadang-kadang tokoh dalam film ini menghadapi hambatan seperti keuangan, penyakit fisik, berbagai bentuk

31


(45)

37

diskriminasi, hambatan psikologis atau keluarga yang mengancam

untuk memutuskan hubungan cinta mereka.32

8) Drama

Film ini biasanya serius dan sering mengenai orang yang sedang jatuh cinta atau perlu membuat keputusan besar dalam hidup mereka. Mereka bercerita tentang hubungan antara orang-orang. Mereka biasanya mengikuti plot dasar di mana satu atau dua karakter utama harus mengatasi kendala untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan.

9) Sci-Fi

perkembangan film dunia tidak lepas dari bantuan film-film genre fiksi ilmiah yang selalu membuat perkembangan dari segi teknik audio dan visual.

10)Musical

film bergenre musikal sempat merajai dunia perfilman pada pertengahan abad 20. Tentu saja genre/jenis film tidak hanya didasarkan pada peristiwa nyata, atau peristiwa faktual dalam sejarah. Genre dapat didasarkan pada pelbagai versi dari sejarah tersebut, atau bahkan pada tidak lebih dari sekedar mitos dan legenda.33

Semua materi media secara merupakan produk dari pelbagai masa dan budaya yang membuatnya. Dengan dua alasan, dapat diperdebatkan bahwa genre-genre memiliki tempat yang

32

http://en.wikipedia.org/wiki/Romance_film di akses pada tanggal 23 Maret 2015.

33

Graeme Burton, Yang Tersembunyi di Balik Media; Pengantar Kepada Kajian Media, Yogyakarta: Jalasutra, 2006, hlm. 108


(46)

38

khusus dalam hal ini. Salah satu alasan itu adalah bahwa genre-genre tersebut membawa pesan mereka dalam selubung protektif berupa bentuk hiburan popular yang mapan. Alasan yang lain adalah bahwa genre-genre tersebut didasarkan pada topik inti yang jika tidak universal, setidaknya tidak cepat usang.34

Dengan melihat genre-genre film Hollywood di tahun 2013 dan 2014, maka kemungkinan genre film Hollywood akan tetap sama di tahun 2015 dan 2016, yakni film-film yang mengusung genre superheroes, action serta fantasy. Tahun 2015 dan 2016 akan dipenuhi oleh film-film bereputasi besar yang akan saling bersaing.

Avatar 2, sekuel Man of Steel, Avengers: Age of Ultron, The Hunger Games, James Bond, The Amazing Spider-Man 3, dan Star Wars yang kembali hadir di tahun ini. Maraknya film dengan genre

superheroes karena film-film tersebut diproduksi oleh satu rumah produksi yang sama, yakni Marvel Studios.

2. Representasi

Istilah representasi secara lebih luas mengacu pada penggambaran kelompok-kelompok dan institusi sosial. Representasi berhubungan dengan stereotip, tetapi tidak sekedar menyangkut hal ini. Lebih penting lagi, penggambaran itu tidak hanya berkenaan dengan tampilan fisik dan deskripsi, melainkan juga terkait dengan makna / nilai dibalik tampilan fisik. Tampilan fisik representasi35 adalah sebuah jubah yang

34

Ibid. hlm. 107-108

35

Graeme Burton, Membincangkan Televisi,Sebuah Pengantar Kajian Televisi,(Yogyakarta :JalaSutra,2011), Hal: 31


(47)

39

menyembunyikan bentuk makna sesungguhnya yang ada dibaliknya. Karena film didalam televisi adalah media visual, menampilkan ikon, gambar, orang dan kelompok setidaknya terlihat seperti hidup, sekalipun ikon atau gambar itu hanyalah konstruk atau bangunan elektronis. Penilaian inilah yang menginformasikan pembacaan atas representasi film. Ada tiga pengalaman di mana penilaian tersebut bisa dibentuk :

1) Membaca ungkapan dan perilaku non verbal orang-orang di film/ di televisi tak ubahnya membacanya dalam kehidupan nyata atau pengalaman sosial.

2) Ada penilaian yang cenderung buat melalui pengalaman dengan

media saat membaca “karakter-karakter” cerita dalam film. 3) Selanjutnya adalah proses pengawasandian (encoding) materi

film oleh para pembuatnya misalnya melalui kamera.

