PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT (TEAM GAMES TOURNAMENT) TERHADAP MOTIVASI BELAJAR DAN KEMAMPUAN MOTORIK SISWA ASRAMA KELAS VII (Studi Kasus Pada Siswa MTs PERSIS Tarogong Garut).
TIPE TGT (TEAM GAMES TOURNAMENT)
TERHADAP MOTIVASI BELAJAR DAN KEMAMPUAN MOTORIK SISWA ASRAMA KELAS VII
(Studi Kasus Pada Siswa MTs PERSIS Tarogong Garut) TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Program Studi Pendidikan Olahraga
Oleh :
Azhar Ramadhana Sonjaya 1200931
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN OLAHRAGA SEKOLAH PASCA SARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2014
(2)
========================================================== PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
TIPE TGT (TEAM GAMES TOURNAMENT)
TERHADAP MOTIVASI BELAJAR DAN KEMAMPUAN MOTORIK SISWA ASRAMA KELAS VII
(Studi Kasus Pada Siswa MTs PERSIS Tarogong Garut)
Oleh
Azhar Ramadhana Sonjaya, M.Pd Universitas Pendidikan Indonesia
Bandung, 2014
Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Fakultas Pendidikan Olahraga
© Azhar Ramadhana Sonjaya 2014 Universitas Pendidikan Indonesia
Desember 2014
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,
(3)
(4)
ABSTRAK
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT (TEAM GAMES TOURNAMENT)
TERHADAP MOTIVASI BELAJAR DAN KEMAMPUAN MOTORIK SISWA ASRAMA KELAS VII
(Studi Kasus Pada Siswa MTs PERSIS Tarogong Garut)
Pentingnya peranan pendidikan jasmani di sekolah adalah guru harus menjadikan siswanya dapat termotivasi dalam belajar secara intrinsik ataupun ekstrinsik. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi pengaruh dari model pembelajaran kooperatif tipe TGT dan model pembelajaran konvensional terhadap motivasi belajar dan kemampuan motorik siswa asrama kelas VII, Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode pretest-posttest control group design. Populasi penelitian adalah siswa kelas VII di Pondok PERSIS Tarogong Kabupaten Garut yang bertempat tinggal di asrama (boarding school) berjumlah 30 siswa dengan menggunakan teknik pengambilan sampel ditentukan dengan total sampling dan waktu pelaksanaan penelitian selama 12 kali pertemuan dalam 4 minggu, setiap minggu dilakukan penelitian sebanyak 3 hari. Hasil dari penelitian ini menggunakan perhitungan pengujian hipotesis menggunakan uji Manova (Multivariate Analisis Varians) menggunakan program software SPSS seri 16. Berdasarkan hasil uji hipotesis rata-rata motivasi belajar pada pelajaran pendidikan jasmani siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TGT sebesar 14,875 lebih besar dari pada rata-rata motivasi belajar siswa yang diajar dengan model pembelajaran secara konvensional yakni sebesar 5,25. Demikian juga untuk rata-rata kemampuan motorik pada pelajaran pendidikan jasmani siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TGT sebesar 6,681 lebih besar dari pada rata-rata kemampuan motorik siswa yang diajar dengan model pembelajaran secara konvensional yakni sebesar 4,648. Jadi model pembelajaran kooperatif tipe TGT lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional terhadap motivasi belajar dan kemampuan motorik siswa asrama kelas VII pada pelajaran pendidikan jasmani.
(5)
ABSTRACT
EFFECT OF COOPERATIVE LEARNING MODEL TYPE TGT (TEAM TOURNAMENT GAMES) MOTIVATION TO LEARN AND MOTOR SKILLS
STUDENT DORMITORY CLASS VII
(A Case Study of MTs PERSIS Students Tarogong Garut)
The importance of the role of physical education in schools is the teacher must make students can be motivated to learn intrinsically or extrinsically . The purpose of this study was to identify the effects of cooperative learning model TGT and conventional learning model to motivate learning and motor skills boarding students of class VII , method used in this study using a pretest - posttest control group design . The study population was a student of class VII in boarding PERSIS Tarogong Garut who reside in dormitories ( boarding school ) amounted to 30 students by using a sampling technique is determined by the total execution time of sampling and research over 12 meetings in 4 weeks , every week as much research 3 days. The results of this study using the calculation hypothesis testing using Manova ( Multivariate Analysis of Variance ) using SPSS software program series 16. Based on the hypothesis test average motivation to learn the lessons of physical education students taught by cooperative learning model of 14.875 TGT greater than the average student motivation taught by conventional learning model which is equal to 5.25 . Likewise for the average motor skills in physical education lessons the students taught by cooperative learning model TGT by 6.681 greater than the average motor skills students taught by conventional learning model which is equal to 4.648 . So TGT cooperative learning model is better than the conventional learning model to motivate learning and motor skills class VII student dormitories in physical education lessons.
(6)
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ... i
PERNYATAAN ... ii
ABSTRAK ... iii
ABSTRACT ... iv
KATA PENGANTAR ... v
UCAPAN TERIMA KASIH ... vi
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……….…………... 1
B. Identifikasi Masalah ……….………... 10
C. Rumusan Masalah ………...……... 10
D. Tujuan Penelitian ………... 11
E. Manfaat Penelitian ………...……. 11
F. Struktur Organisasi Tesis ………....…… 12
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. State of The Art ………..…...… 14
1. Model Pembelajaran ... 14
2. Model Pembelajaran Konvensional a. Pengertian Model Pembelajaran Konvensional ... 16
b. Implementasi Penerapan Model Pembelajaran Konvensional ... 17
3. Model Pembelajaran Tipe TGT ... 18
a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif ... 18
b. Tipe TGT ... 21
c. Implementasi Pengembangan TGT dalam Pembelajaran Pendidikan Jasmani... 26
4. Motivasi Belajar ... 31
a. Pengertian Motivasi ... 31
b. Motivasi Belajar Pendidikan Jasmani ... 32
(7)
d. Hasil Belajar ... 35
5. Kemampuan Motorik ... 38
a. Unsur-Unsur Kemampuan Motorik ... 40
b. Fungsi Kemampuan Motorik ... 44
6. Karakteristik Siswa SMP ... 45
a. Pengertian Remaja ... 45
b. Karakteristik Siswa Tsanawiyah ... 46
7. Pondok Pesantren (Boarding School) ... 49
a. Karakteristik Boarding School ... 50
b. Penerapan Pembelajaran di Boarding School ... 51
B. Penelitian yang Relevan ………...……...… 52
C. Kerangka Pikir ………...……... 55
D. Hipotesis …...………...……… 58
BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Populasi/Sampel Penelitian ……...……...……… 59
1. Lokasi Penelitian ... 59
2. Populasi ... 59
3. Sampel Penelitian ... 60
B. Desain Penelitian …...……...……… 60
C. Metode Penelitian ... 62
Limitasi Penelitian ... 63
D. Definisi Operasional …....………...………...… 65
1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT ... 65
2. Motivasi Belajar ... 69
3. Kemampuan Motorik ... 70
E. Instrumen Penelitian ………...…………...……… 70
1. Instrumen Motivasi Belajar ... 71
2. Instrumen Kemampuan Motorik ... 73
F. Proses Pengembangan Instrumen ... 77
1. Sampel Uji Coba Instrumen Penelitian ... 77
2. Waktu dan Tempat Uji Coba Instrumen Penelitian ... 77
3. Uji Validitas ... 77
Hasil Uji Validitas ... 78
4. Uji Reliabilitas ... 79
Hasil Uji Reliabilitas ... 80
G. Teknik Pengumpulan Data ...………...………… 80
H. Analisis Data ...………...………… 84
1. Pengolahan Data Hasil Analisis Penelitian ... 84
(8)
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data ... 88
1. Deskripsi Data Motivasi Belajar siswa ... 88
a. Data Motivasi Belajar Siswa yang Mengikuti Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT ... 89
b. Data Motivasi Belajar Siswa yang Mengikuti Model Pembelajaran Konvensional ... 90
2. Deskripsi Data Kemampuan Motorik Siswa ... 91
a. Data Kemampuan Motorik Siswa yang Mengikuti Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT ... 92
b. Data Kemampuan Motorik Siswa yang Mengikuti Model Pembelajaran Konvensional ... 93
B. Pengujian Persyaratan Analisis ... 93
1. Uji Normalitas ... 93
2. Uji Homogenitas ... 94
3. Hasil Uji Manova dan Uji Hipotesis ... 95
a. Hasil Uji Manova ... 95
b. Pengujian Hipotesis ... 95
4. Diskusi Penemuan ... 99
BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 106
B. Saran ... 107
DAFTAR PUSTAKA ... 108
LAMPIRAN ... 113 DAFTAR RIWAYAT HIDUP
(9)
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan jasmani dan olahraga memiliki tujuan untuk memberikan pendekatan terhadap sisi kemampuan berfikir, pengetahuan yang diperoleh melalui proses pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga. Dari segi psikomotor, pendidikan jasmani bertujuan untuk membentuk peserta didik mampu melakukan gerak tubuh dan kontrol tubuh. Dari segi afektif, pendidikan jasmani dan olahraga bertujuan untuk membentuk peserta didik dalam segi emosional, yang berkaitan dengan perhatian, sikap dan nilai, motivasi, dan perkembangan watak. Seperti yang dikemukakan oleh Bucher (dalam Suherman, 2009, hlm. 7) mengenai empat kategori tujuan pendidikan jasmani, yaitu:
1. Perkembangan fisik. Tujuan ini berhubungan dengan kemampuan melakukan aktivitas-aktivitas yang melibatkan kekuatan-kekuatan fisik dari berbagai organ tubuh seseorang (physical fitness).
2. Perkembangan gerak. Tujuan ini berhubungan dengan kemampuan melakukan gerak secara efektif, efisien, halus, indah, sempurna (skill ful).
3. Perkembangan mental. Tujuan ini berhubungan dengan kemampuan berfikir dan menginterpretasikan keseluruhan pengetahuan tentang pendidikan jasmani ke dalam lingkungannya.
4. Perkembangan sosial. Tujuan ini berhubungan dengan kemampuan siswa dalam menyesuaikan diri pada suatu kelompok atau masyarakat. Melalui pendidikan jasmani diharapkan dapat merangsang perkembangan dan pertumbuhan jasmani peserta didik, merangsang perkembangan sikap, mental, sosial, emosi yang seimbang serta keterampilan gerak peserta didik. Pentingnya peranan pendidikan jasmani di sekolah maka harus diajarkan secara baik dan benar. Pendidikan jasmani seperti arti kata dasarnya adalah pendidikan yang memanfaatkan jasmani. Wujud aktivitas jasmani dimanfaatkan untuk memerankan tujuan pendidikan aktivitas jasmani, yang kemudian tercermin menjadi gerak berkembang menjadi pendidikan gerak.
