Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Persepsi Warga Mengenai Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Dusun Kebonan, Getasan T1 462012090 BAB II

(1)

7

TINJAUAN TEORITIS 2.1. Persepsi Mengenai PHBS

2.1.1. Pengertian Persepsi

Individu satu dengan yang lainnya, tentu memiliki perbedaan dalam melihat serta memaknai sesuatu yang dilihatnya. Perbedaan ini menyebabkan alasan individu menyenangi suatu objek, sedangkan orang lain belum tentu menyenangi objek yang sama. Perbedaan tersebut, disebabkan oleh bagaimana cara individu menanggapi objek dengan persepsinya (Notoatmodjo, 2012). Menurut Walgito (2002), persepsi merupakan pengorganisasian dan penginterpretasian terhadap objek yang diamati dan merupakan aktivitas terpadu dalam diri individu, sehingga apa yang ada dalam diri individu akan ikut aktif dalam memberikan persepsi. Pendapat lain juga menyatakan bahwa persepsi merupakan pandangan atau pun pendapat individu terhadap suatu kejadian (Aruan & Trianingsih, 2006).

Dengan demikian, persepsi merupakan suatu proses yang terjadi didalam diri individu, sehingga individu mampu mengetahui, mengartikan, dan menghayati tentang hal yang diamati atau dilakukan, baik yang berasal dari luar maupun dari dalam diri individu.


(2)

2.1.2. Faktor yang Mempengaruhi Persepsi dan Sifat Persepsi Memaknai dan menafsirkan suatu objek yang menjadi perhatian antar individu satu dengan lainnya tentu berbeda-beda. Meskipun objek yang sama, mereka dapat mempersepsikannya secara berbeda-beda, hal ini disebabkan oleh adanya sejumlah faktor yang mempengaruhi persepsi tersebut. Menurut Robins (2003) faktor-faktor tersebut terdiri dari:

1. Pelaku persepsi, apabila seseorang memandang pada suatu objek dan mencoba menafsirkan apa yang dilihatnya, penafsiran tersebut akan dipengaruhi oleh karakteristik dari pelaku persepsi. Di antara karakteristik pribadi yang relevan dengan persepsi adalah sikap, motif, kepentingan, atau minat, pengalaman masa lalu, dan harapan.

2. Target, karakteristik dari target atau objek yang diamati dapat mempengaruhi persepsi terkait dengan cara individu mengelompokkan benda-benda yang memiliki kesamaan makna. Objek atau target yang memiliki kemiripan cenderung dipersepsikan sebagai kelompok yang sama, demikian sebaliknya.

3. Situasi, dalam menafsirkan serta memaknai suatu objek, akan sangat ditentukan oleh unsur lingkungan. Lingkungan yang baik akan memberikan persepsi yang baik pula, sebaliknya demikian.


(3)

Selain memiliki beberapa faktor yang mempengaruhinya, persepsi juga memiliki beberapa sifat. Newcomb (1985) dalam Arindita (2003) menyatakan bahwa terdapat beberapa sifat yang menyertai proses persepsi, yakni:

a. Konstansi (menetap): Individu mempersepsikan seseorang sebagai orang itu sendiri, walaupun perilaku yang disertakan berbeda-beda.

b. Selektif: persepsi dipengaruhi oleh suatu keadaan psikologis perseptor dalam mengelola dan menyerap informasi tersebut, sehingga tidak semua informasi yang didapat akan diterima seutuhnya melainkan, informasi tertentu saja yang dapat diterima dan diserap.

c. Proses organisasi yang selektif: beberapa kumpulan informasi sama yang dapat disusun ke dalam pola-pola menurut cara yang berbeda-beda.

Faktor-faktor serta sifat persepsi yang menyertai, saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Melalui beberapa faktor yang ada maka individu atau kelompok akan menentukkan persepsinya mengenai suatu hal, yang akan berdampak pada persepsi apa yang akan diberikan maupun perilaku apa yang akan ditunjukkan, sebagai hasil akhir dari proses pengolahan persepsi di dalam diri (Arindita, 2003; Notoatmodjo, 2010).


