Analisis Kelarutan Garam Kalsium pada Batu Ginjal dalam Infusa Daun Sukun (Artocarpus altilis (Park.) Fosberg) secara Spektrofotometri Serapan Atom Chapter III V

BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dan dilakukan di
Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara dan
Laboratorium Kimia Farmasi Kualitatif Fakultas Farmasi Universitas Sumatera
Utara.
3.1

Alat dan Bahan

3.1.1 Alat-alat
Alat-alat yang digunakan adalah alat-alat gelas, hot plate (Fisons), kawat
Ni/Cr, kertas label, kertas saring, kertas saring Whatmann No.42, neraca analitik
(Boeco), mikroskop (Nikon), panci infus, spatula, pipet tetes, tabung reaksi,
thermometer, seperangkat alat Spektrofotometer Serapan Atom (Hitachi Z 2000)
dengan nyala udara-asetilen lengkap dengan lampu katoda kalsium dan kalium.
3.1.2 Bahan-bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah akua
demineralisata, asam sulfat 96%, asam klorida 37%, asam nitrat 65%, asam pikrat
1% b/v, larutan lanthanum 1% b/v, asam sulfat 2 N, etanol 96%, asam klorida 2 N,
ammonium molibdat, larutan baku kalium 1000 µg/mL dan larutan baku kalsium

1000 µg/mL.
3.1.3 Tumbuhan
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun sukun yang
diperoleh secara purposif di Jalan Sivitas Akademika, Sumatera Utara, Medan.

23

Universitas Sumatera Utara

3.2 Identifikasi Tumbuhan
Identifikasi tumbuhan dilakukan oleh bagian Herbarium Medanense
Universitas Sumatera Utara, Medan.
3.3 Pembuatan Pereaksi
3.3.1 Larutan Lanthanum 1% b/v
Timbang lanthanum 10 g kemudian dilarutkan dalam 1000 ml akua demineralisata
(Perkin dan Elmer, 1996).
3.3.2 Larutan Asam Pikrat 1% b/v
Larutan asam pikrat 1 % b/v dibuat dengan melarutkan 1 gram asam pikrat
dalam akua demineralisata hingga 100 ml (Ditjen POM, 1979).
3.3.3 Larutan Asam Klorida 2 N

Larutan asam klorida 2 N dibuat dengan mengencerkan 17 mL asam klorida 37%
menggunakan akua deminerlisata hingga 100 mL (Ditjen POM, 1979).
3.3.4 Larutan Asam Sulfat 2 N
Larutan asam sulfat 2 N dibuat dengan mengencerkan 5,5 mL asam sulfat 96%
menggunakan akua demineralisata hingga 100 mL (Ditjen POM, 1979).
3.4 Prosedur Penelitian
3.4.1 Penyiapan Sampel
Daun sukun segar sebanyak 1000 g dibersihkan, kemudian dicuci bersih
dengan air mengalir dan ditiriskan. Dikeringkan terlebih dahulu dalam lemari
pengering kemudian dihaluskan dan dibuat larutan infusa daun sukun.
3.4.1.1 Preparasi Batu Ginjal
Batu ginjal dari 6 pasien masing – masing ditimbang seksama sebanyak 100
mg untuk tiap pengujian.

