Upaya Peningkatkan Hasil Belajar Kimia Siswa Melalui Model Kooperatif Tipe Team Games Tournament (TGT) Pada Konsep Sistem Koloid

(1)

(Penelitian Tindakan Kelas Pada SMAN 12 Tangerang)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

OLEH:

SUSI SUSILAWATI 106016200634

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

i

Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013.

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam dua siklus. Tiap siklus terdiri atas perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Subjek penelitian adalah siswa kelas XI IPA 3 SMA Negeri 12 Kota Tangerang tahun ajaran 2011/2012 dengan jumlah siswa sebanyak 42 orang yang terdiri dari 17 siswa laki-laki dan 25 siswa perempuan. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada konsep sistem koloid. Untuk mencapai tujuan tersebut, peneliti menerapkan desain tindakan berdasarkan prinsip-prinsip desain pembelajaran model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT) diantaranya adalah siswa memainkan permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh tambahan poin untuk skor tim mereka. Permainan dilakukan dengan menggunakan kartu soal yang dimainkan pada saat turnamen untuk memperoleh skor kelompok/tim. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes kognitif bentuk pilihan ganda. Dari hasil penelitian menunjukkan rata-rata pencapaian hasil belajar siswa setiap siklusnya yaitu 76,00 pada siklus I dan 81,81 pada siklus II. Sedangkan persentase ketuntasan klasikal siswa pada siklus I dan siklus II adalah 71,43%; 85,71% dengan skor N-gain 0,58; 0,74. Maka dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT) dapat meningkatkan hasil belajar kimia siswa pada konsep sistem koloid.

Kata kunci: Penelitian Tindakan Kelas, Hasil belajar siswa, Model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT).


(6)

ii Susi Susilawati, NIM 106016200634. Improving Learning Outcomes Through Chemistry Student Cooperative Learning Type Team Games Tournament (TGT) On the Concept of Colloid Systems, Chemistry Education Studies Program, Department of Natural Sciences Education, Faculty of Tarbiya and Teaching, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, 2013.

This study is an action research conducted in two cycles. Each cycle consists of planning, implementation, observation and reflection. Subjects were students of class XI IPA 3 SMA N 12 Tangerang academic year 2011/2012 with amount of students 42 people consisting of 17 male students and 25 female students. This study aims to improve student learning outcomes in the concept of colloidal systems. To achieve these objectives, the researchers apply a design based on the principles of action learning cooperative learning design type Team Games Tournament (TGT) of them were students played a game with the other team members to obtain additional points for their team score. The game is done by using a card about being played at the tournament to earn a score of groups / teams. The instrument used in this study in the form of multiple choice cognitive test. The results showed an average student achievement each cycle are 76.00 and 81.81 in the first cycle to the second cycle. While the classical completeness percentage of students in the first cycle and the second cycle was 71.43%, 85.71% with a score of N-gain 0.58; 0.74. then it can be concluded that the implementation of cooperative learning type Team Games Tournament (TGT) can improve learning outcomes chemistry students to the concept of colloidal systems.

Keywords: classroom action research, student learning, cooperative learning ltype Team Games Tournament (TGT).


(7)

iii Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur kehadirat Illahi Rabbi, Tuhan semesta alam, Raja Manusia yang berkat rahmat dan kuasa-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan karya ilmiah berupa skripsi dengan judul “Upaya Peningkatan Hasil Belajar Kimia Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Games Tournament (TGT) Pada Konsep Sistem Koloid Kelas XI IPA 3 SMAN 12 Tangerang .” Skripsi ini ditujukkan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana Srata I (SI). Shalawat serta salam teriring kepada Baginda Rasulullah SAW, sebagai pembawa peradaban yang membawa manusia keluar dari masa kegelapan dan kebodohan menuju masa yang penuh cahaya dan semoga salam tetap tercurah pada keluarga dan para sahabatnya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna dan tidak terlepas dari dukungan dan dorongan dari berbagai pihak. Mudah-mudahan Allah SWT membalas jasa dan pengorbanan mereka yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Rif’at Syauqi Nawawi, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Nengsih Juanengsih, M.Pd., selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Dedi Irwandi, M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Kimia, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan sekaligus Dosen Pembimbing II yang senantiasa selalu


(8)

iv

kesabaran. Semoga bapak selalu dimuliakan oleh Allah SWT.

5. Ibu Dr. Zulfiani, selaku Dosen Pembimbing I yang senantiasa meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk memberikan arahan, semangat, dukungan dan bimbingan dengan penuh kesabaran.

6. Bapak Drs. H. Nandang Suryana, selaku Kepala SMA N 12 Tangerang yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian di sekolah tersebut.

7. Bapak Hariyanto, S.Pd. MM. selaku guru pengajar kimia kelas XI di SMA N 12 Tangerang yang telah memberikan kesempatan dan bersedia bekerjasama dalam pelaksanaan penelitian.

8. Teruntuk keluargaku, ayahanda Sajidin dan ibunda Maesih tercinta yang tiada henti memberikan do’a, kasih sayang, dan nasihatnya. Adikku (Rijal dan Fahmi) tersayang yang selalu memberikan semangat.

9. Teruntuk Teteh-teteh ku tercinta terima kasih sudah memberikan motivasi dan gambaran hidup yang nyata. Bibi tersayang yang selalu membantu dan mendengarkan segala kelu kesah ku.

10.Teruntuk yang tercinta Dian Herdiana yang selalu ada di samping ku memberikan suport, kekuatan serta bantuan yang tak henti-hentinya dan tak kenal lelah.

11.Sahabat-sahabat-Q Lia, Lin, Isfy, Rida, Eka dan Fefi. Persahabatan yang kita alami kadang-kadang melelahkan dan menjengkelkan, tetapi itulah yang membuat persahabatan kita mempunyai nilai yang indah.

12.Teman-teman kimia angkatan 2006.

13.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu atas segala bantuannya dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhirnya penulis hanya dapat memanjatkan do’a kepada Allah SWT semoga segala perhatian, motivasi dan bantuannya dibalas oleh-Nya sebagai amal kebaikan. Amin.


(9)

v

membutuhkannya.

Tangerang, Februari 2013


(10)

vi

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Area dan Fokus Penelitian ... 7

C. Pembatasan Fokus Penelitian ... 7

D. Perumusan Masalah Penelitian ... 8

E. Tujuan Penelitian Tindakan ... 8

F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 8

BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL INTERVENSI TINDAKAN A. Acuan Teori Area dan Fokus yang Diteliti ... 9

1. Model Pembelajaran Kooperatif ... 9

a. Pembelajaran Kooperatif ... 9

b. Team Games Tournament (TGT) ... 17

2. Hakikat Belajar ... 27

a. Hasil Belajar ... 29

b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar ... 31

3. Sistem Koloid ... 33

a. Sistem Dispersi ... 33

b. Jenis-Jenis Koloid ... 34

c. Sifat-Sifat Koloid ... 35


(11)

vii BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 41

B. Metode dan Rancangan Siklus Penelitian ... 41

C. Subjek/Partisipan yang Terlibat dalam Penelitian ... 42

D. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian ... 43

E. Tahapan Intervensi Tindakan ... 43

F. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan ... 44

G. Data dan Sumber Data ... 45

H. Instrumen-instrumen Pengumpul Data Penelitian ... 45

I. Teknik Pengumpulan Data ... 47

J. Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan (Trusworthiness) Studi ... 48

K. Analisis Data dan Intervensi Hasil Analisis ... 51

L. Tindak Lanjut/Pengembangan Perencanaan Tindakan ... 53

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Temuan Hasil Penelitian ... 55

1. Siklus I ... 55

2. Siklus II ... 66

B. Pembahasan ... 76

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 80

B. Saran ... 80


(12)

viii

Gambar 2.1. Games Rulers ... 22

Gambar 2.2. Penempatan Meja Turnamen ... 23

Gambar 2.3. Bagan Pengajuan Konseptual Perencanaan Tindakan ... 40


(13)

ix

Tabel 2.2. Perbedaan Kelompok Belajar Kooperatif dan Konvensional ... 15

Tabel 2.3. Skema model pembelajaran kooperatif tipe TGT ... 19

Tabel 2.4. Lembar Skor Game ... 25

Tabel 2.5. Lembar Perhitungan Poin Turnamen ... 25

Tabel 2.6. Lembar Rangkuman Nilai Kelompok ... 26

Tabel 2.7. Kiteria Menentukan Penghargaan ... 26

Tabel 2.8. Perbedaan Antara Larutan, Koloid dan Suspensi ... 34

Tabel 2.9. Perbandingan Sistem Koloid ... 34

Tabel 3.1. Tahap Interpensi Tindakan ... 43

Tabel 3.2. Data dan Sumber Data ... 45

Tabel 3.3 Kisi-Kisi Soal Tes Hasil Belajar pada Konsep Sistem Koloid ... 46

Tabel 3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 47

Tabel 3.5. Kriteria Reliabilitas Instrumen ... 49

Tabel 3.6. Pedoman Kriteria Indeks Kesukaran Soal ... 50

Tabel 3.7. Klasifikasi Daya Pembeda ... 51

Tabel 3.8. Klasifikasi Penilaian Indikator TGT ... 52

Tabel 3.9. Kriteria Pengujian Observasi ... 53

Tabel 4.1. Kegiatan Guru dan Siswa Siklus I ... 56

Tabel 4.2. Data Observasi Kegiatan Kelompok Siswa Siklus I ... 58

Tabel 4.3. Data Observasi Kegiatan Guru pada Siklus I ... 59

Tabel 4.4. Hasil Catatan Lapangan Siklus I ... 60

Tabel 4.5. Hasil Wawancara dengan Siswa Siklus I ... 62

Tabel 4.6. Hasil Tes Kemampuan Siswa Pada Siklus I ... 63

Tabel 4.7. Kekurangan dan Tindakan Perbaikan Siklus I ... 64

Tabel 4.8. Kegiatan Guru dan Siswa Siklus II ... 67

Tabel 4.9. Data Observasi Kegiatan Kelompok Siswa Siklus II ... 69

Tabel 4.10. Data Observasi Kegiatan Guru pada Siklus II ... 70


(14)

x


(15)

xi

Lampiran 2 Daftar Nilai Siswa Semester Genap 2010/2011 ... 89

Lampiran 3 Daftar Nilai Siswa Semester Ganjil 2011/2012 ... 91

Lampiran 4 Silabus ... 93

Lampiran 5 Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus I ... 95

Lampiran 6 Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus II ... 108

Lampiran 7 Lembar Kerja Siswa (LKS) Siklus I ... 122

Lampiran 8 Lembar Kerja Siswa (LKS) Siklus II ... 127

Lampiran 9 Kartu Soal dan Jawaban Turnamen Siklus I ... 133

Lampiran 10 Kartu Soal dan Jawaban Turnamen Siklus II ... 135

Lampiran 11 Meja Pertandingan TGT ... 137

Lampiran 12 Lembar Skor Game ... 138

Lampiran 13 Lembar Jawaban Turnamen ... 139

Lampiran 14 Lembar Rangkuman Nilai Kelompok ... 140

Lampiran 15 Daftar Kelompok Belajar Siswa ... 145

Lampiran 16 Kisi-Kisi Instrumen Soal Siklus I ... 146

Lampiran 17 Kisi-Kisi Instrumen Soal Siklus II ... 157

Lampiran 18 Tabel Uji Validitas Instrumen Tes Kognitif Siklus I ... 168

Lampiran 19 Tabel Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Siklus I ... 169

