Pengaruh Ukuran Perusahaan, Keberadaan Komite Audit Dan Leverage Terhadap Audit Delay.

(1)

PENGARUH UKURAN PERUSAHAAN, KEBERADAAN

KOMITE AUDIT DAN LEVERAGE TERHADAP AUDIT DELAY

(Studi Empiris pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia)

SKRIPSI

Diajukan Oleh:

I WAYAN PION JANARTHA NIM: 1215351068

PROGRAM EKSTENSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2016


(2)

PENGARUH UKURAN PERUSAHAAN, KEBERADAAN

KOMITE AUDIT DAN LEVERAGE TERHADAP AUDIT DELAY

(Studi Empiris pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia)

SKRIPSI

Oleh:

I WAYAN PION JANARTHA NIM: 1215351068

Skripsi ini ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan Memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

di Program Ekstensi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana

Denpasar 2016


(3)

Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji dan disetujui oleh Pembimbing, serta diuji pada tanggal :

Tim Penguji: Tanda tangan

1. Ketua : Dr. Drs. A. A. N. B. Dwirandra, M.Si.,Ak ...

2. Sekretaris : Dr. Drs. Bambang Suprasto H. M.Si.,Ak ...

3. Anggota : Dr. I G. A. M. Asri Dwija Putri., SE., M.Si ...

Mengetahui,

Ketua Jurusan Akuntansi Pembimbing

Dr.

I Dewa Nyoman Badera , SE ., M.Si. , Ak Dr. Drs.Bambang Suprasto H. M.Si.,Ak NIP.1960323 199103 1 004 NIP. 19630828 199103 1 001


(4)

PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa sepanjang pengetahuan saya, di dalam Naskah Skripsi ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu PerguruanTinggi, dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila pernyataan di dalam naskah skripsi ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur plagiasi, saya bersedia diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar,10 Mei 2016 Mahasiswa,

I Wayan Pion Janartha 1215351068


(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa / Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat-Nya, skripsi yang berjudul “Pengaruh Ukuran Perusahaan, Keberadaan Komite Audit dan Leverage Terhadap Audit Delay (Studi Kasus Pada Perusahaan – Perusahaan Yang Terdaftar di BEI)” dapat diselesaikan sesuai dengan yang direncanakan. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. I Nyoman Mahaendra Yasa, SE., M.Si., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

2. Ibu Prof. Dr. Ni Nyoman Kerti Yasa, SE., M.S., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

3. Bapak Dr. I Dewa Nyoman Badera, SE., M.Si., Ak. Selaku Ketua Jurusan dan Bapak Dr. I Gusti Ngurah Agung Suaryana, SE.,M.Si., Ak. selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

4. Drs I Ketut Suardhika Natha, M.Si. dan Drs I Made Jember, M.Si., masing - masing selaku Ketua dan Sekretaris Program Ekstensi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana

5. Ibu Ni Gusti Putu Wirawati SE., M.Si selaku koordinator Jurusan Akuntansi Program Ekstensi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana

6. Ibu Dr. I Gusti Ayu Made Asri Dwija Putri, SE., M.Si selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan petunjuk dan nasihat selama mengikuti kuliah pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

7. Bapak Dr. Drs. Bambang Suprasto H. M.Si. Ak. Selaku dosen pembimbing atas waktu, bimbingan, masukan, serta motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

8. Bapak Dr. Drs. A A N B Dwirandra, M.Si, Ak. selaku dosen pembahas dan selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan sehingga membuat skripsi ini menjadi skripsi yang lebih baik.


(6)

9. Ibu Dr. I Gusti Ayu Made Asri Dwija Putri, SE., M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dalam pengerjaan skripsi ini.

10. Keluarga tercinta Bapak I Made Sukanara (Alm), dan Ibu Ni Nyoman Artini atas doa, semangat dan dukungan materi yang diberikan selama penulis menempuh studi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

11. Sahabat terhebat penulis tim skripsi esek-esek 007 Indah Kusuma Sari, Hery Septiawan, Diah Kumala, AA Putri Rahayu, Riko Ariawan dan Hendra Winanda selaku teman yang telah memberikan masukan-masukan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

12. Teman – teman akuntansi ekstensi angkatan 2012 Angga Partha, Meindra Jaya, Sudha Cahyana, Wahyu Cahyadi, Widya Kirana, Ega Pradnyana yang menjadi teman terbaik selama masa kuliah sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.

13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah ikut memberikan dukungan, masukan, dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak hal relevan yang belum diungkap secara utuh karena keterbatasan kemampuan, waktu, dan pengalaman penulis. Namun demikian, skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Denpasar, 10 Mei 2016


(7)

Judul : Pengaruh Ukuran Perusahaan, Keberadaan Komite Audit dan Leverage Terhadap Audit Delay (Studi Empiris pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia)

Nama : I Wayan Pion Janartha

Nim : 1215351068

Abstrak

Laporan keuangan sangat penting bagi suatu perusahaan dalam melaporkan hasil kinerjanya. Salah satu tujuan dari pelaporan keuangan adalah untuk memastikan bahwa laporan keuangan dapat berguna untuk pengguna. Selain laporan keuangan, pengguna juga membutuhkan laporan audit untuk melihat kewajaran laporan keuangan perusahaan. Perbedaan waktu antara tanggal penutupan sampai dengan tanggal penerbitan laporan auditor independen perusahaan dikenal sebagai audit delay.

Penelitian ini bertujuan untuk menguji faktor-faktor yang mempengaruhi audit delay termasuk ukuran perusahaan, keberadaan komite audit, dan leverage. Desain penelitian kuantitatif dan objek penelitian adalah semua perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2012-2014. Sampel yang digunakan dalam penelitian sebanyak 711 perusahaan yang dipilih secara purposive sampling. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari www.idx.co.id. Teknik analisis data dilakukan dengan analisis regresi linier berganda.

Berdasarkan hasil analisis regresi berganda dengan tingkat signifikansi 5%, maka hasil penelitian ini menyimpulkan: (1) ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap audit delay dengan koefisien β bernilai negatif sebesar -1,257 dan nilai signifikansi 0.000 < 0.05, (2) keberadaan komite audit berpengaruh positif terhadap audit delay dengan koefisien β bernilai positif sebesar 9,754 dan nilai signifikansi 0.003 < 0.05, (3) leverage tidak berpengaruh terhadap audit delay dengan koefisien β bernilai negatif sebesar -0,003 dan nilai signifikansi 0.961 > 0.05.

Kata Kunci: Ukuran Perusahaan, Keberadaan Komite Audit, Leverage dan Audit Delay.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah Penelitian ... 12

1.3 Tujuan Penelitian ... 13

1.4 Kegunaan Penelitian ... 13

1.5 Sistematika Penulisan... 14

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori ... 16

2.1.1 Teori Akuntansi Positif... 16

2.1.2 Teori Sinyal (Signaling Theory)... 17

2.1.3. Laporan Keuangan... 18

2.1.4 Audit dan Standar Audit... 20

2.1.5 Audit Delay... 24

2.1.6 Ukuran Perusahaan... 25

2.1.7 Komite Audit... 26

2.1.8 Leverage... 30

2.2 Hipotesis Penelitian... 32

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ... 35

3.2 Lokasi Penelitian ... 36

3.3 Obyek Penelitian ... 36

3.4 Identifikasi Variabel ... 36

3.5 Definisi Operasional Variabel ... 37

3.6 Jenis dan Sumber Data ... 39

3.7 Populasi, Sampel dan Metode Pengumupulan Data... 39

3.8 Metode Pengumpulan Data... 40

3.9 Teknik Analisis... 40

3.9.1 Statistik deskriptif... 41

3.9.2 Uji asumsi klasik... 41

3.9.3 Analisis regresi... 43


(9)

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Obyek Penelitian... 47

4.1.1 Gambaran umum wilayah penelitian... 47

4.1.2 Proses Seleksi Sampel... 48

4.2 Analisis dan Pembahasan... 49

4.2.1 Analisis statistik deskriptif ... 49

4.2.2 Pengujian asumsi klasik... 51

4.2.3 Analisis regresi... 55

4.2.4 Analisis data penelitian... 57

4.3 Pembahasan Hasil Penelitian... 60

4.3.1 Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Audit Delay ... ... 60 4.3.2 Pengaruh Keberadaan Komite Audit terhadap Audit Delay ... ... 62 4.3.2 Pengaruh Leverage terhadap Audit Delay ... ... 64 BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan... 66

5.2 Saran ... 67

DAFTAR RUJUKAN... 69


(10)