(4)

2.1.3. Persepsi Sehat Sakit

Istilah sehat dan sakit mengandung banyak muatan karena ada faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhinya terutama faktor sosial dan budaya sehingga pada kenyataannya masih sering ditemukan sebagian masyarakat memiliki perbedaan sudut pandang atau persepsi terkait sehat dan sakit. Umumnya, masyarakat yang mendapat penyakit dan tidak merasa sakit belum tentu bertindak. Akan tetapi, apabila sudah mendapat penyakit dan mengalami sakit, maka akan muncul berbagai macam perilaku dan usaha untuk mengatasinya. Biasanya persepsi yang demikian timbul dengan alasan penyakit tersebut belum sepenuhnya mengganggu kegiatan sehari-hari. Kejadian seperti ini, tentu saja berkaitan dengan kurangnya pemahaman masyarakat mengenai konsep sehat sakit sendiri, namun terkadang faktor inilah yang kemudian sering dilupakan oleh layanan kesehatan (Notoatmodjo, 2010). Akibatnya, sebagian masyarakat tetap memegang pemahaman mereka yang tidak sesuai dengan konsep sehat dan sakit.

Berbicara mengenai sehat, sakit serta penyakit tidak terlepas dari faktor-faktor yang dapat mempengaruhinya. Menurut Blum (1974) dalam Asmadi (2005), ada empat faktor yang mempengaruhi status kesehatan seseorang, yaitu:


(5)

1. Keturunan (heredity)

Keturunan yang dimaksudkan disini adalah, keturunan yang berkaitan dengan penyakit keturunan. Penyakit keturunan disebabkan oleh faktor genetik.

2. Layanan kesehatan, berkaitan dengan letak geografis, kualitas, biaya, sistem layanan kesehatan juga dapat mempengaruhi keterjangkauan masyarakat terhadap layanan kesehatan dalam memberikan layanan kepada masyarakat. 3. Lingkungan, memberi pengaruh besar terhadap kesehatan

individu, kelompok atau masyarakat. Lingkungan yang bersih dan sehat, tentunya tidak terlepas dari adanya peran masyarakat yang berada pada wilayah tersebut. Peran yang dimaksudkan disini adalah sekelompok tingkah laku atau perilaku anggota masyarakat yang berkaitan dengan keberadaan status sosial masyarakat dalam suatu wilayah tertentu (Laksana, 2013).

4. Perilaku, sehat sakitnya individu, kelompok atau masyarakat dipengaruhi oleh perilaku. Jika perilaku pada komunitas tersebut sehat, maka dapat dipastikan status kesehatan komunitas tersebut juga sehat, begitupun sebaliknya. Hal ini karena lingkungan hidup manusia sangat dipengaruhi oleh perilaku masyarakatnya, dan tentunya sangat berkaitan dengan peran semua orang yang berada pada suatu


(6)

lingkungan. Perilaku tersebut dipengaruhi oleh pendidikan, pengetahuan, kebiasaan, adat istiadat, sosial ekonomi dan sebagainya.

Berdasarkan penjelasan mengenai persepsi konsep sehat sakit beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya dapat dikatakan bahwa sehat merupakan kondisi individu yang tidak mengalami gangguan secara fisik, mental, spiritual, maupun ekonomi, yang juga dalam pencapaiannya dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar faktor klinis dan biologis, dari keempat faktor tersebut perilaku merupakan faktor yang paling besar pengaruhnya yang akan ditunjukkan sebagai hasil akhir dari persepsi terhadap sakit, penyakit bahkan kondisi sehat sekalipun.

