Pengaruh Jumlah Karagenan dan Pengeringan Terhadap Mutu Bubuk Cincau Hitam Instan

5

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Cincau Hitam
Tanaman cincau hitam (Mesona palustris BL) merupakan tanaman perdu
yang tingginya 30-60 cm dan tumbuh baik pada ketinggian 75-2.300 meter di atas
permukaan laut. Tanaman ini memiliki ciri-ciri, yaitu batangnya beruas, berbulu
halus dengan bentuk menyerupai segi empat, kebanyakan bercabang pada bagian
dasarnya, dan berwarna agak kemerahan. Daun cincau hitam berwarna hijau,
lonjong, tipis lemas, ujungnya runcing, pangkal tepi daun bergerigi, dan memiliki
bulu halus. Letak daun saling berhadapan dan berselang-seling dengan daun
berikutnya. Tanaman cincau hitam ini juga banyak terdapat di Jawa, Sumatera,
dan Sulawesi (Widyaningsih, 2007). Adapun klasifikasi dari tanaman cincau
hitam adalah sebagai berikut :
Kingdom

: Plantae

Subkingdom


: Tracheobionta

Super Divisi

: Spermatophyta

Divisi

: Magnoliophyta

Kelas

: Magnoliopsida

Sub Kelas

: Asteridae

Ordo


: Lamiales

Famili

: Lamiaceae

Genus

: Mesona

Spesies

: Mesona palustris BL

(Senditya, dkk., 2014).

5
Universitas Sumatera Utara

6


Tanaman cincau hitam atau janggelan merupakan salah satu jenis tanaman
yang dibudidayakan dan dimanfaatkan oleh masyarakat di Indonesia. Tanaman ini
dapat tumbuh dengan baik pada musim kemarau maupun musim hujan. Tanaman
cincau hitam juga dapat tumbuh di dataran menengah hingga dataran yang tinggi.
Budidaya tanaman cincau berada di Kabupaten Blitar, Jawa Timur, dan
Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Industri cincau hitam terdapat di Surakarta, Jawa
Tengah dan Jakarta. Janggelan yang sudah dipanen selanjutnya dikeringkan
sampai warnanya berubah menjadi coklat tua. Tanaman cincau yang telah kering
inilah yang akan digunakan sebagai bahan baku utama dalam pembuatan cincau
hitam (Utami, 2004).
Tanaman cincau hitam banyak terdapat di hutan-hutan dan tumbuh secara
liar. Semakin meningkatnya permintaan akan potongan kering tanaman cincau
hitam atau simplisia kering, maka petani banyak yang membudidayakan tanaman
ini. Tanaman cincau hitam yang sudah dipanen selanjutnya dikeringkan sehingga
warnanya berubah dari hijau menjadi berwarna coklat tua. Simplisia kering yang
telah dipotong-potong kemudian dimasukkan ke dalam karung dan ditekan agar
menjadi padat dan siap untuk dipasarkan (Widyaningsih, 2007).
Tanaman cincau hitam sering digunakan sebagai obat disentri, suara serak,
nyeri perut, panas dalam, sariawan, dan suara parau. Disamping penggunaan

sebagai obat, tanaman ini juga dapat digunakan sebagai bahan makanan atau
minuman penyegar dan campuran teh sehingga peluang usaha agribisnis cincau
hitam masih luas dengan potensi pasar yang cukup baik (Taryono, 2002).
Tanaman cincau dibedakan atas empat jenis, yaitu cincau hijau
(Cyclea barbata), cincau perdu (Premna oblongifolia), cincau minyak

Universitas Sumatera Utara

7

(Stephania

hermandifolia),

dan

cincau

hitam


(Mesona

palsutris)

(Pitojo dan Sumiati, 2005). Jenis tanaman cincau dapat dilihat pada Gambar 1.

Cincau hijau (Cyclea barbata)

Cincau minyak (Stephania
hermandifolia)

Cincau perdu (Premna oblongifolia)

Cincau hitam (Mesona palustris)

Gambar 1. Jenis tanaman cincau
Umumnya tanaman cincau bermanfaat sebagai bahan pangan fungsional,
tanaman konservasi serta sebagai komoditas agribisnis dan agroindustri yang
dapat memberikan keuntungan bagi yang membudidayakannya. Tanaman cincau
hitam telah lama menjadi bahan dagangan lokal dan sebagai komoditas ekspor

penghasil devisa negara.

