LAPORAN PRAKTEK PRODUKSI PEMBUATAN KERUPUK DENGAN SUBSTITUSI PISANG KEPOK KUNING

(1)

commit to user

PE

Jurusan

PROGRA

LAP

EMBUATA

PISANG

Unt gu di Fakul

n/Progam

AM STUDI UN

PORAN PR

AN KERU

KEPOK K

T tuk memenu una memper ltas Pertani

Studi Dip

Nanin W

H

DIPLOMA FAKULT NIVERSITA SU

RAKTEK

UPUK DEN

KUNING

Tugas Akhir uhi sebagian roleh gelar ian Universi

ploma III T

Oleh :

Wahyunin

H 3108054

A III TEKN TAS PERTA AS SEBELA URAKARTA 2011

K PRODUK

NGAN SU

(

Musa bal

r n persyarat Ahli Madya itas Sebelas

Teknologi

ngtyas

OLOGI HA ANIAN AS MARET A

KSI

UBSTITUS

lbisiana

)

an a s Maret

Hasil Per

ASIL PERT T

SI

rtanian

TANIAN


(2)

commit to user

HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN PRAKTEK PRODUKSI

PEMBUATAN KERUPUK DENGAN SUBSTITUSI

PISANG KEPOK KUNING (

Musa balbisiana

)

Oleh :

NANIN WAHYUNINGTYAS H 3108054

Telah dipertahankan di hadapan dosen penguji, disahkan di Surakarta, pada tanggal :

Menyetujui

Penguji I Penguji II

Ir. Basito, M.Si

NIP. 19520615 198303 1 001

Edhi Nurhartadi, STP, MP NIP. 19760615 200912 1 002

Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, M.S NIP. 19560225 198601 1 001


(3)

commit to user

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO:

Manjadda Wa Jadda (Siapa yang bersungguh-sungguh, maka ia akan berhasil)

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap” (Q.S. Al-Insyirah: 6-8)

PERSEMBAHAN:

Dengan mengucap puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas segala limpahan rizki dan rahmat-Nya, tugas akhir ini aku persembahkan kepada:

1. Bapak dan Ibu tercinta (Bapak Warsito dan Ibu Pudji Listyaningsih) yang tak pernah letih dalam membimbing dan mendidikku agar jadi yang terbaik 2. Kakakku Teguh Wicaksono, terima kasih

dukungannya selama ini dan aku akan selalu mencontohmu.


(4)

commit to user

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan petujukNya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan penulisan Laporan Praktek Produksi ‘‘PEMBUATAN KERUPUK DENGAN SUBSTITUSI PISANG KEPOK KUNING (Musa balbisiana)’’. Proses pembuatan kerupuk dalam praktek produksi ini adanya penambahan buah pisang kepok kuning yang bertujuan untuk menganekaragamkan (diversifikasi) dari buah pisang.

Tugas Akhir ini disusun dalam rangka untuk melengkapi persyaratan guna memperoleh gelar Ahli Madya Program Studi Diploma III Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penyusunan laporan ini tentunya tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak, oleh karena itu penulis ucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, M.S selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas sebelas Maret.

2. Ir. Choirul Anam, MP. MT selaku Ketua Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Diploma III Fakultas Pertanian.

3. Ir. Basito, M.Si selaku Dosen Pembimbing dan Penguji I.

4. Edhi Nurhartadi, STP, MP selaku Dosen Pembimbing dan Penguji II.

5. Bapak dan Ibu Dosen DIII Teknologi Hasil Pertanian yang selama ini telah memberikan ilmunya kepada saya.

6. Orang tua saya, terima kasih kepada bapak dan ibu yang telah banyak memberikan doa, dukungan baik dari segi moril maupun materil.

7. Kakakku tercinta Teguh W terima kasih atas segala dukungan moril yang diberikan kepada adikmu ini.

8. Sahabat-sahabatku ”Eri U, Prastyarini, Fitri A” terimakasih teman atas segala dukungan dan doanya selama ini.


(5)

commit to user

9. Teman-teman kost Green House khususnya lnt 3 ”Mbak Maylan, Mbak Riya, Mbak Ifa, Mbak Tantri, Windi, Kristi, Endang dan Friska” terimakasih atas kebersamaan selama ini, dukungan dan doa kalian.

10.Teman DIII THP 2008 khususnya sahabatku ”Ganis dan Nisa” yang selama ini telah banyak membantuku terimakasih teman.

11.Teman-teman DIII THP 2008 yang telah berjuang bersama terimakasih atas kebersamaan dan kerjasamanya.

12.Serta semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang telah membantu penulisan laporan praktek produksi, terimakasih atas semangat, saran dan dukungannya

Penulis menyadari bahwa di dalam penyusunan Laporan Praktek Produksi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk kritik dan saran yang bersifat membangun bagi penulis.

Akhir kata penulis penulis berharap agar tugas akhir ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis pribadi dan pihak lain pada umumnya, selain itu juga dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Surakarta, Juni 2011


(6)

commit to user

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ……… ... vi

DAFTAR TABEL……… ... ix

DAFTAR GAMBAR……… ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

RINGKASAN ... xii

SUMMARY ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Praktek Produksi ... 2

C. Manfaat. ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerupuk……… ... 4

B. Bahan Pembuat Kerupuk………..……… ... 5

1. Bahan Baku.. ... 5

a. Pisang.. ... 6

b. Tepung Tapioka.. ... 9

c. Tepung Terigu ... 9

d. Air.... ... 10

2. Bahan Tambahan. ... 10

a. Bawang Putih. ... 11

b. Garam… ... 12

c. Bahan Pengembang.. ... 12


(7)

commit to user

e. Penyedap Rasa.. ... 13

C. Pengolahan Kerupuk ... 13

1. Pembuatan Adonan ... 14

2. Pencetakan……… ... 15

3. Pengukusan………15

4. Pendinginan……… .. 15

5. Pemotongan……… .. 15

6. Pengeringan……… ... 16

7. Penggorengan……….. ... 16

D. Analisis Sensori ... 16

E. Analisis Kimia ... 17

1. Kadar Air………. ... 17

2. Kadar Abu…………. ... 18

3. Lemak……… ... 18

4. Protein……… ... 18

5. Karbohidrat……….. ... 18

F. Analisis Ekonomi ... 19

BAB III METODE PELAKSANAAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan ... 22

B. Metode Pelaksanaan ... 22

C. Alat dan Bahan.. ... 23

1. Alat ... 23

2. Bahan. ... 23

D. Cara Kerja.. ... 24

E. Persiapan Bahan.. ... 25

F. Analisis Kimia.. ... 27

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Praktek Produksi Kerupuk Pisang……… 28

B. Analisis Sensori ………... 31


(8)

commit to user

2. Rasa………... 32

3. Tekstur……….. 32

4. Overall (Keseluruhan)………... 33

C. Analisis Kimia………... 33

D. Analisis Ekonomi……….. 35

1. Perhitungan Biaya Tetap……….. ... 35

a. Biaya Usaha... 35

b. Amortisasi...35

c. Biaya Penyusutan/Depresiasi………36

d. Dana Sosial. ... 36

2. Perhitungan Biaya Tidak Tetap. ... 37

a. Biaya Bahan Utama dan Bahan Pembantu………... 37

b. Biaya Bahan Bakar/Energi...37

c. Biaya Perawatan dan Perbaikan...38

3. Analisis Ekonomi...42

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 48


(9)

commit to user

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Persyaratan Mutu dan Keamanan Pangan Kerupuk Udang…… ... 5

Tabel 2.2 Komposisi Kimia Pisang Kepok per 100 g Bahan……….. ... 8

Tabel 2.3Kandungan Kimia Tepung Tapioka………. ... 9

Tabel 2.4 Komposisi Kimia Bawang Putih... ... 11

Tabel 3.1 Analisis Kimia... ... 27

Tabel 4.1 Hasil Analisis Sensori Kerupuk Pisang ………... ... 31

Tabel 4.2 Hasil Analisis Kimia Kerupuk Pisang... ... 33

Tabel 4.3 Biaya Usaha... ... 35

Tabel 4.4 Amortisasi... ... 35

Tabel 4.5 Penyusutan Biaya Tetap………... ... 36

Tabel 4.6 Biaya Bahan Utama dan Bahan Pembantu………. ... 37

Tabel 4.7 Biaya Bahan Bakar... 37


(10)

commit to user

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Diagram Alir Proses Pembuatan Kerupuk ... 14

Gambar 3.1 Diagram Alir Proses Pembuatan Kerupuk Pisang………... 24

Gambar 3.2 Diagram Alir Proses Pembuatan Pasta Pisang……….. ... 25

Gambar 4.1 Pembuatan Adonan Kerupuk Pisang………. 29

Gambar 4.2 Pencetakan Adonan Dalam Loyang………... ... 29


(11)

commit to user

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Formulasi Bahan Kerupuk Pisang ... 52

Lampiran 2. Uji Organoleptik ... 52

Lampiran 3. Analisis Sensori...53

Lampiran 4. Borang Penilaian Analisis Sensori... 53

Lampiran 5. Hasil Uji Organoleptik Kerupuk Pisang dengan Kode 321……….. 54

Lampiran 6. Hasil Uji Organoleptik Kerupuk Pisang dengan Kode 412……….. 55

Lampiran 7. Hasil Uji Organoleptik Kerupuk Pisang dengan Kode 213……….. 56

Lampiran 8. Dokumentasi... 57

Lampiran 9. Prosedur dan Perhitungan Analisis Kimia……… 60

Lampiran 10. Perhitungan Biaya Perawatan dan Perbaikan dalam 1 bulan…….. 65

Lampiran 11. Perhitungan bunga modal, asuransi dan pajak……… 67


(12)

commit to user

PEMBUATAN KERUPUK DENGAN SUBSTITUSI PISANG KEPOK KUNING (Musa balbisiana)

NANIN WAHYUNINGTYAS H 3108054

RINGKASAN

Kerupuk merupakan produk makanan kering yang populer yang telah lama dikenal masyarakat luas. Kerupuk merupakan salah satu jenis makanan kecil yang mengalami pengembangan volume dan membentuk produk yang porus serta mempunyai densitas rendah selama penggorengan. Kerupuk didefinisikan sebagai jenis makanan kering yang terbuat dari bahan-bahan yang mengandung pati cukup tinggi. Tetapi untuk kerupuk pisang masih jarang sekali di produksi. Pembuatan kerupuk pisang ini untuk menganekaragamkan jenis kerupuk dan menambah nilai gizi pada kerupuk.

Hasil penelitian menunjukkan diketahui bahwa kerupuk pisang dengan konsentrasi 30 %, 35 % dan 40 % memiliki nilai rerata yang berbeda-beda. Penerimaan secara keseluruhan kerupuk pisang 30 % tidak berbeda nyata dengan kerupuk pisang 40 %. Penerimaan secara keseluruhan kerupuk pisang 30 % tidak berbeda nyata dengan kerupuk pisang 35 %. Sedangkan kerupuk pisang 35 % berbeda nyata dengan kerupuk pisang 40 %. Jika dilihat dari nilai rerata 3,40 maka sampel kerupuk pisang yang paling disukai oleh konsumen dalam hal penerimaan secara keseluruhan adalah kerupuk pisang dengan konsentrasi penambahan pisang sebesar 35 %. Diketahui hasil analisis kadar air terhadap kerupuk pisang yang sudah digoreng menunjukkan rerata kadar air sebesar 2,8199%, kadar abu 2,2221 %, protein 2,1783 %, lemak 45,8431 %, dan serat kasar 6,2930 %.


(13)

commit to user

Kerupuk Production with Banana Substitute (Musa balbisiana) NANIN WAHYUNINGTYAS

H 3108054

SUMMARY

Kerupuk is a popular snack which is usually uses as a complement food.

Kerupuk is one of natural snack type development of volume and form the product porus and also have density lower during frying. Kerupuk defined as made dry food type of materials concidering high enough extract. But for the kerupuk of banana still very rare in production. Making of this banana kerupuk to Kerupuk

type and add the value gizi kerupuk.