24

Universitas Sumatera Utara

3.4.1.2 Larutan Infusa Daun Sukun Kering 10%
Ditimbang seksama daun sukun kering yang telah dihaluskan sebanyak 50

gram dan dimasukkan dalam panci infusa kemudian dicukupkan dengan akua
demineralisata hingga 500 mL untuk konsentrasi 10% dipanaskan pada suhu 90°C
selama 15 menit sambil sekali-sekali diaduk, serkai selagi panas melalui kain flanel,
ditambahkan akua demineralisata secukupnya melalui ampas hingga diperoleh
volume infusa 500 mL (Ditjen POM, 1995).
3.4.1.3 Penyiapan Larutan Batu Ginjal Awal
Batu ginjal ditimbang seksama 10 mg. Dilarutkan dengan 2 mL HNO3 (p)
dan 10 mL akua demineralisata. Didekstruksi pada suhu 150oC sampai larutan
menjadi bening. Disaring menggunakan kertas saring Whatmann No.42 kedalam
labu 50 mL dan dicukupkan dengan akua demineralisata. Dipipet 1 mL kedalam
labu 100 mL kemudian cukupkan dengan akuademineralisata. Kemudian larutan
selanjutnya ditampung ke dalam botol. Larutan ini digunakan untuk analisis
kuantitatif terhadap kalsium awal pada batu ginjal.
3.4.1.4 Penyiapan Larutan Infusa untuk Analisis Kalium dan Kalsium Awal
Diambil 50 mL dari larutan infusa, dimasukkan ke erlenmeyer 250 mL
Ditambahkan 10 mL asam nitrat 65% v/v, dan kemudian dipanaskan di atas hot
plate sampai jernih.untuk analisa kalsium awal tanpa inkubasi batu ginjal.
3.4.1.5 Penyiapan Larutan Infusa untuk Analisis Kalsium Setelah Inkubasi
dengan Batu Ginjal.
Diambil 50 mL dari larutan infusa lalu dipindahkan ke dalam labu

erlenmeyer 250 mL, dimasukkan batu ginjal dan diinkubasi pada suhu 37oC selama
4 jam dan diaduk setiap 10 menit sekali. Disaring dengan kertas saring,

25

Universitas Sumatera Utara

ditambahkan 10 mL asam nitrat 65% v/v, dan kemudian dipanaskan di atas hot plate
sampai jernih.
3.5 Pembuatan Larutan Uji
Larutan uji ini terdiri dari empat puluh dua larutan, yaitu enam larutan tanpa
inkubasi dengan batu ginjal, dan tiga puluh enam larutan setelah diinkubasi dengan
batu ginjal. Dipipet 1 mL dan dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 mL,
kemudian dicukupkan dengan akua demineralisata sampai garis tanda. Disaring
dengan kertas saring Whatmann No.42 dan ± 5 mL larutan pertama dibuang untuk
menjenuhkan kertas saring. Kemudian larutan selanjutnya ditampung ke dalam
botol. Larutan ini digunakan untuk analisis kuantitatif terhadap logam kalsium dan
kalium di dalamnya.
3.6


Analisis Kualitatif

3.6.1 Kalium dalam Infusa Daun Sukun
a. Uji Nyala Ni/Cr
Dicelupkan kawat Ni/Cr yang sudah bersih (tidak memberikan nyala yang
spesifik) kedalam sampel. Kemudian dibakar di nyala bunsen. Jika terdapat
kalium maka nyala akan berwarna ungu (Masfria, dkk., 2015).
b. Uji Kristal Kalium dengan Asam Pikrat 1% b/v
Larutan sampel hasil dekstruksi ditambahkan larutan asam pikrat,
didiamkan selama ± 5 menit pada objek gelas, kemudian akan menghasilkan
kristal kuning yang berbentuk jarum – jarum panjang (Masfria, dkk., 2015).

26

Universitas Sumatera Utara

3.6.2 Kalsium dalam Infusa Daun Sukun
a. Uji Nyala Ni/Cr
Dicelupkan kawat Ni/Cr yang sudah bersih (tidak memberikan nyala yang
spesifik) kedalam sampel. Kemudian dibakar di nyala Bunsen. Jika terdapat

kalsi2um maka nyala akan berwarna merah bata (Masfria, dkk., 2015).
b. Uji Kristal Kalsium dengan Asam Sulfat 2 N
Larutan sampel hasil dekstruksi sebanyak 1 – 2 tetes, diteteskan pada objek
gelas. Kemudian ditetesi dengan larutan asam sulfat 2 N dan etanol 96% v/v akan
terbentuk endapan putih lalu diamati dibawah mikroskop. Jika terdapat kalsium
akan terlihat Kristal berbentuk jarum (Masfria,dkk., 2015).
3.6.3 Oksalat (COO)22- dalam Batu Ginjal
a.

Uji Menggunakan Asam Sulfat 96%
Batu ginjal ditambahkan asam sulfat 96% akan menghasilkan gas CO2

yang ditandai dengan gelembung disekitar batu (Vogel, 1979).
3.6.4 Fosfat (PO3) 3- dalam Batu Ginjal
a.

Uji Warna Menggunakan Ammonium Molibdat
Batu ginjal dilarutkan dalam asam nitrat 65%, ditambahkan serbuk

ammonium molibdat akan menghasilkan endapan kuning (Masfria dkk., 2013).