DAFTAR TABEL

No Tabel Halaman

1.1 Tabel Perusahaan Yang Terlambat Mempublikasi LK... 3

4.1 Proses Seleksi Sampel... 48

4.2 Statistik Deskriptif... 49

4.3 Hasil Uji Normalitas... 52

4.4 Hasil Uji Multikolnearitas... 53

4.5 Hasil Uji Heterokedastisitas ... 54

4.6 Hasil Uji Autokorelasi ... 55

4.7 Hasil Analisis Regresi Linier Berganda... 56

4.8 Hasil Uji F ... 58

4.9 Hasil Uji t ... 58


(11)

DAFTAR GAMBAR

No Gambar Halaman


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No Lampiran Halaman

1 Tabulasi Data Penelitian... 73

2 Statistik Deskriptif... 92

3 Hasil Uji Normalitas... 93

4 Hasil Uji Multikonearitas... 94

5 Uji Heterokedastisitas... 96

6 Uji Autokorelasi... 97


(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Laporan keuangan merupakan pertanggungjawaban pengelolaan perusahaan oleh manajemen atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya. Perkembangan perusahaan go public di Indonesia menjadikan laporan keuangan sebagai kebutuhan utama setiap perusahaan. Berkembangnya pasar modal menyebabkan semakin besarnya kebutuhan akan transparansi. Transparansi akuntansi dapat dimaksudkan dengan seberapa jauh pengguna laporan keuangan atau pihak lain yang mempunyai kepentingan terhadap laporan keuangan suatu perusahaan untuk mengetahui dan menggali kandungan informasi yang terdapat dalam laporan keuangan. Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomi (IAI, 2009).

Pada umumnya laporan keuangan terdiri atas lima, yaitu laporan laba rugi, neraca, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas daan catatan atas laporan keuangan. Penyusunan laporan keuangan dikatakan sangat kompleks, salah satunya disebabkan oleh banyaknya proses akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan tergantung dari jenis dan tingkat kompleksitas usaha. Transaksi usaha antar perusahaan telah berkembang semakin kompleks sehingga risiko timbulnya kesalahan yang tidak disengaja semakin meningkat karena para pengguna merasa


(14)

semakin sulit untuk mengevaluasi sendiri laporan keuangan. Manajer akan mengandalkan auditor independen untuk memenuhi kebutuhannya agar menghasilkan laporan keuangan yang relevan dan akurat.

Adopsi International Reporting Financial Standards (IFRS) ke dalam standar akuntansi lokal bertujuan untuk menghasilkan laporan keuangan yang memiliki akuntabilitas tinggi dan menghasilkan informasi yang relevan dan akurat. Pengungkapan yang tepat waktu dapat mengurangi volatilitas harga saham (Lim, How, dan Verhoeven, 2014) sehingga pemerintah di negara manapun mewajibkan perusahaan khususnya perusahaan yang terdaftar di pasar modal untuk melaporkan pengungkapan informasi secara tepat waktu. IFRS mensyaratkan pengungkapan yang ekstensif sehingga memerlukan waktu lebih lama dalam menyusunnya (Hail, 2010).

IFRS merupakan standar yang kompleks, dimana kompleksitasnya tidak hanya terletak pada kesulitan yang melekat pada pelaporan dan pengungkapan yang mendetil dan lengkap. Kompleksitas dari IFRS cenderung membutuhkan banyak professional judgement sehingga risiko audit semakin besar dan auditor memerlukan waktu yang lebih lama dalam melakukan audit (Habib 2011). Auditor juga perlu waktu untuk menelusuri bukti audit sehingga akan memperpanjang waktu untuk mengeluarkan laporan audit. Pada tahun 2012, IAI telah merevisi sebagian besar PSAK agar secara signifikan sesuai dengan IFRS versi 1 Januari 2009, namun dalam prakteknya perbedaan prinsip dan penerapan standar yang tergolong baru membuat proses audit berjalan lebih lama.


(15)

Auditor membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menyelesaikan pekerjaannya, hal ini dikarenakan proses audit harus sesuai dengan prosedur yang berlaku. Di lain pihak, laporan keuangan harus diterbitkan di Bursa Efek Indonesia (BEI) secara tepat waktu dan berkala, agar relevansi dari laporan keuangan tersebut tidak berkurang atau bahkan hilang. Lamanya waktu penyelesaian audit oleh auditor dapat dilihat dari perbedaan waktu antara tanggal laporan keuangan dan tanggal dikeluarkannya opini auditor. Hal ini mencerminkan pekerjaan audit membutuhkan waktu sehingga adakalanya tertundanya publikasi laporan keuangan.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI) telah mengatur tentang batas waktu penyampaian laporan keuangan. Tetapi pada kenyataannya, masih banyak emitenyang terdaftar di BEI tidak tepat waktu dalam mempublikasi laporan keuangannya sebagaimana diperlihatkan oleh Tabel 1.1.

Tabel 1.1 Jumlah Perusahaan Yang Terlambat Menyampaikan Laporan Keuangan Periode 2010-2014

Tahun

Jumlah perusahaan yang terdaftar di BEI

Jumlah Perusahaan yang Terdaftar di BEI yang Terlambat Menyampaikan

Laporan Keuangan.

Persentase

2010 403 perusahaan 62 perusahaan

2011 428 perusahaan 54 perusahaan -12,90 %

2012 462 perusahaan 52 perusahaan -3,70 %

2013 480 perusahaan 49 perusahaan -5,76 %

2014 502 perusahaan 52 perusahaan +6,12%

Sumber : BEI 2015

Tabel 1.1 menunjukkan jumlah perusahaan yang terdaftar di BEI yang terlambat menyampaikan laporan keuangan pada tahun 2010 sebanyak 62


(16)

perusahaan. Pada tahun 2011 perusahaan yang terlambat menyampaikan laporan keuangan menjadi 54 perusahaan (turun 12,90%). Pada tahun 2012 perusahaan yang terlambat menyampaikan laporan keuangan menurun lagi menjadi 52 perusahaan (turun 3,70%). Pada tahun 2013 menurun lagi menjadi 49 perusahaan atau menurun 5,67% dibandingkan dengan tahun 2012. Pada tahun 2014 perusahaan yang terlambat mempublikasi laporan keuangan kembali meningkat menjadi 52 perusahaan (meningkat 6,12%). Dari data tersebut diketahui bahwa ketepatan waktu masih menjadi kendala bagi perusahaan go public di Indonesia.

Hasil audit atas perusahaan publik mempunyai konsekuensi dan tanggung jawab yang besar. Tanggung jawab yang besar ini memicu auditor untuk dapat bekerja secara lebih professional. Salah satu bentuk profesionalitas auditor adalah ketepatan waktu penyampaian laporan auditnya. Ketepatan waktu perusahaan dalam mempublikasikan laporan keuangannya kepada publik, tergantung dari ketepatan waktu auditor dalam menyelesaikan laporan auditnya. Ketepatan waktu ini berkaitan dengan manfaat yang terkandung dalam laporan keuangannya. Suatu manfaat akan sangat membantu apabila dapat diterima tepat pada waktunya. Penundaan waktu yang tidak semestinya dalam pelaporan keuangan akan mengakibatkan informasi yang dihasilkan akan kehilangan relevansinya.

Aturan mengenai waktu pelaporan keuangan di Indonesia diatur pada oleh Bapepam-LK pada Peraturan Bapepam-LK Nomor X.K.2, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam Nomor: KEP-36/PM/2003 tentang Kewajiban Penyampaian Laporan Keuangan Berkala Emiten atau Perusahaan Publik. Perubahan Bapepam-LK menjadi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sampai saat ini belum mempengaruhi


(17)

peraturan yang berlaku sebelumnya, sehingga peraturan yang digunakan masih menggunakan aturan yang dikeluarkan oleh Bapepam-LK. Peraturan Bapepam Nomor X.K.2 disebutkan bahwa Laporan Keuangan Tahunan harus disertai dengan Laporan Akuntan dengan pendapat yang lazim, dan disampaikan kepada Bapepam selambat-lambatnya pada akhir bulan ketiga (90 hari) setelah tanggal Laporan Keuangan Tahunan. Emiten atau perusahaan-perusahaan publik yang terlambat menyampaikan laporan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh BAPEPAM-LK, maka perusahaan-perusahaan tersebut akan dikenakan peringatan tertulis, sanksi administrasi, hingga penghentian sementara perdagangan saham (suspensi) sesuai ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 45 Tahun 1995 Bab XII Pasal 63.