Lampiran 20 Perhitungan Uji Validitas Intrumen Siklus I ... 170

Lampiran 21 Perhitungan Uji Reliabilitas Instrumen Siklus I ... 171

Lampiran 22 Tabel Uji Taraf Kesukaran Soal Siklus I ... 172

Lampiran 23 Tabel Uji Daya Beda Siklus I ... 174

Lampiran 24 Perhitungan Tingkat Kesukaran dan Daya Beda Siklus I ... 176

Lampiran 25 Rekapitulasi Instrumen Siklus I ... 177

Lampiran 26 Tabel Uji Validitas Instrumen Tes Kognitif Siklus II ... 178

Lampiran 27 Tabel Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Siklus II ... 179

Lampiran 28 Perhitungan Uji Validitas Intrumen Siklus II ... 180


(16)

xii

Lampiran 31 Tabel Uji Daya Beda Siklus II ... 184

Lampiran 32 Perhitungan Tingkat Kesukaran dan Daya Beda Siklus II ... 186

Lampiran 33 Rekapitulasi Instrumen Siklus II ... 187

Lampiran 34 Daftar Tabel Fischer ... 188

Lampiran 35 Instrumen Tes Penguasaan Konsep Sistem Koloid Siklus I ... 189

Lampiran 36 Instrumen Tes Penguasaan Konsep Sistem Koloid Siklus II ... 192

Lampiran 37 Tabel Data Nilai Pretest-Postest Siklus I dan Siklus II ... 194

Lampiran 38 Tabel Analisis Pretest Siklus I ... 195

Lampiran 39 Tabel Analisis Postest Siklus I ... 197

Lampiran 40 Tabel Analisis Pretest Siklus II ... 199

Lampiran 41 Tabel Analisis Postest Siklus II ... 201

Lampiran 42 Tabel Skor N-Gain Siklus I dan Siklus II ... 203

Lampiran 43 Tabel Tindakan Kegiatan Guru dan Siswa Siklus I ... 204

Lampiran 44 Tabel Tindakan Kegiatan Guru dan Siswa Siklus II ... 206

Lampiran 45 Format Lembar Observasi Kegiatan Siswa ... 208

Lampiran 46 Lembar Observasi Kegiatan Siswa Siklus I ... 212

Lampiran 47 Lembar Observasi Kegiatan Siswa Siklus II ... 214

Lampiran 48 Rekapitulasi Persentase Lembar Observasi Kegiatan Siswa ... 216

Lampiran 49 Format Lembar Observasi Kegiatan Guru ... 217

Lampiran 50 Lembar Observasi Observasi Kegiatan Guru Siklus I ... 219

Lampiran 51 Lembar Observasi Observasi Kegiatan Guru Siklus II ... 220

Lampiran 52 Format Catatan Lapangan ... 221

Lampiran 53 Hasil Catatan Lapangan Siklus I ... 222

Lampiran 54 Hasil Catatan Lapangan Siklus II ... 224

Lampiran 55 Pedoman Wawancara Siklus I ... 226

Lampiran 56 Pedoman Wawancara Siklus II ... 228

Lampiran 57 Hasil Wawancara Setelah Tindakan Siklus I ... 230

Lampiran 58 Hasil Wawancara Setelah Tindakan Siklus II ... 235

Lampiran 59 Tabel Lembar Rekomendasi Siklus I ... 239


(17)

(18)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini telah mengalami kemajuan yang sangat pesat disegala bidang. Hal tersebut menuntut pada kemajuan dalam sistem pendidikan. Pendidikan yang baik akan menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas dan akan berguna bagi diri serta lingkungan sekitarnya.

Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia yang berfikir bagaimana menjalani kehidupan dunia ini dalam rangka mempertahankan hidup. Manusia sebagai mahluk sempurna yang diberikan kelebihan oleh Allah swt dengan suatu bentuk akal pada diri manusia yang tidak dimiliki mahluk Allah swt yang lain dalam kehidupannya, sedangkan untuk mengolah akal pikirnya diperlukan suatu pola pendidikan melalui suatu proses pembelajaran.

Proses pembelajaran dapat dianggap sebagai suatu sistem. Dengan demikian, keberhasilannya dapat ditentukan oleh berbagai komponen yang membentuk sistem itu sendiri. Banyak komponen yang berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar. Diantara sekian banyak komponen yang berpengaruh itu, komponen guru merupakan salah satu komponen yang menentukan, sebab guru merupakan ujung tombak yang secara langsung berhubungan dengan siswa sebagai objek dan subjek belajar. Oleh karena itu, berkualitas dan tidaknya proses belajar sangat bergantung pada kemampuan dan perilaku guru dalam pengelolaan pembelajaran. Dengan kata lain, guru merupakan faktor penting yang dapat menentukan kualitas pembelajaran. Kualitas pembelajaran dapat dilihat dari dua sisi yang sama pentingnya, yakni sisi proses dan sisi hasil belajar. Proses berkaitan dengan pola perilaku siswa dalam mempelajari


(19)

bahan pelajaran, sedangkan hasil belajar berkaitan dengan perubahan perilaku yang diperoleh sebagai pengaruh dari proses belajar.1

Hasil belajar merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan proses belajar. Berhasil atau tidaknya guru dalam proses belajar dapat dilihat pada pencapaian hasil belajar yang diperoleh siswa. Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa diantaranya, model dan strategi pembelajaran yang diterapkan oleh guru dalam kelas, lingkungan belajar siswa, dan media pengajaran yang digunakan oleh guru. Ketidak tepatan strategi pembelajaran guru akan berakibat pada rendahnya motivasi dan aktivitas belajar siswa. Karena menurut tonih feronika strategi belajar mengajar adalah “cara dan urutan yang ditempuh seorang guru dalam mengajar agar berhasil atau tujuan pembelajaran tercapai.”2

Perkembangan model dan strategi pembelajaran saat ini, cukup memberikan peluang yang besar bagi para guru pada umumnya, sebab guru tinggal memilih strategi belajar mana yang tepat untuk dapat menyampaikan materi pelajaran kepada siswa dengan mudah dan terarah. Di dalam belajar mengajar strategi merupakan pola-pola umum kegiatan guru anak didik dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mewujudkan tujuan yang telah digariskan.3 Walaupun banyak strategi pembelajaran saat ini sesungguhnya guru harus dapat memilah dan memilih manakah strategi pembelajaran yang tepat yang harus digunakan untuk proses pembelajaran pada setiap materi pelajaran.

Uraian di atas menunjukkan bahwa dalam menghadapi keragaman model dan strategi pembelajaran yang sudah ada dan keluasan materi yang akan diajarkan, seorang guru harus mempunyai wawasan yang luas mengenai teori belajar dan mengajar serta memiliki penguasaan terhadap materi yang akan diajarkan. Kemampuan tersebut merupakan kebutuhan yang wajib

1

Wina Sanjaya. Penelitian Tindakan Kelas. (Jakarta : Prenada Media Grup, 2010) h. 3 2

Tonih Feronika, “Strategi Pembelajaran Kimia”, (Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah, 2008) h. 3

3

Syaifu Bahri Djamarah dan Aswan Zain. Strategi Belajar Mengajar. (Jakarta : Rineka Cipta, 2006). h. 5


(20)

dimiliki oleh seorang guru, karena dengan kemampuan tersebut seorang guru dapat menentukan kombinasi yang tepat antara teori mengajar yang akan dipergunakan dengan materi yang akan diajarkan, yang akhirnya juga turut mempengaruhi pemilihan strategi pembelajaran yang diterapkan.

Pembelajaran kimia yang pada umumnya masih lebih banyak terfokus pada guru, sedangkan siswa hanya menjadi pendengar dan tidak ikut berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Pembelajaran lebih dominan dilaksanakan dengan metode ceramah, lalu siswa diberikan contoh soal dan cara pengerjaannya kemudian mereka mengerjakan latihan soal yang diberikan.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari guru kimia, diketahui bahwa sebagian besar siswa kelas XI IPA 3 SMA N 12 sangat jarang yang bertanya tentang materi yang belum dipahami kepada guru. Terbukti dari hasil observasi yang dilakukan peneliti di dalam kelas tersebut hanya 4,7% siswa saja yang mengajukan pertanyaan. Rata-rata hasil belajar yang diperoleh siswa pun masih cukup rendah, masih banyak siswa yang memperoleh nilai dibawah KKM yang ditentukan. Begitu juga pada materi-materi yang berupa pemahaman konsep, seperti salah satunya nilai rata-rata hasil belajar siswa pada konsep sistem koloid tahun ajaran 2010/2011 masih begitu rendah hanya 27,3% siswa yang memperoleh nilai di atas KKM (Lampiran 2).

