Analisis Kelarutan Garam Kalsium pada Batu Ginjal dalam Infusa Daun Sukun (Artocarpus altilis (Park.) Fosberg) secara Spektrofotometri Serapan Atom

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tumbuhan
Uraian tumbuhan meliputi klasifikasi tumbuhan, nama daerah, morfologi
tumbuhan, kandungan kimia dan khasiat tumbuhan.
2.1.1 Klasifikasi Tumbuhan
Menurut Herbarium Medanense (2017), klasifikasi tumbuhan sukun antara
lain :
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Kelas

: Dicotyledoneae

Bangsa


: Urticales

Suku

: Moraceae

Marga

: Artocarpus

Jenis

: Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg

2.1.2 Nama Daerah
Nama daerah dari sukun adalah Sukun (Aceh), Hatopul (Batak), Suku
(Nias), Amu (Gorontalo), Bakara (Makasar), Baka (Bugis), Amo (Ternate),
Kamandi (Papua) (Harmanto dan Artianingsih, 2012).
2.1.3 Morfologi Tumbuhan

Pohon sukun dapat tumbuh tinggi hingga 30 m, walaupun umumnya
tanaman yang ditemui di pedesaan tingginya hanya belasan meter. Tanaman sukun
bertajuk renggang, bercabang mendatar dan berdaun besar – besar yang tersusun

6

Universitas Sumatera Utara

berselang – seling. Ukuran daun 20 – 40 cm x 20 – 60 cm dengan bentuk daun
berbagai menyirip dalam. (Mardiana dan Tim Ketik Buku, 2012).
Warna daun di bagian atas hijau tua mengkilap dengan permukaan halus.
Sementara itu, daun bagian bawah berwarna hijau pucat, bertekstur kasar dan
berbulu halus. Pangkal daun utuh dan kukuh, panjangnya sekitar 3 – 5 cm.
Umumnya, daun tumbuh mendatar dan menghadap ke atas. Jarak antar daun
bervariasi antara 2 – 10 cm (Harmanto dan Artianingsih, 2012).
2.1.4 Kandungan Kimia
Daun sukun mengandung flavonoid, saponin, steroid/triterpenoid, tanin dan
glikosida. Daun sukun mengandung senyawa flavonoid yaitu 8-geranyl-4,5,7trihydroxyflavone (Novianti, 2011; Mardiana dan Tim Ketik Buku, 2012).
2.1.5 Khasiat Tumbuhan
Selain sebagai bahan baku makanan ternyata sukun juga berkhasiat sebagai

tanaman obat. Semua bagian tanamannya terbukti berkhasiat mulai dari daun, buah,
batang hingga akar. Seorang ibu yang baru melahirkan misalnya, mengkonsumsi
minuman yang bercampur getah sukun hingga 8 – 10 hari pascamelahirkan. Mereka
meyakini minuman bercampur getah dapat mengencerkan darah. Bunga sukun yang
dibakar hingga menjadi arang, lalu mengoleskan pada gigi yang sakit. Daun sukun
terbukti efektif untuk mengobati berbagai penyakit seperti liver, hepatitis, sakit gigi,
gatal – gatal, pembesaran limpa, jantung dan ginjal. Kandungan flavonoid daun
sukun juga terbukti sebagai antiinflamasi, antiaterosklerosis, antidiabetes dan
antiplatelet (Mardiana dan Tim Ketik Buku, 2012).
2.2 Batu Ginjal
Uraian batu ginjal meliputi definisi, etiologi, proses pembentukan batu
saluran kemih dan komposisi batu ginjal

7

Universitas Sumatera Utara

2.2.1 Definisi
Umumnya, batu ginjal terjadi karena tubuh kekurangan cairan sehingga
terjadi penyumbatan pada saluran dari ginjal menuju kantung kemih. Batu-batu