Universitas Sumatera Utara

8

Komposisi zat gizi tanaman cincau hitam
Tanaman cincau hitam atau janggelan mengandung sejumlah mineral dan
karbohidrat yang cukup banyak, vitamin A, B1, dan C. Ekstrak cincau hitam
memiliki aktivitas antioksidan yang jauh lebih kuat dibandingkan dengan
vitamin E. Nilai gizi tanaman cincau hitam cukup baik per 100 g, terutama jika
ditinjau dari kandungan mineral dan vitaminnya. Komposisi zat gizi tanaman
cincau hitam dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 1. Komposisi zat gizi tanaman cincau hitam (per 100 g bahan)
Komponen
Kandungan
Kalori (kkal)
137
Protein (g)
6

Lemak (g)
1
Karbohidrat (g)
26
Kalsium (mg)
100
Fosfor (mg)
100
Besi (mg)
3,3
Vitamin A (SI)
10,75
Vitamin B1(mg)
80
Vitamin C (mg)
17
Air (mg)
66
Bahan yang dapat dicerna (%)
40

Sumber : Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI (1992)

Manfaat tanaman cincau hitam
Tanaman cincau hitam memiliki khasiat menurunkan panas badan, panas
dalam, mencegah gangguan pencernaan, menurunkan tekanan darah tinggi, dan
menurunkan berat badan. Serat larut air dapat mengikat kadar gula dan lemak
sehingga bermanfaat mencegah diabetes melitus, jantung, serta stroke. Ekstrak
tanaman cincau hitam mampu melindungi kerusakan DNA pada limfosit manusia
yang terekspos hidrogen peroksida dan iradiasi ultraviolet (Widyaningsih, 2007).
Cincau bermanfaat sebagai bahan pangan terutama sebagai bahan baku
minuman yang telah lama dikenal. Cincau juga berkhasiat sebagai obat karena

Universitas Sumatera Utara

9

mengandung serat alami yang mudah dicerna oleh tubuh manusia. Serat alami
berperan dalam proses pencernaan makanan dan mencegah timbulnya penyakit
kanker usus. Gelatin cincau diakui bermanfaat untuk mengobati panas dan sakit
perut (abdomen discomfort). Diare dapat menyebabkan kehilangan cairan tubuh

begitu juga dengan demam tinggi. Dehidrasi akibat diare ataupun demam akan
mengakibatkan kekurangan elektrolit terutama kalium dan natrium. Cincau hitam
cukup membantu untuk mengatasi masalah ini karena tersedianya air (sekitar 90%
termobilisasi)

beserta

kalium

dan

natrium

pada

gel

cincau

hitam


(Pitojo dan Sumiati, 2005).
Pembuatan Bubuk Cincau Hitam Instan
Proses pembuatan gel cincau hitam diawali dengan mengekstraksi
tanaman cincau hitam kering dalam air mendidih selama beberapa jam sampai
diperoleh cairan yang berwarna coklat kehitaman. Pada saat baru dimasukkan ke
dalam air, tanaman cincau kering akan mengapung pada permukaan air karena
terjadi proses pembasahan, lama-kelamaan tanaman cincau akan tenggelam dan
berputar mengikuti putaran air mendidih. Pada saat ini biasanya proses pemanasan
dihentikan (Sendiko, 1987).
Ekstrak yang sudah dingin kemudian disaring dengan menggunakan kain
saring. Filtrat yang diperoleh dicampur dengan sejumlah pati dan kemudian
dipanaskan kembali hingga membentuk gel. Selama pemanasan, dilakukan
pengadukan agar penyebaran gel merata dan gel yang diperoleh tidak bergumpalgumpal (Sendiko, 1987).
Dalam pembuatan bubuk cincau hitam instan, semakin tinggi kadar pati
dan tanaman cincau hitam yang digunakan maka gel cincau hitam yang terbentuk