Berdasarkan hasil observasi langsung di dalam kelas dan wawancara dengan guru kimia kelas XI SMA N 12 Tangerang diperoleh hasil bahwa : 1. Motivasi dan kesiapan belajar kimia siswa yang cukup rendah, hal ini

terlihat pada sebagian besar siswa yang baru mengeluarkan buku dan alat-alat belajarnya setelah guru meminta.

2. Kurangnya keaktifan siswa dalam proses pembelajaran, terlihat masih sangat jarangnya siswa yang bertanya kepada guru saat proses pembelajaran berlangsung, hanya terdapat 4,7% dari 42 siswa.

3. Beberapa siswa kurang fokus dalam menyimak materi yang disampaikan oleh guru. Terlihat masih ada siswa yang mengerjakan tugas lain dan mengobrol saat guru sedang menyampaikan materi.


(21)

4. Siswa masih cukup sulit memahami konsep kimia. Begitu juga pada materi yang berupa teori, seperti pada konsep sistem koloid.

5. Rata-rata nilai ulangan harian kimia siswa masih banyak yang memperoleh nilai dibawah KKM yang ditentukan. Dari rata-rata nilai ulangan harian siswa pada semester ganjil hanya 4,7% siswa yang hasil belajarnya mencapai nilai di atas KKM, maka dari itu masih banyak siswa yang hasil belajarnya masih di bawah nilai KKM (Lampiran 3).

Dari hasil wawancara dengan siswa di kelas XI IPA 3 SMA N 12 Tangerang sebagian besar siswa menjelaskan bahwa kesulitan mereka dalam mempelajari kimia yaitu dalam pemahaman konsep, hal itu disebabkan cara menjelaskan guru yang terlalu cepat dan singkat sehingga siswa tidak terlalu faham atas materi tersebut, kemudian dalam proses pembelajaran guru hanya menggunakan metode ceramah saja, maka siswa merasa tidak tertarik dan jenuh untuk mempelajarinya. Begitu juga dengan suasana belajar di dalam kelas sebagian besar siswa merasa bosan dengan pembelajaran yang monoton dan berpusat pada guru, hanya sedikit atau tidak sama sekali materi yang mereka peroleh.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara terlihat bahwa siswa mengalami masalah dalam belajar. Terlihat dari hasil belajar, motivasi dan keaktifan siswa selama proses pembelajaran berlangsung.

Mencermati permasalahan yang dikemukakan di atas, guru dituntut untuk dapat membuat siswa berminat dan termotivasi untuk belajar. Guru dapat meningkatkan aktifitas dan motivasi siswa dalam proses pembelajaran dengan suasana pembelajaran yang menyenangkan. Suasana pembelajaran yang menyenangkan dapat diciptakan oleh guru dengan mengetahui proses belajar siswa dan mengoptimalkannya dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT). Melalui penelitian ini diterapkan suatu model pembelajaran yang diharapkan mampu mengkondisikan siswa sedemikian rupa sehingga siswa dapat berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran.


(22)

Pembelajaran kooperatif menurut Eggen and Kauchak (dalam Trianto) merupakan sebuah kelompok strategi pembelajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama. Pembelajaran kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa dalam belajar, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar.4 Selama belajar secara kooperatif siswa tetap tinggal dalam kelompoknya selama beberapa kali pertemuan. Mereka diajarkan keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan aktif dan baik di dalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar aktif, memberikan penjelasan kepada teman sekelompoknya, berdiskusi dan sebagainya. Agar terlaksana dengan baik, siswa di beri lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan.5

Model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT) merupakan model pembelajaran secara kelompok yang disertai permainan dan pertandingan, dalam proses pembelajaran kooperatif tipe Team Games

Tournament (TGT) ini siswa memainkan permainan-permainan dengan

anggota-anggota tim lain untuk memperoleh skor bagi tim mereka masing-masing permainan yang dikemas dalam bentuk turnamen ini dapat berperan sebagai salah satu kegiatan yang menyenangkan dalam proses pembelajaran. tipe ini merupakan medium yang luwes sehingga berbagai maksud dan tujuan pendidikan dapat tercapai sebab tipe pembelajaran seperti ini menyenangkan, biasanya orang yang sedang belajar merasa sedang memikul beban yang berat. Dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Team Games

Tournament (TGT) dapat mempengaruhi tingkat konsentrasi, kecepatan

menyerap materi pelajaran, serta kematangan pemahaman terhadap jumlah materi pelajaran.

4

Trianto. “Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif”. (Jakarta : Prenada Media Group, 2010), h. 58

5

Trianto. “Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif”. (Jakarta : Prenada Media Group, 2010), h. 57


(23)

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, timbulah suatu keinginan peneliti untuk mengadakan penelitian tindakan kelas. Adapun judul dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : “Upaya Peningkatan Hasil Belajar Kimia Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Games Tournament (TGT) Pada Konsep Sistem Koloid Kelas XI IPA 3 SMAN 12 Tangerang .”


(24)

B. Identifikasi Area dan Fokus Penelitian

Dari latar belakang masalah di atas, maka penelitian ini difokuskaan pada beberapa masalah, diantaranya :

1. Motivasi dan kesiapan belajar siswa yang masih rendah. 2. Kurangnya keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. 3. Strategi pembelajaran yang kurang kreatif.

4. Kurangnya pemahaman siswa terhadap konsep kimia terutama pada materi teori seperti sistem koloid.

5. Hasil belajar kimia yang diperoleh masih relatif rendah, seperti pada semester ganjil tahun ajaran 2011/2012 hanya 4,7% siswa yang hasil belajarnya mencapai nilai di atas KKM dan pada konsep sistem koloid tahun ajaran 2010/2011 hanya 27,3% siswa yang memperoleh nilai di atas KKM.

C. Pembatasan Fokus Penelitian

Agar masalah ini dapat di bahas dengan jelas dan tidak meluas, maka penelitian dibatasi pada :

1. Model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT) dalam penelitian ini adalah model pembelajaran yang diartikan sebagai interaksi proses belajar mengajar yang dapat membuat siswa termotivasi dan aktif.

2. Hasil belajar disini diwujudkan dalam bentuk konkrit berupa nilai pada kemampuan-kemampuan berdasarkan domain kognitif oleh Bloom dengan jenjang kemampuan yang digunakan C1, C2, C3, dan C4.

3. Sistem koloid adalah materi kelas XI pada semester II, materi yang di bahas yaitu sistem dispersi, jenis-jenis koloid, sifat-sifat koloid dan peranannya dalam kehidupan sehari-hari.


(25)

D. Perumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : “Bagaimanakah peningkatan hasil belajar kimia siswa pada konsep koloid dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT)?.”

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas, tujuan dalam penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar kimia siswa pada konsep sistem koloid melalui model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament

(TGT).

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Bagi guru, diharapkan dapat dijadikan alternatif model pembelajaran yang dapat diterapkan di kelas agar dalam proses pembelajaran menjadi lebih menarik dan menyenangkan sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

2. Bagi sekolah, penelitian ini diharapkan akan memberikan perbaikan pembelajaran dan peningkatan mutu pembelajaran khususnya pada mata pelajaran kimia.


(26)

9

KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL

INTERVENSI TINDAKAN

A. Acuan Teori Area dan Fokus yang Diteliti 1. Model Pembelajaran Kooperatif

a. Pembelajaran Kooperatif

Menurut Isjoni pembelajaran adalah “sesuatu yang dilakukan oleh siswa, bukan dibuat untuk siswa. Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya pendidik untuk membantu peserta didiknya melakukan kegiatan-kegiatan belajar. Tujuan pembelajaran adalah terwujudnya efisisensi dan efektifitas kegiatan belajar yang dilakukan peserta didik”.1

Perkembangan model pembelajaran dari waktu ke waktu terus meningkat dan mengalami perubahan. Model pembelajaran menurut Joice dan Weil (dalam Isjoni) adalah “suatu pola atau rencana yang sudah direncanakan sedemikian rupa dan digunakan untuk menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran, dan memberi petunjuk kepada pengajar dikelasnya”.2 Dalam penerapamya model pembelajaran ini harus sesuai dengan kebutuhan siswa.

Sejalan dengan pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran, salah satu model pembelajaran yang kini banyak diminati adalah model pembelajaran kooperatif atau cooperarative learning.

Cooperative learning adalah suatu model pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada siswa (student oriented), terutama untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan guru dalam mengaktifan siswa, yang tidak dapat bekerja sama dengan orang lain, kemudian siswa yang agresif dan tidak peduli pada yang lain.3

1

Isjoni, Cooperatif Learning efektifitas pembelajaran kelompok, (Bandung : Alfabeta 2010)h 11

2

Isjoni, Cooperatif Learning efektifitas pembelajaran kelompok, (Bandung : Alfabeta 2010)h 50

3

Isjoni, Cooperatif Learning Efektifitas Pembelajaran Kelompok, (Bandung : Alfabeta 2010)h 16


(27)

Cooperarative learning berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim. Menurut Slavin (dalam Isjoni 2010), mengemukakan “In cooperative learning methods, students work together in four member teams to master material initially presented by the teacher”. Dapat dikemukakan bahwa cooperative learning adalah suatu model pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar.4

Istilah cooperative learning dalam pengertian bahasa Indonesia dikenal dengan nama pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif menurut Johnson & Johnson (dalam Tonih Feronika, 2008) adalah cara belajar yang menggunakan kelompok kecil sehingga siswa bekerja dan belajar satu sama lain untuk mencapai tujuan kelompok, di dalam belajar kooperatif siswa berdiskusi dan saling membantu serta mengajak satu sama lain untuk memahami isi materi pelajaran.5 Dapat juga diartikan Pembelajaran kooperatif adalah pendekatan yang berpusat-kelompok dan berpusat-siswa untuk pengajaran dan pembelajaran dikelas.