yang ada pada ginjal terbentuk dari bahan-bahan kimia yang biasanya terdapat di
dalam air seni seperti kalsium, asam urat, fosfat, dan bahan kimia lainnya (Muhgni,
2013).
Nefrolitiasis merujuk pada penyakit batu ginjal. Batu atau kalkuli dibentuk
di dalam saluran kemih mulai dari ginjal ke kandung kemih oleh kristalisasi dari
substansi ekskresi di dalam urin. Urolitiasis merujuk pada adanya batu dalam sistem
perkemihan. Sebanyak 60% kandungan batu ginjal terdiri atas kalsium oksalat,
asam urat, magnesium, ammonium, dan fosfat atau gelembung asam amino
(Nursalam dan Baticaca, 2009).
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya batu ginjal yaitu tingginya
konsentrasi garam-garam yang larut dalam urin, adanya kelainan yang
menyebabkan kristal-kristal berkumpul menjadi batu antara lain karena perubahan
pH urin, penurunan volume urin, adanya koloid dalam urin, adanya infeksi di ginjal
oleh jenis bakteri tertentu yang dapat memicu pembentukan batu ginjal dan terlalu
aktifnya kelenjar paratiroid (Nessa, dkk., 2013).
2.2.2 Etiologi
Menurut Nursalam dan Baticaca (2009), etiologi dari batu ginjal adalah:
1. Penyebab dan Faktor Predisposisi
a. Hiperkalemia


dan

hiperkalsuria

disebabkan

oleh

hiperparatiroidisme, asidosis tubulus ginjal, multiple myeloma, serta
kelebihan asupan vitamin D, susu, dan alkali.
b. Dehidrasi kronis, asupan cairan yang buruk, dan imobilitas.

8

Universitas Sumatera Utara

c. Diet tinggi purin dan abnormalitas metabolisme purin (hiperuremia
dan gout).
d. Infeksi kronis dengan urea mengandung bakteri (proteus vulgaris).
e. Sumbatan kronis dimana urin tertahan akibat benda asing dalam

saluran kemih.
f. Kelebihan absorpsi oksalat pada penyakit inflamasi usus dan reseksi
atau ileostomi.
g. Tinggal di daerah yang beriklim panas dan lembab.
2. Batu dapat ditemukan di berbagai sistem perkemihan dan ukurannnya
bervariasi.
3. Sekitar tiga atau empat pasien dengan batu ginjal adalah laki-laki dengan
rentang usia 20-30 tahun. Banyak batu berpindah dari atas ke bawah
(menyebabkan kolik hebat) dan ditemukan di saluran kemih bawah. Batu
secara spontan pada saluran dapat diantisipasi 80% pada pasien urolithiasis.
4. Batu bisa tertinggal di dalam pelvis ginjal, ureter, atau leher kandung kemih
yang menyebabkan sumbatan, edema, infeksi sekunder, dan berbagai kasus,
kerusakan nefron.
5. Orang yang pernah menderita batu ginjal cenderung untuk kambuh.
Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah
terjadinya batu saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor itu adalah faktor
intrinsik yaitu faktor yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu
pengaruh yang berasal dari lingkungan di sekitarnya (Purnomo, 2003).
Menurut Purnomo (2003), faktor intrinsik antara lain adalah:
1. Hereditair (keturunan): penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya

2. Umur: penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun

9

Universitas Sumatera Utara

3. Jenis kelamin: jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan
dengan pasien perempuan.
Menurut Purnomo (2003), beberapa faktor ekstrinsik diantaranya adalah:
1. Geografi: pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran
kemih yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai
daerah stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di Afrika Selatan
hampir tidak dijumpai penyakit batu saluran kemih
2. Iklim dan temperatur
3. Asupan air: kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium yang
dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih
4. Diet: diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya batu
saluran kemih
5. Pekerjaan: penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya duduk
atau kurang aktifitas atau sedentary life.

2.2.3 Proses Pembentukan Batu Saluran Kemih
Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu kalsium, baik yang
berikatan dengan oksalat maupun dengan fosfat, membentuk batu kalsium oksalat
dan kalsium fosfat, sedangkan sisanya berasal dari batu asam urat, batu magnesium
ammonium fosfat, batu xantin, batu sistin, dan batu jenis lainnya. Meskipun
patogenesis pembentukan batu-batu diatas hampir sama, tetapi suasana di dalam
saluran kemih yang memungkinkan terbentuknya jenis batu itu tidak sama. Dalam
hal ini misalkan batu asam urat mudah terbentuk dalam suasana asam, sedangkan
batu magnesium ammonium fosfat terbentuk karena urin bersifat basa (Purnomo,
2003).