Menurut teori Health Belief Models (HBM) dalam Hayden (2013), menyatakan bahwa terdapat empat (4) variabel kunci yang menjadi konstruksi utama untuk menjelaskan penentuan perilaku sehat sesuai kepercayaan atau keyakinan-keyakinan individu atau persepsi-persepsi tentang penyakit dan ketersediaan strategi-strategi untuk mengurangi penyakit-penyakit tersebut. Empat macam persepsi yang menjadi konstruk utama dari teori ini adalah:

1. Persepsi keseriusan (seriousness)

Persepsi keseriusan adalah persepsi mengenai tingkat keseriusan atau kegawatan suatu penyakit dan risiko-risiko atau konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkan oleh


(7)

penyakit, sehingga memotivasi individu dalam berperilaku. Perilaku tersebut meliputi pencegahan maupun pengobatan penyakit (Notoatmodjo, 2010). Persepsi keseriusan dapat diperoleh dari informasi medis, maupun pengetahuan individu yang berasal dari dalam diri individu (keyakinan) akan dampak maupun kesulitan yang ditimbulkan suatu penyakit. 2. Persepsi kerentanan (susceptibility)

Persepsi kerentanan merupakan persepsi mengenai kerentanan terhadap munculnya suatu penyakit. Ketika individu percaya dirinya tidak rentan terhadap penyakit maka perilaku sehat pun bisa saja tidak terjadi, akan tetapi sebaliknya, jika individu mempersepsikan bahwa dirinya rentan terhadap suatu penyakit perilaku sehat pun dapat terjadi, ini berarti bahwa semakin besar risiko yang dirasakan maka semakin besar kemungkinan individu terlibat dalam perilaku untuk mengurangi risiko-risiko tersebut. Persepsi keseriuan dan kerentanan keduanya juga merupakan persepsi ancaman yang biasanya digunakan untuk memotivasi terjadinya perilaku sehat.

3. Persepsi keuntungan (benefit)

Persepsi keuntungan merupakan persepsi mengenai keuntungan yang diperoleh dengan menerapkan perilaku atau mengadopsi perilaku kesehatan yang disarankan untuk


(8)

meningkatkan kesehatan sehingga tidak ada peluang terkena penyakit.

3. Persepsi rintangan atau hambatan (barriers)

Persepsi keuntungan dan hambatan merupakan evaluasi individu terhadap adaptasi perilaku. Persepsi terhadap keuntungan dan hambatan merupakan persepsi yang memainkan peranan penting dalam menentukan perubahan perilaku. Dengan kata lain agar sebuah perilaku dapat diadaptasi individu perlu meyakini keuntungan-keuntungan dari perilaku tersebut, termasuk konsekuensi-konsekuensi akibat melanjutkan perilaku yang sebelumnya dilakukan. Persepsi keuntungan dan hambatan juga merupakan persepsi yang dijadikan sebagai evaluasi terhadap perilaku sehat.

Keberadaan empat persepsi yang menjadi konstruk utama di atas juga dipengaruhi oleh variabel-variabel lain seperti, budaya, level atau tingkat pendidikan, kemampuan, pengalaman masa lalu dan motivasi yang didalamnya juga termasuk karakteristik-karakteristik individual yang juga ikut berpengaruh terhadap persepsi (Notoadmodjo, 2010; Hayden, 2013).

Selain terdapat empat kepercayaan atau persepsi dan variabel-variabel yang berpengaruh, teori HBM juga menjelaskan bahwa perilaku juga dapat dipengaruhi oleh variabel pendorong untuk


(9)

bertindak (cues to actions). Variabel pendorong untuk bertindak yang dimaksud adalah peristiwa-peristiwa (kejadian-kejadian), orang, benda-benda yang dapat menggerakkan individu untuk mengubah perilaku mereka, termasuk didalamnya penyakit-penyakit yang diderita anggota keluarga, laporan media atau media massa, saran-saran atau masukan-masukan dari orang lain, kartu pos pengingat dari penyedia jasa layanan kesehatan atau label peringatan kesehatan pada suatu produk tertentu (Hayden, 2013).

Teori HBM lebih lanjut menegaskan bahwa prinsip dasar perilaku kesehatan bergantung pada cara individu mempersepsi, sehingga memberikan motivasi pada perilakunya yang berasal dari, persepsi individu akan kerentanannya terhadap penyakit dan berujung pada pengambilan keputusan individu melakukan tindakan pencegahan atau penyembuhan penyakit. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa perilaku terbentuk melalui sebuah proses yang berlangsung dalam diri manusia melalui persepsi yang dimiliki (Notoadmodjo, 2010).