3.6.5 Karbonat (CO3) 2- dalam Batu Ginjal
a. Uji Menggunakan Asam Klorida 2 N
Batu ginjal ditambahkan asam klorida 2 N akan menghasilkan gas CO2 yang
ditandai dengan gelembung disekitar batu ginjal (Masfria dkk, 2013).

27

Universitas Sumatera Utara

3.7 Analisis Kuantitatif
3.7.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi
Pembuatan Kurva Kalibrasi Kalium
Larutan baku kalium (1000 µg/mL) dipipet sebanyak 5 mL, dimasukkan ke
dalam labu tentukur 100 mL dan dicukupkan hingga garis tanda dengan
akuademineralisata (konsentrasi 50 µg/mL).
Larutan untuk kurva kalibrasi kalium dibuat dengan memipet (2; 4; 6; 8; dan
10) mL larutan baku 50 µg/mL, masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur
50 mL dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuademineralisata (larutan ini
mengandung (2,0; 4,0; 6,0; 8,0; dan 10,0) µg/mL) dan diukur pada panjang
gelombang 766,5 nm.

Pembuatan Kurva Kalibrasi Kalsium
Larutan baku kalsium (1000 µg/mL) dipipet sebanyak 5 mL, dimasukkan
ke dalam labu tentukur 100 mL dan dicukupkan hingga garis tanda dengan
akuademineralisata (konsentrasi 50 µg/mL).
Larutan untuk kurva kalibrasi kalsium dibuat dengan memipet (2; 4; 6; 8;
dan 10) mL larutan baku 50 µg/mL, masing-masing dimasukkan ke dalam labu
tentukur 50 mL dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuademineralisata
(larutan ini mengandung (2,0; 4,0; 6,0; 8,0; dan 10,0) µg/mL) dan diukur pada
panjang gelombang 422,7 nm.
3.7.2 Analisis Kadar Kalium dan Kalsium pada Sampel
Analisis Kadar Kalium pada Larutan Infusa
Larutan uji yang digunakan untuk analisis kadar kalium adalah infusa tanpa
inkubasi dengan batu ginjal, infusa dipipet sebanyak 0,5 mL dimasukkan ke dalam
labu tentukur 100 mL (Faktor pengenceran = 100/0,5 = 200 kali). Larutan diukur

28

Universitas Sumatera Utara

absorbansinya dengan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang

766,5 nm dengan tipe nyala udara-asetilen. Nilai absorbansi yang diperoleh harus
berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku kalium. Konsentrasi kalium
dalam sampel dihitung berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.
Analisis Kadar Kalsium pada Larutan Infusa
Larutan uji yang digunakan untuk analisis kadar kalsium adalah infusa tanpa
inkubasi dengan batu ginjal, infusa dipipet sebanyak 1 mL dimasukkan ke dalam
labu tentukur 100 mL (Faktor pengenceran = 100/1 = 100 kali). Larutan diukur
absorbansinya dengan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang
422,7 nm dengan tipe nyala udara-asetilen. Nilai absorbansi yang diperoleh harus
berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku kalsium. Konsentrasi kalsium
dalam sampel dihitung berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.
Analisis Kadar Kalsium Awal Batu Ginjal
Larutan uji yang digunakan untuk analisis kadar kalsium awal batu ginjal
adalah larutan batu ginjal awal, larutan dipipet sebanyak 1 mL dimasukkan ke
dalam labu tentukur 100 mL (Faktor pengenceran = 100/1 = 100 kali). Larutan
diukur dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom pada panjang
gelombang 422,7 nm.
Analisis kadar kalsium pada larutan infusa setelah inkubasi
Larutan uji yang digunakan untuk analisis kadar kalsium adalah infusa
setelah inkubasi dengan batu ginjal. Dilakukan analisis kadar kalsium setelah

inkubasi dengan batu ginjal dengan cara yang sama dengan analisis kadar kalsium
awal.

