Penerapan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik Dalam Proses Pemberian Izin Mendirikan Bangunan (Studi Pada Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan Kota Medan)

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 tercantum dengan jelas cita-cita bangsa Indonesia yang sekaligus merupakan
tujuan nasional. Tujuan nasional tersebut adalah

“melindungi segenap bangsa

Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan
kemerdekaan perdamaian abadi serta keadilan sosial.”1
Pembangunan Nasional yang bertujuan untuk memajukan kesejahteraan
umum sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 pada hakikatnya adalah pembangunan manusia seutuhnya dan
pembangunan masyarakat Indonesia yang menekankan pada keseimbangan
pembangunan, kemakmuran lahiriah dan kepuasan batiniah dalam suatu masyarakat
Indonesia yang maju dan berkeadilan sosial.
Bangunan gedung yang merupakan wujud fisik dari pembanguan ruang kota.
Oleh karena itu, dalam mengatur bangunan gedung harus mengacu kepada peraturan

penataan ruang berdasarkan peraturan perundang-undangan dan untuk menjamin
kepastian dan ketertiban hukum dalam pembangunan gedung, setiap bangunan
1

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Universitas Sumatera Utara

gedung harus memenuhi syarat administratif dan syarat teknis bangunan gedung.
Bangunan gedung sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, mempunyai
peranan yang sangat strategis dalam pembentukan watak, perwujudan produktivitas
dan jati diri manusia. Oleh karena itu, penyelenggaraan bangunan gedung perlu diatur
dan dibina demi kelangsungan dan peningkatan kehidupan serta penghidupan
masyarakat, sekaligus untuk mewujudkan pembangunan gedung yang fungsional,
andal, berjati diri, serta seimbang, serasi dan selaras dengan lingkungannya. 2
Undang-Undang Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, mengatur
tentang fungsi dari bangunan gedung, persyaratan dari bangunan gedung,
penyelenggaraan bangunan gedung, hak dan kewajiban dari pemilik bangunan
gedung, ketentuan tentang peran masyarakat dan pembinaan oleh pemerintah dan
sanksinya.

Tujuan dari undang-undang tersebut adalah bahwa bangunan gedung harus
dilandasi oleh asas kemanfaatan, keselamatan, keseimbangan serta keserasian
bangunan tersebut dengan lingkungannya. Masyarakat harus berperan aktif dalam
pembangunan dan pemanfaatan bangunan gedung baik untuk kepentingan sendiri
maupun kepentingan umum.

Menurut Undang-Undang Negara Republik Indonesia tentang Bangunan
Gedung3, syarat administratif dan teknis dari bangunan gedung meliputi :
1. Syarat administratif, meliputi :
2

Adrian Sutedi, Hukum Perizinan dalam Sektor Pelayanan Publik, (Jakarta : Sinar Grafika,
2011), hal. 223
3
Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan
Gedung Pasal 8

Universitas Sumatera Utara

a. Status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas

tanah
b. Status kepemilikan bangunan gedung, dan
c. Izin mendirikan bangunan gedung sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku
d. Kepemilikan dan pendataan bangunan gedung
2. Syarat teknis, meliputi :
a. Persyaratan tata bangunan, yaitu setiap bangunan gedung harus
memenuhi persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan gedung,
arsitektur bangunan gedung dan persyaratan pengendalian dampak
lingkungan
b. Persyaratan keandalan bangunan gedung 4
Persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan gedung meliputi persyaratan
peruntukan lokasi, kepadatan, ketinggian dan jarak bebas bangunan gedung yang
ditetapkan untuk lokasi yang bersangkutan. Persyaratan lainnya adalah bangunan
gedung yang dibangun di atas dan/atau di bawah tanah, air dan/atau prasarana dan
sarana umum tidak boleh mengganggu keseimbangan lingkungan, fungsi lindung
kawasan dan/atau fungsi sarana dan prasarana umum yang bersangkutan. Selain itu,
bangunan gedung juga harus mematuhi persyaratan kepadatan dan ketinggian
bangunan sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Negara Republik
Indonesia Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung Pasal 10 ayat (1)

meliputi koefisien dasar bangunan, koefisien lantai bangunan dan ketinggian
bangunan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan untuk lokasi yang besangkutan.
Kota Medan memiliki pertumbuhan yang sangat pesat dan hal ini akan terus
berlanjut pada tahun-tahun yang akan datang. Kebutuhan akan perumahan,
perkantoran, pertokoan, pusat perbelanjaan, tempat hiburan, sarana pendidikan dan
4

Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan
Gedung Pasal 9 dan 16

Universitas Sumatera Utara

kesehatan akan semakin tinggi seiring bertambahnya jumlah penduduk di kota
Medan. Fungsi bangunan sebagai sarana perekonomian, pendidikan, kesehatan dan
kebudayaan terkait dengan fungsi pemerintah daerah sebagai agen perubahan (agent
of change), agen pembangunan (agent of development) dan agen pengaturan (agent of
regulation).5