Universitas Sumatera Utara

10


semakin kaku dengan waktu pembentukan gel yang singkat, sedangkan kekuatan
dan sifat gel dipengaruhi oleh perbandingan ekstrak kering tanaman cincau hitam,
pati dan air yang digunakan dalam pembuatan gel cincau hitam. Tepung beras,
tepung terigu, dan tepung maizena dapat digunakan sebagai bahan dalam
membantu pembentukan gel cincau hitam. Kandungan amilosa pati sangat
mempengaruhi pembentukan dan kekuatan gel cincau hitam (Wahab, 1983).
Campuran antara pati dan ekstrak cincau hitam instan yang sudah
homogen dituang ke dalam loyang untuk dikeringkan. Pengeringan dilakukan
menggunakan alat pengering dan sinar matahari (penjemuran). Hasil pengeringan
berupa serpihan kasar sehingga perlu dilakukan penggilingan dan pengayakan
agar diperoleh bubuk cincau hitam instan yang halus (Widyaningsih, 2007).
Karagenan
Karagenan merupakan getah rumput laut yang diekstrak dengan air atau
larutan alkali dari spesies tertentu dari kelas Rhodophyceae (alga merah).
Karagenan merupakan senyawa hidrokoloid yang terdiri dari ester kalium,
natrium,

magnesium,

dan

kalsium

sulfat,

dengan

galaktosa

dan

3,6-anhidrogalaktopolimer (Winarno, 1996). Karagenan tersusun dari unit
D-galaktosa dan 3,6-anhidro-D-galaktosa dengan ikatan £-1,3 dan β-1,4 pada
polimer heksosanya (Glicksman 1983). Pada atom hidroksil, terikat gugus sulfat
dengan ikatan ester. Berat molekul karagenan cukup tinggi yaitu berkisar
100-500 kDa (Angka dan Suhartono, 2000).
Sifat-sifat yang dimiliki karagenan antara lain kelarutan, pH, stabilitas,
viskositas, pembentukan gel dan reaktifitas dengan protein. Sifat-sifat tersebut
sangat dipengaruhi oleh adanya unit bermuatan (ester sulfat) dan penyusun dalam

Universitas Sumatera Utara

11

polimer karagenan. Pada umumnya karagenan mengandung unsur berupa garam
natrium dan kalium yang juga berfungsi untuk menentukan sifat-sifat karagenan
(Pebrianata, 2006).
Karagenan dalam larutan memiliki stabilitas maksimum pada pH 9 dan
akan terhidrolisis pada pH dibawah 3,5. Kondisi proses produksi karagenan dapat
dipertahankan pada pH 6 atau lebih. Hidrolisis asam akan terjadi jika karagenan
berada dalam bentuk larutan, dan akan meningkat sesuai dengan peningkatan
suhu. Larutan karagenan akan menurun viskositasnya jika pHnya diturunkan
dibawah 4,3. Kappa dan iota karagenan dapat digunakan sebagai pembentuk gel
pada pH rendah, tetapi tidak mudah terhidrolisis sehingga tidak dapat digunakan
dalam pengolahan pangan. Penurunan pH menyebabkan terjadinya hidrolisis dari
ikatan

glikosidik

yang mengakibatkan

kehilangan

viskositas.

Hidrolisis

dipengaruhi oleh pH, temperatur dan waktu (Imeson, 2000).
Viskositas adalah daya aliran molekul dalam sistem larutan. Viskositas
suatu hidrokoloid dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jumlah karagenan,
temperatur, jenis karagenan, berat molekul dan adanya molekul-molekul lain.
Semakin meningkat jumlah karagenan, maka viskositasnya akan meningkat secara
logaritmik. Viskositas larutan karagenan terutama disebabkan oleh sifat karagenan
sebagai polielektrolit. Gaya tolakan (repulsion) antar muatan-muatan negatif
sepanjang rantai polimer yaitu gugus sulfat, mengakibatkan rantai molekul
menegang. Sifat hidrofilik karagenan menyebabkan polimer tersebut dikelilingi
oleh molekul-molekul air yang termobilisasi, sehingga menyebabkan larutan
karagenan bersifat kental. Adanya garam-garam yang terlarut dalam karagenan

Universitas Sumatera Utara

12

akan menurunkan muatan bersih sepanjang rantai polimer. Penurunan muatan ini
menyebabkan penurunan gaya tolakan (repulsion) antar gugus-gugus sulfat,
sehingga sifat hidrofilik polimer semakin lemah dan menyebabkan viskositas
larutan menurun. Viskositas larutan karagenan akan menurun seiring dengan
peningkatan suhu sehingga terjadi depolimerisasi yang kemudian dilanjutkan
dengan degradasi karagenan (Peranginangin dan Yunizal, 2000).
Karagenan merupakan kompleks campuran dari lima polimer yaitu lamda,
kappa, iota, mu dan nu (Fennema, 1985). Struktur kimia karagenan dapat dilihat
pada Gambar 2.