Audit delay dapat didefinisikan sebagai jangka waktu dari tanggal penutupan tahun buku hingga tanggal diterbitkannya laporan audit (Hossain dan Taylor, 1998). Audit delay juga dapat diartikan sebagai interval jumlah hari antara tanggal periode laporan keuangan (tanggal 31 Desember) sampai tanggal laporan audit (Wirakusuma, 2006). Dyer dan McHugh (1975) menyatakan bahwa keterlambatan audit dibagi menjadi tiga, yaitu Preliminary lag (interval antara berakhirnya tahun fiskal sampai dengan tanggal diterimanya laporan keuangan pendahulu oleh pasar modal), Auditor’s signature lag (interval antara berakhirnya tahun fiskal sampai dengan tanggal tercantumnya laporan auditor), dan total lag

(interval antara berakhirnya tahun fiskal sampai dengan tanggal diterimanya laporan keuangan tahunan publikasi oleh pasar modal). Berdasarkan pengertian dari Auditor’s Signature Lag, dapat disimpulkan audit delay adalah jumlah waktu


(18)

atau jarak waktu antara tahun tutup buku laporan keuangan perusahaan hingga tanggal tercantumnya laporan auditor.

Ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan merupakan hal yang penting untuk mengungkapkan informasi baik bersifat wajib (mandatory) maupun sukarela (voluntary). Ketepatan waktu pelaporan keuangan bisa berpengaruh pada nilai informasi dalam laporan keuangan tersebut. Keterlambatan pelaporan akan menimbulkan reaksi negatif dari pelaku pasar modal karena laporan keuangan auditan memuat informasi tentang laba yang dihasilkan perusahaan yang digunakan oleh pelaku pasar modal untuk memprediksi nilai perusahaan. Keterlambatan pelaporan laporan keuangan akan diartikan oleh investor atau pelaku pasar modal sebagai sinyal buruk perusahaan tersebut.

Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi audit delay adalah ukuran perusahaan. Ukuran perusahaan juga merupakan fungsi dari kecepatan pelaporan keuangan. Besar kecilnya ukuran perusahaan juga dipengaruhi oleh kompleksitas operasional, variabilitas dan intensitas transaksi perusahaan tersebut yang tentunya akan berpengaruh terhadap kecepatan dalam menyajikan laporan keuangan kepada publik. Carslaw dan Kaplan (1991) menyatakan bahwa perusahaan besar akan lebih cepat dalam menyampaikan laporan keuangan karena semakin besar ukuran perusahaan maka sistem pengendalian internnya juga semakin baik, sehingga akan mengurangi kesalahan dalam penyampaian laporan keuangan. Hal ini akan memudahkan pekerjaan auditor karena ruang lingkup pengujian semakin sempit sehingga akan memperpendek audit delay. Dyer dan Mc Hugh (1975) berpendapat bahwa manajemen perusahaan besar memiliki


(19)

dorongan untuk mengurangi audit delay dan penundaan laporan keuangan dikarenakan perusahaan besar senantiasa diawasi secara ketat oleh para investor, pengawas permodalan dan pemerintah. Pihak-pihak ini sangat berkepentingan terhadap informasi yang termuat dalam laporan keuangan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ashton, dkk (1987), Kinanti (2013), Courtis (1976), Pizzini et. al. (2011), dan Puspitasari (2014), menunjukkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap audit delay.

Hossain dan Taylor (1998) menyatakan bahwa perusahaan yang mempunyai

total asset yang lebih besar akan menyelesaikan audit lebih lama dibandingkan dengan perusahaan yang mempunyai total asset yang lebih kecil. Hal ini dikarenakan jumlah sampel yang harus diambil oleh auditor akan semakin besar dan semakin banyak prosedur audit yang harus ditempuh. Penelitian yang dilakukan oleh Boynton dan Kell (2002), Rachmawati (2008), Febrianty (2011), serta Prabowo dan Marsono (2013) menyatakan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap audit delay. Ukuran perusahaan dalam penelitian ini diproksikan dengan total aset. Total aset merupakan jumlah seluruh aktiva pada akhir periode. Total asset dianggap dapat memproksikan variabel ukuran perusahaan dengan tepat. Hal ini dikarenakan penilaian ukuran perusahaan dengan menggunakan total asset dianggap lebih stabil dibanding jika menggunakan

market value dan tingkat penjualan.

Keberadaan Komite Audit di Indonesia dipertegas dengan Peraturan Bapepam No.IX.1.5 tentang Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja


(20)

Komite Audit (Lampiran Keputusan Ketua Bapepam No.Kep-29/PM/2004 tanggal 24 September 2004) yang mengatakan bahwa Komite Audit adalah komite yang dibentuk oleh Dewan Komisaris dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsinya. Peraturan lain yang menerangkan tentang Komite Audit adalah Peraturan Bursa Efek Jakarta (sekarang bernama Bursa Efek Indonesia) No.I-A tentang Ketentuan Umum Pencatatan Efek Bersifat Ekuitas di Bursa (Lampiran II Keputusan Direksi PT. Bursa Efek Jakarta No.Kep-305/BEJ/07-2004 tanggal 19 Juli 2004), SK. Dir. BEJ Nomor 315/BEJ/06-2000, Surat Keputusan Menteri BUMN Nomor 117/Tahun 2002, dan Undang Undang BUMN Nomor 19/2003. Peraturan tersebut mengatur kewajiban perusahaan untuk membentuk komite audit dalam rangka menegakkan Good Corporate Governance (GCG) di Indonesia.

Salah satu tanggung jawab dari komite audit adalah untuk mengawasi proses pelaporan keuangan, yang mencakup memastikan ketepatan waktu penyampaian keuangan (Hashim dan Rahman, 2011). Di Indonesia sendiri peraturan mengenai Komite Audit telah diatur dalam Peraturan Bapepam-LK No.IX.I.5 yang mengatur pembentukan dan pedoman pelaksanaan kerja Komite Audit, dimana setiap perusahaan publik wajib membentuk komite audit dengan anggota minimal 3 (tiga) orang yang diketuai satu orang komisaris independen dan 2 (dua) orang dari luar perusahaan yang independen terhadap perusahaan. Mumpuni (2011) menyatakan bahwa semakin banyak anggota dalam komite audit suatu perusahaan maka semakin singkat audit delay. Wirakusuma (2006), Mumpuni (2011), Wijaya (2012) Jumratul (2014) dan Nor et al., (2010) memperoleh hasil bahwa komite audit berpengaruh negatif terhadap audit delay.


(21)

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Prabowo dan Marsono (2013), serta Latifa (2015), memperoleh hasil bahwa komite audit berpengaruh positif terhadap Audit Delay.

Leverage juga menjadi salah satu faktor yang dapat berpengaruh terhadap

audit delay. Perusahaan dengan utang yang besar cenderung mendesak auditor untuk memulai dan menyelesaikan audit lebih cepat dibanding perusahaan dengan utang yang lebih kecil. Hal ini dikarenakan perusahaan tersebut dimonitor oleh para stakeholder yang pada dasarnya ingin melihat kinerja perusahan dalam suatu periode serta mengawasi tingkat risiko dalam pengembalian modal mereka. Laporan keuangan yang tepat waktu juga memungkinkan stakeholder untuk menilai ulang kinerja keuangan jangka panjang dan posisi perusahaan. Rasio Leverage yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Debt to equity ratio (DER).

DER menggambarkan perbandingan utang dan ekuitas dalam pendanaan perusahaan dan kemampuan modal sendiri perusahaan untuk memenuhi kewajibannya (Ratnawati, 2005). Penelitian yang dilakukan oleh Permata Sari (2014), dan Kinanti (2013) menunjukkan hasil bahwa leverage berpengaruh negatif terhadap audit delay.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Carslaw dan Kaplan (1991) serta Febrianty (2011) menemukan adanya hubungan yang positif antara leverage

dengan audit delay yang di proksi dengan debt to assets ratio. Debt to assets ratio

yang tinggi memberikan sinyal bahwa perusahaan sedang dalam kesulitan keuangan. Biasanya perusahaan akan mengurangi resiko dengan memundurkan publikasi laporan keuangannya dan mengulur waktu dalam pekerjaan auditnya. Ini


(22)

memberikan sinyal ke pasar bahwa perusahaan dalam tingkat resiko yang tinggi. Auditor akan mengaudit laporan keuangan perusahaan dengan lebih seksama dan membutuhkan waktu yang raltif lama sehingga dapat meningkatkan audit delay. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pizzini et al (2011), Ettredge et. al. (2005), dan Angruningrum (2013) yang menunjukkan hasil bahwa variabel leverage berpengaruh berpengaruh positif terhadap audit delay.

Perbedaan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian yang dilakukan Ashton dkk (1987) terletak pada variabel penelitian dan objek penelitian. Jika pada penelitian Ashton dkk (1987) variabel penelitiannya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap audit delay yang terdiri dari 14 faktor tersebut, sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan terdiri dari ukuran perusahaan, keberadaan komite audit dan leverage. Selain itu perbedaan yang lainnya jika objek penelitian Ashton dkk (1987) adalah perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat, sedangkan objek penelitian yang akan dilakukan adalah perusahaan-perusahaan yang terdaftar di BEI.