29

Universitas Sumatera Utara

3.8 Perhitungan Kadar Kalium dan Kalsium
Menurut Gandjar dan Rohman (2008), penentuan kadar dengan persamaan
regresi y = ax + b dalam sampel dapat dihitung dengan cara:
Kadar Logam (µg/mL) 

X (µg/mL) x V (mL) x Fp
Vs (mL)

X = Konsentrasi analit dalam larutan sampel
V= Volume total larutan sampel yang diperiksa
Fp= Faktor pengenceran dari hasil dekstruksi
Vs= Volume sampel
3.9 Analisis Kelarutan Garam Kalsium Setelah Inkubasi

Data yang diperoleh dari pengukuran dengan spektrofotometer serapan
atom dinyatakan kadar kalsium terlarut dalam g/mL dan persen kelarutan kalsium
pada batu ginjal dalam persen (%).
Kadar kalsium terlarut merupakan kenaikan kadar kalsium setelah
diinkubasi dengan batu ginjal atau kadar kalsium setelah inkubasi dikurangi dengan
kadar kalsium awal larutan sampel.
Kadar Ca terlarut ( g/mL) = Kenaikan Kadar Ca
= Kadar Ca setelah inkubasi – Kadar Ca awal
Persen kelarutan garam kalsium adalah kadar kalsium terlarut dibagi kadar
kalsium awal dikalikan 100%
Persen kelarutan (%) = Kadar Ca terlarut x100%
Kadar Ca awal

30

Universitas Sumatera Utara

3.10 Analisis Data Secara Statistik
Hasil percobaan dianalisis secara statistik untuk menentukan kadar mineral
di dalam sampel dengan interval kepercayaan 99%, α = 0.01, dk = n-1, dapat
digunakan rumus:
Kadar Mineral: µ
Keterangan:

̅

= ̅ ± (t(α/2, dk) x SD / √n )
= Kadar rata-rata sampel

SD

= Standar Deviasi

dk

= Derajat kebebasan (dk = n-1)

α

= Interval kepercayaan

n

= Jumlah perlakuan

3.11 Uji Perolehan Kembali (Recovery)
Menurut Harmita (2004), uji perolehan kembali atau recovery dapat
dilakukan dengan metode penambahan larutan standar (standard addition method).
Dalam metode ini, kadar mineral dalam sampel ditentukan terlebih dahulu,
selanjutnya dilakukan penentuan kadar mineral dalam sampel setelah penambahan
larutan standar dengan konsentrasi tertentu. Larutan baku ditambahkan pada sampel
yaitu 0,5 ml larutan baku kalsium (konsentrasi 1000 µg/ml). Kemudian dilanjutkan
dengan prosedur destruksi basah seperti yang telah dilakukan sebelumnya.
Menurut Harmita (2004), persen perolehan kembali dapat dihitung dengan
rumus:
% Perolehan Kembali =

CF - CA
C*A

x 100%

Keterangan:
CA
= Kadar mineral dalam sampel sebelum penambahan baku
CF
= Kadar mineral dalam sampel setelah penambahan baku
= Kadar larutan baku yang ditambahkan
C*A

31

Universitas Sumatera Utara

3.12 Penentuan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi
Menurut Harmita (2004) batas deteksi dan batas kuantitasi ini dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut :

 Y  Yi 

2

Simpangan Baku ( SY

X

Batas deteksi (LOD)
Batas kuantitasi (LOQ)

)

=

n2

3 x SY

X
slope
10 x SY
X
=
slope

=

32

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Identifikasi Tumbuhan
Identifikasi tumbuhan dilakukan di Herbarium Medanense Universitas
Sumatera Utara, Medan. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa tanaman yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg
dengan famili Moraceae.
4.2. Analisis Kualitatif
Tabel 4.1 Hasil Analisis Kualitatif Batu Ginjal
Sampel