Dengan mempraktekan pembelajaran kooperatif di ruang-ruang kelas, suatu saat kita akan menuai buah persahabatan dan perdamaian, karena cooperative learning memandang siswa sebagai makhluk sosial (homo mini socius), bukan homo mini lupus (manusia adalah srigala bagi sesamanya). Dengan kata lain cooperative learning adalah cara belajar mengajar berbasiskan peace education (metode belajar mengajar masa depan) yang pasti mendapat perhatian.6 Pembelajaran kooperatif ini memberikan lingkungan belajar dimana siswa bekerja sama dalam kelompok kecil yang kemampuannya berbeda-beda (heterogen) untuk

4

Isjoni, Cooperatif Learning Efektifitas Pembelajaran Kelompok, (Bandung : Alfabeta 2010)h 15

5

Tonih Feronika, Strategi Pembelajaran Kimia, (Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah 2008) h. 56

6

Isjoni, Cooperatif Learning Efektifitas Pembelajaran Kelompok, (Bandung : Alfabeta 2010) h. 19


(28)

menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan. Zamroni (dalam Trianto) mengemukakan bahwa manfaat penerapan belajar kooperatif adalah dapat mengurangi kesenjangan pendidikan khususnya dalam wujud input pada level individual. Disamping itu, belajar kooperatif dapat mengembangkan rasa sosial dikalangan siswa.7

Dari beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa belajar kooperatif adalah suatu variasi pengajaran yang membagi siswa menjadi kelompok-kelompok kecil, dalam kelompok tersebut mereka saling bekerjasama antara satu dengan yang lain dalam memahami dan menguasai materi pelajaran yang diberikan, serta mengerjakan tugas-tugas belajar, sehingga dapat meningkatkan motivasi, percaya diri dan sikap yang lebih positif serta menambah rasa senang siswa dalam belajar. Dengan pembelajaran kooperatif ini diharapkan siswa akan mendapat prestasi yang baik dan mempunyai tingkat sosial dan solidaritas yang tinggi.

Roger dan David Johnson (dalam Anita Lie) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran kooperatif harus diterapkan, diantaranya adalah sebagai berikut :8

7

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, (Jakarta : Prenada Media Group 2010) h. 57

8


(29)

a. Saling ketergantungan positif

Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain bisa mencapai tujuan mereka.

b. Tanggung jawab perseorangan

Unsur ini merupakan akibat langsung dari unsur yang pertama. Pengajar yang efektif dalam model pembelajaran cooperative learning membuat persiapan dan menyusun tugas-tugas sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan.

c. Tatap muka

Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan diskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing.

d. Komunikasi antar anggota

Unsur ini menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi. Proses ini merupakan proses yang sangat bermanfaat dan perlu ditempuh untuk memperkaya pangalaman belajar dan pembinaan perkembangan mental dan emosional para siswa.

e. Evaluasi proses kelompok

Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif. Waktu evaluasi ini tidak perlu diadakan setiap kali ada kerja kelompok, tetapi bisa dilakukan selang beberapa waktu setelah beberapa kali pembelajar terlibat dalam kegiatan pembelajaran cooperative learning.


(30)

Secara umum pembelajaran kooperatif terdiri dari lima karakteristik, yaitu9 :

a. Siswa belajar bersama pada tugas-tugas umum atau aktivitas untuk menyelesaikan tugas atau aktivitas pembelajaran.

b. Siswa saling bergantung secara positif. Aktivitas diatur sehingga siswa membutuhkan siswa lain untuk mencapai hasil bersama pembelajaran yang paling baik ditangani jika melalui kerja kelompok.

c. Siswa belajar bersama dalam kelompok kecilyang terdiri dari 2 sampai 5 siswa.

d. Siswa menggunakan perilaku kooperatif, pro-sosial.

e. Setiap siswa secara mandiri bertanggung jawab untuk pekerjaan pembelajaran mereka.

Pada dasarnya model cooperative learning dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum Ibrahim (dalam Isjoni), yaitu10 :

a. Hasil belajar akademik

Dalam cooperative learning meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Para pengembang model ini telah menunjukkan, model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar.

b. Penerimaan terhadap perbedaan individu

Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain.

9

Tonih Feronika, Strategi Pembelajaran Kimia, (Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah 2008) h. 57

10

Isjoni, Cooperatif Learning Efektifitas Pembelajaran Kelompok, (Bandung : Alfabeta 2010) h. 27-28


(31)

c. Pengembangan keterampilan sosial

Tujuan penting ketiga cooperative learning adalah mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi.

Pendekatan kooperatif digunakan dalam pembelajaran di kelas dengan menciptakan situasi atau kondisi bagi kelompok untuk mencapai tujuan masing-masing anggota atau kelompok itu sendiri. Pembelajaran kooperatif membawa maksud belajar bersama-sama dalam satu kelompok kecil yang mempunyai tujuan yang sama. Siswa memiliki semangat bekerjasama untuk mencapai tahap pembelajaran yang maksimum bagi diri sendiri dan juga bagi kelompoknya.11 Terdapat enam langkah utama atau tahapan di dalam pelajaran yang menggunakan pembe;jaran koopertaif. Langkah-langkah itu ditunjukan pada tabel di bawah ini.12

Tabel. 2.1. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif

Fase Tingkah laku guru

Fase -1

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.

Fase-2

Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.

Fase-3

Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok

kooperatif

Guru menjelaskan kepada siswa

bagaimana caranya membentuk kelompok belajat dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien. Fase-4

Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.

Fase-5 Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempersentasikan hasil kerjanya.

Fase-6

Memberikan penghargaan

Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.

11

Tonih Feronika, Strategi Pembelajaran Kimia, (Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah 2008) h. 57

12

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, (Jakarta : Prenada Media Group 2010) h. 66


(32)

Pembelajaran kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberi kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya. Jadi dalam pembelajaran kooperatif siswa berperan ganda yaitu sebagai siswa atau sebagai guru. Dengan bekerja secara kolaboratif untuk mencapai sebuah tujuan bersama, maka siswa akan mengembangkan keterampilan berhubungan dengan sesama manusia yang akan sangat bermanfaat bagi kehidupan diluar sekolah.13

Tabel 2.2

Perbedaan kelompok belajar kooperatif dengan kelompok belajar konvensional

Kelompok belajar kooperatif Kelompok belajar konvensional Adanya saling ketergantungan

positif, saling membantu dan saling memberikan motivasi sehingga ada interaksi promotif.

Guru sering membiarkan adanya siswa yang mendominasi

kelompok atau menggantungkan diri pada kelompok.

Adanya akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan materi pelajaran tiap anggota kelompok, dan kelompok diberi umpan balik tentang hasil belajar para

anggotanya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan.

Akuntabilitas individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oleh salah seorang anggota kelompok sedangkan anggota kelompok lainnya hanya “mendompleng” keberhasilan “pemborong”.

Kelompok belajar heterogen, baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik dan sebagainya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang memberikan bantuan.

Kelompok belajar biasanya homogen.

Pimpinan kelompok dipilih secara demokratis atau bergilir untuk

Pemimpin kelompok sering ditentukan oleh guru atau

13

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, (Jakarta : Prenada Media Group 2010) h. 58


(33)

memberikan pengalaman

memimpin bagi para anggotanya.

kelompok dibiarkan untuk memilih pemimpinnya dengan cara masing-masing.

Keterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong royong seperti kepemimpinan, kemampuan berkomunikasi, mempercayai orang lain, dan mengelola konflik secara langsung diajarkan.

Keterampilan sosial sering tidak secara langsung diajarkan.

Pada saat belajar kooperatif sedang berlangsung guru terus melakukan pemantauan melalui observasi dan melakukan intervensi jika terjadi masalah dalam kerja sama antar anggota kelompok.

Pemantauan melalui observasi dan intervensi sering tidak dilakukan oleh guru pada saat belajar kelompok sedang berlangsung.

Guru memperhatikan secara proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.

Guru sering tidak memperhatikan secara proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar. Penekanan tidak hanya pada

penyelesaian tugas tetapi juga hubungan interpersonal (hubungan antara pribadi yang saling

menghargai)

Penekanan sering hanya pada penekanan tugas.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Ludgren (dalam Tonih Feronika) pembelajaran kooperatif memiliki manfaat antara lain :14

a. Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas b. Rasa harga diri menjadi lebih tinggi

c. Memperbaiki sikap terhadap IPA dan sekolah d. Memperbaiki kehadiran

e. Angka putus sekolah menjadi rendah

f. Penerimaan terhadap perbedaan individu menjadi lebih kecil g. Konflik antara pribadi berkurang

h. Sikap apatis berkurang

14

Tonih Feronika, Strategi Pembelajaran Kimia, (Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah 2008) h. 62-63


(34)

Selain memiliki kelebihan, pembelajaran kooperatif juga mempunyai beberapa kelemahan, diantaranya :

a. Dalam kelompok dengan keahlian campuran, sering kali siswa yang lebih kuat harus mengajar siswa yang lebih lemah dan mengerjakan sebagian besar tugas kelompok.

b. Waktu pada pembelajaran ini hanya cukup untuk fokus pada tingkatan yang paling mendasar.

c. Strategi ini mungkin hanya mendukung pemikiran tingkat rendah dan mengabaikan strategi pemikiran kritis dan tingkat tinggi.