Prabowo dan Marsono (2013) meneliti tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap audit delay pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2009, 2010, dan 2011. Faktor-faktor yang diteliti meliputi ukuran perusahaan, profitabilitas, solvabilitas, laba atau rugi perusahaan, reputasi auditor, opini auditor dan keberadaan komite audit. Perbedaan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian yang dilakukan oleh Prabowo dan Marsono (2013) terletak pada pengukuran variabel penelitian dan objek penelitian. Penelitian Prabowo dan Marsono (2013) variabel ukuran


(23)

perusahaan diukur dengan rata-rata penjualan selama tahun pengamatan, keberadaan komite audit diukur dengan jumlah anggota komite audit suatu perusahaan sedangkan yang tidak terdapat komite audit diberi kode (0). Solvabilitas diukur menggunakan debt to total asset ratio.

Pada penelitian ini ukuran perusahaan diukur menggunakan logaritma natural (Ln) total asset, keberadaan komite audit diukur menggunakan proporsi jumlah anggota eksternal yang berssifat independen dengan jumlah anggota Komite Audit. Tingkat leverage diukur menggunakan debt to equity ratio.

Perbedaan yang lainnya adalah objek penelitian yang dilakukan oleh Prabowo dan Marsono (2013) dilakukan pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia, sedangkan sedangkan objek penelitian yang akan dilakukan adalah perusahaan-perusahaan yang terdaftar di BEI.

Febrianty (2011) meneliti tentang faktor yang berpengaruh terhadap audit delay pada perusahaan sektor perdagangan yang terdaftar pada Bursa Efek di Indonesia dalam kurun waktu tahun 2007-2009. Faktor-faktor yang diteliti meliputi ukuran perusahaan, leverage dan kualitas KAP. Perbedaan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian yang dilakukan Febrianty (2011) terletak pada pengukuran variabel penelitian dan objek penelitian. Penelitian Febrianty (2011) variabel tingkat leverage pengukurannya menggunakan debt to total asset ratio, sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan pengukuran tingkat

leverage menggunakan debt to equity ratio. Perbedaan yang lainnya adalah objek penelitian yang dilakukan oleh Febrianty (2011) yaitu perusahaan sektor


(24)

perdagangan di Bursa Efek Indonesia, sedangkan objek penelitian yang akan dilakukan adalah perusahaan-perusahaan yang terdaftar di BEI.

Pentingnya ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan merupakan hal yang harus diperhatikan oleh perusahaan karena bisa berpengaruh pada relevansi dari laporan keuangan yang merupakan salah satu dasar pengambilan keputusan bagi para pemakai informasi. Meskipun relevansi dari laporan keuangan sangat penting, akan tetapi masih banyak perusahaan - perusahaan go public di BEI yang terlambat mempublikasi laporan keuangannya. Hal tersebut menjadikan audit delay serta faktor-faktor yang mempengaruhinya sebagai objek penelitian yang penting dan menarik untuk dipelajari. Berdasarkan fenomena data dan fenomena empiris dengan inkonsistensi dari penelitian - penelitian sebelumnya, maka dilakukan penelitian kembali tentang pengaruh ukuran perusahaan, keberadaan komite audit dan leverage terhadap audit delay. Penelitian ini mengangkat tentang “Pengaruh ukuran perusahaan, keberadaan komite audit dan leverage terhadap

audit delay (studi empiris pada perusahaan yang terdaftar di BEI tahun 2012-2014)”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan atas latar belakang yang telah disampaikan, maka dapat dirumuskan rumusan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut.

a. Apakah ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap audit delay ?


(25)

b. Apakah keberadaan komite audit berpengaruh negatif terhadap audit delay ?

c. Apakah leverage berpengaruh negatif terhadap audit delay ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah.

a. Membuktikan secara empiris pengaruh ukuran perusahaan terhadap

audit delay.

b. Membuktikan secara empiris pengaruh keberadaan komite audit terhadap audit delay.

c. Membuktikan secara empiris pengaruh leverage terhadap audit delay.

1.4 Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan praktis untuk berbagai pihak yang berhubungan dengan penelitian ini. Adapun kegunaan dari penelitian ini yaitu.

1. Kegunaan Teoritis

a.Sebagai sarana untuk memberikan tambahan literatur audit mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi audit delay.

2. Kegunaan Praktis

a.Sebagai referensi bagi perpustakaan dan perbandingan bagi mahasiswa lain yang hendak melakukan penelitian di masa yang akan datang.

b.Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan perusahaan, agar dapat mempersingkat audit delay.


(26)

1.5 Sistematika Penulisan

Skripsi ini terdiri dari 5 bab yang saling berhubungan antara bab yang satu dengan yang lain dan disusun secara terperinci serta sistematis. Gambaran umum mengenai isi dari masing-masing bab adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini memuat latar belakang masalah, rumusan masalah penelitian, tujuan dan kegunaan penelitian, serta sistematika dalam penulisan skripsi.

BAB II : KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

Bab ini mengkaji landasan teori, konsep-konsep yang digunakan dan hasil penelitian sebelumnya yang diperlukan dalam menjawab masalah penelitian yang akan dibahas dalam skripsi.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini menjelaskan mengenai desain penelitian, lokasi dan obyek penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional variabel, jenis dan sumber data, populasi, sampel dan metode penentuan sampel, metode pengumpulan data dan teknik analisis data.


(27)

Pada bab ini diuraikan mengenai data amatan, hasil uji asumsi klasik, statistic deskriptif, hasil uji regresi dan hasil uji hipotesis secara parsial.

BAB V : SIMPULAN DAN SARAN

Bab ini menguraikan simpulan dari keseluruhan hasil penelitian dan disertakan pula saran-saran yang diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan.


(28)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Positive Accounting Theory

Positive Accounting Theory (PAT) merupakan teori yang dikembangkan oleh Watts dan Zimmerman (1986) yang menjelaskan tentang kebijakan akuntansi dan praktiknya dalam perusahaan serta memprediksi kebijakan apa yang akan dipilih manajer dalam kondisi-kondisi tertentu dimasa yang akan datang. Penentuan kebijakan akuntansi dan praktik yang tepat merupakan hal yang penting bagi perusahaan dalam hal penyusunan laporan keuangan sehingga, dalam hal menentukan kebijakan akuntansi dan pelaksanaannya tidak terlepas dari pihak-pihak yang berwenang serta memiliki kepentingan dengan penyusunan laporan keuangan. Teori akuntansi positif menjelaskan apakah kebijakan yang telah dibuat, jika dilihat secara objektif memiliki manfaat bagi perusahaan, atau apakah kebijakan yang dibuat telah terpengaruh oleh faktor-faktor lain yang nantinya hanya akan menguntungkan sebagian pihak. Teori akuntansi positif juga digunakan untuk memprediksi kebijakan yang akan dipilih manajer dalam kondisi-kondisi tertentu dimasa yang akan datang.

Teori akuntansi positif telah banyak diuji dengan menggunakan pilihan-pilihan metode akuntansi. Dalam suatu review yang menyeluruh, Christie (1990) menyimpulkan ada enam proksiyang telah diketahui memiliki kemampuan dalam menjelaskan praktek-praktek yang merupakan cerminan dari aplikasi teori akuntansi positif. Keenam proksi dimaksud adalah ukuran perusahaan (firm size),


(29)

tingkat risiko (risk level), kompensasi manajerial (managerial compensation), porsi utang terhadap aktiva atau modal (financial leverage), pembatas-pembatas dalam penyelesaian utang, dan rasio pembayaran dividen (dividen payout ratio). Keenam faktor tersebut merupakan faktor yang melekat pada suatu perusahaan dan sekaligus sebagai sifat atau karakteristik suatu perusahaan dimana besarnya masing-masing faktor bisa berbeda-beda antara perusahaan yang satu dan perusahaan yang lain. Positive Accounting Theory (PAT) dimaksudkan untuk menjelaskan dan memprediksi konsekuensi yang terjadi jika manajer menentukan pilihan tertentu. Penjelasan dan prediksi dalam PAT didasarkan pada proses kontrak (contracting process) atau hubungan keagenan (agency relationship) antara manajer dengan kelompok lain seperti investor, kreditor, auditor, pihak pengelola pasar modal dan institusi pemerintah (Watts dan Zimmerman, 1986).

2.1.2 Signaling Theory

Isyarat atau signal adalah tindakan yang diambil oleh manajemen perusahaan dimana manajemen mengetahui informasi yang lebih lengkap dan akurat mengenai internal perusahaan dan prospek perusahaan di masa depan dari para pihak investor. Hal ini mewajibkan manajer untuk memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada para stakeholder. Sinyal yang diberikan dapat dilakukan melalui pengungkapan informasi akuntansi seperti publikasi laporan keuangan yang bersifat wajib (mandatory) maupun sukarela (voluntary).