The result of research shows to be known that banana kerupuk with concentration of 30 %, 35 % and 40 % owning the average value different each other. Acceptance is as a whole banana kerupuk 30 % is not differing the reality with banana kerupuk 40 %. Acceptance is as a whole banana kerupuk 30 %, is not differing the reality with banana kerupuk 35 %. Is while banana kerupuk 35 % differing the reality with banana kerupuk 40 %. If seen from average value of 3,40 hence sampel banana kerupuk the is very taken a fancy to by consumer in the case of acceptance as a whole is banana kerupuk with concentration addition of banana equal to 35 %. Known by the result analyse the water content banana kerupuk

which have been fried show the rate average water content 2,8199 %, ash content 2,2221 %, protein content 2,1783 %, fat content 45,8431 %, and harsh fibre 6,2930%.


(14)

(15)

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kerupuk merupakan produk makanan kering yang populer yang telah lama dikenal masyarakat Indonesia. Konsumsi kerupuk biasanya bukan sebagai makanan utama melainkan sebagai makanan kecil, makanan ringan atau sebagai pelengkap hidangan yang umumnya dikonsumsi dalam jumlah kecil. Kerupuk yang biasanya beredar di pasaran hanya dibuat dari tepung terigu dan tepung tapioka yang diberi bumbu-bumbu dan digoreng. Komponen terbesar kerupuk adalah pati sehingga kerupuk mempunyai kandungan gizi yang rendah. Perlu dilakukan usaha penganekaragaman makanan (diversifikasi pangan) yang bertujuan meningkatkan kandungan gizi kerupuk.

Kerupuk merupakan salah satu makanan ringan yang banyak digemari. Kerupuk sangat digemari oleh hampir semua lapisan masyarakat karena harganya terjangkau dan mudah diperoleh baik di warung-warung kecil, supermarket, sampai hotel berbintang. Kerupuk tidak hanya dikenal oleh masyarakat Indonesia, bahkan masyarakat luar negeri pun sudah mengenalnya. Kerupuk sangat beragam mulai dari bentuk, ukuran, bau, warna, rasa, kerenyahan, ketebalan dan nilai gizinya. Perbedaan ini bisa disebabkan pengaruh budaya daerah penghasil kerupuk, bahan baku dan bahan tambahan yang digunakan serta alat dan cara pengolahannya.

Kerupuk yang ada di pasaran di antaranya adalah kerupuk udang dengan penambahan udang, kerupuk bawang yang ditambah dengan bawang, dan masih banyak jenis kerupuk yang lain. Dalam proses produksi ini akan membuat kerupuk dengan penambahan buah pisang. Dipilih kerupuk dengan penambahan buah pisang, karena untuk menganekaragamkan (diversifikasi) dari buah pisang.

Pisang (Musa paradisiaca L.) adalah jenis buah yang mudah untuk diperoleh, akan tetapi pemanfaatan pisang belum banyak diketahui


(16)

commit to user

masyarakat terutama di daerah penghasil pisang. Hal ini menyebabkan saat pisang tidak terjual, para petani tidak dapat memperoleh keuntungan maksimal, padahal buah pisang dapat diolah menjadi bentuk bahan makanan lain yang memiliki nilai ekonomis lebih tinggi.

Diversifikasi produk dari buah pisang masih sangat terbatas, padahal buah pisang merupakan salah satu komoditas yang mudah rusak, sehingga harga buah pisang relatif murah. Upaya untuk meningkatkan daya guna buah pisang dan nilai ekonominya dapat dilakukan dengan menganekaragamkan jenis produk olahan pisang, untuk itu perlu dikembangkan cara pengolahan lain seperti pembuatan kerupuk pisang.

Pengolahan pisang menjadi produk kerupuk pisang adalah untuk menambah nilai gizi pada kerupuk, meningkatkan nilai guna, daya guna, dan hasil guna dari buah pisang yang rendah kualitasnya, kurang disukai, dan murah harganya. Dalam pelaksanaan pembuatan kerupuk pisang ini bertujuan juga untuk menciptakan diversifikasi produk kerupuk dari buah pisang menjadi produk baru yang dapat diterima oleh masyarakat.

B. Tujuan

Tujuan pelaksanaan praktek produksi adalah : 1. Mengetahui cara pengolahan kerupuk.

2. Mengetahui bahan baku yang digunakan dalam pembuatan kerupuk pisang.

3. Mengetahui kandungan kimia seperti kadar air, kadar abu, protein, lemak dan karbohidrat pada kerupuk pisang kepok kuning.

4. Melakukan inovasi dalam rangka diversifikasi (penganekaragaman) kerupuk seperti pembuatan “Kerupuk Pisang”.

5. Melakukan uji organoleptik kerupuk pisang. 6. Melakukan analisis ekonomi kerupuk pisang.


(17)

commit to user

C. Manfaat

Manfaat pelaksanaan praktek produksi adalah :

1. Menganekaragamkan (diversifikasi) produk yang berasal dari buah pisang diproses menjadi kerupuk.

2. Mengetahui analisis biaya produksi kerupuk pisang.


(18)

commit to user

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerupuk

Kerupuk adalah makanan ringan yang dibuat dari adonan tepung tapioka dicampur dengan bahan perasa seperti udang atau ikan. Kerupuk dibuat dengan mengukus adonan sebelum dipotong tipis-tipis, dikeringkan di bawah sinar matahari dan digoreng dengan minyak goreng yang banyak. Kerupuk bertekstur garing dan sering dijadikan pelengkap untuk berbagai makanan. Komposisi bahan kerupuk beserta pengolahannya akan sangat mempengaruhi kualitas kerupuk, dimana komposisi bahan ini juga mempengaruhi pengembangan pada kerupuk tersebut. Secara umum bahan baku yang digunakan adalah tepung tapioka, sedangkan bahan tambahannya dapat berupa ikan atau udang, telur atau susu, garam, gula, air dan bumbu yang terdiri dari bawang merah, bawang putih, ketumbar dan sebagainya. Produk kerupuk sendiri akan mengalami pengembangan akibat adanya perlakuan panas, dimana pengembangan ini akibat adanya pengaruh dari amilopektin dan amilosa yang terkandung dalam pati sebagai bahan baku dasar dari pembuatan kerupuk ini (Anonima, 2011).

Menurut Wiriano (1984) kerupuk merupakan salah satu jenis makanan kecil yang mengalami pengembangan volume dan membentuk produk yang porus serta mempunyai densitas rendah selama penggorengan. Pada dasarnya kerupuk diproduksi melalui proses gelatinisasi pati pada tahap pengukusan, selanjutnya dicetak dan dikeringkan. Kerupuk didefinisikan sebagai jenis makanan kering yang terbuat dari bahan-bahan yang mengandung pati cukup tinggi.

Muliawan (1991) menyatakan juga bahwa kerupuk merupakan jenis makanan ringan yang mengalami pengembangan volume, membentuk produk yang berongga dan mempunyai densitas rendah. Proses pembuatan kerupuk meliputi pencampuran bahan baku, pembuatan adonan, pencetakan, pengukusan, pendinginan, pengirisan, pengeringan dan penggorengan. Proses


(19)

commit to user

pengolahan kerupuk tersebut dapat menyebabkan peningkatan kadar pati resisten akibat perlakuan pengolahan (pengukusan, pendinginan, dan pengeringan).

Syarat mutu dan keamanan produk dari kerupuk dengan menggunakan SNI 2714.1:2009 kerupuk udang sebagai berikut:

Tabel 2.1 Persyaratan Mutu dan Keamanan Pangan Kerupuk Udang

Jenis uji Satuan Persyaratan

Mutu 1 Mutu 2

a. Sensori Angka (1-9) 7 7

b. Cemaran mikroba* - ALT

- Escherichia coli

Koloni/g APM/g

Maksimal 5,0 x 104 < 3

Maksimal 5,0 x 104 < 3 c. Kimia

- Kadar air

- Abu tak larut dalam asam* - Protein

% fraksi massa % fraksi massa % fraksi massa

Maksimal 12 Maksimal 0,2 Minimal 8 Maksimal 12 Maksimal 0,2 Minimal 5 CATATAN*) bila diperlukan

Sumber : SNI 2714.1:2009

Pada pembuatan kerupuk pisang ini digunakan bahan dasar berupa buah pisang kepok kuning yang setengah tua. Selama ini kerupuk yang beredar di pasaran sudah cukup banyak, antara lain kerupuk udang, kerupuk ikan, kerupuk aci, kerupuk bawang putih, kerupuk bawang, kerupuk kulit, dan kerupuk gendar. Tetapi untuk kerupuk pisang masih jarang sekali di produksi. Karena buah pisang selama ini hanya dimanfaatkan dengan cara dimakan langsung sebagai buah, digoreng, dibuat keripik pisang dan sale pisang. Jumlah buah pisang ini di beberapa wilayah cukup melimpah dan mudah didapat karena buah pisang tidak mengenal musim sehingga bahan baku mudah didapat. Pembuatan kerupuk pisang ini untuk menganekaragamkan jenis kerupuk dan menambah nilai gizi pada kerupuk.

B. Bahan Pembuat Kerupuk 1. Bahan Baku

Bahan baku adalah bahan-bahan yang digunakan dalam jumlah yang besar dan fungsinya tidak dapat digantikan oleh bahan yang lain seperti contohnya adalah tepung tapioka dan air. Pada pembuatan kerupuk


(20)

commit to user

pisang ini bahan baku yang digunakan antara lain pisang kepok kuning, tepung tapioka, tepung terigu dan air.

a. Pisang

Satuhu dan Supriyadi (1994) pisang (Musa paradisiacal L) adalah salah satu buah yang digemari oleh sebagian besar penduduk dunia. Rasanya enak, kandungan gizinya tinggi, mudah didapat, dan harganya relatif murah. Tanaman pisang di Indonesia dapat tumbuh subur baik di dataran tinggi maupun di dataran rendah, dari yang beriklim basah maupun yang beriklim kering. Buahnya setiap saat dapat kita dapat karena tidak tergantung oleh musim. Daerah penyebarannya hampir di seluruh Indonesia dengan sentra produksi terbesar di Jawa.

Tanaman pisang adalah suatu tumbuhan yang dari akar hingga daunnya pun dapat dimanfaatkan oleh manusia. Umbi batang dapat dijadikan abu karena dalam umbi batang banyak mengandung zat kalium, abu tersebut dapat dipergunakan sebagai soda untuk membuat sabun, batangnya sebagai makanan ternak, daunnya sebagai bahan pembungkus, bunga pisang sebagai bahan untuk sayur, dan buahnya selain dimakan sebagai buah dapat juga diolah menjadi berbagai macam produk (Rismunandar, 1981).

Buah pisang merupakan sumber karbohidrat, vitamin, dan mineral, seperti kalium, magnesium, fosfor, besi dan kalsium. Vitamin yang terdapat di dalam pisang diantaranya vitamin C, B kompleks, dan B6. Nilai energi pisang sekitar 136 kilokalori untuk setiap 100 gram pisang, yang kesemuanya berasal dari karbohidrat. Energi pisang sedikit lebih lambat dicerna oleh tubuh manusia dibanding dengan energi gula pasir atau sirup, tetapi lebih cepat daripada energi nasi, biskuit, atau roti. Buah pisang banyak mengandung fruktosa (monosakarida) sehingga rasanya manis. Dengan demikian, ini merupakan cadangan energi yang cukup baik karena fruktosa sedikit lebih lambat dicerna dalam metabolisme. Buah pisang dapat dicerna dengan mudah, gula yang terdapat di dalam buah pisang segera dapat diubah menjadi


(21)

commit to user

sumber tenaga, dan itu sangat bermanfaat untuk pembentukan tubuh, untuk kerja otot, dan sangat bagus untuk menghilangkan rasa lelah (Muslimin dan Azim, 2010).

Menurut Standar Nasional Indonesia (1998) pisang kepok kuning (Musa balbisiana) termasuk dalam klon pisang dari kelompok ABB (triploid). Berdasarkan klasifikasi taksonomi pisang kepok kuning ini termasuk ke dalam famili Musaceae yang berasal dari India Selatan. Walaupun bisa dimakan dalam keadaaan segar, tetapi kegunaanya yang lebih meluas terutama untuk diolah lebih lanjut menjadi hasil olahan. Oleh karena sifat dan kegunaannya itu maka pisang kepok ini merupakan komoditi pertanian yang mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga kemudian menyebar ke seluruh pelosok kepulauan Indonesia dan seluruh dunia.