Pendidikan Indonesia masih menunjukan kualitas rendah. Pernyataan tersebut dibuktikan antara lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat
(10)
Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala yang menunjukkan, bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998), dan ke-109 (1999). Fakta selanjutnya ditunjukkan data Balitbang (2003) bahwa dari 146.052 SD di Indonesia ternyata hanya delapan sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Primary Years Program (PYP). Dari 20.918 SMP di Indonesia ternyata juga hanya delapan sekolah yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Middle Years Program (MYP) dan dari 8.036 SMA ternyata hanya tujuh sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Diploma Program (DP).
Salah satu permasalahan mutu pendidikan di Indonesia adalah rendahnya kualitas proses pembelajaran seperti metode mengajar guru yang tidak tepat, kurikulum, manajemen sekolah yang tidak efektif dan kurangnya motivasi siswa dalam belajar. Pembelajaran di kelas yang selama ini berpusat pada guru dan tidak memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk aktif. Guru selalu menggunakan metode ceramah tanpa ada variasi lain dalam penyampaian materi pelajaran kepada siswa. Hal tersebut merupakan fakta dalam pemberitaan di media massa tempo.co bahwa Indonesia pada tahun 2012 dikategorikan sebagai salah satu negara dengan peringkat terendah dalam mutu pendidikan menurut Programme for International Study Assessment (PISA). PISA menilai dari kemampuan pelajar usia 15 tahun dalam kemampuan membaca, matematika, dan sains.
Pelajaran pendidikan jasmani di sekolah merupakan mata pelajaran yang menjemukan, realita lapangan menunjukan bahwa peserta didik tidak memiliki kemauan belajar yang tinggi. Banyak peserta didik merasa tidak nyaman di dalam kelas, tidak mampu memahami dengan baik pelajaran yang disampaikan oleh guru-guru mereka. Hal ini menunjukan bahwa peserta didik tidak mempunyai motivasi yang kuat untuk belajar. Peserta didik masih menganggap kegiatan belajar tidak menyenangkan dan memilih kegiatan lain di luar kontek belajar seperti menonton televisi, sms, dan bergaul dengan teman sebaya.
(11)
Rendahnya motivasi belajar peserta didik akan membuat mereka tertarik pada hal-hal yang negatif. Secara harfiah peserta didik tertarik pada belajar, pengetahuan, seni (motivasi positif) namun mereka juga bisa tertarik pada hal–hal yang negatif seperti minum obat- obatan terlarang, membolos pada jam pelajaran, tawuran antar pelajar, pergaulan bebas dan lainnya. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan fakta yang banyak diberitakan oleh media massa seperti surat kabar maupun internet. Fakta tersebut diberitakan solopos.com pada hari Selasa (3/7/2012) bahwa seorang pelajar yang masih duduk kelas IX SMP swasta di Klaten ditangkap oleh aparat Polres Klaten karena mengedarkan narkoba jenis sabu-sabu. Tersangka berinisial RP ini mengaku menjadi kurir karena disuruh oleh kakak kandungnya.
Salah satu upaya yang sangat mungkin bisa dilakukan untuk mengantisipasi menurunnya perilaku pada sebagian peserta didik di sekolah adalah melalui penyelenggaraan kegiatan pembelajaran pendidikan jasmani dengan baik. Batasan Pendidikan Jasmani menurut UNESCO dalam “International Charter Of Physical Education And Sport” (dalam Harsuki, 2003, hlm. 27-28) dijelaskan bahwa:
Pendidikan jasmani adalah satu proses pendidikan seseorang sebagai individu atau anggota masyarakat yang dilakukan secara sadar dan sistematik melalui berbagai kegiatan jasmani dalam rangka meningkatkan kemampuan dan keterampilan jasmani, pertumbuhan kecerdasan dan pembentukan watak. Di dalam intensifikasi penyelenggaraan pendidikan sebagai suatu proses pembinaan pendidikan jasmani sangat penting memberikan kesempatan pada siswa untuk terlibat langsung dalam aneka pengalaman belajar melalui aktivitas jasmani.
Pendidikan jasmani sebagai media untuk mendorong perkembangan keterampilan motorik dan kemampuan fisik. Selanjutnya menurut Gabbard, Le Blanc, dan Lowy (dalam Nurhasan, 2005, hlm. 12) : “Pendidikan jasmani pada siswa sekolah menengah pertama bertujuan untuk membentuk karakter peserta didik agar sehat jasmani dan rohani dan menumbuhkan rasa sportivitas.”
Umumnya anak berusia 12-16 tahun pada masa ini akan melanjutkan keterampilan gerak dasar yang telah didapat sebelumnya sehingga karakteristik dan kemampuan anak-anak yang mengarah pada aspek edukatif yang
(12)
menumbuhkan rasa senang dalam berolahraga, mengembangkan kapasitas fisik secara menyeluruh, memberikan pengalaman gerak yang bermacam-macam agar anak memiliki perbendaharaan gerak yang lengkap dan beragam terutama dalam bentuk-bentuk permainan, selain itu dapat juga mengajar keterampilan dasar/teknik dasar dan tidak kalah pentingnya juga dapat menanamkan kebiasaan dan sikap mental yang baik (disiplin, tekun, semangat, keberanian, berkosentrasi dan kejujuran). Dengan demikian, anak yang mengalami kematangan gerak dasar yang baik akan lebih senang melakukan kegiatan yang melibatkan gerak badannya. Sedangkan kematangan gerak dasar yang kurang akan lebih senang melakukan kegiatan yang sedikit melibatkan aktivitas geraknya.
Dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani masih banyak guru yang tidak melaksanakan evaluasi pembelajaran terhadap kemampuan gerak (Motor Ability) yang dilakukan siswa. Berhasilnya pengelolaan mata pelajaran pendidikan jasmani dengan situasi dan kondisi pembelajaran yang berorientasi bahwa peserta didik menyukai, menghargai dan bersungguh-sungguh dalam mengikuti proses pembelajaran dan mempunyai dampak positif dalam kehidupan sehari-hari.
Persoalan yang muncul adalah bagaimana guru pendidikan jasmani dapat menciptakan, mendorong dan mengelola situasi pembelajaran dengan segenap kemampuannya agar peserta didik dapat belajar dan mencapai tujuan yang diharapkan. Untuk dapat mencapai tujuan pencapaian keterampilan gerak yang baik melalui pembelajaran pendidikan jasmani bukan merupakan upaya yang mudah. Dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani guru harus dapat mengajarkan berbagai keterampilan gerak dasar, teknik dan strategi permainan, olahraga, internalisasi nilai-nilai (sportifitas, jujur kerjasama, dan lain-lain) dari pembiasaan pola hidup sehat. Siedentop (1991, hlm. 36) mengemukakan tiga fungsi utama guru pada saat melakukan pembelajaran sebagai berikut: “Three major functions occupy most of the attention of physical educators as they teach: managing students, directing and instructing students, and monitoring/ supervising students.”
Pelaksanaannya bukan melalui pengajaran konvensional di dalam kelas yang bersifat kajian teoritis, namun melibatkan unsur fisik mental, intelektual,
(13)
emosional dan sosial. Aktivitas yang diberikan dalam pengajaran harus mendapatkan sentuhan didaktik-metodik, sehingga aktivitas yang dilakukan dapat mencapai tujuan pengajaran. Melalui pendidikan jasmani diharapkan peserta didik dapat memperoleh berbagai pengalaman untuk mengungkapkan kesan pribadi yang menyenangkan, kreatif, inovatif, terampil, meningkatkan dan memeliharan kesegaran jasmani serta pemahaman terhadap gerak manusia. Wijaya (2008, hlm 129) mengungkapkan :
Pembelajaran pada dasarnya adalah proses penambahan informasi dan kemampuan, ketika berfikir informasi dan kompetensi apa yang dimaksud oleh siswa, maka pada saat itu juga kita semestinya berfikir strategi apa yang harus dilakukan agar semua itu dapat tercapai secara efektif dan efesien. Ini sangat penting untuk dipahami oleh setiap guru, sebab apa yang harus dicapai akan menentukan bagaimana cara mencapainya.
Dalam sejarah pendidikan di Indonesia pondok pesantren merupakan pendidikan tertua yang telah melahirkan tokoh-tokoh pergerakan nasional serta tokoh-tokoh masyarakat yang memiliki andil besar tehadap bangsa Indoneseia khususnya dalam upaya pencerdasan dan pembentukan jiwa yang sempurna. Secara mayoritas pondok pesantren merupakan komunitas belajar keagamaan yang erat hubungannya dengan lingkungan masyarakat sekitar pondok pesantren. Pondok pesantren yg mempertahankan kemurnian identitas asli sebagai tempat mendalami ilmu-ilmu agama (tafaqquh fid-din) bagi para santrinya. Semua materi yg diajarkan di pesantren ini sepenuhnya bersifat keagamaan yg bersumber dari kitab-kitab berbahasa arab (kitab kuning) yg ditulis oleh para ulama‟ abad pertengahan.
Terkait dengan penyelenggaraan mata pelajaran umum secara khusus pendidikan jasmani di pesantren Yasmadi (2002, hlm. 78) menyatakan bahwa:
Lemahnya visi dan tujuan pendidikan pesantren merupakan penekanan yang berlebihan terhadap satu aspek disiplin keilmuan tertentu, sehingga mengabaikan aspek keilmuan lainnya yang mana telah mengalami penyempitan orientasi kurikulum. Karena pelajaran agama masih dominan di beberapa lingkungan pesantren, bahkan materinya hanya khusus disajikan dalam bentuk bahasa arab, dan pengetahuan umum dilaksanakan hanya setengah-setengah, sehingga kemampuan santri terbatas dan masih kurang mendapat pengakuan dari sebagian masyarakat.
(14)
Pengembangan kurikulum pesantren pada dasarnya tidak bisa lepas dari visi pembangunan nasional yang berupaya menyelamatkan dan memperbaiki kehidupan nasional yang tertera dalam GBHN. Menurut Sulthon, M. dan Khusnuridho (2004, hlm. 72) secara konseptual, perwujudan masyarakat berkualitas dapat dibangun melalui perubahan kurikulum pesantren yang berusaha membekali para santri untuk menjadi subyek pembangunan yang mampu menampilkan keunggulan santri yang tangguh, kreatif, dan profesional pada bidangnya masing-masing.
Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam mengembangkan potensi-potensi manusia yaitu potensi jasmani dan rohani. Pendidikan hendaknya mampu mengembangkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik anak didik secara maksimal. Di zaman era globalisasi ini banyak pengaruh negatif yang kita temukan di lapangan yaitu adanya kenakalan remaja, pergaulan bebas, dan tawuran antar pelajar. Oleh karena itu dunia pendidikan melakukan inovasi dan kreasi dengan menawarkan konsep boarding school atau sekolah asrama. Di sekolah boarding school Anak didik bisa belajar lebih maksimal, fokus, bisa berinteraksi langsung dengan guru, dan selalu terkontrol akativitas di asrama. Manfaat lain adalah anak didik bisa belajar mandiri. Di lingkungan sekolah, para siswa dapat melakukan interaksi dengan sesama siswa, bahkan berinteraksi dengan para guru setiap saat.