10

Universitas Sumatera Utara

Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik
maupun anorganik yang terlarut dalam urin. Kristal-kristal tersebut tetap berada
dalam keadaan metastable (tetap terlarut) dalam urin jika tidak ada keadaankeadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal
yang saling mengadakan presipitasi membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian
akan mengadakan agregasi, dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal

yang lebih besar. Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan
belum cukup mampu membuntu saluran kemih. Untuk itu agregat kristal menempel
pada epitel saluran kemih (membentuk retensi kristal), dan dari sini bahan-bahan
lain diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk
menyumbat saluran kemih (Purnomo, 2003).
2.2.4 Komposisi Batu Ginjal
Batu ginjal pada umumnya mengandung unsur kalsium oksalat atau kalsium
fosfat, asam urat, magnesium-amonium-fosfat (MAP), xantin dan sistin, silikat dan
senyawa lainnya. Menurut Purnomo (2003), data mengenai kandungan/komposisi
zat yang terdapat pada batu sangat penting untuk usaha pencegahan terhadap
kemungkinan timbulnya batu residatif.
1. Batu kalsium
Menurut Purnomo (2003), batu jenis ini paling banyak dijumpai, yaitu kurang
lebih 70% - 80% dari seluruh batu saluran kemih. Kandungan batu jenis ini
terdiri atas:
a. Kalsium Oksalat
Batu kalsium oksalat keras, coklat tua, bentuknya seperti murbei,
serta terdiri dari kalsium oksalat monohidrat (‘wheweliet’) atau juga
batu keras, mudah pecah, kuning muda, tajam, yang terdiri dari


11

Universitas Sumatera Utara

kalsium oksalat dihidrat (‘weddeliet’). Batu-batu semacam ini bisa
nampak jelas dalam gambar rontgen (Scholtmeijer, dkk., 1982).
b. Kalsium fosfat (apatit)
Batu ini lunak, agak keputihan, licin, bisa nampak jelas dalam
gambar rontgen dan sering bercampur dengan komponen batu lain
(Scholtmeijer, dkk., 1982).
Menurut Purnomo (2003), faktor terjadinya batu kalsium adalah:
a. Hiperkalsiuri yaitu kadar kalsium di dalam urin lebih besar dari 250300 mg/24 jam.
b. Hiperoksaluri adalah ekskresi oksalat urin yang melebihi 45 gram
per hari.
c. Hiperurikosuria adalah kadar asam urat di dalam urin yang melebihi
850 mg/24 jam.
d. Hipositraturia. Di dalam urin, sitrat bereaksi dengan kalsium
membentuk kalsium sitrat, sehingga menghalangi ikatan kalsium
dengan oksalat atau fosfat. Hal ini dimungkinkan karena ikatan
kalsium sitrat lebih mudah larut daripada kalsium oksalat. Oleh

karena itu sitrat dapat bertindak sebagai penghambat pembentukan
batu kalsium.
e. Hipomagnesuria. Seperti halnya pada sitrat, magnesium bertindak
sebagai penghambat timbulnya batu kalsium, karena di dalam urin
magnesium bereaksi dengan oksalat menjadi magnesium oksalat
sehingga mencegah ikatan ikatan kalsium dengan oksalat. Penyebab
tersering hipomagnesuria adalah penyakit inflamasi usus yang
diikuti dengan gangguan malabsorbsi.

12

Universitas Sumatera Utara

2. Batu struvit
Dalam keadaan murni batu ini tidak terlihat dalam foto rontgen.
Tetapi biasanya batu ini bercampur dengan kalsium fosfat sehingga terlihat.
Bentuk yang terkenal ialah batu koral atau batu tanduk rusa atau batu cor.
Batu-batu ini terbentuk sebagai akibat infeksi oleh bakteri yang
menguraikan ureum (Scholtmeijer, dkk., 1982).
Batu struvit disebut juga batu infeksi, karena terbentuknya batu ini
disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini
adalah kuman golongan pemecah urea atau urea splitter yang dapat
menghasilkan enzim urease dan merubah urin menjadi bersuasana basa
melalui hidrolisis urea menjadi amoniak (Purnomo, 2003).
Kuman-kuman yang termasuk pemecah urea diantaranya adalah
Proteus spp, Klebsiella serratia, Enterobacter, Pseudomonas, dan
Stafilokokus. Meskipun E. coli banyak menimbulkan infeksi saluran kemih
tetapi kuman ini bukan termasuk pemecah urea (Purnomo, 2003).
3. Batu asam urat
Batu asam urat ialah batu yang keras, kuning coklat, licin yang
biasanya tidak tampak dalam foto rontgen (Scholtmeijer, dkk., 1982).
Batu asam urat merupakan 5-10% dari seluruh batu saluran kemih.
Diantara 75-80% batu asam urat terdiri atas asam urat murni dan sisanya
merupakan campuran kalsium oksalat (Purnomo, 2003).
Ukuran batu asam urat bervariasi mulai dari ukuran kecil sampai
ukuran besar sehingga membentuk batu staghorn yang mengisi seluruh
pelvikalises ginjal. Tidak seperti batu jenis kalsium yang bentuknya