Terdapat lima macam metode belajar kooperatif yang berhasil dikembangkan para peneliti pendidikan di John Hopkins University yaitu : STAD (Student Teams Achievement Division), TGT (Teams Games Tournament), TAI (Team Accelerated Instruction), CIRC (Cooperative Integrated Reading & Composition) dan Jigsaw II. Tiga diantaranya yaitu, STAD, TGT, dan Jigsaw II dapat diterapkan pada hampir seluruh subyek mata pelajaran, sedangkan TAI dan CIRC digunakan pada subyek mata pelajaran dan jenjang tertentu.

b. Team Games Tournament (TGT)

Model pembelajaran tipe Teams Games Tournament (TGT), atau Pertandingan Permainan Tim pada mulanya dikembangkan oleh David DeVries dan Keith Edwards (1995). Pada model ini siswa memainkan permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh tambahan poin untuk skor tim mereka.15 Metode TGT ini merupakan suatu metode pembelajaran dengan pendekatan koopertif, dimana siswa dikelompok-kelompokan 4-6 orang perkelompok secara heterogen berdasarkan jenis kelamin, agama, etnis/suku, sehingga dapat dilatih kecakapan sosial. Pada

15

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, (Jakarta : Prenada Media Group 2010) h. 83


(35)

Team Games Tournament (TGT) ini terdapat tiga prinsip pembelajaran kooperatif, yaitu :16

a. Interaksi simultan

Interaksi simultan diantara para siswa terjadi pada metode TGT. Pada saat pembelajaran, siswa berpartisipasi aktif atau terlibat langsung pada kegiatan pembelajaran, sehingga siswa tidak mengalami kejenuhan.

b. Ketergantungan positif

Ketergantungan positif timbul pada saat ketergantungan individu atau kelompok berhubungan secara positif. Keberhasilan salah satu murid berhubungan dengan keberhasilan yang diperoleh murid lain, maka individu mengalami ketergantungan secara positif. Jika kesuksesan anggota lain (jika salah satu anggota gagal maka semua gagal), maka terbentuklah suatu bentuk ketergantungan positif yang kuat. Sehingga anggota termotivasi memastikan bahwa anggota kelompok lainnya melakukan yang terbaik.

c. Pertanggung jawaban individu

Pertanggung jawaban individu dituntut oleh guru, walaupun belajar dan mengerjakan tugas selalu dalam kelompok, jenis penilaiannya tetap individual. Sikap siswa yang dapat di bangun antara lain : siswa termotivasi, terdukung, terhargai, bangga, antusias, bahagia, merasa aman dan siswa dapat mengendalikan rasa kecewa, sedih serta mengembangkan kejujuran, mandiri, kerjasama, suka memberi, adil dan terbuka.

Menurut Nur dan Wikan dari Trianto Team Games Tournament

TGT dapat digunakan dalam berbagai macam mata pelajaran, dari ilmu-ilmu eksak, ilmu-ilmu-ilmu-ilmu sosial maupun bahasa dari jenjang pendidikan dasar hingga perguruan tinggi. dan Team Games Tournament (TGT) sangat cocok untuk mengajar, tujuan pembelajaran yang dirumuskan dengan

16

Tonih Feronika, Strategi Pembelajaran Kimia, (Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah 2008) h. 71-72


(36)

tajam dengan satu jawaban benar. Meski demikian, TGT juga dapat diadaptasikan untuk tujuan dengan menggunakan yang dirumuskan dengan kurang tajam dengan menggunakan penilaian yang bersifat terbuka, misalnya esai atau kinerja.17

Di bawah ini ditunjukan Skema model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT), yang dilakukan didalam kelas.18

2.3 Tabel Skema model pembelajaran kooperatif tipe TGT :

Langkah Kegiatan Guru Kegiatan Siswa

1. Class

precentation

2. Belajar dalam kelompok (teams)

3. Permainan (games) dan pertandingan (tournament) 4. Penghargaan

kelompok (team recognition)

 Guru

mempresentasikan pelajaran

 Guru membagikan siswa dalam

kelompok-kelompok kecil

 Guru mengadakan diskusi

 Guru mengadakan permainan dan pertandingan  Guru memberikan

penghargaan

 Siswa menyimak penjelasan guru  Siswa berada dalam

kelompok kecil

 Siswa berdiskusi dalam kelompok  Siswa melakukan

permainan dan pertandingan  Siswa menerima

penghargaan

Slavin (dalam Tonih Feronika) menjelaskan ada lima komponen utama dalam metode Team Games Tournament (TGT) yaitu : pembelajaran awal, kelompok belajar (team study), permainan (games), turnamen/kompetisi (tournament), dan pengakuan kelompok (teams recognition).19

a. Pembelajaran Awal

Pembelajaran awal dalam metode Team Games Tournament (TGT) tidaklah berbeda dengan pengajaran biasa atau pengajaran klasikal

17

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, (Jakarta : Prenada Media Group 2010) h. 83

18

Rusman, Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru, (Jakarta : PT Raja Grasindo Persada, 2010) h. 225

19

Tonih Feronika, Strategi Pembelajaran Kimia, (Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah 2008) h. 72-73


(37)

oleh guru, hanya pelajaran difokuskan pada materi yang sedang di bahas saja. Tujuan pembelajaran awal adalah membentuk siswa dalam kecakapan komunikasi, menggali informasi, kecakapan bekerjasama dalam kelompok, dan kecakapan dalam memecahkan masalah.

b. Kelompok Belajar (Team Study)

Kelompok belajar disusun dengan beranggotakan 4-5 orang yang mewakili percampuran dari berbagai keragaman dalam kelas, seperti kemampuan akademik, jenis kelamin, ras/etnis. Fungsi utama mereka dikelompokkan adalah anggota-anggota kelompok saling meyakinkan bahwa mereka dapat bekerjasama dalam belajar dan mengerjakan lembar kerja dan lebih khusus lagi untuk menyiapkan semua anggota dalam menghadapi kompetensi.

Pada kegiatan kelompok belajar, seluruh siswa yang mempelajari materi pelajaran dari berbagai sumber belajar kemudian menjawab pertanyaan-pertanyaan yang disusun oleh guru. Pertanyaan sesuai dengan materi pelajaran.

Setelah siswa menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, perwakilan siswa mempersentasikan hasil belajarnya. Tujuan kelompok belajar pada kegiatan ini yaitu memperoleh kecakapan mengolah informasi, mengambil keputusan dengan cerdas, kecakapan bekerja sama dan kecakapan berkomuniksai.

c. Permainan (Games)

Permainan dalam pembelajaran kooperatif akan menimbulkan kekreatifan siswa. Kegiatan belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif TGT memungkinkan siswa dapat belajar dengan rileks.

Pertanyaan dalam games disusun dan dirancang dari materi-materi yang telah disajikan untuk menguji pengetahuan siswa yang diperoleh mewakili masing-masing kelompok.

Game tersebut dimainkan di atas meja dengan tiga orang siswa atau lebih, yang masing-masing mewakili tim yang berbeda.


(38)

Kebanyakan game hanya berupa nomor-nomor pertanyaan yang ditulis pada lembar yang sama. Seorang siswa mengambil sebuah kartu bernomor dan harus menjawab pertanyaan setiap nomor yang tertera pada kartu tersebut. Sebuah aturan tentang penantang memperbolehkan para pemain saling menantang jawaban masing-masing.20

d. Turnamen (Tournament)

Turnamen adalah susunan beberapa game yang dipertandingankan. Biasanya dilaksanakan pada akhir minggu atau akhir unit pokok bahasan, setelah guru memberikan penyajian kelas dan kelompok telah mengerjakan lembar kerjanya. Sebelum memulai pertandingan guru meminta siswa pindah ke kelompok pertandingan. Pada meja pertandingan disediakan satu set lembar pertandingan, kunci jawaban, kartu nomor (jumlahnya sesuai dengan nomor soal), dan format skor pertandingan.

Aturan (skenario) permainan dalam pembelajaran Team Games Tournament (TGT), yaitu :

 Dalam satu permainan terdiri dari : kelompok pembaca, kelompok penantang I, kelompok penantang II, dan seterusnya sejumlah kelompok yang ada.

 Kelompok pembaca, bertugas : (1) Ambil kartu bernomor dan cari pertanyaan pada lembar permainan; (2) Baca pertanyaan keras-keras; dan (3) Beri jawaban.

 Kelompok penantang kesatu bertugas : menyetujui pembaca atau memberi jawaban yang berbeda. Sedangkan kelompok penantang kedua : (1) Menyetujui pembaca atau memberi jawaban yang berbeda; dan (2) Cek lembar jawaban. Kegiatan ini dilakukan secara bergiliran (games ruler).21

20

Robert E. Slavin, “Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik”, (Bandung : Nusa Media 2010 ), h. 166

21

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, (Jakarta : Prenada Media Group 2010) h. 84


(39)

Gambar 2.1 Games Rulers

Secara lengkap mekanismenya pada Gambar 2.1 mengilustrasikan hubungan antara tim heterogen dan meja turnamen homogen. Setelah turnamen pertama, para siswa akan bertukar meja tergantung pada kinerja mereka pada turnamen terakhir. Pemenang pada tiap meja “naik tingkat”ke meja berikutnya yang lebih tinggi (misalnya, dari meja 6 ke meja 5), skor tertinggi kedua tetap tinggal pada meja yang sama dan untuk skor yang paling rendah “diturunkan “. Dengan cara ini, jika pada awalnya siswa sudah salah ditempatkan, untuk seterusnya mereka akan terus dinaikan atau diturunkan sampai mereka mencapai tingkat kinerja mereka.22

22

Robert E. Slavin, “Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik”, (Bandung : Nusa Media 2010 ), h. 168

Pembaca

Penantang pertama Penantang


(40)

TEAM A

TEAM B TEAM C

TEAM B TEAM C

Gambar 2.2 Penempatan anggota kelompok pada Meja Turnamen23

Keterangan gambar 2.2 :

Dalam pertandingan siswa berperan sebagai berikut : a) Pembaca (reader)

Untuk menetukan reader, semua kartu nomor dikocok lalu diletakkan diatas meja. Semua anggota pertandingan mengambil kartu masing-masing satu, anggota sebagai nomor tertinggi sebagai reader.

b) Penantang pertama (1stchallenger) Siswa yang duduk disebelah kiri reader

23

Robert E. Slavin, “Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik”, (Bandung : Nusa Media 2010 ), h. 168

C-1 C-2 C-3 C-4 Tinggi Sedang Sedang Rendah A-1 A-2 A-3 A-4

Tinggi Sedang Sedang Rendah

B-1 B-2 B-3 B-4 Tinggi Sedang Sedang Rendah

Meja Turnamen

1

Meja Turnamen

2

Meja Turnamen

3

Meja Turnamen


(41)

c) Penantang kedua (2ndchallenger)

Siswa yang duduk disebah kiri penantang pertama d) Pengecek jawaban (checker)

Siswa yang duduk disebelah kiri penantang kedua

Aturan pertandingannya, pertandingan dimulai oleh

reader/pembaca dengan mengambil sebuah kartu nomor reader membaca

pertanyaan (reader memegang lembar pertanyaan) sesuai dengan nomor yang tertera dikartu nomor dengan jelas, dan menjawab pertanyaan tersebut, jika setujudengan jawaban reader penantang pertama mengatakan “pass”, jika tidak setuju maka langsung menjawab pertanyaan tersebut, demikian juga dengan penantang kedua (second challenger). Kemudian checker menyebutkan dengan jelas jawaban yang benar dan mengumumkan pemenangnya.