Bisa dikatakan bahwa representasi mengharuskan berurusan dengan persoalan bentuk. Cara penggunaan televisilah yang menyebabkan audiens membangun makna yang merupakan esensi dari representasi. Sampai pada tingkatan ini, representasi juga berkaitan dengan produksi simbolik/ pembuatan tanda-tanda dalam kode-kode di mana menciptakan makn-makna. Dengan mempelajari representasi, mempelajari pembuatan konstruksi makna. Karenanya, representasi juga berkaitan dengan penghadiran kembali (re-presenting) : bukan gagasan asli atau objek fisikal asli, melainkan sebuah representasi atau sebuah versi yang dibangun darinya.36

36


(48)

40

Representasi adalah konsep yang digunakan dalam proses sosial pemaknaan melalui sistem penandaan yang tersedia: dialog, tulisan, video, film, fotografi, dan sebagainya. Secara ringkas, representasi adalah produksi makna melalui bahasa. Lewat bahasa (simbol-simbol dan tanda tertulis, lisan, atau gambar) tersebut itulah seseorang yang dapat mengungkapkan pikiran, konsep, dan ide-ide tentang sesuatu.

Konsep representasi dalam studi media massa, termasuk film, bisa dilihat dari beberapa aspek bergantung sifat kajiannya. Studi media yang melihat bagaimana wacana berkembang didalamnya, biasanya dapat ditemukan dalam studi wacana kritis pemberitaan media. Memahami

representasi sebagai konsep “menunjuk pada bagaimana seseorang, satu

kelompok, gagasan atau pendapat tertentu ditampilkan dalam

pemberitaan”

Setidaknya terdapat dua hal penting berkaitan dengan representasi; pertama, bagaimana seseorang, kelompok, atau gagasan tersebut ditampilkan bila dikaitkan dengan realitas yang ada; dalam arti apakah ditampilkan sesuai dengan fakta yang ada atau cenderung diburukkan sehingga menimbulkan kesan meminggirkan atau hanya menampilkan sisi buruk seseorang atau kelompok tertentu dalam pemberitaan. Kedua, bagaimana eksekusi penyajian objek tersebut dalam media. Eksekusi representasi objek tersebut bisa mewujud dalam pemilihan kata, kalimat, aksentuasi dan penguatan dengan foto atau imaji macam apa yang akan dipakai untuk menampilkan seseorang, kelompok atau suatu gagasan dalam pemberitaan


(49)

41

Isi atau makna dari sebuah film dapat dikatakan dapat mempresentasikan suatu realitas yang terjadi karena menurut Fiske, representasi ini merujuk pada proses yang dengannya realitas

disampaikan dalam komunikasi, via kata-kata, bunyi atau

kombinasinya”.37

Marcel Danesi mendefinisikan representasi sebagai proses perekaman gagasan, pengetahuan, atau pesan secara fisik. Secara lebih tepat dapat diidefinisikan sebagai penggunaan ‗tanda-tanda‘ (gambar, suara, dan sebagainya) untuk menampilkan ulang sesuatu yang diserap, diindra, dibayangkan, atau dirasakan dalam bentuk fisik. Didalam semiotika dinyatakan bahwa bentuk fisik sebuah representasi, yaitu X, pada umumnya disebut sebagai penanda. Makna yang dibangkitkannya (baik itu jelas maupun tidak), yaitu Y, pada umumnya dinamakan petanda; dan makna secara potensial bisa diambil dari representasi ini (X = Y) dalam sebuah lingkungan budaya tertentu, disebut sebagai signifikasi (sistem penandaan).38

Menurut Stuart Hall ada dua proses representasi. Pertama,

representasi mental, yaitu konsep tentang ‗sesuatu ‗ yang ada dikepala

masing-masing (peta konseptual), representasi mental masih merupakan sesuatu yang abstrak. Kedua, bahasa yang berperan penting dalam proses konstruksi makna. Konsep abstrak yang ada dalam kepala harus diterjemahkan dalam bahasa yang lazim, supaya dapat menghubungkan

37

John Fiske. Cultural and Communication Studies Sebuah Pengantar Paling Komprehensif.

(Yogyakarta: Jalasutra 2004). hlm . 50

38


(50)

42

konsep dan ide-ide tentang sesuatu dengan tanda dari simbol-simbol tertentu. Media sebagai suatu teks banyak menebarkan bentuk-bentuk representasi pada isinya. Representasi dalam media menunjuk bagaimana seseorang atau suatu kelompok, gagasan atau pendapat tertentu ditampilkan dalam pemberitaan.