Pondok pesantren PERSIS Tarogong kabupaten Garut merupakan salah satu pesantren yang menerapkan sistem boarding school. Kehadiran boarding school telah memberikan alternative pendidikan bagi para orang tua yang ingin menyekolahkan anaknya. Menurut Sutrisno (2009, hlm. 46) menjelaskan boarding school memiliki pola pendidikan yang lebih komprehensif-holistik lebih memungkinkan untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang ideal untuk melahirkan orang-orang yang akan dapat membawa pergerakan kehidupan sosial, politik, ekonomi dan agama. Berbagai potensi anak didik atau subyek belajar lainnya juga harus mendapatkan perhatian yang proporsional agar berkembang secara optimal. Karena itulah aspek atau faktor rasa atau emosi maupun ketrampilan fisik juga perlu mendapatkan kesempatan yang sama untuk
(15)
berkembang sehingga meningkatkan kualitas SDM yang optimal bagi bangsa dan negara. Oleh sebab itu dukungan fasilitas terbaik, tenaga pengajar berkualitas, dan lingkungan yang kondusif harus didorong untuk dapat mencapai cita-cita tersebut.
Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan penulis dengan pimpinan asrama dan pembimbing asrama pondok pesantren PERSIS Kabupaten Garut sebelum dilakukannya penelitian pada tanggal 25 juli 2014. Diperoleh gambaran motivasi belajar santri kelas VII yang bertempat tinggal di asrama cukup rendah, dilihat dari kehadiran santri kelas VII asrama mengikuti pembelajaran pendidikan jasmani yang cukup rendah mereka lebih memilih pergi ke dalam asrama untuk melakukan kegiatan belajar yang bukan pada waktunya, contohnya mengerjakan pekerjaan rumah mata pelajaran lain didalam asrama saat pembelajaran pendidikan jasmani. Selain itu kemampuan santri asrama untuk bergerak dan keaktifan santri dalam pembelajaran pendidikan jasmani cukup rendah, dapat dilihat dari kegiatan siswa yang jarang melakukan kegiatan olahraga meskipun pihak pesantren dalam hal ini pimpinan asrama memberikan keleluasaan waktu disore hari setelah diadakannya muhadoroh atau holaqoh santri asrama tidak memanfaatkan waktu mereka untuk melakukan aktifitas fisik, mereka lebih senang menghabiskan waktunya pergi ke warnet dan berjalan-jalan keluar asrama. Asrori (2009, hlm. 184) menyatakan bahwa :
Seorang siswa dapat dikatakan memiliki motivasi rendah apabila perhatian terhadap pelajaran kurang, semangat juang kurang, mengerjakan sesuatu seperti diminta membawa beban berat, sulit untuk bisa jalan sendiri ketika diberikan tugas, memiliki ketergantungan kepada orang lain, mereka bisa jalan kalau sudah „dipaksa‟, daya konsentrasi rendah, mereka cenderung menjadi pembuat kegaduhan, dan mudah berkeluh kesah dan pesimis ketika menghadapi kesulitan.
Sejalan dengan pendapat diatas, Ahmadi, dkk (2010:83) mengatakan bahwa “seseorang yang motivasinya lemah, tampak acuh tak acuh, mudah putus asa, perhatiannya tidak tertuju pada pelajaran, suka menganggu kelas, sering meninggalkan pelajaran akibatnya banyak mengalami kesulitan belajar”. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yuliani (2013) diketahui bahwa motivasi belajar santri kategori sangat rendah sebanyak 7 orang (25%), yang termasuk kategori rendah sebanyak 11 orang (39%), yang termasuk kategori
(16)
tinggi ada 7 orang (25%), dan yang termasuk kategori sangat tinggi ada 3 orang (11%). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar santri di Pesantren Madinatul Ilmi Islamiyah masih rendah.
Kegiatan pembelajaran dapat berjalan dengan baik dan lancar jika terjadi keharmonisan antara peserta didik dan lingkungan belajar yang diatur oleh guru. Salah satu langkah yang dilakukan guru agar pembelajaran efektif dan efesien adalah memahami dan menguasai bahan pelajaran, menerapkan berbagai model, pendekatan dan strategi pembelajaran sehingga aktivitas dan belajar siswa dapat tercapai secara optimal. Salah satu model pembelajaran yang masih berlaku dan sangat banyak digunakan oleh guru adalah model pembelajaran konvensional. Djamarah (1996, hlm.109),memberikan istilah pengajaran konvensional adalah
Metode pembelajaran konvensional adalah metode pembelajaran tradisional atau disebut juga dengan metode ceramah, karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam proses belajar dan pembelajaran. Dalam pembelajaran sejarah metode konvensional ditandai dengan ceramah yang diiringi dengan penjelasan, serta pembagian tugas dan latihan.
Selanjutnya metode pembelajaran melalui pendekatan secara konvensional menurut Sukandi (2003, hlm. 8), mendefenisikan bahwa :
Pendekatan konvensional ditandai dengan guru mengajar lebih banyak mengajarkan tentang konsep-konsep bukan kompetensi, tujuannya adalah siswa mengetahui sesuatu bukan mampu untuk melakukan sesuatu, dan pada saat proses pembelajaran siswa lebih banyak mendengarkan. Disini terlihat bahwa pendekatan konvensional yang dimaksud adalah proses pembelajaran yang lebih banyak didominasi gurunya sebagai “pentransfer ilmu, sementara siswa lebih pasif sebagai “penerima” ilmu.
Proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif menekankan kepada proses belajar siswa secara maksimal. Model pembelajaran kooperatif bukan model pembelajaran yang hanya menuntut siswa sekedar mendengar dan mencatat, tetapi menghendaki aktivitas siswa dalam proses berpikir. Hal ini sesuai dengan latar belakang psikologis yang menjadi tumpuannya, bahwa pembelajaran itu disebabkan tidak hanya peristiwa hubungan stimulus-respons saja, tetapi juga disebabkan karena dorongan mental yang diatur oleh otaknya.
(17)
Model pembelajaran kooperatif dibangun dalam nuansa dialogis dan proses tanya jawab secara terus menerus. Proses pembelajaran melalui dialog dan tanya jawab itu diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berpikir siswa, dan dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pengetahuan yang mereka konstruksi sendiri. Model pembelajaran ini memungkinkan peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan secara penuh dalam suasana belajar yang terbuka dan demokratis. Siswa bukan lagi sebagai objek pembelajaran, namun bisa juga sebagai tutor bagi teman sebayanya. Beberapa kajian oleh (Deutsch, 1949; Thomas, 1957) telah menemukan bahwa: “Ketika para siswa bekerja bersama-sama untuk meraih sebuah tujuan kelompok, membuat mereka mengekspresikan norma-norma yang baik dalam melakukan apapun yang diperlukan untuk keberhasilan kelompok.”
Model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) adalah salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran peserta didik sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement. Teams Games Tournaments (TGT) pada mulanya dikembangkan oleh David DeVries dan Keith Edwards. Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kejujuran, kerja sama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar (Slavin, 2008, hlm.163).
Dalam penelitian ini, penulis memilih model pembelajaran kooperatif tipe TGT yang mempunyai ciri khas games dan tournament ini menciptakan warna yang positif di dalam kelas karena kesenangan para siswa terhadap permainan tersebut. Berdasarkan pemaparan fenomena di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe TGT (team Games Tournament) terhadap motivasi belajar dan kemampuan motorik siswa melalui mata pelajaran pendidikan jasmani.
(18)
B. Identifikasi Masalah
Mengacu pada pembahasan latar belakang masalah, maka penulis dapat mengidentifikasi berbagai macam permasalahan yang terkait dengan masalah penelitian. Identifikasi masalah tersebut antara lain :
1. Rendahnya kualitas proses pembelajaran seperti metode mengajar guru yang tidak tepat, kurikulum, manajemen sekolah yang tidak efektif dan kurangnya motivasi siswa dalam belajar.
2. Kurangnya pengalaman siswa pada pelajaran pendidikan jasmani untuk mengungkapkan kesan pribadi yang menyenangkan, kreatif, inovatif, terampil, meningkatkan kemampuan gerak dan memeliharan kesegaran jasmani.
3. Guru kurang memahami dan menguasai bahan pelajaran, menerapkan berbagai model, pendekatan dan strategi pembelajaran sehingga aktivitas dan belajar siswa tidak tercapai secara optimal.
Karena luasnya permasalahan yang dihadapi dalam penerapan model pembelajaran TGT (Team Games Tournament) dan agar penelitian ini mempunyai arah dan tujuan yang jelas maka perlu adanya pembatasan masalah. Penelitian yang dilakukan hanya terbatas pada model pembelajaran kooperatif tipe TGT yang dapat diamati serta dapat diukur dan juga diasumsikan dapat mempengaruhi motivasi belajar dan kemampuan motorik siswa. Karena itu penelitian yang dilakukan penulis dapat difokuskan dalam rumusan masalah yang akan diteliti.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka penulis mengidentifikasikan pokok-pokok permasalahan yang akan diajukan dalam penelitian ini, yaitu :
1. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan dari model pembelajaran kooperatif tipe TGT terhadap motivasi belajar siswa kelas VII ?
2. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan dari model pembelajaran kooperatif tipe TGT terhadap kemampuan motorik siswa kelas VII ?
(19)
3. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan dari model pembelajaran konvensional terhadap motivasi belajar siswa kelas VII ?
4. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan dari model pembelajaran konvensional terhadap kemampuan motorik siswa kelas VII ?
5. Apakah model pembelajaran tipe TGT memberikan pengaruh yang lebih baik dibandingkan model pembelajaran konvensional terhadap motivasi belajar pendidikan jasmani dan kemampuan motorik siswa kelas VII ?
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini berdasarkan rumusan masalah di atas penulis ingin mengetahui :
1. Mengetahui pengaruh secara signifikan dari model pembelajaran kooperatif tipe TGT terhadap motivasi belajar siswa kelas VII.
2. Mengetahui pengaruh secara signifikan dari model pembelajaran kooperatif tipe TGT kemampuan motorik siswa kelas VII.
3. Mengetahui pengaruh secara signifikan dari model pembelajaran konvensional terhadap motivasi belajar siswa kelas VII.
4. Mengetahui pengaruh secara signifikan dari model pembelajaran konvensional terhadap kemampuan motorik siswa kelas VII.
5. Mengetahui pengaruh mana yang lebih baik antara model pembelajaran kooperatif tipe TGT dan model pembelajaran konvensional terhadap motivasi belajar pendidikan jasmani dan kemampuan motorik siswa kelas VII.
E. Manfaat Penelitian
Hasil yang diperoleh setelah penelitian ini dilakukan, diharapkan dapat mempunyai manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis.