Ion yang
Pereaksi
Hasil
Keterangan
dianalisis
Batu A (COO)2
H2SO4(p)
Gas CO2
+
PO4
Ammonium molibdat + HNO3 Larutan dengan
+
endapan kuning
CO3
HCL 2 N
Gas CO2
+
Batu B (COO)2
H2SO4(p)
Gas CO2
+
PO4
Ammonium molibdat + HNO3 Larutan dengan
+
endapan kuning
CO3
HCL 2 N
Gas CO2
+
Batu C (COO)2
H2SO4(p)
Gas CO2
+
PO4
Ammonium molibdat + HNO3 Larutan dengan
+
endapan kuning
CO3
HCL 2 N
Gas CO2
+
Batu D (COO)2
H2SO4(p)
Gas CO2
+
PO4
Ammonium molibdat + HNO3 Larutan dengan
+
endapan kuning
CO3
HCL 2 N
Gas CO2
+
Batu E (COO)2
H2SO4(p)
Gas CO2
+
PO4
Ammonium molibdat + HNO3 Larutan dengan
+
endapan kuning
CO3
HCL 2 N
Gas CO2
+
Batu F (COO)2
H2SO4(p)
Gas CO2
+
PO4
Ammonium molibdat + HNO3 Larutan dengan
+
endapan kuning
CO3
HCL 2 N
Gas CO2
+
Keterangan : + = Mengandung ion

33

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.2 Hasil Analisis Kualitatif Infusa Daun Sukun
Sampel

Ion yang
Pereaksi
dianalisis
Infusa
Kalium
Asam pikrat 1% b/v
Daun
Uji Nyala Ni/Cr
Sukun
Kalsium Asam Sulfat 2 N +
etanol 96%
Uji Nyala Ni/Cr
Keterangan : + = Mengandung ion

Hasil

Keterangan

Kristal Jarum Panjang
Nyala Ungu
Kristal Jarum

+
+
+

Nyala Merah Bata

+

Tabel 4.1 diatas menunjukkan bahwa pada sampel batu ginjal A, B, C, D, E, F
terdapat ion oksalat, fosfat dan karbonat yang biasanya terdapat dalam batu ginjal.
Sampel dikatakan positif mengandung ion oksalat jika ditambahkan asam sulfat
pekat makan ion oksalat akan berubah menjadi gas CO2 akibat hidrasi dari asam
sulfat yang terjadi. Sampel dikatakan positif mengandung fosfat jika dengan
penambahan ammonium molibdat dan asam nitrat akan menghasilkan larutan
dengan endapan kuning. Sampel dikatakan positif mengandung karbonat jika
dengan penambahan asam klorida 2 N akan menghasilkan gas CO2 . Hasil positif
ion oksalat, fosfat dan karbonat dapat dilihat pada Lampiran 3 halaman 53 - 56.
Tabel 4.2 diatas menunjukkan bahwa pada sampel infusa daun sukun terdapat ion
kalium dan kalsium. Sampel dikatakan positif mengandung kalium jika
menghasilkan kristal jarum panjang jika ditambahkan larutan asam pikrat 1% b/v.
Sampel dikatakan positif mengandung ion kalsium jika menghasilkan kristal jarum
jika ditambahkan asam sulfat 2 N dan etanol 96%. Hasil positif ion kalium dan
kalsium pada infusa daun sukun dapat dilihat pada Lampiran 3 halaman 52.
Hasil absorbansi dengan spektrofotometer serapan atom menunjukkan
adanya absorbansi pada panjang gelombang kalium yaitu 766,5 nm dan kalsium
422,7 nm. Hal ini juga membuktikan secara kualitatif bahwa larutan infusa daun
sukun mengandung ion kalium dan ion kalsium.

34

Universitas Sumatera Utara

4.3 Analisis Kuantitatif
4.3.1 Kurva Kalibrasi Kalium dan Kalsium
Kurva kalibrasi dalam Spektrofotometri Serapan Atom dibuat dengan
memasukkan sejumlah tertentu konsentrasi

larutan dalam sistem dilanjutkan

dengan pengukuran absorbansinya. Disarankan untuk membuat paling tidak empat
konsentrasi baku yang berbeda dan satu blanko untuk membuat kurva baku yang
linear yang menyatakan hubungan antara absorbansi (A) dengan konsentrasi analit
untuk melakukan analisis (Gandjar dan Rohman, 2008).
Dari pengukuran kurva kalibrasi diperoleh persamaan regresi yaitu Y = 0,037344
X - 0,005957 untuk kalium, dan Y = 0,024479 X + 0,00369 untuk kalsium. Kurva
kalibrasi kalium dan kalsium dapat dilihat pada Gambar 4.1 – 4.2.