Istilah representasi itu sendiri menunjuk pada bagaimana seseorang, satu kelompok, gagasan, pendapat tertentu yang ditampilkan dalam pemberitaan.39 Penggambaran yang tampil bisa jadi adalah penggambaran yang buruk dan cenderung memarjinalkan seseorang atau kelompok tertentu. Disini hanya citra yang burus saja yang ditampilkan sementara citra atau sisi yang baik luput dari pemberitaan.

Tabel 2.1 Tiga proses dalam Representasi

Pertama Realitas

Penampilan, Costum(Busana),make-up, Lingkungan,

Kelakuan,cara berbicara,gerak gerik bahasa tubuh,ekspresi dan suara.

Kedua Representasi

39


(51)

43

Elemen tadi ditandakan secara teknis. Dalam bahasa tulis seperti kata, proposisi, kalimat, foto, caption, grafik, dan sebagainya. Dalam TV seperti kamera, musik, tata cahaya, dan lain-lain). Elemen-elemen

tersebut di transmisikan ke dalam kode

representasional yang memasukkan diantaranya bagaimana objek digambarkan (karakter, narasi setting, dialog, dan lain lain)

Ketiga Ideologi

Cerita, konflik, dialog, karakter, setting, dll.

Representasi bekerja pada hubungan tanda dan makna. Konsep representasi sendiri bisa berubah-ubah, selalu ada pemaknaan baru. Representasi berubah-ubah akibat makna yang juga berubah -ubah. Setiap waktu terjadi proses negoisasi dalam pemaknaan.

Jadi representasi bukanlah suatu kegiatan atau proses statis tapi merupakan proses dinamis yang terus berkembang seiring dengan kemampuan intelektual dan kebutuhan para pengguna tanda yaitu manusia sendiri yang juga terus bergerak dan berubah. Representasi merupakan suatu proses usaha konstruksi. Karena pandangan-pandangan baru yang menghasilkan pemaknaan baru, juga merupakan hasil pertumbuhan konstruksi pemikiran manusia, melalui representasi makna diproduksi dan dikonstruksi. Ini menjadi proses penandaan, praktik yang membuat suatu hal bermakna sesuatu.


(52)

44

3. Adegan Kekerasan

Program siaran yang membenarkan kekerasan dan sadisme sebagai hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari. Adegan yang melanggar diantaranya adalah menampilkan secara detil (big close up, medium close up, extreme close up) korban yang berdarah-darah, menampilkan adegan penyiksaan secara close up dengan atau tanpa alat (pentungan/pemukul, setrum, benda tajam) secara nyata.

Adegan kekerasan ini bisa disebut dengan action.40 yang berisi pertarungan fisik antara tokoh protagonist dengan antagonis. Dalam setiap adegan-adegan yang muncul sering kali tedapat adegan pertarungan dengan suasana dramatis. Kemudian alur cerita akan terus bergerak dengan menyuguhkan adegan yang menegangkan antara kelompok satu dengan yang lain. Adegan –adegan ini membuat cerita lebih dramatis, maka konflik antara tokoh protagonis dan antagonis akan dikembangkan dengan memunculkan adegan pertarungan fisik. Disitulah adegan/aktion akan muncul dari genre film. Aksi memberikan keterangan mengenai aktifitas yang terjadi pada setiap scene termasuk informasi mengenai keadaan psikologis dari setiap karakter, lingkungan, suasana, dan tingkah laku tokohnya. Yang paling sering didengar adalah istilah akting dan aksi. Akting adalah sebuah proses pemahaman dan penciptaan tentang perilaku dan karakter pribadi dari seseorang yang diperankan. Aksi adalah gerak laku pameran, yang terjadi dalam suatu adegan. Kata

40


(53)

45

aksi juga bisa dipakai untuk menentukan jenis sebuah film yang diartikan sebagai film laga.

Istilah untuk penambahan adegan kedalam konsep dasar film yang sudah selesai digarap disebut addes scenes.41 Ini biasanya diambil setelah film diselesaikan. Kemudian angle adalah sudut pengambilan gambar.