Investor dapat melakukan kesalahan dalam pengambilan keputusan ekonomi, jika informasi yang disampaikan oleh manajemen perusahaan tidak


(30)

sesuai dengan kondisi perusahaan yang sebenarnya. Hal ini akan menyebabkan terjadi asimetris informasi dimana manajer lebih mengetahui informasi perusahaan dibanding pihak lain (stakeholder). Berdasarkan signaling theory untuk meminimalisir terjadinya information asymmetry, pihak manajemen wajib membuat struktur pengendalian internal yang mampu menjaga harta perusahaan dan menjamin penyusunan laporan keuangan yang dapat dipercaya.

Manfaat utama teori ini adalah akurasi dan ketepatan waktu penyajian laporan keuangan ke publik adalah sinyal dari perusahaan akan adanya informasi yang bermanfaat dalam kebutuhan untuk pembuatan keputusan dari investor. Keterlambatan publikasi laporan keuangan akan menyebabkan relevansi dari laporan keuangan tersebut berkurang bahkan tidak bermanfaat lagi sehingga mempengaruhi keputusan yang akan diambil oleh para investor.

2.1.3 Laporan Keuangan

Keiso (2007:2) menyatakan laporan keuangan merupakan sarana yang digunakan untuk mengkomunikasikan informasi keuangan suatu perusahaan kepada pihak-pihak diluar perusahaan. Komponen keuangan yang lengkap ditetapkan oleh PSAK No.1 tahun 1998 yang telah direvisi menjadi PSAK 1 (revisi 2009) terdiri dari laporan laba rugi komprehensif selama periode, laporan posisi keuangan pada akhir tahun, laporan arus kas selama periode, laporan perubahaan ekuitas selama periode, dan catatan atas laporan keuangan (yang memuat informasi penjelas lain dan kebijakan akuntansi perusahaan). Statements of Financial Accounting Concepts (SFAC) No.2 tentang karakteristik kualitatif


(31)

dari informasi keuangan menyatakan bahwa informasi keuangan akan bermanfaat bila memenuhi karakteristik kualitas yaitu relevan, andal, memliki daya banding dan konsistensi, sesuai dengan pertimbangan cost-benefit, dan materialitas. Karakteristik kualitas laporan keuangan sebagaimana yang dinyatakan dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (IAI, 2009) No.1 adalah sebagai berikut.

1) Dapat dipahami

Kualitas penting informasi yang ditampung dalam laporan keuangan adalah kemudahannya untuk dapat dipahami oleh pemakai. Pemakai diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai tentang aktivitas ekonomi dan bisnis, akuntansi, serta kemauan untuk mempelajari informasi.

2) Relevan

Agar bermanfaat, informasi harus relevan untuk memenuhi kebutuhan pemakai dalam proses pengambilan keputusan. Informasi memiliki kualitas relevan jika dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai. Informasi yang relevan dapat digunakan untuk membantu mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa kini, atau masa depan.

3) Andal

Informasi memiliki kualitas andal jika bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan pemakainya sebagai penyajian yang jujur (faithfull representation) dari yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar diharapkan dapat disajikan.


(32)

4) Dapat dibandingkan

Pemakai harus dapat membenadingkan laporan keuangan antar periode untuk mengidentifikasi kecenderungan (trend) posisi dan kinerja keuangan. Pemakai juga harus dapat membandingkan laporan keuangan antar perusahaan. Hal tersebut dilakukan untuk mengevaluasi posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan secara relatif.

Peraturan BAPEPAM No. X.K.2, Lampiran Keputusan Ketua BAPEPAM Nomor: Kep/36PM/2003 disebutkan laporan keuangan yang harus disampaikan kepada BAPEPAM terdiri sebagai berikut.

1) Neraca,

2) Laporan laba rugi,

3) Laporan perubahan ekuitas, 4) Laporan arus kas,

5) Laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan jika dipersyaratkan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan jenis industrinya, serta

6) Catatan atas laporan keuangan.

2.1.4 Audit dan Standar Auditing

Auditing adalah pemeriksaan oleh pihak independen terhadap laporan keuangan yang disusun manajemen secara kritis dan sistematis termasuk catatan dan bukti pendukung yang ada (Sukrisno, 2012). Tujuan audit laporan keuangan


(33)

yaitu untuk menyatakan pendapat atas kewajaran asersi-asersi yang terdapat dalam laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum (Mulyadi, 2002:72). Pemahaman tentang corporate governance perusahaan klien kemungkinan dapat membantu auditor menilai berbagai risiko klien sehingga perencanaan audit dapat lebih efektif dan efisien. Audit berperan penting dalam mengurangi terjadinya asimetri informasi dengan penyelesaian audit tepat waktu.

Audit pada umumnya dikelompokkan dalam tiga golongan, adalah sebagai berikut.

1) Audit laporan keuangan (Financial Statement Audit) adalah audit yang dilakukan oleh auditor independen terhadap laporan keuangan yang disajikan oleh klien, untuk menyatakan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut. Auditor independen menilai kewajaran laporan keuangan atas dasar kesesuaiannya dengan prinsip akuntansi berterima umum.

2) Audit kepatuhan (Compliance Audit) adalah audit yang tujuannya menentukan apakah yang diaudit sesuai dengan kondisi atau peraturan tertentu. Hasil audit kepatuhan umumnya dilaporkan kepada pihak berwenang pembuat kriteria. Audit kepatuhan banyak dijumpai dalam pemerintahan.

3) Audit operasional (Operational Audit) merupakan review secara sistematik kegiatan organisasi, atau bagian daripadanya, dalam hubungannya dengan tujuan tertentu. Tujuan audit operasional adalah mengevaluasi kinerja,


(34)

mengidentifikasi kesempatan untuk peningkatan, dan membuat rekomendasi untuk perbaikan atau tindakan lebih lanjut.

Standar auditing merupakan pedoman bagi auditor dalam menjalankan tanggung jawab profesionalnya. Standar auditing yang telah ditetapkan dan disahkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia adalah sebagai berikut (SPAP, 2011:150.01).

1) Standar umum, yaitu.

a. Audit harus dilaksanakan oleh seseorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.

b. Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi, dan sikap mental harus dpertahankan oleh auditor.

c. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama. 2) Standar pekerjaan lapangan, yaitu.

a. Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika menggunakan asisten dalam pelaksanaan audit harus disupervisi dengan semestinya. b. Pemahaman yang memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk

merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian saat dilakukan.

c. Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, pengajuan pertanyaan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan. 3) Standar pelaporan, yaitu.

a. Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

b. Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan, jika ada ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan


(35)

keuangan periode berjalan. Dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya.

c. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor.

d. Laporan audit harus memuat pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atas suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluuhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, maka laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh auditor.

Pemenuhan standar ini berdampak pada lamanya penyelesaian laporan audit dan berdampak pula pada kualitas hasil laporan keuangan auditan. Kondisi ini dapat menimbulkan suatu dilema bagi auditor. Salah satu kriteria profesionalisme dari auditor adalah ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan auditan. Ketepatan waktu perusahaan dalam mempublikasikan laporan keuangan kepada masyarakat umum dan kepada Bapepam tergantung dari lamanya auditor dalam menyelesaikan pekerjaan auditnya. Semakin cepat pekerjaan audit selesai dilakukan, maka semakin cepat pula informasi dipublikasikan.

2.1.5 Audit Delay

Audit delay adalah rentang waktu penyelesaian audit laporan keuangan tahunan, diukur berdasarkan lamanya hari yang dibutuhkan untuk memperoleh laporan auditor independen atas audit laporan keuangan tahunan perusahaan, sejak


(36)

tanggal tahun tutup buku perusahaan sampai tanggal yang tertera pada laporan auditor independen (Rachmawati, 2008). Audit delay juga dapat diartikan sebagai interval jumlah hari antara tanggal periode laporan keuangan (tanggal 31 Desember) sampai tanggal laporan audit (Wirakusuma, 2004).

Dyer dan McHugh (1975) menggunakan tiga kriteria keterlambatan dalam penelitiannya adalah sebagai berikut.

1) Preleminary lag : interval jumlah hari antara tanggal laporan keuangan sampai penerimaan laporan akhir preliminary oleh bursa.

2) Auditor’s report lag : interval jumlah hari antara tanggal laporan keuangan sampai tanggal laporan auditor ditandatangani.

3) Total lag : interval jumlah hari antara tanggal laporan keuangan sampai tanggal penerimaan laporan dipublikasikan di bursa.