Gambar 4.1 Kurva Kalibrasi Larutan Baku Kalium

35

Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.2 Kuva Kalibrasi Larutan Baku Kalsium
Berdasarkan kurva diatas diperoleh hubungan yang linear antara konsentrasi
dengan absorbansi, dengan koefisien korelasi (r) kalium sebesar 0,9994 dan
kalsium sebesar 0,λλλ6. Nilai r ≥ 0,95 menunjukkan adanya korelasi linear yang
menyatakan hubungan antara X (Konsentrasi) dan Y (Absorbansi) (Harmita,
2014.). Data hasil pengukuran absorbansi larutan baku kalium dan kalsium dan
perhitungan persamaan regresi dapat dilihat pada Lampiran 8-9 Halaman 62 – 63.
4.3.2 Analisis Kadar Mineral dan Kelarutan Batu Ginjal
Penentuan kadar mineral dilakukan secara spektrofotometri serapan atom.
Konsentrasi mineral dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi
kurva kalibrasi larutan baku masing-masing mineral. Agar konsentrasi mineral pada
sampel berada pada rentang kurva kalibrasi maka masing-masing sampel
diencerkan terlebih dahulu dengan faktor pengenceran yang berbeda-beda. Sebelum
dilakukan inkubasi, terlebih dahulu dilakukan penetapan kadar kalium dan kalsium
pada infusa serta penetapan kadar kalsium tiap batu ginjal. Faktor pengenceran
untuk penentuan kadar mineral kalsium pada infusa sebelum inkubasi dan kadar

36

Universitas Sumatera Utara

kalsium tiap batu ginjal adalah sebesar 100 kali, sedangkan faktor pengenceran
untuk penentuan kadar mineral kalium pada infusa sebelum inkubasi adalah sebesar
200 kali. Setelah inkubasi dilakukan pengukuran kalsium pada setiap infusa. Faktor
pengenceran untuk penentuan kadar mineral kalsium pada infusa setelah inkubasi
dengan batu ginjal adalah sebesar 100 kali.
Tabel 4.3 Kadar Kalsium dan Kalium Awal Infusa Sebelum Inkubasi dengan Batu
Ginjal
No.

Sampel

Kandungan Kalsium (µg/ml)

1.

Infusa

620,16 ± 20,56

Kandungan Kalium (µg/ml)
985,99 ± 5,65

Tabel 4.4 Kadar Kalsium Awal pada Batu Ginjal
No.

Sampel Batu Ginjal

Kandungan Kalsium (µg/ml)

1.
2.
3.
4.
5.
6.

A
B
C
D
E
F

35,38 ± 0,71
121,10 ± 0,34
163,72 ± 0,81
27,21 ± 0,71
102,99 ± 1,04
143,09 ± 0,79

Tabel 4.5 Kadar Kalsium Infusa Setelah Inkubasi Batu Ginjal
No.

Sampel Batu Ginjal

Kandungan Kalsium (µg/ml)

1.
2.
3.
4.
5.
6.

A
B
C
D
E
F

759,04 ± 39,96
739,65 ± 18,63
809,58 ± 22,21
694,58 ± 5,04
812,44 ± 1,75
771,45 ± 7,01

37

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.6 Kadar Kalsium Terlarut pada Batu Ginjal
No. Sampel Kadar K
Awal
dalam
Infusa
(µg/ml)
1
A
985,99
2
B
985,99
3
C
985,99
4
D
985,99
5
E
985,99
6.
F
985,99

Kadar Ca
Awal
dalam
Infusa
(µg/ml)
620,16
620,16
620,16
620,16
620,16
620,16

Kadar Ca
setelah
Inkubasi
(µg/ml)

Kadar Berat
Ca
Batu
terlarut (mg)
(µg/ml)

759,04 137,88
739,65 119,49
809,58 189,42
694,58
74,42
812,44 192,28
771,45 151,29

113,8
101,5
102,3
105,1
101,1
102,3

Kadar Ca Persen
Awal
Kelarutan
Batu
(%)
Ginjal
(µg/ml)
396,19
34,59
1016,51
11,75
1395,71
13,57
280,37
26,54
882,40
21,79
1251,12
12,09