Pengertian kekerasan sendiri adalah penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok orang atau masyarakat yang mengakibatkan atau kemungkinan besar mengakibatkan memar/trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan perkembangan atau perampasan hak. Secara filosofis. Fenomena kekerasan merupakan sebuah gejala kemunduran hubungan antarpribadi, dimana orang tidak lagi bisa duduk bersama

untuk memecahkan masalah.Hubungan yang ada hanya diwarnai dengan

ketertutupan, kecurigaan, dan ketidakpercayaan. Dalam hubungan seperti ini, tidak ada dialog, apalagi kasih. Semangat mematikan lebih besar daripada semangat menghidupkan, semangat mencelakakan lebih besar daripada semangat melindungi. Memahami tindak-tindak kekerasan di Indonesia yang dilakukan orang satu sama lain atau golongan satu sama lain dari perspektif ini, terlihat betapa masyarakat sekarang semakin jauh dari menghargai dialog dan keterbukaan. Permasalahan sosial biasa bisa meluas kepada penganiayaan dan pembunuhan. Toko, rumah ibadah,

41


(54)

46

kendaraan yang tidak ada sangkut pautnya dengan munculnya masalah, bisa begitu saja menjadi sasaran amuk massa.

Secara teologis,42 kekerasan di antara sesama manusia merupakan akibat dari dosa dan pemberontakan manusia. Kita tinggal dalam suatu dunia yang bukan saja tidak sempurna, tapi lebih menakutkan, dunia yang berbahaya. Orang bisa menjadi berbahaya bagi sesamanya. Mulai dari tipu muslihat, pemerasan, penyerangan, pemerkosaan, penganiayaan, pengeroyokan, sampai pembunuhan. Menghadapi kenyataan ini, ada dua bentuk perlawanan yang dilakukan sejauh ini dengan bernafaskan ajaran cinta damai.

Istilah kekerasan digunakan untuk menggambarkan perilaku, baik yang terbuka (Overt maupun yang tertutup (covert), dan baik yang bersifat menyerang atau bertahan, yang disertai penggunaan kekuatan kepada orang lain. Oleh karena itu, ada 4 jenis kekerasan yang dapat diidentifikasi43 :

1. Kekerasan terbuka yaitu kekerasan yang dapat dilihat seperti perkelahian.

2. Kekerasan tertutup yaitu kekerasan tersembunyi atau kekerasan yang tidak dilakukan lanngsung, seperti perilaku mengancam. 3. Kekerasan agresif yaitu kekerasan yang dilakukan tidak untuk

perlindungan tetapi untuk mendapatkan sesuatu seperti penjabalan.

42

http:// Jurnal Pelita Zaman - Alkitab SABDA.htm . di akses pada tanggal 10 Maret 2015

43

Thomas Santoso. Teori – teori Kekerasan. Cetakan Pertama,(Ghalia Indonesia,Jakarta,2002), Hal . 11


(55)

47

4. Kekerasan defensif yaitu kekerasan yang dilakukan untuk

perlindungan diri. Baik kekerasan agresif atau defensif bisa bersifat terbuka atau tertutup.

Berdasarkan Pelakunya digolongkan menjadi 2 bentuk yaitu :

a. Kekerasan individual adalah kekerasan yang dilakukan oleh individu kepada satu atau lebih individu. Contoh pencurian, pemukulan, penganiayaan, dan lain-lain.

b. Kekerasan kolektif adalah kekerasan yang dilakukan oleh banyak individu atau massa.

Dengan ancaman, ada sedikit orang yang bisa mengontrol orang lain. Ancaman dianggap sebagai bentuk kekerasan,merupakan unsur penting kekuatan (power). Kemampuan untuk mewujudkan keinginan seseorang sekalipun menghadapi keinginan yang berlawanan. Ancaman menjadi efektif jika seseorang mendemonstrasikan keinginan untuk mewujudkan ancamannya.

Kekerasan Geng melibatkan suatu kelompok yang bertindak bersama. Penjelasan menyangkut kekerasan gang sering disebabkan oleh sifat jahat individu atau sering dikaitkan dengan beberapa cacat pribadi. Lewis Yablonsky dalam bukunya The Violent Geng (1962), memberi contoh yang jelas tentang penjelasan ini dengan menyatakan bahwa Perilaku kekerasan zaman sekarang adalah orang yang tersisihkan penuh curiga,penuh ketakutan, dan tidak mau atau tidak mampu membentuk suatu hubungan kemanusiaan yang kongrit. Pembentukan geng yang


(56)