2.2. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) 2.2.1. Pengertian Perilaku Sehat

Sebelum membahas lebih jauh mengenai perilaku, hal pertama yang perlu dilakukan adalah memahami pengertian perilaku itu sendiri. Umumnya, perilaku adalah tindakan atau aktivitas manusia yang mempunyai bentangan sangat luas antara lain, berpikir,


(10)

berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, dan sebagainya yang dapat diamati secara langsung (Notoatmodjo, 2010). Selanjutnya, Blum (1980) dalam Notoadmodjo (2010), membagi domain atau ranah perilaku menjadi tiga, sebagai berikut:

1. Pengetahuan (knowledge)

Pengetahuan adalah hasil dari penginderaan atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan sebagainya), sehingga menghasilkan pengetahuan yang ditentukan oleh intensitas perhatian, dan persepsi terhadap objek.

2. Sikap (attitude)

Newcomb (1985) dalam Notoadmodjo (2010) menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan biasanya merupakan predisposisi perilaku. Sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi lebih mengarah pada predisposisi perilaku (tindakan), yang juga disebut sebagai reaksi tertutup. Dalam menentukan sikap, pengetahuan, persepsi, pikiran, keyakinan dan emosi juga ikut memegang peranan penting.

3. Praktik (Practice)

Sikap belum tentu terwujud dalam suatu tindakan, sebab untuk terwujudnya tindakan perlu adanya faktor lain, yaitu adanya


(11)

fasilitas atau sarana dan prasarana yang mendukung terwujudnya praktik atau tindakan nyata.

Melihat definisi perilaku dan domain perilaku jika dihubungkan dengan perilaku sehat, dapat dikatakan bahwa perilaku sehat merupakan perilaku yang berkaitan dengan upaya mempertahankan dan meningkatkan kesehatan yang dapat terwujud dalam praktik atau tindakan yang nyata. Sarafino (2011) juga menyatakan bahwa perilaku sehat adalah segala aktivitas yang ditunjukkan individu untuk mempertahankan atau meningkatkan kesehatannya, termasuk persepsi terhadap status kesehatannya atau perilakunya untuk mencapai tujuannya.

Perilaku sehat secara garis besar dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yakni (Notoatmodjo, 2013):

a. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintanance)

Perilaku ini mencakup pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, perilaku gizi (makanan) dan minuman, dimana merupakan usaha-usaha untuk memelihara dan juga menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bila terkena penyakit.

b. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas layanan kesehatan (health seeking behaviour)

Perilaku ini meliputi upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit atau mengalami kecelakaan.


(12)

c. Perilaku kesehatan lingkungan

Perilaku ini terkait bagaimana seseorang merespon lingkungan fisik maupun sosial budaya, sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya.

Selanjutnya Hayden (2013) menambahkan, perilaku sehat termasuk segala hal yang kita lakukan yang mempengaruhi fisik, mental, emosi, psikologis dan spiritual. Berikut penjelasannya:

a. Status Sosial Ekonomi (SES)

SES secara signifikan berkontribusi terhadap kesehatan termasuk status pendidikan, pendapatan dan pekerjaan. Di antara ketiganya, tingkat pendidikan adalah salah satu faktor yang paling baik untuk memprediksi status kesehatan, ini disebabkan karena level pendidikan yang tinggi dapat memberikan kesempatan kerja yang lebih tinggi dan secara otomatis pendapatannya juga meningkat dan status kesehatannya juga ikut meningkat. Dengan pengetahuan maka seseorang dapat membuat keputusan tentang kesehatan mereka dan sebagai hasilnya mereka akan meningkatkan perilaku sehatnya.

b. Kemampuan (skill)

Skema utama adanya kemampuan lebih relatif memberikan informasi baru untuk meningkatkan pengetahuan mereka, tetapi tanpa kemampuan atau pengetahuan untuk