Dalam fungsi yang demikian, pemerintah daerah berkepentingan terhadap
izin-izin bangunan. Perizinan bangunan diberlakukan agar tidak terjadi kekacaun

dalam penataan ruang kota dan merupakan bentuk pengendalian terhadap ruang kota. 6
Perizinan yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang yang paling utama adalah
Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Selanjutnya akan disingkat dengan IMB.
Penerbitan IMB harus didukung oleh rekomendasi dari instansi yang bertanggung
jawab di bidang tata kota yaitu Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan dalam bentuk
Ketetapan Rencana Tata Ruang dan Ketetapan Tata Letak Bangunan, rekomendasi
dari instansi pertanahan, rekomendasi Manajemen Lalu Lintas, Penerbitan Izin
Mendirikan Bangunan, Izin Penggunaan Bangunan, Izin Kelayakan Menggunakan
Bangunan, Izin Undang-Undang Gangguan dan rekomendasi Sistem Penanggulangan
dan Pencegahan Kebakaran harus didasarkan kepada peruntukan tanah yang
ditetapkan dalam rekomendasi Ketetapan Rencana Kota.7
Adanya IMB berfungsi agar pemerintah daerah dapat mengontrol

dalam

rangka pendataan fisik kota sebagai dasar yang sangat penting bagi perencanaan,
5

Adrian Sutedi, Op. Cit, hal. 222
Ibid, hal. 222

7
Loc. Cit, hal. 212-213
6

Universitas Sumatera Utara

pengawasan dan penertiban pembangunan kota yang terarah dan sangat bermanfaat
bagi pemilik bangunan yang bersangkutan dan akan memudahkan pemilik bangunan
untuk suatu keperluan antara lain dalam hal pemindahan hak bangunan kepada pihak
lain (seperti jual beli, pewarisan, penghibahan dan sebagainya) untuk mencegah
tindakan penertiban jika tidak memiliki IMB.8 IMB sendiri dikeluarkan oleh
pemerintah daerah.
Di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah sebagaimana yang disempurnakan melalui Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah bahwa
dengan diberlakukannya undang-undang tersebut pemerintah daerah memiliki lebih
banyak kewenangan dalam menyelenggarakan pemerintahan di daerah dan diberikan
kewenangan melaksanakan semua tahapan siklus pengelolaan wilayah. 9
Pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah
menghendaki terciptanya penyelenggaraan pelayanan dengan jalur birokrasi yang

lebih ringkas dan membuka peluang bagi pemerintah daerah bagi pemerintah daerah
untuk melakukan inovasi dalam pemberian dan peningkatan kualitas pelayanan.
Pemberian dan peningkatan kualitas pelayanan dapat diwujudkan dengan pengelolaan
yang baik (good governance) di dalam penyelenggaraan pemerintahan yang

8
9

Ibid, hal. 212-213
Sugijanto Soegijoko, Bunga Rampai Pembangunan Kota Abad 21, (Jakarta : URDI, 2011),

hal. 103

Universitas Sumatera Utara

merupakan bentuk akuntabilitas atas penyelenggaraan administrasi pelayanan publik.
10

Di dalam penyelenggaraan IMB di kota Medan diperlukan beberapa
pengevaluasian dan pengkajian, karena dalam hal ini terdapat berbagai penyimpangan

pendirian bangunan yang tidak sesuai dengan Surat Izin Mendirikan Bangunan
(SIMB). Selain itu, pemerintah kota Medan dinilai masih melakukan diskriminasi, hal
ini dibuktikan dengan masih banyak dijumpainya bangunan di beberapa kawasan di
kota Medan yang seharusnya tidak layak mendapatkan izin, namun pada
kenyataannya bangunan tersebut masih tetap kokoh berdiri. Misalnya tentang
pembangunan menara telekomunikasi yang berdiri di kota Medan, menurut Bab III
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi Pasal 4 ditegaskan
bahwa pembangunan menara harus memiliki izin mendirikan bangunan menara dari
bupati/walikota serta wajib memperhatikan ketentuan tentang penataan ruang.11
Sebelumnya, sejarahwan Universitas Negeri Medan (UNIMED) Dr. Phill Ichwan
Azhari mengatakan bahwa mudahnya pemberian Izin Mendirikan Bangunan di kota
Medan tanpa dilandasi konsep Tata Ruang dan Tata Kota yang jelas menyebabkan
kota Medan kehilangan identitas diakibatkan hilangnya bangunan-bangunan

10

Adrian Sutedi, Op. Cit, hal.231
“ Legalitas Pendirian Menara Telekomunikasi Dipertanyakan”, Harian Andalas, 25 Februari
2014, harianandalas.com/kanal-medan-kita/legalitas-pendirian-menara-telekomunikasi-dipertanyakan ,
diakses tanggal 18 April 2014

11

Universitas Sumatera Utara

bersejarah di kota Medan contohnya bangunan eks kantor walikota Medan yang
sekarang berubah menjadi hotel.12
Di lain pihak, terdapat hal yang didasari bahwa masyarakat yang belum
menyadari akan manfaat dan kegunaan IMB yakni dari segi keamanan, kenyamanan,
lingkungan dan keteraturan bangunan kota.
Oleh karena itu penerapan prinsip Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang
Baik (Good Governance) bukanlah hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga
organisasi pelaku bisnis di sektor swasta dan organisasi masyarakat madani.13

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka perumusan masalah
dalam tesis ini adalah :
1. Bagaimana Pengaturan Mengenai Izin Mendirikan Bangunan di Kota Medan
serta Peraturan yang Berkaitan Dengan Izin Mendirikan Bangunan di Kota
Medan?
2. Bagaimana penerapan Prinsip Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik

Dalam Proses Pemberian Izin Mendirikan Bangunan di Kota Medan ?
3. Bagaimana Pengawasan Pemerintah terhadap Pembangunan dan Pelaksanaan
Izin Mendirikan Bangunan di Kota Medan setelah Izin Mendirikan Bangunan
“Sejarahwan : Medan Bakal Kehilangan Identitas”, Republika Online, 29 Oktober 2009,
m.republika.co.id/berita/breaking-news/nusantara/09/10/29/85642-sejarahwan-medan-bakalkehilangan-identitas , diakses tanggal 18 April 2014
12

13

Bambang Istianto HP, Manejemen Pemerintahan dalam Prespektif Pelayanan Publik,
(Jakarta : Mitra Wacana Media, 2011) hal. 97

Universitas Sumatera Utara

Diberikanserta

Tindakan

pemerintah


Dalam

Menegakkan

Hukum

Administrasi Terhadap Pelanggaran Izin Mendirikan Bangunan

di Kota

Medan?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan pembahasan dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengaturan dari pemberian Izin Mendirikan Bangunan di
Kota Medan sertaperaturan yang berkaitan dengan Izin Mendirikan Bangunan
di Kota Medan
2.