48

sementara,kemungkinan akan pemujaan palsu, ekspestasi terbatas anggota geng terhadap tanggung jawab, semuanya merupakan daya tarik bagi kaum muda yang menghadapi kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan dunia lain yang terintegrasi dan lebih jelas.44

Serangan dengan memukul merupakan kategori hukum yang mengacu pada tindakan illegal yang melibatkan ancaman dan aplikasi aktual kekuatan fisik kepada orang lain. Bentuknya bisa berupa verbal sampai pembunuhan. Pembunuhan adalah setiap pembunuhan orang lain oleh tindakan orang itu sendiri. Pembunuhan legal atau yang dibenarkan secara hukum adalah tindakan yang umumnya dilakukan sebagai pembelaan diri,pembelaan terhadap orang lain,atau harta milik. Pembunuhan yang kriminal adalah semua pembunuhan yang dilarang hukum.45

Ada 3 bentuk pembunuhan kriminal :

1) membunuh adalah pembunuhan seseorang secara illegal dengan

“bermaksud buruk yang dipikirkan sebelumnya”.dengan “suatu

pikiran bersalah” baik dengan atau pertimbangan atau perencanaan terlebih dahulu.

2) Pembunuhan terencana adalah setiap pembunuhan illegal tanpa

“maksud buruk yang dipikirkan sebelumnya”, tetapi seseorang

benar-benar bermaksud sengaja. Menyerang korban.

44

Ibid. Hal. 21.

45


(57)

49

3) Involuntary Manslaughter adalah melibatkan kematian orang lain akibat kelalaian, tetapi bukan disebabkan oleh serangan disengaja.46

4. Seni bela diri dalam Film

Di dalam film laga memang banyak adegan kekerasan dalam setiap scenenya, tetapi ada juga seni bela diri yang terdapat dalam film tersebut. Sebuah pesan dapat memiliki lebih dari satu makna, dan beberapa pesan dapat mempunyai makna yang sama. Dalam media massa, seperti dalam seni, khususnya lebih sering berupa beberapa lapis makna yang terbangun dari pesan yang sama. Maknanya hanya dapat ditentukan atau diuraikan dengan merujuk pada makna lainnya. Perfilman telah menjadi bentuk pembuatan pesan yang ada di segala tempat di tengah ”kebudayaan global” saat ini berarti mengecilkan kenyataan.47 Di dalam film juga menampilkan adegan seni bela diri yaitu istilah yang mengambarkan perilaku seseorang dan saling mendukung antara dua atau lebih entitas sosial jadi bela diri lebih dari untuk pribadi.

Dalam komunikasi perfilman tidak hanya menggunakan bahasa sebagai alatnya, tetapi juga alat komunikasi lainnya, seperti gambar, warna, bunyi dan lain-lain. Oleh sebab itu, komunikasi pesan yang ada

46

Ibid

47

Marcel Danesi, Pesan, Tanda dan Makna: Buku Teks Dasar Mengenal Semiotika dan Teori Komunikasi,terjemahan Evi setyarini dan Lusi Lian Piantari (Yogyakarta: Jalasutra, 2011), hal.293


(58)

50

di dalam film dapat mempunyai beberapa bentuk, antara lain berupa verbal (ucapan/ tulisan) dan nonverbal (lambang/ simbol).48

Menurut Devito, pesan adalah pernyataan tentang pikiran dan perasaan seseorang yang dikirim kepada orang lain agar orang tersebut diharapkan bisa mengerti dan memahami apa yang diinginkan oleh si pengirim pesan. Agar pesan yang disampaikan mengena pada sasarannya, maka suatu pesan harus memenuhi syarat-syarat :

a. Pesan harus direncanakan secara baik-baik, serta sesuai dengan kebutuhan seseorang.

b. Pesan tersebut dapat menggunakan bahasa yang dapat dimengerti kedua belah pihak.

c. Pesan harus menarik minat dan kebutuhan pribadi penerima serta menimbulkan kepuasan. Dalam bentuknya pesan merupakan sebuah gagasan-gagasan yang telah diterjemahkan ke dalam simbol-simbol yang dipergunakan untuk menyatakan suatu maksud tertentu.49

Seni adalah ekspresi jiwa. Sebuah karya seni yang dilahirkan oleh seorang seniman, merupakan hasil pemikiran yang diperkaya oleh pengalaman, yang diwujudkan kedalam bentuk-bentuk tertentu sesuai dengan bidang seni yang ditekuninya. Sedangkan secara luas, seni dapat dimaknai sebagai suatu keahlian mengekspresikan ide-ide dan pemikiran mengenai estetika, termasuk imajinasi serta

48

Djuarsa Sendjaja, Materi Pokok: Teori Komunikasi, (Jakarta: Universitas Terbuka, 1994), hal. 227.