13

Universitas Sumatera Utara

bergerigi, batu asam urat bentuknya halus dan bulat sehingga seringkali
keluar spontan (Purnomo, 2003).
4. Batu jenis lain
Batu sistin, batu xantin, dan batu silikat sangat jarang dijumpai. Batu
sistin didapatkan karena kelainan metabolisme sistin, yaitu kelainan dalam
absorbsi sistin di mukosa usus. Batu sistin berwarna kuning muda, licin,
teraba agak berlemak, terlihat dalam foto toraks tetapi tidak tampak jika
masih sangat kecil (Scholtmeijer, dkk., 1982). Demikian batu xantin
terbentuk karena penyakit bawaan berupa defisiensi enzim xantin oksidase
yang mengkatalisis perubahan hipoxantin menjadi xantin dan xantin
menjadi asam urat. Pemakaian antasida yang mengandung silikat
(magnesium silikat atau aluminometilsalisilat) yang berlebihan dan dalam
jangka waktu lama dapat menyebabkan timbulnya batu silikat (Purnomo,
2003).
2.3 Infusa
Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi simplisia
nabati dengan air pada suhu 90oC selama 15 menit. Pembuatan infusa merupakan
cara yang paling sederhana untuk membuat sediaan herbal dari bahan yang lunak
seperti daun dan bunga. Infusa dapat diminum panas atau dingin. Sediaan herbal
yang mengandung mintak atsiri akan berkurang khasiatnya apabila tidak
menggunakan penutup pada pembuatan infus (Badan POM RI, 2008).
2.4 Mineral
Mineral digolongkan ke dalam mineral makro dan mineral mikro. Mineral
makro adalah mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg

14

Universitas Sumatera Utara

sehari, sedangkan mineral mikro dibutuhkan kurang dari 100 mg sehari. Jumlah
mineral mikro dalam tubuh kurang dari 15 mg (Almatsier, 2004).
2.4.1 Kalium (K)
Kalium (K) merupakan kation penting di dalam cairan intraseluler yang
berperan dalam keseimbangan pH dan osmolalitas. Tubuh manusia mengandung
2,6 mg kalium per kilogram berat badan bebas lemak. Dalam jumlah kecil mineral
ini dijumpai dalam cairan ekstraseluler; kadar kalium dalam serum adalah 14-22
mg/100 ml. Kemampuan kalium menerobos membran sel lebih besar dibandingkan
natrium (Suhardjo dan Kusharto, 1992). Sebanyak 95% kalium berada di dalam
cairan intraseluler (Almatsier, 2004).
Kalium memegang peranan dalam pemeliharaan keseimbangan cairan dan
elektrolit serta keseimbangan asam basa. Bersama kalsium, kalium berperan dalam
transmisi saraf dan relaksasi otot. Di dalam sel, kalium berfungsi sebagai katalisator
dalam banyak reaksi biologik, terutama dalam metabolisme energi dan sintesis
glikogen dan protein. Kalium berperan dalam pertumbuhan sel (Almatsier, 2004).
Kalium merupakan bagian esensial semua sel hidup, kalium banyak terdapat
dalam bahan makanan, baik tumbuh-tumbuhan maupun hewan. Sumber utama
adalah makanan mentah/segar, terutama buah, sayuran, dan kacang-kacangan.
Kekurangan kalium jarang terjadi. Kebutuhan minimum akan kalium ditaksir
sebanyak 2000 mg sehari (Almatsier, 2004).
2.4.2 Kalsium (Ca)
Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat didalam tubuh,
yaitu 1,5-2% dari berat badan orang dewasa atau kurang lebih sebanyak 1 kg. Dari
jumlah ini, 99% berada di dalam jaringan keras, yaitu tulang dan gigi terutama
dalam bentuk hidroksiapatit. Jumlah yang dianjurkan per hari untuk anak-anak