Dalam dunia tumbuhan, klasifikasi pisang kepok selengkapnya adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae (tumbuhan)

Sub kingdom : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh) Super divisi : Spermatophyta (menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga) Kelas : Liliopsida (berkeping satu/monokotil) Sub kelas : Commelinidae

Ordo : Zingiberales

Famili : Musaceae (suku pisang-pisangan) Genus : Musa

Spesies : Musa balbisiana

Kulit buah pisang kepok sangat tebal dengan warna kuning kehijauan dan kadang bernoda cokelat, dan daging buahnya manis. Pisang kepok tumbuh pada suhu optimum untuk pertumbuhannya adalah sekitar 27°C, dan suhu maksimumnya 38°C. Bentuk buah pisang kepok agak gepeng dan bersegi. Karena bentuknya gepeng, ada yang menyebutnya pisang gepeng. Ukuran buahnya kecil, panjangnya 10-12 cm dan


(22)

commit to user

beratnya 80-120 gram. Kulit buahnya sangat tebal dengan warna kuning kehijauan dan kadang bernoda cokelat. Ada dua jenis pisang kepok, yaitu pisang kepok kuning dan pisang kepok putih. Secara kasat mata dari luar bentuk pisangnya hampir sama. Hanya nanti saat daging buahnya diiris, baru terlihat kalau kepok kuning berwarna kekuningan, sedangkan kepok putih lebih pucat. Rasa kepok kuning lebih manis, sedangkan yang kepok putih lebih asam (Anonimb, 2009).

Buah pisang kepok enak dimakan setelah diolah terlebih dahulu. Berat per tandan dapat mencapai 22 kg memiliki 10-16 sisir. Setiap sisir terdiri dari 12-20 buah. Bila matang warna kulit buahnya kuning penuh. Pisang kepok, yang terkenal di antaranya pisang kepok putih dan kepok kuning. Pisang kepok putih memiliki warna daging buah putih dan pisang kepok kuning daging buahnya berwarna kuning. Pisang kepok kuning rasa buahnya lebih enak dibanding kepok putih sehingga lebih disukai. Pisang kepok merupakan jenis pisang olahan yang penting terutama pisang goreng dalam berbagai variasi, sangat cocok diolah menjadi keripik, buah dalam sirup, aneka olahan tradisional dan tepung (Prabawati dkk., 2008).

Tabel 2.2 Komposisi Kimia Pisang Kepok per 100 g Bahan Jenis Zat Gizi Kandungan Gizi

Air (g)

Karbohidrat (g) Serat kasar (g) Protein (g) Lemak Abu (g) Kalsium Fosfor β-carotein(mg) Thiamine (mg) Riboflavin (mg) Asam askorbat (mg) Kalori (kal) 70,00 27,00 0,50 1,20 0,30 0,90 80,00 290,00 2,400 0,500 0,50 120,00 104,00 Sumber : Satuhu dan Supriyadi, (1994)


(23)

commit to user

b. Tepung Tapioka

Tepung tapioka adalah tepung yang diperoleh dari ubi kayu segar (Manihot utilissima) setelah melalui cara pengolahan tertentu, dibersihkan dan dikeringkan. Pati merupakan komponen tapioka dan merupakan senyawa yang tidak mempunyai rasa dan bau sehingga modifikasi tepung tapiokamudah dilakukan (Rusmono, 1983).

Pati mempunyai dua komponen utama, yaitu amilosa (fraksi terlarut) dan amilopektin (fraksi tidak terlarut). Menurut Tahir (1985), amilopektin merupakan salah satu komponen pati yang dapat mempengaruhi daya kembang kerupuk. Kandungan amilopektin yang lebih tinggi akan memberikan kecenderungan pengembangan kerupuk yang lebih besar dibanding dengan kandungan amilosa tinggi. Dalam proses pembuatan kerupuk dinyatakan berhasil adalah apabila kerupuk ketika digoreng dapat mengembang dengan baik.

Menurut Setiawan (1988) daya kembang dan tekstur akhir dari produk dipengaruhi oleh rasio amilosa dan amilopektin dari pati. Amilosa cenderung mengurangi daya kembang dan meningkatkan densitas kerupuk, sedangkan amilopektin berfungsi sebaliknya, yaitu meningkatkan daya kembang dan menurunkan densitas kerupuk.

Tabel 2.3 Kandungan Kimia Tepung Tapioka

Parameter Komposisi (%)

Kadar Air 12,00

Kadar Lemak 0,30

Kadar Abu 0,30

Kadar Protein 0,50

Karbohidrat 86,90 Sumber: Departemen Kesehatan RI (1992) c. Tepung Terigu

Tepung terigu merupakan bahan tambahan dalam pembuatan kerupuk. Presentase tepung terigu yang digunakan adalah 10 % dari berat total tepung tapioka yang digunakan. Tepung terigu ini ditambahkan dalam pembuatan kerupuk yang bertujuan supaya kerupuk tidak lengket.


(24)

commit to user

d. Air

Air untuk industri pangan memegang peranan penting karena dapat mempengaruhi mutu makanan yang dihasilkan. Jenis air yang digunakan berbeda-beda tergantung dari jenis bahan yang diolah. Air yang digunakan harus mempunyai syarat-syarat tidak berwarna, tidak berbau, jernih, tidak mempunyai rasa, tidak mengandung besi (Fe) dan mangan (Mn), serta tidak mengganggu kesehatan dan tidak menyebabkan kebusukan bahan pangan yang diolah (Arpah, 1993).

Air (H2O) merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, tingkat kerenyahan produk akhir serta cita rasa makanan. Reaksi pembentukan gel memerlukan air sebagai penentu tingkat keberhasilan produk yang diinginkan (Winarno, 1992).

Air yang digunakan harus memenuhi persyaratan tidak berwarna, tidak berbau, jernih, tidak mempunyai rasa (Syarif, 1988). Jumlah air yang digunakan dalam adonan kerupuk akan mempengaruhi tingkat adonan kerupuk, penyerapan minyak dan kerenyahan produk akhir. Bila jumlah air kurang, tidak terjadi gelatinisasi sempurna selama pengukusan sehingga kerupuk tidak dapat mengembang dengan baik. Apabila jumlah air yang digunakan berlebih, adonan menjadi lembek sehingga adonan sulit dibentuk dan kerupuk sulit diiris.

Fungsi air dalam adonan kerupuk adalah untuk melarutkan garam, gula dan bumbu-bumbu, juga untuk menyebarkan bahan-bahan secara merata dalam pembuatan adonan. Perbandingan air dan tepung untuk mendapatkan adonan yang baik adalah 1:3 (Lavlinesia, 1995). 2. Bahan Tambahan

Bahan tambahan adalah bahan yang diperlukan untuk melengkapi bahan baku dalam proses pembuatan kerupuk. Bahan tambahan yang biasa digunakan dalam pembuatan kerupuk adalah garam, gula, bumbu, dan bahan pengembang. Menurut (Djumali dkk., 1982) bumbu yang digunakan dalam pembuatan kerupuk berfungsi untuk memperbaiki dan menambah


(25)

commit to user

cita rasa kerupuk. Bahan tambahan yang digunakan pada pembuatan kerupuk pisang ini antara lain: bawang putih, garam, bahan pengembang, gula pasir, dan penyedap rasa (Mono Sodium Glutamat).

a. Bawang Putih

Menurut Sugito (1992) bawang putih termasuk tanaman rempah yang bernilai ekonomi tinggi karena memiliki beragam manfaat. Manfaat utama bawang putih adalah sebagai bumbu penyebab masakan yang membuat masakan menjadi beraroma dan mengundang selera. Di dalam bawang putih terkandung banyak zat kimia yang bermanfaat. Tabel 2.4 Komposisi Kimia Bawang Putih per 100 gram

Kandungan Jumlah Air

Energi Protein Lemak Karbohidrat Ca

P K

66-71 gr 95-122 kal 4-7 gr 0,2-03 gr 23-24 gr 26-42 mg 15-109 mg 346 mg Sumber : Sugito (1992)

Bawang putih merupakan salah satu komoditi pertanian yang banyak dibutuhkan penduduk di dunia, terutama dimanfaatkan sebagai bahan penambah penyedap beberapa jenis makanan. Sekarang banyak yang memanfaatkan bawang putih dalam bentuk olahan. Umbi bawang putih mengandung sejenis minyak atsiri (methyl-allyl disulfida) yang berbau menyengat (Santoso, 1988).

Bawang putih berfungsi sebagai penambah aroma dan untuk meningkatkan cita rasa produk yang dihasilkan. Bawang putih merupakan bahan alami yang biasa ditambahkan ke dalam bahan makanan atau produk sehingga diperoleh aroma yang khas guna meningkatkan selera makan (Pangkulun dan Budhiarti, 1992). Bawang putih harus digunakan dengan hati-hati karena adanya bau yang kuat dan rasa yang kurang disukai bila digunakan secara berlebih.


(26)

commit to user

b. Garam

Menurut Hudaya dan Daradjat (1980) dalam industri makanan, fungsi utama dari garam adalah sebagai sebagai pemberi rasa, masakan tanpa garam, meskipun diberi bumbu-bumbu yang banyak akan terasa hambar.

Garam sebagai bahan tambahan makanan berperan untuk menambah cita rasa produk akhir. Garam mempengaruhi aktivitas air dari bahan dengan menyerap air sehingga aktivitas air menurun dengan menurunnya kadar air. Konsentrasi rendah (1%-3%) garam tidak bersifat membunuh mikroorganisme, tetapi hanya sebagai bumbu yang dapat memberi cita rasa gurih pada bahan pangan (Buckle et al., 1987). c. Bahan Pengembang

Pengembang adonan dapat berasal dari uap air, udara dan gas CO2, tetapi yang utama adalah pengembang CO2 yang berasal dari pereaksi kimia atau hasil fermentasi mikroorganisme. Menurut Lavlinesia (1995), pereaksi kimia yang umum digunakan merupakan kumpulan garam anorganik yang ditambahkan ke dalam bahan pangan atau gabungan dengan pereaksi lainnya. Tepung soda kue merupakan bahan pengembang adonan yang terdiri dari NaHCO3 dan tepung (Winarno, 1997).

Menurut Wiriano (1984) bahan pengembang yang biasa digunakan dalam pembuatan kerupuk adalah soda kue atau natrium bikarbonat (NaHCO3) karena harganya relatif murah, kemurnian tinggi, cepat larut dalam air pada suhu kamar dan toksisitasnya rendah. Penggunaan bahan pengembang natrium bikarbonat (NaHCO3) pada prinsipnya menghasilkan gas CO2 sehingga kerupuk menjadi mekar ketika kerupuk digoreng. Senyawa NaHCO3 akan bereaksi dengan bahan-bahan lain di dalam adonan dan melepaskan gas CO2. Gas CO2 ini yang membentuk rongga-rongga udara di dalam adonan, sehingga ketika digoreng terciptalah tekstur renyah.


(27)

commit to user

d. Gula Pasir

Gula adalah suatu istilah umum yang sering diartikan pada setiap karbohidrat yang digunakan sebagai pemanis, tetapi dalam industri pangan biasanya digunakan untuk menyatakan sukrosa, gula yang diperoleh dari bit atau tebu. Penggunaan gula berpengaruh terhadap penurunan aktivitas air bahan pangan sehingga dapat berfungsi sebagai pengawet bahan pangan  (Buckle et al., 1987).

Gula merupakan karbohidrat dan termasuk di antaranya adalah fruktosa, glukosa, laktosa dan sukrosa. Gula menduduki tempat yang penting karena digunakan dalam proses memasak, mempunyai nilai gizi dan untuk pengawet makanan. Gula juga memberikan perbaikan flavor dari bahan makanan (Hudaya dan Daradjat, 1980).

Gula berperan penting dalam memberikan rasa manis pada kerupuk. Pemakaian gula biasanya 2-2,5 %, pemakaian gula berlebih menyebabkan makin sedikit air terserap tepung dalam adonan sehingga pengembangan dapat berkurang (Wiriano, 1984).

e. Penyedap Rasa (Mono Sodium Glutamat)

Fungsi penambahan Mono Sodium Glutamat dalam adonan kerupuk adalah sebagai penambah cita rasa. Penambahan penyedap rasa (Mono Sodium Glutamat) pada konsentrasi tertentu berfungsi sebagai penambah cita rasa pada produk.