Untuk mengetahui penerapan Prinsip Asas-Asas Umum Pemerintahan yang
Baikdalam proses pemberian Izin mendirikan Bangunan di Kota Medan

3.

Untuk mengetahui pengawasan pemerintah terhadap pembangunan dan
pelaksanaan Izin Mendirikan Bangunan di Kota Medan setelah Izin
Mendirikan Bangunan tersebut diberikanserta tindakan pemerintah dalam
menegakkan hukum administrasi terhadap pelanggaran Izin Mendirikan
Bangunan di Kota Medan

D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian tesis ini antara lain :
1. Manfaat Teoretis
Hasil penelitian tesis ini diharapkan dapat dijadikan sebagai
sumbangan pemikiran bagi penyempurnaan perundang-undangan dalam bidang
perizinan, khususnya yang berkaitan dengan Izin Mendirikan Bangunan , hasil

Universitas Sumatera Utara

penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran serta
pemahaman dan pandangan baru. Selain itu, hasil penelitian ini juga dapat
menambah khasanah kepustakaan dalam bidang perizinan pada umumnya, dan
Izin Mendirikan Bangunan pada khususnya, serta dapat dijadikan sebagai salah
satu informasi yang memuat data empiris sebagai data penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi

Dinas

Tata Kota dan Tata Bangunan, Asosiasi Pengembang Perumahan dan
Pemukiman Seluruh Indonesia (APERSI), Badan Legislatif dan Pemerintah
dalam menata Peraturan Izin Mendirikan Bangunan serta peraturan yang
berkaitan dengan perizinan di Indonesia, juga bagi para pengusaha serta
masyarakat umum, mengenai berbagai masalah yang dihadapi dalam
menegakkan Prinsip Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (Good
Governance), terutama Izin Mendirikan Bangunan. Juga dapat dijadikan

landasan operasional bagi instansi yang berkaitan dalam menanggulangi
hambatan-hambatan dalam penerapan peraturan perizinan pada umumnya, dan
IMB pada khususnya.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan pengamatan dan penelusuran kepustakaanyang dilakukan di
perpustakaan Universitas Sumatera Utara, bahwa penelitian mengenai “Penerapan
Prinsip Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik (Good Governance) Dalam

Universitas Sumatera Utara

Proses Pemberian Izin Mendirikan Bangunan (Studi Pada Dinas Tata Ruang dan Tata
Bangunan Kota Medan)“ sejauh ini belum pernah dilakukan. Beberapa penelitian
yang sebelumnya dilakukan oleh mahasiswa terdahulu yang berkaitan dengan
Penerapan Prinsip Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik dan Izin Mendirikan
Bangunan (IMB), antara lain :
1. Hj. Zuraidah, Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Mengenai Pengurusan
Izin mendirikan Bangunan (IMB) dalam Rangka Mewujudkan Good
Governance (Studi di Kota Medan)

a. Bagaimana kualitas pelayanan publik mengenai pengurusan Izin
Mendirikan Bangunan di Kota Medan
b. Bagaimanakah penerapan prinsip-prinsip

good

governance

dapat

mendorong peningkatan pelayanan publik dalam pengurusan Izin
Mendirikan Bangunan di Kota Medan
2.

Kasman Siburian, Implementasi Pengawasan Pemerintah Kota Medan
Terhadap Izin Mendirikan Bangunan
a. Bagaimanakah implementasi pengawasan pemerintah Kota Medan
terhadap Izin Mendirikan Bangunan di Kota Medan
b. Apakah

faktor

penghambat

dalam

implementasi

pengawasan

pemerintah terhadap Izin Mendirikan Bangunan di Kota Medan
Walaupun telah ada beberapa penelitian sebelumnya yang dilakukan berkaitan
dengan Penerapan Prinsip Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik dan Izin
Mendirikan Bangunan (IMB), namun aspek yang dibahas berbeda. Penelitian ini

Universitas Sumatera Utara

berfokus kepada Penerapan Prinsip Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik
dalam Proses Pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Oleh karena aspek yang
dibahas berbeda yakni mengenai Penerapan Prinsip Asas-Asas Umum Pemerintahan
Yang Baik dalam Proses Pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB), maka
penelitian ini dapat dikategorikan sebagai penelitian yang baru dan keasliannya dapat
dipertanggungjawabkan,

karena

dilakukan

berdasarkan

keilmuan,

kejujuran,

rasionalitas, objektif, terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademis.
Penelitian tesis ini dapat dipertanggungjawabkan sepenuhnya apabila dikemudian
hari ternyata perbuatan plagiat.
F. Kerangka Teori dan Konsep
1. Kerangka Teori
Teori yang akan digunakan di dalam penelitian tesis ini adalah teori otonomi
daerah, teori kebijakan publik, teori perizinan dan teori pemerintahan yang baik yang
menjadi dasar hukum perizinan, khususnya dalam penelitian tesis ini yakni untuk
mengetahui hubungan hukum antara Prinsip Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang
Baik dan Proses Pemberian IMB. Setelah mengetahui hubungan hukum tersebut
maka dapat digunakan asas desentralisasi dan asas legalitas dalam penelitian tesis ini.
a. Teori Otonomi Daerah
Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut sistem desentralisasi, yang
memilik konsekuensi adanya pembagian kekuasaan antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah. Otonomi adalah “pemerintahan sendiri” ( Auto=sendiri,
nomes=pemerintahan). Secara dogmatis pemerintahan digunakan dalam arti yang