Gambar 2. Struktur kimia karagenan (Imeson, 2000)
Kappa dan iota karagenan mampu membentuk gel, sedangkan lambda
karagenan tidak mampu membentuk gel karena tidak mengandung 3,6
anhidrogalaktosa. Proses pembentukan gel karagenan terjadi ketika larutan panas
karagenan

dibiarkan

menjadi

dingin.

Gel

yang

dihasilkan

bersifat

Universitas Sumatera Utara

13

thermoreversible yaitu gel akan mencair jika dipanaskan dan akan membentuk gel
kembali bila didinginkan (Glicksman, 1983).
Pengeringan
Pengeringan merupakan proses penurunan kadar air bahan sampai
mencapai kadar air tertentu sehingga dapat memperlambat laju kerusakan produk
akibat aktivitas biologi dan kimia. Menurut Setyoko, dkk., (2008), pengeringan
yang terlalu cepat dapat merusak bahan karena permukaan bahan terlalu cepat
kering sehingga kurang bisa diimbangi dengan kecepatan gerakan air di bagian
dalam bahan menuju permukaan. Pengeringan cepat dapat menyebabkan
pengerasan pada permukaan bahan sehingga air dalam bahan tidak dapat lagi
menguap karena terhambat. Di samping itu, kondisi pengeringan dengan suhu
yang terlalu tinggi dapat merusak bahan. Pengaturan suhu dan lamanya waktu
pengeringan dilakukan dengan memperhatikan kontak antara alat pengering
dengan alat pemanas (baik berupa udara panas yang dialirkan maupun alat
pemanas lainnya). Demi pertimbangan standar gizi maka pemanasan dianjurkan
tidak lebih dari 85 °C.
Menurut Desrosier (1988) faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan
pengeringan produk pangan beberapa diantaranya adalah suhu pengeringan yang
digunakan, lama pengeringan (waktu), metode pengeringan, dan sifat dan bentuk
bahan. Muchtadi dan Sugiyono (1992) menyatakan bahwa pengeringan
merupakan salah satu cara untuk mengawetkan bahan pangan yang mudah rusak
atau busuk. Tujuan pengeringan yaitu untuk mengurangi kandungan air dalam
bahan sehingga dapat menghambat pertumbuhan maupun reaksi yang tidak
diinginkan (Gogus dan Maskan, 1998). Pengeringan dapat menurunkan biaya dan

Universitas Sumatera Utara

14

memudahkan dalam pengemasan, pengangkutan dan penyimpanan. Bahan yang
dikeringkan menjadi ringan dan volume menjadi lebih kecil.
Faktor suhu dan lama pengeringan sangat penting karena akan
mempengaruhi mutu produk akhir. Menurut Wiyono (2007) pada pembuatan
serbuk effervescent penggunaan suhu 50 oC akan menghasilkan serbuk dengan
kadar air 10,11%, sementara pengeringan dengan suhu 60 oC selama 48 jam akan
menghasilkan serbuk cabai dengan kadar air 15,8679% (Sudaryati, dkk., 2011).
Bubuk Cincau Hitam Instan
Bubuk cincau hitam instan telah dikenal di pasaran seiring dengan
kenajuan teknologi. Bubuk cincau hitam instan merupakan inovasi baru cincau
hitam yang lebih praktis, awet, dan higienis bila dibandingkan dengan produk
cincau hitam dalam bentuk gel. Dalam bentuk gel, cincau hitam mudah
mengalami sineresis dan mudah ditumbuhi jamur sehingga tidak dapat disimpan
dalam waktu yang lama karena setelah 3 hari akan mengalami kerusakan yang
ditandai dengan adanya penyimpangan bau dan tekstur (Sudiatmini, 2004).
Gel Cincau Hitam
Gel merupakan sistem koloid dimana cairan terdispersi dalam padatan,
kadang-kadang pada konsentrasi zat terlarut sangat rendah tidak menyebabkan
perubahan fungsional zat terlarutnya. Menurut Peterson dan Johnson (1978) gel
adalah larutan koloidal solid liquid yang bersifat organik atau anorganik.
Pembentukan gel terjadi apabila dispersi koloid dari beberapa molekul yang relatif
besar didinginkan, kekentalan akan meningkat sampai pada suatu titik dimana
terjadi kekakuan. Pada pendinginan selanjutnya, kekakuan gel akan meningkat,