C. Pengolahan Kerupuk

Pengolahan bahan pangan merupakan salah satu fungsi untuk memperbaiki mutu bahan pangan, baik dari nilai gizi maupun daya cerna, memberikan kemudahan dalam penanganan, efisiensi biaya produksi, memperbaiki cita rasa dan aroma, menganekaragamkan produk dan memperpanjang masa simpan. Pengolahan kerupuk meliputi tujuh tahap proses, yaitu pembuatan pembuatan bubur adonan, pencetakan, pengukusan, pendinginan, pemotongan, pengeringan dan penggorengan.


(28)

commit to user

Tahap-tahap pengolahan kerupuk dapat dijelaskan pada diagram alir sebagai berikut.

                     

Gambar 2.1 Tahap-Tahap Pengolahan Kerupuk 1. Pembuatan Adonan

Tahap pembuatan adonan merupakan tahap awal yang sangat penting. Faktor yang perlu diperhatikan dalam pembuatan adonan adalah kehomogenan adonan. Pengadonan berpengaruh terhadap daya kembang kerupuk, yaitu berhubungan dengan udara dan gas (Lavlinesia, 1995). Proses pembuatan adonan kerupuk ada dua jenis, yaitu proses panas dan proses dingin. Pembuatan adonan proses panas yaitu pemasakan bahan tambahan kemudian dicampur dengan bahan utama. Pembuatan adonan proses dingin pada pembuatan adonan kerupuk yaitu mencampurkan semua bahan dan diaduk sampai homogen tanpa melalui pemasakan pendahuluan (Wiriano, 1984).

Pembuatan adonan kerupuk

Adonan dicetak

Dikukus

Didinginkan

Dipotong

Dikeringkan


(29)

commit to user

2. Pencetakan

Setelah adonan jadi kemudian masuk ke dalam proses pencetakan. Pencetakan adonan kerupuk dimaksudkan untuk memperoleh bentuk dan ukuran yang seragam. Keseragaman ukuran penting untuk memperoleh penampakan dan penetrasi panas yang merata sehingga memudahkan proses penggorengan dan menghasilkan kerupuk goreng dengan warna yang seragam (Muchtadi dkk., 1988).

3. Pengukusan

Pengukusan sering diartikan sebagai pemasakan yang dilakukan melalui media uap panas dengan suhu pemanasan sekitar 1000C selama 15 menit. Selama proses pengukusan panas dipindahkan ke produk melalui konveksi. Pengukusan merupakan tahap penting karena pada tahap ini terjadi proses gelatinisasi pati yang berkaitan erat dengan pengembangan kerupuk saat digoreng (Suarman, 1996). Pengukusan yang terlalu lama akan menyebabkan air yang terperangkap oleh gel pati terlalu banyak, sehingga proses pengeringan dan penggorengan menjadi tidak sempurna. Adonan yang setengah matang menyebabkan pati tidak tergelatinisasi dengan sempurna dan akan menghambat pengembangan kerupuk. Menurut Djumali dkk., (1982), adonan yang telah masak ditandai dengan seluruh bagian berwarna bening serta teksturnya kenyal.

4. Pendinginan

Kerupuk yang sudah dikukus kemudian dilakukan pendinginan sebelum dilakukan pemotongan. Pendinginan kerupuk dengan waktu 24 jam yang bertujuan supaya kerupuk mudah untuk dipotong. Dengan kerupuk didinginkan ini teksturnya lebih keras dan tidak lembek dan proses pengeringan lebih cepat.

5. Pemotongan

Kerupuk yang sudah di dinginkan selama 24 jam kemudian masuk ke proses selanjutnya yaitu pemotongan kerupuk. Dengan pemotongan kerupuk ini bertujuan untuk menyeragamkan bentuk kerupuk. Pemotongan kerupuk menggunakan gunting yang tajam.


(30)

commit to user

6. Pengeringan

Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan sebagian besar air melalui penggunaan energi panas. Keuntungan pengeringan adalah bahan menjadi lebih awet dengan volume yang lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang dan distribusi. Pengeringan dapat dilakukan dengan menggunakan cabinet dryer (alat pengering) atau dengan sun drying (penjemuran) yaitu pengeringan dengan menggunakan sinar matahari (Wiriano, 1984).

7. Penggorengan

Menggoreng adalah suatu proses untuk memasak bahan pangan dengan menggunakan lemak atau minyak pangan. Minyak goreng selain berfungsi sebagai medium penghantar panas juga dapat menambah rasa gurih, menambah nilai gizi dan kalori bahan pangan. Kecukupan suhu dan waktu penggorengan berbeda untuk setiap bahan, kondisi dan perlakuan (Ketaren, 1986).

Secara umum penggorengan kerupuk dilakukan dengan menggoreng kerupuk langsung di dalam minyak panas dengan menggunakan minyak yang banyak sehingga kerupuk terendam. Pada proses penggorengan kerupuk mentah, kerupuk akan mengalami pemanasan pada suhu tinggi sehingga molekul air yang masih terikat pada struktur kerupuk menguap dan menghasilkan tekanan uap yang mengembangkan struktur kerupuk (Lavlinesia,1995).

D. Analisis Sensori

Analisis sensori adalah pengujian yang dilakukan untuk memberikan penilaian terhadap suatu produk, dengan mengandalkan panca indra. Panelis adalah orang/kelompok yang memberikan penilaian terhadap suatu produk, dibedakan menjadi lima yaitu panelis perorangan, panelis terbatas, panelis terlatih (7-15 orang), panelis setengah terlatih (15-25 orang) dan panelis tidak terlatih (25 orang). Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam


(31)

commit to user

melaksanakan analisis sensori adalah fisiologi (keadaan fisik panelis), psikologi (perasaan panelis) dan kondisi lingkungan saat pengujian. Dalam pelaksanaannya, digunakan uji hedonik dimana panelis tidak terlatih diminta memberikan penilaian dalam skala yang menunjukkan tingkat dari sangat tidak suka sekali sampai sangat suka sekali untuk respon rasa. Sedangkan panelis setengah terlatih memberikan penilaian dari tingkat sangat tidak mengembang sekali sampai sangat mengembang sekali untuk respon kemampuan mengembang (Kume, 2002).

Uji kesukaan pada dasarnya merupakan pengujian yang panelisnya mengemukakan responnya yang berupa senang tidaknya terhadap sifat bahn yang diuji. Pada pengujian ini digunakan panelis yang belum terlatih. Panelis diminta untuk mengemukakan pendapatnya secara spontan, tanpa membandingkan dengan sampel standar atau sampel-sampel yang diuji sebelumnya. Dalam tipe uji skoring panelis diminta untuk menilai penampilan sampel berdasarkan intensitas atribut atau sifat yang dinilai. Panelis harus paham mengurutkan intensitas sifat yang dinilai. Oleh karena itu dalam pengujian ini digunakan panelis yang terpilih dan terlatih. Tipe pengujian ini sering digunakan untuk menilai mutu bahan dan intensitas sifat tertentu, misalnya kemanisan, kekerasan, dan warna. (Kartika, dkk, 1998). E. Analisis Kimia

Analisis kimia digunakan untuk mengetahui kandungan kimia pada suatu produk. Dalam proses pembuatan kerupuk, kandungan yang ingin diketahui adalah kandungan kadar air, kadar abu, protein, lemak, dan karbohidrat.

1. Kadar Air

Kadar air sangat berpengaruh terhadap mutu bahan pangan dan hal ini merupakan salah satu sebab mengapa di dalam pengolahan pangan air tersebut sering dikeluarkan atau dikurangi dengan cara penguapan dan pengeringan. Pengurangan air di samping bertujuan mengawetkan juga untuk mengurangi besar dan berat bahan pangan, sehingga memudahkan


(32)

commit to user

dan menghemat pengepakan (Winarno dkk, 1980). Penetapan kandungan air dapat dilakukan dengan beberapa cara. Hal ini tergantung pada sifat bahannya. Pada umumnya penentuan kadar air dilakukan dengan mengeringkan bahan dalam oven pada suhu 105-110oC selama 3 jam atau sampai didapat berat yang konstan.

2. Kadar Abu

Abu adalah bahan anorganik sisa pembakaran sempurna bahan organik pada suhu 600oC selama beberapa waktu. Kandungan abu dan komposisisnya tergantung pada macam bahan dan cara pengabuannya. Kadar abu ada hubungannya dengan kandungan mineral suatu bahan. 3. Lemak

Lipida merupakan senyawa organik kompleks yang terdiri dari unsur C (karbon), H (hidrogen), dan O (oksigen). Lemak merupakan senyawa makronutrien yang tak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organik seperti ether, aseton, benzene, dietil eter, kloroform. Berdasarkan sifat lemak ini kadar lemak dalam suatu bahan dapat ditentukan dengan menghitung banyaknya bahan yang terlarut.

4. Protein

Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting dalam tubuh bagi setiap sel yang hidup. Selain berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur (Winarno, 1997). Prinsip Metoda kjeldahl adalah penentuan jumlah Nitrogen (N) yang dikandung oleh suatu bahan dengan cara mendegradasi protein bahan organik dengan menggunakan asam sulfat pekat untuk menghasilkan nitrogen sebagai amonia, kemudian menghitung jumlah nitrogen yang terlepas sebagai amonia lalu mengkonversikan ke dalam kadar protein dengan mengalikannya dengan konstanta tertentu. 5. Karbohidrat

Karbohidrat sebagai zat gizi merupakan nama kelompok zat-zat organik yang mempunyai struktur molekul yang berbeda, meskipun terdapat persamaan dari sudut kimia dan fungsinya. Kadar karbohidrat


(33)

commit to user

ditentukan dari hasil pengurangan 100% dengan kadar air, kadar abu, kadar lemak dan kadar protein (bydifference) sehingga kadar karbohidrat sangat tergantung dari faktor pengurangnya.

F. Analisis Ekonomi

Biaya produksi pada dasarnya dibedakan atas biaya produksi yang besarnya tetap selama produksi (biaya tetap), dan biaya yang besarnya tergantung produk yang dihasilkan (biaya tidak tetap).

1. Biaya Tetap

Biaya tetap merupakan biaya produksi yang selama satu periode kerja tetap jumlahnya. Biaya ini tergantung dari jumlah produk yang dihasilkan dan jumlah kerja suatu alat atau mesin.

2. Biaya Tidak Tetap

Biaya tidak tetap adalah biaya produksi yang dikeluarkan pada saat alat dan mesin beroperasi. Besarnya biaya ini tergantung pada jumlah jam kerja dan jumlah produk yang dihasilkan. Perhitungan biaya tidak tetap dilakukan terhadap biaya bahan baku, bahan penunjang, dan upah pekerja (Astawan, 1999).

3. Analisis Rugi / Laba

Analisis laba rugi adalah suatu analisa keuangan yang meringkas penerimaan dan pengeluaran suatu perusahaan selama periode akutansi. Jadi merupakan suatu analisis yang menunjukan hasil-hasil operasi perusahaan selain periode tersebut. Pendapatan, netto atau laba adalah apa yang tersisa setelah dikurangkan dengan pengurangan-pengurangan yang timbul didalam memproduksi barang dan jasa atau dari penerimaan yang diperoleh dengan penerimaan menjual barang dan jasa tersebut. Dengan kata lain, laba = penerimaan - pengeluaran (Astawan, 1999).

4. Break Event Point (BEP)

BEP adalah suatu titik keseimbangan dimana pada titik tersebut jumlah hasil penjualan sama dengan jumlah biaya yang dikeluarkan atau perusahaan tersebut tidak mengalami laba atau rugi. Jika penjualan


(34)

commit to user

berjumlah kurang dari pada jumlah yang ditunjukan oleh titik ini, maka akan diperoleh kerugian bersih (Astawan, 1999).