Universitas Sumatera Utara

sangat luas. Menurut C. Van Vollenhoven, otonomi mengandung arti aktivitas yaitu
membentuk peraturan perundang-undangan sendiri, melaksanakan pemerintahan
sendiri, melakukan peradilan sendiri, melakukan tugas kepolisian sendiri.14
Ditinjau dari segi pembagian kekuasaannya, organisasi pemerintah dibagi
menurut garis horizontal dan garis vertikal. Pembagian kekuasaan berdasarkan garis
horizontal didasarkan kepada sifat tugas yang berbeda-beda jenisnya, yang
menimbulkan berbagai lembaga dalam suatu negara, sedangkan garis vertikal
melahirkan dua garis hubungan antara pusat dan daerah dalam sistem disentralisasi
dan dekonsentrasi.
Unsur pelaksana dari asas desentralisasi tersebut adalah terutama instansiinstansi vertikal yang dikoordinasikan oleh kepala daerah dalam kedudukannya
selaku perangkat pemerintah pusat. Sedangkan urusan pemerintahan yang telah
diserahkan kepada daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi adalah pada
dasarnya menjadi wewenang dan tanggungjawab daerah sepenuhnya.15
Istilah pemerintah berasal dari kata “perintah” yang berarti menyuruh
melakukan sesuatu. Sehingga dapat dikatakan bahwa pemerintah adalah kekuasaan
memerintah sesuatu Negara (daerah negara) atau badan yang tertinggi yang
memerintah suatu negara seperti kabinet merupakan suatu pemerintah. Hal ini

14

Pipin Syarifin dan Dedah Jubaedah, Hukum Pemerintahan Daerah,( Bandung : Pustaka
Bani Quraisy, 2005), hal. 27
15
Ibid hal. 28

Universitas Sumatera Utara

berbeda, istilah pemerintahan diartikan dengan perbuatan ( cara, hal urusan dan
sebagainya ) memerintah.16
Menurut Undang-Undang Negara Republik Indonesi Tentang Pemerintahan
Daerah terdapat urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah provinsi yang
mencakup urusan wajib dan urusan pilihan. Adapun urusan wajib yang menjadi
kewenangan pemerintahan daerah adalah urusan dalam skala provinsi yang meliputi
:17
1) Perencanaan dan pengendalian pembangunan
2) Perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan tata ruang
3) Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat
4) Penyediaan sarana dan prasarana umum
5) Penanganan bidang kesehatan
6) Penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial
7) Penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota
8) Pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota
9) Fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah termasuk
lintas kabupaten/kota
10) Pengandalian lingkungan hidup
11) Pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/kota
12) Pelayanan kependudukan dan catatan sipil
13) Pelayanan administrasi umum dan pemerintahan
14) Pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupaten/kota
15) Penyelenggaraan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh
kabupaten/kota
16) Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundangundangan
Dan urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah kabupaten/kota
yang mencakup urusan wajib dan urusan pilihan. Adapun urusan wajib yang menjadi
kewenangan pemerintahan daerah adalah urusan dalam skala kabupaten/kota yang
meliputi :18
1) Perencanaan dan pengendalian pembangunan
2) Perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan tata ruang
3) Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat
4) Penyediaan sarana dan prasarana umum
16

Sri Soemantri Martosoewignjo, Sistem-Sistem Pemerintahan Negara-Negara ASEAN, (
Bandung : Tarsito, 1976), hal. 17
17
Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan
Daerah Pasal 13
18
Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan
Daerah Pasal 14

Universitas Sumatera Utara

5) Penanganan bidang kesehatan
6) Penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial
7) Penanggulangan masalah sosial
8) Pelayanan bidang ketenagakerjaan
9) Fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah
10) Pengandalian lingkungan hidup
11) Pelayanan pertanahan
12) Pelayanan kependudukan dan catatan sipil
13) Pelayanan administrasi umum dan pemerintahan
14) Pelayanan administrasi penanaman modal
15) Penyelenggaraan dasar lainnya dan
16) Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundangundangan

b. Teori Perizinan
Perizinan merupakan salah satu instrument hukum administrasi negara yang
dapat digunakan bagi pelaksana undang-undang untuk melakukan tindakan hukum
dalam menjalankan tugas dan kewenangannya.
Di

dalam

kamus hukum, izin

(vergunning)

dijelaskan sebagai



Overheidstoestemming door wet of verordening vereist gesteld voor tal vanhandeling
waarop in het algemeen belang special toezicht vereist is, maar die, in het algemeen,

niet

als

onwenselijkworden

beschouwd”19

(perkenan/izin

dari

pemerintah

berdasarkan undang-undang atau pengaturan pemerintah yang diisayaratkan untuk
perbuatan yang pada umumnya memerlukan pengawasan khusus, tetapi yang pada
umumnya tidaklah dianggap sebagai hal-hal yang sama sekali tidak dikehendaki).
E. Utrecht memberikan defenisi sebagai berikut :
19