49

http://id. shvoong. com/social-sciences /communication -media-studies/ 2205221-pengertian-pesan-dalam-komunikasi/#ixzz2Zgpan0Zt), di akses pada tanggal 22 Maret 2015


(1)

120

dalam determinasi langsung, melainkan di mediasi oleh beberapa hal. disini menggunakan perangkat secara teknis. Dalam bahasa tulis, alat teknis itu adalah kata, kalimat, grafik dan sebagainya. Dari kode-kode televisi dalam bahasa gambar/film, alat itu berupa kamera, pencahayaan, editing, musik, konflik, karakter, dan aksi. Di dalam film The Raid 2 “Berandal” ini terdapat konflik yang terjadi karena perebutan wilayah kekuasaan, kejahatan kekerasan. Dari segi karakter yang menjadi peran antagonisnya yaitu Rama. Rama ini seorang perwira polisi yang ditugaskan untuk memata-matai para mafia atau Geng. Meskipun tugasnya memata-matai tetapi terpaksa harus menggunakan kekerasan dalam setiap penyelesaian masalahnya. Dari setiap kekerasan seperti pembunuhan, penganiayaan, pertengkaran, dan lain sebagainya, itu hanyalah adegan kekerasan dalam film tersebut dengan menggunakan teknik kamera dan editing.

B. Rekomendasi

Berdasarkan hasil analisis terhadap Kode – Kode Televisi dari Jhon Fiske yang terdapat dalam film The Raid 2 “Berandal”, pada bagian ini penulis ingin ikut serta memberikan kontribusi berupa saran sebagai berikut:

1. Terkait dengan film The Raid 2 “Berandal” sebagai salah satu dari media hiburan, film tidaklah semata-mata hanya bertujuan komersil dan mendapatkan pujian. Namun, harus disertai pembelajaran terhadap interaksi manusia dengan lingkungan bukan hanya pada sesama manusia.

2. Dengan adanya adegan kekerasan dalam film ini, untuk para penonton bisa mengambil positifnya dari film ini. Memang dari film ini sangat mengerikan


(2)

121

senjata mengenai tubuh, kepala dan darah muncrat kemana-mana. Film ini menyingkapi realitas film sebagai realitas riil dalam kehidupan sehari-hari. Harapan dan keyakinan masyarakat agar film dan karya seni pada umumnya mengirim makna dan pesan moral dari film tersebut.

3. Untuk peneliti selanjutnya supaya meniliti film yang lain agar wawasan dan pengetahuan tentang Kode – Kode Televisi dari Jhon Fiske lebih bervariasi dan dapat bermanfaat bagi masyarakat.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Arendt, Hannah. 2003. Teori Kekerasan. Yogyakarta : Cetakan Pertama.

Bungin, Burhan. 2008. Konstruksi dan Makna Realitas Sosial Iklan Televisi dalam masyarakat Kapitalistik. Imaji Media Massa. Yogyakarta : Jendela.

Burton, Graeme. 2012. Media dan Budaya Populer. Yogyakarta : Jalasutra.

Burton,Graeme. 2006. Yang Tersembunyikan Di Balik Media. Yogyakarta : Jalasutra

Burton, Graeme. 2011. Membincangkan Televisi,Sebuah Pengantar Kajian Televisi. Yogyakarta : JalaSutra.

Camara, Dom Helder. 2000. Spiral Kekerasan. Yogyakarta : Insist, Pustaka Pelajar.

Craib, Ian. 1992. Teori-teori Sosial Modern. Jakarta : Rajawali Pers.

Danesi, Marcel. 2010. Pengantar Memahami Semiotika Media ; Pengantar Kepada Kajian Media . Yogyakarta : Jalasutra.

Danesi, Marcel. 2011. Pesan, Tanda dan Makna: Buku Teks Dasar Mengenal Semiotika dan Teori Komunikasi, Terjemahan Evi Setyarini dan Lusi Lian Piantari. Yogyakarta: Jalasutra.

Departemen Agama RI. 2002. Al-Qur’an dan Terjemahannya, Edisi Baru. Surabaya : Mekar.