5. ROI (Return On Investment)

Return On Investment (ROI) adalah perbandingan antara besarnya laba per tahun dengan besarnya modal, yang dinyatakan persent per tahun.

tahun per % 100 modal

laba

ROI= x

ROI dapat dihitung berdasarkan laba kotor yaitu selisih antara hasil penjualan dengan biaya produksi keseluruhan (belum dikurangi pajak pendapatan) atau berdasarkan laba bersih yaitu laba dikurangi pajak pendapatan. Demikian juga dengan besarnya modal dapat dinyatakan sebagai modal tetap atau modal keseluruhan modal tetap dan modal kerja. 6. Payback Period (PP)

Metode Payback Period (PP) adalah periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi (initial cash investment) dengan menggunakan arus kas. Dengan kata lain, payback period merupakan rasio antara initial cash investment dan cash inflow-nya yang hasilnya merupakan satuan waktu. Selanjutnya nilai rasio ini dibandingkan dengan maksimum payback period yang dapat diterima. Payback Periode merupakan jangka waktu yang dibutuhkan untuk pengembalian modal yang ditanam pada proyek. Nilai tersebut dapat berupa prosentase maupun waktu (baik tahun maupun bulan. Payback periode tersebut harus lebih (<) dari nilai ekonomis proyek. Untuk industri pertanian diharapkan nilai tersebut lebih kecil 10 tahun atau sedapat mungkin kurang dari lima tahun (Susanto dan Saneto, 1994).

7. BC Ratio

Benefit Cost Ratio (BCR) adalah nilai perbandingan antara pendapatan dan biaya. Jika nilai B/C lebih besar dari 1 maka perusahaan memenuhi salah satu kriteria untuk dikatakan layak. Jika nilai B/C lebih kecil dari 1 maka perusahaan tidak layak berdiri (rugi). Jika nilai B/C = 1 maka perusahaan berada dalam keadaan impas (Astawan, 1999).


(35)

commit to user

Benefit Cost Ratio digunakan untuk mengkaji kelayakan proses sering digunakan pula kriteria yang disebut benefit cost ratio-BCR. Penggunaannya amat dikenal dalam mengevaluasi proyek-proyek untuk kepentingan umum atau sektor publik. Meskipun penekananya ditujukan kepada manfaat (benefit) bagi kepentingan umum dan bukan keuntungan finansial perusahaan, namun bukan berarti perusahaan swasta mengabaikan kriteria ini.

8. IRR (Internal Rate of Return)

IRR (Internal Rate of Return) adalah suatu tingkat discount rate yang menghasilkan net present value sama dengan 0 (nol). Dengan demikian apabila hasil perhitungan IRR lebih besar dari Social Opportunity Cost of Capital (SOCC) dikatakan proyek atau usaha tersebut dapat (layak) dilaksanakan, bila sama dengan SOCC proyek akan mendapat modalnya kembali tetapi apabila dibawah dari SOCC maka proyek tidak layak dilaksanakan dan dicari alternatif lain yang lebih menguntungkan (Ibrahim, 2003).


(36)

(37)

commit to user

BAB III

METODE PELAKSANAAN

A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Kegiatan Praktek Produksi dilaksanakan pada bulan April-Mei 2011 di Laboratorium Rekayasa Proses dan Pengolahan Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

B. Metode Pelaksanaan

1. Observasi

Metode ini merupakan langkah pertama dalam melaksanakan praktek produksi. Observasi atau pengamatan dilaksanakan di tempat perbelanjaan (misalnya pasar) mengenai produk apa yang sekiranya belum ada di pasaran.

2. Studi Pustaka

Setelah mengetahui atau menentukan jenis produk apa yang akan dibuat, selanjutnya melakukan pembelajaran yang lebih lanjut mengenai produk tersebut yang berhubungan dengan bahan, cara pembuatan, dan juga parameter mutu dari produk tersebut. Hal-hal tersebut dapat diperoleh melalui buku-buku yang ada di perpustakaan atau di dalam sarana komunikasi yang lain, misalnya internet.

3. Percobaan

Praktek cara pembuatan produk dilakukan dengan beberapa formula, kemudian dipilih tiga formula yang paling baik.

4. Pengujian produk

Mengujikan produk yang telah dibuat, dan menentukan formula mana yang dapat diterima oleh konsumen. Selanjutnya melakukan uji kesukaan terhadap produk-produk tersebut. Dari hasil pengujian akan didapatkan produk yang diterima oleh konsumen dan yang paling disukai


(38)

commit to user

oleh konsumen. Produk dengan formula inilah yang akan dibuat dalam praktek produksi.

5. Praktek Produksi

Membuat produk di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pengolahan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas maret Surakarta.

6. Analisis Sensori. 7. Analisis Kimia. 8. Analisis Ekonomi

Menghitung biaya produksi (biaya tetap, biaya variable), BEP (Break Event Point), Payback Period (PP), dan ROI.

C. Alat dan Bahan 1. Alat

Alat yang digunakan dalam pembuatan kerupuk adalah baskom, pisau, blender, pengaduk, timbangan, loyang, panci pengukus, kompor gas, cabinet dryer. Alat yang digunakan untuk uji kimia meliputi, oven, tanur, desikator, labu Erlenmeyer, cawan alumunium, labu kjeldahl, ekstrasi Soxhlet, kertas saring, dan cawan porselin. Alat yang digunakan dalam pembuatan kerupuk dan pengujian dapat dilihat di dalam lampiran.

2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam Praktek Produksi ‘‘Subsitusi Pisang Kepok Kuning (Musa balbisiana) dalam Pembuatan Kerupuk” adalah tepung tapioka, buah pisang kepok kuning, air, tepung terigu, garam, bawang putih, gula pasir, soda kue, dan penyedap rasa. Bahan yang digunakan untuk analisa kimia antara lain NaOH, dan HCl 0,1 N.


(39)

commit to user

D. Cara Kerja

Pembuatan kerupuk meliputi tujuh tahap proses, yaitu pembuatan pembuatan bubur adonan, pencetakan, pengukusan, pendinginan, pemotongan, pengeringan dan penggorengan.

Gambar 3.1. Diagram Alir Proses Pembuatan Kerupuk Pisang Pencampuran

(mixing)

Penghancuran (Bubur pisang) Bawang putih halus,

MSG, garam, gula, dan soda kue

Pemanasan pendahuluan 2 menit T =100 0C Buah pisang

Tepung tapioka, tepung terigu dan

air

Pengukusan (steaming) 15 menit, T= 100oC

Pendinginan (cooling) 24 jam T=27 oC

Pemotongan (slicing) ukuran 2x2 cm

Pengeringan cabinet dryer

1 hari T= 40 oC

Pengemasan (Packaging)


(40)

commit to user

Dibawah ini adalah tahap-tahap pembuatan bubur pisang yang akan digunakan pada pembuatan kerupuk.

Gambar 3.2. Diagram Alir Proses Pembuatan Pasta Pisang

E. Persiapan Bahan

Untuk menghasilkan produk olahan pangan yang berkualitas maka perlu dilakukan seleksi bahan terlebih dahulu. Persiapan bahan yang akan digunakan dalam proses pembuatan kerupuk pisang meliputi pemilihan bahan yang digunakan dalam pembuatan kerupuk, blanching, pembuatan pasta, dan penimbangan.

1. Pemilihan Bahan a. Tepung Tapioka

Tepung tapioka yang digunakan adalah tepung tapioka yang putih bersih, tidak ada cemaran fisik seperti adanya benda asing, baunya tidak apek dan khas tepung tapioka, dan warna putih bersih.

Buah Pisang

Pengupasan

Perendaman air

Penghancuran Pembelahan


(41)

commit to user

b. Pisang Kepok

Pisang kepok yang digunakan adalah pisang kepok kuning yang masih mengkal atau belum masak yang telah dibersihkan dari bijinya. Tujuan penghilangan biji dalam pisang adalah diperoleh warna dan tekstur yang baik.

c. Soda Kue

Soda kue yang digunakan berwarna putih, bentuk serbuk, tidak tercemar benda asing seperti kerikil.

d. Garam

Garam yang digunakan berbentuk kristal, tidak basah, tidak ternoda, warna putih, dan tidak berbau.

e. Bawang Putih

Bawang putih yang digunakan tidak busuk. f. Tepung Terigu

Tepung terigu yang akan digunakan tidak ada cemaran fisik seperti adanya benda asing, baunya tidak apek dan khas tepung terigu, warna putih krem.

g. Gula Pasir

Gula pasir yang digunakan berbentuk kristal, tidak basah, tidak ternoda, warna putih, dan tidak berbau.

h. Air

Air yang digunakan terbebas dari kontaminan logam, tidak berbau, tidak berwarna dan tidak berasa.

i. Penyedap Rasa

Penyedap rasa yang digunakan berwarna putih, bentuk serbuk, tidak tercemar benda asing seperti kerikil.

2. Blanching

Blanching merupakan pemanasan pendahuluan dalam air panas dalam waktu singkat yang bertujuan membantu membersihkan bahan makanan dari kotoran-kotoran seperti getah (Hudaya dan Daradjat, 1980). Pisang kepok kuning yang telah dipisahkan dari bijinya kemudian


(42)

commit to user

direndam didalam air supaya tidak terjadi proses enzimatis (pencoklatan) kemudian pisang di blanching selama 2 menit didalam air yang mendidih yang bertujuan untuk menghilangkan getah pada buah pisang.

3. Pembuatan pasta

Pembuatan pasta ini yaitu dengan cara buah pisang yang telah di

blanching dan didinginkan kemudian dihancurkan dengan blender dan ditambahkan air agar lebih mudah dalam proses penghancurannya. Setelah didapatkan bubur pisang kemudian dicampur dengan bahan-bahan lainnya sampai homogen.

4. Penimbangan

Bahan-bahan yang akan digunakan dalam pembuatan kerupuk pisang ini ditimbang terlebih dahulu sesuai dengan formulasi agar dihasilkan produk yang seragam.

F. Analisis Kimia

Analisis kimia digunakan untuk mengetahui kandungan kimia pada suatu produk. Dalam proses pembuatan kerupuk, kandungan yang ingin diketahui adalah kandungan kadar air, kadar abu, protein, lemak, dan karbohidrat.

Tabel 3.1. Analisis Kimia

Jenis Analisa kimia Metode

Kadar Air Kadar Abu Protein Lemak Karbohidrat

Metode Pemanasan Kadar Abu Cara Kering Metode Kjeldahl Metode Soxhlet

By Difference


(43)

commit to user

 

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Praktek Produksi Kerupuk Pisang

Pisang yang digunakan pada praktek produksi ini adalah pisang dengan jenis kepok kuning yang masih mengkal atau setengah matang karena mempunyai tekstur yang agak keras dan rasanya lebih enak apabila dibandingkan dengan pisang kepok putih. Dipilih pisang kepok kuning karena selain mudah didapatkan dan tidak mengenal musim, harganya juga lebih murah bila dibandingkan dengan pisang jenis raja.

Pisang kepok kuning yang masih mengkal kemudian dibelah menjadi dua untuk mempermudah penghilangan biji. Pisang kepok kuning yang telah dihilangkan bijinya kemudian di blanching (pemanasan pendahuluan) dalam air mendidih selama 2 menit yang bertujuan menghilangkan getah yang terdapat di dalam pisang dan memperlunak pisang untuk mempermudah proses penghancuran. Pisang yang sudah dihancurkan kemudian siap untuk masuk dalam proses pengolahan kerupuk dengan ditambahkan bahan-bahan pembuat kerupuk yaitu tepung tapioka, tepung terigu, air dan bahan-bahan tambahan yang digunakan.

Proses pengolahan kerupuk pisang melalui beberapa tahap yaitu

pembuatan bubur adonan, pencetakan, pengukusan, pendinginan, pemotongan,

pengeringan dan penggorengan. 1. Pembuatan Adonan Kerupuk

Pembuatan adonan kerupuk dilakukan dengan mencampur semua bahan utama dan bahan tambahan. Bahan-bahan yang digunakan adalah tepung tapioka, pisang kepok kuning yang sudah dilembutkan, tepung terigu, air, garam, gula pasir, soda kue, penyedap rasa dan bawang putih. Faktor terpenting dalam pembuatan adonan adalah homogenitas adonan, karena sifat ini akan mempengaruhi keseragaman produk akhir yang dihasilkan. Adonan kerupuk yang baik adalah homogen dan tidak lengket di tangan (Wiriano, 1984).


(44)

commit to user

 

Gambar 4.1 Adonan Kerupuk Pisang

Pembuatan adonan kerupuk ini adalah pencampuran antara tepung tapioka, tepung terigu, pisang kepok kuning dan bumbu-bumbu yang dicampur menjadi satu dan diaduk dengan ditambahkan air sampai homogen yang selanjutnya dicetak didalam loyang.