(13)

menggunakan pengetahuan itu sama saja tidak ada gunanya. Jadi perilaku juga dipengaruhi oleh pengetahuan dan kemampuan.

c. Budaya (Culture)

Terkadang masih banyak orang yang tidak menggunakan apa yang mereka ketahui dan melakukan apa yang mereka ketahui untuk dilakukan, hal ini dikarenakan perilaku secara signifikan dipengaruhi oleh budaya. Di setiap budaya terdapat norma-norma atau harapan-harapan, nilai-nilai dan kepercayaan yang mendasari adanya suatu perilaku.

d. Gender

Gender adalah salah satu faktor penting lainnya yang menentukan perilaku sehat. Hasil penelitian menunjukkan laki-laki lebih rendah untuk menunjukkan perilaku promosi kesehatan daripada perempuan, akan tetapi perempuan menunjukkan gaya hidup sehat yang lebih rendah. Laki-laki lebih menyukai makanan rendah serat, kurang tidur dan lebih sering kelebihan berat badan daripada perempuan.

2.2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Sehat dan Tidak Sehat

Keterkaitan antar perilaku kesehatan itu bergantung pada faktor-faktor motivasional dan secara partikular dengan persepsi-persepsi individu terhadap penanganan penyakit, nilai-nilai perilaku dalam


(14)

mengurangi penanganan, akan tetapi beberapa perilaku tidak sehat seperti miras (minuman keras), dan merokok seringkali menyenangkan untuk dilakukan hasilnya banyak individu yang tidak tahan dan memulai perilaku tidak sehat, dan mungkin menolak usaha-usaha atau saran-saran untuk membuat mereka berhenti (Sarafino, 2011).

Persoalan semacam ini sudah menjadi hal yang biasa, dan selalu menjadi batu sandungan dalam menjalankan promosi kesehatan, terutama mengenai perilaku sehat. Sarafino (2011) menyatakan bahwa umumnya bagi sekelompok orang yang menganggap cara-cara untuk meningkatkan kesehatan mereka diperlukan perjuangan dalam menghadapi masalah-masalah yang sering ditemui dalam kehidupan nyata. Salah satu masalahnya adalah banyak orang yang mempersepsikan beberapa perilaku sehat sebagai perilaku yang kurang menarik atau mudah daripada alternatif sehat mereka. Beberapa orang yang menghadapi situasi ini mengatasinya dengan menjaga keseimbangan dalam hidup mereka, menetapkan batas kewajaran pada perilaku tidak sehat yang mereka lakukan, sehingga individu akan cenderung mengabaikan anjuran-anjuran kesehatan dan menolak mempraktikannya dengan menggunakan alasan-alasan tersebut. Tetapi tidak demikian bagi beberapa orang lainnya, yang tidak memilih untuk mendukung perubahan perilaku dan kadang


(15)

berupaya untuk berubah di masa mendatang: Contohnya, “Saya akan diet minggu depan.”

Di samping itu, terdapat empat faktor lain dalam diri individu yang juga penting. Pertama, dalam mengadopsi gaya hidup sehat akan membuat individu mampu merubah perilaku yang sudah lama menetap, yang menjadi kebiasaan dan mungkin terkait kecanduan seperti merokok. Kebiasaan atau perilaku-perilaku adiktif sangat sulit untuk dimodifikasi. Kedua, orang membutuhkan sumber-sumber kognitif tertentu seperti kemampuan dan pengetahuan untuk mengetahui apakah perilaku-perilaku sehat yang diadopsi untuk membuat rencana-rencana perubahan perilaku dan mengatasi hambatan-hambatan perubahan seperti, memiliki sedikit waktu atau tidak memiliki tempat latihan. Ketiga, individu membutuhkan self effifacy terkait kemampuan mereka untuk mempertahankan perubahan. Tanpa self effifacy motivasi mereka akan berubah menjadi lemah. Keempat, adanya sakit dapat mempengaruhi mood dan tingkatan energi, yang juga dapat mempengaruhi level energi dan motivasi individu (Sarafino, 2011).