Ridwan HR, Op. Cit, hal. 206-207

Universitas Sumatera Utara

perizinan adalah bahwa bilamana pembuat peraturan pada umumnya tidak
melarang suatu perbuatan, tetapi juga masih memperkenankannya asal saja
diadakan secara yang ditentukan untuk masing-masing hal konkret, keputusan
hukum administrasi negara yang memperkenankan perbuatan tersebut bersifat
suatu izin (vergunning).20
N. M Spelt dan J.B.J.M ten Berge memberikan defenisi perizinan dalam arti
luas dan sempit yaitu izin merupakan salah satu instrument yang paling banyak
digunakan dalam hukum administrasi. Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana
yuridis untuk mengatur tingkah laku warga negara. Secara luas, izin merupakan suatu
persetujuan dari penguasa berdasarkan persetujuan dari penguasa berdasarkan
peraturan perundang-undangan atau peraturan pemerintah untuk keadaan tertentu
menyimpang dari ketentuan larangan-larangan peraturan perundang-undangan.
Dengan memberi izin, penguasa memperkenankan orang yang memohonnya untuk
melakukan tindakan-tindakan tertentu yang sebenarnya dilarang. Hal ini menyangkut
kepada suatu tindakan yang demi kepentingan umum mengharuskan pengawasan
khusus.21
Dalam arti sempit N.M Spelt dan J.B.J.M ten Berge mendefenisikan bahwa
izin merupakan suatu pengikatan-pengikatan pada suatu peraturan izin pada
umumnya didasarkan pada keinginan pembuat undang-undang untuk mencapai suatu
tatanan tertentu atau untuk menghalangi hal yang buruk. Tujuannya adalah untuk
mengatur tindakan-tindakan yang oleh pembuat undang-undang tidak seluruhnya
dianggap tercela, namun ia menginginkan dapat melakukan pengawasan sekadarnya.
20
21

Perizinan, www.negarahukum.com/hukum/perizinan.html diakses tanggal 26 Maret 2014
Adrian Sutedi, Op. Cit, hal. 170

Universitas Sumatera Utara

Hal yang pokok dalam izin (dalam arti sempit) adalah bahwa suatu tindakan dilarang,
kecuali diperkenankan dengan tujuan agar dalam ketentuan yang disangkutkan
dengan perkenan dapat dengan teliti diberikan batas-batas tertentu bagi setiap kasus.
Jadi persoalannya bukan pada hanya member perkenan dalam keadaan-keadaan yang
sangat khusus, tetapi agar tindakan-tindakan yang diperkenankan dilakukan dengan
cara tertentu (dicantumkan dalam ketentuan-ketentuan).22
IMB merupakan izin yang bersifat terikat, yaitu izin sebagai keputusan tata
usaha negara yang penerbitannya terikat kepada aturan hukum tertulis serta organ
yang berwenang dalam izin kadar kebebasan dan kewenangannya tergantung kepada
sejauh mana peraturan perundang-undangan mengikatnya. Selain itu, IMB
merupakan izin yang bersifat segera berakhir yaitu izin yang menyangkut tindakantindakan yang akan segera berakhir atau masa berlaku dari izin tersebut yang relatif
singkat.
c. Teori Pemerintahan yang Baik
Istilah pemerintahan yang baik (good governance) mulai muncul di Indonesia
pada tahun 1990-an. Dalam penyelenggaraan pemerintahan, pemerintahan yang baik
(good governance) menjadi hal yang sangat penting, karena hal ini berkaitan dengan

pelayanan publik. Tidak dapat dipungkiri bahwa pada tahun 1990-an birokrasi
pelayanan publik di Indonesia sangat berbelit-belit.

22

Ibid,hal. 171

Universitas Sumatera Utara

Pengertian pemerintahan yang baik (good governance) menurut Healy dan
Robinson, pemerintahan yang baik (good governance)memiliki tingkat efektivitas
organisasi dalam hubungan dengan formulasi kebijakan dan kebijakan yang
senyatanya dilaksanakan, khususnya dalam pelaksanaan kebijakan ekonomi dan
kontribusinya pada pertumbuhan, stabilitas dan kesejahteraan rakyat. Pemerintahan
yang baik (good governance) juga bermakna akuntabilitas, transparansi, partisipasi
dan keterbukaan.23
Menurut
pemerintahan

United
yang

Nation

baik

Development

(good

governance)

Program
adalah

(UNDP)

pengertian

merupakan

proses

penyelenggaraan kekuasaan negara dalam melaksanakan penyediaan public goods
and service disebut governance (pemerintah atau pemerintahan) sedangkan praktek

terbaiknya disebut pemerintahan yang baik (good governance). Oleh karena itu, agar
pemerintahan yang baik) dapat menjadi kenyataan dan berjalan dengan baik, maka
dibutuhkan komitmen dan keterlibatan semua pihak yaitu pemerintah dan
masyarakat. pemerintahan yang baik yang efektif menuntut adanya kordinasi yang
baik dan integritas, profesionalitas serta etos kerja dan moral yang tinggi. 24
Pemerintahan yang baik merupakan suatu kondisi yang menjamin tentang
adanya kesejajaran, kesamaan dan keseimbangan peran serta, saling mengontrol yang
dilakukan oleh komponen-komponen seperti pemerintahan (government), rakyat
(citizen) dan pengusaha. Ketiga komponen tersebut mempunyai tata hubungan yang
23

Bambang Istianto HP, Op. Cit, hal. 89
Sedarmayanti, Good Governance: Kepemerintahan Yang Baik Dalam Rangka Otonomi
Daerah,( Bandung : Mandar Maju, 2003), hal. 2
24