Salah satu karakteristik kualitatif laporan keuangan adalah relevan. Laporan keuangan dianggap tidak relevan ketika laporan keuangan tersebut kehilangan kapasitas untuk mempengaruhi keputusan yang diambil, yakni memiliki ketepatan waktu (timeliness) (Kieso. 2007). Indonesia mengeluarkan beberapa peraturan terkait dengan penyerahan laporan keuangan untuk melindungi kepentingan shareholder. Peraturan ini tercermin dari Peraturan Bapepam Nomor X.K.2 yang mewajibkan semua perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek di Indonesia wajib menyampaikan laporan keuangan tahunan yang memuat opini dari akuntan. Peraturan Bapepam ini membuat perusahaan perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia menjadi terpacu untuk melaporkan laporan keuangannya secara


(37)

tepat waktu, sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yakni selambat-lambatnya akhir bulan ke tiga (90 hari) setelah tanggal laporan tahunan perusahaan.

2.1.6 Ukuran Perusahaan

Salah satu atribut yang dapat dihubungkan dengan ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan adalah ukuran perusahaan. Besar kecilnya ukuran perusahaan dapat didasarkan pada total nilai aset, total penjualan, kapitalisasi pasar, jumlah tenaga kerja dan sebagainya. Semakin besar nilai item-item tersebut maka semakin besar pula ukuran perusahaan itu (Riyanto dalam Febriaty 2011).

Sesuai keputusan ketua Bapepam Nomor: Kep-11/PM/1997 menjelaskan bahwa perusahaan menengah dan kecil adalah badan hukum yang memiliki jumlah kekayaan (total assets) tidak lebih dari seratus miliar rupiah, sedangkan perusahaan besar adalah badan hukum yang memiliki jumlah kekayaan (total assets) lebih dari seratus miliar rupiah. Machfoedz dalam Febrianty (2011), ukuran perusahaan didasarkan pada total aset perusahaan. Ukuran perusahaan terbagi dalam tiga kategori, adalah sebagai berikut.

1) Perusahaan besar (large firm), adalah perusahaan yang memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 10 Milyar termasuk tanah dan bangunan, serta memiliki hasil penjualan lebih dari Rp 50 Milyar/tahun.

2) Perusahaan menengah (medium size), adalah perusahaan yang memiliki kekayaan bersih Rp 1-10 Milyar termasuk tanah dan bangunan, serta memiliki hasil penjualan kurang dari Rp 1-50 Milyar/tahun.


(38)

3) Perusahaan kecil (small firm), adalah perusahaan yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200 juta tidak termasuk tanah dan bangunan, serta memiliki hasil penjualan minimal Rp 1 Milyar/tahun.

2.1.7 Komite Audit

Keberadaan Komite Audit di Indonesia dipertegas dengan Peraturan Bapepam No.IX.1.5 tentang Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit (Lampiran Keputusan Ketua Bapepam No.Kep-29/PM/2004 tanggal 24 September 2004) yang mengatakan bahwa Komite Audit adalah komite yang dibentuk oleh Dewan Komisaris dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsinya. Peraturan lain yang menerangkan tentang Komite Audit adalah Peraturan Bursa Efek Jakarta (sekarang bernama Bursa Efek Indonesia) No.I-A tentang Ketentuan Umum Pencatatan Efek Bersifat Ekuitas di Bursa (Lampiran II Keputusan Direksi PT. Bursa Efek Jakarta No.Kep-305/BEJ/07-2004 tanggal 19 Juli 2004), SK. Dir. BEJ Nomor 315/BEJ/06-2000, Surat Keputusan Menteri BUMN Nomor 117/Tahun 2002, dan Undang Undang BUMN Nomor 19/2003. Peraturan – peraturan tersebut mengatur mengenai kewajiban perusahaan untuk membentuk komite audit dalam rangka menegakkan good corporate governance (GCG) di Indonesia (Khomsiyah, dan Rahayu, 2005).

New York Stock Exchange dalam Purwati (2006) mensyaratkan bahwa perusahaan harus memiliki Komite Audit sedikitnya 3 (tiga) anggota, dimana semua anggota tidak boleh memiliki hubungan dengan perusahaan karena akan mengganggu independensi mereka dari manajemen dan perusahaan. Peraturan ini sebagai respon atas permintaan Stock Exchange Committe (SEC) untuk


(39)

meningkatkan efektivitas Komite Audit dalam rangka pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance). Salah satuparameter terlaksananya good corporate governance yaitu meningkatnya integritas pelaoran keuangan perusahaan. Integritas pelaporan keuangan perusahaan dapat dilihat dari ketepatan waktu pelaporan keuangan perusahaan.

Persyaratan Keanggotaan Komite Audit sesuai Keputusan Ketua BAPEPAM No. Kep-41/PM/2003 tanggal 22 Desember 2003 tentang Peraturan Nomor IX.1.5 : Pembentukkan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit adalah sebagai berikut.

1) Memiliki integritas yang tinggi, kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang memadai sesuai dengan latar belakang pendidikannya, serta mampu berkomunikasi dengan baik.

2) Salah seorang dari anggota Komite Audit memiliki latar belakang pendidikan akuntansi atau keuangan.

3) Memiliki pengetahuan yang cukup untuk membaca dan memahami laporan keuangan,

4) Memiliki pengetahuan yang memadai tentang peraturan perundangan di bidang Pasar Modal dan peraturan perundang-undangan terkait lainnya. 5) Bukan merupakan orang dalam Kantor Akuntan Publik yang memberikan

jasa audit dan atau non audit pada emiten atau perusahaan publik yang bersangkutan dalam 1 (satu) tahun terakhir sebelum diangkat oleh Komisaris sebagaimana dimaksudkan dalam peraturan Nomor VIII A.2 tentang Indepensi Akuntan yang memberikan Jasa Audit di Pasar Modal.


(40)

6) Bukan merupakan karyawan kunci emiten atau perusahaan publik dalam 1 (satu) tahun terakhir sebelum diangkat oleh Komisaris.

7) Tidak mempunyai saham baik langsung maupun tidak langsung pada emiten atau perusahaan publik. Dalam hal anggota Komite Audit memperoleh saham akibat suatu peristiwa hukum maka dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan setelah diperolehnya saham tersebut wajib mengalihkan kepada pihak lain.

8) Tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan emiten atau perusahaan publik, Komisaris, Direksi atau Pemegang Saham Utama Emiten atau perusahaan public.

9) Tidak memiliki hubungan usaha baik langsung maupun tidak langsung yang berkaitan dengan kegiatan usaha emiten atau perusahaan publik.

Salah satu tanggung jawab dari komite audit adalah untuk mengawasi proses pelaporan keuangan, yang mencakup memastikan ketepatan waktu penyampaian keuangan (Hashim dan Rahman, 2011). Di Indonesia sendiri peraturan mengenai Komite Audit telah diatur dalam Peraturan Bapepam-LK No.IX.I.5 yang mengatur pembentukan dan pedoman pelaksanaan kerja Komite Audit. Peraturan tersebut ditulis tugas dari Komite Audit, antara lain.

1) Melakukan penelaahan atas informasi keuangan yang dikeluarkan perusahaan.

2) Melakukan penelaahan atas ketaatan perusahaan atas peraturan perundang-undangan di pasar modal dan peraturan perundang-perundang-undangan lainnya.


(41)

3) Melakukan penelaahan atas pelaksanaan pemeriksaan oleh auditor eksternal.

4) Melaporkan kepada komisaris berbagai risiko yang dihadapi perusahaan dan pelaksanaan manajemen risiko oleh direksi.

5) Melakukan penelaahan dan melaporkan kepada komisaris atas pengaduan yang berkaitan dengan emiten.

6) Menjaga kerahasiaan data, dokumen, dan informasi perusahaan.

7) Komite audit wajib bekerja sama dengan pihak yang melaksanakan fungsi internal audit.

Adanya peraturan Bapepam ini, diharapkan praktik Komite Audit di Indonesia dapat dirasakan manfaatnya bagi entitas perusahaan, karena Komite Audit diharapkan untuk berperan aktif terhadap proses penyusunan laporan keuangan suatu perusahaan sehingga tidak terjadi keterlambatan dalam pelaporannya. Komite Audit juga memiliki hubungan kerja dengan auditor eksternal, oleh karena itu Komite Audit dapat menilai level of audit coverage and assurance, hal ini dapat dilakukan oleh anggota komite audit yang berpengetahuan cukup. Hal ini dapat mempengaruhi timeliness dan mengurangi audit delay (Hashim dan Rahman, 2011).

2.1.8 Leverage

Setiap perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasionalnya sehari-hari pasti membutuhkan modal. Modal tersebut berasal dari modal sendiri maupun modal yang berasal dari pinjaman. Perusahaan yang menggunakan sumber dana dari luar untuk membiayai operasional perusahaan baik yang merupakan sumber pembiayaan jangka pendek maupun jangka panjang merupakan penerapan dari


(42)

kebijakan leverage. Rasio leverage mengukur tingkat aktiva perusahaan yang telah dibiayai oleh penggunaan hutang. Dengan demikian, leverage merupakan kemampuan suatu perusahaan untuk membayar semua hutang-hutangnya baik jangka pendek maupun jangka panjang. Ria (2008) berpendapat leverage adalah usaha untuk menggunakan sesuatu yang akan membawa konsekuensi beban tetap. Terdapat dua macam leverage, antara lain.