Berdasarkan Tabel 4.6 dapat dilihat bahwa persen kelarutan batu ginjal dari
batu A, B, C, D, E, F berturut – turut 34,80%, 11,75%, 13,75%, 26,54%, 21,41%,
12,09%. Kemampuan terbesar infusa melarutkan batu ginjal yaitu pada batu ginjal
A dan kemampuan terkecil infusa melarutkan batu ginjal yaitu pada batu ginjal B.
Kadar kalsium awal batu yang didapat berbeda – beda sebab perbedaan batu dari
pasien, lama penyimpanan dan homogenitas lapisan batu.
Daun sukun

mengandung kalium

yang dapat

digunakan untuk

menghancurkan batu ginjal. Kalium yang tinggi membuat batu ginjal berupa garam
kalsium terlarut, karena kalium akan menggantikan kalsium yang terdapat sebagai
senyawa kalsium oksalat, karbonat dan fosfat yang merupakan pembentuk batu
ginjal, dan akan membentuk senyawa garam kalium yang lebih mudah larut dalam
air, sehingga garam kalsium pada batu ginjal itu akan terlarut secara perlahan-lahan
dan ikut keluar bersama urin. Kadar kalsium terlarut adalah kenaikan kadar kalsium
setelah diinkubasi dengan batu ginjal dalam infusa daun sukun pada suhu 37°C
selama 4 jam dan diaduk setiap 10 menit. Daya melarutkan ion kalium terhadap
garam kalsium pada batu ginjal disebabkan oleh letak kalium di dalam deret volta
terletak sebelah kiri, sehingga kalium akan menyingkirkan kalsium untuk

38

Universitas Sumatera Utara

bergabung dengan senyawa karbonat, oksalat, atau pospat dan kalsium menjadi
larut (Winarto dan Tim Karyasari, 2004; Girsang, 2016).
Pada penelitian ini menggunakan suhu inkubasi 37°C selama 4 jam dan
diaduk setiap 10 menit. Hal tersebut dimaksudkan agar kondisi percobaan sedapat
mungkin dibuat sama dengan kondisi di dalam tubuh. Dipilih suhu inkubasi 37°C
karena pada umumnya manusia normal suhu tubuhnya 37°C. Berdasarkan
penelitian sebelumnya, diperoleh hasil bahwa waktu inkubasi yang optimal adalah
4 jam. Adapun maksud dari pengocokan setiap 10 menit adalah diasumsikan batu
ginjal dalam tubuh mengalami pergerakan. Batu ginjal yang ada didalam ginjal
mengalami gerakan-gerakan akibat aliran urin, aliran air, ataupun gerakan akibat
aktivitas dari tubuh manusia (Nisma, 2012).
4.3.3 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi
Berdasarkan data kurva kalibraasi kalsium dan kalium diperoleh batas
deteksi dan batas kuantitasi untuk kedua mineral tersebut. Batas deteksi dan batas
kuantitasi kalsium dan kalium dapat dilihat pada Tabel.4.7
Tabel 4.7 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi Kalium dan Kalsium
No.
1.
2.

Mineral
Kalsium
Kalium

Batas Deteksi (µg/ml)

Batas Kuantitasi (µg/ml)

0,3682
0,4178

1,2275
1,3927

Dari hasil perhitungan diperoleh batas deteksi untuk pengukuran kalsium
dan kalium masing-masing sebesar 0,3682 µg/ml dan 0,4178 µg/ml. Dari hasil
perhitungan dapat dilihat bahwa semua hasil yang diperoleh pada pengukuran
sampel berada diatas batas deteksi dan batas kuantitasi. Perhitungan batas deteksi
dan batas kuantitasi dapat dilihat pada Lampiran 14 halaman 90.

39

Universitas Sumatera Utara

4.3.4 Uji Perolehan Kembali (Recovery)
Tabel 4.8 Persen Uji Perolehan Kembali (Recovery) Kadar Kalsium
No. Mineral

Recovery (%)

Syarat rentang recovery (%)

1.

109,62

80-120

Kalsium

Berdasarkan Tabel 4.8, dapat dilihat bahwa rata-rata hasil uji perolehan
kembali (recovery) untuk kandungan kalsium 109,62%. Persen recovery tersebut
menunjukkan kecermatan kerja yang memuaskan pada saat pemeriksaan kadar
kalsium. Hasil uji perolehan kembali (recovery) ini memenuhi syarat akurasi yang
telah ditetapkan, jika rata-rata hasil perolehan kembali (recovery) berada pada
rentang 80-120% (Harmita, 2004). Hasil uji perolehan kembali (recovery) kadar
kalsium setelah penambahan masing-masing larutan baku dan contoh perhitungan
dapat dilihat pada Lampiran 16 halaman 93.
4.3.5 Simpangan Baku Relatif
Nilai simpangan baku dan simpangan baku relatif untuk kalsium
Tabel 4.9 Nilai Simpangan Baku dan Simpangan Baku Relatif Kalsium
No.