Universitas Sumatera Utara

sama dan sederajat. Jika kesamaan ini tidak sebanding, dapat dipastikan akan terjadi
pembiasan dari konsep pemerintahan yang baik (good governance) tersebut.
Prinsip-prinsip yang melandasi konsep tata pemerintahan yang baik sangat
bervariasi dari satu institusi ke institusi yang lain, dari satu pakar ke pakar lainnya.
Namun ada sejumlah prinsip yang menjadi dasarpemerintahan yang baik (good
governance) yaitu akuntabilitas, transparansi dan partisipasi masyarakat. Selain itu

pemerintahan yang baik (good governance) yang efektif menuntut adanya kordinasi
dan integritas, profesionalisme serta etos kerja yang tinggi dari pemerintah,
masyarakat madani dan pihak swasta.
Dalam teori dan praktek pemerintahan modern diajarkan bahwa untuk
menciptakan pemerintahan yang baik (good governance) terlebih dahulu perlu
dilakukan desentralisasi pemerintahan.25 Demokratisasi dan otonomisasi berpengaruh
linear terhadap terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good
governance) dan meningkatnya kualitas kesejahteraan rakyat. Pelaksanaan otonomi

daerah di Indonesia saat ini diyakini bias menjamin segera terwujudnya pemerintahan
daerah yang baik (good local governance) karena pelaksaan otonomi daerah memiliki
justifikasi politik dan moral yang lebih kuat. Tetapi dari semua itu yang harus
diperhatikan adalah bagaimana format penyelenggaraan otonomi daerah yang

25

Riyadi Soeprapto, Pengembangan Kapasitas Pemerintah Daerah Menuju Good
Governance, ( Jakarta : Habibie Center, 2004), hal. 5

Universitas Sumatera Utara

diimplementasikan dan bisa diandalkan untuk terwujudnya pemerintahan daerah yang
baik (good local governance).26
d. Teori Kebijakan Publik
Pengertian kebijakan dalam beberapa literatur sangatlah beragam. Namun
secara umum kebijakan publik dapat dikatakan bahwa merupakan keputusan
pemerintah yang menjadi pedoman tingkah laku guna mengatasi masalah publik yang
mempunyai tujuan, rencana dan program yang akan dilaksanakan secara jelas. 27
Ada beberapa defenisi dari kebijakan publik diantaranya menurut Harold D.
Laswell yang mengatakan bahwa kebijakan publik adalah suatu program pencapaian
tujuan, nilai-nilai dan praktek yang terarah. Sedangkan Carl J. Frederick mengatakan
bahwa kebijakan publik adalah serangkaian tindakan usulan seseorang, kelompok
atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dengan menunjukkan hambatanhambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijaksanaan
tersebut dalam mencapai tujuan tertentu.28
Menurut Anderson menyatakan bahwa kebijakan publik merupakan
pengembangan dari kebijakan yang dilakukan oleh institusi pemerintah dan
aparaturnya. Dari pernyataan tersebut, dapat dikatakan bahwa :
26

Agus Dwiyanto, Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik, ( Yogyakarta :
Gajah Mada Press, 2006), hal. 90
27
Nyimas Dwi Koryati, Wisnu Hidayat dan Hessel Nogi S. Tangkilisan, Kebijakan dan
Manajemen Pembangunan Wilayah, ( Yogyakarta : Yayasan Pembaruan Administrasi Publik Indonesia
(YPAPI), 2004), hal. 7
28
Eddi Wibowo, Mira Subandini dan Hessel Nogi S. Tangkilisan, Hukum dan Kebijakan
Publik¸( Yogyakarta : Yayasan Pembaruan Administrasi Publik Indonesia, 2004), hal. 20

Universitas Sumatera Utara

1. Kebijakan pemerintah selalu mempunyai tujuan tertentu atau merupakan
tindakan yang berorientasi pada tujuan
2. Kebijakan berisi tindakan-tindakan atau pola-pola tindakan pejabat atau
pemerintah
3. Kebijakan-kebijakan itu merupakan apa yang benar-benar dilakukan
pemerintah, jadi bukan merupakan apa yang baru menjadi maksud atau
pernyataan pemerintah untuk melakukan sesuatu
4. Kebijakan pemerintah itu bersifat positif dalam arti merupakan keputusan
pemerintah untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan
5. Kebijakan pemerintah dalam arti positif didasarkan atau selalu
dilandaskan pada peraturan perundang-undangan dan bersifat memaksa
(otoritatif)
Sedangkan menurut Eulau dan Prewitt yang dikutip oleh Jones, dikatakan
bahwa kebijakan adalah keputusan tetap yang dicirikan oleh konsistensi dan
penanggulangan tingkah laku dari mereka yang membuat dan dari mereka mematuhi
keputusan tersebut.29 Selanjutnya menurut beliau, suatu kebijakan dapat dikatan
sebagai kebijakan publik atau tidak dapat dilihat dari beberapa komponen, yaitu :
1. Niat dari sebuah tindakan
2. Tujuan atau keadaan akhir yang hendak dicapai
3. Rencana atau usulan untuk mencapai tujuan
4. Program yang diisayartkan untuk mencapai tujuan kebijakan
29

Nyimas Dwi Koryati, Wisnu Hidayat dan Hessel Nogi S. Tangkilisan, Op. Cit, hal. 8