1. Manfaat secara teoritis
a. Sebagai sumbangan penting dan memperluas wawasan bagi kajian ilmu pendidikan khususnya pendidikan jasmani dalam program pengajaran
(20)
sehingga dapat dijadikan sebagai rujukan untuk pengembangan penelitian pendidikan yang akan datang.
b. Memberikan informasi dan khasanah bagi ilmu pengetahuan yang bersifat ilmiah terutama dalam bidang pedagogi olahraga.
c. Untuk dapat mengembangkan lebih baik model pembelajaran tipe TGT dalam pembelajaran pendidikan jasmani di sekolah.
2. Manfaat secara praktis
a. Bagi Guru Pendidikan Jasmani
Dapat dijadikan pedoman untuk mengembangkan diri dan profesinya sehingga kepercayaan kepada guru pendidikan jasmani menjadi lebih baik. b. Bagi Sekolah
Dapat digunakan untuk kebutuhan proses pembelajaran pendidikan jasmani di sekolah dalam upaya meningkatkan motivasi belajar siswa dan kemampuan motorik pada pembelajaran pendidikan jasmani melalui penerapan model pembelajaran tipe TGT.
c. Bagi Peneliti
Dapat meningkatkan pengetahuan dan pengalaman sebagai peneliti, serta menambah pengalaman dalam mengenali dan berinteraksi dengan orang lain.
F. Struktur Organisasi Tesis
Tesis ini terdiri dari 5 BAB dengan struktur organisasi tesis merujuk kepada pedoman penulisan karya ilmiah Universitas Pendidikan Indonesia (2013).
Pada bab I yang merupakan pendahuluan berisi latar belakang penelitian yang menjelaskan mengapa masalah tersebut diteliti, identifikasi masalah penelitian yang menjelaskan mengapa munculnya variabel-varabel tersebut, rumusan masalah penelitian yang berbentuk pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika organisasi tesis.
Dalam bab 2 memuat tentang kajian pustaka, kerangka pemikiran, dan hipotesis penelitian yang ditunjukan “state of the art” dari teori yang sedang dikaji dalam bidang ilmu yang diteliti. Dan juga berfungsi sebagai landasan
(21)
teoritis dalam menyusun pertanyaan penelitian, tujuan serta hipotesis yang diteliti dalam penelitian ini. Pada kerangka pemikiran adalah suatu tahapan yang merumuskan adanya hipotesis setelah hubungan variabel tersebut di dukung oleh teori yang dirujuk.
Dalam bab 3 pembahasannya adalah penjabaran secara rinci mengenai metode penelitian, dan komponen-komponen didalamnya antara lain adalah :
a. Lokasi dan subjek populasi/sampel penelitian. b. Desain penelitian dan justifikasinya.
c. Metode penelitian dan justifikasinya. d. Definisi operasional untuk setiap variabel. e. Instrumen penelitian
f. Proses penembangan instrumen. g. Teknik pengumpulan data.
h. Analisis data merupakan laporan secara rinci tahap-tahap analisis data. Dalam bab 4 adalah hasil penelitian dan pembahasan, yaitu pengolahan atau analisis data untuk menghasilkan temuan berkaitan dengan masalah penelitian, pertanyaan penelitian, hipotesis, tujuan penelitian dan pembahasan atau analisis temuan.
Dalam bab 5 adalah simpulan dan saran yang menyajikan penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil analisis temuan penelitian.
(22)
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian 1. Lokasi Penelitian
Penulis memilih lokasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sekolah yang menerapkan sistem boarding school yaitu di Pondok Pesantren Persatuan Islam 76 Tarogong Kabupaten Garut Jawa Barat. Dengan waktu pelaksanaan penelitian selama 12 kali pertemuan dalam 4 minggu, setiap minggu dilakukan penelitian sebanyak 3 hari yaitu: hari selasa, hari kamis, dan hari minggu. Menurut Brooks dan Fahey (1984, hlm. 405) menyatakan “bahwa pembelajaran dengan frekuensi 3 kali seminggu akan terjadi peningkatan kualitas keterampilan, karena dengan pembelajaran 3 kali seminggu akan memberikan kesempatan bagi tubuh untuk beradaptasi terhadap beban pelajaran yang diterimanya.” Hal ini dapat dilakukan karena siswa yang menjadi sampel merupakan siswa yang bertempat tinggal di asrama (islamic boarding school).
2. Populasi Penelitian
Populasi adalah sekelompok subjek yang diperlukan oleh peneliti. Objek penelitian ini perlu ditetapkan secara akurat, sebab data yang terkumpul akan diolah dan dianalisa kemudian kesimpulannya digunakan untuk membuktikan kebenaran daripada hipotesis.
Populasi menurut Setyosari (2010, hlm. 168) ”… populasi merujuk pada keseluruhan kelompok dari mana sampel-sampel diambil”. Definisi populasi menurut Arikunto (2006, hlm. 130) Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian.
Berdasarkan pernyataan diatas maka populasi yang ditentukan dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII di Pondok Pesantren Persatuan Islam Tarogong Kabupaten Garut yang bertempat tinggal di asrama (boarding school) berjumlah 30 siswa.
(23)
3. Sampel Penelitian
Penulis menggunakan teknik pengambilan sampel dengan menggunakan teknik total sampling. Menurut Sugiyono (2011, hlm.68) total sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan mengambil seluruh anggota populasi sebagai responden atau sampel. Dengan demikian, penulis mengambil seluruh anggota populasi sebagai sampel dari seluruh siswa kelas VII yang bertempat tinggal di asrama berjumlah 30 siswa putra Pondok Pesantren Persatuan Islam Tarogong Kabupaten Garut. Hal ini dilakukan karena jumlah populasi yang ada relatif kecil, sehingga perlu untuk mengambil semua sampel dalam anggota populasi agar mendapatkan validitas hasilnya.
Terdapat dua aspek yang perlu diperhatikan dalam teknik pengambilan total sampling dalam penelitian ini. Menurut Sangadji (2010, hlm. 189) dua aspek yang terdapat dalam teknik pengambilan total sampling adalah ukuran populasi yang relatif kecil dan bagian populasi yang memiliki karakteristik yang tidak biasa atau jarang. Pertimbangan penulis mengambil keseluruhan dari populasi siswa asrama kelas VII Pondok Pesantren PERSIS Tarogong Kabupaten Garut dengan pertimbangan populasi tersebut memiliki ciri khusus yaitu siswa putra kelas VII yang bertempat tinggal di asrama. Hal ini sesuai dengan objek penelitian penulis yang memilih siswa putra kelas VII yang bertempat tinggal di asrama.
Berdasarkan penjelasan diatas maka sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh siswa putra kelas VII yang bertempat tinggal di asrama (boarding school) berjumlah 30 siswa.
B. Desain Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan desain penelitiannya adalah pretest-posttest control group design, Menurut Azwar, S. (2009, hlm. 118) menjelaskan dalam desain ini efek suatu perlakuan terhadap variabel dependen akan diuji dengan cara membandingkan dengan keadaan variabel dependen pada kelompok eksperimen stelah dikenai perlakuan dengan kelompok kontrol yang tidak dikenai perlakuan.
(24)
Gambar 3.1
Desain Penelitian Pretest-Posttest Control Group Design (Azwar, S. 2009, hlm. 118)
Keterangan :
Ge : Kelompok Eksperimen Gk: Kelompok Kontrol R : Random Assignment
O1: Pretest kelompok eksperimen (motivasi belajar dan kemampuan motorik) O1: Pretest kelompok kontrol (motivasi belajar dan kemampuan motorik) X : Perlakuan kelompok eksperimen dengan model kooperatif tipe TGT -- : Perlakuan kelompok kontrol dengan model konvensional
O2: Posttest kel. eksperimen (motivasi belajar dan kemampuan motorik) O2: Posttest kel. kontrol (motivasi belajar dan kemampuan motorik)
Kekuatan utama desain ini terletak pada pengacakan, yang menjamin adanya kesamaan stastistik antara kedua kelompok itu sebelum eksperimentasi. Namun penggunaan tes awal menyebabkan validitas hasil perlakuan terancam oleh pengaruh interaksi tes dengan perlakuan, pengaruh pengujian, dan pengaruh instrumentasi. Dalam penelitian ini penulis menggunakan random assignment yang berfungsi sebagai syarat sampel memiliki peluang yang sama untuk mendapatkan kelompok undian dalam penelitian ini secara acak, menurut Azwar (2009, hlm. 119) dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a) Seluruh sampel satu persatu diundi untuk menentukan siapa yang masuk kedalam kelompok satu dan siapa yang masuk kedalam kelompok dua. b) Setelah sampel terbagi menjadi dua kelompok kemudian diundi lagi untuk
menentukan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
Maka dengan cara random assignment ini seluruh sampel yang ada dalam penelitian ini berpeluang sama besar dalam menentukan setiap siswa sebagai sampel dalam penelitian ini dan menentukan secara acak kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan cara diundi setelah sampel terbagi menjadi dua kelompok secara heterogen.
Ge (R) O1 X O2
(25)
Sebagai ilustrasi atau sistematika dari desain penelitian pretest-posttest control group design di atas, berikut ilustrasi atau sistematika dari desain penelitiannya adalah :
Tabel 3.1 Sistematika Penelitian
Pemilihan metode dan desain penelitian ini dikarenakan metode dan desain penelitian tersebut mengandung kelompok kontrol, adanya suatu perlakuan, pemilihan subjek secara acak, dan adanya pretest-posttest untuk memastikan efektivitas penerapan metode yang peneliti terapkan.
C. Metode Penelitian
Metode penelitian yang dipakai pada penelitian ini adalah penelitian eksperimen, karena adanya perlakuan (treatment) yang akan diberikan kepada subjek penelitian ini serta untuk mengetahui hubungan sebab akibat diantara variabel. Dikatakan true experimental karena dengan desain ini peneliti dapat mengontrol semua variabel luar yang mempengaruhi eksperimen. Dengan demikian validitas internal penelitian menjadi tinggi. Menurut Maksum (2012, hlm. 67) menjelaskan ciri dari penelitian eksperimen ialah “adanya randomisasi,
Populasi
Penerapan metode pembelajaran TGT
Sample Eksperimen
Tes Awal Kelompok eksperimen Tes Awal Kelompok kontrol
Hasil Hasil
Pengolahan data
Kesimpulan
Penerapan metode pembelajaran konvensional
Tes Akhir Kelompok kontrol Tes Akhir Kelompok eksperimen
(26)
perlakuan, mekanisme kontrol dan ukuran keberhasilan. Apabila suatu penelitian eksperimen memenuhi ke empat hal tersebut maka dapat dikatakan eksperimen murni.” Dalam penelitian ini, peneliti memilih sampel dengan cara dirandom yakni pretest-posttest control group design dengan memilih kelas untuk kelas eksperimen maupun kelas kontrol dengan cara random pula, kemudian adanya mekanisme kontrol untuk melihat efektivitas perlakuan yang diberikan. Perlakuan yang diberikan yakni penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Team Games Tournamnet) yang di berikan pada kelompok eksperimen dan juga penerapan model pembelajaran konvensional yang diberikan pada kelompok kontrol untuk melihat pengaruh dari kedua kelompok terhadap motivasi belajar dan kemampuan gerak siswa.