Mineral

Simpangan Baku

Simpangan Baku Relatif

1.

Kalsium

2,0198

1,84%

Berdasarkan Tabel 4.9 di atas, dapat dilihat nilai simpangan baku (SD) untuk
mineral kalsium 2,0198 sedangkan nilai simpangan baku relatif (RSD) yang
diperoleh sebesar 1,84% untuk mineral kalsium. Menurut Harmita (2004), nilai
simpangan baku relatif (RSD) untuk analit dengan kadar part per million ( g/ml)
adalah tidak lebih dari 16% dan untuk analit dengan kadar part per billion (ppb)
RSDnya adalah tidak lebih dari 32%. Dari hasil yang diperoleh menunjukkan
bahwa metode yang dilakukan memiliki presisi yang baik. Perhitungan dapat dilihat
pada Lampiran 17 halaman 94.

40

Universitas Sumatera Utara

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Terdapat garam oksalat pada tiap sampel batu ginjal yang memberikan hasil
positif menggunakan asam sulfat pekat menghasilkan gas CO2. Terdapat garam
fosfat pada tiap batu ginjal yang memberikan hasil positif menggunakan
pereaksi ammonium molibdat dalam asam nitrat dan terdapat garam karbonat
pada tiap sampel batu ginjal yang ditandai dengan adanya gas CO2
dipermukaan batu ginjal.
2. Infusa daun sukun dapat melarutkan garam kalsium pada beberapa batu ginjal
secara spektrofotometri serapan atom.
3. Persen melarutkan infusa daun sukun pada batu A, B, C, D, E, F berturut –
turut yaitu 34,80%, 11,75%, 13,57%, 26,54%, 21,79%, 12,09%.
5.2. Saran
Infusa daun sukun (Artocarpus altilis (Park.) Fosberg) dapat melarutkan 6 batu
ginjal pada penelitian ini sehingga disarankan untuk penelitian selanjutnya
menggunakan ekstrak daun sukun atau sediaan obat tradisional lainnya dengan
melakukan metode lain seperti metode inducted coupled plasma .

41

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Penggunaan Berbagai Jenis Kompos Terhadap Pertumbuhan Sukun (Artocarpus communis Forst ) Pada Daerah Tangkapan Air Danau Toba, Kecamatan Haranggaol Horison

0 68 50

Pertumbuhan Stek Akar Sukun (Artocarpus communis Forst.) Berdasarkan Perbedaan Jarak Akar Dari Batang Pohon

4 84 47

Analisis Kelarutan Garam Kalsium pada Batu Ginjal dalam Infusa Meniran (Phyllantus niruri L.) secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 17

Analisis Kelarutan Garam Kalsium pada Batu Ginjal dalam Infusa Meniran (Phyllantus niruri L.) secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 2

Analisis Kelarutan Garam Kalsium pada Batu Ginjal dalam Infusa Daun Sukun (Artocarpus altilis (Park.) Fosberg) secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 52

Analisis Kelarutan Garam Kalsium pada Batu Ginjal dalam Infusa Daun Sukun (Artocarpus altilis (Park.) Fosberg) secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 1 3

Analisis Kelarutan Garam Kalsium pada Batu Ginjal dalam Infusa Daun Sukun (Artocarpus altilis (Park.) Fosberg) secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 17

Analisis Kelarutan Garam Kalsium pada Batu Ginjal dalam Infusa Daun Sukun (Artocarpus altilis (Park.) Fosberg) secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 5

Analisis Kelarutan Garam Kalsium pada Batu Ginjal dalam Infusa Daun Sukun (Artocarpus altilis (Park.) Fosberg) secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 1 2

Analisis Kelarutan Garam Kalsium pada Batu Ginjal dalam Infusa Daun Sukun (Artocarpus altilis (Park.) Fosberg) secara Spektrofotometri Serapan Atom

1 5 18