2. Pencetakan

Setelah adonan jadi kemudian masuk kedalam proses pencetakan. Pencetakan adonan kerupuk dimaksudkan untuk memperoleh bentuk dan ukuran yang seragam.

Gambar 4.2 Pencetakan Adonan Dalam Loyang 3. Pengukusan

Pengukusan sering diartikan sebagai pemasakan yang dilakukan melalui media uap panas dengan suhu pemanasan sekitar 1000C selama 15


(45)

commit to user

 

menit. Adonan yang telah masak ditandai dengan seluruh bagian berwarna bening serta teksturnya kenyal.

Gambar 4.3 Pengukusan Kerupuk Pisang 4. Pendinginan

Kerupuk yang sudah dikukus kemudian dilakukan pendinginan sebelum dilakukan pemotongan. Pendinginan kerupuk dengan waktu 24 jam yang bertujuan supaya kerupuk mudah untuk dipotong. Dengan kerupuk didinginkan ini teksturnya lebih keras dan tidak lembek dan proses pengeringan lebih cepat.

5. Pemotongan

Kerupuk yang sudah didinginkan selama 24 jam kemudian masuk ke proses selanjutnya yaitu pemotongan kerupuk. Dengan pemotongan kerupuk ini bertujuan untuk menyeragamkan bentuk kerupuk. Pemotongan kerupuk menggunakan gunting yang tajam.

6. Pengeringan

Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan sebagian besar air melalui penggunaan energi panas. Pada pengeringan kerupuk pisang ini menggunakan alat pengering cabinet dryer selama 24 jam dengan suhu 40oC.


(46)

commit to user

 

7. Penggorengan

Menggoreng adalah suatu proses untuk memasak bahan pangan dengan menggunakan lemak atau minyak pangan. Minyak goreng selain berfungsi sebagai medium penghantar panas juga dapat menambah rasa gurih, menambah nilai gizi dan kalori bahan pangan. Kerupuk yang telah dikeringkan kemudian siap untuk digoreng dengan suhu 800C selama 10 detik, apabila lebih lama waktu saat penggorengan maka kerupuk akan mengalami kegosongan.

B. Analisis Sensori

Analisis sensori dilakukan dengan uji organoleptik untuk mengetahui penerimaan konsumen terhadap kerupuk pisang kepok kuning yang dibuat dengan konsentrasi yang berbeda. Parameter yang diuji antara lain warna, rasa, tekstur dan penilaian secara keseluruhan. Hasil analisis sensori kerupuk pisang kepok kuning yang dilakukan dengan uji organoleptik dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Hasil Analisis Sensori Kerupuk Pisang Kepok Kuning

Sampel Warna Rasa Tekstur Overall

Kerupuk Pisang 30% 2,60a 3,04a 2,88a 2,96ab Kerupuk Pisang 35 % 3,48b 3,16a 3,04a 3,40b Kerupuk Pisang 40 % 2,28a 2,72a 2,68a 2,60a

Pada uji organoleptik ini panelis diminta untuk memberikan penilaian tingkat kesukaan untuk tiap-tiap atribut mutu yang diujikan seperti warna, rasa, tekstur dan overall.

Skala nilai : 1 = tidak suka 2 = kurang suka 3 = suka

4 = lebih suka 5 = sangat suka

Dari Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa kerupuk pisang kepok kuning dengan dengan konsentrasi 30 %, 35 % dan 40 % memiliki nilai rerata yang


(47)

commit to user

 

berbeda-beda. Hasil Uji Organoleptik Kerupuk Pisang dengan konsentrasi 30 %, 35 % dan 40 % terdapat di dalam lampiran. Gambar dari kerupuk yang masih mentah dan sudah digoreng terdapat pada lampiran. Dari hasil uji statistik dapat diketahui bahwa konsentrasi penambahan pisang memberikan pengaruh terhadap penerimaan konsumen.

1. Warna

Dari Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa konsentrasi penambahan pisang kepok kuning dan jenis kerupuk memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap penerimaan warna kerupuk yang dihasilkan. Penerimaan warna kerupuk pisang kepok kuning 30 % tidak berbeda nyata dengan kerupuk pisang kepok kuning 40 %. Akan tetapi penerimaan warna kerupuk pisang kepok kuning 35 % berbeda nyata dengan penerimaan warna kerupuk pisang kepok kuning 30 % dan 40 %.

2. Rasa

Dari Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa konsentrasi penambahan pisang kepok kuning dan jenis kerupuk tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap penerimaan rasa kerupuk yang dihasilkan. Penerimaan rasa kerupuk pisang kepok kuning 30 %, rasa kerupuk pisang kepok kuning 35 % dan kerupuk pisang kepok kuning 40 % tidak berbeda nyata yang artinya dari ketiga konsentrasi kerupuk pisang kepok kuning tidak ada perbedaan rasa. Jika dilihat dari nilai rerata 3,16 maka sampel kerupuk pisang kepok kuning 35 % lebih disukai oleh konsumen dalam hal penerimaan rasanya dibandingkan dengan sampel kerupuk pisang kepok kuning 30 % dan 40 % dengan nilai rerata 3,04 dan2,72.

3. Tekstur

Dari Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa konsentrasi penambahan pisang kepok kuning dan jenis kerupuk tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap penerimaan tekstur kerupuk yang dihasilkan. Penerimaan tekstur kerupuk pisang kepok kuning 30 %, tekstur kerupuk pisang kepok kuning 35 % dan kerupuk pisang kepok kuning 40% tidak berbeda nyata yang artinya dari ketiga konsentrasi kerupuk pisang kepok


(48)

commit to user

 

kuning tidak ada perbedaan tekstur. Jika dilihat dari nilai rerata 3, 04 maka sampel kerupuk pisang kepok kuning 35 % lebih disukai oleh konsumen dalam hal penerimaan teksturnya dibandingkan dengan sampel kerupuk pisang 30 % dan 40 % dengan nilai rerata masing-masing 2,88 dan 2,68. 4. Overall (Keseluruhan)

Dari Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa konsentrasi penambahan pisang kepok kuning dan jenis kerupuk memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap penilaian kerupuk secara keseluruhan. Penerimaan secara keseluruhan kerupuk pisang kepok kuning 30 % tidak berbeda nyata dengan kerupuk pisang kepok kuning 40 %. Penerimaan secara keseluruhan kerupuk pisang kepok kuning 30 % tidak berbeda nyata dengan kerupuk pisang kepok kuning 35 %. Sedangkan kerupuk pisang kepok kuning 35 % berbeda nyata dengan kerupuk pisang kepok kuning 40 %. Jika dilihat dari nilai rerata 3,40 maka sampel kerupuk pisang kepok kuning yang paling disukai oleh konsumen dalam hal penerimaan secara keseluruhan adalah kerupuk pisang kepok kuning dengan konsentrasi penambahan pisang kepok kuning sebesar 35 %.

C. Analisis Kimia

Pada proses produksi ini juga dilakukan analisis kimia untuk mengetahui kandungan pada kerupuk pisang kepok kuning matang meliputi kandungan kadar air, kadar abu, protein, lemak, serat kasar, dan karbohidrat. Prosedur dan perhitungan analisis kimia kerupuk pisang terdapat di dalam lampiran 9. Hasil analisis kimia kerupuk pisang kepok kuning matang dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Analisis Kimia Kerupuk Pisang Kepok Kuning Matang

Analisis Ulangan 1 Ulangan 2 Rerata

Kadar Air (%) 2,8674 2,7725 2,8199

Kadar Abu (%) 2,1473 2,2969 2,2221

Protein (%) 2,1693 2,1873 2,1783

Lemak (%) 45,8947 45,7916 45,8431

Serat Kasar (%) 6,5744 6,0116 6,2930


(49)

commit to user

 

Dari Tabel 4.2 dapat diketahui hasil analisis kadar air terhadap kerupuk pisang kepok kuning yang sudah digoreng menunjukkan bahwa pada kerupuk pisang kepok kuning dihasilkan rerata kadar air sebesar 2,8199 %, sedangkan berdasarkan Standar Nasional Indonesia untuk kerupuk udang yang digunakan sebagai pembanding adalah sebesar 12 %, hal ini dapat disimpulkan bahwa kerupuk pisang kepok kuning memenuhi standar untuk kerupuk karena kerupuk pisang kepok kuning mempunyai kadar air sebesar 2,8199 %. Semakin rendah kadar air pada kerupuk, maka kerupuk akan tahan lama dan tetap renyah atau tidak cepat lembek.

Untuk kadar abu pada kerupuk pisang kepok yang sudah digoreng pada Tabel 4.2 didapat rerata sebesar 2,2221 %, sedangkan pada Standar Nasional Indonesia untuk kerupuk udang yang digunakan sebagai pembanding adalah sebesar 0,2 %. Hal ini dapat disimpulkan bahwa kadar abu pada kerupuk pisang kepok kuning lebih tinggi dibandingkan dengan Standar Nasional Indonesia untuk kerupuk udang yang digunakan sebagai pembanding, dan semakin tinggi kadar abu dalam suatu produk berarti dalam produk kerupuk pisang kepok kuning tersebut mengandung mineral.

Hasil analisis untuk protein pada Tabel 4.2 kerupuk pisang kepok kuning yang telah digoreng didapat rerata sebesar 2,1783 % sedangkan berdasarkan Standar Nasional Indonesia untuk kerupuk udang yang digunakan sebagai pembanding adalah sebesar minimal 8 %. Kadar protein pada kerupuk pisang kepok kuning lebih rendah dibandingkan dengan Standar Nasional Indonesia untuk kerupuk udang hal ini disebabkan karena pada buah pisang kepok kandungan proteinnya cukup rendah yaitu 1,20 % (Satuhu dan Supriyadi, 1994).

Kandungan lemak pada kerupuk pisang kepok kuning yang sudah digoreng pada Tabel 4.2 didapat rerata sebesar 45,8431 %. Untuk serat kasar pada kerupuk pisang kepok kuning didapat rerata sebesar 6,2930 %, dan untuk kandungan karbohidrat pada kerupuk pisang kepok kuning yang sudah


(50)

commit to user

 

digoreng diketahui rerata sebesar 40,6689 %. Prosedur dan perhitungan analisis kimia terlampir di lampiran.

D. Analisis Ekonomi

Analisis ekonomi digunakan untuk menghitung biaya-biaya yang dikeluarkan dalam proses pembuatan produk kerupuk pisang baik biaya tetap maupun biaya tidak tetap. Dalam satu kali produksi menghasilkan sebanyak 1.300 bungkus dalam satu bulan dengan hari kerja 25 hari. Kapasitas satu bulan untuk produksi kerupuk pisang sebanyak 50.000 bungkus.

Perhitungan :

1 bulan = 25 hari kerja

1 hari = 1 kali produksi menghasilkan 2.000 bungkus Kapasitas produksi / bulan = 2.000 x 25

= 50.000 bungkus

Setiap 1 bungkus kerupuk matang beratnya adalah 30 gram. 1. Perhitungan Biaya Tetap (Total Fixed Cost)

a. Biaya Usaha

Tabel 4.3 Biaya Usaha Dalam 1 Bulan

No. Uraian Biaya (Rp)

1. Gaji Karyawan (Rp 750.000/bln x 10 orang) 7.500.000,00

2. Promosi 75.000,00

3. Administrasi 50.000,00

Jumlah 7.625.000,00

b. Amortisasi

Tabel 4.4 Amortisasi

No. Harta Tidak Berwujud Biaya (Rp)

1. Pajak PBB 25.000,00

2. Biaya Trial dan Error 50.000,00


(51)

commit to user

 

c. Biaya Penyusutan/Depresiasi

Tabel 4.5 Penyusutan Biaya Tetap dalam 1 Tahun (P-S)/N No Nama Alat Nilai Awal

(Rp)

Sisa (Rp)

Umur Depresiasi (Rp) 1. Timbangan 4 buah

@ Rp 50.000

200.000 500 10 19.950

2. Baskom 6 buah 40.000 0 1 40.000

3. Panci kukus 6 buah @ Rp 50.000

300.000 3.000 2 148.000

4. Blender 2 buah 170.000 1.000 5 33.800

5. Cabinet dryer 3.500.000 140.000 10 336.000

6. Kompor gas 3 buah @ Rp 190.000

570.000 3.000 3 189.000

7. Pengaduk 6 buah @ Rp 1000

6.000 0 1 6.000

8. Pisau 6 buah @ Rp 2.000

12.000 0 1 12.000

9. 10. 11. 12. 13. 14.