Universitas Sumatera Utara

5. Keputusan atau pilihan atas tindakan-tindakan yang diambil untuk
mencapai tujuan, mengembangkan rencana, melaksanakan dan
mengevaluasi program
6. Dampak atau pengaruh yang dapat diukur
Kebijakan publik menurut Thomas R. Dye adalah sebagai berikut :
“ Public Policy is whatever the government choose to do or not to do “
(kebijakan publik adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan
atau tidak melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu)
Menurut Dye, apabila pemerintah memilih untuk melakukan sesuatu, maka
tentunya ada tujuannya, karena kebijakan publik merupakan tindakan pemerintah.
Apabila pemerintah memilih untuk tidak melakukan sesuatu, ini pun merupakan
kebijakan publik. Yang tentunya memiliki tujuan.30
Raksasatya menyimpulkan bahwa kebijakan publik pada dasarnya memilik 3
elemen yaitu :31
1. Identifikasi dan tujuan yang ingin dicapai
2. Taktik atau strategi dan berbagai langkah untuk mencapai tujuan yang
diinginkan
3. Penyediaan berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan nyata dan
taktik maupun strategi

“ Pengertian Kebijakan Publik ”, www.abdiprodjo.blogspot.com/2010/04/pengertiankebijakan-publik.html , diakses tanggal 9 Juni 2014
31
Eddi Wibowo, Mira Subandini dan Hessel Nogi S. Tangkilisan, Hukum dan Kebijakan
Publik¸( Yogyakarta : Yayasan Pembaruan Administrasi Publik Indonesia, 2004), hal. 25
30

Universitas Sumatera Utara

Dari ketiga elemen tersebut terlihat jelas bahwa kebijakan publik pada
dasarnya merupakan sebuah sikap dari pemerintah yang berorientasi kepada tindakan.
Artinya, bahwa kebijakan publik adalah merupakan kerja konkret dari sebuah
organisasi pemerintah. Oleh karena itu, maka diperlukan serangkaian tahapan dan
manajemen tertentu agar tujuan tersebut terealisir.
Dari pemahaman tersebut maka kebijakan publik memiliki implikasi sebagai
berikut yaitu :32
1. Bahwa kebijakan publik itu pada awalnya merupakan penetapan tindakantindakan pemerintah
2. Bahwa kebijakan publik itu tidak cukup hanya dinyatakan dalam bentuk
teks-teks formal, namun juga dilaksanakan atau diimplikasikan secara
nyata
3. Bahwa kebijakan publik itu pada hakikatnya harus memiliki tujuan dan
dampak-dampak, baik jangka panjang maupun jangka pendek yang telah
dipikirkan secara matang
4. Dan pada akhirnya segala proses tersebut adalah diperuntukkan bagi
kepentingan masyarakat
Dari berbagai kepustakaan dapat diungkapkan bahwa kebijakan publik dalam
kepustakaan internasional disebut sebagai public policy, yaitu suatu aturan yang
mengatur kehidupan bersama yang harus ditaati dan berlaku mengikat seluruh

32

Ibid

Universitas Sumatera Utara

warganya. Setiap pelanggaran akan diberikan sanksi sesuai dengan bobot
pelanggarannya yang dilakukan dan sanksi yang dijatuhkan di depan masyarakat oleh
lembaga yang mempunyai tugas menjatuhkan sanksi. 33
Keterkaitan antara hukum dan kebijakan publik secara mendasar adalah
terlihat bahwa dalam kenyataannya dasar dari penerapan hukum itu memerlukan
kebijakan publik untuk mengaktualisasikan hukum dalam masyarakat. Sebab
umumnya, produk-produk hukum itu hanya mengatur hal-hal yang bersifat umum.
Demikian halnya dengan implementasi kebijakan publik, kebijakan publik tidak dapat
berjalan dengan baik apabila dalam penyelenggaraannya tidak dilandasi dengan
dasar-dasar hukum yang kuat.
Penerapan hukum menjadi sangat tergantung dengan kebijakan publik sebagai
sarana yang dapat menyukseskan berjalannya penerapan hukum itu sendiri. Dengan
adanya kebijakan publik maka, pemerintah sebagai level yang terdekat dengan
masyarakat akan mampu merumuskan apa saja yang harus diterapkan agar penerapan
hukum yang ada pada suatu saat dapat berjalan dengan baik.34
2. Kerangka Konsep
Beberapa kerangka konseptual dipandang perlu agar terdapat persamaan
persepsi dalam membaca dan memahami penulisan di dalam penelitian ini yaitu :

33

Riant Nugroho, Kebijakan Publik: Formulasi, Implementasi dan Evaluasi, ( Jakarta : PT.
Elex Media Komputindo, 2004), hal. 1-7
34
Eddi Wibowo, Mira Subandini dan Hessel Nogi S. Tangkilisan, Op. Cit, hal. 74

Universitas Sumatera Utara

a. Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik yaitu, asas-asas umum yang
dijadikan sebagai dasar dan tata cara dalam menyelenggarakan
pemerintahan

yang

layak,

yang

dengan

cara

yang

demikian

penyelenggaraan pemerintahan itu menjadi baik, sopan, adil dan
terhormat, bebas dari kezaliman, pelanggaran peraturan, tindakan
penyalahgunaan wewenang dan tindakan sewenang-wenang. Dalam
penelitian ini Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (Good
Governance)

yang

digunakan

adalah

menurut

Prof.