Jika jawaban para penantang salah maka penantang mendapat pinalti dengan cara mengembalikan kartu nomor yang telah diperoleh sebelumnya. Jika jawaban reader salah maka tidak terkena pinalti, tetapi jika benar maka kartu nomor tersebut disimpannya.

Cara menghitung skor pertandingan adalah, ketika jawaban benar maka dia menyimpan kartu nomor dengan jawaban benar tersebut. Pada akhir pertandingan diadakan perhitungan skor atau poin yang didapat kemudian dicatat dalam tabel 2.3 dan 2.4.

Tabel dibawah ini adalah contoh lembar skor game dan perhitungan poin turnamen.24

24

Tonih Feronika, Strategi Pembelajaran Kimia, (Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah 2008) h. 74-77


(42)

Tabel 2.4 : Lembar Skor Game

Meja : ……… Ronde : …………

Pemain Kelompok Game 1 Game 2 Game 3 Total Poin turnamen

Tabel 2.5 : Lembar Perhitungan Poin Turnamen Cara menghitung skor pertandingan sebagai berikut : 1) Pertandingan dengan empat pemain

Pemain Skor Tidak Kembar Skor diatas Kembar Skor Tengah Kembar Skor Bawah Kembar 3 Skor Atas Kembar 3 Skor Bawah Kembar Semua Kembar 2 Bawah 2 Atas Kembar Top

Skor 60 50 60 60 50 60 40 50 Skor

Tengah Atas

40 50 40 40 50 30 40 50 Skor

Tengah Atas

30 30 40 30 50 30 40 30 Skor

Bawah 20 20 20 30 20 30 40 30

2) Pertandingan dengan tiga pemain

Pemain Skor Tidak Kembar Skor diatas Kembar Skor Bawah Kembar Semua Kembar Top

Skor 60 50 60 50 Skor

Tengah Atas

40 50 40 50 Skor

Tengah Atas

30 30 30 50 Skor


(43)

3) Pertandingan dengan dua pemain

Pemain

Skor Tidak

Kembar Kembar

Top Skor 60 40

Skor Bawah 20 40

e. Penghargaan Tim (Team Recognition)

Setelah semua skor dihitung, guru segera memberikan penghargaan kepada tim. Pemberian penghargaan dapat berupa hadiah atau sertifikat atas usaha yang telah dilakukan kelompok selama belajar sehingga mencapai kriteria yang telah disepakati bersama. Tabel perolehan nilai dan kriteria pemberian penghargaan ditunjukkan pada tabel 2.5 dan 2.6

Tabel 2.6 : Lembar Rangkuman Nilai Kelompok Anggota

Kelompok 1 2 3 4 5 6 7 8

A 50 30 20

B 40 40 40

C 60 60 30

D 50 50 50

Total skor

kelompok 200 180 140

Rata-rata

kelompok 50 45 35

Penghargaan kelompok

Super Team

Great Team

Good Team

Tabel 2.7 : Kriteria Menentukan Penghargaan Kriteria Rata-rata Tim Penghargaan (award)

31-40 Cukup (Good Team)

41-45 Baik (Good)

>46 Amat Baik (Super Team)

Pada model pembelajaran Team Games Tournament (TGT) ini juga terdapat kelebihan dan kekurangan, adapun kelebihannya adalah : a. Adanya games dan turnamen dalam kelompok belajar.


(44)

c. Kelompok belajar heterogen. d. Terdapat pengembangan seni.

Kekurangan pembelajaran Team Games Tournament (TGT) adalah sebagai berikut :

a. Penilaian individu tidak setiap 1-2 kali pertemuan melainkan penilaian kelompok.

b. Penilaian berdasarkan kerja kelompok dan selanjutnya individu.

2. Hakikat belajar

Belajar merupakan proses yang memperoleh kecakapan, keterampilan dan sikap. Belajar dimulai dari masa kecil sampai akhir hayat, seseorang rosulullah saw menyatakan dalam salah satu hadistnya bahwa manusia harus belajar sejak dari ayunan hingga liang lahat.

Belajar merupakan peristiwa atau kejadian tingkah laku siswa sehari-hari di sekolah yang merupakan suatu hal kompleks. Kompleksitas belajar tersebut dapat dipandang dari dua subjek, yaitu dari siswa dan dari guru. Dari segi siswa, belajar dialami sebagai suatu proses. Siswa mengalami proses mental dalam menghadapi bahan belajar. Bahan belajar tersebut berupa keadaan alam, hewan, tumbuh-tumbuhan, manusia, dan bahan yang telah terhimpun dalam buku-buku pelajaran.25

Gagne (1984) mendefinisikan belajar sebagai suatu proses di mana organisme berubah prilakunya diakibatkan pengalaman. Demikian juga Harold Spear mendefinisikan bahwa belajar terdiri dari pengalaman, pendengaran, membaca, dan meniru. Dari definisi belajar diatas ini mengandung pengertian bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku seseorang akibat pengalaman yang ia dapat melalui pengamatan, pendengaran, membaca dan meniru. Manusia adalah makhluk yang

25

Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), h 17.


(45)

berbudaya, berpikir modern, cekatan, pandai, dan bijaksana diperdapat dari proses membaca, melihat, mendengar, dan meniru.26

Slameto, belajar adalah ”suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamnannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.27

Menurut Ngalim, belajar adalah ”perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari pada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian”.28

Belajar merupakan kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan, sangat tergantung pada proses belajar yang dialami siswa, baik di lingkungan sekolah maupun di lingkungan keluarganya sendiri.29

Belajar merupakan suatu proses yang diarahkan pada suatu tujuan, proses berbuat dari berbagai pengalaman. Belajar adalah proses melihat, mengamati dan memahami sesuatu yang dipelajari. Hasil dari interaksi tersebut berupa tingkah laku seperti pengetahuan, sikap, kebiasaan, keterampilan dan lain-lain. Sehingga dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah lakunya baik melalui latihan dan pengalamn yang menyangkut aspek kognitif, afektif dan psikomotor untuk memperoleh tujuan tertentu.

26

Tonih feronika, Strategi Pembelajaran Kimia (Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah, 2008) h 139

27

Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang mempengaruhinya (Jakarta : Rineka Cipta, 2010) hal.2

28

Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2002) hal. 84

29

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendidikan Baru, (Bandung; PT Remaja Rosdakarya, 2002), hal.89


(46)

a. Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses belajar. Hasil belajar, untuk sebagian adalah berkat tindak guru, suatu pencapaian tujuan pengajaran.30

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki. siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instrukaional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah yaitu :31

a. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis sintesis dan evaluasi.

b. Ranaha afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yakni, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi dan internalisasi. c. Ranah psikomotorik berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan

kemampuan bertindak. Ada empat aspek ranah psikomotorik yakni, (a) gerakan refleks, (b) keterampilan gerakan dasar, (c) kemampuan perseptual, (d) keharmonisan atau ketepatan, (e) gerakan keterampilan kompleks, dan (f) gerakan ekspresif dan interpretatif.

Hasil belajar yang dicapai siswa melalui proses belajar mengajar yang optimal ditunjukkan dengan ciri-ciri sebagai berikut :32

a. Kepuasan dan kebanggaan yang dapat menumbuhkan motivasi belajar intrinsik pada diri siswa. Siswa tidak mengeluh dengan prestasi yang rendah dan ia akan berjuang lebih keras untuk memperbaikinya atau setidaknya mempertahankan apa yang telah dicapai.

30

Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), hal. 3-4.

31

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung : PT Rosdakarya 2009) h 22

32

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung : PT Rosdakarya 2009) h 56


(47)

b. Menambah keyakinan dan kemampuan dirinya, artinya ia tahu kemampuan dirinya dan percaya bahwa ia mempunyai potensi yang tidak kalah dari orang lain apabila ia berusaha sebagaimana mestinya. c. Hasil belajar yang dicapai bermakna bagi dirinya, seperti akan tahan

lama diingat, membentuk perilaku, bermanfaat untuk mempelajari aspek lain, kemauan dan kemampuan untuk belajar sendiri dan mengembangkan kreativitasnya.

d. Hasil belajar yang diperoleh siswa secara menyeluruh (komprehensif), yakni mencakup ranah kognitif, pengetahuan atau wawasan, ranah afektif (sikap) dan ranah psikomotorik, keterampilan atau perilaku. e. Kemampuan siswa untuk mengontrol atau menilai dan mengendalikan

diri terutama dalam menilai hasil yang dicapainya maupun menilai dan mengendalikan proses dan usaha belajarnya.

Prinsip penilaian hasil belajar adalah:33

a. Dalam menilai hasil belajar hendaknya dirancang sedemikian rupa sehingga jelas kemampuan yang harus dinilai, materi penilaian, alat penilaian, dan interpretasi hasil penilaian.

b. Penilaian hasil belajar hendaknya menjadi bagian integral dari proses belajar mengajar. Artinya, penilaian senantiasa dilaksanakan pada setiap saat proses belajar mengajar sehingga pelaksanaannya berkesinambungan.

c. Agar diperoleh hasil belajar yang objektif dalam pengertian menggambarkan prestasi dan kemampuan siswa sebagaimana adanya, penilaian harus menggunakan berbagai alat penilaian dan sifat komprehensif.

Penilaian hasil belajar hendaknya diikuti dengan tindak lanjutnya. Data hasil penilaian sangat bermanfaat bagi guru maupun bagi siswa.