Loyang 10 buah @Rp 12.000 Wajan 2 buah Saringan 2 buah Cothel/susuk Pencetak Timbangan analitik 120.000 840.000 100.000 50.000 1.500.000 800.000 1.000 10.000 500 200 20.000 40.000 2 8 1 1 10 10 59.500 103.750 99.500 49.800 148.000 76.000

Jumlah 4.864.000 1.321.300

Jumlah depresiasi per bulan = Rp 1.321.300,00 : 12

= Rp 110.108,00.

d. Dana Sosial dalam satu bulan Rp 100.000,00. e. Bunga Modal dalam satu bulan Rp 45.833,00 f. Asuransi alat dalam satu bulan Rp 12.000,00

g. Pajak alat yang digunakan dalam satu bulan Rp 100.000,00 Total Biaya Tetap (Total Fixed Cost)

= Biaya Usaha+Amortisasi+Biaya Penyusutan+Dana Sosial+bunga modal+asuransi+pajak


(52)

commit to user

 

2. Perhitungan Biaya Tidak Tetap (Total Variabel Cost) a. Biaya Bahan Utama dan Bahan Pembantu

Tabel 4.6 Biaya Bahan Utama dan Bahan Pembantu dalam 1 bulan

No Uraian Bahan Harga (Rp) Harga (Rp)

1. Tepung tapioka (19,8 kg), Rp 6.000/kg 118.800,00 2.970.000,00 3. Pisang kepok (12,6 kg) 75.600,00 1.890.000,00 4. Garam (720 gr), Rp 1.400/250 gr 4.032,00 100.800,00 5. Bawang putih (2.880 gr), Rp 12.000/kg 34.560,00 864.000,00 6. Soda kue (360 gr), Rp 2.000/100 gr 7.200,00 180.000,00 7. Gula pasir (360 gr), Rp 12.000/kg 4.320,00 108.000,00 8. Penyedap rasa (540 gr), Rp 6.000/250 kg 12.960,00 324.000,00 8. Minyak Goreng 35 Liter @ Rp 12.000/L 420.000,00 10.500.000,00

9. Plastik 100.000,00 2.500.000,00

10. Tepung Terigu (3,6 kg) @ Rp 6.500 23.400,00 585.000,00

Jumlah 800.872,00 20.021.800,00

b. Biaya Bahan Bakar/Energi

Tabel 4.7 Biaya Bahan Bakar/Energi dalam 1 bulan

No. Nama Biaya

(Rp) 1. Gas Elpiji 12 kg 720.000,00 2. Listrik 186.615,00

3. Air 40.000,00


(53)

commit to user

 

c. Biaya Perawatan dan Perbaikan

Tabel 4.8 Biaya Perawatan dan Perbaikan (1,2 % (P-S)/100 jam) 1 bulan

No. Nama Alat Nilai

Awal (Rp)

Jam BPP (Rp)

1. Timbangan 4 buah 200.000 12,5 299,25

2. Baskom 6 buah 40.000 25 120

3. Panci kukus 6 buah 300.000 75 2.673

4. Blender 2 buah 170.000 25 507

5. Cabinet dryer 3.500.000 600 241.920

6. Kompor gas 3 buah 570.000 125 8.505

7. Pengaduk 6 buah 6.000 6,25 4,5

8. Pisau 6 buah 12.000 6,25 9

9. Loyang 10 buah 120.000 75 1.071

10. Wajan 2 buah 840.000 50 4.980

11. Saringan 50.000 50 597

12. 13. 14. Cothel Pencetak Timbangan analitik 50.000 1.500.000 800.000 50 75 125 299 13.320 11.400 Jumlah 285.705,00 Perhitungan biaya perawatan dan perbaikan terdapat pada lampiran.

Total Biaya Tidak Tetap (Total Variabel Cost)

= Biaya Bahan Utama dan Pembantu + Biaya Bahan Bakar/Energi + Biaya Perawatan

= Rp 20.021.800,00 + Rp 946.615,00+ Rp 285.705,00 = Rp 21.254.120,00.

• Biaya Listrik

Konsumsi energi cabinet dryer =

1000 (jam) x Waktu (watt) Daya = 1000 (jam) 600 x (watt) 600

= 360 Kwh Konsumsi energi blender =

1000 (jam) 25 x (watt) 380

=9,5 Kwh

Konsumsi energi pencetak =

1000 (jam) 25 x (watt) 300


(54)

commit to user

 

= 7,5 Kwh Total konsumsi energi = 360 + 9,5 + 7,5

= 377 Kwh

Besar biaya konsumsi energi = 377 Kwh x Rp 495,00 = Rp 186,615,00.

a) Biaya Produksi dalam 1 bulan

= Biaya tetap + Biaya tak tetap

= Rp 8.067.941,00 + Rp 21.254.120,00 = Rp 29.322.061,00.

b) Kapasitas Produksi dalam satu bulan = 2.000 bungkus x 25 hari

= 50.000 bungkus. c) Harga Pokok Produksi

=

Produksi Kapasitas

Produksi Biaya

=

bungkus 50.000

,00 29.322.061 Rp

= Rp 586,44/bungkus

d) Harga Jual

= Rp 700,00/bungkus e) Penjualan dalam 1 bulan

= Harga Jual x Kapasitas Produksi = Rp 700,00 x 50.000 bungkus = Rp 35.000.000,00.

f) Biaya Tidak Tetap (Total Variabel Cost) / bungkus

=

Produksi Kapasitas

(TVC) Cost Variabel Total

=

50.000 ,00 21.254.120 Rp


(55)

commit to user

 

g) Laba Kotor dalam 1 bulan

= Hasil Penjualan – Biaya Produksi = Rp 35.000.000,00 – Rp 29.322.061,00 = Rp 5.677.939,00.

h) Laba Bersih dalam 1 bulan

= Laba Kotor – Pajak Kepemilikan Usaha = Laba Kotor – (5% x laba kotor)

= Rp 5.677.939,00 – (5% x Rp 5.677.939,00) = Rp 5.677.939,00 – Rp 283.897,00

= Rp 5.394.042,00.

i) BEP (Break Even Point) Unit

BEP Produksi =

as) ap/kapasit tidak tet (Biaya -jual Harga tetap Biaya = 0/50.000) (21.254.12 -700 00 8.067.941,

= 29.338 bungkus BEP Harga =

Produksi Total Produksi Biaya = bungkus 50.000 ,00,00 29.322.061 Rp

= Rp 586,44.

Artinya, titik impas akan tercapai pada tingkat produksi sebanyak 29.338 bungkus dan dengan harga Rp 586,44. j) ROI (Return of Investment) Sebelum Pajak

= 100%

Produksi Biaya Total Kotor Laba x

= 100%

,00 29.322.061 Rp 00 5.677.939, Rp x

= 19,36 %.

k) ROI (Return of Investment) Setelah Pajak

= 100%

Produksi Biaya Total Bersih Laba x


(56)

commit to user

 

= 100%

,00 29.322.061 Rp 00 5.394.042, Rp x

= 18,39 %.

l) Payback Period (PP)

= Kotor Laba Produksi Biaya = 00 5.677.939, Rp ,00 29.322.061 Rp

= 5,16 = 6 bulan

m)B/C (Benefit Cost Ratio)

= Produksi Biaya Pendapatan = ,00 29.322.061 Rp 35.000.000 Rp = 1,2.

n) IRR (Internal Rate of Return)

R = Revenue/penerimaan per bulan (Rp 35.000.000,00) C = Cost/pengeluaran per bulan (Rp 29.322.061,00) S = Salvage value, 20% dari I = Rp 5.832.846,00

I = Investasi (Rp 34.028.228,00) N = 10

= R (P/A, i% ,N) + S (P/F, i%, N)= I + C (P/A, i%, N)

35.000.000(P/A, i% ,N) + 5.832.846(P/F, i%, N) = 34.028.228 + 29.322.061 (P/A, i%, N) 5.677.939 (P/A, i% ,N) = 34.028.228 – 5.832.846 (P/F, i%, N)

Dicoba i1= 5% = 5.677.939 (7,72173) – 34.028.228 + 5.832.846 (0,613913) = 43.843.512 - 34.028.228 + 3.580.860

= 13.396.144 sebagai PV1

Dicoba i2= 10% = 5.677.939 (6,14457) – 34.028.228 + 5.832.846 (0,385543) = 34.888.494 - 34.028.228 + 2.248.813

= 3.109.079 sebagai PV2 IRR = I1 + (PV1 / (PV1 - PV2)) (i2 –i1)


(57)

commit to user

 

= (10 5)

) 3.109.079 (

13.396.144 (

13.396.144

10 −

+ x

= (5) 065 . 285 . 10

13.396.144

10+ x  

= 10 + 1,3 x (5) = 56,5 %.

3. Analisis Ekonomi

Dari hasil perhitungan di atas dapat diketahui bahwa analisis ekonomi usaha kerupuk pisang kepok kuning adalah :

a. Biaya Produksi

Biaya produksi merupakan biaya yang dikeluarkan selama usaha dijalankan, yang dibedakan atas biaya tetap dan biaya tidak tetap.

1) Biaya Tetap (Fixed Cost)

Biaya tetap adalah biaya yang tetap dikeluarkan meskipun perusahaan tidak melakukan proses produksi. Biaya tetap terdiri atas biaya usaha, amortisasi, dan biaya penyusutan alat. Biaya tetap produksi kerupuk pisang kepok kuning setiap 25 hari adalah sebesar Rp 8.067.941,00.

2) Biaya Tidak Tetap/Variabel (Variabel Cost)

Biaya tidak tetap atau variabel merupakan biaya yang dikeluarkan hanya jika melakukan proses produksi. Biaya variabel terdiri dari biaya bahan baku dan bahan pembantu, biaya bahan bakar atau energi, biaya perawatan dan perbaikan. Biaya tidak tetap produksi kerupuk pisang kepok kuning setiap 25 hari adalah sebesar Rp 21.254.120,00.

b. Kapasitas Produksi

Kapasitas produksi merupakan jumlah atau besarnya produk yang dapat dihasilkan oleh perusahaan selama kurun waktu tertentu. Kapasitas produksi kerupuk pisang kepok kuning setiap 25 hari adalah 50.000 bungkus.


(58)

commit to user

 

c. Harga Pokok Produksi

Harga pokok produksi merupakan harga minimal yang harus diberikan pada produk untuk menghindari kerugian. Harga pokok berasal dari biaya produksi (biaya tetap dan biaya varibel) dibagi dengan jumlah produk yang dihasilkan (kapasitas produksi). Harga pokok kerupuk pisang kepok kuning setiap bungkus Rp 586,44.

d. Harga Jual

Harga jual adalah harga yang diberikan pada produk setelah ditambah keuntungan sesuai yang diinginkan oleh perusahaan mengacu/berdasarkan harga pokok, sehingga untuk memperoleh keuntungan maka harga jual harus lebih tinggi dari harga pokok produksi. Harga jual kerupuk pisang kepok kuning direncanakan adalah Rp 700,00 tiap bungkus.

e. Laba (Keuntungan)

Laba (keuntungan) merupakan selisih antara pendapatan dan pengeluaran atau selisih antara harga jual dengan harga pokok. Laba perusahaan meliputi laba kotor dan laba bersih.

1) Laba Kotor

Laba kotor merupakan laba yang diperoleh dari selisih hasil penjualan dengan biaya produksi kerupuk pisang kepok kuning sebelum dikurangi pajak usaha. Laba kotor produksi kerupuk pisang ini adalah sebesar Rp 5.677.939,00/25 hari dari 50.000 bungkus kerupuk pisang kepok kuning.

2) Laba Bersih

Laba bersih merupakan laba yang diperoleh dari selisih laba kotor dengan pajak kepemilikan usaha. Laba bersih dari produksi kerupuk pisang kepok kuning setiap bulannya adalah sebesar Rp 5.394.042,00.

f. BEP (Break Even Point)

Break Even Point merupakan titik keseimbangan dimana pada titik tersebut pendapatan sama dengan biaya yang dikeluarkan, artinya


(59)

commit to user

 

titik impas dimana perusahaan tidak mengalami kerugian dan tidak mendapatkan keuntungan.