Universitas Sumatera Utara

15

tetapi pada keadaan lebih lanjut gel akan kehilangan pelarut dan gel akan
mengerut, gejala ini disebut sineresis.
Gel memiliki derajat kekompakan (rigidity), elastisitas, dan kerapuhan
tergantung dari jenis dan konsentrasi komponen pembentuk gel, kandungan
garam, pH fase cairan, dan suhu. Komponen pembentuk gel dapat berupa
polisakarida dan protein (Powrie dan Tung, 1976)
Selama pembentukan gel, bagian-bagian polimer yang terdispersi secara
acak akan membentuk ikatan-ikatan silang sehingga terbentuk jaringan tiga
dimensi yang merangkap molekul-molekul pelarut yang ada didalamnya. Bagian
yang tergabungkan tersebut dikenal sebagai zona persimpangan (junction zone)
yang

mungkin

tidak

dibentuk

oleh

dua

atau

lebih

rantai

polimer

(Glicksman, 1983). Ikatan yang terjadi pada zona persimpangan dapat berupa
ikatan elektrostatik, ikatan hidrofobik, ikatan kovalen dan ikatan hidrogen
(Powrie dan Tung, 1976).
Gel cincau hitam adalah massa gel yang berwarna hitam kecoklatan yang
diperoleh dari pengolahan panas tiga komponen, yaitu tanaman janggelan, pati
dan air abu. Massa ini mempunyai konsistensi mirip dengan massa gel yang
diperoleh dari agar-agar (Widyaningsih, 2007).
Bahan yang Ditambahkan
Air abu
Air abu sebagai komponen yang kaya mineral dan berperan dalam
pembentukan gel cincau hitam. Secara tradisional, sifat fungsional air abu
diperoleh melalui proses pembakaran tangkai padi (merang), perendaman, dan

Universitas Sumatera Utara

16

penyaringan diperoleh air abu yang siap digunakan dalam proses ekstraksi.
Komponen utama air abu adalah Na, K, dan Ca (Kusnandar, 2010).
Air abu yang ditambahkan ke dalam air pengekstrak berguna untuk
menyempurnakan ekstraksi dan pelepasan polisakarida pembentuk gel dari
tanaman cincau hitam maupun mengkatalisis pelepasan gugus tertentu untuk
membentuk jembatan mineral yang menghubungkan komponen pembentuk gel
cincau hitam dengan tapioka sehingga dapat terbentuk gel yang kokoh dan kuat
(Asyar, 1988).
Menurut Sendiko (1987), air abu dapat digantikan dengan mineral yang
berbentuk garam klorida dari Li, Na, dan K, sedangkan penambahan garam
klorida dari Mg, Ca, Ba, Fe tidak bisa menggantikan air abu dalam proses
ekstraksi tanaman cincau hitam. Penggunaan air abu dalam pembuatan gel cincau
hitam dapat digantikan peran nya dengan soda abu (Na2O) (Nuraini, 1994).
Masyarakat umumnya lebih mengenal air abu dengan nama air Qi dalam
pembuatan cincau hitam. Air Qi ini dibuat dengan merendam merang padi dalam
air, kemudian airnya dibersihkan dari kotoran-kotoran lain dengan penyaringan.
Filtrat yang jernih, tidak berwarna, dan terasa licin inilah yang disebut air Qi
dengan pH sekitar 8-9 (Widayningsih, 2007).
Rumput laut yang diolah untuk mengahasilkan produk seperti karagenan,
agar, dan alginat, larutan alkali yang digunakan sebagai medium pemasakan
memiliki dua fungsi. Pertama, alkali membantu proses pemuaian (pembengkakan)
jaringan sel-sel rumput laut yang mempermudah keluarnya karagenan, agar, atau
alginat dari dalam jaringan. Kedua, apabila alkali digunakan pada konsentrasi
yang

cukup

tinggi,

dapat

menyebabkan

terjadinya

modifikasi

Universitas Sumatera Utara

17

struktur kimia karagenan akibat terlepasnya gugus 6-sulfat dari karagenan
sehingga terbentuk residu 3,6-anhydro-D-galactosa dalam rantai 6 polisakarida.
Hal ini akan meningkatkan kekuatan gel karagenan yang dihasilkan. Selain itu,
senyawa alkali dapat memisahkan protein dari jaringan sehingga memudahkan
proses

ekstraksi

karagenan

dari

jaringan

rumput

laut

(Yasita dan Rachmawati, 2010).

Universitas Sumatera Utara