Kuntjoro

Purbopranoto dalam bukunya yang berjudul “ Beberapa Catatan Hukum
Tata Pemerintahan dan Peradilan Administrasi Negara “, yaitu :
1. Asas Kepastian Hukum
2. Asas Keseimbangan
3. Asas Kesamaan
4. Asas Bertindak Cermat
5. Asas Motivasi Untuk Setiap Putusan
6. Asas Jangan Mencampur Adukkan Wewenang
7. Asas Permainan yang Layak
8. Asas Keadilan dan Kewajaran
9. Asas Menanggapi Penghargaan yang Wajar
10. Asas Meniadakan Akibat-Akibat Suatu Keputusan yang Batal
11. Asas Perlindungan dan Pandangan Hidup
12. Asas Kebijaksanaan
13. Asas Penyelenggaraan Kepentingan Umum
b. Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yaitu, perizinan yang diberikan oleh
pemerintah daerah kecuali untuk bangunan fungsi khusus oleh pemerintah
kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru sesuai dengan
persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang berlaku

Universitas Sumatera Utara

c. Proses Pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yaitu

proses

pemberian legalitas kepada pelaku usaha atau seseorang dalam bentuk izin
mendirikan bangunan yaitu izin yang diberikan oleh pemerintah daerah
kecuali untuk bangunan fungsi khusus oleh pemerintah kepada pemilik
bangunan

gedung

untuk

membangun

baru,

mengubah/memperbaiki/rehabilitasi/renovasi, memperluas, mengurangi,
dan/atau

merawat

bangunan,

dan/atau

memugar

dalam

rangka

melestarikan bangunan sesuai dengan persyaratan administratif dan
persyaratan teknis yang berlaku
d. Pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) adalah kegiatan yang
terdiri atas pemeriksaan fungsi bangunan, persyaratan teknis bangunan
dan keandalan bangunan
G. Metode Penelitian
1. Spesifikasi Penelitian
Metode penulisan dalam penulisan tesis ini adalah yuridis normatif yaitu,
suatu analisis yang pada hakikatnya menekankan kepada metode deduktif sebagai
pegangan utama dan metode induktif sebagai tata kerja penunjang. Analisis normatif
terutama mempergunakan bahan-bahan kepustakaan sebagai sumber datanya. 35
Sifat penelitian ini adalah preskriptif analitis, yang mengungkapkan tujuan
hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan

35

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada , 2004), hal. 166-167

Universitas Sumatera Utara

norma-norma hukum.36 Sifat preskriptif keilmuan hukum ini merupakan suatu yang
substansial dalam ilmu hukum. Dalam hal ini ilmu hukum bukan hanya menempatkan
sebagai suatu gejala sosial yang hanya dipandang dari luar, melainkan masuk
menusuk ke suatu hal yang esensial yaitu sisi intrinsik dari hukum yang akan
menjawab mengapa hukum dibutuhkan meskipun telah ada norma sosial lainnya yang
akan mengungkapkan tujuan dari hukum dengan diakhiri dengan rumusan-rumusan
tertentu.37

2. Bahan Hukum Penelitian
Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah Bahan Hukum
Sekunder, yaitu bahan hukum yang diperoleh dari studi kepustakaan yang meliputi
peraturan perundang-undangan, buku, situs internet, media massa, dan kamus serta
data lain yang terdiri atas Bahan Hukum Primer yaitu, bahan-bahan hukum yang
mengikat seperti norma atau kaidah dasar yaituPeraturan Perundang-undangan
diantaranya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung,
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, UndangUndang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Peraturan Pemerintah Nomor
36 Tahun 2005 Tentang Peraturan PelaksanaanUndang-Undang Nomor 28 Tahun


Ilmu
Hukum
Ilmu
yang
Bersifat
Preskriptif
dan
Terapan”,
Alviprofdr.blogspot.com/2014/01/ilmu-hukum-ilmu-yang-bersifat.html, diakses tanggal 1 April 2014
37
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group,
2009), hal. 22-23
36

Universitas Sumatera Utara

2002 Tentang Bangunan Gedung, Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007
Tentang Pembagian Urusan Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah
Kabupaten/Kota, Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional, Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 Tentang
Penyelenggaraan Tata Ruang, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun
2009 Tentang Pedoman Pemberian Izin Mendirikan Bangunan, Peraturan Daerah
Kota Medan Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
Medan, Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Retribusi Izin
Mendirikan Bangunan dan Peraturan Walikota Medan Nomor 41 Tahun 2012
Tentang Petunjuk Teknis Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Retribusi
Izin Mendirikan Bangunan.

3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah
metode library research (penelitian kepustakaan), yaitu dengan mempelajari
peraturan perundang-undangan, buku, situs internet, media massa, dan kamus yang
berkaitan dengan tesis ini yang bersifat teoritis ilmiah yang dapat dipergunakan
sebagai dasar dalam penelitian dan menganalisa masalah yang dihadapi.38Dan untuk
memperoleh data pendukung akan dilakukan wawancara secara mendalam (in depth
interviewing)39 di Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan Kota Medan.

38

Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum , (Jakarta: Universitas Indonesia (UIPress), 2007, hal. 21
39
Burhan Ashofa, Metode Penelitian Hukum¸(Jakarta : Rieneka Cipta, 1996), hal. 59

Universitas Sumatera Utara

4. Metode Analisis Data
Analisis data yang digunakan oleh penulis dalam tesis ini adalah metode
analisis kualitatif terhadap bahan hukum sekunder. Metode kualitatif digunakan agar
penulis dapat mengerti dan memahami gejala yang ditelitinya 40serta bermanfaat untuk
melakukan analisis bahan hukum secara menyeluruh dan merupakan suatu kesatuan
yang integral (holistic).41

40

Ibid, hal. 32
Lexy J. Maleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya,
1996), hal. 22
41

Universitas Sumatera Utara