15

Universitas Sumatera Utara

sebesar 500 mg, remaja 600-700 mg dan dewasa sebesar 500-800 mg (Almatsier,
2004).
Sumber kalsium utama adalah susu dan hasil susu, seperti keju. Serelia, kacangkacangan dan hasil kacang-kacangan, tahu dan tempe, dan sayuran hijau merupakan
sumber kalsium yang baik juga, tetapi bahan makanan ini mengandung banyak zat
yang menghambat penyerapan kalsium, seperti serat, fitat dan oksalat. Susu nonfat
merupakan sumber terbaik kalsium karena ketersediaan biologiknya tinggi.
Kebutuhan kasium akan terpenuhi bila kita makan makanan yang seimbang tiap
hari. Konsumsi kalsium hendaknya tidak melebihi 2500 mg sehari. Kelebihan
kalsium dapat menimbulkan batu ginjal atau gangguan ginjal. Di samping itu, dapat
menyebabkan konstipasi (susah buang air besar) (Almatsier, 2004).
2.5 Mekanisme Kalium dalam Meluruhkan Batu Ginjal
Kandungan kalium yang tinggi diduga dapat menghancurkan kalsium
oksalat dalam batu ginjal. Kalium akan menyingkirkan kalsium untuk bergabung
dengan senyawa karbonat, oksalat ataupun urat yang merupakan pembentuk batu
ginjal (Tripathi, dkk., 2016)
Daya melarutkan kalium terhadap endapan kalsium oksalat disebabkan oleh
letak kalium di dalam deret volta sebelum letak kalsium, sehingga kalium akan
menyingkirkan kalsium untuk bergabung dengan senyawa oksalat, karbonat, atau
urat sehingga senyawa ini dapat larut (Hidayati, dkk., 2009). Mekanisme reaksi
kalium dalam melarutkan kalsium oksalat adalah sebagai berikut:

2K+

+

CaC2O4

K2C2O4

(endapan batu kalsium oksalat)

(larut)

16

+

Ca2+
(larut)

Universitas Sumatera Utara

2.6 Dekstruksi
Destruksi merupakan proses pemecahan oksidatif dari bahan organik
sebelum penetapan suatu analit anorganik yaitu untuk memecah ikatan antara
senyawa organik dengan mineral. Dengan melakukan proses destruksi tersebut
diharapkan yang tertinggal hanya mineral-mineralnya saja. Secara umum, destruksi
ada dua yaitu destruksi basah dan destruksi kering (Dewi, 2012).
2.6.1 Dekstruksi Basah
Destruksi basah dilakukan dengan cara menguraikan bahan organik dalam
larutan asam pengoksidasi pekat (H2SO4, HNO3, H2O2 dan HClO4) dengan
pemanasan sampai jernih. Preparasi sampel dengan metode destruksi basah
dilakukan pada suhu rendah dan dengan penambahan campuran asam kuat untuk
mendestruksi senyawa organik dan bahan lain dalam sampel. Keuntungan dengan
metode analisis ini adalah waktu dan proses pengerjaannya lebih cepat, kehilangan
mineral akibat penguapan dapat dihindari (Dewi, 2012).
2.6.2 Dekstruksi Kering
Destruksi kering dilakukan dengan cara sampel yang akan dianalisis
dipanaskan pada temperatur lebih dari 500oC. Cara ini dapat menguapkan senyawa
organik dari C, H, O dan N menjadi gas seperti CO2, CO, NO, NO2, H2O, dan
sebagainya. Keuntungan metode ini adalah sederhana dan terhindar dari pengotor,
namun dapat juga terjadi kehilangan unsur-unsur mikro tertentu (Dewi, 2012).
2.7 Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)
Metode spektrofotometri serapan atom berprinsip pada absorpsi cahaya oleh
atom. Atom-atom menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu, tergantung
pada sifat unsurnya. Cahaya pada panjang gelombang ini mempunyai cukup energi