Selanjutnya, Hayden (2013) mengatakan bahwa di antara semuanya pengaruh interapersonal berfokus pada faktor-faktor dalam diri individu sehingga dapat mempengaruhi perilaku, antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, motivasi, konsep diri, latar belakang perkembangan pengalaman masa lalu dan kemampuan.


(16)

Faktor Interpersonal juga menjelaskan pengaruh orang lain terhadap perilaku. Orang lain mempengaruhi perilaku melalui sharing pikiran, nasihat dan perasaan-perasaan melalui dukungan emosional, dan memberikan jasa mereka. Orang lain ini bisa merupakan keluarga, teman, kelompok teman sebaya dan penyedia jasa layanan kesehatan.

2.3. Indikator PHBS

Indikator PHBS yang ditetapkan pada tahun 2011 yang juga dimuat dalam Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) 2013 adalah sebagai berikut:

1. Persalinan oleh tenaga kesehatan

Persalinan oleh tenaga kesehatan yang dimaksud adalah persalinan yang dibantu langsung oleh tenaga kesehatan seperti dokter, bidan, perawat yang memiliki pengetahuan serta kemampuan untuk membantu selama proses persalinan berlangsung.

2. Melakukan penimbangan bayi dan balita

Indikator ini menggunakan variabel usia 0 sampai 59 bulan yang mempunyai riwayat pernah ditimbang dalam enam bulan terakhir.

3. Memberikan ASI (Air Susu Ibu) eksklusif

Pemberian ASI eksklusif dalam analisis ini adalah bayi usia ≤6 bulan yang hanya mendapatkan ASI saja dalam 24 jam terakhir.


(17)

4. Mencuci tangan

Perilaku mencuci tangan merupakan salah satu tindakan sanitasi dengan membersihkan jari dan telapak tangan dengan menggunakan air dan sabun dengan maksud memutuskan mata rantai kuman. Indikator mencuci tangan dengan benar mencakup mencuci tangan dengan air bersih dan sabun sebelum dan setelah beraktivitas (menyiapkan makanan, sebelum dan sesudah makan, setelah memegang pupuk dan lain-lain). 5. Memakai jamban sehat

Perilaku menggunakan jamban sehat dapat diukur dari perilaku buang air besar dengan menggunakan jamban saja.

6. Melakukan aktivitas fisik setiap hari,

Indikator ini diukur berdasarkan individu yang biasanya melakukan aktivitas fisik berat atau sedang dalam tujuh hari seminggu.

7. Konsumsi buah dan sayur setiap hari,

Perilaku konsumsi buah dan sayur diukur berdasarkan individu yang biasa mengonsumsi buah dan sayur selama tujuh hari dalam seminggu.

8.Tidak merokok dalam rumah

Pengertian tidak merokok adalah individu yang tidak mempunyai kebiasaan merokok di dalam rumah saat ada anggota keluarga maupun orang lain di dalam rumah tersebut.


(18)

9. Penggunaan air bersih

Perilaku menggunakan air bersih didapatkan dari data rumah tangga yang menggunakan sumber air bersih sesuai syarat-syarat air bersih dan dapat digunakan untuk seluruh keperluan rumah tangga.

10. Memberantas jentik nyamuk.

Perilaku memberantas jentik nyamuk dalam indikator ini adalah perilaku menguras bak mandi satu kali atau lebih, dalam seminggu.


(1)

menggunakan pengetahuan itu sama saja tidak ada gunanya. Jadi perilaku juga dipengaruhi oleh pengetahuan dan kemampuan.

c. Budaya (Culture)

Terkadang masih banyak orang yang tidak menggunakan apa yang mereka ketahui dan melakukan apa yang mereka ketahui untuk dilakukan, hal ini dikarenakan perilaku secara signifikan dipengaruhi oleh budaya. Di setiap budaya terdapat norma-norma atau harapan-harapan, nilai-nilai dan kepercayaan yang mendasari adanya suatu perilaku.

d. Gender

Gender adalah salah satu faktor penting lainnya yang menentukan perilaku sehat. Hasil penelitian menunjukkan laki-laki lebih rendah untuk menunjukkan perilaku promosi kesehatan daripada perempuan, akan tetapi perempuan menunjukkan gaya hidup sehat yang lebih rendah. Laki-laki lebih menyukai makanan rendah serat, kurang tidur dan lebih sering kelebihan berat badan daripada perempuan.