1) Operating Leverage

Operating leverage adalah penggunaan suatu kekayaan atau aktiva tertentu yang akan mengakibatkan beban tetap bagi perusahaan seperti mesin-mesin, gedung dan sebagainya. Dalam hal ini beban tetapnya akan berupa biaya depresiasi.

2) Financial Leverage

Financial leverage adalah peggunaan sumber dana tertentu yang akan mengakibatkan beban tetap yang berupa biaya bunga. Sumber dana ini dapat berupa utang obligasi, kredit dari bank dan sebagainya.

Jensen dan Meckling (1976) yang menyatakan bahwa debt holders menghendaki syarat-syarat tertentu dalam perjanjian kontrak utang untuk membatasi aktivitas manajemen, yang salah satunya mengharuskan manajemen menyajikan laporan keuangan lebih cepat dan bersifat rutin untuk waktu tertentu. Hal ini dimaksudkan agar debt holders dapat menilai kinerja finansial manajemen.

Leverage menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi segala kewajiban finansial perusahaan tersebut. Penelitian ini menggunakan debt to equity ratio untuk melihat pengaruh leverage terhadap audit delay. Debt To Equity


(43)

Ratio (DER) menggambarkan perbandingan hutang dan ekuitas dalam pendanaan perusahaan dan menunjukkan kemampuan modal sendiri perusahaan untuk memenuhi seluruh kewajibannya. Semakin tinggi DER, maka semakin besar perusahaan menggunakan modal dari kreditor. Perusahaan dengan kewajiban yang besar cenderung mendesak auditor untuk memulai dan menyelesaikan proses audit lebih cepat. Hal ini dikarenakan, perusahaan dengan kewajiban yang besar diawasi dan dimonitor oleh kreditor sehingga akan memberikan tekanan kepada perusahaan untuk mempublikasikan laporan keuangan auditan lebih cepat untuk meyakinkan kembali para pemilik modal yang pada dasarnya ingin mengurangi tingkat resiko dalam pengambilan modal mereka.

1.2 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan latar belakang, landasan teori dan hasil penelitian sebelumnya, maka hipotetsis yang dikemukakan adalah sebagai berikut.

2.2.1 Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Audit Delay

Teori akuntansi positif menjelaskan kebijakan akuntansi perusahaan akan berpengaruh pada laporan keuangan yang akan mempengaruhi hubungan manajemen dengan pihak auditor. Ukuran Perusahaan yang besar memiliki organisasi yang luas dan sistem pengendalian internal yang baik sehingga dapat mengurangi tingkat kesalahan dalam penyajian laporan keuangan perusahaan sehingga memudahkan auditor dalam melakukan pengauditan laporan keuangan. Dyer dan McHugh (1975) berpendapat bahwa manajemen perusahaan besar memiliki dorongan untuk mengurangi audit delay dan penundaan laporan


(44)

keuangan dikarenakan perusahaan besar senantiasa diawasi secara ketat oleh para investor, pengawas permodalan dan pemerintah.

Penelitian Kinanti (2013), Puspitasari (2014) dan Pizzini et al (2011) menyatakan bahwa ukuran perusahaan memiliki pengaruh negatif terhadap audit delay. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ashton et al (1987), Dyer dan Mc Hugh (1975), Courtis (1976), serta Carslaw & Kaplan (1991) yang menyatakan ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap audit delay. Berdasarkan uraian teoritis dan penelitian terdahulu, hipotesis yang dapat dirumuskan adalah :

H1 : Ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap audit delay.

2.2.2 Pengaruh Keberadaan Komite Audit terhadap Audit Delay

Pemerintah telah mengeluarkan peraturan BAPEPAM-LK No. IX.1.5 yang mewajibkan setiap perusahaan go public diwajibkan membentuk komite audit yang beranggotakan minimal 3 orang dengan dipimpin oleh komisaris independen dan sisanya merupakan anggota eksternal yang bersifat independen. Komite audit bertugas untuk memantau perencanaan dan pelaksanaan kemudian mengevaluasi hasil audit guna menilai kelayakan dan kemampuan pengendalian interen termasuk mengawasi proses penyusunan laporan keuangan. Semakin banyak jumlah komite audit maka audit delay akan semakin singkat. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan anggota komite audit akan cenderung meningkatkan proses pengawasan dalam penyusunan laporan keuangan perusahaan sehingga laporan keuangan yang dihasilkan menjadi lebih sesuai dengan standar yang berlaku


(45)

umum, ini berarti waktu yang dibutuhkan oleh auditor untuk melaksanakan audit menjadi lebih pendek. Ettredge et. al. (2006) menyebutkan bahwa dengan semakin banyaknya komite audit dalam suatu perusahaan maka pengendalian internal akan menjadi semakin baik.

Penelitian Wirakusuma (2006), Wijaya (2012), Jumratul (2014), dan Mumpuni (2011) menunjukkan hasil bahwa ada pengaruh negatif antara komite audit dan audit delay. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nor et al. (2010) yang menunjukkan bahwa variabel komite audit berpengaruh negatif terhdap audit delay. Berdasarkan uraian teoritis dan penelitian terdahulu, hipotesis yang dapat dirumuskan adalah :

H2 : Keberadaan Komite Audit berpengaruh negatif terhadap Audit Delay. 2.2.3 Pengaruh Leverage terhadap Audit Delay

Teori akuntansi positif menyatakan bahwa, pemilihan kebijakan yang diterapkan oleh perusahaan akan mempengaruhi laporan keuangan. Laporan keuangan akan mempengaruhi proses audit dimana jika perusahaan memiliki tingkat leverage yang tinggi maka semakin besar perusahaan menggunakan modal dari kreditor sehingga cenderung mendesak auditor untuk memulai dan menyelesaikan audit lebih cepat dibandingkan perusahaan dengan jumlah hutang kecil. Hal ini dikarenakan perusahaan dengan jumlah hutang besar dimonitor oleh kreditor sehingga akan memberi tekanan kepada perusahaan untuk mempublikasikan laporan keuangan auditan lebih cepat untuk meyakinkan kembali para pemilik modal yang pada dasarnya menginginkan mengurangi


(46)

tingkat risiko dalam pengembalian modal mereka (Ratnawati dan Sugiharto, 2005). Hal inilah yang menyebabkan audit delay menjadi lebih pendek.

Penelitian yang dilakukan oleh Kinanti (2013) dan Permata Sari (2014) menunjukkan hasil bahwa leverage berpengaruh negatif terhadap audit delay. Berdasarkan uraian teoritis dan penelitian terdahulu, hipotesis yang dapat dirumuskan adalah :


(1)

3) Melakukan penelaahan atas pelaksanaan pemeriksaan oleh auditor eksternal.

4) Melaporkan kepada komisaris berbagai risiko yang dihadapi perusahaan dan pelaksanaan manajemen risiko oleh direksi.

5) Melakukan penelaahan dan melaporkan kepada komisaris atas pengaduan yang berkaitan dengan emiten.

6) Menjaga kerahasiaan data, dokumen, dan informasi perusahaan.

7) Komite audit wajib bekerja sama dengan pihak yang melaksanakan fungsi internal audit.

Adanya peraturan Bapepam ini, diharapkan praktik Komite Audit di Indonesia dapat dirasakan manfaatnya bagi entitas perusahaan, karena Komite Audit diharapkan untuk berperan aktif terhadap proses penyusunan laporan keuangan suatu perusahaan sehingga tidak terjadi keterlambatan dalam pelaporannya. Komite Audit juga memiliki hubungan kerja dengan auditor eksternal, oleh karena itu Komite Audit dapat menilai level of audit coverage and assurance, hal ini dapat dilakukan oleh anggota komite audit yang berpengetahuan cukup. Hal ini dapat mempengaruhi timeliness dan mengurangi audit delay (Hashim dan Rahman, 2011).

2.1.8 Leverage

Setiap perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasionalnya sehari-hari pasti membutuhkan modal. Modal tersebut berasal dari modal sendiri maupun modal yang berasal dari pinjaman. Perusahaan yang menggunakan sumber dana dari luar untuk membiayai operasional perusahaan baik yang merupakan sumber pembiayaan jangka pendek maupun jangka panjang merupakan penerapan dari


(2)

kebijakan leverage. Rasio leverage mengukur tingkat aktiva perusahaan yang telah dibiayai oleh penggunaan hutang. Dengan demikian, leverage merupakan kemampuan suatu perusahaan untuk membayar semua hutang-hutangnya baik jangka pendek maupun jangka panjang. Ria (2008) berpendapat leverage adalah usaha untuk menggunakan sesuatu yang akan membawa konsekuensi beban tetap. Terdapat dua macam leverage, antara lain.