17

Universitas Sumatera Utara

untuk mengubah tingkat elektronik suatu atom. Transisi elektronik suatu unsur
bersifat spesifik. Dengan absorpsi energi, berarti memperoleh lebih banyak energi
sehingga suatu atom pada keadaan dasar dinaikkan tingkat energinya ke tingkat
eksitasi (Khopkar, 1985).
Spektrofotometri serapan atom digunakan untuk analisis kuantitatif unsurunsur mineral dalam jumlah sekelumit (trace) dan sangat sekelumit (ultratrace).
Cara analisis ini memberikan kadar total unsur mineral dalam suatu sampel dan
tidak tergantung pada bentuk molekul mineral dalam sampel tersebut. Cara ini
cocok untuk analisis sekelumit mineral karena mempunyai kepekaan yang tinggi
(batas deteksi kurang dari 1 ppm), pelaksanaannya relatif sederhana, dan
interferensinya sedikit (Gandjar dan Rohman, 2008).
Bagian instrumentasi spekrofotometri serapan atom adalah sebagai berikut:
1. Sumber radiasi
Sumber radiasi yang lazim dipakai adalah lampu katoda berongga (hollow
cathode lamp). Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang
mengandung suatu katoda dan anoda. Katoda sendiri berbentuk silinder
berongga yang terbuat dari logam atau dilapisi dengan logam tertentu
(Gandjar dan Rohman, 2008).
2. Tempat sampel
Dalam analisis dengan spektrofotometri serapan atom, sampel yang akan
dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam
keadaan asas. Ada berbagai macam alat yang dapat digunakan untuk
mengubah suatu sampel menjadi uap atom-atom yaitu dengan nyala (flame)
dan dengan tanpa nyala (flameless) (Gandjar dan Rohman, 2008).

18

Universitas Sumatera Utara

a. Nyala (Flame)
Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa padatan atau
cairan menjadi bentuk uap atomnya, dan juga berfungsi untuk
atomisasi. Suhu yang dapat dicapai oleh nyala tergantung pada gas yang
digunakan, misalnya untuk gas asetilen-udara suhunya sebesar 22000C.
Sumber nyala asetilen-udara ini merupakan sumber nyala yang paling
banyak digunakan. Pada sumber nyala ini asetilen sebagai bahan
pembakar, sedangkan udara sebagai bahan pengoksidasi (Gandjar dan
Rohman, 2008).
b. Tanpa nyala (Flameless)
Pengatoman dilakukan dalam tungku dari grafit. Sejumlah sampel
diambil sedikit (hanya beberapa µL), lalu diletakkan dalam tabung
grafit, kemudian tabung tersebut dipanaskan dengan sistem elektris
dengan cara melewatkan arus listrik pada grafit. Akibat pemanasan ini,
maka zat yang akan dianalisis berubah menjadi atom-atom netral dan
pada fraksi atom ini dilewatkan suatu sinar yang berasal dari lampu
katoda berongga sehingga terjadilah proses penyerapan energi sinar
yang memenuhi kaidah analisis kuantitatif (Gandjar dan Rohman,
2008).
3. Monokromator
Pada spektofomoteri serapan atom, monokromator dimaksudkan untuk
memisahkan dan memilih panjang gelombang yang digunakan dalam
analisis. Disamping sistem optik, dalam monokromator juga terdapat suatu
alat yang digunakan untuk memisahkan radiasi resonansi dan kontinu yang
disebut dengan chopper (Gandjar dan Rohman, 2008).

19

Universitas Sumatera Utara

4. Detektor
Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui tempat
pengatoman (Gandjar dan Rohman, 2008).
5. Amplifier
Amplifier merupakan suatu alat untuk memperkuat signal yang diterima dari
detektor sehingga dapat dibaca alat pencatat hasil (readout) (Gandjar dan
Rohman, 2008).
6. Readout
Readout merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai
pencatat hasil. Hasil pembacaan dapat berupa angka atau berupa kurva yang
menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi (Gandjar dan Rohman,
2008).

Gambar 1. Komponen Spektrofotometer Serapan Atom (Harris, 2009)
Gangguan-gangguan (interference) pada spektrofotometri serapan atom
adalah peristiwa-peristiwa yang menyebabkan pembacaan absorbansi unsur yang
dianalisis menjadi lebih kecil atau lebih besar dari nilai yang sesuai dengan
konsentrasinya dalam sampel (Gandjar dan Rohman, 2008). Secara luas dapat

20

Universitas Sumatera Utara

dikategorikan menjadi dua kelompok, yakni interferensi spektral dan interferensi
kimia (Khopkar, 1985).
Interferensi spektral disebabkan karena overlapping absorpsi antara spesies
pengganggu dan spesies yang diukur, karena rendahnya resolusi monokromator.
Interferensi kimia dapat mempengaruhi jumlah atau banyaknya atom yang terjadi
di dalam nyala. Gangguan kimia disebabkan karena adanya reaksi kimia selama
atomisasi, sehingga mengubah sifat absorpsi (Khopkar, 1985).
2.8 Validasi Metode Analisis
Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter
tertentu berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan bahwa parameter
tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2004).
Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi
metode analisis adalah sebagai berikut:
a.