2.2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Sehat dan Tidak Sehat

Keterkaitan antar perilaku kesehatan itu bergantung pada faktor-faktor motivasional dan secara partikular dengan persepsi-persepsi individu terhadap penanganan penyakit, nilai-nilai perilaku dalam


(2)

mengurangi penanganan, akan tetapi beberapa perilaku tidak sehat seperti miras (minuman keras), dan merokok seringkali menyenangkan untuk dilakukan hasilnya banyak individu yang tidak tahan dan memulai perilaku tidak sehat, dan mungkin menolak usaha-usaha atau saran-saran untuk membuat mereka berhenti (Sarafino, 2011).

Persoalan semacam ini sudah menjadi hal yang biasa, dan selalu menjadi batu sandungan dalam menjalankan promosi kesehatan, terutama mengenai perilaku sehat. Sarafino (2011) menyatakan bahwa umumnya bagi sekelompok orang yang menganggap cara-cara untuk meningkatkan kesehatan mereka diperlukan perjuangan dalam menghadapi masalah-masalah yang sering ditemui dalam kehidupan nyata. Salah satu masalahnya adalah banyak orang yang mempersepsikan beberapa perilaku sehat sebagai perilaku yang kurang menarik atau mudah daripada alternatif sehat mereka. Beberapa orang yang menghadapi situasi ini mengatasinya dengan menjaga keseimbangan dalam hidup mereka, menetapkan batas kewajaran pada perilaku tidak sehat yang mereka lakukan, sehingga individu akan cenderung mengabaikan anjuran-anjuran kesehatan dan menolak mempraktikannya dengan menggunakan alasan-alasan tersebut. Tetapi tidak demikian bagi beberapa orang lainnya, yang tidak memilih untuk mendukung perubahan perilaku dan kadang


(3)

berupaya untuk berubah di masa mendatang: Contohnya, “Saya akan diet minggu depan.”

Di samping itu, terdapat empat faktor lain dalam diri individu yang juga penting. Pertama, dalam mengadopsi gaya hidup sehat akan membuat individu mampu merubah perilaku yang sudah lama menetap, yang menjadi kebiasaan dan mungkin terkait kecanduan seperti merokok. Kebiasaan atau perilaku-perilaku adiktif sangat sulit untuk dimodifikasi. Kedua, orang membutuhkan sumber-sumber kognitif tertentu seperti kemampuan dan pengetahuan untuk mengetahui apakah perilaku-perilaku sehat yang diadopsi untuk membuat rencana-rencana perubahan perilaku dan mengatasi hambatan-hambatan perubahan seperti, memiliki sedikit waktu atau tidak memiliki tempat latihan. Ketiga, individu membutuhkan self effifacy terkait kemampuan mereka untuk mempertahankan perubahan. Tanpa self effifacy motivasi mereka akan berubah menjadi lemah. Keempat, adanya sakit dapat mempengaruhi mood dan tingkatan energi, yang juga dapat mempengaruhi level energi dan motivasi individu (Sarafino, 2011).

Selanjutnya, Hayden (2013) mengatakan bahwa di antara semuanya pengaruh interapersonal berfokus pada faktor-faktor dalam diri individu sehingga dapat mempengaruhi perilaku, antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, motivasi, konsep diri, latar belakang perkembangan pengalaman masa lalu dan kemampuan.


(4)

Faktor Interpersonal juga menjelaskan pengaruh orang lain terhadap perilaku. Orang lain mempengaruhi perilaku melalui sharing pikiran, nasihat dan perasaan-perasaan melalui dukungan emosional, dan memberikan jasa mereka. Orang lain ini bisa merupakan keluarga, teman, kelompok teman sebaya dan penyedia jasa layanan kesehatan.