Limitasi Penelitian
Validitas Penelitian Eksperimen
Dalam penelitian ini desain yang digunakan adalah pretest-posttest control group design. Terdapat beberapa ancaman terhadap metode ini (Fraenkel et. al, 2012, hlm. 280) sebagai berikut:
Tabel 3.2
Analisis Ancaman Validitas Penelitian Eksperimen (pretest-posttest control group design) Design Subjec t Chara cteristi cs M ort ali ty Loca tion Instru ment Decay Data Collector Characte ristics Data Coll ector Bias Testi ng Hist ory Matur ation Attitu de of Subjec ts Regr essio n Imple menta tion pretest-posttest control group
design ++ + - + - - + + ++ - ++ -
Key: (++) 5 strong control, threat unlikely to occur; (+) 5 some control, threat may possibly occur; (–) 5 weak control, threat likely to occur; (?) 5 can’t determine; (NA) 5 threat does not apply.
Berdasarkan tabel di atas dapat dianalisis bahwa ancaman terhadap validitas internal dan validitas eksternal dalam penelitian eksperimen dengan desain penelitiannya pretest-posttest control group design yang dikontrol sangat kuat dalam desain ini ialah karakteristik subjek, kehilangan sampel, instrument decay, kematangan dan regresi. Yang dikontrol kuat ialah tes dan sejarah, sedangkan
(27)
ancaman yang dikontrol lemah dalam desain ini ialah lokasi, karakteristik pengumpulan data, bias pengumpul data, sikap subjek, dan implementasi. Untuk mengatasi ancaman yang dikontrol lemah, peneliti berusaha mengurangi ancaman tersebut, antara lain:
1) Lokasi
Lokasi atau tempat penelitian yang ditentukan oleh peneliti pada saat tes atau pemberian perlakuan (treatment) yakni di Pondok Pesantren PERSIS 76 Tarogong Kabupaten Garut.
2) Karakteristik pengumpul data
Untuk proses pengumpulan data, peneliti dibantu oleh guru pendidikan jasmani dan guru ekstrakurikuler olahraga yang sebelumnya diberi pengarahan mengenai tata cara pengumpulan data pretest dan postest pada (Barrow Motor Ability Test) yang sesuai dengan item tes yang ditetapkan dan untuk mengumpulkan data angket peneliti langsung memberi pengarahandalam mengisi lembar angket dengan jelas kepada subjek penelitian (siswa kelas VII).
3) Bias pengumpul data
Untuk menghindari terjadinya bias pada saat pengumpulan data, peneliti memberikan pengarahan terhadap subjek penelitian tentang bagaimana tata cara pengisian angket dengan jelas dan tes kemampuan motorik menggunakan Barrow Motor Ability Test sesuai dengan item tes yang ditetapkan.
4) Sikap subjek
Selama proses penelitian dari pretest, treatment sampai posttest peneliti didampingi oleh guru asrama. Tes dan treatment dilakukan pada hari yang berbeda sesuai dengan jadwal yang telah dibuat selama proses penelitian berlangsung.
5) Implementasi
Peneliti berusaha tetap menghadirkan guru penjas atau guru asrama pada saat treatment kelompok eksperimen sehingga kelompok eksperimen dan kelompok kontrol belajar secara bersamaan dengan guru yang bersangkutan seperti pembelajaran biasanya.
(28)
D. Definisi Operasional
1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT
Model pembelajaran kooperatif adalah seperangkat strategi dalam pengajaran yang sama-sama memberikan atribut kunci, yang paling penting adalah untuk mengelompokkan siswa ke dalam kelompok belajar dalam jumlah waktu maupun tugas tertentu, dengan harapan semua siswa akan berkontribusi terhadap proses maupun hasil belajar. Metzler (2000, hlm. 221) mendefinisikan model pembelajaran kooperatif sebagai berikut:
It’s a set of teaching strategies that share key attributes, the most
important being the grouping of students into learning teams for set amounts of time or assignment, with the expectation that all students will contribute to the learning process and outcomes.
TGT merupakan model pembelajaran dengan memainkan permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh skor bagi tim mereka masing-masing. Setiap kelompok terdiri dari 5 sampai 6 orang peserta didik yang memiliki kemampuan, jenis kelamin dan suku kata atau ras yang berbeda. Guru menyajikan materi, dan peserta didik bekerja dalam kelompok mereka masing-masing. Model pembelajaran TGT terdiri dari lima langkah tahapan, yaitu tahap penyajian kelas (class precentation), belajar dalam kelompok (teams), permaianan (games), pertandingan dan turnamen (tournament), dan penghargaan kelompok (team recognition).
Langkah-langkah dalam penyajian model kooperatif tipe TGT dalam proses pembelajaran dapat diimplementasikan secara teknis. Slavin (2008 hlm. 171) mengemukakan empat langkah utama dalam pembelajaran dengan teknik TGT yang merupakan siklus regular dari aktivitas pembelajaran, sebagai berikut:
Step 1: Pengajaran, pada tahap ini guru menyampaikan materi pelajaran. Step 2: Belajar Tim, para siswa mengerjakan lembar kegiatan dalam tim
mereka untuk menguasai materi.
Step 3: Turnamen, para siswa memainkan game akademik dalam kemampuan yang homogen, dengan meja turnamen tiga peserta (kompetisi dengan tiga peserta).
Step 4: Rekognisi Tim, skor tim dihitung berdasarkan skor turnamen anggota tim, dan tim tersebut akan direkognisi apabila mereka berhasil melampaui kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.
(29)
Tabel 3.3 Kriteria rata-rata skor
Kriteria ( Rerata Kelompok ) Predikat
≥ 45 Super Team
40 – 45 Great Team
30 – 40 Good Team
Dalam pengimplementasian hal yang harus diperhatikan menurut Slavin (2008, hlm. 175) yaitu:
1) Pembelajaran terpusat pada siswa.
2) Proses pembelajaran dengan suasana berkompetisi.
3) Pembelajaran bersifat aktif ( siswa berlomba untuk dapat menyelesaikan persoalan).
4) Pembelajaran diterapkan dengan mengelompokkan siswa menjadi tim-tim. 5) Dalam kompetisi diterapkan system point.
6) Dalam kompetisi disesuaikan dengan kemampuan siswa atau dikenal kesetaraan dalam kinerja akademik.
7) Kemajuan kelompok dapak diikuti oleh seluruh kelas melalui jurnal kelas yang diterbitkan secara mingguan.
8) Dalam pemberian bimbingan guru mengacu pada jurnal.
9) Adanya system penghargaan bagi siswa yang memperoleh point banyak. Pengembangan episode pembelajaran pendidikan jasmani yang akan diteliti untuk mengimplementasikan model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournamnet (TGT) peneliti membuat kerangka operasionalnya agar mudah untuk diterapkan dalam penelitian (Suherman, 2009, hal. 190).
Tabel 3.4
Kerangka Operasional Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Games Tournament (TGT)
Kegiatan Guru Kegiatan Siswa Konsep/ Materi Inti/ Makna yang harus dikuasai siswa Kegiatan Pendahuluan
Berdoa dan cek kehadiran siswa (secara bersamaan yang
dipimpin oleh guru)
Berdoa oMenanamkan kebiasaan untuk menerapkan nilai-nilai agama
oMengetahui kehadiran siswa
oMengetahui kesehatan siswa untuk mengikuti penjas
(30)
Pemanasan (dipimpin oleh guru di depan siswa)
Pemanasan oMenyalurkan hasrat bergerak bagi siswa oMeningkatkan kesiapan
siswa untuk belajar oMeningkatkan suhu tubuh oMeningkatkan kesiapan
siswa untuk melakukan aktivitas inti
Apersepsi dan menjelaskan tujuan pembelajaran (guru mengorientasikan arah tujuan
pembelajaran kepada siswa)
Mendengarkan dan bertanya apabila belum memahami tujuan pembelajaran yang disampaikan gurunya.
Siswa mengetahui dan memahami apa yang akan dipelajari pada pertemuan
itu. Guru menjelaskan
manajemen pembelajaran (dimana, kapan, dengan siapa,
dan bagaimana pembelajaran dilakukan), termasuk guru
membagi siswa ke dalam beberapa team, setiap team terdiri dari 5-8 orang (guru menginstruksikan kepada siswa secara sederhana sesuai
langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe
TGT yang akan dilakukan)
Menyimak,
memperagakan, dan bertanya apabila tidak
mengerti tugas
managerial yang harus dilakukannya selama PBM.
Pengusaan manajemen dan substansi pembelajaran oleh
siswa
Cek Pemahaman, misal dengan mengajukan pertanyaan, misalnya: berapa
jumlah anggota dalam setiap teamnya, dimana setiap team
berlatih, dsb. ( guru memberikan teknik part/whole kepada siswa untuk tes singkat pemahaman
secara keseluruhan
Menjawab pertanyaan yang diajukan guru.
Untuk mengetahui persentase siswa yang mengusai apa yang harus
dilakukan dalam PBM
Kegiatan Inti
Guru memberikan tugas gerak (permainan bola
besar: sepakbola; menendang menggiring, dan
mengumpan) yang harus dikerjakan oleh masing-masing team pada rentang
waktu tertentu (guru melakukan tes singkat
Siswa latihan menendang, menggiring dan mengumpan
Mengetahui teknikdan strategi untuk meningkatkan hasil
(31)
pemahaman secara keseluruhan dan observasi
singkat kepada siswa dengan materi permainan
bola besar: sepakbola; menendang menggiring, dan
mengumpan) Guru menginstruksikan
siswa melakukan perlombaan dalam team diakhiri dengan skoring dalam bentuk rangking.
Skor rangking 1-5 diperlombakan antar team
(guru memotivasi siswa untuk berlatih menggunakan
teknik teaching by invitation)
Perlombaan antara anggota team untuk memperoleh 5
terbaik
Memperoleh 5 terbaik dari anggota teamnya
untuk diikutsertakan dalam perlombaan antar
team
Guru melaksanakan perlombaan/tournamnet
antar team yang rangkingnya 1-5 (guru tetap
memotivasi siswa dalam teknik intratask variation)
Perlombaan antar team yang berbeda pada rangking yang sama: 1 vs 1; 2 vs 2; hingga 5 vs 5,. Dengan skoring sebagai berikut: rank 1=5; rank 2=4; rank 3=3; rank 4=2; rank 5=1.