Kecermatan
Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil

analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai
persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Kecermatan
ditentukan dengan dua cara, yaitu metode simulasi dan metode penambahan baku.
Metode simulasi (Spiked-placebo recovery) merupakan metode yang
dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit bahan murni ke dalam suatu
bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo), lalu campuran tersebut dianalisis dan
hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (Harmita, 2004).
Metode penambahan baku (standard addition method) merupakan metode
yang dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi

21

Universitas Sumatera Utara

tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan metode yang akan
divalidasi. Hasilnya dibandingkan dengan sampel yang dianalisis tanpa
penambahan sejumlah analit. Persen perolehan kembali ditentukan dengan
menentukan berapa persen analit yang ditambahkan ke dalam sampel dapat
ditemukan kembali (Harmita, 2004).
b.

Keseksamaan (presisi)
Keseksamaan atau presisi diukur sebagai simpangan baku relatif atau

koefisien variasi. Keseksamaan atau presisi merupakan ukuran yang menunjukkan
derajat kesesuaian antara hasil uji individual ketika suatu metode dilakukan secara
berulang untuk sampel yang homogen. Keseksamaan dapat dinyatakan sebagai
keterulangan (repeatability) atau ketertiruan (reproducibility) (Harmita, 2004).
c.

Selektivitas (Spesifisitas)
Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang hanya

mengukur zat tertentu secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain
yang ada di dalam sampel (Harmita, 2004).
d.

Linearitas dan rentang
Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon baik

secara langsung maupun dengan bantuan transformasi matematika, menghasilkan
suatu hubungan yang proporsional terhadap konsentrasi analit (Harmita, 2004).
e.

Batas deteksi (Limit of detection) dan batas kuantitasi (Limit of quantitation)
Batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat

dideteksi yang masih memberikan respon signifikan, sedangkan batas kuantitasi
merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi
kriteria cermat dan seksama (Harmita, 2004).

22

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Penggunaan Berbagai Jenis Kompos Terhadap Pertumbuhan Sukun (Artocarpus communis Forst ) Pada Daerah Tangkapan Air Danau Toba, Kecamatan Haranggaol Horison

0 68 50

Pertumbuhan Stek Akar Sukun (Artocarpus communis Forst.) Berdasarkan Perbedaan Jarak Akar Dari Batang Pohon

4 84 47

Analisis Kelarutan Garam Kalsium pada Batu Ginjal dalam Infusa Meniran (Phyllantus niruri L.) secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 17

Analisis Kelarutan Garam Kalsium pada Batu Ginjal dalam Infusa Meniran (Phyllantus niruri L.) secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 2

Analisis Kelarutan Garam Kalsium pada Batu Ginjal dalam Infusa Daun Sukun (Artocarpus altilis (Park.) Fosberg) secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 52

Analisis Kelarutan Garam Kalsium pada Batu Ginjal dalam Infusa Daun Sukun (Artocarpus altilis (Park.) Fosberg) secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 1 3

Analisis Kelarutan Garam Kalsium pada Batu Ginjal dalam Infusa Daun Sukun (Artocarpus altilis (Park.) Fosberg) secara Spektrofotometri Serapan Atom Chapter III V

0 0 19

Analisis Kelarutan Garam Kalsium pada Batu Ginjal dalam Infusa Daun Sukun (Artocarpus altilis (Park.) Fosberg) secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 5

Analisis Kelarutan Garam Kalsium pada Batu Ginjal dalam Infusa Daun Sukun (Artocarpus altilis (Park.) Fosberg) secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 1 2

Analisis Kelarutan Garam Kalsium pada Batu Ginjal dalam Infusa Daun Sukun (Artocarpus altilis (Park.) Fosberg) secara Spektrofotometri Serapan Atom

1 5 18