Djuarsa, Sendjaja. 1994 Teori Komunikasi. Materi Pokok. Jakarta : Universitas Terbuka


(4)

Eriyanto. 2001. Pengantar Analisis Teks Media. Analisis Wacana. Yogyakarta : LKiS.

Farid H.U & Andy C.W, Morrisan. 2010. Teori Komunikasi Massa. Bogor : Ghalia Indonesia.

Fattah, Eep Saifullah. 2000. Pengkhianatan Ala Orde Baru. Bandung : Cet II, Mizan.

Fiske, Jhon. 2012. Pengantar Ilmu Komunikasi. Edisi Ketiga. Jakarta : Rajawali Pers.

Fiske, John. 2004. Cultural and Communication Studies Sebuah Pengantar Paling Komprehensif. Yogyakarta: Jalasutra.

Gora S, Winastwan & Widagdo, M. Bayu. 2007. Bikin Film Indie Itu Mudah. Yogyakarta : Ed I.

Hamka. 1984. Tafsir Al Azhar, Juzu III-IV. Jakarta : PT. PanjiMas.

Kriyantono, Rahmat. 2006. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group .

Lull, James1998. Suatu Pendekatan Global, Media Komunikasi Kebudayaan, Ed 1. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.

Maarif, Ahmad Syafii. 1997. Agama dan Krisis Kemanusiaan Modern. Yogyakarta : Cet I, Pustaka Pelajar.

Marzuki. 2000. Metode Riset. Yogyakarta : BPFE-UII.

Purwoko, Herudjati dan I.M. Hendrarti. 2008. Aneka Sifat Kekerasan, Fisik Simbolik, Birokratik, & Struktural, Cetakan Pertama. Jakarta : PT. Indeks.

Rahmat, kriyantono. 2007. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Prenada Media Group.


(5)

Santoso, Thomas. 2002. Teori – teori Kekerasan. Cetakan Pertama. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Saputra, Nofrans Eka dan Safaria ,Triantoro. 2012. Manajemen Emosi . Jakarta : Bumi Aksara.

Sobur ,Alex. 2011. Analisis Teks Media : Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisisis Framing Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Sobur, Alex. 2013. Semiotika Komunikasi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Sumarno, Marselli. 1996. Dasar-dasar Apresiasi Film. Jakarta : PT. Grasindo. Surbakti, Ramlan. 1992. Memahami Ilmu Politik. Jakarta : Gramedia.

Tinarbuko, Sumbo. 2009. Semiotika Komunikasi Visual. Yogyakarta : Jalasutra. Trianton, Teguh. 2013. Film Sebagai Media Belajar. Yogyakarta : Graha Ilmu . Waskita, Yulius dan Widiyanti, Ninik. 1987. Kejahatan Dalam Masyarakat dan Pencegahnya. Jakarta : Bina Aksara.

Weda, Made Darma. 1996. Kriminologi, Ed.1, Cet.1. Jakarta : PT.RajaGrafindo Persada.

Z. Rubin, Jeffrey and G. Pruit, Dean. 2004. Teori Konflik Sosial. Penerjemah Helly P. Soetjipto dan Sri Mulyantini Soetjipto. Yogyakarta : Cet 1, Pustaka Pelajar.

Internet

http:// Jurnal Pelita Zaman/2015/03/10/alkitab-sabda.htm

Http:// Merantau (film)/2015/04/03/ensiklopedia-bebas/Wikipedia-bahasa-indonesia.htm


(6)

http:// 'The Raid 2 Berandal'/2014/12/09/150-menit-full-action.htm

http:// The Raid 2. Berandal/2015/03/22/ensiklopedia-bebas/Wikipedia-bahasa-indonesia.htm

http://21 cineplex.com/2015/03/23/ ini-dia-karakter-yang-terdapat-di-film-the-raid-2-berandal/features.htm

http://en.wikipedia.org/wiki/2015/03/23/romance-film.htm http://id. shvoong.com/2015/03/22/pengertian-pesan-dalam-komunikasi/communication-media-studies/social-sciences.htm http://id.wikipedia.org/wiki/2015/02/30/perkembangan-film. http://id.wikipedia.org/wiki/2015/03/10/the-raid-2:-berandal.htm

http://ismail-manfaat.blogspot.com/2015/04/05/manfaat-mempelajari-seni-beladiri.htm