2.3. Indikator PHBS

Indikator PHBS yang ditetapkan pada tahun 2011 yang juga dimuat dalam Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) 2013 adalah sebagai berikut:

1. Persalinan oleh tenaga kesehatan

Persalinan oleh tenaga kesehatan yang dimaksud adalah persalinan yang dibantu langsung oleh tenaga kesehatan seperti dokter, bidan, perawat yang memiliki pengetahuan serta kemampuan untuk membantu selama proses persalinan berlangsung.

2. Melakukan penimbangan bayi dan balita

Indikator ini menggunakan variabel usia 0 sampai 59 bulan yang mempunyai riwayat pernah ditimbang dalam enam bulan terakhir.

3. Memberikan ASI (Air Susu Ibu) eksklusif

Pemberian ASI eksklusif dalam analisis ini adalah bayi usia ≤6 bulan yang hanya mendapatkan ASI saja dalam 24 jam terakhir.


(5)

4. Mencuci tangan

Perilaku mencuci tangan merupakan salah satu tindakan sanitasi dengan membersihkan jari dan telapak tangan dengan menggunakan air dan sabun dengan maksud memutuskan mata rantai kuman. Indikator mencuci tangan dengan benar mencakup mencuci tangan dengan air bersih dan sabun sebelum dan setelah beraktivitas (menyiapkan makanan, sebelum dan sesudah makan, setelah memegang pupuk dan lain-lain). 5. Memakai jamban sehat

Perilaku menggunakan jamban sehat dapat diukur dari perilaku buang air besar dengan menggunakan jamban saja.

6. Melakukan aktivitas fisik setiap hari,

Indikator ini diukur berdasarkan individu yang biasanya melakukan aktivitas fisik berat atau sedang dalam tujuh hari seminggu.

7. Konsumsi buah dan sayur setiap hari,

Perilaku konsumsi buah dan sayur diukur berdasarkan individu yang biasa mengonsumsi buah dan sayur selama tujuh hari dalam seminggu.

8.Tidak merokok dalam rumah

Pengertian tidak merokok adalah individu yang tidak mempunyai kebiasaan merokok di dalam rumah saat ada anggota keluarga maupun orang lain di dalam rumah tersebut.


(6)

9. Penggunaan air bersih

Perilaku menggunakan air bersih didapatkan dari data rumah tangga yang menggunakan sumber air bersih sesuai syarat-syarat air bersih dan dapat digunakan untuk seluruh keperluan rumah tangga.

10. Memberantas jentik nyamuk.

Perilaku memberantas jentik nyamuk dalam indikator ini adalah perilaku menguras bak mandi satu kali atau lebih, dalam seminggu.


Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Persepsi Warga Mengenai Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Dusun Kebonan, Getasan T1 462012090 BAB I

0 0 6

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Persepsi Warga Mengenai Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Dusun Kebonan, Getasan T1 462012090 BAB IV

0 1 39

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Persepsi Warga Mengenai Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Dusun Kebonan, Getasan T1 462012090 BAB V

0 0 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Persepsi Warga Mengenai Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Dusun Kebonan, Getasan

0 0 20

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Persepsi Warga Mengenai Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Dusun Kebonan, Getasan

0 1 57

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Keluarga dengan Kualitas Hidup Lansia di Dusun Gading, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang T1 462012019 BAB II

0 1 15

T1 Judul Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Partisipasi Warga Dusun Cuntel Kecamatan Getasan dalam Menjaga Kelestarian Hutan di Gunung Merbabu

0 0 9

T1__BAB III Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Partisipasi Warga Dusun Cuntel Kecamatan Getasan dalam Menjaga Kelestarian Hutan di Gunung Merbabu T1 BAB III

0 0 2

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Partisipasi Warga Dusun Cuntel Kecamatan Getasan dalam Menjaga Kelestarian Hutan di Gunung Merbabu T1 BAB II

0 1 48

T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Partisipasi Warga Dusun Cuntel Kecamatan Getasan dalam Menjaga Kelestarian Hutan di Gunung Merbabu T1 BAB I

0 0 10