Setiap team dan anggota team mengetahui skor
perolehan dari setiap teamnya
Guru memberikan kesempatan berlatih untuk kedua kalinya pada semua
team diakhiri dengan perlombaan dan rangking
hasil perlombaan(guru mengembangkan materi pembelajaran dengan teknik
extending)
Siswa berlatih dalam teamnya masing-masing untuk
meningkatkan skor menendang, menggiring dan mengumpan, diakhiri dengan
lomba antar teamnya. Rangking 1-5 dipersipkan untuk ikut lomba antar team
Siswa mengetahui dan mengembangkan teknik
dan strategi untuk meningkatkan skor hasil
perlombaan teamnya
Melakukan perlombaan untuk yang kedua kalinya
diakhiri dengan rangking dan skoring (guru menggunakan teknik
intratask variation, extending dan applying;
scoring)
Siswa rangking 1-5 di dalam teamnya melakukan perlombaan antar team
Setiap team dan anggota team mengetahui hasil dan skor perolehan (gain)
dari setiap teamnya
Melakukan penilaian team berdasarkan rangking skor (
applying; repetisi, waktu, scoring dan reply)
Menyimak, diskusi, dan bertanya apabila tidak mengerti mengenai apa yang
dilakukannya di PBM
Memahami dan menyadari pentingnya kerjasama serta senang
bekerjasama untuk meraih keberhasilan
(32)
Kegiatan Penutup
Pendinginan/ Pelemasan (guru memimpin cool down
kepada siswa setelah pembelajaran berlangsung)
Siswa mengatur nafas sesuai irama yang dikendalikan guru
Menurunkan suhu tubuh
Melakukan review (guru menggunakan teknik pemodelan pinpoiting kepada
siswa untuk meningkatkan pemahaman siswa dalam PBM yang telah dilakukan)
o siswa menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru o siswa memperagakan
contoh kerjasama yang baik
Mengingatkan kembali materi yang dipelajari
Pemberian tugas (guru memberikan feedback tugas sederhana dan positif kepada
siswa sebelum siswa dibubarkan)
Siswa melakukan tugas tambahan diluar jam pembelajaran sesama
teman
Membiasakan kemandirian siswa dalam belajar untuk
meraih kompetensi diluar jam pelajaran
Merujuk kepada kerangka operasional diatas peneliti dapat mengimplementasikan dengan mudah model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournamnet (TGT) dalam mengembangkan isi materi pembelajaran pendidikan jasmani.
2. Motivasi Belajar
Kegiatan belajar disekolah memerlukan motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik yang dapat mendorong siswa untuk mencapai hasil belajar secara maksimal. Good dan Brophy (1990, hlm. 418) mengemukakan dimensi dan indikator motivasi berdasarkan teori belajar sebagai berikut:
1) Dimensi intrinsik dengan indikatornya adalah dorongan untuk terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran, dorongan untuk mencari tahu hal-hal yang berhubungan dengan pelajaran, dorongan untuk belajar secara mandiri, dan
2) Dimensi ekstrinsik dengan indikatornya adalah dorongan untuk menghindari hukuman guru, dorongan untuk mendapatkan pujian dari guru, dorongan untuk menyenangi hati orang tua, dorongan untuk mendapatkan nilai yang bagus dan dorongan untuk mendapatkan pengakuan dari teman-teman.
(33)
Berdasarkan pernyataan diatas peneliti dapat mengukur aktifitas belajar siswa yang dapat menarik minat siswa dalam melakukan kegiatan belajar pendidikan jasmani. Kaitannya dengan penelitian ini motivasi yang diberikan kepada siswa tingkat sekolah menengah pertama (Tsanawiyah) dengan karakteristik yang dimilikinya, maka tidak hanya melalui motivasi intrinsik yang dapat memacu keingintahuan siswa apa yang dipelajari, namun peneliti juga harus mempersiapkan motivasi ekstrinsik dengan tepat.
3. Kemampuan Motorik
Kemampuan gerak masing-masing individu mempunyai kelebihan dan kekurangan, Oleh karena itu kemampuan gerak dapat dipandang sebagai landasan keberhasilan dimasa akan datang di dalam melakukan tugas keterampilan gerak. Kemampuan motorik seseorang merupakan suatu aktivitas yang sangat penting bagi manusia, karena dengan gerak manusia dapat meraih sesuatu yang menjadi harapannya. Sebagaimana dikemukakan oleh Sukadiyanto (1997, hlm. 70) “kemampuan gerak adalah suatu kemampuan seseorang dalam menampilkan ketrampilan gerak yang luas serta diperjelas bahwa kemampuan motorik suatu kemampuan umum yang berkaitan dengan penampilan berbagai ketrampilan atau tugas gerak.” Sedangkan menurut Ma’mun dan Saputra (2000, hlm. 20) “kemampuan gerak dasar merupakan kemampuan yang biasa siswa lakukan guna meningkatkan kualitas hidup”.
Berdasarkan pernyataan diatas komponen-komponen yang digunakan dalam penelitian ini adalah yang sesuai dengan instrumen kemampuan motorik pada Barrow Motor Ability Test. Karakteristik siswa sekolah menengah pertama (Tsanawiyah) dengan menggunakan instrumen motorik Barrow Motor Ability Test sesuai untuk menunjang perkembangan komponen kemampuan motorik pada siswa kelas VII.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua bentuk, yakni:
(34)
1. Instrumen berbentuk skala untuk motivasi belajar yang terdiri dari dua komponen yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik, dan
2. Bentuk tes kemampuan motorik (Barrow motor ability test) yang terdiri dari : Standing broad jump, Softball throw, Zig-zag run, Wall pass, Medicine ball put dan Lari cepat 50 meter.
1. Instrumen Motivasi belajar
Alat ukur atau instrumen merupakan alat yang digunakan untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian. Bentuk alat ukur yang digunakan berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan dalam penelitian. Mengenai instrumen ini, Sugiyono (2012, hlm. 147) menerangkan sebagai berikut:
Karena pada prinsipnya meneliti adalah melakukan pengukuran, maka harus ada alat ukur yang baik. Alat ukur dalam penelitian biasanya dinamakan instrumen penelitian. Jadi instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati.
Oleh karena itu alat atau instrumen dalam sebuah penelitian mutlak harus ada sebagai bahan untuk pemecahan masalah penelitian yang hendak diteliti. Secara garis besar mengenai alat evaluasi ini Arikunto (1997, hlm. 138) menggolongkannya atas dua macam yaitu tes dan non tes. Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, inteligensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Non tes adalah dengan mengamati sampel yang diteliti sesuai dengan kebutuhan penelitian sehingga diperoleh data yang diinginkan.
Dimensi dan indikator motivasi berdasarkan teori motivasi belajar dari Good dan Brophy (1990, hlm. 418) sebagai berikut:
1. Dimensi intrinsik dengan indikatornya adalah dorongan untuk terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran, dorongan untuk mencari tahu hal-hal yang berhubungan dengan pelajaran, dorongan untuk belajar secara mandiri. 2. Dimensi ekstrinsik dengan indikatornya adalah dorongan untuk menghindari hukuman guru, dorongan untuk mendapatkan pujian dari guru, dorongan untuk menyenangi hati orang tua, dorongan untuk mendapatkan
(35)
nilai yang bagus dan dorongan untuk mendapatkan pengakuan dari teman-teman.
Komponen-komponen tersebut dikembangkan lebih lanjut berdasarkan pengembangan pembentukan motivasi belajar, dalam hal ini sampel diberikan serangkaian pernyataan tentang motivasi belajar yang disajikan dalam bentuk angket. Menurut Arikunto (2010, hlm. 268) Prosedur penyusunan angket adalah sebagai berikut:
a. Merumuskan tujuan yang akan dicapai dalam kuesioner.
b. Mengidentifikasikan variabel yang akan dijadikan sasaran kuesioner. c. Menjabarkan setiap variabel menajdi sub-variabel yang lebih spesifik dan
tunggal.
d. Menentukan jenis data yang akan dikumpulkan, dan menentukan teknik analisisnya.
Pada penyusunan angket instrumen penelitian ini peneliti menggunakan skala Likert, menurut Djali (2008, hlm. 28) skala Likert ialah skala yang dapat dipergunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang suatu gejala atau fenomena pendidikan. Dengan Skala Likert, variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pertanyaan atau pernyataan.
Adapun langkah-langkah dalam penyusunan instrumen penelitian, penulis merumuskan sebagai berikut:
a) Membuat dan menyusun kisi-kisi angket motivasi belajar.
b) Membuat dan menyusun skala penilaian dari angket motivasi belajar. Penulis menyusun angket sebanyak 45 butir pernyataan. Setiap nomor soal pada setiap komponen di random atau diacak untuk mencegah terjadinya bias dalam pengumpulan data.
Untuk lebih jelasnya, berikut ini penulis jabarkan mengenai kisi-kisi angket motivasi belajar pada Tabel 3.5.
(36)
Tabel 3.5
Kisi-kisi Instrumen Penelitian Motivasi Belajar
Variabel Komponen Sub Komponen No.
Soal (+) No. Soal (-) Jumlah Soal Dimensi dan indikator motivasi berdasarkan teori motivasi belajar dari Good dan Brophy (1990, hlm. 418) motivasi intrinsik Keinginan
mengungguli orang lain
7, 10, 11
28, 32 5
Ketekunan dalam mengerjakan tugas
15, 20, 43
3, 22, 30 6 Hasrat dan keinginan
untuk berhasil 12, 18, 23 14, 16, 41 6 Harapan dan cita-cita
masa depan
4, 8, 19 17, 13, 42
6
motivasi ekstrinsik
Penghargaan oleh guru dalam belajar
25, 27, 39
31, 33, 45
6 Kondisi lingkungan
belajar
1, 2, 26 5, 6, 44 6 Dorongan dari
keluarga/orang tua
21, 9, 34
29,40 5
Kelengkapan fasilitas untuk belajar
24, 35, 37
38, 36 5
Jumlah 45
2. Instrumen Kemampuan Motorik
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes motor ability (Barrow motor ability tes) menurut Johnson dan Nelson (dalam Nurhasan 2000, hlm 100-103) terdiri dari: 1) Standing Broad Jump, 2) Zig-zag Run, 3) Soft Ball Throw, 4) Wall Pass, 5) Lari cepat 50 Meter, 6) Medicine Ball-Put petunjuk pelaksanaan tes ini akan peneliti uraikan di bawah ini:
1. Standing Broad Jump
Tujuan : Untuk mengukur kekuatan otot tungkai Jenis kelamin : Laki-laki dan wanita
(37)
Peralatan : Lapangan yang datar, alat pencatat, roll meter, dan kapur Pelaksanaan : Siswa berdiri pada papan tolak dengan lutut ditekuk sampai
membentuk sudut 450 kedua lengan lurus kebelakang. Kemudian siswa menolak kedepan dengan kedua kaki sekuat-kuatnya dan mendarat dengan kedua kaki. Siswa diberi kesempatan 3 kali percobaan.
Penilaian : Hasil lompatan diukur pada bagian belakang tapak kaki, dilakukan tiga kali.