33

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung : PT Rosdakarya 2009), hal. 8-9.


(48)

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah :34 a. Faktor-faktor Intern :

1. Faktor Jasmaniah : kesehatan, cacat tubuh.

2. Faktor Psikologi : intelegenssi, perhatian, minaat, bakat, motif, kematangan, kesepian.

3. Faktor Kesehatan b. Faktor-faktor Ekstern :

1. Faktor Keluarga : cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, ekonomi keluarga, pengertian orang tua, latar bejakang kebudayaan.

2. Faktor Sekolah : metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran diatas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, tugas rumah.

3. Faktor Masyarakat : kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat.

Hasil belajar yang di capai siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor yang secara garis besarnya dapat di bagi dalam dua faktor utama, yaitu faktor intern dan faktor ekstern.

a. Faktor yang berasal dari dalam diri siswa (Faktor Intern) :

Faktor intern ini terdiri dari dua macam kondisi, yaitukondisi fisiologis siswa yang terdidri dari kondisi kesehatan dan kebugaran fisik, kondisi panca indera, terutama penglihatan dan pendengaran. Dan kondisi psikologis siswa yang mempengaruhi hasil belajar, seperti minat, bakat, motivasi, intelegensi, sifat dan kebiasaan belajar, ketekunan, kemampuan kognitif, dan kondisi sosial ekonomi siswa.

34

Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang mempengaruhinya (Jakarta : Rineka Cipta, 2010) hal.54


(49)

b. Faktor yang berasal dari luar diri siswa (Faktor Ekstern) :

Faktor ini berasal dari luar diri siswa yang dapat menentukan atau mempengaruhi hasil belajar antara lain adalah faktor lingkungan. Faktor lingkungan yang paling diminan mempengaruhi hasil belajar siswa adalah lingkungan belajar yaitu kualitas atau mutu pengajaran di sekolah, artinya sejauh mana proses belajar mengajar di sekolah dapat berlangsung secara efektif. Dan hal ini tentu saja tidak terlepas dari metode mengajar yang digunakan oleh seorang pengajar.

Berhasil baik atau tidaknya belajar itu tergantung kepada bermacam-macam faktor. Adapun faktor-faktor itu dapat dibedakan menjadi dua golongan :35

a. Faktor yang ada pada diri organisme itu sendiri yang kita sebut faktor individual. Yang termasuk faktor individual, antara lain: faktor kematangan/pertumbuhan, kecerdasan, latihan, motivasi, dan faktor pribadi. Faktor yang ada di luar individual yang kita sebut faktor sosial.

b. Yang termasuk faktor sosial antara lain : faktor keluarga, guru daan cara mengajarnya, alat yang dipergunakan dalam belajr mengajar, lingkungan dan kesempatan yang tersedia, dan motivasi sosial.

Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajar. Pengalaman belajar yang diperoleh merupakan pengetahuan baru, sehingga dapat memperluas wawasan berpikir siswa. Sehingga hasil belajar siswa dapatlah berguna bagi guru yaitu untuk mengetahui apakah tujuan instruktur yang diharapkan telah terjadi atau belum.

35

Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2002), hal. 102


(50)

3. Sistem Koloid a. Sistem dispersi

Bila suatu zat dicampurkan dengan zat lain, maka akan terjadi penyebaran secara merata dari suatu zat kedalam zat lain yang disebut dengan sistem dispersi.

Berdasarkan partikel dan ukurannya, sistem dispersi dibedakan menjadi tiga kelompok :

1. Larutan

Larutan merupakan sistem dispersi yang ukuran partikel-partikelnya sangat kecil, sehingga tidak dapat dibedakan antara partikel pendispersi dengan partikel terdispersi walaupun menggunkan mikroskop dengan tingkat pembesaran yang tinggi (mikroskop ultra). 2. Koloid

Koloid berasal dari kata “kolia” yang dalam bahasa Yunani berarti

“lem”. Istilah koloid pertama kali dikenalkan oleh Thomas Graham (1861) berdasarkan pengamatannya terhadap gelatin yang merupakan Kristal tetapi sukar mengalami difusi.36 Campuran yang kondisinya antara homogen dan heterogen inilah yang disebut sebagai koloid.37 3. Suspensi

Suspensi merupakan sistem dispersi dimana partikel yang berukuran relatif besar tersebar merata di dalam medium pendispersinya. Suspensi merupakan sistem dispersi yang tidak stabil, sehingga bila tidak diaduk akan mengendap akibat gaya gravitasi bumi.

36

Unggul Sudarmo, Kimia Untuk SMA Kelas XI, (Jakarta : Phibeta Aneka Gama, 2007) h.224-225

37


(51)

Tabel 2.8 : Perbedaan secara umum antara larutan, koloid dan suspensi 38

Perbedaan Larutan Koloid Suspensi

Ukuran partikel < 100 nm 1-100 nm > 100 nm Penampilan fisis Jernih

Partikel terdispersi tidak dapat diamati dengan mikroskop ultra  Keruh-jernih  Partikel terdispersi hanya dapat diamati dengan mikroskop ultra  Keruh  Partikel terdispersi dapat diamati langsung dengan mata telanjang Kestabilan Tidak terpisah Sukar terpisah mudah terpisah Cara pemisahan Tidak dapat

disaring

Tidak dapat disaring

Filtrasi (disaring)

b. Jenis-jenis koloid

Penggolongan sistem koloid didasarkan pada jenis fase terdispersi dan pendispersinya tersebut.

Tabel 2.9 : Perbandingan sistem koloid39

No. Fase

Terdispersi

Fase

Pendispersi Nama Contoh

1. Padat Gas Aerosol Asap, debu di udara

2.

Padat Cair Sol Sol emas, sol belerang,

tinta, cat 3.

Padat Padat Sol padat Gelas berwarna, intan hitam

4. Cair Gas Aerosol Kabut dan awan

5.

Cair Cair Emulsi Susu, santan minyak

ikan 6.

Cair Padat Emulsi

padat Jeli, mutiara

7. Gas Cair Buih Buih sabun, krim kocok

8.

Gas Padat Buih Padat Karet busa, batu apung, stirofoam

38

Unggul Sudarmo, Kimia Untuk SMA Kelas XI, (Jakarta : Phibeta Aneka Gama, 2007) h.225

39


(52)

c. Sifat-sifat koloid

Sistem koloid mempunyai sifat-sifat khas yang berbeda dari sifat larutan ataupun suspensi.

1. Efek Tyndall adalah terhamburnya cahaya oleh partikel koloid.

2. Gerak Brown adalah Gerakan partikel koloid dengan lintasan lurus dan arah yang acak.40

3. Muatan koloid

 Elektroforesis adalah pergerakan partikel koloid dalam medan listrik.

 Adsorpsi adalah peristiwa penyerapan muatan oleh permukaan-permukaan partikel koloid.

4. Koagulasi adalah penggumpalan sistem koloid. Koloid dapat distabilkan oleh muatannya. Apabila muatan koloid dilucuti, maka kestabilannya akan berkurang dan dapat menyebabkan koagulasi atau penggumpalan.

5. Koloid pelindung adalah suatu koloid yang dapat distabilkan dengan menambahkan koloid lain.

6. Dialisis dapat dilihat pada pembuatan suatu koloid, seringkali terdapat ion-ion yang dapat mengganggu kestabilan koloid tersebut. Ion-ion pengganggu ini dapat dihilangkan dengan suatu proses yang disebut dialisis.41

7. Koloid liofil dan koloid liofob

 Koloid liofil adalah koloid yang fase terdispersinya suka menarik medium pendispersinya.

 Koloid liofob adalah sistem koloid yang fase terdispersinya tidak suka menarik medium pendispersinya.

40

Unggul Sudarmo, Kimia Untuk SMA Kelas XI, (Jakarta : Phibeta Aneka Gama, 2007) h. 227-228

41


(53)

Bila medium pendispersinya air koloid liofil disebut juga koloid hidrofil, sedangkan koloid liofob disebut koloid hidrofob.42

d. Peranan koloid

Koloid memegang peranan penting dalam berbagai bidang. Misalnya, pengolahan dan penyajian bahan pangan, pembuatan obat-obatan, kosmetik, pengolahan air bersih, bahan bangunan, dan berbagai produk industri. Selain bermanfaat bagi kehidupan, koloid dapat mengganggu atau mencemari lingkungan terutama di udara dan perairan.43

Pembuatan koloid ada dua, yaitu cara dispersi dan kondensasi. Cara dispersi dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel. Cara kondensasi dilakukan dengan mengubah larutan menjadi koloid, antara lain melalui reaksi hidrolosis, reaksi redoks atau pertukaran ion.44

B. Hasil-hasil Penelitian yang Relevan

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Widiasti Rahayu Purwanti

Implementasi Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT untuk Mencapai

Ketuntasan Belajar Siswa Pada Konsep Asam Basa” menunjukan bahwa

peningkatan penguasaan konsep siswa terlihat dari peningkatan hasil belajar yang diperoleh siswa yaitu dari 72,3% menjadi 77%.45

Menurut Hafidah Yupitriani dalam skripsinya yang berjudul

Peningkatan Hasil Belajar Kimia Siswa Dengan Mengoptimalkan Gaya

Belajar Melalui Model Pembelajaran TGT” Berdasarkan tindakan yang telah

diberikan pada siswa kelas XI MAN 11 Jakarta dapat disimpulkan bahwa mengoptimalkan gaya belajar melalui model pembelajaran TGT dapat meningkatkan hasil belajar kimia siswa khususnya pada konsep kelarutan dan

42

Unggul Sudarmo, Kimia Untuk SMA Kelas XI, (Jakarta : Phibeta Aneka Gama, 2007) hal. 233

43

Suyatno, dkk. Kimia Untuk SMA/MA Kelas XI, (Jakarta : Grasindo, 2007) h. 284 44

Unggul Sudarmo, Kimia Untuk SMA Kelas XI, (Jakarta : Phibeta Aneka Gama, 2007) h. 239