BEP Produksi =

as) ap/kapasit tidak tet (Biaya -jual Harga tetap Biaya = 0/50.000) (21.254.12 -700 00 8.067.941,

= 29.338 bungkus BEP Harga =

Produksi Total Produksi Biaya = bungkus 50.000 ,00,00 29.322.061 Rp

= Rp 586,44.

Produksi kerupuk pisang kepok kuning mencapai titik impas pada tingkat produksi 29.338 bungkus dari kapasitas produksi 50.000 bungkus setiap bulannya. Sedangkan kerupuk pisang kepok kuning mencapai titik impas dengan harga Rp 586,44. Jadi selisih antara kapasitas produksi dan titik impas merupakan keuntungan yang diperoleh perusahaan. Oleh karena itu usaha/produksi kerupuk pisang kepok kuning ini akan tetap dapat berjalan.

g. ROI (Return of Investment)

Return of Investment merupakan kemampuan modal untuk mendapatkan keuntungan atau persentase keuntungan yang diperoleh dari besarnya modal yang dikeluarkan. ROI (Return of Investment)

Sebelum Pajak = 100%

Produksi Biaya Total Kotor Laba x

Setelah Pajak = 100%

Produksi Biaya Total Bersih Laba x

Return of Investment produksi kerupuk pisang sebelum pajak adalah 19,36 %, dan Return of Investment produksi kerupuk pisang kepok kuning setelah pajak adalah 18,39 %.


(60)

commit to user

 

h. Payback Period (PP)

Payback Period (PP) merupakan waktu yang dibutuhkan oleh perusahaan untuk mendapatkan pengembalian modal dan mendapatkan keuntungan bersih. Payback Period =

Kotor Laba

Produksi Biaya

Produksi kerupuk pisang kepok kuning akan kembali modal dan mendapatkan keuntungan bersih setelah proses produksi berlangsung selama 6 bulan. Menurut Susanto dan Saneto (1994)

payback period harus lebih kecil dari nilai ekonomis proyek, untuk industri pertanian diharapkan nilai tersebut lebih kecil 10 tahun. Dapat diketahui bahwa usulan investasi ini layak untuk dilakukan.

i. B/C (Benefit Cost Ratio)

Benefit Cost Ratio merupakan perbandingan antara pendapatan yang diperoleh dengan biaya produksi yang dikeluarkan. Jika nilai B/C lebih kecil dari 1, maka proses produksi tidak layak untuk dilakukan karena perusahaan mengalami kerugian. Sebaliknya jika B/C lebih dari 1, maka proses produksi (usaha) tetap dapat dijalankan karena perusahaan mendapatkan keuntungan. Jika B/C sama dengan 1 maka perusahaan mengalami titik impas (tidak untung dan tidak rugi), artinya perlu mempertimbangkan beberapa faktor untuk tetap menjalankan usaha. B/C (Benefit Cost Ratio) =

Produksi Biaya

Pendapatan

Pada produksi kerupuk pisang ini nilai B/C adalah 1,2 sehingga usaha ini layak untuk dilakukan.

j. IRR (Internal Rate of Return)

IRR (Internal Rate of Return) adalah suatu tingkat discount rate yang menghasilkan net present value sama dengan 0 (nol). Dengan demikian apabila hasil perhitungan IRR lebih besar dari

Social Opportunity Cost of Capital (SOCC) dikatakan proyek atau usaha tersebut dapat (layak) dilaksanakan, bila sama dengan SOCC proyek akan mendapat modalnya kembali tetapi apabila dibawah dari


(1)

commit to user

= (10 5)

) 3.109.079 (

13.396.144 (

13.396.144

10 −

+ x

= (5)

065 . 285 . 10

13.396.144

10+ x  

= 10 + 1,3 x (5)

= 56,5 %.

3. Analisis Ekonomi

Dari hasil perhitungan di atas dapat diketahui bahwa analisis ekonomi usaha kerupuk pisang kepok kuning adalah :

a. Biaya Produksi

Biaya produksi merupakan biaya yang dikeluarkan selama usaha dijalankan, yang dibedakan atas biaya tetap dan biaya tidak tetap.

1) Biaya Tetap (Fixed Cost)

Biaya tetap adalah biaya yang tetap dikeluarkan meskipun perusahaan tidak melakukan proses produksi. Biaya tetap terdiri atas biaya usaha, amortisasi, dan biaya penyusutan alat. Biaya tetap produksi kerupuk pisang kepok kuning setiap 25 hari adalah sebesar Rp 8.067.941,00.

2) Biaya Tidak Tetap/Variabel (Variabel Cost)

Biaya tidak tetap atau variabel merupakan biaya yang dikeluarkan hanya jika melakukan proses produksi. Biaya variabel terdiri dari biaya bahan baku dan bahan pembantu, biaya bahan bakar atau energi, biaya perawatan dan perbaikan. Biaya tidak tetap produksi kerupuk pisang kepok kuning setiap 25 hari adalah sebesar Rp 21.254.120,00.

b. Kapasitas Produksi

Kapasitas produksi merupakan jumlah atau besarnya produk yang dapat dihasilkan oleh perusahaan selama kurun waktu tertentu. Kapasitas produksi kerupuk pisang kepok kuning setiap 25 hari adalah 50.000 bungkus.


(2)

c. Harga Pokok Produksi

Harga pokok produksi merupakan harga minimal yang harus diberikan pada produk untuk menghindari kerugian. Harga pokok berasal dari biaya produksi (biaya tetap dan biaya varibel) dibagi dengan jumlah produk yang dihasilkan (kapasitas produksi). Harga pokok kerupuk pisang kepok kuning setiap bungkus Rp 586,44.

d. Harga Jual

Harga jual adalah harga yang diberikan pada produk setelah ditambah keuntungan sesuai yang diinginkan oleh perusahaan mengacu/berdasarkan harga pokok, sehingga untuk memperoleh keuntungan maka harga jual harus lebih tinggi dari harga pokok produksi. Harga jual kerupuk pisang kepok kuning direncanakan adalah Rp 700,00 tiap bungkus.

e. Laba (Keuntungan)

Laba (keuntungan) merupakan selisih antara pendapatan dan pengeluaran atau selisih antara harga jual dengan harga pokok. Laba perusahaan meliputi laba kotor dan laba bersih.

1) Laba Kotor

Laba kotor merupakan laba yang diperoleh dari selisih hasil penjualan dengan biaya produksi kerupuk pisang kepok kuning sebelum dikurangi pajak usaha. Laba kotor produksi kerupuk pisang ini adalah sebesar Rp 5.677.939,00/25 hari dari 50.000 bungkus kerupuk pisang kepok kuning.

2) Laba Bersih

Laba bersih merupakan laba yang diperoleh dari selisih laba kotor dengan pajak kepemilikan usaha. Laba bersih dari produksi kerupuk pisang kepok kuning setiap bulannya adalah sebesar Rp 5.394.042,00.


(3)

commit to user

titik impas dimana perusahaan tidak mengalami kerugian dan tidak mendapatkan keuntungan.

BEP Produksi =

as) ap/kapasit tidak tet (Biaya -jual Harga tetap Biaya = 0/50.000) (21.254.12 -700 00 8.067.941,

= 29.338 bungkus BEP Harga =

Produksi Total Produksi Biaya = bungkus 50.000 ,00,00 29.322.061 Rp

= Rp 586,44.

Produksi kerupuk pisang kepok kuning mencapai titik impas pada tingkat produksi 29.338 bungkus dari kapasitas produksi 50.000 bungkus setiap bulannya. Sedangkan kerupuk pisang kepok kuning mencapai titik impas dengan harga Rp 586,44. Jadi selisih antara kapasitas produksi dan titik impas merupakan keuntungan yang diperoleh perusahaan. Oleh karena itu usaha/produksi kerupuk pisang kepok kuning ini akan tetap dapat berjalan.

g. ROI (Return of Investment)

Return of Investment merupakan kemampuan modal untuk

mendapatkan keuntungan atau persentase keuntungan yang diperoleh

dari besarnya modal yang dikeluarkan. ROI (Return of Investment)

Sebelum Pajak = 100%

Produksi Biaya Total Kotor Laba x

Setelah Pajak = 100%

Produksi Biaya Total Bersih Laba x

Return of Investment produksi kerupuk pisang sebelum pajak

adalah 19,36 %, dan Return of Investment produksi kerupuk pisang


(4)

h. Payback Period (PP)

Payback Period (PP) merupakan waktu yang dibutuhkan oleh

perusahaan untuk mendapatkan pengembalian modal dan

mendapatkan keuntungan bersih. Payback Period =

Kotor Laba

Produksi Biaya

Produksi kerupuk pisang kepok kuning akan kembali modal dan mendapatkan keuntungan bersih setelah proses produksi berlangsung selama 6 bulan. Menurut Susanto dan Saneto (1994)

payback period harus lebih kecil dari nilai ekonomis proyek, untuk

industri pertanian diharapkan nilai tersebut lebih kecil 10 tahun. Dapat diketahui bahwa usulan investasi ini layak untuk dilakukan.

i. B/C (Benefit Cost Ratio)

Benefit Cost Ratio merupakan perbandingan antara pendapatan

yang diperoleh dengan biaya produksi yang dikeluarkan. Jika nilai B/C lebih kecil dari 1, maka proses produksi tidak layak untuk dilakukan karena perusahaan mengalami kerugian. Sebaliknya jika B/C lebih dari 1, maka proses produksi (usaha) tetap dapat dijalankan karena perusahaan mendapatkan keuntungan. Jika B/C sama dengan 1 maka perusahaan mengalami titik impas (tidak untung dan tidak rugi), artinya perlu mempertimbangkan beberapa faktor untuk tetap

menjalankan usaha. B/C (Benefit Cost Ratio) =

Produksi Biaya

Pendapatan

Pada produksi kerupuk pisang ini nilai B/C adalah 1,2 sehingga usaha ini layak untuk dilakukan.

j. IRR (Internal Rate of Return)

IRR (Internal Rate of Return) adalah suatu tingkat discount

rate yang menghasilkan net present value sama dengan 0 (nol).

Dengan demikian apabila hasil perhitungan IRR lebih besar dari

Social Opportunity Cost of Capital (SOCC) dikatakan proyek atau


(5)

commit to user

SOCC maka proyek tidak layak dilaksanakan dan dicari alternatif lain yang lebih menguntungkan (Ibrahim, 2003). Pada produksi kerupuk pisang ini hasil dari IRR adalah 56,5 % sehingga usaha ini layak dilaksanakan.


(6)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Dari hasil percobaan praktek produksi kerupuk pisang, uji organoleptik, dan analisis kelayakan usaha diatas dapat disimpulkan bahwa:

1. Mengetahui cara pengolahan kerupuk yaitu mulai dari pencampuran adonan,

pencetakan, pengukusan, pendinginan, pemotongan, pengeringan sampai penggorengan.

2. Bahan yang digunakan dalam pembuatan kerupuk ini antara lain tepung

tapioka, tepung terigu, pisang kepok kuning, bawang putih, garam, gula, soda kue, penyedap rasa dan air.

3. Dapat menginovasi kerupuk dengan penambahan pisang sehingga di dalam

kerupuk bertambah nilai gizinya.

4. Berdasarkan hasil praktek produksi pembuatan kerupuk berdasarkan uji

organoleptik diketahui hasil kerupuk pisang kepok kuning yang paling disukai adalah kerupuk yang menggunakan penambahan pisang kepok kuning sebesar 35 %. Kadar air 2,8199 %, kadar abu 2,2221 %, lemak 45,8431 %, protein 2,1783 % dan karbohidrat 40,6689 %.

5. Biaya tetap produksi kerupuk pisang setiap bulan sebesar Rp 8.067.941,00,

biaya tidak tetap produksi kerupuk pisang kepok kuning setiap bulan sebesar Rp 21.254.120,00 dan laba bersih produksi kerupuk pisang setiap bulannya adalah Rp 5.394.042,00 dengan kapasitas produksi dalam satu bulan sebanyak 50.000 bungkus.

B.Saran

1. Analisis Ekonomi berkaitan dengan keuntungan sehingga harus di

rencanakan dengan matang.

2. Kandungan pada setiap bahan-bahan yang digunakan pada pembuatan