2. Soft Ball Throw
Tujuan : Mengukur kekuatan otot lengan dan bahu Jenis kelamin : Laki-laki dan wanita
Peralatan : Alat pencatat, roll meter, lakban, bola soft ball
Pelaksanaan : Siswa melempar bola soft ball sejauh mungkin dibelakang garis batas. Subyek diberikankesempatan melempar sebanyak tiga kali lemparan.
Penilaian : Jarak lemparan terjauh dari ketiga lemparan. dan hasil lemparan dicatat.
3. Zig-zag Run
Tujuan : Untuk mengukur kelincahan kaki Jenis kelamin : Laki-laki dan wanita
Peralatan : Alat pencatat, kerucut, stop watch, diagram
Pelaksanaan : Siswa berdiri dibelakang garis start, bila ada aba-aba “ya” ia lari secepat mungkin mengikuti arah panah sesuai dengan diagram sampai batas finish, siswa diberi kesempatan melakukan tes ini sebanyak 3 kali kesempatan. Gagal bila menggeserkan tonggak, tidak sesuai pada diagram tes.
(38)
Penilaian : Catat waktu tempuh terbaik dari 3 kali percobaan. 4. Wall Pass
Tujuan : Mengukur koordinasi mata dan tangan Peralatan : Bola basket, stop watch dan dinding tembok.
Pelaksanaan : Siswa berdiri dibelakang garis batas sambil memegang bola basket dengan kedua tangan didepan dada, bila ada aba-aba “ya” siswa dengan segera melakukan lempar tangkap kedinding selama 15 detik.
Penilaian : Jumlah bola yang dapat dilakukan lempar tangkap (tanpa harus jatuh ke tanah) selama 15 detik.
5. Lari cepat 60 yard (50 meter)
Tujuan : Mengukur kecepatan
Peralatan : Stop watch, lintasan yang berjarak 50 meter.
Pelaksanaan : Siswa lari secepat mungkin dengan menempuh jarak 50 meter. Siswa diberikan kesempatan melakukan hanya satu kali. Penilaian : Waktu dari mulai aba-aba “ya” sampai testi tersebut melewati
garis finish. 6. Medicine Ball-Put
Tujuan : Mengukur kekuatan otot lengan
Peralatan : Bola medicine, pita ukuran, bendera juri.
Pelaksanaan : Siswa berdiri di belakang garis batas sambil memegang bola didepan dada dengan badan condong 450. Kemudian bola didorong kedepan secepat dan sekuat mungkin sebanyak tiga kali lemparan.
Penilaian : Jumlah lemparan yang terjauh dari dua kali lemparan. Jarak lemparan dicatat sampai cm.
Cara men-skor keseluruhan (batre) digunakan rumus (General Motor Ability Scoring) yaitu: Rumus : Skor Keseluruhan = 2 (standing broad jump) + 1,6 (soft G.M.A.S ) ball throw) + 1,6 (zig- zag ran) + 1,3 (wall pas) + 1,2 (medicine ball put) + 60 yard dash.
(39)
System melakukan tes general motor ability di sesuaikan dengan panduan tes yang ada setelah itu masukkan semua hasil tes ke rumus yang ada dan akan mendapatkan hasil kemampuan gerak umum anda. Tujuan untuk melakukan tes gerak umum adalah untuk mengetahui seberapa besar kemampuan gerak umum yang anda miliki setelah di rata- ratakan.
Penilaian berskala untuk penguasaan tes kemampuan motorik dibuat dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Proses Tes Kemampuan Motorik
Sebelum tes dilakukan maka peneliti terlebih dahulu mempersiapkan alat-alat pengumpul data, lapangan tempat tes dan tenaga pembantu pelaksana tes.
1. Alat Pengumpul Data
Alat-alat pengumpul data yang dipersiapkan seperti: (1) format atau blanko tes yang dapat menampung data pribadi siswa; (2) lapangan yang digunakan untuk melakukan tes; (3) stopwatch dan meteran; dan (4) alat tulis.
2. Penyusunan Format Pengamatan
Pengisian format pengamatan komponen tes kemampuan motorik siswa kelas VII dilakukan dengan cara mengisi tabel berupa nilai yang diperoleh siswa. Komponen yang di berikan penilaiannya terdiri dari: (1) Standing broad jump; (2) soft ball throw; dan (3) wall pass; (4) zig-zag run; (5) lari cepat 50 meter; (6) medicine ball-put yang digolongkan dalam komponen-komponen tes kemampuan motorik umum menurut Barrow (dalam Kirkendall, 1980).
Tabel 3.6
Format Tes Kemampuan Motorik Kelas VII
Nama
Barrow Motor Ability Test
Standing Broad
Jump
Shoot-put with Softball
Zig-zag
Run Wall Pass
Lari Cepat 50 Meter
Medicine
Ball-put ∑ π A Dinar
B Akbar C Hazfil D Ridho
(40)
F. Proses Pengembangan Instrumen
1. Sampel Uji Coba Instrumen Penelitian
Sampel yang digunakan dalam uji coba instrumen penelitian ini adalah siswa kelas VII Putra MTs Pondok Pesantren Persis Rancabango Kabupaten Garut yang tidak dijadikan sampel penelitian.
2. Waktu dan Tempat Uji Coba Instrumen Penelitian Pelaksanaan uji coba instrumen penelitian ini dilaksanakan:
Hari dan Tgl/ waktu : Rabu, 6 Agustus 2014 /pukul 08.00 WIB – selesai.
Tempat : MTs Kelas VII Pondok Pesantren PERSIS Rancabango, Kabupaten Garut, Jawa Barat.
3. Uji Validitas
Validitas pada dasarnya adalah kemampuan alat ukur untuk dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Dalam perhitungan validitas menggunakan daya beda. Daya beda (diskriminasi) suatu butir tes adalah kemampuan suatu butir untuk membedakan antara peserta tes yang berkemampuan tinggi dan berkemampuan rendah. Daya beda butir dapat diketahui dengan melihat besar kecilnya indeks diskriminasi atau angka yang menunjukkan besar kecilnya daya beda. Adapun fungsi dari daya pembeda tersebut adalah mendeteksi perbedaan individual yang sekecil-kecilnya diantara para peserta tes. Dikarenakan jenis data dalam penelitian ini menggunakan data yang berbentuk dikotomi maka dalam penelitian ini menggunakan perhitungan menggunakan korelasi point biserial. Rumus khusus korelasi product moment yang dikenal dengan korelasi point biserial untuk data dalam bentuk dikotomi. ̅ ̅
√
Dimana ̅ , mean total skor peserta yang memiliki jawaban benar. ̅adalah mean skor total Sx, adalah standar deviasi skor total, p adalah proporsi peserta ujian yang menjawab benar pada butir tes sedangkan q adalah 1 - p. Rumus korelasi point biserial juga dapat diturunkan langsung dari rumus korelasi produk momen tanpa membuat pembatasan asumsi.
(41)
Tabel 3.7
Patokan Indeks Daya Beda
Indeks daya beda Evaluasi butir
0,4 ke atas Butir yang sangat baik
0,3 – 0,39 Sedikit atau tidak memerlukan revisi
0,2 – 0,29 Butir memerlukan revisi
< 0,19 Butir harus dieliminasi
Hasil Uji Validitas
Agar memudahkan dalam proses perhitungan statistik peneliti menggunakan perhitungan menggunakan SPSS versi 16, prosedur dalam penghitung dengan SPSS yaitu pertama memasukan data tiap butir item kedalam menu data view, kemudian klik analysis-scale-reliability analysis dan untuk melihat hasilnya dapat dilihat dilampiran. Untuk menentukan instrumen itu valid atau tidak dengan melihat tabel nilai-nilai r Product Moment yang dapat dilihat dilampiran. Untuk mengetahui tiap item tes tersebut valid atau tidak valid dengan membandingakan hasil perhitungan corrected item- total correlation (rhitung) dengan rtabel. Dengan signifikansi untuk α = 0,05 dan dk = 40 - 2 = 38,maka diperoleh nilai-nilai r = 0,320. Berikut kaidah keputusannya jika rhitung> dari nilai rtabel berarti valid dan jika rhitung< dari rtabel berarti tidak valid. Berikut tabel hasil dari uji validitas instrumen yang telah dilakukan:
Tabel 3.8
Tabel Uji Validitas Butir Item Tes Motivasi Belajar Nomor Item Soal r hitung r table Keterangan
1 2,663 1,721 Valid
2 2,691 1,721 Valid
3 1,999 1,721 Valid
4 2,300 1,721 Valid
5 3,475 1,721 Valid
6 2,472 1,721 Valid
7 2,833 1,721 Valid
8 3,747 1,721 Valid
9 3,670 1,721 Valid
10 2,063 1,721 Valid
11 2,295 1,721 Valid
12 3,235 1,721 Valid
(42)
14 0,240 1,721 Tidak Valid
15 2,012 1,721 Valid
16 2,804 1,721 Valid
17 1,199 1,721 Tidak Valid
18 3,678 1,721 Valid
19 3,716 1,721 Valid
20 5,616 1,721 Valid
21 3,690 1,721 Valid
22 2,142 1,721 Valid
23 3,112 1,721 Valid
24 3,223 1,721 Valid
25 2,524 1,721 Valid
26 3,555 1,721 Valid
27 3,326 1,721 Valid
28 2,160 1,721 Valid
29 3,549 1,721 Valid
30 1,959 1,721 Valid
31 3,792 1,721 Valid
32 1,571 1,721 Tidak Valid
33 2,850 1,721 Valid
34 1,995 1,721 Valid
35 1,902 1,721 Valid
36 2,369 1,721 Valid
37 2,512 1,721 Valid
38 1,713 1,721 Tidak Valid
39 1,804 1,721 Valid
40 2,110 1,721 Valid
41 2,327 1,721 Valid
42 1,925 1,721 Valid
43 1,527 1,721 Tidak Valid
44 2,285 1,721 Valid
45 1,953 1,721 Valid
Berdasarkan hasil perhitung diatas sebanyak 40 item butir tes dinyatakan valid, maka item tes tersebut digunakan sebagai instrumen penelitian.
4. Uji Reliabilitas
Dikarenakan bentuk dari uji coba instrumen penelitian menggunakan skor dikotomi yaitu hanya jawaban benar dan salah, maka dalam perhitungan reliabilitas uji coba instrumen penelitian menggunakan prosedur homoginitas Kuder Richardson (KR). Seperti yang diterangkan Suherman (2001, hlm. 62) “Kr
(43)
20 ini didasarkan pada proposi jawaban benar dan jawaban salah pada masing-masing item tes.” Untuk menghitungnya dengan menggunkan rumus Kr 20, yaitu:
rxx =
Keterangan:
K = Jumlah item tes
SX2 = Variansi tes atau standar deviasi pangkat dua p = Proporsi jawaban benar pada satu item tes q = Proporsi jawaban salah pada satu item tes
pq dihitung pada masing-masing item, selanjutnya dijumlahkan untuk mendapatkan pq.