45

Widiasti Rahayu Purwanti, “Implementasi Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT untuk Mencapai Ketuntasan Belajar Siswa Pada Konsep Asam Basa” (Jakarta : Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h 86


(54)

hasil kali kelarutan. Hal ini dapat ditunjukan dengan rata-rata pada siklus I 68,75 menjadi 77,05 pada siklus II dan 88,75 pada siklus III.46

Menurut Rita Hayati dalam skripsinya yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Teams Games Tournament (TGT) Untuk

Mengurangi Kecemasan Siswa Dalam Belajar Matematika” penerapan model

pembelajaran kooperatif Teams Games Tournament (TGT) dapat mengurangi kecemasan siswa dalam belajar matematika.47

Menurut Rozana dalam skripsinya yang berjudul “Perbandingan Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Games Tournament (TGT) dengan Tipe Jigsaw Terhadap Peningkatan Penguasaan Konsep Biologi Siswa di MAN 7 Jakarta” penguasaan konsep siswa yang diajarkan dengan menggunakan metode kooperatif tipe TGT pada kelas eksperimen A lebih tinggi dari pada siswa yang diajarkan dengan menggunakan tipe Jigsaw pada kelas eksperimen B. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata penguasaan konsep biologi siswa kelas eksperimen A yaitu sebesar 70,33 sedangkan pada kelas eksperimen B rata-rata penguasaan konsep biologi siswa sebesar 62,67.48

Anak agung Gede Ngurah, dalam jurnal ilmiah pendidikan dan pembelajaran, tentang “Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT dengan Pendekatan Pembelajaran Kontekstual Dan Model Evaluasinya Dalam Pembelajaran Fisika di SMP” hasil uji hipotesis menyebutkan bahwa hasil belajar siswa kelompok eksperimen dan hasil belajar siswa kelompok kontrol berbeda secara signifikan, skor rerata siswa kelompok eksperimen 7,0373 dan skor rerata siswa kelompok kontrol 4,8079. Dengan demikian dapat disimpulkan metode pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan

46

Hafidah Yupitriani, “Peningkatan Hasil Belajar Kimia Siswa Dengan Mengoptimalkan Gaya Belajar Melalui Model Pembelajaran TGT” (Jakarta : Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009), h 80

47

Rita Hayati, “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Teams Games Tournament (TGT) Untuk Mengurangi Kecemasan Siswa Dalam Belajar Matematika” (Jakarta : Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009), h 120

48

Rozana, “Perbandingan Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Games Tournament (TGT) dengan Tipe Jigsaw Terhadap Peningkatan Penguasaan Konsep Biologi Siswa di MAN 7 Jakarta” (Jakarta : Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007), h 55


(55)

pendekatan CTL lebih efektif dibandingkan dengan metode konvensional untuk meningkatkan hasil belajar siswa.49

Budi Suseno, dalam jurnal pendidikan, “Meningkatkan Motivasi Dan Hasil Belajar Materi Sistem Reproduksi Invertebrata Melalui Optimalisasi Penggunaan Media Charta, Dengan Metode Pembelajaraan Kooperatif Model TGT kelas X.1 SMA Negeri 1 Weru Sukoharjo”, bahwa optimalisasi pemggunaaan charta dengan pembelajaran kooperatif model TGT dapat meningkatkan hasil belajar materi reproduksi invertebrata kelas X SMA Negeri Weru Sukoharjoterlihat dari hasil belajar evaluasi yang diberikan oleh guru pada setiap akhir siklus.50

Rumiyati, jurnal pendidikan, tentang “Upaya Peningkatan Hasil Belajar Matematika Materi Sistem Persamaan Linier Bagi Siswa Kelas X-A SMA Negeri 1 Tunjungan”, dapat disimpulkan bahwa melalui penerapan pembelajaran model TGT bagi siswa kelas X-A SMA Negeri 1 Tunjungan, dimana nilai rata-rata ulangan harian pada kondisi awal sebesar 59,81 meningkat menjadi 70,94 atau mengalami peningkatan sebesar 16 persen.51

Hadi Setyo Nugroho, jurnal pndidikan “Penerapan Model TGT dalam Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Tentang Sistem Persamaan Linier Dua Variabel Bagi Siswa Kelas VIII A SMP 6 Wadaslintang”, bahwa penggunaan model pembelajaran TGT dapat digunakan sebagai variasi dalam pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar matematika pada pokok bahasan Sistem Persamaan Linier Dua Variabel Bagi Siswa Kelas VIII A SMP 6 Wadaslintang. Terbukti dari kondisi awal rata-rata ulangan harian satu dan kedua 53, setelah pembelajaran dilaksanakan dengan model pembelajaran

49

Anak agung Gede Ngurah, Jurnal Ilmiah Pendidikan Dan Pembelajaran, Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT dengan Pendekatan Pembelajaran Kontekstual Dan Model Evaluasinya Dalam Pembelajaran Fisika di SMP, 2005, h. 161

50

Budi Suseno, Jurnal Pendidikan, “Meningkatkan Motivasi Dan Hasil Belajar Materi Sistem Reproduksi Invertebrata Melalui Optimalisasi Penggunaan Media Charta, Dengan Metode Pembelajaraan Kooperatif Model TGT kelas X.1 SMA Negeri 1 Weru Sukoharjo”, 2008, h. 68-69

51

Rumiyati, jurnal pendidikan, tentang “Upaya Peningkatan Hasil Belajar Matematika Materi Sistem Persamaan Linier Bagi Siswa Kelas X-A SMA Negeri 1 Tunjungan”, 2009, h. 31


(56)

TGT nilai rata-rata kelas mengalami peningkatan pada siklus pertama rata-rata kelas 56 pada siklus kedua nilai rata-rata kelas 60.52

C. Pengajuan Konsep Perencanaan Tindakan

Hasil belajar siswa adalah merupakan indikator atau gambaran keberhasilan guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar, sehingga masalah hasil belajar siswa merupakan salah satu problem yang tidak pernah habis dibicarakan dalam dunia pendidikan.

Berkenaan dengan hal ini, dalam mengajar kimia guru harus mampu memberikan intervensi yang cocok, bila guru dapat menguasai dengan baik materi yang diajarkan begitu juga dengan strategi pembelajaran yang akan digunakan. Karena itu, merupakan syarat yang penting sehingga belajar menjadi bermakna bagi siswa. Keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran merupakan hal yang penting karena dengan itu mereka akan lebih memahami materi yang telah mereka pelajari. Metode pembelajaran yang diharapkan sesuai dan dapat digunakan sebagai alternatif dalam pembelajaran adalah pembelajaraan kooperatif. Salah satu model pembelajaran kooperatif yaitu tipe Team Games Tournament (TGT). metode ini merupakan model pembelajaran yang melibatkan siswa aktif dalam proses pembelajaran dan membuat suasana belajar mengajar lebih menarik dan menyenangkan bagi siswa, pelaksanaan games dan turnamen sebagai cara untuk membuat siswa mengulang dan berlatih dalam mereview materi yang telah dipelajari sehingga dapat menggali rasa ingin tahu siswa dan mempunyai motivasi dan bersemangat dalam mencapai keberhasilan pada saat melakukan games dan turnamen.

Gambar 2.3. menunjukan bagan pengajuan konsep perencanaan tindakan yang dilakukan peneliti.

52

Hadi Setyo Nugroho, jurnal pndidikan “Penerapan Model TGT dalam Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Tentang Sistem Persamaan Linier Dua Variabel Bagi Siswa Kelas VIII A SMP 6 Wadaslintang”, 2009, h. 37


(57)

Gambar 2.3.

Bagan Pengajuan Konsep Perencanaan Tindakan

D. Hipotesis Tindakan

Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT) dapat meningkatkan hasil belajar kimia siswa pada konsep sistem koloid.

Faktor Eksternal : Faktor keluarga

 Guru

Cara mengajar

Keadaan lingkungan

Faktor Internal :  Motivasi

 Cita-cita

 Kesiapan belajar

 Kesehatan

SISWA

Hasil Belajar kognitif

Proses Pembelajaran

Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT

Proses Penerapan

Model Pembelajaran


(58)

41

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SMA Negeri 12 Kota Tangerang, Jl. HOS Cokroaminoto Gg. Barokah I Larangan Utara Larangan Kota Tangerang. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 21 Mei – 01 Juni 2012, pada semester genap tahun ajaran 2011-2012.

B. Metode dan Rancangan Siklus Penelitian 1. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research). Penelitian tindakan kelas (PTK) adalah suatu penelitian tindakan yang dilakukan oleh guru yang sekaligus sebagai peneliti dikelasnya atau bersama-sama dengan orang lain (kolaborasi) dengan jalan merancang, melaksanakan dan merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan partisipatif yang bertujuan untuk memperbaiki atau meningkatkan mutu proses pembelajaran di kelasnya melalui suatu tindakan tertentu dalam suatu siklus.1 Tujuan utama dari penelitian tindakan kelas adalah untuk perbaikan dan peningkatan professional pendidik dalam menangani proses belajar mengajar.2 Dengan memahami dan mencoba melaksanakan penelitian tindakan kelas, diharapkan kemampuan pendidik dalam proses pembelajaran semakin meningkat kualitasnya dan sekaligus akan meningkatkan kualitas pendidikan.

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) sebagai penelitian tindakan berbeda dengan penelitian kelas. Faktor pendorong pada penelitian kelas biasanya keinginan untuk mengetahui atau keinginan untuk

1

Kunandar, Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas sebagai Pengembangan Profesi Guru, (Jakarta: PT Rajagrafindo persada,2008), h. 44-45

2


(1)

2

Siswa dapat menyimpulkan pelajaran tetapi tidak sesuai dengan tujuan dan hanya 1 indikator pembelajaran saja yang sesuai 1

Siswa tidak dapat menyimpulkan pelajaran yang sesuai dengan tujuan dan indikator belajar


(2)

252

Lampiran 62

Dokumentasi Kegiatan Selama Proses Pembelajaran


(3)

(4)

254

Kegiatan Kerja Kelompok


(5)


(6)

256