1) Operating Leverage

Operating leverage adalah penggunaan suatu kekayaan atau aktiva tertentu yang akan mengakibatkan beban tetap bagi perusahaan seperti mesin-mesin, gedung dan sebagainya. Dalam hal ini beban tetapnya akan berupa biaya depresiasi.

2) Financial Leverage

Financial leverage adalah peggunaan sumber dana tertentu yang akan mengakibatkan beban tetap yang berupa biaya bunga. Sumber dana ini dapat berupa utang obligasi, kredit dari bank dan sebagainya.

Jensen dan Meckling (1976) yang menyatakan bahwa debt holders menghendaki syarat-syarat tertentu dalam perjanjian kontrak utang untuk membatasi aktivitas manajemen, yang salah satunya mengharuskan manajemen menyajikan laporan keuangan lebih cepat dan bersifat rutin untuk waktu tertentu. Hal ini dimaksudkan agar debt holders dapat menilai kinerja finansial manajemen.

Leverage menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi segala kewajiban finansial perusahaan tersebut. Penelitian ini menggunakan debt to equity ratio untuk melihat pengaruh leverage terhadap audit delay. Debt To Equity


(3)

Ratio (DER) menggambarkan perbandingan hutang dan ekuitas dalam pendanaan perusahaan dan menunjukkan kemampuan modal sendiri perusahaan untuk memenuhi seluruh kewajibannya. Semakin tinggi DER, maka semakin besar perusahaan menggunakan modal dari kreditor. Perusahaan dengan kewajiban yang besar cenderung mendesak auditor untuk memulai dan menyelesaikan proses audit lebih cepat. Hal ini dikarenakan, perusahaan dengan kewajiban yang besar diawasi dan dimonitor oleh kreditor sehingga akan memberikan tekanan kepada perusahaan untuk mempublikasikan laporan keuangan auditan lebih cepat untuk meyakinkan kembali para pemilik modal yang pada dasarnya ingin mengurangi tingkat resiko dalam pengambilan modal mereka.

1.2 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan latar belakang, landasan teori dan hasil penelitian sebelumnya, maka hipotetsis yang dikemukakan adalah sebagai berikut.

2.2.1 Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Audit Delay

Teori akuntansi positif menjelaskan kebijakan akuntansi perusahaan akan berpengaruh pada laporan keuangan yang akan mempengaruhi hubungan manajemen dengan pihak auditor. Ukuran Perusahaan yang besar memiliki organisasi yang luas dan sistem pengendalian internal yang baik sehingga dapat mengurangi tingkat kesalahan dalam penyajian laporan keuangan perusahaan sehingga memudahkan auditor dalam melakukan pengauditan laporan keuangan. Dyer dan McHugh (1975) berpendapat bahwa manajemen perusahaan besar memiliki dorongan untuk mengurangi audit delay dan penundaan laporan


(4)

keuangan dikarenakan perusahaan besar senantiasa diawasi secara ketat oleh para investor, pengawas permodalan dan pemerintah.

Penelitian Kinanti (2013), Puspitasari (2014) dan Pizzini et al (2011) menyatakan bahwa ukuran perusahaan memiliki pengaruh negatif terhadap audit delay. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ashton et al (1987), Dyer dan Mc Hugh (1975), Courtis (1976), serta Carslaw & Kaplan (1991) yang menyatakan ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap audit delay. Berdasarkan uraian teoritis dan penelitian terdahulu, hipotesis yang dapat dirumuskan adalah :

H1 : Ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap audit delay.

2.2.2 Pengaruh Keberadaan Komite Audit terhadap Audit Delay

Pemerintah telah mengeluarkan peraturan BAPEPAM-LK No. IX.1.5 yang mewajibkan setiap perusahaan go public diwajibkan membentuk komite audit yang beranggotakan minimal 3 orang dengan dipimpin oleh komisaris independen dan sisanya merupakan anggota eksternal yang bersifat independen. Komite audit bertugas untuk memantau perencanaan dan pelaksanaan kemudian mengevaluasi hasil audit guna menilai kelayakan dan kemampuan pengendalian interen termasuk mengawasi proses penyusunan laporan keuangan. Semakin banyak jumlah komite audit maka audit delay akan semakin singkat. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan anggota komite audit akan cenderung meningkatkan proses pengawasan dalam penyusunan laporan keuangan perusahaan sehingga laporan


(5)

umum, ini berarti waktu yang dibutuhkan oleh auditor untuk melaksanakan audit menjadi lebih pendek. Ettredge et. al. (2006) menyebutkan bahwa dengan semakin banyaknya komite audit dalam suatu perusahaan maka pengendalian internal akan menjadi semakin baik.

Penelitian Wirakusuma (2006), Wijaya (2012), Jumratul (2014), dan Mumpuni (2011) menunjukkan hasil bahwa ada pengaruh negatif antara komite audit dan audit delay. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nor et al. (2010) yang menunjukkan bahwa variabel komite audit berpengaruh negatif terhdap audit delay. Berdasarkan uraian teoritis dan penelitian terdahulu, hipotesis yang dapat dirumuskan adalah :

H2 : Keberadaan Komite Audit berpengaruh negatif terhadap Audit Delay. 2.2.3 Pengaruh Leverage terhadap Audit Delay

Teori akuntansi positif menyatakan bahwa, pemilihan kebijakan yang diterapkan oleh perusahaan akan mempengaruhi laporan keuangan. Laporan keuangan akan mempengaruhi proses audit dimana jika perusahaan memiliki tingkat leverage yang tinggi maka semakin besar perusahaan menggunakan modal dari kreditor sehingga cenderung mendesak auditor untuk memulai dan menyelesaikan audit lebih cepat dibandingkan perusahaan dengan jumlah hutang kecil. Hal ini dikarenakan perusahaan dengan jumlah hutang besar dimonitor oleh kreditor sehingga akan memberi tekanan kepada perusahaan untuk mempublikasikan laporan keuangan auditan lebih cepat untuk meyakinkan kembali para pemilik modal yang pada dasarnya menginginkan mengurangi


(6)

tingkat risiko dalam pengembalian modal mereka (Ratnawati dan Sugiharto, 2005). Hal inilah yang menyebabkan audit delay menjadi lebih pendek.

Penelitian yang dilakukan oleh Kinanti (2013) dan Permata Sari (2014) menunjukkan hasil bahwa leverage berpengaruh negatif terhadap audit delay. Berdasarkan uraian teoritis dan penelitian terdahulu, hipotesis yang dapat dirumuskan adalah :


Dokumen yang terkait

Pengaruh Kepemilikan Intitusional, Komite Audit Terhadap Manajemen Laba Dengan Kualitas Audit sebagai Variabel Moderating (Pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

2 40 99

Pengaruh Karakteristik Komite Audit, Stres Kerja, Pergantian Auditor dan Biaya Eksternal Audit Terhadap Kualitas Audit pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

5 103 106

Pengaruh Ukuran Perusahaan, Komisaris Independen, Komite Audit, Kualitas Audit, Leverage dan Profitabilitas Terhadap Praktik Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI pada Tahun 2010-2013

1 34 125

Pengaruh Efektivitas Komite Audit, Ukuran Perusahaan dan Leverage terhadap Kualitas Laporan Keuangan (Analisis Laporan Tahunan Perusahaan Real Estate Property dan Konstruksi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada 2010-2014)

0 9 116

PENGARUH UKURAN PERUSAHAAN, PROFITABILITAS, UKURAN KAP, SUBSIDIARIES, DAN KOMITE AUDIT TERHADAP AUDIT DELAY Pengaruh Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, Ukuran Kap, Subsidiaries, Dan Komite Audit Terhadap Audit Delay (Studi Empiriris pada Perusahaan Manuf

0 2 15

PENGARUH UKURAN PERUSAHAAN, PROFITABILITAS, UKURAN KAP, SUBSIDIARIES, DAN KOMITE AUDIT TERHADAP AUDIT DELAY Pengaruh Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, Ukuran Kap, Subsidiaries, Dan Komite Audit Terhadap Audit Delay (Studi Empiriris pada Perusahaan Manuf

0 4 18

Pengaruh Kualitas Audit, Leverage, Komite Audit dan Ukuran Perusahaan Terhadap Manajemen Laba.

0 3 25

KEMAMPUAN UKURAN PERUSAHAAN MEMODERASI PENGARUH LEVERAGE PADA AUDIT DELAY.

0 2 14

Pengaruh Ukuran Perusahaan, Laba Operasi, Solvabilitas, dan Komite Audit pada Audit delay.

1 2 15

UKURAN PERUSAHAAN SEBAGAI PEMODERASI PENGARUH KEPEMILIKAN PUBLIK KOMITE AUDIT DAN LABA RUGI TERHADAP AUDIT DELAY

0 0 9