Hasil Uji Reliabilitas
Agar memudahkan dalam proses perhitungan statistik peneliti menggunakan perhitungan menggunakan SPSS versi 16, prosedur dalam penghitung dengan SPSS yaitu pertama memasukan data tiap butir item yang sudah valid sebanyak 40 item butir tes kedalam menu data view, kemudian klik analysis-scale-reliability analysis dan untuk melihat hasilnya dapat dilihat dilampiran. Berikut tabel hasil dari uji validitas instrumen yang telah dilakukan:
Tabel 3.9
Uji Reliabiltas Uji Coba Instrumen Motivasi Belajar
Cronbach's Alpha N of Items
0,875 40
Berdasarkan hasil tabel diatas terlihat nilai Cronbac’s Alpha 0.875 atau 87.5% atau lebih dari 0.60 atau 60% artinya instrumentini reliabel.
G. Teknik Pengumpulan Data
Variabel-variabel yang akan diteliti sebagai landasan untuk memperoleh data penelitian meliputi :
1. Model pembelajaran TGT (Team Games Tournament), 2. Motivasi belajar siswa kelas VII, dan
3. Kemampuan Motorik siswa kelas VII.
(1)
B. Saran
1. Bagi kepala sekolah sekolah MTs PERSIS Tarogong Kabupaten Garut semestinya lebih mampu mendayagunakan segenap potensi/ kemampuan guru pendidikan jasmani seoptimal mungkin terhadap kelancaran proses belajar mengajar pendidikan jasmani.
2. Bagi sekolah, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan koreksi dalam pelaksanaan pembelajaran pendidikan jasmani reguler agar menjadi lebih baik.
3. Bagi guru pendidikan jasmani di MTs PERSIS Tarogong Kabupaten Garut, untuk meningkatkan kualitas belajar pembelajaran pendidikan jasmani di Pesantren terutama yang berkaitan dengan metode mengajar ketika penyampaian tugas gerak dilapangan, partisipasi belajar pada siswa, memotivasi siswa untuk melakukan tugas gerak dalam pembelajaran, serta memodifikasi media pembelajaran agar lebih kreatif dan inovatif agar dapat menunjang kemampuan motorik anak disetiap aktifitas fisiknya.
4. Bagi yang akan melakukan penelitian lebih lanjut tentang motivasi belajar dan kemampuan motorik siswa pendidikan jasmani disarankan agar melakukan penelitian dengan melibatkan variabel teknik videotaping baik untuk model pembelajaran kooperatif maupun metode pembelajaran konvensional.
(2)
DAFTAR PUSTAKA
Abdul, A. (2006). Pembaruan Pesantren.Yogyakarta: Pustaka Pesantren.
Ahmadi dan Supriyono, W. (2010). Psikologi Belajar. Jakarta: PT.Rineka Cipta. Andriani, V. (2010). Penerapan Pembelajaran Model Siklus Belajar yang Dipadu
dengan Teams Games Tournament (TGT) untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Siswa Kelas X-A DMA Yadika Bangil, Kabupaten Pasuruan Jawa Timur. Skripsi, Universitas Negeri Malang.
Asrori, Muhammad. 2009. Psikologi Pembelajaran. Bandung: CV.Wacana Prima. Arikunto, S. (1995). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:
Rineka Cipta.
Azwar, S. (2009). Metode Penelitian. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Brooks, dan Fahey. (1984). Sport Foundation for Elementary Physical Education. : A Tactical Games Approach.
Marsh, dan Colin. (1996). Sport Foudation for Elementary Physical Education. Champaign: Human Kinetics.
Dimyati. (2005). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Depdikbud
Djamarah, dan Syaiful, B. (2002). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Eugene, L., Grant, Richard, S., Leavenworth, (1991). ”Pengendalian Mutu statistik Jilid 2”, Penerbit Erlangga.
Eric Baum, (2004). What is Thought, Chapter Two: The Mind is a Computer Program. MIT Press. ISBN 0-262-02548-5.
Frankel. Et. al. (2012). How To Design and Evaluate Rese arch In Education. Library of Congress Cataloging-in-Publication Data
Ganyonk, Y., (2012). Kemampuan Gerak Umum. [Online]. Tersedia di:
(3)
Halim, F. T., (2009) Boarding School dan Pesantren Masa Depan. [Online]. Tersedia di http://masthoni.wordpress.com/2009/06/14/ boarding-school-dan-pesantren-masa-depan/#more-162. [diakses 20 Juli 2014].
Hamalik,O. (2003). Proses Belajar Mengajar. Bandung: Bumi Aksara.
Harold M. Barrow, Rosemery McGee, (1976) A Practical Approach to Measurement in Physical Education, Philadelphia : Lea and Fiberger.
Harsuki. (penyunting) (2003) International Charter Of Physical Education And Sport. UNESCO
Hasbullah, (1999) Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan,Jakarta : PT RajaGrafindo Persada
Hurlock, E. (1980). Psikologi Perkembangan : suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Edisi ke lima. Jakarta : Erlangga
Hidayat, Y. (2010). Psikologi Olahraga. Bandung: CV. Bintang Warli Artika Husdarta, H.J.S.. (2011). Psikologi Olahraga. Bandung: ALFABETA
Isjoni. (2012). Cooperative Learning, Mengembangkan Kemampuan Belajar Berkelompok. Bandung : Alfabeta.
Jhonson, D. W., (2002) Cooperative Learning Methods. A Meta-Analysis. Journal of Research in Education.
Johnson, Nelson., (1986). Practical Meausurement for Evaluation in Physical Education. New York: Macmillan Publishing Company
Kholil, S. (2006), Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: Citapustaka Media. Lie, A., (2008). Cooperative Learning, Mempraktikkan Cooperative Learninng di
Ruang-ruang Kelas. Jakarta: P.T. Grasindo
Lutan, Rusli. (1988). Belajar Keterampilan Motorik Pengantar Teori dan Metode. Jakarta: P2LPTK Dirjen Dikti Depdikbud
Ma’mun, A., dan Saputra, Y. M., (1999). Perkembangan Gerak dan Belajar Gerak. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Ditjen Pendas.
Maksudin, (2006). Pendidikan Nilai Sistem Boarding School di SMP IT Abu Bakar (Hasil Penelitian Untuk Disertasi), Yogyakarta : Program Pasca Sarjana UIN Sunan Kalijaga
(4)
Metzler, Michael W.. (2000). Intructional Models for Physical Education. Massachusetts: Allyn and Bacon
Mundakir, (2011). Sifat – Sifat Model Pembelajaran. Bandung : Alfabeta
Muslimin, Sutrisno, (2009). Boarding School: Solusi Pendidikan Untuk Melahirkan Pemimpin Masa Depan. [Online]. Tersedia di http://sutris02.wordpress.com/. [diakses 20 juli 2014].
Nurhasan. (2000). Tes dan Pengukuran Pendidikan Olahraga. Bandung: Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan, Universitas Pendidikan Indonesi. Nurcholis,(1997). Bilik-Bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan, Jakarta:
Paramadina.
Rahayuningsih. (2011). Penerapan Pembelajaran Kontekstual dengan Metode Belajar Kooperatif TGT untuk Meningkatkan Motivasi, Aktivitas, dan Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas VII A SMPN 3 Jember. Tesis, Universitas Negeri Malang.
Sadia, I Wayan. (2007). Pengembangan kemampuan berpikir formal siswa SMA
melalui penerapan model pembelajaran ”problem based learning” dan ”cycle learning” dalam pembelajaran fisika. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran Undiksha, 40 (1):1-20, Januari 2007.
Sangadji. (2010). Metodologi Penelitian. Pendekatan Praktis dala Penelitian, Yogyakarta: Andi
Singarimbun, M. dan Sofian, E. (1989). Metode Penelitian Survai, Jakarta: LP3ES.
Slavin, R.E. (2008). Cooperative Learning Teori, Riset, dan Praktik. Bandung : Nusa Media.
Schmidt, dan Richard, A. (1991). Motor Learning and performance from Principle into Practice. Human Kinetics. Champaign, IL
Setyosari. (2010). Prosedur penelitian. Yogyakarta : Renika Cipta.
Suherman, A. (2008) Pedagogi Olahraga. Bndung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Suherman, A. (2009) Revitalisasi Pengajaran dalam Pendidikan Jasmani. Bnadung: Bintang WarliArtika.
(5)
Sudjana. (2002). “metoda statistika”. Bandung : Tarsito Bandung.
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Solopos. (2012). Surat kabar online. [Online]. Tersedia di:
http://www.solopos.com/2012/klaten/narkoba-bocah-smp-di-klaten-jadikurir-ss-198801. [diakses 31 januari 2014].
Siedentop, Daryl (1990) Introduction to Physical Education, Fitness, and Sport. Mayfield Publishing Company, Mountain View, CA
Singer, dan Robert, N. (1980). Motor learning and Human Performance : An Application to Motor Skills and Movement Behaviors. Macmillan Pub. New York.
Sulthon, M. dan Khusnurdhilo. (2004). Manajemen Pondok Pesantren. Jakarta: Diva Pustaka.
Sugiyono, (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Supendi, (1986). Didaktik Metodik Pembelajaran Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Bina Aksara.
Tejasari, R. (2013). Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Team Games Tournament) Terhadap Prestasi Belajar Pssing Chest Pass Bola Basket Pada Siswa Kelas XI IPASMA Negeri 1 Kerambitan Singaraja. Tesis, Universitas Pendidikan Ganesha.
Tempo.co. (2013). Surat kabar online. [Online]. Tersedia di: http://www.tempo.co/read/news/2013/12/06/173535256/Mutu-Pendidikan-Indonesia-Terendah-di-Dunia. [diakses 31 januari 2014].
Ulya. (2010) Kemampuan Motorik. [Online]. Tersedia di:
http://ulya07.wordpress.com/2010/02/14/kemampuan-motorik-motor-ability/ [diakses 31 Januari 2014].
Universitas Pendidikan Indonesia. (2013). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: UPI Press
Wijaya, W. (2008). Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Kencana). hlm. 101.
Yasmadi. (2002). Modernisasi Pesantren, Kritik Nur Cholis Madjid Terhadap Pendidikan Islam Tradisional, Jakarta: Ciputat Press.
(6)
Yudhi. (2010) Petunjuk Pelaksanaan Tes Motor Ability.[Online]. Tersedia di: http://zho-day.blogspot.com/2010/08/petunjuk-pelaksanaan-tes-motor-ability.html [diakses 31 Januari 2014].
Yuliani, F. (2013). Hubungan antara lingkungan sosial dengan motivasi belajar santri dipesantren Madinatul Ilmi Islamiyah. (Skripsi). Program Studi Pendidikan Luar Sekolah, Universitas Negeri Padang.
Yusuf, S. (2011). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Rosdakarya.